BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN · 2017. 8. 1. · Gambar 4.1 . PETA DESA LILIBOOI . Kecamatan Leihitu...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN · 2017. 8. 1. · Gambar 4.1 . PETA DESA LILIBOOI . Kecamatan Leihitu...
-
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Desa Lilibooi
Kabupaten Maluku Tengah terdiri atas 17 Kecamatan yang
terdiri dari 161 Desa dan 6 Kelurahan. Secara topografis Desa
Lilibooi merupakan desa di Kecamatan Leihitu Barat,
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Secara
administratif batas wilayah Desa Lilibooi sebelah timur
berbatasan dengan Desa Hatu, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Allang, sebelah utara berbatasan dengan
Gunung Wawani, dan sebelah selatan berbatasan dengan
Teluk Ambon.
Gambar 4.1 PETA DESA LILIBOOI
Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah
Sumber: Kantor Kepala Desa Lilibooi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah
-
38
4.1.2 Fasilitas Kesehatan di Desa Lilibooi
Desa Lilibooi memiliki satu Puskesmas Pembantu yang
berada di samping kantor kepala Desa Lilibooi. Tenaga
kesehatan di puskesmas pembantu Desa Lilibooi berjumlah 4
orang. Puskesmas Pembantu di Desa Lilibooi merupakan
cabang dari Puskesmas Allang di Kecamatan Leihitu Barat
yang berjarak ± 500 m dari Desa Lilibooi. Pelaksanaan
Posyandu dilakukan oleh kader yang merupakan anggota
masyarakat yang bersedia untuk menyelenggarakan kegiatan
posyandu secara sukarela. Jumlah kader dari masing-masing
posyandu yaitu berjumlah 4 orang. Puskesmas pembantu
Lilibooi menyelenggarakan posyandu 4 kali dalam sebulan
pada 4 sektor, yaitu sektor I, sektor II, sektor III, dan sektor IV.
Setiap sektor dalam sebulan mengikuti posyandu 1 kali di
rumah warga yang bersedia rumahnya dipakai untuk
penyelengaraan posyandu (Dinas Kesehatan Kabupaten
Maluku Tengah, 2014).
Adapun bentuk kegiatan dari masing-masing posyandu
yakni cek kesehatan ibu dan anak (KIA), imunisasi,
penimbangan berat badan balita, ukur tinggi badan balita dan
memberikan program tambahan kepada lansia seperti cek gula
darah, cek tekanan darah, dan konsultasi kesehatan.
-
39
1.2 Gambaran Umum Partisipan
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dimulai pada
tanggal 22 Juni 2015 sampai dengan 31 Agustus 2015 di Desa
Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah. Teknik pengambilan data
menggunakan depth interview dan observasi pada 6 partisipan yang
sedang menyusui bayi. Karakteristik partisipan secara umum dapat
dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik partisipan dukungan sosial dan pengambilan keputusan untuk pemberian ASI di Desa Lilibooi,
Kabupaten Maluku Tengah tahun 2014-2015
Pemilihan riset partisipan sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian yaitu ibu menyusui yang memiliki bayi umur 0 sampai 6
Item P1 P2 P3 P4 P5 P6
Usia saat ini (tahun) 20 35 24 23 24 35
Usia saat menikah
(tahun) 19 34 20 20 22 34
Lama menikah 1 1 4 3 2 1
Status obstetri G1P1A0 G1P1A0 G2P2A0 G2P2A0 G2P2A0 G1P1A0
Jumlah anak yang
dilahirkan 1 1 2 2 2 1
Agama Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen Kristen
Suku Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon Ambon
Pendidikan terakhir SMA SMA SMA SMA SMA SMP
Pekerjaan IRT IRT IRT IRT IRT IRT
Pendapatan rumah
tangga per bulan
(Rp)
500.000 –
1.000.00
1.000.000 –
1.500.00
500.000 –
1.500.00
500.000 –
1.500.00
500.000 –
1.500.00
500.000 –
1.000.00
Orang yang tinggal
serumah
Suami
Anak
Ibu Mertua
Suami
Anak
Suami
Anak
Ibu Mertua
Suami
Anak
Ibu Mertua
Suami
Anak
Ibu Mertua
Ayah Mertua
Suami
Anak
-
40
bulan. Pada umumnya memiliki 1 anak atau 2 anak di dalam
keluarganya, ada 3 ibu menyusui (P1, P2, P6) yang memiliki 2 anak
dalam keluarganya dan ada 3 ibu menyusui (P3, P4, P5) yang
memiliki 1 anak dalam keluarganya. Rentang umur ibu menyusui
diantara 20 – 35 tahun. Jumlah partisipan yang berpendidikan SMA
ada 5 orang, dan SMP ada 1 orang. Keberadaan orang yang tinggal
serumah dengan partisipan juga beragam. Dari karakteristik
partisipan penelitian diatas akan mempengaruhi secara signifikan
terhadap dukungan sosial dan pengambilan keputusan dalam
pemberian ASI.
4.3 Hasil analisis data penelitian
Pada penelitian ini didapatkan 4 tema dari sub tema yang telah
tersusun. Tema tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi
2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi
3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula
4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui
bayi.
Tema diatas dan sub tema dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kategorisasi
Partisipan Sub tema Tema
Sumber dukungan sosial partisipan
selama masa menyusui berasal dari
keluarga yaitu suami, orangtua (ayah
dan ibu kandung), ibu mertua, ayah
Sumber
dukungan sosial
selama masa
menyusui
Dukungan sosial
selama masa
menyusui bayi
-
41
mertua, dan saudara.
(P1-42, P2-38, P3-49, P4-45, P6-40)
Setiap partisipan menerima dukungan
sosial yang berbeda-beda. Bentuk
dukungan sosial dalam keluarga
mempengaruhi partisipan untuk
memberikan ASI.
Dukungan instrumental merupakan
dukungan tindakan secara langsung
yang dilakukan keluarga berupa
membantu partisipan dalam
menggendong bayi, membawa sayur
atau buah untuk memproduksi ASI,
menenangkan bayi jika bayi
menangis, dan memberikan uang
untuk pembelian susu formula.
(P1-44, P6-41, P2-37, P2-40, P1-45,
P5-37, P5-35)
Dukungan sosial
dalam bentuk
instrumental
Dukungan informatif dalam bentuk
saran dari anggota keluarga untuk
harus segera memberi ASI jika bayi
menangis dan saran untuk menjaga
kesehatan selama masa menyusui.
(P1-43, P4-46)
Dukungan sosial
dalam bentuk
informatif
Setiap partisipan memiliki
pengalaman yang berbeda-beda
sebagai seorang ibu.
(P1-3, P2-3, P3-3, P4-3, P5-5, P6-3)
Pengalaman
menjadi seorang
ibu
Persepsi dan
pengalaman ibu
dalam menyusui
bayi
Partisipan dapat mengungkapkan
berbagai pengalaman manarik dalam
menyusui bayi.
(P1-4, P2-4, P3-4, P3-12, P3-18, P3-
20, P3-27, P4-4, P4-19, P4-20, P5-6)
Pengalaman
menyusui bayi
Partisipan memiliki persepsi terhadap
kondisi kesehatan pada diri ibu dan
bayi yang dapat menghambat atau
mengganggu ibu dalam memberikan
ASI. Jika ibu sakit akan menular
Persepsi ibu
terhadap
kesehatan dan
bayinya
-
42
kepada bayi yang disusuinya.
(P1-11, P1-13, P2-10, P3-16, P4-16,
P5-11, P6-7)
Dukungan sosial didapat partisipan
selama masa menyusui berasal dari
orang disekitar (orangtua, ibu
mertua, saudara, tetangga) dalam
bentuk informasi tentang larangan
makan atau minum selama menyusui.
(P1-20, P2-19, P3-31, P4-30, P5-20,
P6-21)
Sumber
pemahaman ibu
tentang
larangan makan
atau minum
selama
menyusui
Sumber dukungan sosial dalam
bentuk infomatif tentang larangan
makan atau minum selama masa
menyusui didapat dari orang sekitar.
Sehingga partisipan memiliki
pemahaman sendiri tentang larangan
makan atau minum selama menyusui
seperti tidak boleh mengkonsumsi
makanan pedas, ubi-ubian, dan
daging. Selain itu tidak boleh minum
es dan soda.
(P1-19, P2-18, P3-30, P4-29, P5-19,
P6-20)
Persepsi ibu
tentang
larangan makan
atau minum
selama
menyusui
Larangan makan dan minum menjadi
peringatan bagi ibu menyusui. Sikap
partisipan mengikuti larangan makan
atau minum untuk menjaga
kesehatan bayi.
(P1-21, P2-20, P3-32, P4-30, P5-21,
P6-22)
Sikap ibu
terhadap
larangan makan
atau minum
selama
menyusui
Frekuensi dan waktu ibu menyusui
bayi dalam sehari berbeda-beda pada
partisipan menunjukan cara pandang
berbeda dalam pemberian ASI yang
dipengaruhi oleh sumber dukungan
sosial selama masa menyusui.
(P1-22, P1-39, P1-40, P2-21, P3-33,
P3-47, P3-48, P4-32, P5-22, P6-23)
Frekuensi dan
waktu ibu
terhadap
kualitas bayi
dalam menyusui
-
43
Partisipan memiliki pemahaman bayi
mendapat cukup ASI melalui respon
bayi sehingga membentuk persepsi
terhadap kualitas bayi dalam
menyusui.
(P1-23, P1-28, P2-27, P3-43, P4-33,
P5-23, P5-26, P6-28)
Persepsi ibu
terhadap
kualitas bayi
dalam menyusui
Partisipan belajar untuk mengerti arti
tangisan bayi, sehingga setiap
partisipan memiliki cara tersendiri
untuk memberikan ketenangan pada
bayi. Seperti dengan sentuhan,
kondisi kenyang dengan ASI, atau
menidurkan bayi.
(P1-24, P2-22, P3-34, P4-32, P4-37,
P6-24)
Pengalaman ibu
dalam
memberikan
ketenangan
pada bayi
Selama masa menyusui ibu
dihadapkan dengan masalah dalam
menyusui bayi. Partisipan
mengungkapkan bahwa mengalami
sakit pada puting karena puting susu
lecet.
(P1-7, P2-7, P3-10, P3-21, P4-13, P5-
8, P6-6, P6-11)
Masalah dalam
menyusui bayi
Masalah penting
yang
mendukung
pemberian susu
formula pada
bayi
Dukungan sosial untuk pemberian
ASI selalu partisipan terima selama
masa menyusui. Akan tetapi
keputusan pemberian susu formula
merupakan solusi yang baik bagi
pemahaman partisipan untuk
mengatasi masalah dalam
menyusuinya.
(P1-9, P1-10, P1-14, P1-35, P2-13,
P2-14, P2-32, P3-13, P3-15, P4-7,
P4-21, P4-27, P4-28, P4-34, P5-9,
P5-10, P6-14, P6-15)
Keputusan
pemberian susu
formula pada
bayi
Tenaga kesehatan yang bekerja di
desa sangat dipercayai oleh
partisipan karena mempunyai
keahlian khusus. Dukungan sosial
dalam bentuk dukungan informatif
Saran bidan
kepada bayi
dalam
memberikan
susu formula
-
44
melalui saran bidan untuk
memberikan susu formula pada bayi
dapat membantu partisipan melewati
masalah menyusui.
(P1-15, P3-40, P5-12)
pada bayi
Dari bulan pertama kelahiran
partisipan sudah memberikan susu
formula pada bayi untuk mengatasi
masalah menyusui.
(P1-18, P2-23, P6-13)
Bulan pertama
kelahiran bayi
mendapat ASI
dan susu
formula
Sumber dukungan sosial
mempengaruhi persepsi ibu tentang
awal pemberian makanan
pendamping pada bayi.
(P1-17, P2-16, P3-25, P4-22)
Pemberian makanan pendampingan
ASI sebelum waktunya merupakan
masalah pemberian ASI. Umumnya
partisipan memberi makan bayi saat
umur 4 bulan dengan telur ayam
kampung.
(P2-15, P2-16, P3-15, P3-24, P4-25,
P5-16, P6-16, P6-17, P6-18)
Pada partisipan multipara memiliki
keinginan memberikan makanan
pendamping sama seperti anak
sebelumnya,
(P4-26, P5-15, P3-25)
Persepsi ibu
tentang awal
pemberian
makan
pendamping
pada bayi
Masalah yang mendukung pemberian
susu formula karena partisipan tidak
dibekali dengan pengetahuan tentang
ASI eksklusif. Partisipan
mengungkapkan tenaga kesehatan
tidak memberi penjelasan tentang ASI
eksklusif. (P1-29, P1-30, P1-33, P1-
34, P2-28, P2-29, P4-6, P4-38, P5-7,
P4-28, P6-29)
Ibu tidak
mendapat
penjelasan
tentang ASI
eksklusif dari
tenaga
kesehatan
-
45
Salah satu peran tenaga kesehatan
sebagai educator. Partisipan
mengungkapkan tenaga kesehatan
menjelaskan tentang cara menyusui
dan cara merawat bayi. Hal ini
mendukung untuk partisipan
memutuskan untuk menyusui.
(P1-5, P2-6, P3-6)
Penjelasan
tentang
menyusui oleh
tenaga
kesehatan
Faktor yang
mempengaruhi
ibu dalam
memutuskan
untuk menyusui
bayi
Pendidikan kesehatan tentang
menyusui penting untuk mendukung
partisipan memutuskan untuk
memberikan ASI. Tenaga kesehatan
memberikan pendidikan kesehatan
tentang pola menyusui bayi.
(P1-6, P3-7, P3-42)
Peran tenaga
kesehatan
dalam
memberikan
pendidikan
kesehatan
Fenomena yang terjadi pada
partisipan adalah pemberian ASI
merupakan kewajiban seorang ibu.
(P1-25, P2-30, P3-39, P5-4, P6-12)
Fenomena pemberian ASI oleh
partisipan dilakukan karena dilihat
dari manfaat ASI seperti ASI baik
untuk bayi, lebih hemat, dan lebih
baik dari susu formula.
(P3-44, P5-33, P6-35)
Fenomena
pemberian ASI
pada bayi
Partisipan dapat memprioritaskan
pemberian ASI pada bayi. Partisipan
sebagai ibu rumah tangga lebih
mengutamakan pemberian ASI
daripada menyelesaikan pekerjaan
sehari-hari di rumah.
(P1-26, P2-25, P3-35, P3-45, P3-46,
P4-35, P5-25, P6-27)
Pemahaman ibu
dalam
memprioritaskan
pemberian ASI
pada bayi
Partisipan memiliki pemahaman
tentang pemberian ASI tetapi belum
mampu memaknai ASI lebih baik dari
susu formula.
(P1-31, P4-40)
Pemahaman ibu
tentang ASI
eksklusif
-
46
Partisipan mengungkapkan
pemberian ASI bersamaan dengan
susu formula.
(P2-12, P3-29, P5-18)
Upaya yang dilakukan partisipan
untuk belajar menyusui melalui diri
sendiri.
(P1-37, P2-33, P5-32)
Partisipan mempunyai motivasi dalam
diri sendiri untuk memberikan ASI.
(P1-38, P5-29, P5-31)
Upaya yang
dilakukan ibu
untuk belajar
menyusui bayi
dan motivasi ibu
dalam
memberikan ASI
Dalam masa menyusui partisipan
mendapat dukungan sosial dari
keluarga.
(P1-42, P2-36, P2-38, P3-49, P4-45,
P6-40)
Partisipan dalam memutuskan
memberikan ASI kepada bayi bukan
karena mendapat dukungan sosial
saja tetapi lebih dari itu motivasi
internal(dari dirinya sendiri) sangat
berpengaruh dalam memutuskan
untuk memberikan ASI.
(P1-47, P3-51, P4-47, P5-38, P5-34)
Adanya dukungan sosial
termanifestasi dalam bentuk
dukungan sosial yang didapat oleh
partisipan melalui informasi untuk
memproduksi banyak ASI.
(P2-36, P2-39, P3-50, P5-36)
Faktor
pendukung
pengambilan
keputusan
dalam
pemberian ASI
-
47
Hasil yang diperoleh dari pengelompokkan sub tema hingga
menjadi tema akan dibahas secara keseluruhan sebagai berikut :
1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi
Sub temanya adalah
a. Sumber dukungan sosial selama masa menyusui
b. Dukungan sosial dalam bentuk instrumental
c. Dukungan sosial dalam bentuk informatif
Tanggung jawab menjadi seorang ibu mengharuskan partisipan
dan anggota keluarga harus menyesuaikan diri satu sama lain. Ibu
mengandalkan keluarga sebagai sumber dukungan sosial selama
masa menyusui. Berikut ungkapan partisipan :
P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu
kandung.”
P2-38 :” Mertua saya sudah meninggal dan ibu kandung saya juga sudah
meninggal. Kebanyakan dukungan saya dapat dari kakak ipar
saudara perempuan suami saya. Usinya suami saya.”
P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.”
P4-45 :” Orangtua khusus mama kandung (ibu kandung).”
P6-40 :” Kalau saya tinggal serumah dengan suami. Mertua, ayah
kandung, ibu kandung, semuanya sudah meninggal jadi dukungan
untuk menyusui semua dari suami.”
Data diatas menunjukan bahwa sumber dukungan sosial partisipan
selama masa menyusui berasal dari orangtua (ayah dan ibu
kandung), ibu mertua, ayah mertua, saudara dan yang terbesar
dari suami.
-
48
Dukungan sosial dalam bentuk instrumental yang diterima ibu
selama masa menyusui ditunjukkan dengan ungkapan partisipan
sebagai berikut:
P1-44 :” Kalau bayi sudah menangis, kakeknya gendong sampai diam,
kalau tidak ada neneknya, kakeknya gendong sampai saya
selesai masak baru saya ambil buat diberi ASI. Kalau ada
neneknya, saya ambil dia (sebutan untuk bayi ibu EN) lalu mereka
yang ganti saya untuk masak.”
P6-41 :” Suami mengatakan harus menyusui. Kalau dengar anak menangis
suami saya cepat-cepat ke kamar terus angkat anak dari tempat
tidur, digendong sambil dibujuk.”
P2-37 :” Iya saya lakukan. Alasannya supaya tambah banyak air susu.
Saya lakukan sampai sekarang. Tetapi tergantung dari sayurnya.
Kalau suami saya dapat sayur katuk, ya saya masak, kalau sayur
matel juga ipar saya kasih atau ke hutan ya saya bikin. Cuman
makan sa itu kacang-kacangan, kaya kacang hijau, kacang tanah
yang digoreng, untuk menambah air susu.”
P2-40 :” Iya benar pisang 40 hari. Iya sama papaya juga. Tetapi makannya
tidak setiap hari kalo suami bawakan atau ipar bawakan kalo ada
ya makan. Yang penting ada.”
P5-37 :” Kalau saya lagi masak dan belum sempat makan. Bayi saya
bangun dan menangis, biasanya mertua yang angkat dari tempat
tidur dan menenangkan bayi saya. Saya tidak langsung beri ASI,
biasanya mertua buat susu botol dan beri pada bayi saya.”
P5-35 :” Suami dan mertua tidak banyak bicara. Mereka hanya melihat
saja. Suami saya biasanya beri uang untuk beli susu bantu.
Kadang juga kalau sudah habis langsung suami yang pergi beli
susu bantu. Kalau ibu kandung saya hanya mengingatkan bahwa
harus menyusui. Itu saja.”
P4-46 :”. . . . .Dia kalau lihat susu sudah habis, langsung dia pergi membeli
susu. Dia cinta anak perempuan. Kalau anak laki-laki itu adoooh
tidak jadi. Anak laki-laki otaknya seperti dia ayahnya. Dia kalau
lihat anak-anak susu habis, “mari kasi uang lalu saya beli mereke
berdua susu” dia bilang begitu. Dia sayang dia anak-anaknya. “
Data penelitian diatas menunjukan bahwa dalam aktivitas
keseharian ibu mendapat dukungan instrumental yaitu tindakan
-
49
secara langsung seperti menggendong bayi, membawa sayur atau
buah untuk memproduksi ASI, menenangkan bayi jika bayi
menangis, dan memberikan uang untuk pembelian susu formula.
Ibu juga mendapat dukungan sosial dalam bentuk informatif
ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1-43 :” Kalau misalnya bayi sudah lapar tidak boleh lama, harus langsung
beri ASI, tidak boleh membujuk untuk tenang. Harus langsung beri
ASI.”
P4-46 :” Dia begitu-begitu saja. Dia bilang begini “kamu menyusui anak-
anak yang baik. Jangan pegang dingin terlalu. Jangan pegang air
dingin malam-malam. Soalnya saya suka mandi malam. Suka cuci
piring malam-malam. Makanya dia sering mengingatkan. Karena
saya masih kasi susu ana, jangan sampai anak sakit. . . .”
Data penelitian diatas menunjukan bahwa dukungan informatif
dalam bentuk saran dari anggota keluarga untuk harus segera
memberi ASI jika bayi menangis dan saran untuk menjaga
kesehatan selama masa menyusui.
Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan adalah
sebagai berikut:
S1 :” Dukungan juga dari semua orang di rumah. Misalnya kalau
masak dibantu oleh ibu saya, jadi istri saya cuman jaga anak,
menyusui anak, memandikan anak. Saya juga sering
mengingatkan istri untuk pergi posyandu.”
S5 :” Jika susu anak-anak sudah habis saya langsung pergi belikan
susu.”
S6 :” Dukungan itu tetap. Saya bilang harus menyusui.”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mendapat
dukungan dari keluarga yaitu ibu dibantu dalam tanggung jawab
untuk mengurus pekerjaan rumah, dukungan instrumental untuk
-
50
membeli susu formula dan dukungan informatif untuk tetap
memberikan ASI.
2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi
Sub temanya adalah:
a. Pengalaman menjadi seorang ibu
b. Pengalaman ibu menyusui bayi
c. Persepsi ibu terhadap kesehatan dan bayinya
d. Sumber pemahaman ibu tentang larangan makan atau minum
selama menyusui
e. Persepsi ibu tentang larangan makan atau minum
f. Sikap ibu terhadap larangan makan atau minum selama
menyusui
g. Frekuensi dan waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam
menyusui
h. Persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui
i. Pengalaman ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi
Sub tema diatas merupakan hasil dari wawancara. Beberapa ibu
mempunyai pengalaman bagaimana menjadi seorang ibu. Suka
duka berperan sebagai ibu dijalani dengan perasaan tegar. Hal ini
diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :
P2-3 : “Menjadi seorang ibu itu, baru saya rasakan saat harus
bangunnya tengah malam karena bayi menangis, harus bangun
tengah malam untuk ganti popok, harus bangun tengah malam
-
51
untuk menyusui bayi, menyusui pada saat bayi merasa lapar.
Disitulah saya merasa menjadi seorang ibu.”
P4-3 : “Ya seperti ibu-ibu biasa saja. Kalau seperti urus anak, dia mau
ini mau itu. Harus ikut. Kalau tidak ikut bagaimana.”
P5-5 : “Menjadi seorang ibu bagi saya yang masih muda kadang sulit
kadang mudah. Apalagi usia saya dan suami saya masih muda
tetapi sudah memiliki 2 orang anak. Kadang temui masalah.
Masalah dengan suami bisa lampiaskan ke anak. Masalah yang
sedikit saja kadang bisa stres.”
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data penelitian bahwa
pengalaman menjadi seorang ibu adalah perjuangan tanpa kenal
waktu dalam merawat bayi. Menjadi seorang ibu harus pandai
mengurus anak bahkan di usia yang relatif muda pun jika sudah
menyandang peran ibu maka mampu menjalankan perannya
dengan baik. Namun demikian, sering kali dalam menjalankan
tugasnya sebagai ibu menemui masalah yang terkadang jika ibu
tidak mempunyai mekanisme koping yang baik maka anak akan
menjadi sasaran dan hal tersebut membuat ibu mempunyai
perasaan gagal dalam berperan menjadi ibu.
Ibu juga mempunyai pengalaman menyusui bayi. Berikut
adalah ungkapan partisipan :
P1-4 : “Pengalaman dalam menyusui juga belum ada. Menyusui untuk
pertama kali, saya merasakan sakit pada puting susu karena pada
saat itu puting susu saya belum keluar.”
P2-4 : “Pengalaman menyusui bayi itu kadang biasa bayi saya main
pentil (puting) susu, kadang juga dia biasa menggigit.”
P3-4 : “Anak pertama menyusui. Anak pertama menyusui sampai 2
tahun. Yang anak pertama ASI kurang. Mungkin yang dikatakan
orang anak yang pertama air susu belum terlalu banyak. Dari lahir
sampai 3 bulan susu botol tetapi sambil ASI juga.”
-
52
P4-19 : “Anak pertama dapat air susu pertama, kedua juga. Kalau yang
pertama itu khan dari hamil 8 bulan sudah ada air susu. Air susu
kuning sekali. Waktu lahir langsung dia hisap susu. Yang kedua ini
waktu lahir belum. Itu tidak sampai 1 hari. Ini (anak kedua)
lahirkan jam 6. Jam 6 khan rencananya beli susu bantu tapi dia
tidak mau dia tidak hisap. Akhirnya susu sudah bengkak saya
paksa harus kasi masuk susu, air susu harus hisap. Lalu main-
main susu di dia mulut haa akhirnya hisap. Kalau tidak hisap khan
demam dengan susu, sakit. Itu jua saya demam 1 hari sebab dia
tidak susu.”
P5-6 : “Menyusui itu harus bangun tengah malam. Untuk anak pertama
saya bisa bangun tengah malam sampai 5 kali. Kalau anak yang
kedua hanya 2 kali saja.”
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan data adanya berbagai
pengalaman menarik dari ibu dalam menyusui bayi. Ibu dengan
status primipara mengungkapkan belum mempunyai pengalaman
yang signifikan tentang menyusui bayi. Partisipan lain
mengungkapkan pengalamannya dalam menyusui bayi adalah
terdapatnya sugesti bahwa kelahiran anak pertama ASI kurang
sehingga bayi diberi susu formula. Bayi mempunyai reflek hisap
ketika disusui. Ibu mengalami mastitis karena bayi tidak mau
disusui yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Adanya
pengorbanan waktu bagi ibu untuk menyusui bayinya.
Menjalani masa kehamilan, proses melahirkan, masa
postpartum sampai dengan menyusui bayi, banyak hal yang dialami
oleh ibu terutama tentang kesehatannya. Ibu mempunyai
pandangan atau persepsi terhadap kesehatan. Berikut adalah
ungkapan partisipan :
P1-13 : ” Tidak sakit juga. Cuman sakit biasa seperti batuk atau flu dan
demam. Tetapi tidak ke dokter tapi cuma minum obat saja. Cuman
-
53
kalau batuk flu biasanya menular ke anak akhirnya anak lagi ikut
batuk flu.”
Partisipan mengungkapkan bahwa ketika ia sakit maka akan
menular ke bayi karena bayi menyusu ke ibu.
ASI merupakan makanan ideal bagi bayi karena mengandung
nutrisi-nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Sehingga menyusui merupakan langkah tepat
bagi ibu memberikan suplai nutrisi secara adekuat. Namun
terkadang saat ibu akan menyusui terhalang oleh aturan atau
norma budaya setempat tentang makanan dan minuman yang
harus dikonsumsi oleh ibu. Data penelitian ini menunjukkan adanya
beberapa sumber pemahaman yang didapatkan ibu tentang
larangan makan dan minum selama menyusui. Berikut ungkapan
partisipan :
P1-20 :” Dari orangtua. Ibu kandung yang sering melarang.”
P2-19 :” Ipar sama orangtua disini.”
P5-20 :” Dari ibu mertua, ibu kandung, dan saudara yang bilang.”
P6-21 :” Ibu dokter ada. Tetangga-tetangga. Itu saja.”
Partisipan mengungkapkan bahwa sumber pemahaman tentang
larangan makan dan minum selama menyusui didapat dari ibu
kandung, ibu mertua, ipar, saudara, tetangga, bahkan tenaga
kesehatan yaitu dokter juga memberikan pemahaman tersebut.
Ibu juga mempunyai persepsi sendiri tentang larangan makan dan
minum selama menyusui, yaitu diungkapkan oleh partisipan:
-
54
P1-19 :” Ada. Tidak boleh makan talas nanti perut bayi bengkak. Tidak
boleh makan makanan yang pedis (sambal) nanti anak buang-
buang air (tertawa kecil). Tidak boleh makan ubi jalar nanti
tenggorokan bayi gatal dan menyebabkan batuk berlendir.
Apalagi e (sambil mengingat) tidak boleh minum air es. Itu
saja…”
Dalam hal ini ibu beranggapan bahwa selama masih menyusui
tidak boleh makan makanan talas yang mengakibatkan perut bayi
bengkak, tidak boleh makan pedas supaya bayi tidak diare, tidak
boleh makan ubi jalar yang mengakibatkan tenggorokan bayi gatal
dan akhirnya batuk berlendir, serta tidak boleh minum es.
Menyikapi pandangan dan sumber pemahaman tentang
larangan makan dan minum selama menyusui, ibu mempunyai
sikap yang harus dia tentukan untuk terus dapat beradaptasi diri
dalam memberikan ASI kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan oleh
partisipan sebagai berikut:
P1-21 :” Kadang-kadang ikut kadang-kadang tidak. Sambal saja yang
saya terus makan. Tapi yang lain saya tidak makan sama sekali.”
P2-20 :” Ikut (sambil mengangkuk). Untuk kekebalan tubuh. Karena
untuk kesehatan takutnya kembung perut, takut buang air cair.”
P3-32 :” Ikut. Supaya anak jangan sakit, jangan anak perut bengkak.”
P4-30 :” Ya karena kita semua dari orangtua. Orangtua bilang kita ikut.”
P5-21 :” Iya. Ikut (sambil mengangkuk). Supaya anak-anak jangan sakit.”
Data dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa partisipan
bersikap mengikuti untuk menjauhi larangan makan dan minum
atas anjuran sumber-sumber yang didapat dengan alasan supaya
anak tetap sehat, tidak sakit, dan tubuh anak menjadi kebal
terhadap penyakit.
-
55
Pemahaman ibu terhadap respon bayi yang mendapat ASI
cukup juga penting karena erat kaitannya terhadap frekuensi dan
waktu ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui. Sehingga
implikasi bagi ibu adalah adanya pengalaman dalam memberikan
ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan partisipan:
P1-22 :” Kalau sekarang biasanya pagi 3 kali, siang 3 kali, malam 3 kali.
Jadi dalam sehari bisa sampai 9 kali. Itu belum pakai susu bantu.
Itu hanya ASI. Lamanya kira-kira bisa sampai lebih dari 1 jam,
sampai bayi saya kenyang baru dia membalikan wajah. Karena
hanya menyusui sebelah jadi harus lama. Kalau kedua payudara
bisa bergantian. Dia hanya mau susu di kanan, di kiri dia tidak
mau sama sekali. Mungkin sebelah manis sebalah asin. Tetapi
kalau dia lagi malas tidak sampai 1 jam.”
P2-21 :” Biasa kalau 1 hari itu biasa. (sambil mengingat) Biasanya kalau
pagi 1 kali waktu bangun tidur. Nanti selesai saya makan siang
lagi 1 kali saya menyusui lagi. Nanti kalau sore saya bantu dengan
susu botol. Kalau malam biasanya 2 kali saya bangun kasih ASI.”
P3-47 :” Waktu bayi lapar saja baru diberi ASI.”
P4-32 :” Hitung dari subuh jam jam 5 ASI 1 kali, nanti jam jam 8 begitu 1
kali lagi, itu baru jam jam 9 dia susu botol 1 kali. Jam 12 siang
susu saya (ASI). Kalau hitung-hitung dia bisa susu botol 3 kali.
Jam jam 3 sore saya kasi dia susu botol 1 lagi. Lalu sisanya dia
susu saya. Malam kasi susu tergantung dia bangun, dia tidur juga
beda-beda jam tidur. Dia ini biasa tidur di ayunan, jadi lama kalau
goyang dia tidak bangun. Kalau sudah dipindah di tempat tidur itu
jam jam 12. Atau tidak jam 11 baru susu saya. Saya sering keluar
buang air kecil jam jam 3, lihat dia sudah bangun. Itu karena dia
menangis. Soalnya bayi punya jam tidur ganti-ganti. Lama
menyusui saya tidak bisa mengkira-kira. Soalnya sampai dia lepas
sendiri.”
P6-23 :” Tidak bisa hitung begitu. Soalnya kalau menangis langsung
diberi ASI. Kadang menyusui sampai bayi tertidur. Kadang lama
kadang menyusui cepat.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa frekuensi dan waktu ibu
menyusui bayi dalam sehari sangat bervariasi. Sehari menyusui
bayi ada yang 9 kali, 5 kali, 4 kali, ada yang tidak terhitung dalam
-
56
memberikan ASI bahkan ada juga bayi disusui kalau lapar saja. Hal
ini menunjukkan keberagaman dan cara pandang yang berbeda
dalam pemberian ASI.
Sedangkan persepsi ibu terhadap kualitas bayi dalam
menyusu ditunjukkan dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1-23 :” Waktu melahirkan, bayi saya sudah digendong-gendong jadi
sudah keenakan ditangan. Jadinya tidak mau lama-lama
dipangkuan paha. Sudah tidak mau lagi. Jadi kalau gendong terus
menyusui lama, tetapi kalau tidak gendong malas untuk
menyusui.”
P3-43 :” Kalau lagi menyusui, lalu bayi melepas hisapan dari puting susu.
Terus waktu diberi ASI dia (anak kedua) tidak mau lagi. Itu berarti
sudah kenyang.
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa bayi akan tenang
menyusu jika posisi menyusu tepat dan bayi merasa aman dan
nyaman dalam gendongan. Bayi akan melepas puting susu jika
sudah kenyang dan tidak berusaha mencari puting lagi.
Kualitas bayi dalam menyusu memberikan pengalaman ibu
dalam memberikan ketenangan pada bayi. Berikut ungkapan
partisipan:
P2-22 :” Kalau saya menyusui, bayi saya menangis biasanya saya kasih
buju-buju miii, ayun-ayun, kalau dia merasa masih menangis
terus-terus berarti saya harus tambah lagi susu botol. Kalau saya
pencet begini (tangan partisipan mempraktekan cara pencet
puting) air susu ndak keluar berarti habis. Berarti saya coba lagi
pake susu botol. Habis susu botol, saya ayun-ayun dia hingga
tenang, terus saya kasih tidur. Baru saya pergi minum teh panas,
isi lagi makanan untuk selanjutnya persiapan untuk menyusui
lagi.”
P4-37 :” Kalau susu dia kenyang. Dia diam. Dia bermain-bermain. Itu
khan kenyang karena ASI. Itu dari kita. Kita makan kenyang, anak
juga kenyang. Kalau saya makan, saya kuat dengan teh gula. Teh
gula terus. Saya ajar dari mama. Kita belajar tidak dari orang lain,
-
57
semua mama kandung. Kalau tidak belajar dari orang yang lebih
tua dari kita. Pasti khan ada pelajaran yang mereka kasi.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat keberagaman
dari partisipan dalam memberikan ketenangan pada bayi. Bayi akan
merasa tenang jika mendapat sentuhan dan dalam kondisi kenyang
dengan ASI.
Hasil triangulasi yang dilakukan dengan suami partisipan
adalah sebagai berikut:
S1 : “ ASI membuat bayi sehat.. Supaya bayi sehat, supaya anak sehat”
S2 :” Menyusui itu bagus. Dan karena semua orangtua ingin supaya anaknya sehat”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa dengan memberikan
ASI pada bayi akan membuat bayi sehat.
3. Masalah penting yang mendukung dalam pemberian susu formula.
Sub temanya adalah:
a. Masalah dalam menyusui bayi
b. Keputusan pemberian susu formula pada bayi
c. Saran bidan kepada ibu dalam memberikan susu formula pada
bayi
d. Bulan pertama kelahiran bayi hanya mendapat ASI dan susu
formula
e. Persepsi ibu tentang awal pemberian makan pendamping pada
bayi
-
58
f. Ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang ASI eksklusif dari
tenaga kesehatan
ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena
mengandung semua zat gizi untuk membangun dan memperoleh
energi. Namun, bila ada faktor-faktor lain yang menghambat dalam
pemberian ASI kepada bayi maka masalah nutrisi bayi akan
menjadi sulit. Masalah penting yang mendukung pemberian susu
formula pada bayi adalah masalah dalam menyusui bayi. Berikut
ungkapan partisipan:
P1-7 :” Karena baru pertama kali menyusui jadi rasanya seperti sakit-sakit sampai 1 minggu baru sakitnya hilang.”
P2-7 :” Cuma itu kadang biasa itu apa terkadang menggigit saat
menyusui. Sehingga luka. Cara mengatasinya, biasanya saya
pakai baby oil untuk kasih kering luka. Saya biarkan selama 1 jam
atau lebih terus saya kasih hangat dengan air panas atau handuk
panas, supaya kotorannya keluar, baru saya menyusui lagi.”
P3-10 :” Kalau anak pertama, puting susu sakit. Pecah-pecah (lecet).
Hanya cuci pakai air hangat tetapi tetap menyusui. Pertama kali
(hari pertama) menyusui tidak sakit tetapi lama kelamaan baru
sakit.”
P6-6 :” Puting susu luka (lecet). Seperti retak-retak. ASI saya juga
banyak. Saya terus menyusui bayi saya walaupun puting susu
sakit.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa masalah ibu
dalam menyusui bayi adalah puting susu yang lecet menyebabkan
rasa sakit pada puting. Namun demikian ibu mempunyai cara untuk
mengatasinya yaitu dicuci dengan air hangat dan bayi tetap disusui.
Ada partisipan lain yang menyebutkan dalam mengatasi puting
-
59
yang lecet dengan diolesi baby oil kemudian dibiarkan selama 1
jam kemudian di cuci dengan air hangat dan bayi disusui lagi.
Triangulasi yang dilakukan dengaan suami partisipan,
diangkapkan sebagai berikut:
S1:” Cuma kadang ibu EN (Partisipan 1) sering mengatakan puting susu
sakit.”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa ibu mengalami
sakit pada puting saat menyusui.
Masalah penting lainnya yang mendukung pemberian susu
formula pada bayi adalah adanya keputusan dari ibu untuk memberi
susu formula. Berikut ungkapan partisipan:
P1-9 :” Tidak. Rasanya sakit pada saat menyusui sehingga saya
memberikan susu bantu.”
P1-14 :” Tidak ada. Hanya susu bantu. Pada saat melahirkan hari itu
puting susu belum keluar. Bayi menghisap payudara tetapi ASI
keluar sedikit, bayi tidak kenyang. Jadinya mereka suruh beri susu
bantu.”
P3-13 :” Inisiatif sendiri. Supaya buat bantu-bantu. Kalau air susu khan
masih kurang jadi dia belum kenyang, makanya bantu dengan
susu botol.”
P4-21 :” Dari diri sendiri. Takutnya bayi lapar.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa keputusan ibu
dalam memberikan susu formula pada bayi karena ibu masih
merasakan sakit pada puting yang lecet. Partisipan lain
mengatakan bahwa susu keluar sedikit dan puting susu belum
keluar sehingga bayi belum bisa menyusu dengan maksimal. Susu
formula diberikan atas inisiatif ibu karena ibu menganggap ASI
-
60
masih sedikit sehingga bayi belum kenyang kalau hanya minum ASI
saja.
Tenaga kesehatan dalam hal ini bidan juga memberikan
saran untuk bayi diberikan susu formula. Berikut ungkapan
partisipan:
P1-15 :” Bidan yang membantu melahirkan menyarankan untuk
pemberian susu bantu.”
P3-40 :” Tanya. Pertama air susu belum keluar jadi kasi susu botol.
Bidan suruh kasi untuk sementara. Anak pertama minum tapi anak
kedua kasi lagi tapi tidak minum.”
P5-12 :” Khan kalau anak yang pertama lahirnya jam 4 sore di rumah
sakit. Pada saat dilahirkan ASI belum keluar. Saya makan sayur-
sayuran penambah ASI, saat saya merasakan payudara sudah
penuh pada malam sekitar jam 7 baru saya menyusui (pertama
kali responden menyusui anak pertama). ASI yang keluar pertama
kali kuning dan kental. Untuk anak kedua lahirnya di rumah jam 10
pagi dibantu oleh bidan W, siangnya setelah selesai makan baru
ASI yang kuning kental keluar baru saya menyusui. Bidan W
menyarankan susu bantu karena ASI belum keluar sehingga pada
waktu lahir anak kedua sudah diberi susu bantu.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa partisipan
mengikuti saran bidan karena masalah ASI belum keluar.
Bulan pertama kelahiran, bayi mendapat ASI dan sudah
diberi susu formula. Berikut ungkapan partisipan :
P1-18 :” Tidak ada. Tidak pernah beri air putih. Cuman ASI dan susu
botol.”
P6-13 :” Pagi-pagi baru kasi dia susu bantu. Karena belum makan. Kalau
dia bangun kasi susu bantu, setelah itu susu saya (ASI). Cuma
pagi hari saja. Tetapi kalau terlambat makan, siang-siang ada lagi
(beri susu bantu). Kasi susu bantu soalnya saya terlambat makan.
Tetapi tetap ASI.”
-
61
Data penelitian diatas mengungkapkan bahwa bayi sudah
mendapat ASI dan susu formula saat bulan pertama kelahiran. Ibu
terlambat makan sehingga pagi hari bayi diberi susu formula.
Masalah penting lain yang membuat pemberian ASI tidak
adekuat adalah pemberian makanan pendamping ASI sebelum
waktunya. Berikut adalah ungkapan partisipan:
P1-16 :” Pada saat bayi berumur 4 bulan. Ajar makan dengan kuning
telur ayam kampung setelah itu dikasih makan SUN. Nanti pagi 1
kali dan sore 1 kali.”
P3-25 :” Telur ayam kampung yang kuningnya. Orang mengatakan
pertama cako dulu buat mengeluarkan lendir. Biasanya orang
pakai daun papari. Tapi saya untuk anak pertama pakai tomat,
tomat direbus lalu airnya disaring lalu minum. Nanti anak muntah
lendir-lendir. Terus besoknya baru diberi makan anak. Anak kedua
ingin seperti begitu lagi.”
P3-28 :” Menyusui. Makan ikut bulan. Umur 6 bulan makan 1 kali. Umur 9
bulan makan 3 kali. Umur 6 bulan itu 1 kali SUN, ASI, terus susu
botol.”
P4-23 :” Kalau anak pertama itu ajar makan dengan kuning telur ayam
kampung. Saat dia 4 bulan.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat
keberagaman pemahaman dan persepsi ibu dalam memberikan
makanan pendamping ASI (MPASI), yang mempengaruhi ibu dalam
memberikan makanan pendamping tersebut. Pemberian MPASI
dimulai dari bayi berumur 4 bulan. Menu MPASI yang diberikan
adalah kuning telur ayam kampung, SUN, kemudian tetap diberikan
susu botol dan ASI.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif juga
merupakan masalah bagi ibu dan bayi. Ibu tidak mendapatkan
-
62
penjelasan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Berikut
ungkapan partisipan:
P1-29 :” Tidak dapat penjelasan hanya bidan beri semacam buku
posyandu. Bidan mengatakan harus memiliki buku tersebut.
Sebentar nona, saya masuk ambil bukunya (masuk ke kamar
kemudian mengeluarkan KMS bayi. Kira-kira 4 menit ibu EN
keluar dan menunjukan buku KMS untuk peneliti).”
P1-33 :” Tidak pernah. Saya hanya rutin membawa bayi saya ke
posyandu. Tetapi tidak ada penjelasan tentang ASI eksklusif.”
P2-28 :” Tidak pernah ada penjelasan tentang ASI eksklusif. Saya tidak
tahu tentang tentang ASI eksklusif.”
P4-38 :” Tidak pernah. Selama saya pergi puskesmas. Periksa darah,
timbang, ukur tinggi, mereka tidak pernah jelaskan. Itu selama
saya periksa disini. Saya belum pernah belajar-balajar ASI
eksklusif. Dan saya juga tidak tahu tentang ASI eksklusif. Cuman
tahu baca-baca sedikit-sedikit saja. Kurang paham dengan itu.”
P5-7 :” Bidan atau dokter tidak pernah menjelaskan tentang menyusui.
Saya rutin ke posyandu, tetapi tidak pernah dijelaskan tentang
menyusui. Selama kehamilan, saya rajin periksa di dokter praktek.
Di dokter praktek hanya memeriksakan kehamilan, kadang suntik,
kadang beri obat. Hanya itu saja.”
P6-29 :” Saya tidak pernah mendapat penjelasan tentang ASI eksklusif.
Cuman waktu itu pernah bidan mengatakan harus rajin beri ASI
pada bayi. Jangan beri susu botol.”
Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa tenaga
kesehatan kurang berperan dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang ASI eksklusif. Hal ini dibuktikan dengan
ungkapan partisipan, yaitu ibu tidak tahu tentang ASI eksklusif,
bidan atau dokter tidak menjelaskan tentang menyusui, sehingga
partisipan hanya membaca sedikit dari buku dan belum memahami
secara keseluruhan mengenai ASI.
-
63
4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui
bayi.
Sub temanya adalah:
a. Penjelasan tentang menyusui oleh tenaga kesehatan
b. Peran tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan
kesehatan
c. Fenomena pemberian ASI pada bayi
d. Pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian ASI pada
bayi
e. Pemahaman ibu tentang ASI eksklusif
f. Upaya yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan
motivasi ibu dalam memberikan ASI
g. Faktor pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian
ASI
Kemampuan menyusui merupakan tindakan nyata dari
seorang ibu kepada bayinya. Tidak semua ibu mau dan mampu
memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai alasan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi ibu untuk memutuskan
menyusui bayinya adalah karena adanya penjelasan tentang
menyusui oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah ungkapan
partisipan:
P1-5 :” Ya pernah.. Saya pertama kali mendapat penjelasan tentang
menyusui itu ... di Posyandu Allang. Bidan di posyandu Allang
menjelaskan tentang cara menyusui yang baik dan cara merawat
bayi.”
-
64
P2-6 :” Waktu setelah melahirkan…kira-kira setengah jam saya
langsung disuruh menyusui. Disaat itu susu saya khan belum
keluar cuman bidan bilang “biar saja… coba bayi untuk tetap
dihisap supaya mengeluarkan ASI”. Begitu saja.”
P3-6 :” Iya bidan disini di Puskesmas Lilibooi. Waktu anak pertama.
Pada saat pemeriksaan kehamilan, saat setelah melahirkan ada
bidan yang menjelaskan cara menyusui begini dan begitu.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan
memberikan penjelasan tentang cara menyusui yang baik dan cara
merawat bayi. Tenaga kesehatan berperan dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada partisipan. Berikut ungkapan
partisipan:
P1-6 :” Bidan mengatakan cara menyusui yang baik itu, sebelum
menyusui harus minum air, setelah itu sebelum memberikan ASI
ke mulut bayi harus pencet puting supaya kotoran pada ASI keluar
baru menyusui bayi. Cara merawat bayi, harus perhatikan pola
menyusui bayi, misalnya dari jam 6 sampai jam 8 harus menyusui,
setiap 2 jam sekali harus menyusui lagi.”
P3-7 :”Sering bersihkan puting susu. Biar puting susu keluar jangan
masuk kedalam.”
P3-42 :” Biasa bidan jaga datang cek-cek anak-anak, jadi bidan suruh
menyusui, bidan yang ajar cara menyusui.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa tenaga kesehatan
memberikan pendidikan kesehatan dengan baik kepada partisipan.
Bidan mengajari bagaimana cara menyusui yang baik, cara
merawat bayi dengan memperhatikan pola pemberian ASI setiap 2
jam sekali dan mengajari untuk sering membersihkan puting susu.
Setelah melahirkan, seorang ibu tidak mempunyai pilihan lain
kecuali harus menyusui bayinya. Hal ini juga diyakini oleh budaya
yang ada di masyarakat bahwa akan sempurna menjadi seorang
-
65
ibu jika sudah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Fenomena
pemberian ASI kepada bayi mewarnai kehidupan partisipan. Berikut
ungkapan partisipan:
P1-25 :” Biasanya yang lain kerja, saya masih bisa beri ASI tidak pikir
kerja di rumah. Kadang kalau saya lagi kerja, neneknya yang
dukung dia sampai saya selesai kerja atau dia menangis baru
mereka beri ke saya.”
P2-23 :” Dari lahir saya kasih.”
P3-44 :” Bagus. Selain itu lebih hemat tidak perlu beli susu kaleng. Lebih
gampang.”
Data penelitian diatas menunjukkan fenomena yang terjadi
pada partisipan adalah pemberian ASI merupakan kewajiban dari
seorang ibu. Partisipan mempunyai justifikasi bahwa pemberian ASI
lebih mudah, lebih hemat, dan tidak perlu membeli susu formula.
Hasil wawancara juga menunjukkan adanya pemahaman ibu
dalam memprioritaskan pemberian ASI kepada bayi, ibu
mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut ungkapan
partisipan:
P1-26 :” Biasa kalau ada kerja apa-apa begitu, kasi tinggal kerja dulu.
Beri ASI dulu, nanti kerja dari belakang yang penting beri ASI
jangan sampai dia lapar.”
P3-45 :” ASI menyusui bayi dari 0 bulan sampai 6 bulan.”
P4-35 :” Perasaannya kacau. Karena khan mau kerja cepat. Tapi anak
mau susu terus. Bertahan dengan anak sajalah. Bertahan dengan
dia punya susu saja. Biar kerja terhambat. Kalau saya sendiri saya
tidak kasi susu botol. Macam pekerjaan ada saya tinggalin saja.”
Data penelitian diatas menunjukkan bahwa ibu sudah
mempunyai pemahaman bagaimana memprioritaskan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi. Setiap kali ibu harus bekerja maka ibu
-
66
akan memberikan ASI dulu dan ASI diberikan dari usia 0-6 bulan. Ibu
juga mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif. Berikut
ungkapan partisipan:
P1-31 :” Yang saya tahu ASI eksklusif lebih baik dari susu bantu. ASI
eksklusif seperti …. semacam susu saja. Seperti susu ibu (ASI)
dan susu botol.”
P4-40 :” Setelah melahirkan saya menyusui.”
Pemahaman partisipan tentang ASI eksklusif adalah bahwa
ASI lebih baik dari susu bantu dan setelah melahirkan ibu langsung
menyusui. Pengertian dan pemahaman yang masih superfisial dari
ibu tentang ASI eksklusif, namun ibu mampu memaknai bahwa ASI
lebih baik bagi dari pada susu formula.
Setelah ibu mempunyai pemahaman tentang ASI eksklusif
dan mampu memprioritaskan pemberian ASI pada bayinya, ibu
mempunyai motivasi dan melakukan upaya untuk belajar menyusui
bayi berikut ungkapan partisipan:
P1-38 :”Supaya gizi tambah, lebih sehat, supaya tumbuh besar. Saya ingin menyusui terus sampai bayi saya umur 6 bulan atau 1 tahun.”
P2-34 :” Alasannya supaya bayi sehat, perkembangan baik, katanya
bagus menyusui itu bagus. Saya ingin terus menyusui.”
P4-43 :” Kalau kita menyusui anak khan, supaya sehat, dia punya badan
khan bagus dengan itu juga. Saya ini juga sebenarnya tidak mau
kasi dia susu bantu. Saya mau cuma ASI, cuma dia makan sudah
banyak, susu sudah terlalu banyak. Saya rasa susu ASI yang
bagus buat anak-anak saya. Anak pertama sampai anak kedua.
Karena anak pertama itu khan itu belum lepas susu lai, karena
sudah tahu ada dia punya adik, makanya lepas (berhenti
menyusui). Kasi susu bantu buat dia (anak pertama).”
P5-31 :” Tidak ada. Cuman ASI saja.”
P1-37 :” Belajar sendiri (sambil tersenyum).”
-
67
P5-32 :” Belajar sendiri saja. Tidak belajar dari siapa-siapa.”
Data penelitian diatas menunjukkan motivasi ibu dalam
memberikan ASI adalah bayi sehat, mendapat kecukupan gizi, bayi
dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan upaya
yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui berasal dari diri sendiri,
termotivasi sendiri.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ibu dalam
memutuskan untuk menyusui bayi adalah adanya dukungan sosial
yang termanifestasi dalam bentuk dukungan sosial sehingga ibu
mampu mengambil keputusan untuk memberikan ASI kepada
bayinya. Berikut adalah ungkapan partisipan:
P1-42 :” Dari semua. Dari suami ayah mertua, ibu mertua, dan ibu
kandung.”
P2-46 :” Suami saya dan ipar-ipar dari suami saya. Contohnya dia suruh
makan sayur katuk, katanya menambah air susu, atau sayur katuk
dicampur terong, atau sayur matel yang bikin tambah kencang
susu, atau juga makan kacang-kacangan.”
P3-49 :” Yang paling besar dukungan dari suami.”
P2-39 :” Di suruh makan sayuran dan buah-buah. Buah-buah kalo orang
makasar bilang pisang burung-burung yang kecil-kecil kalo di
ambon ndak (tidak) tau itu namanya (tertawa kecil).”
P3-50 :” Kalau suami dorong untuk makan sayur-sayuran, ikan supaya
dapat menyusui. Maksudnya selalu diingatkan untuk makan sayur,
begitu-begitu saja. Suami juga jaga kasi uang untuk beli susu.”
P5-36 :” Ya mertua hanya melihat saja. Tidak banyak bicara. Waktu ASI
belum keluar, mertua menyarankan untuk makan sayur-sayuran
seperti daun matel, daun singkong, sayur jantung pisang,
semuanya untuk penambah ASI. Kadang juga mertua yang
memasak sayuran tersebut untuk saya makan. (sambil
mengingat).”
-
68
P1-47 :” Itu dari diri saya sendiri ingin menyusui. Tetapi ditambah lagi
dengan seperti yang tadi itu nenek saya mengatakan air susu ibu
itu bagus.”
P3-51 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri sendiri.”
P4-48 :” Semua tergantung dari diri sendiri.”
P5-38 :” Pengambilan keputusan untuk menyusui dari diri saya sendiri.
Kalau susu bantu, untuk anak pertama susu bantu dari diri saya
sendiri. Kalau yang kedua dari bidan W. Pada waktu anak kedua
lahir ASI belum keluar. Bidan W yang membantu saya dalam
melahirkan di rumah menyarankan untuk beri susu bantu.”
Data penelitiaan diatas menunjukkan bahwa sumber
dukungan sosial dalam memberikan ASI berasal dari suami, ayah
mertua, ibu mertua, ibu kandung, dan ipar dari suami. Bentuk
dukungan dalam memberikan ASI adalah ibu disuruh makan sayur,
ikan, buah supaya produksi ASI banyak. Faktor pendukung
pengambilan keputusan dalam pemberian ASI adalah berasal dari
diri sendiri.
Triangulasi yang dilakukan dengan suami dan orang tua
partisipan adalah sebagai berikut:
S2 : “Diskusi antara saya dan juga istri. Tapi kalau soal menyusui semuanya istri.” OT3:” Selalu mengingatkan untuk makan sayur-sayuran, ikan, makanan yang sehat-sehat supaya dapat menyusui dengan baik.”
Data triangulasi diatas menunjukkan bahwa pengambil
keputusan dalam menyusui adalah dilakukan diskusi antara suami
dan isteri. Selain itu, orang tua juga mengingatkan kepada ibu
supaya mempunyai nutrisi yang adekuat dengan makan sayur, ikan,
dan makanan sehat lainnya supaya ibu dapat menyusui dengan baik.
-
69
4.4 Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dukungan sosial
mampu mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk menyusui bayi
yang didapatkan dari 4 tema, yaitu :
1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi
2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi
3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada
bayi
4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk
menyusui bayi
Berikut adalah pemaparan dari tema-tema yang telah ditemukan
dalam penelitian ini:
1. Dukungan sosial selama masa menyusui bayi
Hasil penelitian ini menunjukan adanya dukungan sosial
bagi partisipan selama masa menyusui yaitu sumber dukungan
sosial selama masa menyusui, dukungan sosial dalam bentuk
instrumental, dan dukungan sosial dalam bentuk informatif.
Sedangkan dukungan sosial dalam bentuk emosional dan
penghargaan tidak didapat pada penelitian ini.
Dukungan sosial berasal dari keluarga dan dukungan
suami merupakan sumber dukungan sosial terbesar bagi
partisipan (Sherriff et al, 2014 ; Brown & Davies, 2014). Hal ini
sejalan dengan teori Sarafino (2006) dimana sumber dukungan
-
70
sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang
hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya
yaitu keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman
dekat.
Dukungan sosial instrumental berupa tindakan langsung
seperti keluarga mengurus bayi jika ibu sedang melakukan
pekerjaan rumah (Lester, 2014). Sedangkan dukungan sosial
informatif yang diberikan keluarga berupa informasi tentang
menyusui, pemberian nasihat agar menjaga kesehatan, dan
komunikasi suami-istri. Hal ini sesuai dengan teori House (Lihat
Setiadi, 2008) dimana bantuan instrumental mempermudah
aktivitas dan bantuan informatif untuk menambahkan informasi.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mazza et al, 2014 berjudul Influence of social
support networks for adolescent breastfeeding mothers in the
process of breastfeeding, menyebutkan dukungan sosial primer
berasal dari pengaruh keluarga dan orang terdekat.
2. Persepsi dan pengalaman ibu dalam menyusui bayi
Data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan
partisipan menunjukkan adanya persepsi dan pengalaman dari
beberapa ibu dalam menyusui bayinya, yaitu pengalaman
menjadi seorang ibu, pengalaman ibu menyusui bayi, persepsi
ibu terhadap kesehatan dan bayinya, sumber pemahaman ibu
-
71
tentang larangan makan atau minum selama menyusui, persepsi
ibu tentang larangan makan dan minum, sikap ibu terhadap
larangan makan dan minum selama menyusui, pemahaman ibu
terhadap respon yang mendapatkan ASI yang cukup, persepsi
ibu terhadap kualitas bayi dalam menyusui, serta pengalaman
ibu dalam memberikan ketenangan pada bayi.
Dalam proses menyusui tentunya ibu juga mempunyai
pengalaman bagaimana menyusui bayi. Pengalaman menyusui
ini memberikan suatu pemahaman kepada ibu bahwa menyusui
memberikan keuntungan banyak hal dalam nutrisi, imunologi,
dan psikologis kepada bayi. Sedangkan pengalaman ibu menjadi
seorang ibu adalah kemampuan dirinya berperan menjalankan
tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu kepada bayinya,
yaitu mampu memberikan ASI kepada bayi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Arora et al, 2000 berjudul Major Factors
Influencing Breastfeeding Rates : Mother’s Perception of
Father’s Attitude and Milk Supply, menyebutkan alasan terbesar
ibu memilih untuk memberikan ASI karena keuntungan
kesehatan bayi, unsur alamiah (naturalness), dan ikatan
emosional dengan bayinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyusui sangat
penting karena mempunyai manfaat yang sangat besar bagi
bayi. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan bahwa
-
72
dengan menyusui ibu mempunyai pengalaman yang sangat
berharga tentang memberikan ASI, ibu juga mempunyai
pemahaman tentang larangan makan dan minum selama
menyusui sehingga tidak mengganggu produksi. Ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Uchenna, 2012 berjudul
Problem Encountered by Breastfeeding Mothers in Their Practice
of Exclusive Breast Feeding in Tertiary Hospitals in Enugu State,
South-east Nigeria, menyebutkan bahwa adanya larangan
makanan bagi ibu menyusui sesuai dengan mitos budaya agar
tidak mengganggu produksi ASI.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan pengalaman ibu
tentang menyusui dan pemahaman ibu terhadap kesehatan diri
dan bayinya, serta ibu mempunyai pemahaman terhadap respon
bayi yang mendapatkan ASI dengan cukup, yaitu dengan
menyusui bayi mendapatkan nutrisi yang baik dan membantu
perkembangan bayi (Eidelman & Schanler, 2012 ; Ip et al, 2007).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Lööf-Johansson et al, 2013 berjudul Breastfeeding as A Specific
Value in Woman’s Lives: The Experiences and Decision of
Breastfeeding Women, menyebutkan bahwa kemauan untuk
menyusui karena ibu serta naluri sebagai seorang ibu dan
menyusui memiliki keuntungan secara biologi, sensual,
-
73
relasional, dan unsur-unsur sosial yang menguatkan keputusan
untuk menyusui.
3. Masalah penting yang mendukung pemberian susu formula pada
bayi.
Hal penting yang didapatkan dari dukungan pemberian
susu formula karena ada berbagai masalah yang dialami ibu.
Hasil dari penelitian ini adalah ibu mengalami masalah menyusui
bayi, yaitu adanya perlukaan atau lecet pada puting susu, puting
susu tidak mau keluar yang menyebabkan ibu berkeputusan
untuk memberikan susu formula pada bayi.
Saat menyusui, puting susu dapat mengalami lecet-lecet,
retak atau terbentuk celah. Masalah puting susu lecet biasanya
terjadi dalam minggu pertama setelah bayi lahir dengan insiden
sekitar 23% ibu primipara dan 31% ibu multipara. Masalah ini
dapat hilang dengan sendirinya jika ibu merawat payudara
dengan baik dan teratur. Pada keadaan ini sering kali seorang
ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Penyebab
puting susu lecet adalah karena posisi dan kelekaatan bayi yang
buruk pada payudara, adanya pembengkakan sehingga
perlekatan terganggu, penyebab fisiologis seperti bayi dengan
lidah pendek atau palatum tinggi, menarik bayi dari payudara
tanpa melonggarkan kuncian mulut bayi pada payudara ibu,
penggunaan zat yang dapat memicu reaksi kulit, infeksi
-
74
sariawan, dan memompa terlalu kuat dengan pompa payudara
(Astutik, 2014).
Susu formula diberikan pada bayi karena ibu mengalami
pembengkakan pada payudara. Payudara menjadi merah,
bengkak dan kadangkala diikuti rasa nyeri, panas, serta suhu
tubuh meningkat. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya ASI
dihisap atau dikeluarkan atau penghisapan yang kurang efektif,
kebiasaan menekan payudara dengan jari atau tekanan baju
atau BH, pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara
yang besar terutama pada bagian bawah payudara yang
menggantung, adanya lecet pada puting dan trauma pada kulit
juga dapat mengundang infeksi bakteri (Restuning, 2008).
ASI merupakan suatu kondisi terbaik antara ibu dan bayi
karena akan terjalin ikatan batin ibu-anak yang kuat. Hasil
penelitian ini menunjukkan beberapa ibu memilih memberikan
susu formula pada bayinya. Astutik (2014), menjelaskan bahwa
beberapa ibu ada yang memilih untuk memberikan susu formula
sebagai pengganti ASI dengan berbagai alasan. Padahal
sebenarnya susu formula tidak dapat disejajarkan dengan ASI
karena ASI adalah yang terbaik bagi bayi.
WHO/UNICEF (2009), menyebutkan beberapa kondisi
yang merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti
ASI adalah:
-
75
a. Kondisi bayi
1. Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu
lainnya kecuali formula khusus adalah sebagai berikut
bayi dengan galaktosemia klasik diperlukan susu
formula bebas galaktosa, bayi dengan penyakit kemih
beraroma sirup mapel (mapel syrup urine disease)
diperlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin,
dan valin. Bayi dengan fenilketouria diperlukan formula
khusus berbau fenilalanin.
2. Bayi dengan ASI tetap merupakan pilihan makanan
terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain
untuk jangka waktu terbatas. Bayi lahir dengan berat
badan kurang dari 1500 gram, bayi lahir kurang dari 32
minggu usia kehamilan, bayi baru lahir yang beresiko
hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi
metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa,
seperti bayi prematur, stres iskemik/intrapartum
hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit, dan bayi-
bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes.
b. Kondisi ibu
Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang
disebutkan dibawah ini harus mendapat pengobatan sesuai
dengan standar pedoman.
-
76
1. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan
penghindaran menyusui secara permanen, yaitu infeksi
HIV.
2. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan
penghentian menyusui untuk sementara waktu adalah
penyakit parah yang menghalangi ibu untuk merawat
bayi misalnya sepsis, virus herpes simplek tipe 1,
pengobatan ibu.
3. Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui
walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang
menjadi perhatian. Yaitu abses payudara, hepatitis B,
hepatitis C, mastitis, tuberkulosis, penggunaan zat
nikotin dan alkohol.
Hasil penelitian juga menunjukkan masalah penting lainnya
sehingga bayi diberikan susu formula adalah karena pada bulan
pertama kelahiran bayi mendapatkan susu formula, ibu
mempunyai pemahaman tentang pemberian makanan
pendamping ASI, dan ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang
ASI eksklusif dari tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Trickey & Nuwburn
(2004) dalam penelitiannya yang berjudul Goals, dilemmas and
assumptions in infant feeding education and support. Applying
theory of constraints thinking tools to develop new priorities for
-
77
action, menyebutkan bahwa ada tiga masalah penting yang
menyebabkan bayi mendapatkan susu tambahan, yaitu ibu
memberikan susu formula karena tidak mendapatkan dukungan
yang baik, ibu tidak mendapatkan penjelasan tentang masalah
dalam menyusui, kebanyakan ibu tidak mengetahui tentang
manfaat dari menyusui dan tidak mendapatkan bantuan untuk
mengakses pengetahuan pemberian ASI.
4. Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk
menyusui bayi
Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu untuk
memutuskan menyusui bayinya adalah adanya penjelasan
tentang menyusui oleh tenaga kesehatan, peran pendidikan
kesehatan oleh tenaga kesehatan, fenomena pemberian ASI
pada bayi, pemahaman ibu dalam memprioritaskan pemberian
ASI pada bayi, pemahaman ibu tentang ASI eksklusif, upaya
yang dilakukan ibu untuk belajar menyusui bayi dan motivasi ibu
dalam memberikan ASI, faktor pendukung pengambilan
keputusan dalam pemberian ASI.
Hasil penelitian menunjukkan peran penting tenaga
kesehatan untuk mendukung dan mendorong kelangsungan
pemberian ASI yaitu adanya penjelasan tentang menyusui oleh
tenaga kesehatan dan peran tenaga kesehatan dalam
-
78
memberikan pendidikan kesehatan (Labarere et al, 2005 ;
Mulcahy et al, 2011 ; Purdy, 2010).
Fenomena pemberian ASI dibuktikan dengan ungkapan
partisipan bahwa ASI merupakan kewajiban seorang ibu dan
adanya justifikasi ASI lebih hemat (Schardosim et al, 2013).
Selain itu, keuntungan ASI membuat ibu termotivasi dan
berupaya untuk memberikan ASI kepada bayinya (Pinto et al,
2016).
Faktor yang mempengaruhi ibu dalam memutuskan untuk
menyusui bayi lainnya ialah pemahaman ibu dalam
memprioritaskan pemberian ASI pada bayi dan pemahaman ibu
tentang ASI eksklusif. Pemberian ASI diprioritas oleh diri ibu
supaya kebutuhan makan bayi terpenuhi (Tully & Ball, 2013).
Menyusui adalah hak bayi yang harus dipenuhi oleh ibu
yang melahirkan, tetapi kenyataannya menyusui tidak semudah
seperti yang dibayangkan. Kontinuitas menyusui dapat
dipengaruhi oleh dukungan sosial dari orang lain yang
berinteraksi dengan ibu, sehingga ibu merasakan kenyamanan
secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri atas pasangan
hidup (suami), orang tua, saudara, kerabat, teman, tenaga
kesehatan lain, serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan
(Villar et al, 2009 ; Rowe et al, 2013 ; Kohan et al, 2016).
-
79
Peran suami untuk mendukung keberhasilan menyusui
dapat dimulai sejak masa kehamilan. Keikutsertaan suami
secara aktif dalam masa kehamilan membantu keberhasilan
isteri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayi. Hal ini sangat
ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami
dalam masa-masa kehamilannya (Roesli, 2006). Suami
mempunyai peran memberi dukungan memberi dukungan dan
ketenangan bagi ibu yang sedang menyusui. Dalam praktik
sehari-hari, peran suami ini justru sangat menentukan
keberhasilan menyusui. Hal ini mencakup seberapa jauh
keterampilan masing-masing maupun ibu dalam menata dirinya.
Dengan melatih menata diri secara lahir batin, maka produksi
ASI pun menjadi lancar dengan kualitas yang makin baik. Perlu
diingat bahwa ASI yang diproduksi tidak terlepas dari
keselarasan pikiran dan jiwa dari kedua orangtua. Melalui ASI,
pikiran dan jiwa bayi ditumbuhkembangkan menjadi karakter
yang kuat, cerdas, dan bijaksana (Harwood, 2011).
Keputusan untuk menyusui berasal dari diri ibu. Keluarga
memberikan kontribusi yang besar terhadap keinginan ibu untuk
menyusui bayi selain memberikan pengaruh yang kuat untuk
pengambilan keputusan untuk tetap menyusui (Kong & Lee,
2004).
-
80
Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nesbitt et al, 2012 dalam penelitiannya yang
berjudul Canadian adolescent mothers perception of influence on
breastfeeding decisions: a qualitative descriptive study,
menyebutkan bahwa ibu mempunyai motivasi sendiri untuk
menyusui karena dengan menyusui ada keuntungan bagi bayi,
faktor-faktor yang mempengaruhi menyusui secara
berkesinambungan adalah dampak menyusui pada situasi sosial
dan terdapat hubungan yang erat antara ibu dan bayi,
kemampuan dukungan sosial, bertambahnya pengetahuan ibu
tentang praktik menyusui dan manfaatnya, serta ibu mempunyai
intuisi yang lembut kepada bayi saat menyusui.
4.5 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah sesuai data puskesmas
yang diberikan pada peneliti terdapat 10 calon partisipan sesuai
dengan kriteria inklusi yang peneliti gunakan. Peneliti hanya dapat
mengambil 6 partisipan. Dengan alasan, ada calon partisipan
setelah selesai melahirkan pindah rumah sehingga peneliti
mengalami kesulitan untuk menemui partisipan. Kurangnya
kesadaran dari calon partisipan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Ada calon partisipan yang menolak untuk menjadi
partisipan dan tidak mau berkontribusi dalam penelitian ini dengan
alasan tidak suka diwawancarai.