BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN · 2017. 8. 1. · Gambar 4.1 . PETA DESA LILIBOOI . Kecamatan Leihitu...

44
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Desa Lilibooi Kabupaten Maluku Tengah terdiri atas 17 Kecamatan yang terdiri dari 161 Desa dan 6 Kelurahan. Secara topografis Desa Lilibooi merupakan desa di Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Secara administratif batas wilayah Desa Lilibooi sebelah timur berbatasan dengan Desa Hatu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Allang, sebelah utara berbatasan dengan Gunung Wawani, dan sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Ambon. Gambar 4.1 PETA DESA LILIBOOI Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah Sumber: Kantor Kepala Desa Lilibooi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN · 2017. 8. 1. · Gambar 4.1 . PETA DESA LILIBOOI . Kecamatan Leihitu...

  • 37

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Setting Penelitian

    4.1.1 Gambaran Desa Lilibooi

    Kabupaten Maluku Tengah terdiri atas 17 Kecamatan yang

    terdiri dari 161 Desa dan 6 Kelurahan. Secara topografis Desa

    Lilibooi merupakan desa di Kecamatan Leihitu Barat,

    Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Secara

    administratif batas wilayah Desa Lilibooi sebelah timur

    berbatasan dengan Desa Hatu, sebelah barat berbatasan

    dengan Desa Allang, sebelah utara berbatasan dengan

    Gunung Wawani, dan sebelah selatan berbatasan dengan

    Teluk Ambon.

    Gambar 4.1 PETA DESA LILIBOOI

    Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah

    Sumber: Kantor Kepala Desa Lilibooi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah

  • 38

    4.1.2 Fasilitas Kesehatan di Desa Lilibooi

    Desa Lilibooi memiliki satu Puskesmas Pembantu yang

    berada di samping kantor kepala Desa Lilibooi. Tenaga

    kesehatan di puskesmas pembantu Desa Lilibooi berjumlah 4

    orang. Puskesmas Pembantu di Desa Lilibooi merupakan

    cabang dari Puskesmas Allang di Kecamatan Leihitu Barat

    yang berjarak ± 500 m dari Desa Lilibooi. Pelaksanaan

    Posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan anggota

    masyarakat yang bersedia untuk menyelenggarakan kegiatan

    posyandu secara sukarela. Jumlah kader dari masing-masing

    posyandu yaitu berjumlah 4 orang. Puskesmas pembantu

    Lilibooi menyelenggarakan posyandu 4 kali dalam sebulan

    pada 4 sektor, yaitu sektor I, sektor II, sektor III, dan sektor IV.

    Setiap sektor dalam sebulan mengikuti posyandu 1 kali di

    rumah warga yang bersedia rumahnya dipakai untuk

    penyelengaraan posyandu (Dinas Kesehatan Kabupaten

    Maluku Tengah, 2014).

    Adapun bentuk kegiatan dari masing-masing posyandu

    yakni cek kesehatan ibu dan anak (KIA), imunisasi,

    penimbangan berat badan balita, ukur tinggi badan balita dan

    memberikan program tambahan kepada lansia seperti cek gula

    darah, cek tekanan darah, dan konsultasi kesehatan.

  • 39

    1.2 Gambaran Umum Partisipan

    Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dimulai pada

    tanggal 22 Juni 2015 sampai dengan 31 Agustus 2015 di Desa

    Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah. Teknik pengambilan data

    menggunakan depth interview dan observasi pada 6 partisipan yang

    sedang menyusui bayi. Karakteristik partisipan secara umum dapat

    dilihat dalam tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Karakteristik partisipan dukungan sosial dan pengambilan keputusan untuk pemberian ASI di Desa Lilibooi,

    Kabupaten Maluku Tengah tahun 2014-2015

    Pemilihan riset partisipan sesuai dengan kriteria inklusi

    penelitian yaitu ibu menyusui yang memiliki bayi umur 0 sampai 6

    Item P1 P2 P3 P4 P5 P6

    Usia saat ini (tahun) 20 35 24 23 24 35

    Usia saat menikah

    (tahun) 19 34 20 20 22 34

    Lama menikah 1 1 4 3 2 1

    Status obstetri G1P1A0 G1P1A0 G2P2A0 G2P2A0 G2P2A0 G1P1A0

    Jumlah anak yang

    dilahirkan 1 1 2 2 2 1

    Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen

    Suku Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon

    Pendidikan terakhir SMA SMA SMA SMA SMA SMP

    Pekerjaan IRT IRT IRT IRT IRT IRT

    Pendapatan rumah

    tangga per bulan

    (Rp)

    500.000 –

    1.000.00

    1.000.000 –

    1.500.00

    500.000 –

    1.500.00

    500.000 –

    1.500.00

    500.000 –

    1.500.00

    500.000 –

    1.000.00

    Orang yang tinggal

    serumah

    Suami

    Anak

    Ibu Mertua

    Suami

    Anak

    Suami

    Anak

    Ibu Mertua

    Suami

    Anak

    Ibu Mertua

    Suami

    Anak

    Ibu Mertua

    Ayah Mertua

    Suami

    Anak

  • 40

    bulan. Pada umumnya memiliki 1 anak atau 2 anak di dalam

    keluarganya, ada 3 ibu menyusui (P1, P2, P6) yang memiliki 2 anak

    dalam keluarganya dan ada 3 ibu menyusui (P3, P4, P5) yang

    memiliki 1 anak dalam keluarganya. Rentang umur ibu menyusui

    diantara 20 – 35 tahun. Jumlah partisipan yang berpendidikan SMA

    ada 5 orang, dan SMP ada 1 orang. Keberadaan orang yang tinggal

    serumah dengan partisipan juga beragam. Dari karakteristik

    partisipan penelitian diatas akan mempengaruhi secara signifikan

    terhadap dukungan sosial dan pengambilan keputusan dalam

    pemberian ASI.

    4.3 Hasil analisis data penelitian

    Pada penelitian ini didapatkan 4 tema dari sub tema yang telah

    tersusun. Tema tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi

    2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

    3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula

    4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui

    bayi.

    Tema diatas dan sub tema dapat dilihat pada tabel 4.2.

    Tabel 4.2 Kategorisasi

    Partisipan Sub tema Tema

    Sumber dukungan sosial partisipan

    selama masa menyusui berasal dari

    keluarga yaitu suami, orangtua (ayah

    dan ibu kandung), ibu mertua, ayah

    Sumber

    dukungan sosial

    selama masa

    menyusui

    Dukungan sosial

    selama masa

    menyusui bayi

  • 41

    mertua, dan saudara.

    (P1-42, P2-38, P3-49, P4-45, P6-40)

    Setiap partisipan menerima dukungan

    sosial yang berbeda-beda. Bentuk

    dukungan sosial dalam keluarga

    mempengaruhi partisipan untuk

    memberikan ASI.

    Dukungan instrumental merupakan

    dukungan tindakan secara langsung

    yang dilakukan keluarga berupa

    membantu partisipan dalam

    menggendong bayi, membawa sayur

    atau buah untuk memproduksi ASI,

    menenangkan bayi jika bayi

    menangis, dan memberikan uang

    untuk pembelian susu formula.

    (P1-44, P6-41, P2-37, P2-40, P1-45,

    P5-37, P5-35)

    Dukungan sosial

    dalam bentuk

    instrumental

    Dukungan informatif dalam bentuk

    saran dari anggota keluarga untuk

    harus segera memberi ASI jika bayi

    menangis dan saran untuk menjaga

    kesehatan selama masa menyusui.

    (P1-43, P4-46)

    Dukungan sosial

    dalam bentuk

    informatif

    Setiap partisipan memiliki

    pengalaman yang berbeda-beda

    sebagai seorang ibu.

    (P1-3, P2-3, P3-3, P4-3, P5-5, P6-3)

    Pengalaman

    menjadi seorang

    ibu

    Persepsi dan

    pengalaman ibu

    dalam menyusui

    bayi

    Partisipan dapat mengungkapkan

    berbagai pengalaman manarik dalam

    menyusui bayi.

    (P1-4, P2-4, P3-4, P3-12, P3-18, P3-

    20, P3-27, P4-4, P4-19, P4-20, P5-6)

    Pengalaman

    menyusui bayi

    Partisipan memiliki persepsi terhadap

    kondisi kesehatan pada diri ibu dan

    bayi yang dapat menghambat atau

    mengganggu ibu dalam memberikan

    ASI. Jika ibu sakit akan menular

    Persepsi ibu

    terhadap

    kesehatan dan

    bayinya

  • 42

    kepada bayi yang disusuinya.

    (P1-11, P1-13, P2-10, P3-16, P4-16,

    P5-11, P6-7)

    Dukungan sosial didapat partisipan

    selama masa menyusui berasal dari

    orang disekitar (orangtua, ibu

    mertua, saudara, tetangga) dalam

    bentuk informasi tentang larangan

    makan atau minum selama menyusui.

    (P1-20, P2-19, P3-31, P4-30, P5-20,

    P6-21)

    Sumber

    pemahaman ibu

    tentang

    larangan makan

    atau minum

    selama

    menyusui

    Sumber dukungan sosial dalam

    bentuk infomatif tentang larangan

    makan atau minum selama masa

    menyusui didapat dari orang sekitar.

    Sehingga partisipan memiliki

    pemahaman sendiri tentang larangan

    makan atau minum selama menyusui

    seperti tidak boleh mengkonsumsi

    makanan pedas, ubi-ubian, dan

    daging. Selain itu tidak boleh minum

    es dan soda.

    (P1-19, P2-18, P3-30, P4-29, P5-19,

    P6-20)

    Persepsi ibu

    tentang

    larangan makan

    atau minum

    selama

    menyusui

    Larangan makan dan minum menjadi

    peringatan bagi ibu menyusui. Sikap

    partisipan mengikuti larangan makan

    atau minum untuk menjaga

    kesehatan bayi.

    (P1-21, P2-20, P3-32, P4-30, P5-21,

    P6-22)

    Sikap ibu

    terhadap

    larangan makan

    atau minum

    selama

    menyusui

    Frekuensi dan waktu ibu menyusui

    bayi dalam sehari berbeda-beda pada

    partisipan menunjukan cara pandang

    berbeda dalam pemberian ASI yang

    dipengaruhi oleh sumber dukungan

    sosial selama masa menyusui.

    (P1-22, P1-39, P1-40, P2-21, P3-33,

    P3-47, P3-48, P4-32, P5-22, P6-23)

    Frekuensi dan

    waktu ibu

    terhadap

    kualitas bayi

    dalam menyusui

  • 43

    Partisipan memiliki pemahaman bayi

    mendapat cukup ASI melalui respon

    bayi sehingga membentuk persepsi

    terhadap kualitas bayi dalam

    menyusui.

    (P1-23, P1-28, P2-27, P3-43, P4-33,

    P5-23, P5-26, P6-28)

    Persepsi ibu

    terhadap

    kualitas bayi

    dalam menyusui

    Partisipan belajar untuk mengerti arti

    tangisan bayi, sehingga setiap

    partisipan memiliki cara tersendiri

    untuk memberikan ketenangan pada

    bayi. Seperti dengan sentuhan,

    kondisi kenyang dengan ASI, atau

    menidurkan bayi.

    (P1-24, P2-22, P3-34, P4-32, P4-37,

    P6-24)

    Pengalaman ibu

    dalam

    memberikan

    ketenangan

    pada bayi

    Selama masa menyusui ibu

    dihadapkan dengan masalah dalam

    menyusui bayi. Partisipan

    mengungkapkan bahwa mengalami

    sakit pada puting karena puting susu

    lecet.

    (P1-7, P2-7, P3-10, P3-21, P4-13, P5-

    8, P6-6, P6-11)

    Masalah dalam

    menyusui bayi

    Masalah penting

    yang

    mendukung

    pemberian susu

    formula pada

    bayi

    Dukungan sosial untuk pemberian

    ASI selalu partisipan terima selama

    masa menyusui. Akan tetapi

    keputusan pemberian susu formula

    merupakan solusi yang baik bagi

    pemahaman partisipan untuk

    mengatasi masalah dalam

    menyusuinya.

    (P1-9, P1-10, P1-14, P1-35, P2-13,

    P2-14, P2-32, P3-13, P3-15, P4-7,

    P4-21, P4-27, P4-28, P4-34, P5-9,

    P5-10, P6-14, P6-15)

    Keputusan

    pemberian susu

    formula pada

    bayi

    Tenaga kesehatan yang bekerja di

    desa sangat dipercayai oleh

    partisipan karena mempunyai

    keahlian khusus. Dukungan sosial

    dalam bentuk dukungan informatif

    Saran bidan

    kepada bayi

    dalam

    memberikan

    susu formula

  • 44

    melalui saran bidan untuk

    memberikan susu formula pada bayi

    dapat membantu partisipan melewati

    masalah menyusui.

    (P1-15, P3-40, P5-12)

    pada bayi

    Dari bulan pertama kelahiran

    partisipan sudah memberikan susu

    formula pada bayi untuk mengatasi

    masalah menyusui.

    (P1-18, P2-23, P6-13)

    Bulan pertama

    kelahiran bayi

    mendapat ASI

    dan susu

    formula

    Sumber dukungan sosial

    mempengaruhi persepsi ibu tentang

    awal pemberian makanan

    pendamping pada bayi.

    (P1-17, P2-16, P3-25, P4-22)

    Pemberian makanan pendampingan

    ASI sebelum waktunya merupakan

    masalah pemberian ASI. Umumnya

    partisipan memberi makan bayi saat

    umur 4 bulan dengan telur ayam

    kampung.

    (P2-15, P2-16, P3-15, P3-24, P4-25,

    P5-16, P6-16, P6-17, P6-18)

    Pada partisipan multipara memiliki

    keinginan memberikan makanan

    pendamping sama seperti anak

    sebelumnya,

    (P4-26, P5-15, P3-25)

    Persepsi ibu

    tentang awal

    pemberian

    makan

    pendamping

    pada bayi

    Masalah yang mendukung pemberian

    susu formula karena partisipan tidak

    dibekali dengan pengetahuan tentang

    ASI eksklusif. Partisipan

    mengungkapkan tenaga kesehatan

    tidak memberi penjelasan tentang ASI

    eksklusif. (P1-29, P1-30, P1-33, P1-

    34, P2-28, P2-29, P4-6, P4-38, P5-7,

    P4-28, P6-29)

    Ibu tidak

    mendapat

    penjelasan

    tentang ASI

    eksklusif dari

    tenaga

    kesehatan

  • 45

    Salah satu peran tenaga kesehatan

    sebagai educator. Partisipan

    mengungkapkan tenaga kesehatan

    menjelaskan tentang cara menyusui

    dan cara merawat bayi. Hal ini

    mendukung untuk partisipan

    memutuskan untuk menyusui.

    (P1-5, P2-6, P3-6)

    Penjelasan

    tentang

    menyusui oleh

    tenaga

    kesehatan

    Faktor yang

    mempengaruhi

    ibu dalam

    memutuskan

    untuk menyusui

    bayi

    Pendidikan kesehatan tentang

    menyusui penting untuk mendukung

    partisipan memutuskan untuk

    memberikan ASI. Tenaga kesehatan

    memberikan pendidikan kesehatan

    tentang pola menyusui bayi.

    (P1-6, P3-7, P3-42)

    Peran tenaga

    kesehatan

    dalam

    memberikan

    pendidikan

    kesehatan

    Fenomena yang terjadi pada

    partisipan adalah pemberian ASI

    merupakan kewajiban seorang ibu.

    (P1-25, P2-30, P3-39, P5-4, P6-12)

    Fenomena pemberian ASI oleh

    partisipan dilakukan karena dilihat

    dari manfaat ASI seperti ASI baik

    untuk bayi, lebih hemat, dan lebih

    baik dari susu formula.

    (P3-44, P5-33, P6-35)

    Fenomena

    pemberian ASI

    pada bayi

    Partisipan dapat memprioritaskan

    pemberian ASI pada bayi. Partisipan

    sebagai ibu rumah tangga lebih

    mengutamakan pemberian ASI

    daripada menyelesaikan pekerjaan

    sehari-hari di rumah.

    (P1-26, P2-25, P3-35, P3-45, P3-46,

    P4-35, P5-25, P6-27)

    Pemahaman ibu

    dalam

    memprioritaskan

    pemberian ASI

    pada bayi

    Partisipan memiliki pemahaman

    tentang pemberian ASI tetapi belum

    mampu memaknai ASI lebih baik dari

    susu formula.

    (P1-31, P4-40)

    Pemahaman ibu

    tentang ASI

    eksklusif

  • 46

    Partisipan mengungkapkan

    pemberian ASI bersamaan dengan

    susu formula.

    (P2-12, P3-29, P5-18)

    Upaya yang dilakukan partisipan

    untuk belajar menyusui melalui diri

    sendiri.

    (P1-37, P2-33, P5-32)

    Partisipan mempunyai motivasi dalam

    diri sendiri untuk memberikan ASI.

    (P1-38, P5-29, P5-31)

    Upaya yang

    dilakukan ibu

    untuk belajar

    menyusui bayi

    dan motivasi ibu

    dalam

    memberikan ASI

    Dalam masa menyusui partisipan

    mendapat dukungan sosial dari

    keluarga.

    (P1-42, P2-36, P2-38, P3-49, P4-45,

    P6-40)

    Partisipan dalam memutuskan

    memberikan ASI kepada bayi bukan

    karena mendapat dukungan sosial

    saja tetapi lebih dari itu motivasi

    internal(dari dirinya sendiri) sangat

    berpengaruh dalam memutuskan

    untuk memberikan ASI.

    (P1-47, P3-51, P4-47, P5-38, P5-34)

    Adanya dukungan sosial

    termanifestasi dalam bentuk

    dukungan sosial yang didapat oleh

    partisipan melalui informasi untuk

    memproduksi banyak ASI.

    (P2-36, P2-39, P3-50, P5-36)

    Faktor

    pendukung

    pengambilan

    keputusan

    dalam

    pemberian ASI

  • 47

    Hasil yang diperoleh dari pengelompokkan sub tema hingga

    menjadi tema akan dibahas secara keseluruhan sebagai berikut :

    1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi

    Sub temanya adalah

    a. Sumber dukungan sosial selama masa menyusui

    b. Dukungan sosial dalam bentuk instrumental

    c. Dukungan sosial dalam bentuk informatif

    Tanggung jawab menjadi seorang ibu mengharuskan partisipan

    dan anggota keluarga harus menyesuaikan diri satu sama lain. Ibu

    mengandalkan keluarga sebagai sumber dukungan sosial selama

    masa menyusui. Berikut ungkapan partisipan :

    P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu

    kandung.”

    P2-38 :” Mertua saya sudah meninggal dan ibu kandung saya juga sudah

    meninggal. Kebanyakan dukungan saya dapat dari kakak ipar

    saudara perempuan suami saya. Usinya suami saya.”

    P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.”

    P4-45 :” Orangtua khusus mama kandung (ibu kandung).”

    P6-40 :” Kalau saya tinggal serumah dengan suami. Mertua, ayah

    kandung, ibu kandung, semuanya sudah meninggal jadi dukungan

    untuk menyusui semua dari suami.”

    Data diatas menunjukan bahwa sumber dukungan sosial partisipan

    selama masa menyusui berasal dari orangtua (ayah dan ibu

    kandung), ibu mertua, ayah mertua, saudara dan yang terbesar

    dari suami.

  • 48

    Dukungan sosial dalam bentuk instrumental yang diterima ibu

    selama masa menyusui ditunjukkan dengan ungkapan partisipan

    sebagai berikut:

    P1-44 :” Kalau bayi sudah menangis, kakeknya gendong sampai diam,

    kalau tidak ada neneknya, kakeknya gendong sampai saya

    selesai masak baru saya ambil buat diberi ASI. Kalau ada

    neneknya, saya ambil dia (sebutan untuk bayi ibu EN) lalu mereka

    yang ganti saya untuk masak.”

    P6-41 :” Suami mengatakan harus menyusui. Kalau dengar anak menangis

    suami saya cepat-cepat ke kamar terus angkat anak dari tempat

    tidur, digendong sambil dibujuk.”

    P2-37 :” Iya saya lakukan. Alasannya supaya tambah banyak air susu.

    Saya lakukan sampai sekarang. Tetapi tergantung dari sayurnya.

    Kalau suami saya dapat sayur katuk, ya saya masak, kalau sayur

    matel juga ipar saya kasih atau ke hutan ya saya bikin. Cuman

    makan sa itu kacang-kacangan, kaya kacang hijau, kacang tanah

    yang digoreng, untuk menambah air susu.”

    P2-40 :” Iya benar pisang 40 hari. Iya sama papaya juga. Tetapi makannya

    tidak setiap hari kalo suami bawakan atau ipar bawakan kalo ada

    ya makan. Yang penting ada.”

    P5-37 :” Kalau saya lagi masak dan belum sempat makan. Bayi saya

    bangun dan menangis, biasanya mertua yang angkat dari tempat

    tidur dan menenangkan bayi saya. Saya tidak langsung beri ASI,

    biasanya mertua buat susu botol dan beri pada bayi saya.”

    P5-35 :” Suami dan mertua tidak banyak bicara. Mereka hanya melihat

    saja. Suami saya biasanya beri uang untuk beli susu bantu.

    Kadang juga kalau sudah habis langsung suami yang pergi beli

    susu bantu. Kalau ibu kandung saya hanya mengingatkan bahwa

    harus menyusui. Itu saja.”

    P4-46 :”. . . . .Dia kalau lihat susu sudah habis, langsung dia pergi membeli

    susu. Dia cinta anak perempuan. Kalau anak laki-laki itu adoooh

    tidak jadi. Anak laki-laki otaknya seperti dia ayahnya. Dia kalau

    lihat anak-anak susu habis, “mari kasi uang lalu saya beli mereke

    berdua susu” dia bilang begitu. Dia sayang dia anak-anaknya. “

    Data penelitian diatas menunjukan bahwa dalam aktivitas

    keseharian ibu mendapat dukungan instrumental yaitu tindakan

  • 49

    secara langsung seperti menggendong bayi, membawa sayur atau

    buah untuk memproduksi ASI, menenangkan bayi jika bayi

    menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula.

    Ibu juga mendapat dukungan sosial dalam bentuk informatif

    ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:

    P1-43 :” Kalau misalnya bayi sudah lapar tidak boleh lama, harus langsung

    beri ASI, tidak boleh membujuk untuk tenang. Harus langsung beri

    ASI.”

    P4-46 :” Dia begitu-begitu saja. Dia bilang begini “kamu menyusui anak-

    anak yang baik. Jangan pegang dingin terlalu. Jangan pegang air

    dingin malam-malam. Soalnya saya suka mandi malam. Suka cuci

    piring malam-malam. Makanya dia sering mengingatkan. Karena

    saya masih kasi susu ana, jangan sampai anak sakit. . . .”

    Data penelitian diatas menunjukan bahwa dukungan informatif

    dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk harus segera

    memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga

    kesehatan selama masa menyusui.

    Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah

    sebagai berikut:

    S1 :” Dukungan juga dari semua orang di rumah. Misalnya kalau

    masak dibantu oleh ibu saya, jadi istri saya cuman jaga anak,

    menyusui anak, memandikan anak. Saya juga sering

    mengingatkan istri untuk pergi posyandu.”

    S5 :” Jika susu anak-anak sudah habis saya langsung pergi belikan

    susu.”

    S6 :” Dukungan itu tetap. Saya bilang harus menyusui.”

    Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mendapat

    dukungan dari keluarga yaitu ibu dibantu dalam tanggung jawab

    untuk mengurus pekerjaan rumah, dukungan instrumental untuk

  • 50

    membeli susu formula dan dukungan informatif untuk tetap

    memberikan ASI.

    2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

    Sub temanya adalah:

    a. Pengalaman menjadi seorang ibu

    b. Pengalaman ibu menyusui bayi

    c. Persepsi ibu terhadap kesehatan dan bayinya

    d. Sumber pemahaman ibu tentang larangan makan atau minum

    selama menyusui

    e. Persepsi ibu tentang larangan makan atau minum

    f. Sikap ibu terhadap larangan makan atau minum selama

    menyusui

    g. Frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam

    menyusui

    h. Persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui

    i. Pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi

    Sub tema diatas merupakan hasil dari wawancara. Beberapa ibu

    mempunyai pengalaman bagaimana menjadi seorang ibu. Suka

    duka berperan sebagai ibu dijalani dengan perasaan tegar. Hal ini

    diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :

    P2-3 : “Menjadi seorang ibu itu, baru saya rasakan saat harus

    bangunnya tengah malam karena bayi menangis, harus bangun

    tengah malam untuk ganti popok, harus bangun tengah malam

  • 51

    untuk menyusui bayi, menyusui pada saat bayi merasa lapar.

    Disitulah saya merasa menjadi seorang ibu.”

    P4-3 : “Ya seperti ibu-ibu biasa saja. Kalau seperti urus anak, dia mau

    ini mau itu. Harus ikut. Kalau tidak ikut bagaimana.”

    P5-5 : “Menjadi seorang ibu bagi saya yang masih muda kadang sulit

    kadang mudah. Apalagi usia saya dan suami saya masih muda

    tetapi sudah memiliki 2 orang anak. Kadang temui masalah.

    Masalah dengan suami bisa lampiaskan ke anak. Masalah yang

    sedikit saja kadang bisa stres.”

    Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data penelitian bahwa

    pengalaman menjadi seorang ibu adalah perjuangan tanpa kenal

    waktu dalam merawat bayi. Menjadi seorang ibu harus pandai

    mengurus anak bahkan di usia yang relatif muda pun jika sudah

    menyandang peran ibu maka mampu menjalankan perannya

    dengan baik. Namun demikian, sering kali dalam menjalankan

    tugasnya sebagai ibu menemui masalah yang terkadang jika ibu

    tidak mempunyai mekanisme koping yang baik maka anak akan

    menjadi sasaran dan hal tersebut membuat ibu mempunyai

    perasaan gagal dalam berperan menjadi ibu.

    Ibu juga mempunyai pengalaman menyusui bayi. Berikut

    adalah ungkapan partisipan :

    P1-4 : “Pengalaman dalam menyusui juga belum ada. Menyusui untuk

    pertama kali, saya merasakan sakit pada puting susu karena pada

    saat itu puting susu saya belum keluar.”

    P2-4 : “Pengalaman menyusui bayi itu kadang biasa bayi saya main

    pentil (puting) susu, kadang juga dia biasa menggigit.”

    P3-4 : “Anak pertama menyusui. Anak pertama menyusui sampai 2

    tahun. Yang anak pertama ASI kurang. Mungkin yang dikatakan

    orang anak yang pertama air susu belum terlalu banyak. Dari lahir

    sampai 3 bulan susu botol tetapi sambil ASI juga.”

  • 52

    P4-19 : “Anak pertama dapat air susu pertama, kedua juga. Kalau yang

    pertama itu khan dari hamil 8 bulan sudah ada air susu. Air susu

    kuning sekali. Waktu lahir langsung dia hisap susu. Yang kedua ini

    waktu lahir belum. Itu tidak sampai 1 hari. Ini (anak kedua)

    lahirkan jam 6. Jam 6 khan rencananya beli susu bantu tapi dia

    tidak mau dia tidak hisap. Akhirnya susu sudah bengkak saya

    paksa harus kasi masuk susu, air susu harus hisap. Lalu main-

    main susu di dia mulut haa akhirnya hisap. Kalau tidak hisap khan

    demam dengan susu, sakit. Itu jua saya demam 1 hari sebab dia

    tidak susu.”

    P5-6 : “Menyusui itu harus bangun tengah malam. Untuk anak pertama

    saya bisa bangun tengah malam sampai 5 kali. Kalau anak yang

    kedua hanya 2 kali saja.”

    Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data adanya berbagai

    pengalaman menarik dari ibu dalam menyusui bayi. Ibu dengan

    status primipara mengungkapkan belum mempunyai pengalaman

    yang signifikan tentang menyusui bayi. Partisipan lain

    mengungkapkan pengalamannya dalam menyusui bayi adalah

    terdapatnya sugesti bahwa kelahiran anak pertama ASI kurang

    sehingga bayi diberi susu formula. Bayi mempunyai reflek hisap

    ketika disusui. Ibu mengalami mastitis karena bayi tidak mau

    disusui yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Adanya

    pengorbanan waktu bagi ibu untuk menyusui bayinya.

    Menjalani masa kehamilan, proses melahirkan, masa

    postpartum sampai dengan menyusui bayi, banyak hal yang dialami

    oleh ibu terutama tentang kesehatannya. Ibu mempunyai

    pandangan atau persepsi terhadap kesehatan. Berikut adalah

    ungkapan partisipan :

    P1-13 : ” Tidak sakit juga. Cuman sakit biasa seperti batuk atau flu dan

    demam. Tetapi tidak ke dokter tapi cuma minum obat saja. Cuman

  • 53

    kalau batuk flu biasanya menular ke anak akhirnya anak lagi ikut

    batuk flu.”

    Partisipan mengungkapkan bahwa ketika ia sakit maka akan

    menular ke bayi karena bayi menyusu ke ibu.

    ASI merupakan makanan ideal bagi bayi karena mengandung

    nutrisi-nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

    perkembangan bayi. Sehingga menyusui merupakan langkah tepat

    bagi ibu memberikan suplai nutrisi secara adekuat. Namun

    terkadang saat ibu akan menyusui terhalang oleh aturan atau

    norma budaya setempat tentang makanan dan minuman yang

    harus dikonsumsi oleh ibu. Data penelitian ini menunjukkan adanya

    beberapa sumber pemahaman yang didapatkan ibu tentang

    larangan makan dan minum selama menyusui. Berikut ungkapan

    partisipan :

    P1-20 :” Dari orangtua. Ibu kandung yang sering melarang.”

    P2-19 :” Ipar sama orangtua disini.”

    P5-20 :” Dari ibu mertua, ibu kandung, dan saudara yang bilang.”

    P6-21 :” Ibu dokter ada. Tetangga-tetangga. Itu saja.”

    Partisipan mengungkapkan bahwa sumber pemahaman tentang

    larangan makan dan minum selama menyusui didapat dari ibu

    kandung, ibu mertua, ipar, saudara, tetangga, bahkan tenaga

    kesehatan yaitu dokter juga memberikan pemahaman tersebut.

    Ibu juga mempunyai persepsi sendiri tentang larangan makan dan

    minum selama menyusui, yaitu diungkapkan oleh partisipan:

  • 54

    P1-19 :” Ada. Tidak boleh makan talas nanti perut bayi bengkak. Tidak

    boleh makan makanan yang pedis (sambal) nanti anak buang-

    buang air (tertawa kecil). Tidak boleh makan ubi jalar nanti

    tenggorokan bayi gatal dan menyebabkan batuk berlendir.

    Apalagi e (sambil mengingat) tidak boleh minum air es. Itu

    saja…”

    Dalam hal ini ibu beranggapan bahwa selama masih menyusui

    tidak boleh makan makanan talas yang mengakibatkan perut bayi

    bengkak, tidak boleh makan pedas supaya bayi tidak diare, tidak

    boleh makan ubi jalar yang mengakibatkan tenggorokan bayi gatal

    dan akhirnya batuk berlendir, serta tidak boleh minum es.

    Menyikapi pandangan dan sumber pemahaman tentang

    larangan makan dan minum selama menyusui, ibu mempunyai

    sikap yang harus dia tentukan untuk terus dapat beradaptasi diri

    dalam memberikan ASI kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan oleh

    partisipan sebagai berikut:

    P1-21 :” Kadang-kadang ikut kadang-kadang tidak. Sambal saja yang

    saya terus makan. Tapi yang lain saya tidak makan sama sekali.”

    P2-20 :” Ikut (sambil mengangkuk). Untuk kekebalan tubuh. Karena

    untuk kesehatan takutnya kembung perut, takut buang air cair.”

    P3-32 :” Ikut. Supaya anak jangan sakit, jangan anak perut bengkak.”

    P4-30 :” Ya karena kita semua dari orangtua. Orangtua bilang kita ikut.”

    P5-21 :” Iya. Ikut (sambil mengangkuk). Supaya anak-anak jangan sakit.”

    Data dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa partisipan

    bersikap mengikuti untuk menjauhi larangan makan dan minum

    atas anjuran sumber-sumber yang didapat dengan alasan supaya

    anak tetap sehat, tidak sakit, dan tubuh anak menjadi kebal

    terhadap penyakit.

  • 55

    Pemahaman ibu terhadap respon bayi yang mendapat ASI

    cukup juga penting karena erat kaitannya terhadap frekuensi dan

    waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui. Sehingga

    implikasi bagi ibu adalah adanya pengalaman dalam memberikan

    ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan partisipan:

    P1-22 :” Kalau sekarang biasanya pagi 3 kali, siang 3 kali, malam 3 kali.

    Jadi dalam sehari bisa sampai 9 kali. Itu belum pakai susu bantu.

    Itu hanya ASI. Lamanya kira-kira bisa sampai lebih dari 1 jam,

    sampai bayi saya kenyang baru dia membalikan wajah. Karena

    hanya menyusui sebelah jadi harus lama. Kalau kedua payudara

    bisa bergantian. Dia hanya mau susu di kanan, di kiri dia tidak

    mau sama sekali. Mungkin sebelah manis sebalah asin. Tetapi

    kalau dia lagi malas tidak sampai 1 jam.”

    P2-21 :” Biasa kalau 1 hari itu biasa. (sambil mengingat) Biasanya kalau

    pagi 1 kali waktu bangun tidur. Nanti selesai saya makan siang

    lagi 1 kali saya menyusui lagi. Nanti kalau sore saya bantu dengan

    susu botol. Kalau malam biasanya 2 kali saya bangun kasih ASI.”

    P3-47 :” Waktu bayi lapar saja baru diberi ASI.”

    P4-32 :” Hitung dari subuh jam jam 5 ASI 1 kali, nanti jam jam 8 begitu 1

    kali lagi, itu baru jam jam 9 dia susu botol 1 kali. Jam 12 siang

    susu saya (ASI). Kalau hitung-hitung dia bisa susu botol 3 kali.

    Jam jam 3 sore saya kasi dia susu botol 1 lagi. Lalu sisanya dia

    susu saya. Malam kasi susu tergantung dia bangun, dia tidur juga

    beda-beda jam tidur. Dia ini biasa tidur di ayunan, jadi lama kalau

    goyang dia tidak bangun. Kalau sudah dipindah di tempat tidur itu

    jam jam 12. Atau tidak jam 11 baru susu saya. Saya sering keluar

    buang air kecil jam jam 3, lihat dia sudah bangun. Itu karena dia

    menangis. Soalnya bayi punya jam tidur ganti-ganti. Lama

    menyusui saya tidak bisa mengkira-kira. Soalnya sampai dia lepas

    sendiri.”

    P6-23 :” Tidak bisa hitung begitu. Soalnya kalau menangis langsung

    diberi ASI. Kadang menyusui sampai bayi tertidur. Kadang lama

    kadang menyusui cepat.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa frekuensi dan waktu ibu

    menyusui bayi dalam sehari sangat bervariasi. Sehari menyusui

    bayi ada yang 9 kali, 5 kali, 4 kali, ada yang tidak terhitung dalam

  • 56

    memberikan ASI bahkan ada juga bayi disusui kalau lapar saja. Hal

    ini menunjukkan keberagaman dan cara pandang yang berbeda

    dalam pemberian ASI.

    Sedangkan persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam

    menyusu ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:

    P1-23 :” Waktu melahirkan, bayi saya sudah digendong-gendong jadi

    sudah keenakan ditangan. Jadinya tidak mau lama-lama

    dipangkuan paha. Sudah tidak mau lagi. Jadi kalau gendong terus

    menyusui lama, tetapi kalau tidak gendong malas untuk

    menyusui.”

    P3-43 :” Kalau lagi menyusui, lalu bayi melepas hisapan dari puting susu.

    Terus waktu diberi ASI dia (anak kedua) tidak mau lagi. Itu berarti

    sudah kenyang.

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa bayi akan tenang

    menyusu jika posisi menyusu tepat dan bayi merasa aman dan

    nyaman dalam gendongan. Bayi akan melepas puting susu jika

    sudah kenyang dan tidak berusaha mencari puting lagi.

    Kualitas bayi dalam menyusu memberikan pengalaman ibu

    dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan

    partisipan:

    P2-22 :” Kalau saya menyusui, bayi saya menangis biasanya saya kasih

    buju-buju miii, ayun-ayun, kalau dia merasa masih menangis

    terus-terus berarti saya harus tambah lagi susu botol. Kalau saya

    pencet begini (tangan partisipan mempraktekan cara pencet

    puting) air susu ndak keluar berarti habis. Berarti saya coba lagi

    pake susu botol. Habis susu botol, saya ayun-ayun dia hingga

    tenang, terus saya kasih tidur. Baru saya pergi minum teh panas,

    isi lagi makanan untuk selanjutnya persiapan untuk menyusui

    lagi.”

    P4-37 :” Kalau susu dia kenyang. Dia diam. Dia bermain-bermain. Itu

    khan kenyang karena ASI. Itu dari kita. Kita makan kenyang, anak

    juga kenyang. Kalau saya makan, saya kuat dengan teh gula. Teh

    gula terus. Saya ajar dari mama. Kita belajar tidak dari orang lain,

  • 57

    semua mama kandung. Kalau tidak belajar dari orang yang lebih

    tua dari kita. Pasti khan ada pelajaran yang mereka kasi.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman

    dari partisipan dalam memberikan ketenangan pada bayi. Bayi akan

    merasa tenang jika mendapat sentuhan dan dalam kondisi kenyang

    dengan ASI.

    Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan

    adalah sebagai berikut:

    S1 : “ ASI membuat bayi sehat.. Supaya bayi sehat, supaya anak sehat”

    S2 :” Menyusui itu bagus. Dan karena semua orangtua ingin supaya anaknya sehat”

    Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa dengan memberikan

    ASI pada bayi akan membuat bayi sehat.

    3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula.

    Sub temanya adalah:

    a. Masalah dalam menyusui bayi

    b. Keputusan pemberian susu formula pada bayi

    c. Saran bidan kepada ibu dalam memberikan susu formula pada

    bayi

    d. Bulan pertama kelahiran bayi hanya mendapat ASI dan susu

    formula

    e. Persepsi ibu tentang awal pemberian makan pendamping pada

    bayi

  • 58

    f. Ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari

    tenaga kesehatan

    ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena

    mengandung semua zat gizi untuk membangun dan memperoleh

    energi. Namun, bila ada faktor-faktor lain yang menghambat dalam

    pemberian ASI kepada bayi maka masalah nutrisi bayi akan

    menjadi sulit. Masalah penting yang mendukung pemberian susu

    formula pada bayi adalah masalah dalam menyusui bayi. Berikut

    ungkapan partisipan:

    P1-7 :” Karena baru pertama kali menyusui jadi rasanya seperti sakit-sakit sampai 1 minggu baru sakitnya hilang.”

    P2-7 :” Cuma itu kadang biasa itu apa terkadang menggigit saat

    menyusui. Sehingga luka. Cara mengatasinya, biasanya saya

    pakai baby oil untuk kasih kering luka. Saya biarkan selama 1 jam

    atau lebih terus saya kasih hangat dengan air panas atau handuk

    panas, supaya kotorannya keluar, baru saya menyusui lagi.”

    P3-10 :” Kalau anak pertama, puting susu sakit. Pecah-pecah (lecet).

    Hanya cuci pakai air hangat tetapi tetap menyusui. Pertama kali

    (hari pertama) menyusui tidak sakit tetapi lama kelamaan baru

    sakit.”

    P6-6 :” Puting susu luka (lecet). Seperti retak-retak. ASI saya juga

    banyak. Saya terus menyusui bayi saya walaupun puting susu

    sakit.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa masalah ibu

    dalam menyusui bayi adalah puting susu yang lecet menyebabkan

    rasa sakit pada puting. Namun demikian ibu mempunyai cara untuk

    mengatasinya yaitu dicuci dengan air hangat dan bayi tetap disusui.

    Ada partisipan lain yang menyebutkan dalam mengatasi puting

  • 59

    yang lecet dengan diolesi baby oil kemudian dibiarkan selama 1

    jam kemudian di cuci dengan air hangat dan bayi disusui lagi.

    Triangulasi yang dilakukan dengaan suami partisipan,

    diangkapkan sebagai berikut:

    S1:” Cuma kadang ibu EN (Partisipan 1) sering mengatakan puting susu

    sakit.”

    Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mengalami

    sakit pada puting saat menyusui.

    Masalah penting lainnya yang mendukung pemberian susu

    formula pada bayi adalah adanya keputusan dari ibu untuk memberi

    susu formula. Berikut ungkapan partisipan:

    P1-9 :” Tidak. Rasanya sakit pada saat menyusui sehingga saya

    memberikan susu bantu.”

    P1-14 :” Tidak ada. Hanya susu bantu. Pada saat melahirkan hari itu

    puting susu belum keluar. Bayi menghisap payudara tetapi ASI

    keluar sedikit, bayi tidak kenyang. Jadinya mereka suruh beri susu

    bantu.”

    P3-13 :” Inisiatif sendiri. Supaya buat bantu-bantu. Kalau air susu khan

    masih kurang jadi dia belum kenyang, makanya bantu dengan

    susu botol.”

    P4-21 :” Dari diri sendiri. Takutnya bayi lapar.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa keputusan ibu

    dalam memberikan susu formula pada bayi karena ibu masih

    merasakan sakit pada puting yang lecet. Partisipan lain

    mengatakan bahwa susu keluar sedikit dan puting susu belum

    keluar sehingga bayi belum bisa menyusu dengan maksimal. Susu

    formula diberikan atas inisiatif ibu karena ibu menganggap ASI

  • 60

    masih sedikit sehingga bayi belum kenyang kalau hanya minum ASI

    saja.

    Tenaga kesehatan dalam hal ini bidan juga memberikan

    saran untuk bayi diberikan susu formula. Berikut ungkapan

    partisipan:

    P1-15 :” Bidan yang membantu melahirkan menyarankan untuk

    pemberian susu bantu.”

    P3-40 :” Tanya. Pertama air susu belum keluar jadi kasi susu botol.

    Bidan suruh kasi untuk sementara. Anak pertama minum tapi anak

    kedua kasi lagi tapi tidak minum.”

    P5-12 :” Khan kalau anak yang pertama lahirnya jam 4 sore di rumah

    sakit. Pada saat dilahirkan ASI belum keluar. Saya makan sayur-

    sayuran penambah ASI, saat saya merasakan payudara sudah

    penuh pada malam sekitar jam 7 baru saya menyusui (pertama

    kali responden menyusui anak pertama). ASI yang keluar pertama

    kali kuning dan kental. Untuk anak kedua lahirnya di rumah jam 10

    pagi dibantu oleh bidan W, siangnya setelah selesai makan baru

    ASI yang kuning kental keluar baru saya menyusui. Bidan W

    menyarankan susu bantu karena ASI belum keluar sehingga pada

    waktu lahir anak kedua sudah diberi susu bantu.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa partisipan

    mengikuti saran bidan karena masalah ASI belum keluar.

    Bulan pertama kelahiran, bayi mendapat ASI dan sudah

    diberi susu formula. Berikut ungkapan partisipan :

    P1-18 :” Tidak ada. Tidak pernah beri air putih. Cuman ASI dan susu

    botol.”

    P6-13 :” Pagi-pagi baru kasi dia susu bantu. Karena belum makan. Kalau

    dia bangun kasi susu bantu, setelah itu susu saya (ASI). Cuma

    pagi hari saja. Tetapi kalau terlambat makan, siang-siang ada lagi

    (beri susu bantu). Kasi susu bantu soalnya saya terlambat makan.

    Tetapi tetap ASI.”

  • 61

    Data penelitian diatas mengungkapkan bahwa bayi sudah

    mendapat ASI dan susu formula saat bulan pertama kelahiran. Ibu

    terlambat makan sehingga pagi hari bayi diberi susu formula.

    Masalah penting lain yang membuat pemberian ASI tidak

    adekuat adalah pemberian makanan pendamping ASI sebelum

    waktunya. Berikut adalah ungkapan partisipan:

    P1-16 :” Pada saat bayi berumur 4 bulan. Ajar makan dengan kuning

    telur ayam kampung setelah itu dikasih makan SUN. Nanti pagi 1

    kali dan sore 1 kali.”

    P3-25 :” Telur ayam kampung yang kuningnya. Orang mengatakan

    pertama cako dulu buat mengeluarkan lendir. Biasanya orang

    pakai daun papari. Tapi saya untuk anak pertama pakai tomat,

    tomat direbus lalu airnya disaring lalu minum. Nanti anak muntah

    lendir-lendir. Terus besoknya baru diberi makan anak. Anak kedua

    ingin seperti begitu lagi.”

    P3-28 :” Menyusui. Makan ikut bulan. Umur 6 bulan makan 1 kali. Umur 9

    bulan makan 3 kali. Umur 6 bulan itu 1 kali SUN, ASI, terus susu

    botol.”

    P4-23 :” Kalau anak pertama itu ajar makan dengan kuning telur ayam

    kampung. Saat dia 4 bulan.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat

    keberagaman pemahaman dan persepsi ibu dalam memberikan

    makanan pendamping ASI (MPASI), yang mempengaruhi ibu dalam

    memberikan makanan pendamping tersebut. Pemberian MPASI

    dimulai dari bayi berumur 4 bulan. Menu MPASI yang diberikan

    adalah kuning telur ayam kampung, SUN, kemudian tetap diberikan

    susu botol dan ASI.

    Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif juga

    merupakan masalah bagi ibu dan bayi. Ibu tidak mendapatkan

  • 62

    penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Berikut

    ungkapan partisipan:

    P1-29 :” Tidak dapat penjelasan hanya bidan beri semacam buku

    posyandu. Bidan mengatakan harus memiliki buku tersebut.

    Sebentar nona, saya masuk ambil bukunya (masuk ke kamar

    kemudian mengeluarkan KMS bayi. Kira-kira 4 menit ibu EN

    keluar dan menunjukan buku KMS untuk peneliti).”

    P1-33 :” Tidak pernah. Saya hanya rutin membawa bayi saya ke

    posyandu. Tetapi tidak ada penjelasan tentang ASI eksklusif.”

    P2-28 :” Tidak pernah ada penjelasan tentang ASI eksklusif. Saya tidak

    tahu tentang tentang ASI eksklusif.”

    P4-38 :” Tidak pernah. Selama saya pergi puskesmas. Periksa darah,

    timbang, ukur tinggi, mereka tidak pernah jelaskan. Itu selama

    saya periksa disini. Saya belum pernah belajar-balajar ASI

    eksklusif. Dan saya juga tidak tahu tentang ASI eksklusif. Cuman

    tahu baca-baca sedikit-sedikit saja. Kurang paham dengan itu.”

    P5-7 :” Bidan atau dokter tidak pernah menjelaskan tentang menyusui.

    Saya rutin ke posyandu, tetapi tidak pernah dijelaskan tentang

    menyusui. Selama kehamilan, saya rajin periksa di dokter praktek.

    Di dokter praktek hanya memeriksakan kehamilan, kadang suntik,

    kadang beri obat. Hanya itu saja.”

    P6-29 :” Saya tidak pernah mendapat penjelasan tentang ASI eksklusif.

    Cuman waktu itu pernah bidan mengatakan harus rajin beri ASI

    pada bayi. Jangan beri susu botol.”

    Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa tenaga

    kesehatan kurang berperan dalam memberikan pendidikan

    kesehatan tentang ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan

    ungkapan partisipan, yaitu ibu tidak tahu tentang ASI eksklusif,

    bidan atau dokter tidak menjelaskan tentang menyusui, sehingga

    partisipan hanya membaca sedikit dari buku dan belum memahami

    secara keseluruhan mengenai ASI.

  • 63

    4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui

    bayi.

    Sub temanya adalah:

    a. Penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan

    b. Peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan

    kesehatan

    c. Fenomena pemberian ASI pada bayi

    d. Pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada

    bayi

    e. Pemahaman ibu tentang ASI eksklusif

    f. Upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan

    motivasi ibu dalam memberikan ASI

    g. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian

    ASI

    Kemampuan menyusui merupakan tindakan nyata dari

    seorang ibu kepada bayinya. Tidak semua ibu mau dan mampu

    memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai alasan.

    Berbagai faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan

    menyusui bayinya adalah karena adanya penjelasan tentang

    menyusui oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah ungkapan

    partisipan:

    P1-5 :” Ya pernah.. Saya pertama kali mendapat penjelasan tentang

    menyusui itu ... di Posyandu Allang. Bidan di posyandu Allang

    menjelaskan tentang cara menyusui yang baik dan cara merawat

    bayi.”

  • 64

    P2-6 :” Waktu setelah melahirkan…kira-kira setengah jam saya

    langsung disuruh menyusui. Disaat itu susu saya khan belum

    keluar cuman bidan bilang “biar saja… coba bayi untuk tetap

    dihisap supaya mengeluarkan ASI”. Begitu saja.”

    P3-6 :” Iya bidan disini di Puskesmas Lilibooi. Waktu anak pertama.

    Pada saat pemeriksaan kehamilan, saat setelah melahirkan ada

    bidan yang menjelaskan cara menyusui begini dan begitu.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan

    memberikan penjelasan tentang cara menyusui yang baik dan cara

    merawat bayi. Tenaga kesehatan berperan dalam memberikan

    pendidikan kesehatan kepada partisipan. Berikut ungkapan

    partisipan:

    P1-6 :” Bidan mengatakan cara menyusui yang baik itu, sebelum

    menyusui harus minum air, setelah itu sebelum memberikan ASI

    ke mulut bayi harus pencet puting supaya kotoran pada ASI keluar

    baru menyusui bayi. Cara merawat bayi, harus perhatikan pola

    menyusui bayi, misalnya dari jam 6 sampai jam 8 harus menyusui,

    setiap 2 jam sekali harus menyusui lagi.”

    P3-7 :”Sering bersihkan puting susu. Biar puting susu keluar jangan

    masuk kedalam.”

    P3-42 :” Biasa bidan jaga datang cek-cek anak-anak, jadi bidan suruh

    menyusui, bidan yang ajar cara menyusui.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan

    memberikan pendidikan kesehatan dengan baik kepada partisipan.

    Bidan mengajari bagaimana cara menyusui yang baik, cara

    merawat bayi dengan memperhatikan pola pemberian ASI setiap 2

    jam sekali dan mengajari untuk sering membersihkan puting susu.

    Setelah melahirkan, seorang ibu tidak mempunyai pilihan lain

    kecuali harus menyusui bayinya. Hal ini juga diyakini oleh budaya

    yang ada di masyarakat bahwa akan sempurna menjadi seorang

  • 65

    ibu jika sudah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Fenomena

    pemberian ASI kepada bayi mewarnai kehidupan partisipan. Berikut

    ungkapan partisipan:

    P1-25 :” Biasanya yang lain kerja, saya masih bisa beri ASI tidak pikir

    kerja di rumah. Kadang kalau saya lagi kerja, neneknya yang

    dukung dia sampai saya selesai kerja atau dia menangis baru

    mereka beri ke saya.”

    P2-23 :” Dari lahir saya kasih.”

    P3-44 :” Bagus. Selain itu lebih hemat tidak perlu beli susu kaleng. Lebih

    gampang.”

    Data penelitian diatas menunjukkan fenomena yang terjadi

    pada partisipan adalah pemberian ASI merupakan kewajiban dari

    seorang ibu. Partisipan mempunyai justifikasi bahwa pemberian ASI

    lebih mudah, lebih hemat, dan tidak perlu membeli susu formula.

    Hasil wawancara juga menunjukkan adanya pemahaman ibu

    dalam memprioritaskan pemberian ASI kepada bayi, ibu

    mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan

    partisipan:

    P1-26 :” Biasa kalau ada kerja apa-apa begitu, kasi tinggal kerja dulu.

    Beri ASI dulu, nanti kerja dari belakang yang penting beri ASI

    jangan sampai dia lapar.”

    P3-45 :” ASI menyusui bayi dari 0 bulan sampai 6 bulan.”

    P4-35 :” Perasaannya kacau. Karena khan mau kerja cepat. Tapi anak

    mau susu terus. Bertahan dengan anak sajalah. Bertahan dengan

    dia punya susu saja. Biar kerja terhambat. Kalau saya sendiri saya

    tidak kasi susu botol. Macam pekerjaan ada saya tinggalin saja.”

    Data penelitian diatas menunjukkan bahwa ibu sudah

    mempunyai pemahaman bagaimana memprioritaskan pemberian

    ASI eksklusif kepada bayi. Setiap kali ibu harus bekerja maka ibu

  • 66

    akan memberikan ASI dulu dan ASI diberikan dari usia 0-6 bulan. Ibu

    juga mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut

    ungkapan partisipan:

    P1-31 :” Yang saya tahu ASI eksklusif lebih baik dari susu bantu. ASI

    eksklusif seperti …. semacam susu saja. Seperti susu ibu (ASI)

    dan susu botol.”

    P4-40 :” Setelah melahirkan saya menyusui.”

    Pemahaman partisipan tentang ASI eksklusif adalah bahwa

    ASI lebih baik dari susu bantu dan setelah melahirkan ibu langsung

    menyusui. Pengertian dan pemahaman yang masih superfisial dari

    ibu tentang ASI eksklusif, namun ibu mampu memaknai bahwa ASI

    lebih baik bagi dari pada susu formula.

    Setelah ibu mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif

    dan mampu memprioritaskan pemberian ASI pada bayinya, ibu

    mempunyai motivasi dan melakukan upaya untuk belajar menyusui

    bayi berikut ungkapan partisipan:

    P1-38 :”Supaya gizi tambah, lebih sehat, supaya tumbuh besar. Saya ingin menyusui terus sampai bayi saya umur 6 bulan atau 1 tahun.”

    P2-34 :” Alasannya supaya bayi sehat, perkembangan baik, katanya

    bagus menyusui itu bagus. Saya ingin terus menyusui.”

    P4-43 :” Kalau kita menyusui anak khan, supaya sehat, dia punya badan

    khan bagus dengan itu juga. Saya ini juga sebenarnya tidak mau

    kasi dia susu bantu. Saya mau cuma ASI, cuma dia makan sudah

    banyak, susu sudah terlalu banyak. Saya rasa susu ASI yang

    bagus buat anak-anak saya. Anak pertama sampai anak kedua.

    Karena anak pertama itu khan itu belum lepas susu lai, karena

    sudah tahu ada dia punya adik, makanya lepas (berhenti

    menyusui). Kasi susu bantu buat dia (anak pertama).”

    P5-31 :” Tidak ada. Cuman ASI saja.”

    P1-37 :” Belajar sendiri (sambil tersenyum).”

  • 67

    P5-32 :” Belajar sendiri saja. Tidak belajar dari siapa-siapa.”

    Data penelitian diatas menunjukkan motivasi ibu dalam

    memberikan ASI adalah bayi sehat, mendapat kecukupan gizi, bayi

    dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan upaya

    yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui berasal dari diri sendiri,

    termotivasi sendiri.

    Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ibu dalam

    memutuskan untuk menyusui bayi adalah adanya dukungan sosial

    yang termanifestasi dalam bentuk dukungan sosial sehingga ibu

    mampu mengambil keputusan untuk memberikan ASI kepada

    bayinya. Berikut adalah ungkapan partisipan:

    P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu

    kandung.”

    P2-46 :” Suami saya dan ipar-ipar dari suami saya. Contohnya dia suruh

    makan sayur katuk, katanya menambah air susu, atau sayur katuk

    dicampur terong, atau sayur matel yang bikin tambah kencang

    susu, atau juga makan kacang-kacangan.”

    P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.”

    P2-39 :” Di suruh makan sayuran dan buah-buah. Buah-buah kalo orang

    makasar bilang pisang burung-burung yang kecil-kecil kalo di

    ambon ndak (tidak) tau itu namanya (tertawa kecil).”

    P3-50 :” Kalau suami dorong untuk makan sayur-sayuran, ikan supaya

    dapat menyusui. Maksudnya selalu diingatkan untuk makan sayur,

    begitu-begitu saja. Suami juga jaga kasi uang untuk beli susu.”

    P5-36 :” Ya mertua hanya melihat saja. Tidak banyak bicara. Waktu ASI

    belum keluar, mertua menyarankan untuk makan sayur-sayuran

    seperti daun matel, daun singkong, sayur jantung pisang,

    semuanya untuk penambah ASI. Kadang juga mertua yang

    memasak sayuran tersebut untuk saya makan. (sambil

    mengingat).”

  • 68

    P1-47 :” Itu dari diri saya sendiri ingin menyusui. Tetapi ditambah lagi

    dengan seperti yang tadi itu nenek saya mengatakan air susu ibu

    itu bagus.”

    P3-51 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri sendiri.”

    P4-48 :” Semua tergantung dari diri sendiri.”

    P5-38 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri saya sendiri.

    Kalau susu bantu, untuk anak pertama susu bantu dari diri saya

    sendiri. Kalau yang kedua dari bidan W. Pada waktu anak kedua

    lahir ASI belum keluar. Bidan W yang membantu saya dalam

    melahirkan di rumah menyarankan untuk beri susu bantu.”

    Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa sumber

    dukungan sosial dalam memberikan ASI berasal dari suami, ayah

    mertua, ibu mertua, ibu kandung, dan ipar dari suami. Bentuk

    dukungan dalam memberikan ASI adalah ibu disuruh makan sayur,

    ikan, buah supaya produksi ASI banyak. Faktor pendukung

    pengambilan keputusan dalam pemberian ASI adalah berasal dari

    diri sendiri.

    Triangulasi yang dilakukan dengan suami dan orang tua

    partisipan adalah sebagai berikut:

    S2 : “Diskusi antara saya dan juga istri. Tapi kalau soal menyusui semuanya istri.” OT3:” Selalu mengingatkan untuk makan sayur-sayuran, ikan, makanan yang sehat-sehat supaya dapat menyusui dengan baik.”

    Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa pengambil

    keputusan dalam menyusui adalah dilakukan diskusi antara suami

    dan isteri. Selain itu, orang tua juga mengingatkan kepada ibu

    supaya mempunyai nutrisi yang adekuat dengan makan sayur, ikan,

    dan makanan sehat lainnya supaya ibu dapat menyusui dengan baik.

  • 69

    4.4 Pembahasan

    Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dukungan sosial

    mampu mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi

    yang didapatkan dari 4 tema, yaitu :

    1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi

    2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

    3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada

    bayi

    4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk

    menyusui bayi

    Berikut adalah pemaparan dari tema-tema yang telah ditemukan

    dalam penelitian ini:

    1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi

    Hasil penelitian ini menunjukan adanya dukungan sosial

    bagi partisipan selama masa menyusui yaitu sumber dukungan

    sosial selama masa menyusui, dukungan sosial dalam bentuk

    instrumental, dan dukungan sosial dalam bentuk informatif.

    Sedangkan dukungan sosial dalam bentuk emosional dan

    penghargaan tidak didapat pada penelitian ini.

    Dukungan sosial berasal dari keluarga dan dukungan

    suami merupakan sumber dukungan sosial terbesar bagi

    partisipan (Sherriff et al, 2014 ; Brown & Davies, 2014). Hal ini

    sejalan dengan teori Sarafino (2006) dimana sumber dukungan

  • 70

    sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang

    hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya

    yaitu keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman

    dekat.

    Dukungan sosial instrumental berupa tindakan langsung

    seperti keluarga mengurus bayi jika ibu sedang melakukan

    pekerjaan rumah (Lester, 2014). Sedangkan dukungan sosial

    informatif yang diberikan keluarga berupa informasi tentang

    menyusui, pemberian nasihat agar menjaga kesehatan, dan

    komunikasi suami-istri. Hal ini sesuai dengan teori House (Lihat

    Setiadi, 2008) dimana bantuan instrumental mempermudah

    aktivitas dan bantuan informatif untuk menambahkan informasi.

    Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Mazza et al, 2014 berjudul Influence of social

    support networks for adolescent breastfeeding mothers in the

    process of breastfeeding, menyebutkan dukungan sosial primer

    berasal dari pengaruh keluarga dan orang terdekat.

    2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi

    Data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan

    partisipan menunjukkan adanya persepsi dan pengalaman dari

    beberapa ibu dalam menyusui bayinya, yaitu pengalaman

    menjadi seorang ibu, pengalaman ibu menyusui bayi, persepsi

    ibu terhadap kesehatan dan bayinya, sumber pemahaman ibu

  • 71

    tentang larangan makan atau minum selama menyusui, persepsi

    ibu tentang larangan makan dan minum, sikap ibu terhadap

    larangan makan dan minum selama menyusui, pemahaman ibu

    terhadap respon yang mendapatkan ASI yang cukup, persepsi

    ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui, serta pengalaman

    ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi.

    Dalam proses menyusui tentunya ibu juga mempunyai

    pengalaman bagaimana menyusui bayi. Pengalaman menyusui

    ini memberikan suatu pemahaman kepada ibu bahwa menyusui

    memberikan keuntungan banyak hal dalam nutrisi, imunologi,

    dan psikologis kepada bayi. Sedangkan pengalaman ibu menjadi

    seorang ibu adalah kemampuan dirinya berperan menjalankan

    tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu kepada bayinya,

    yaitu mampu memberikan ASI kepada bayi. Hal ini sejalan

    dengan penelitian Arora et al, 2000 berjudul Major Factors

    Influencing Breastfeeding Rates : Mother’s Perception of

    Father’s Attitude and Milk Supply, menyebutkan alasan terbesar

    ibu memilih untuk memberikan ASI karena keuntungan

    kesehatan bayi, unsur alamiah (naturalness), dan ikatan

    emosional dengan bayinya.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyusui sangat

    penting karena mempunyai manfaat yang sangat besar bagi

    bayi. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan bahwa

  • 72

    dengan menyusui ibu mempunyai pengalaman yang sangat

    berharga tentang memberikan ASI, ibu juga mempunyai

    pemahaman tentang larangan makan dan minum selama

    menyusui sehingga tidak mengganggu produksi. Ini sejalan

    dengan penelitian yang dilakukan Uchenna, 2012 berjudul

    Problem Encountered by Breastfeeding Mothers in Their Practice

    of Exclusive Breast Feeding in Tertiary Hospitals in Enugu State,

    South-east Nigeria, menyebutkan bahwa adanya larangan

    makanan bagi ibu menyusui sesuai dengan mitos budaya agar

    tidak mengganggu produksi ASI.

    Hasil penelitian ini juga menunjukkan pengalaman ibu

    tentang menyusui dan pemahaman ibu terhadap kesehatan diri

    dan bayinya, serta ibu mempunyai pemahaman terhadap respon

    bayi yang mendapatkan ASI dengan cukup, yaitu dengan

    menyusui bayi mendapatkan nutrisi yang baik dan membantu

    perkembangan bayi (Eidelman & Schanler, 2012 ; Ip et al, 2007).

    Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

    Lööf-Johansson et al, 2013 berjudul Breastfeeding as A Specific

    Value in Woman’s Lives: The Experiences and Decision of

    Breastfeeding Women, menyebutkan bahwa kemauan untuk

    menyusui karena ibu serta naluri sebagai seorang ibu dan

    menyusui memiliki keuntungan secara biologi, sensual,

  • 73

    relasional, dan unsur-unsur sosial yang menguatkan keputusan

    untuk menyusui.

    3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada

    bayi.

    Hal penting yang didapatkan dari dukungan pemberian

    susu formula karena ada berbagai masalah yang dialami ibu.

    Hasil dari penelitian ini adalah ibu mengalami masalah menyusui

    bayi, yaitu adanya perlukaan atau lecet pada puting susu, puting

    susu tidak mau keluar yang menyebabkan ibu berkeputusan

    untuk memberikan susu formula pada bayi.

    Saat menyusui, puting susu dapat mengalami lecet-lecet,

    retak atau terbentuk celah. Masalah puting susu lecet biasanya

    terjadi dalam minggu pertama setelah bayi lahir dengan insiden

    sekitar 23% ibu primipara dan 31% ibu multipara. Masalah ini

    dapat hilang dengan sendirinya jika ibu merawat payudara

    dengan baik dan teratur. Pada keadaan ini sering kali seorang

    ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Penyebab

    puting susu lecet adalah karena posisi dan kelekaatan bayi yang

    buruk pada payudara, adanya pembengkakan sehingga

    perlekatan terganggu, penyebab fisiologis seperti bayi dengan

    lidah pendek atau palatum tinggi, menarik bayi dari payudara

    tanpa melonggarkan kuncian mulut bayi pada payudara ibu,

    penggunaan zat yang dapat memicu reaksi kulit, infeksi

  • 74

    sariawan, dan memompa terlalu kuat dengan pompa payudara

    (Astutik, 2014).

    Susu formula diberikan pada bayi karena ibu mengalami

    pembengkakan pada payudara. Payudara menjadi merah,

    bengkak dan kadangkala diikuti rasa nyeri, panas, serta suhu

    tubuh meningkat. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya ASI

    dihisap atau dikeluarkan atau penghisapan yang kurang efektif,

    kebiasaan menekan payudara dengan jari atau tekanan baju

    atau BH, pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara

    yang besar terutama pada bagian bawah payudara yang

    menggantung, adanya lecet pada puting dan trauma pada kulit

    juga dapat mengundang infeksi bakteri (Restuning, 2008).

    ASI merupakan suatu kondisi terbaik antara ibu dan bayi

    karena akan terjalin ikatan batin ibu-anak yang kuat. Hasil

    penelitian ini menunjukkan beberapa ibu memilih memberikan

    susu formula pada bayinya. Astutik (2014), menjelaskan bahwa

    beberapa ibu ada yang memilih untuk memberikan susu formula

    sebagai pengganti ASI dengan berbagai alasan. Padahal

    sebenarnya susu formula tidak dapat disejajarkan dengan ASI

    karena ASI adalah yang terbaik bagi bayi.

    WHO/UNICEF (2009), menyebutkan beberapa kondisi

    yang merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti

    ASI adalah:

  • 75

    a. Kondisi bayi

    1. Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu

    lainnya kecuali formula khusus adalah sebagai berikut

    bayi dengan galaktosemia klasik diperlukan susu

    formula bebas galaktosa, bayi dengan penyakit kemih

    beraroma sirup mapel (mapel syrup urine disease)

    diperlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin,

    dan valin. Bayi dengan fenilketouria diperlukan formula

    khusus berbau fenilalanin.

    2. Bayi dengan ASI tetap merupakan pilihan makanan

    terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain

    untuk jangka waktu terbatas. Bayi lahir dengan berat

    badan kurang dari 1500 gram, bayi lahir kurang dari 32

    minggu usia kehamilan, bayi baru lahir yang beresiko

    hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi

    metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa,

    seperti bayi prematur, stres iskemik/intrapartum

    hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit, dan bayi-

    bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes.

    b. Kondisi ibu

    Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang

    disebutkan dibawah ini harus mendapat pengobatan sesuai

    dengan standar pedoman.

  • 76

    1. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan

    penghindaran menyusui secara permanen, yaitu infeksi

    HIV.

    2. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan

    penghentian menyusui untuk sementara waktu adalah

    penyakit parah yang menghalangi ibu untuk merawat

    bayi misalnya sepsis, virus herpes simplek tipe 1,

    pengobatan ibu.

    3. Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui

    walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang

    menjadi perhatian. Yaitu abses payudara, hepatitis B,

    hepatitis C, mastitis, tuberkulosis, penggunaan zat

    nikotin dan alkohol.

    Hasil penelitian juga menunjukkan masalah penting lainnya

    sehingga bayi diberikan susu formula adalah karena pada bulan

    pertama kelahiran bayi mendapatkan susu formula, ibu

    mempunyai pemahaman tentang pemberian makanan

    pendamping ASI, dan ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang

    ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini

    diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Trickey & Nuwburn

    (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Goals, dilemmas and

    assumptions in infant feeding education and support. Applying

    theory of constraints thinking tools to develop new priorities for

  • 77

    action, menyebutkan bahwa ada tiga masalah penting yang

    menyebabkan bayi mendapatkan susu tambahan, yaitu ibu

    memberikan susu formula karena tidak mendapatkan dukungan

    yang baik, ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang masalah

    dalam menyusui, kebanyakan ibu tidak mengetahui tentang

    manfaat dari menyusui dan tidak mendapatkan bantuan untuk

    mengakses pengetahuan pemberian ASI.

    4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk

    menyusui bayi

    Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu untuk

    memutuskan menyusui bayinya adalah adanya penjelasan

    tentang menyusui oleh tenaga kesehatan, peran pendidikan

    kesehatan oleh tenaga kesehatan, fenomena pemberian ASI

    pada bayi, pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian

    ASI pada bayi, pemahaman ibu tentang ASI eksklusif, upaya

    yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu

    dalam memberikan ASI, faktor pendukung pengambilan

    keputusan dalam pemberian ASI.

    Hasil penelitian menunjukkan peran penting tenaga

    kesehatan untuk mendukung dan mendorong kelangsungan

    pemberian ASI yaitu adanya penjelasan tentang menyusui oleh

    tenaga kesehatan dan peran tenaga kesehatan dalam

  • 78

    memberikan pendidikan kesehatan (Labarere et al, 2005 ;

    Mulcahy et al, 2011 ; Purdy, 2010).

    Fenomena pemberian ASI dibuktikan dengan ungkapan

    partisipan bahwa ASI merupakan kewajiban seorang ibu dan

    adanya justifikasi ASI lebih hemat (Schardosim et al, 2013).

    Selain itu, keuntungan ASI membuat ibu termotivasi dan

    berupaya untuk memberikan ASI kepada bayinya (Pinto et al,

    2016).

    Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk

    menyusui bayi lainnya ialah pemahaman ibu dalam

    memprioritaskan pemberian ASI pada bayi dan pemahaman ibu

    tentang ASI eksklusif. Pemberian ASI diprioritas oleh diri ibu

    supaya kebutuhan makan bayi terpenuhi (Tully & Ball, 2013).

    Menyusui adalah hak bayi yang harus dipenuhi oleh ibu

    yang melahirkan, tetapi kenyataannya menyusui tidak semudah

    seperti yang dibayangkan. Kontinuitas menyusui dapat

    dipengaruhi oleh dukungan sosial dari orang lain yang

    berinteraksi dengan ibu, sehingga ibu merasakan kenyamanan

    secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri atas pasangan

    hidup (suami), orang tua, saudara, kerabat, teman, tenaga

    kesehatan lain, serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan

    (Villar et al, 2009 ; Rowe et al, 2013 ; Kohan et al, 2016).

  • 79

    Peran suami untuk mendukung keberhasilan menyusui

    dapat dimulai sejak masa kehamilan. Keikutsertaan suami

    secara aktif dalam masa kehamilan membantu keberhasilan

    isteri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayi. Hal ini sangat

    ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami

    dalam masa-masa kehamilannya (Roesli, 2006). Suami

    mempunyai peran memberi dukungan memberi dukungan dan

    ketenangan bagi ibu yang sedang menyusui. Dalam praktik

    sehari-hari, peran suami ini justru sangat menentukan

    keberhasilan menyusui. Hal ini mencakup seberapa jauh

    keterampilan masing-masing maupun ibu dalam menata dirinya.

    Dengan melatih menata diri secara lahir batin, maka produksi

    ASI pun menjadi lancar dengan kualitas yang makin baik. Perlu

    diingat bahwa ASI yang diproduksi tidak terlepas dari

    keselarasan pikiran dan jiwa dari kedua orangtua. Melalui ASI,

    pikiran dan jiwa bayi ditumbuhkembangkan menjadi karakter

    yang kuat, cerdas, dan bijaksana (Harwood, 2011).

    Keputusan untuk menyusui berasal dari diri ibu. Keluarga

    memberikan kontribusi yang besar terhadap keinginan ibu untuk

    menyusui bayi selain memberikan pengaruh yang kuat untuk

    pengambilan keputusan untuk tetap menyusui (Kong & Lee,

    2004).

  • 80

    Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Nesbitt et al, 2012 dalam penelitiannya yang

    berjudul Canadian adolescent mothers perception of influence on

    breastfeeding decisions: a qualitative descriptive study,

    menyebutkan bahwa ibu mempunyai motivasi sendiri untuk

    menyusui karena dengan menyusui ada keuntungan bagi bayi,

    faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui secara

    berkesinambungan adalah dampak menyusui pada situasi sosial

    dan terdapat hubungan yang erat antara ibu dan bayi,

    kemampuan dukungan sosial, bertambahnya pengetahuan ibu

    tentang praktik menyusui dan manfaatnya, serta ibu mempunyai

    intuisi yang lembut kepada bayi saat menyusui.

    4.5 Keterbatasan Penelitian

    Keterbatasan penelitian ini adalah sesuai data puskesmas

    yang diberikan pada peneliti terdapat 10 calon partisipan sesuai

    dengan kriteria inklusi yang peneliti gunakan. Peneliti hanya dapat

    mengambil 6 partisipan. Dengan alasan, ada calon partisipan

    setelah selesai melahirkan pindah rumah sehingga peneliti

    mengalami kesulitan untuk menemui partisipan. Kurangnya

    kesadaran dari calon partisipan untuk berpartisipasi dalam

    penelitian ini. Ada calon partisipan yang menolak untuk menjadi

    partisipan dan tidak mau berkontribusi dalam penelitian ini dengan

    alasan tidak suka diwawancarai.