BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra...

17
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digital Koreksi geometri yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan kesalahan non sistematik yang terdapat pada citra dan sekaligus menambahkan koordinat citra yang sesuai dengan letak yang sebenarnya di lapangan. Jumlah GCPs yang digunakan adalah 10 pasang. sedangkan syarat minimum yang diperlukan untuk proses transformasi, yaitu 6 pasang (Tabel 2). Tabel 2. Daftar Pasangan Ground Cek Points (GCPs) No Koordinat Citra Koordinat Peta Delta Baris Delta Kolom Baris Kolom mT mU 1 778 536 318190 9044934 -173157 0,219116 2 913 471 316320 9040866 0,260071 -0,284821 3 890 397 316305 9040854 -0,135986 0,219727 4 654 532 318011 9048688 0,155151 -0,148010 5 179 261 309590 9063038 -0,063583 0,127411 6 548 206 308135 9051884 0,150085 -0,167465 7 503 226 308705 9053237 -0,128937 0,135773 8 493 226 308709 9053548 0,152649 -0,173920 9 769 287 310689 9045190 -0,273193 -0,104706 10 862 182 307563 9042381 0,056946 0,176865 Ketelitian (Root Mean Square) = 0,42 pixel Bedasarkan batas toleransi tingkat ketelitian yang masih dapat diterima yang ditetapkan oleh National Map Accuracy Standard (NMAS) yaitu 1,7 pixel (51 m), Root Mean Square (RMS) yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 0,42 (12,6 m) masih dapat diterima karena nilainya lebih kecil dari batas maksimal yang ditentukan. Setelah dilakukan proses transformasi dengan menggunakan GCPs, kemudian dilanjutkan dengan proses resampling. Penajaman citra yang digunakan adalah perentangan kontras, proses ini menghasilkan citra dengan tingkat kekontrasan yang lebih tinggi. Hasil perbandingan citra yang belum dilakukan pengolahan (koreksi radiometrik,

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis Citra Digital

Koreksi geometri yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk

menghilangkan kesalahan non sistematik yang terdapat pada citra dan sekaligus

menambahkan koordinat citra yang sesuai dengan letak yang sebenarnya di

lapangan. Jumlah GCPs yang digunakan adalah 10 pasang. sedangkan syarat

minimum yang diperlukan untuk proses transformasi, yaitu 6 pasang (Tabel 2).

Tabel 2. Daftar Pasangan Ground Cek Points (GCPs)

No Koordinat Citra Koordinat Peta Delta

Baris Delta Kolom

Baris Kolom mT mU

1 778 536 318190 9044934 -173157 0,219116

2 913 471 316320 9040866 0,260071 -0,284821

3 890 397 316305 9040854 -0,135986 0,219727

4 654 532 318011 9048688 0,155151 -0,148010

5 179 261 309590 9063038 -0,063583 0,127411

6 548 206 308135 9051884 0,150085 -0,167465

7 503 226 308705 9053237 -0,128937 0,135773

8 493 226 308709 9053548 0,152649 -0,173920

9 769 287 310689 9045190 -0,273193 -0,104706

10 862 182 307563 9042381 0,056946 0,176865

Ketelitian (Root Mean Square) = 0,42 pixel

Bedasarkan batas toleransi tingkat ketelitian yang masih dapat diterima

yang ditetapkan oleh National Map Accuracy Standard (NMAS) yaitu 1,7 pixel

(51 m), Root Mean Square (RMS) yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 0,42

(12,6 m) masih dapat diterima karena nilainya lebih kecil dari batas maksimal

yang ditentukan. Setelah dilakukan proses transformasi dengan menggunakan

GCPs, kemudian dilanjutkan dengan proses resampling.

Penajaman citra yang digunakan adalah perentangan kontras, proses ini

menghasilkan citra dengan tingkat kekontrasan yang lebih tinggi. Hasil

perbandingan citra yang belum dilakukan pengolahan (koreksi radiometrik,

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

28

geometrik dan penajaman citra) (Gambar 11) dengan citra yang telah diolah

menunjukan adanya peningkatan kualitas citra baik dari aspek radiometrik

maupun geometrik citra.

Perbaikan aspek radiometrik citra dapat dilihat dan meningkatkan

kemampuan pengenalan dan pembedaan obyek, sedangkan peningkatan aspek

geometrik ditunjukan ketepatan posisi obyek baik secara relatif dengan obyek

yang ada disekitarnya maupun secara absolut dengan kordinat yang sebenarnya di

lapangan. Citra yang sudah dikoreksi dipotong untuk mereduksi ukuran data

hingga lebih ringan ketika diolah komputer. Selain itu, pemotongan citra juga

bertujuan untuk membuat deliniasi area sebagai batas kajian, yaitu batas wilayah

tersebut adalah peta digital kecamatan di wilayah pesisir Jawa Barat yang di

peroleh dari peta administrasi bakosurtanal.

Citra komposit RGB-542 yang telah dipotong di export ke dalam data

*.tiff kemudian diolah pada software ArcGis 9.3 untuk dilakukan penentuan kelas

penutupan hutan mangrove berdasarkan pada perbedaan warna, pola spektral dan

posisi bentang lanskap. Data tersebut di bandingkan dengan tampilan visual

dengan resolusi tinggi yang diperoleh dari Google earth.

(a) (b)

Gambar 11. Data Citra Kab. Bekasi Belum Terkoreksi (a) dan Terkoreksi (b)

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

29

4.2. Persebaran Hutan Mangrove di Jawa Barat

Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak,

masukan air tawar dari sungai, sedimentasi dan aliran air pasang surut (Setyawan

2006). Persebaran hutan mangrove Jawa Barat tersebar di 36 Kecamatan di 10

Kabupaten di Pesisir Utara dan Pesisir Selatan Jawa Barat.

4.2.1 Persebaran Hutan Mangrove Pesisir Utara Jawa Barat

Persebaran hutan mangrove di Pesisir Utara Jawa Barat terdapat di dalam

tambak maupun berada di sekeliling tambak tersebut (tambak silvofishery). Hutan

mangrove di Kabupaten Subang tersebar di Kecamatan Balanakan dan Legon

Kulon dengan spesies mangrove Rhizophora stylosa, Avicennia marina, Soneratia

alba, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylindrica, Nypa fruticans, Hibiscus

tiliaceus, terminalia cattapa, Exceocaria agallocha dan Achanthus ilicifolius

(Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang 2007).

Hutan mangrove di Kabupaten Karawang tersebar di dua Kecamatan yaitu

Tirtajaya dan Cibuaya dengan spesies yang ditemukan Rhizophora apicullata,

Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Soneratia alba dan Lumnitzera

racemoza (BPLHD 2010). Hutan mangrove di Kabupaten Indramayu tersebar di

enam Kecamatan yaitu Kadanghaur, Losarang, Cantigi, Sindang, Indramayu dan

Balongan. Spesies yang ditemukan yaitu Rhizophora mucronata, Rhizopora

apiculata, Avicennia marina, Achanthus ilicifolius, Acrotichum aureum, Denis

heterophyl dan Fimbristylis scalhacea (Mustari 1992).

Hutan Mangrove di Kabupaten Cirebon tersebar di delapan Kecamatan

yaitu Kapetakan, Cirebon Utara, Lemahwungkuk, Mundu, Astanajapura,

Pangenan, Gebang dan Losari. Spesies yang ditemukan Avicennia spp dan

Rhizophora spp (Phihastuti 2009). Hutan mangrove di Kabupaten Bekasi tersebar

tiga Kecamatan yaitu Muara Gembong, Babelan dan Tarumajaya. Spesies yang

ditemukan Avicennia spp, Rhizophora spp dan Soneratia spp (Sumitro 1985).

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

30

4.2.2 Persebaran Hutan Mangrove Pesisir Selatan Jawa Barat

Mangrove di Pesisir Selatan Jawa Barat terdiri dari mangrove sejati dan

mangrove asosiasi khususnya pada rawa payau. Hutan Mangrove di Kabupaten

Tasikmalaya tersebar di tiga kecamatan, yaitu Cikalong, Karangnunggal dan

Cipatujah dengan didominasi oleh spesies Nypa fruticans. Hutan Mangrove di

Kabupaten Sukabumi tersebar di empat kecamatan, yaitu Pelabuhan Ratu,

Simpenan, Ciemas dan Ciracap. Spesies yang ditemukan Padanus spp, Bambusa

spp, Stercoelia foetida, Terminalia cattapa, Rhizophora spp., Bruguiera spp.,

Sonneratia alba, Avicennia spp., Callophylum inophylum, Nypa frutican dan

Baringtonia asiatica (Hartini 2010).

Hutan mangrove di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Cibalong

dengan spesies yang ditemukan Rhizophora mucronata, Rhizophora gymnorhiza,

Soneratia alba, Aegiceras comoculatum, Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus

granatum, Ceriops tagal, Acanthus ilicifolius dan Avicennia alba (Rochmah

2001). Spesies mangrove di Kabupaten Cianjur tersebar Nypa fruticans di

Kecamatan Cidaun. Hutan Mangrove di Kabupaten Ciamis tersebar di enam

kecamatan, yaitu Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran dan

Kalipucang. Spesies yang ditemukan yaitu Thespesia vovulnea, Nypa fruticans,

Acanthus ilicifolius, Rhizophora apiculata, Scyphiphora hydrophyllaceae,

Acrosticum aureum, Pongmia pinnata, Terminalia cattapa, Padanus tektorius,

Cerbera mangas dan Hibiscus spp. (Sukmawan 2004).

4.3 Luasan Hutan Mangrove

Luasan Hutan mangrove di Jawa Barat dengan menggunakan data citra

satelit dilakukan setelah pengolahan data citra dilihat secara visual dan di

bandingkan dengan citra resolusi tinggi google earth setelah menyamakan titik

kordinat pada citra Landsat-ETM dengan citra resolusi tinggi, kemudian dilakukan

digitasi untuk mengetahui tutupan luasan hutan mangrove dan persebarannya.

Pengklasifikasian kelas berdasarkan tampilan visual (Tabel 3).

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

31

Tabel 3. Perbandingan Kelas Penutupan Lahan Berdasarkan Tampilan Visual

Kelas Pola warna RGB - 542 Tampilan Google Earth

Laut 1

Laut 2

Mangrove

Perumahan

Tambak

Sungai

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

32

4.3.1 Luasan Hutan Mangrove di Jawa Barat Tahun 1999 - 2012

Hasil pengolahan data citra satelit didapat luas hutan mangrove di Jawa

Barat pada tahun 1999 seluas 8758,52 ha, sedangkan pada tahun 2012 seluas

6861,25 ha. Penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu ±13 tahun seluas

1897,27 ha atau sebesar 22% luas tahun 1999. Luas Hutan Mangrove di Pesisir

Utara Jawa Barat memiliki luas yang lebih tinggi dibandingkan Pesisir Selatan

Jawa Barat dengan luas Pesisir Utara seluas 5.216,31 ha dan Luas Pesisir Selatan

Jawa Barat pada tahun 1999 seluas 3.542, 21 ha. Pada perkembangannya ditahun

2012 terjadi penurunan yang besar di Pesisir Utara Jawa Barat seluas 1.622,25 ha

atau sebesar 31%, sedangkan pada Pesisir Selatan Jawa Barat penurunan luas

mangrove tidak terlalu besar yaitu seluas 275,02 ha atau sebesar 8%.

Perbedaan luasan Hutan mangrove di Pesisir Utara lebih luas

dibandingkan Pesisir Selatan Jawa Barat dikarenakan adanya beberapa perbedaan,

diantranya karakteristik pesisir dan pantai, jenis tanah, kontur, dan letak geografis.

Karakteristik pesisir dan pantai Utara Jawa Barat menghadap Laut Jawa yaitu

ditandai oleh paparan landai yang luas dengan alur sungai panjang dan air

mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan limpahan air ke pantai berawa

1787

348

1338

102

1641

262

610

1230

388

1053

1567

177

842

359

380

1500

154

1162

113

665

316

381

1262

389

919

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Lu

asa

n M

an

gro

ve

(ha)

1999

2006

2012

Gambar 12. Luas Hutan Mangrove Jawa Barat Tahun 1999 – 2012

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

33

sehinggga menyebabkan banyak terdapat endapan lumpur dan memiliki tutupan

mangrove yang tebal pada umumnya, serta ketinggian kurang dari 3 M diatas

permukaan laut, walupun mangrove yang teridentifikasi keberadaannya berada di

lahan pertambakan karena kondisi lahan yang landai ini dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk dijadikan kawasan tambak. Pesisir Selatan memiliki

karakteristik pesisir dan pantai menghadap kearah Samudera Hindia ditandai oleh

tebing perbukitan curam dan terjal dengan gelombang yang kuat dan pantai datar

berpasir yang menyelingi pesisir ini. karakteristik ini menyebabkan rendahnya

luas hutan mangrove dan jenis mangrove yang dapat bertahan dalam kondisi ini

kebanyakan mangrove asosiasi.

Penyumbang luas hutan mangrove yang besar di Jawa Barat dengan rata –

rata diatas 1.000 ha adalah Kabupaten Subang, Indramayu, Bekasi, Garut dan

Ciamis pada tahun 1999, sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan hutan

mangrove yang drastis di Kabupaten Bekasi sebesar 975,46 ha atau 59% dari luas

pada tahun 1999. Menurut Forestian (2011) Hutan Mangrove di Kabupaten

Bekasi memiliki tingkat ancaman degradasi relatif tinggi, seperti konversi lahan

dan alih fungsi status lahan. Seperti yang terjadi di Muara Gembong pada tahun

1954 ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung tetapi berubah pada tahun 2006

statusnya menjadi Hutan Produksi Tetap (HPT), hal ini menyebabkan sebagian

wilayahnya menjadi tambak, sawah, kebun dan pemukiman.

Penurunan luas hutan mangrove yang drastis pada tahun 2012 terjadi pula

di Kabupaten Karawang yaitu sebesar 194,07 ha atau sebesar 56% dari tahun

1999. Penurunan luas mangrove di karawang ini lebih banyak dikarenakan

pembukaan lahan tambak, penggalakan hutan mangrove untuk kawasan

pariwisata dan terjadinya abrasi pada green belt yang teridentifikasi pada data

citra satelit tahun 1999, sedangkan pada tahun 2012 kawasan green belt hilang.

Hutan mangrove di Kabupaten Subang memiliki persebaran hutan

mangrove yang terluas di Jawa Barat. Tetapi kondisinya habitat hutan mangrove

di Kabupaten Subang berada di dalam tambak atau di sekeliling tambak (tambak

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

34

silvofishery), di pinggiran sungai dan membentuk green belt sepanjang garis

pantai. Penurunan luas hutan mangrove cukup besar di sini yaitu seluas 287,48 ha

tetapi bila dibandingkan dengan tahun 1999 penurunan ini hanya sebesar 16%.

Selain penurunan hutan mangrove, di beberapa Kabupaten terjadi

peningkatan luas hutan mangrove di tahun 2012. Peningkatan luasan hutan

mangrove terjadi di Kabupaten Cirebon, Tasikmalaya, Garut dan Cianjur. Luasan

hutan mangrove di Kabupaten Cirebon dibandingkan tahun 1999 mengalami

peningkat sebesar 11% atau 10,94 ha pada tahun 2012. Walaupun mengalami

peningkatan sebaran mangrove di Kabupaten Cirebon relatif sedikit, penggunaan

lahan banyak di gunakan untuk perumahan.

Hutan mangrove di Kabupaten Garut merupakan hutan mangrove terluas

yang berada di Pesisir Selatan Jawa Barat. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan

seluas 32,83 ha atau sebesar 3% dari tahun 1999. Hutan mangrove tersebar di

Kecamatan Cibalong dimana hutan ini dijadikan Cagar Alam Leuweung Sancang

sejak tahun 1978 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

370/Kpts/Um/6/1978. Cagar Alam Leuweung Sancang terdiri dari hutan

mangrove dan hutan non mangrove (hutan tropis). Menurut Rochmah (2001)

kondisi hutan mangrove di Leuweung Sancang bersifat heterogen berpengaruh

terhadap komponen biotik antara lain menyebabkan terjadinya strata – strata dari

vegetasi mangrove disana atau menurut Nybakken (1988) kondisi tersebut

dikatakan hutan mangrove dengan tegakan alami.

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

35

4.4 Perubahan Luasan Hutan Mangrove

Perubahan hutan mangrove adalah bertambahnya atau berkurangnya

luasan hutan mangrove, hal ini berbeda dengan penurunan atau peningkatan

luasan hutan mangrove pada suatu periode. Perubahan hutan mangrove terjadi

apabila terjadi peningkatan luasan hutan mangrove akibat adanya pertumbuhan

hutan mangrove atau persebaran biji mangrove yang kemudian tumbuh di daerah

yang asalnya tidak terdapat mangrove, ataupun pengurangan hutan mangrove

terjadi apabila suatu daerah terdapat mangrove kemudian mangrove tersebut mati

atau hilang digantikan dengan tata guna lahan lainnya (Gambar 14).

Gambar 13. Peta Persebaran Hutan Mangrove Jawa Barat di Pesisir Utara Tahun

1999 (a) dan Tahun 2012 (b), Pesisir Selatan Tahun 1999 (c) dan Tahun 2012 (d)

(a) (b)

(c) (d)

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

36

Lingkaran merah pada gambar diatas menunjukan adanya abrasi di

Kabupaten Bekasi dimana pada tahun 1999 daerah tersebut merupakan daerah

pertambakan. Di sepanjang tanggul tambak di tumbuhi oleh vegetasi mangrove

dan pada garis pantai vegetasi mangrove membentuk green Belt, tetapi pada tahun

2006 tambak tersebut hilang tergerus air laut, beserta persebaran vegetasi

mangrove pada tahun 1999 dan menyebabkan pengurangan luasan hutan

mangrove. Abrasi di Kabupaten Bekasi selain terjadi pengurangan luasan terjadi

juga penambahan luasan hutan mangrove pada daerah abrasi diatas. Munculnya

spektrum warna hijau pada lingkaran merah tahun 2006 yang lebih luas di

bandingkan pada tahun 1999, terlihat pada daerah pada tahun 1999 lahan tambak

menjadi daerah perkembangan hutan mangrove pada tahun 2006 membentuk

green belt baru.

(a) (b)

Gambar 14. Garis Pantai di Kabupaten Bekasi Tahun 1999 (a) dan Tahun 2006 (b)

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

37

4.4.1 Faktor Penyebab Perubahan Luasan Hutan Mangrove

Gambar 15. Penambahan dan Pengurangan Luasan Hutan Mangrove

di Jawa Barat

Penambahan luasan hutan mangrove yang terjadi dari tahun 1999 sampai

dengan tahun 2012. Terlihat Kabupaten Subang mengalami penambahan luasan

yang cukup besar, yaitu sebesar 865,3 ha. Kabupaten Subang merupakan

kabupaten yang terletak di pesisir Utara Jawa Barat dengan morfologis dan

topografis pantainya yang dicirikan oleh bentuk pantai yang menjorok ke arah

daratan berbentuk teluk, seperti di wilayah Pantai Blanakan, serta menjorok

kearah laut berbentuk tanjung, seperti wilayah Pantai Legonkulon. Hal ini

menyebabkan adanya penambahan daratan atau akresi, pada penambahan daratan

ini menjadikan tumbuhnya mangrove baru (Gambar 16).

1152.7

26

9.5

829.8

5

89.0

7

1353.3

2

25.5

2

292.0

7

37.0

3

34.3

6

0

865.3

152.9

4

652.2

5

100.0

1

377.8

7

80.1

7

62

.75

69.8

6

17.4

9 133.2

1

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

Lu

asa

n M

an

gro

ve

(ha) (-) mangorve

(+) mangrove

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

38

Terlihat pada daerah akresi terdapat mangrove yang tumbuh pada tahun

2006 tetapi sebelumnya terlihat pada data citra satelit pada tahun 1999 tidak

terdapat penambahan daratan sehingga setelah bertambahnya daratan tumbuh

mangrove baru menjadi green belt. Adapula mangrove yang sebelumnya tidak

terdapat pada tambak pada tahun 1999, pada tahun 2006 terklasifikasi adanya

mangrove yang tumbuh dan di verifikasi melalui google earth mangrove pada

tahun 1999 masih dalam tingkat tiang sehingga belum dapat teridentifikasi,

sedangkan pada tahun 2006 tumbuh menjadi pohon sehingga dapat teridentifikasi

pada data citra satelit. Adanya fungsi ekologis hutan mangrove di daerah ini

sebagai pelindung daratan dari abrasi dan penahan sedimentasi sungai dan pantai

sehingga terbentuk daratan baru sebagai tempat mencari, memijah dan

berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang (nursery ground).

Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Subang (2007) Pemanfaatan

mangrove di Kabupaten Subang diperuntukan bagi kebutuhan sehari-hari

masyarakat yang tinggal di sekitarnya, terutama untuk dijadikan areal

Gambar 16. Perubahan Luasan Hutan Mangrove di Kabupaten Subang

Penambahan

Penambahan

Pengurangan

Pengurangan

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

39

pertambakan tumpangsari (silvofishery). Persebaran hutan mangrove di Subang

berada pada kawasan tambak. Adanya penambahan luasan mangrove di

Kabupaten subang terjadi dapat dilihat pada Gambar 18. Pada tahun 1999 terdapat

mangrove sedangkan pada tahun 2006 mangrove tersebut hilang. Hal ini terjadi

karena adanya pemanfaatan kayu pohon mangrove untuk dijadikan bahan bakar

dan bahan bangunan, serta perkembangan keberadaan pohon mangrove di tambak

yang cenderung tetap atau dibatasi oleh tanggul ataupun digalakan oleh petani

tambak. Pengurangan terjadi pada tambak yang berada kearah daratan pada tahun

1999 merupakan lahan tambak yang berubah menjadi lahan pemukiman pada

tahun 2012.

Di Kabupaten Garut, Kecamatan Cibalong terjadi penambahan luasan

hutan mangrove, penambahan ini di sebabkan hutan mangrove di sana terjadi

perluasan secara alami. Dilihat dari karakteristik hutan di sana terdapat hutan

mangrove dan hutan tropis. Pada perkebangannya hutan mangrove di Kecamatan

Cibalong di dominasi oleh spesies Rhizophora mucronata (Rochmah 2001). Jenis

Gambar 17. Perubahan Luasan Hutan Mangrove di Kabupaten Garut

Pengurangan

Penambahan

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

40

mangrove Rhizophora mucronata mempunyai perakaran tunjang atau akar yang

keluar dari batang dan tumbuh kedalam substrat sehingga dapat merangkap

sedimentasi dan membentuk pertumbuhan pohon baru yang menyebabkan

semakin majunya vegetasi mangrove kearah laut (Gambar 17).

Penambahan luasan mangrove terjadi seperti yang di tunjukan lingkaran

berwarna kuning, terdapat penambahan luasan mangrove kearah daratan oleh

genus Aegiceras dan Xylocarpus (Rochmah 2001). Kedua jenis tersebut

penyebarannya pada kondisi tanah yang tidak terlalu sering mengalami genangan

air dan penyebarannya banyak di temukan ke arah daratan. Adapula terjadi

pengurangan luasan hutan mangrove seperti ditunjukan lingkaran berwarna

merah, kondisi dimana pada tahun 1999 teridentifikasi sebagai hutan mangrove

dan pada tahun 2012 teridentifikasi menjadi hutan tropis, hal ini menunjukan

adanya suksesi antara hutan mangrove dengan hutan tropis dimana menurut

Onrizal (2008) terjadinya suksesi hutan tropis dan hutan mangrove diakibatkan

adanya perubahan kondisi habitat tempat hidup seperti berkurangnya pasokan air

laut pada saat pasang atau pasokan air tawar pada saat surut, hal ini

mengakibatkan perubahan kualitas tanah yang menjadi tempat hidup tumbuhan

tersebut.

4.5 Hubungan Luasan Hutan Mangrove dengan Tambak dan Produksi

Budidaya Tambak dari Tahun 1999 – 2012

Hubungan luasan hutan mangrove dengan tambak dan produksi budidaya

tambak di Jawa Barat dari tahun 1999 sampai dengan 2012 ditunjukan dengan

perubahan luasan mangrove dan luasan tambak dengan perubahan produksi

budidaya tambak. Kondisi tersebut dapat terlihat berdasarkan data time series dari

luas tambak dan produksi budidaya tambak di Jawa Barat berdasarkan data dari

Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat (2011) (Gambar 18).

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

41

Gambar 18. Luas Tambak dan Produksi Budidaya Tambak di Jawa Barat dari

Tahun 1999 - 2011

Luas tambak di Jawa Barat pada tahun 1999 – 2000 hampir tidak terjadi

penambahan yang signifikan, tetapi pada tahun 2001 mulai terjadi penggalakan

tambak yang cukup luas yaitu sebesar 569 ha. Peningkatan tersebut berlanjut

sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang sangat

signifikan yaitu sebesar 5.105 ha. Sampai dengan tahun 2006 hampir tidak terjadi

perubahan luas tambak yang berarti.

Pada tahun 2007 kembali terjadi peningkatan luas tambak sebesar 8.268 ha

tetapi pada tahun berikutnya tahun 2008 terjadi penurunan luas tambak sebesar

1.594 ha. Kejadian ini berlanjut sampai dengan tahun 2009, dan pada tahun 2010

terjadi peningkatan kembali sebesar 5.358 ha dan 953 ha pada tahun 2011.

Adanya program Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat untuk meningkatkan

produksi budidaya tambak menyebabkan banyaknya penggalakan lahan tambak

pada tahun 2007.

Nilai produksi budidaya tambak pada tahun 1999 – 2000 terjadi penurunan

nilai produksi sebesar 423 ton bila dilihat dari luas tambak pada tahun 2000 tidak

ada penambahan luas hingga menyebabkan turunnya produksi budidaya tambak,

tetapi pada tahun 2001 terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

180,000

200,000

Produksi (ton)

Tambak (Ha)

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

42

14.217 ton hal ini diimbangi dengan adanya peningkatan luasan tambak pada

tahun 2001. Pada tahun 2002 terjadi penurunan yang drastis sebesar 9.745 ton,

padahal terjadi penambahan luas tambak pada tahun 2001 – 2002 artinya pada

tahun tersebut produksi budidaya tambak masih belum optimal.

Pada tahun 2003 – 2004 mulai terjadi peningkatan nilai produksi secara

bertahap, tahun 2005 terjadi penurunan produksi kembali tetapi hal tersebut

digantikan dengan nilai produksi yang meningkat drastis pada tahun 2006 yaitu

sebesar 18.295 ton. Dan berlanjut pada tahun 2007 sebesar 12.983 ton, tahun 2008

sebesar 5.990 ton, tahun 2009 sebesar 24.171 ton dan peningkatan yang sangat

drastis pada tahun 2010 sebesar 44.341 ton, kemudian peningkatan terjadi kembali

di tahun 2011 sebesar 25.069 ton. Hingga total produksi di tahun 2011 mencapai

195.875 ton. Peningkatan nilai produksi ini sebanding dengan peningkatan luas

tambak yang terjadi di tahun 2007 sampai dengan 2011.

Akibat dari peningkatan luas tambak mengakibatkan banyaknya lahan

mangrove yang dikonversi menjadi lahan tambak, atau pembukaan tambak

intensif menggantikan tambak-tambak silvofishery, walaupun pada dasarnya

terjadi peningkatan produksi budidaya tambak yang drastis pada tahun 2007

sampai dengan 2011, di tahun 2012 terjadi penurunan luas hutan mangrove di

Jawa Barat.

Menurut Puspita (2005) perkembangan tambak yang pesat ini telah

memicu pembukaan areal mangrove secara besar-besaran untuk pembangunan

tambak. Pola budidaya yang diterapkan juga telah mengalami perubahan, sistem

budidaya yang tadinya bersifat tradisional telah bergeser ke arah sistem budidaya

semi intensif dan intensif menggunakan pakan buatan, pestisida (misalkan diazon

dan thiodan) dan penenbaran benih yang padat untuk memaksimalkan produksi.

Pengembangan dan pembangunan tambak yang dilakukan tanpa

memperhatikan kondisi lingkungan, telah berdampak negatif yang sangat besar.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Karawang pembukaan hutan mangrove untuk

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Citra Digitalmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090002_4_7709.pdf · dan alih fungsi status lahan. ... lahan banyak di gunakan

43

pertambakan telah mengganggu kehidupan berbagai satwa liar, serta

menimbulkan abrasi pantai dan instruisi air laut ke daratan.

Keberadaan hutan mangrove di Jawa Barat saat ini sudah mulai terdesak

oleh pesatnya pembangunan dan telah banyak mengalami perubahan fisik dan

fungsi. Disisi lain, di beberapa daerah seperti di Selatan Jawa Barat ekosistem

mangrove yang alami terdesak oleh pembangunan untuk peruntukan lain.

Penurunan luasan mangrove ini tidak hanya berakibat pada hilangnya

keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, namun lebih jauh telah

menimbulkan berbagai bencana atau ancaman serius bagi lingkungan pesisir.