BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK...
Transcript of BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK...
60
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK DAN
KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI BAGI TENAGA KERJA INDONESIA
KASUS DI DUKUH KARAKAN KARANGUDI, KABUPATEN SRAGEN
A. Analisis terhadap respon masyarakat dan tokoh ulama’ mengenai TKI di
dukuh Karakan, Ngampal, Sragen.
Jumlah peduduk dukuh Karakan tercatat seluruhnya berjumlah 555
orang.1 Dari jumlah tersebut penulis mengambil 20 orang secara acak untuk
diwawancarai tentang pendapat mereka mengenai TKI yang bekerja diluar
negeri khusunya tenaga kerja wanita.
Kebiasaan yang terjadi di dukuh Karakan, banyak dari mereka yang
hanya lulus sekolah menengah ke bawah, lebih memilih bekerja ke luar negeri
dari pada bekerja di negeri sendiri. Dan dengan adanya fenomena tentang TKI,
terjadi pula kontroversi tentang pendapat dan respon masyarakat dan tokoh
ulama’ di dukuh Karakan. Dalam dilematika yang terjadi sekitar TKI tidak
semua mengatakan setuju dengan adanya TKI, ada juga yang tidak setuju.
Hasilnya menunjukan bahwa yang setuju dengan kepergian TKI adalah
14 orang, Sedang yang tidak setuju adalah 6 orang.2 Ini menunjukan bahwa
masyarakat dukuh Karakan secara umum setuju dengan kepergian TKI ke luar
negeri khususnya tenaga kerja wanita.
Hal tersebut dapat dimaklumi sebab mereka yang pergi keluar negeri
kebanyakan pulang dengan membawa keberhasilan dari segi materi. Dari yang
belum punya rumah bisa beli rumah, dari yang belum punya sawah bisa punya
1 Data Observasi, Dukuh Karakan : 4 April 2005. 2 Data Observsi, Dukuh Karakan : April 2005.
61
sawah dsb. Kondisi tersebut merangsang keinginan masyarakat dukuh Karakan
untuk mengadu keberuntungannya ke luar negeri. Di tengah-tengah kondisi
ekonomi yang semakin sulit sekarang ini, dimana lapangan pekerjaan khususnya
di dalam negeri semakin menyempit, agaknya menjadikan masyarakat
mengabaikan pertimbangan-pertimbangan lain dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi mereka, Termasuk dengan mengirim isteri atau anak mereka untuk
bekerja di luar negeri.
Selain itu, dilihat dari tingkat pendidikan mayarakat dukuh Karakan
dimana dari 555 orang hanya 20 orang yang merupakan tamatan perguruan
tinggi dan selebihnya adalah tamatan SLTA 85 orang, SLTP 80 orang dan SD
serta tidak tamat SD sebanyak 237 orang. Ini tentunya berpengaruh terhadap
pola pikir masyarakat dukuh Karakan dalam menjalani hidup atau cara hidup
mereka (way or life).
Masyarakat awam atau boleh dikatakan sebagai masyarakat
berpendidikan rendah, sering sekali mengabaikan aspek-aspek psikologis seperti
kepuasan batin dalam menjalani kehidupan mereka. apalagi ditunjang dengan
ketidakberdayaan ekonomi yang mereka alami.
Dalam konteks masyarakat dukuh Karakan yang mayoritas sebagai
petani, terlihat bahwa mereka ingin merubah keadaan ekonomi mereka dengan
jalan kerja ke luar negeri. Bahkan mereka (TKW) yang sudah bersuami rela
meninggalkan kewajiban sebagai isteri dan sebagai ibu rumah tangga. Hal
tersebut ternyata juga didukung oleh suami dan keluarga mereka.
62
Sementara masyarakat dukuh Karakan yang berpendidikan lebih tinggi
dan beberapa orang yang dituakan atau dianggap sebagai tokoh masyarakat,
berpandangan mengenai TKI sebagian mengatakan setuju dan ada juga yang
tidak setuju.
Untuk pendapat beliau yang tidak setuju dengan kepergian TKI ke luar
negeri, yaitu beliau bapak Ustadz Mustarrohim dan kawan-kawan berpendapat
bahwa “Selagi kita masih bisa hidup dan mencari nafkah di negeri sendiri,
mengapa harus pergi ke negara orang asing, apalagi seorang wanita karena ia
mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh suami, sesuai dengan hadist Nabi:
حق المراء ة على الزوج ان يطعمها ادااطعم ويكسوهااداآتسى
Artinya:”hak isteri kepada suami adalah memberi makan kepada isterinya apabila ia makan, memberi pakaian kepada dirinya apabila ia berpakaian”.
Nafkah adalah kewajiban seorang suami kepada isteri, jadi tidak perlu
seorang wanita pergi jauh-jauh sedang suami duduk manis di rumah”.3 Argumen
yang demikian menunjukkan bahwa ketidak setujuan bapak Ustazd dan kawan-
kawan terhadap perekrutan tenaga kerja ke luar negeri.
Penulis sepakat dengan pendapat Ustadz Mustarroqim dkk, karena
memang dilihat dari segi normative hukum Islam suamilah yang wajib
memberikan nafkah kepada sang isteri, sebagaimana dalam kesepakatan ulama’
yang mendasarkan pada firman Alloh S.W.T. sebagai berikut:
3 Mustarrohim, Wawancara di Dukuh Karakan: 20 April 2005
63
وعلى المولود له رزقهن وآسوتهن بالمعروف Artinya: “dan kewajiban ayah yaitu memberikan makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma’ruf.4 (Q.S. Al Baqaroh :233)
Ayat ini memberi penjelasan bahwa sang suami harus memberikan
nafkah kepada isteri dengan cara yang baik, suami harus bekerja untuk
menghidupi anak dan isterinya demi terhindar dari kelaparan dan kemiskinan
yang mengancam bangsa Indonesia umumnya dan warga dukuh Karakan
khususnya. Lalu dalam hukum positif yakni KHI pasal 80 ayat 4 yang
menyatakan bahwasanya: Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:(a)
Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri. (b)Biaya rumah tangga, biaya
perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak. (c)Biaya pendidikan anak.
Dan dalam UU perkawinan pasal 34 ayat 1 menjelaskan bahwa Suami sebagai
kepala rumah tangga wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan sang suami.
Namun apabila hal itu diterapkan di dukuh Karakan penulis rasa itu tidak
akan jalan, sebab lapangan pekerjaan di dukuh setempat belum tersedia kecuali
bercocok tanam dan bekerja sebagai buruh tani. Maka untuk menghidupi
keluarganya isteri ikut andil di dalamnya dengan berprofesi sebagai TKI di luar
negeri.
Dengan perginya isteri ke luar negeri memang dapat menghasilkan
materi namun hal itu juga tidak menjamin kebahagiaan yang sejati, karena bisa
saja dengan bekerja sebagai TKI akan berdampak pada kehidupan keluarga
nantinya. Seperti kasus-kasus TKI yang sudah terjadi pada kehidupan
4 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 57
64
masyarakat dukuh Karakan, penganiayaan, penipuan, lalu adanya percekcokan
dalam rumah tangga setelah kepulangan sang isteri dari luar negeri,
penyelewengan ketika ditinggal sang isteri dan lain sebagainya. Meskipun tidak
begitu banyak tapi penulis kira itu sudah cukup untuk dijadikan pelajaran.
Selain itu PJTKI (perusahan jasa tenaga kerja Indonesia) sebagai
lembaga yang berkompeten dalam menangani TKI juga belum mampu
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan terhadap mereka, baik ketika
mau atau setelah sampai di luar negeri. Hal ini menjadikan kendala dalam
penempatan TKI, terlebih dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami
isteri.
Melihat ketidak setujuan bpk. Mustarroqim dkk tersebut, harusnya ada
celah yang dapat mendukung para warga agar tidak pergi ke luar negeri, baik
dari instansi pemerintah atau dari masyarakat sendiri seperti mendirikan industri
kecil agar menarik warga untuk bekerja dan mendapatkan tambahan kecil-
kecilan, hal itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian maka
isteri tidak perlu pergi mencari nafkah dengan meninggalkan hak dan kewajiban
sebagai seorang isteri.
Penulis juga sepakat terhadap pendapat mereka yang mengatakan
“setuju” dengan kepergian TKI ke luar negeri di dukuh Karakan. Sesuai
observasi yang penulis lakukan ternyata dari 20 orang ada 16 yang setuju
dengan perginya para masyarakat dukuh Karakan ke luar negeri. Ada beberapa
hal yang mendorong tokoh Ulama’ bapak Sardi dan kawan-kawan setuju
masyarakat dukuh Karakan bekerja sebagai TKI, beliau berpandangan bahwa
65
“dengan menjadi TKI di luar negeri akan dapat membantu keluarga dari sisi
ekonomi, selain itu dengan perginya TKI ke luar negeri adalah jalan yang
efisien untuk mendapatkan uang”.
Walaupun dalam hukum Islam dianjurkan bahwa suamilah yang berhak
memberikan nafkah kepada isteri sebagaimana penjelasan dalam surat Al-
baqarah ayat 233, lalu dalam hukum positif yakni KHI pasal 80 ayat 4, dan
dalam UU perkawinan pasal 34 ayat 1 yang keduanya saling menjelaskan bahwa
suamilah yang wajib memberikan nafkah kepada isteri. Namun realita yang ada
menjawab, bahwa di dukuh Karakan banyak para wanita yang bekerja di luar
negeri demi kehidupan keluarganya yang lebih mapan.
Mereka selalu berpikiran kalau kita akan dapat merubah nasib dengan
bekerja di luar negeri, itu dilihat dari nilai mata uang Indonesia yang masih
rendah di banding dengan negara lain. Hal ini berarti bahwa peluang kita untuk
membuka usaha sangat tipis di desa kita sendiri, karena tidak punya cukup
modal dari segi materi.
Lain halnya apabila kita punya modal, yang mana modal tersebut dapat
kita gunakan untuk mendirikan industri kecil, dan dapat menarik para warga
bekerja di situ. Salah satunya kita mendapatkan modal untuk membuka usaha
tersebut yaitu modal dari luar negeri, dengan bekerja menjadi TKI.
Menurut analisis penulis ada beberapa alasan yang cukup krusial, yang
mendorong para masyarakat dan tokoh Ulama’ dukuh Karakan setuju dengan
adanya mereka (Anak, Isteri, Keluarga, Tetangga) yang bekerja di luar negeri
sebagai TKI, diantaranya adalah:
66
Pada prinsipnya dilihat dari mata pencaharian warga dukuh Karakan
mayoritas adalah petani, yang hanya berpenghasilan tiga kali dalam satu tahun,
kadang dalam satu tahun mereka tidak mendapatkan hasil yang utuh. Berangkat
dari hal perekonomian, yang akan berdampak pada pertumbuhan anak cucu,
baik dari segi gizi makanan, kesehatan dan pendidikan. Maka timbullah asumsi
bahwa menjadi TKI merupakan cara yang instan untuk memperoleh
kesuksesan, karena nilai mata uang asing rata-rata jauh lebih tinggi dari nilai
tukar rupiah. Sehingga dari sisi ini saja sudah dapat dilihat keuntungan
ekonomisnya.5
Pada umumnya para TKI adalah pekerja lapisan bawah yang tidak
mempunyai cukup modal dari aspek pendidikan, memang mayoritas yang
bekerja ke luar negeri adalah lulusan sekolah menengah ke bawah karena
terhalang oleh biaya maka mereka tidak bisa melanjutkan keperguruan tinggi.
Mensikapi hal semacam itu seharusnya ada upaya yang dilakukan oleh kepala
desa untuk membuka lapangan pekerjaan. Agar para warganya tidak pergi jauh
meninggalkan kampung halamannya dengan profesi sebagai TKI. Sedang
upaya dari pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan belum
ada, jadi tidak ada pilihan lain untuk mereka selain berprofesi sebagai TKI di
luar negeri.
Walaupun di Indonesia ada pekerjaan untuk lapisan bawah namun
gajinya tidak menjanjikan, sangat sedikit bila dibandingkan dengan nilai mata
uang asing. Namun mereka mempunyai modal nekat yang penting sampai luar
5.Rindang, Depag Sebagai Departemen Teladan, Edisi, no.06.th.xxx.januari,
2005,semarang: CV. Aneka Ilmu, hlm. 38..
67
negeri yang lainya urusan belakangan tanpa mengantisipasi akibat ketidak
siapan mereka ketika harus menerima perlakuan timpang majikan yang
bertentangan dengan hak (right) dan kemerdekaan (independent) manusia.
Padahal pengalaman teman-teman mereka seprofesi banyak yang bisa dijadikan
bahan pertimbangan.6
Adapun peraturan perundang-undangan yang mendukung para TKI pergi
ke luar negeri adalah keputusan menteri tenaga kerja Republik Indonesia
Nomor: KEP-204/MEN/1999. Dalam keputusan menteri tenaga kerja tersebut
tidak mengenal gender, semua diperlakukan sama baik laki-laki maupun
perempuan, dengan dalih bahwa peraturan perundang-undangan tersebut tanpa
diskriminasi antara laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebutkan dalam
pasal 4 ayat 1 keputusan menteri tenaga kerja Republik Indonesia Nomor:
KEP-204/MEN/1999, yaitu” Pelayanan penempatan TKI dilakukan dengan
benar, tertib, mudah, cepat dan tanpa diskriminasi”.7
Keputusan tersebut sangat membantu para warga yang berpendidikan
rendah untuk bisa pergi bekerja di luar negeri, dengan pelayanan yang
diharapkan selalu memuaskan, dan jaminan ketika mau berangkat setelah
sampai dan paska kepulangan dari luar negeri.
Tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan usaha yang
dilakukan pemerintah dalam rangka terpeliharanya jiwa bagi manusia,
yaitu untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan)
6 ibid 7 Departeman Tenaga Kerja Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang–undangan
Penempatan Tenaga Kerja Ke Luar Negeri, Jakarta, 1999, hlm.34
68
dan menghilangkan kemelaratan, kelaparan dan pengangguran.
Sebagaimana dalam kaidah ushuliyyah :
االضرورات تبيحالمحظورات
Artinya: Kemudharatan itu menghalalkan larangan-larangan
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Dampak TKI dalam Kehidupan Rumah
Tangga Kaitanya dengan Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami-Isteri
Al-Qur’an dalam banyak ayat menegaskan bahwa : kewajiban bekerja
berlaku bagi laki-laki dan perempuan.7 Jika ajaran-ajaran Islam harus diringkas
dan diperas, maka Islam adalah iman dan bekerja. Dalam bahasa Al-quran
bekerja atau berusaha disebut dengan “amal”. Kedua kata ini (iman dan amal)
yang disebut berkali-kali hampir selalu disebut oleh Al-quran secara bersama-
sama dan dalam satu nafas: “ al ladzina aamanu wa ‘amiluu al shalihat”
(orang-orang yang beriman lagi bekerja baik) dan kalimat lain yang semakna.
Bekerja dengan begitu adalah eksistensi manusia hidup. Dengan bahasa lain
manusia adalah mahluk bekerja.
Dalam satu ayat Al-quran ditegaskan bahwa manusia tidak akan
mendapatkan hal sesuatu apapun kecuali apa yang diusahakan sendiri. Karena
itu tidaklah mengherankan jika kita juga sering mendengarkan bahwa masuk
surga atau neraka sangat ditentukan oleh amalnya atau perbuatanya, pekerjaan
atau usahanya di dunia ini.8 Aspek-aspek kerja dalam Islam dengan begitu
mengandung bentuk yang sangat luas seluas kehidupan itu sendiri, bisa bersifat
7 Swara Rahima, Medi Islam Untuk Hak-Hak Perempuan, No. 12 Th.IV September 2004,
hlm.16 8 Ibid. hlm.16
69
fisikal, intelektual, maupun spiritual. Meski begitu kewajiban yang ditegaskan
oleh Islam adalah bekerja atau berusaha untuk suatu kebaikan manusia dan
dengan cara yang baik pula. Terhadap mereka yang beriman dan bekerja baik,
Tuhan akan memberikanya kehidupan yang baik (khayatan thayyibah) dan di
akhirat mereka dapat bertemu dengan Tuhan. “Siapa saja yang berharap
bertemu dengan Tuhan maka hendaklah dia bekerja dengan baik dan tidak
menyekutukan pengabdiannya kepada Tuhan dengan yang lain”. (Q.S. Al-
Kahfi : 10)
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seorang suami
dituntut untuk memberikan nafkah bagi keluarganya. inilah kesepakatan para
ulama’ yang mendasarkan pada firman Alloh S.W.T. sebagai berikut:
وعلى المولود له رزقهن وآسوتهن بالمعروف Artinya: “dan kewajiban ayah yaitu memberikan makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma’ruf.9 (Q.S. Al Baqaroh :233)
Suami harus memenuhi kebutuhan keluarganya dengan segala profesi
yang dia lakukan, sekalipun pada saat krisis seperti yang melanda bangsa
Indonesia dimana kesempatan kerja sangat sulit diperoleh serta pengangguran
merajalela. Dalam suasana seperti ini pemerintah memberikan alternatif kepada
warga Indonesia untuk mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri, yaitu
dengan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Diantara dilematika yang terjadi di dukuh karakan, antara respon
mesyarakat yang setuju dan tidak setuju ternyata di dalamnya terdapat
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Ketidak setujuan mereka itu lebih
9 Departemen Agama Republik Indonesia,Op.cit, hlm.57
70
condong kepada hukum normative ajaran Islam dan akibat dari profesi sebagai
TKI.
Dalam hukum normative dianjurkan bahwa suami wajib memberikan
nafkah kepada para isteri dengan cara yang ma’ruf, ternyata dalam kehidupan
masyarakat dukuh karakan tidak cukup hanya dengan penghasilan seorang
suami, isteri juga harus ikut andil dalam usaha pemenuhan kebutuhan keluarga.
Hal itu berakibat pada kehidupan keluarga para TKI, dan akibat-akibat tersebut
akan berdampak buruk dengan kehidupan saat TKI pergi ke luar negeri atau
setelah pulang dari luar negeri. Sedang kelemahannya adalah solusi di dalamnya
belum ada, mereka belum bisa memberikan alternatif apabila para warga tidak
boleh bekerja sebagai TKI. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuka
lapangan pekerjaan untuk warga setempat, dengan begitu maka para warga akan
mendapat penghasilan tanpa harus pergi ke luar negeri.
Rasa ingin lebih maju pasti dimiliki oleh setiap orang, demikianpula
masyarakat warga dukuh karakan, berawal dari rasa ingin lebih maju dan
berkembang dari segi materi maka timbullah asumsi bahwa menjadi TKI adalah
cara yang instan untuk meraih kesuksesan. Mayoritas warga yang setuju itu
lebih banyak condong ke hal penghasilan materi, yaitu demi menghidupi
keluarga agar terhindar dari kelaparan dan kemiskinan yang mengancam
keluarganya.
Untuk kehidupan yang lebih maju anak cucu mereka baik dari segi
kesehatan, makanan, dan pendidikan maka isteri harus pergi ke luar negeri.
Apabila mangharapkan hasil panenpun itu rasanya sangat sulit, yang memang
71
kondisi tanah tidak begitu subur, sedang kesempatan kerja selain bercocok
tanam di desa tidak ada. Namun demikian di balik opsesi mereka untuk meraih
kesuksesan itu ada juga kelemahan di dalamnya, yakni rawannya terhadap
penganiayaan dan percekcokan dalam rumah tanggga.
Dalam kenyataanya mereka para TKI yang bekerja ke luar negeri,
mempunyai dampak terhadap kehidupan rumah tangga, baik dampak positif dan
dampak negatif. Adapun dampak tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah
sebgai berikut:
1. Dampak positif
a. Penghasilan materi
Secara factual, para tenaga kerja Indonesia ke luar negeri baik
laki-laki maupun perempuan dengan segala bentuk profesi yang
ditekuninya bisa mendapatkan gaji lebih dari cukup untuk ukuran materi
di Indonesia. Ini disebabkan karena gaji yang diterima oleh para TKI di
luar negeri disesuaikan dengan biaya hidup (living cost) negara setempat
yang kebutuhan hidupnya jauh lebih tinggi dari pada biaya hidup di
Indonesia. Akibatnya gaji yang mereka terimapun jauh lebih besar jika
di bandingkan dengan penghasilam yang mestinya mereka terima di
Indonesia dengan pekerjaan yang sama. Dengan demikian maka
keluarga yang ditinggalkan oleh para TKI ke luar negeri dapat
menikmati kehidupan yang layak.
72
Para TKI di dukuh Karakan yang pergi ke luar negeri, ternyata
dapat memberikan kesejahteraan bagi keluarganya yang mendapatkan
gaji cukup untuk ukuran materi di Indonesia.
b. Peningkatan kesejahteraan dalam rumah tangga
Dengan mendapatka gaji yang lebih dari cukup untuk ukuran
materi di Indonesia ke luar negeri maka kehidupan keluarga akan lebih
terpenuhi dalam kesejahteraan primernya, yaitu sandang, pangan dan
papan.
Dengan menjadi TKI maka segala kebutuhan materi dapat
terpenuhi. Banyak para TKI dukuh Krakan yang belum bekerja di luar
negeri kehidupan keluarganya memprihatinkan. Namun, setelah mereka
bekerja ke luar negeri kehidupan materinya berlimpah, maka mereka
dapat memenuhi kebutuhan materinya sehingga kehidupan keluarganya
lebih sejahtera.
c. Pendidikan bagi anak akan lebih terjamin
Orang tua merupakan figure pemimpin yang akan mencetak jiwa
bagi anak-anaknya, sehingga orang tua memiliki dominasi yang kuat
terhadap perkembangan jiwa anaknya. Hal ini sebagaimana telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam sebuah hadist sebagai
berikut:
مامن مولودااليولدعلى الفطرة فابواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه ويمجسا نه
73
Artinya: “Tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka terserah orang tuanya yang akan menjadikan naknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi”.11
Dengan demikian orang tua memiliki tanggung jawab untuk
mendidik anak-anaknya. Anak merupakan amanat Allah yang dititipkan
oleh orang tua agar tidak terjerumus ke lembah api neraka.
Dalam Firman Allah S.W.T. :
يايهاالدين امنواقواانفسكم واهليكم نارا
Artinya:”Wahai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. 12(Q.S. At Tahrim :6)
Uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa orang tua dituntut
untuk untuk memberikan pendidikan bagi anaknya. Namun sebagai
orang tua mereka tidak bisa mencurahkan sepenuh waktunya untuk
mendidik anak-anaknya, sehingga orang tua membutuhkan sebuah
lembaga pendidikan bagi anaknya, seperti pendidikan SD, SMP, SMA,
Perguruan Tinggi, Kursus dan lain sebagainya. Dengan demikian
seorang anak sangat butuh biaya untuk meneruskan pendidikan mereka.
Tugas orang tulah untuk mencarikan biaya bagi anaknya dengan
berprofesi sebagai apapun yang dapat menghasilkan uang.
Salah satu pekerjaan yang dapat membiayai pendidikan anak
adalah dengan menjadi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Apalagi
dengan gaji yang melebihi cukup untuk kehidupan materi di Indonesia,
11 Muslim, Shahih Muslim, jilid 2, Bandung: Syirkah l-Ma’arif li Al Thabi Wa Al-Nasyr,
t.t., hlm.458. 12 Departeman Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm.951.
74
orang tua akan dapat memenuhi dan membiayai pendidikaan anak-
anaknya.
2. Dampak negatif
a. Komunikasi dengan keluarga kurang lancar
Karena jangka waktu dalam sebuah masa kontrak kerja dalam
penempatan tenaga kerja ke luar negeri adalah dua tahun,13 maka
seseorang yang menjadi TKI harus berpisah dengan keluarganya. dengan
demikian kontak antara keluarga dengan TKI di luar negeri rentan
terhadap kevakuman sehingga komunikasi terhadap keluarga menjadi
kurang baik yang akan menyebabkan kebutuhan need for self security
atau kebutuhan akan rasa aman pudar. Kebutuhan need for self security
atau kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong
individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian dan keteraturan dari
keadaan lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan dalam sebuah
rumah tangga yang terdiri dari beberapa individu yang saling
ketergantungan. Apabila anggota primer baik keluarga tersebut
meninggalkan individu-individu yang ada (baik isteri/suami maupun
anak) maka kebutuhan akan rasa aman akan menjadi pudar,14 sehingga
hubungan komunikasi antara mereka yang menjadi TKI ke luar negeri
menjadi kurang baik, padahal komunikasi dalam keluarga merupakan hal
penting dalam membina keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah.
yang telah difirmankan oleh Allah S.W.T. sebagai berikut:
13 keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I nomor : KEP-204/MEN/1999 pasal 30 ayat 2. 14 Kuswara E, teori-teori kepribadian, Bandung : Eresco, cet. Ke 2, 1991, hlm.120-121
75
ومن ءاياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل لقوم يتفكرونبينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيات
Artinya:”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantarmu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar ruum: 21)
Dari ayat tersebut dapat kita peroleh pengertian, bahwa dasar dari
suami-isteri dan tujuannya adalah ketenteraman yang berlandaskan rasa
kasih sayang. Itu merupakan masalah kejiwaan, bukan kebendaan.
Kehidupan suami-isteri tak ada artinya sama sekali tanpa disertai soal-
soal kejiwaan seperti itu, sehingga hanya jasad saja yang berdekatan,
sedang jiwanya berjauhan.
b. Rentan terhadap keharmonisan keluarga
Sebagai pasangan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga,
suami isteri dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah dan
rahmah, maka hak dan kewajiban suami isteri harus dijalankan secara
proporsional dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami isteri.
Dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami isteri, baik dalam
Undang-undang perkawinan atau dalam Kompilasi Hukum Islam
dijelaskan bahwa suami merupakan kepala keluarga dan isteri
merupakan ibu rumah tangga. Sekalipun suami berperan dalam sektor
publik, sedangkan isteri berperan di bidang domestik. Hal ini berdasarkan
firman Allah S.W.T sebagai berikut:
76
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا
Artinya: “laki-laki itu adalah pemimpin bagi permpuan kaerena Allah telah melebihkan bagaimina mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka15” (Q.S An Nisa’: 34)
Hadist Nabi S.A.W. sebagai berikut:
الزوج ان يطعمها اداا طعم حق المراء ة على ويكسوهااداآسىواليضربالوجه وال يقج وال
يهجراالفىالبيتArtinya:”Hak isteri kepada suami adalah memberi makan kepada
isterinya apabila ia makan, memberi pakaian kepadanya jika dia berpakaian, tidak memukul pada muka dan tidak berbuat jelek serta tidak memisahkan diri kecuali dari tempat tidur”. 16
Tenaga kerja Indonesia sebagaimana telah dijelaskan bahwa
mereka adalah warga negara Indonesuian baik laki-laki maupun
perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan perjanjian kerja17 dengan pengertian tersebut maka suami maupun
isteri memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri.
Dalam kaitanya dengan isteri yang bekerja untuk mencari nafkah,
menurut sayyid sabiq yang mengutip pendapat ibnu abidin, salah satu
ulama’ Imam hanafi berpendapat bahwa apabila isteri bekerja untuk
mencari nafkah keluarga selama tidak merugikan hak suami maka hal
15 Deparemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, hlm.951 16 Al-Khafidz Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1,
Dar Al-Fikr, hlm.593-594, Abu dawud, Sunan Abi Dawud, Jilid 1,cet ke 1, Mesir: Isa Al-Babi Al- Halabi WA Auladih, 1952, hlm. 494.
17 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No: KEP-204/MEN/1999, Pasal 1, Huruf 2 (dua)
77
tersebut diperbolehkan.18 hal inipun senada dengan pendapat para ulama’
Nahdhatul Ulama’ dalam hasil keputusan mukhtamarnya yang ke 14 di
Magelang. Kebolehan isteri untuk bekerja disamakan dengan mahar19
yang telah di Firmankan oleh Allah S.W.T. sebagai berikut:
فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا
Artinya: ”Kemudian jika (isteri-isteri) menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”20 (Q.S. AnNissa’: 4)
Dari uraian tersebut di atas maka bahwa suami berperan di bidang
publik sedang isteri berperan di bidang domestik tidak di pahami secara
dogmatis. Diantara suami isteri dalam rumah tangga diperbolehkan
melakukan pertukaran peran asal masing-masing pihak tidak merasa
terganggu haknya.
Dalam pekerjaannya sebagai tenaga kerja Indonesia ke luar negeri
baik isteri maupun suami dalam sebuah keluarga, ternyata dapat menyulut
percecokan diantara mereka dengan beberapa dalih, lebih-lebih bagi pihak
yang bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia yang merasa
hartanya lebih banyak sehingga muncullah ego baginya. Bahkan dengan
percekcokan diantara pasangan suami istri gara-gara salah satu pihak
bekerja sebagai TKI keluar negeri dapat meyulut perceraian.
18 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, jilid 2, Kairo:Dar Al-Fath LI Al-Araby, hlm.139 19 KH.A Azis Masyuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar NU, Surabaya: PP, Rabithah
Ma’hadil islamiyah, 1997, hlm.179 20 Deparemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, hlm115.
78
c. Rawan terhadap penganiayaan
Masalah kekerasan merupakan masalah global, terlebih
kekerasan terhadap perempuan. Dalam kaitannya dengan hak asasi
manusia nampak dari berbagai kenyataan bahwa kekerasan terhadap
perempuan merupakan barier atau rintangan bagi pembangunan. Namun
upah yang mereka terima bukan saja lebih rendah dari upah untuk laki-
laki, melainkan juga dengan eksploitasi yang lebih tinggi dan sering
dengan cara kekerasan baik secara fisik, psikis maupun seksual.
Dalam kasus Indonesia mutakhir perempuan akhirnya dipaksa
untuk bekerja di luar negeri menjadi TKW, menjadi buruh di negeri
orang. Ini adalah pengorbanan yang luar biasa dari kaum perempuan
bagi keluarganya, termasuk untuk suaminya, tetapi sering kali dengan
penghargaan yang menyakitkan. Terlampau banyak kasus pekerja buruh
migran perempuan yang menyayat hati dan melukai perasaan
kemanusiaan. Upah yang mereka terima bukan saja lebih rendah dari
pada upah untuk laki-laki melainkan juga dengan eksploitasi yang lebih
tinggi dan sering dengan cara-cara kekerasn baik secara fisik, psikis
maupun seksual.
Realita TKW di atas memperlihatkan praktek-praktek
ketidakadilan sekaligus penindasan manusia atas manusia. Ini tentu saja
melanggar prinsip-prinsip Islam dan kemanusiaan. Pelanggaran-
pelanggaran ini pada gilirannya akan melahirkan krisis sosial yang jauh
lebih luas dan dapat menghancurkan masa depan kemanusiaan sendiri.
79
Kenyataan perempuan seperti ini juga menyimpan sejumlah persoalan
kerentanan dalam kesehatan reproduksi.21 Dan perempuan dengan beban
berganda pada kesehatan reproduksinya akan melahirkan generasi-
generasi yang rentan, lemah dan kering. Adalah menarik apa yang
disampaikan oleh Umar bin khattab mengenai ini. Katanya: “ janganlah
kamu bebani buruh pekerja perempuan di luar batas kemampuannya,
dalam usahanya mencari penghidupan karena bila kamu lakukan hal itu
terhadapnya, ia mungkin akan melakukan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan moral…perlakukanlah pegawaimu dengan penuh
pertimnbangan (adil),niscaya Allah akan berlaku penuh pertimbangan
terhadapmu. Kamu wajib memberikan mereka makanan yang baik dan
halal” (Malik, Muwatha’, II/981).
TKI keluar negeri merupakan usaha dalam rangka menjaga
terpeliharanya jiwa bagi manusia yaitu memenuhi kebutuhan primer dan
menghilangkan kemelaratan, pengangguran. Namun dalam usahanya
menjaga dan terpeliharanya jiwa dalam gangguan kemelaratan ternyata
berimbas pada kehancuran jiwa pula, yaitu dengan adanya peniayaan.
Padahal dalam Islam tidak diperbolehkan melenyapkan suatu bahaya
dengan mendatangkan bahaya lain, sebagaimana dalam kaidah usuliah
yang bunyinya :
رالضرراليزال بالضر
21 Swara Rahima, Op;Cit, hlm.18.
80
Artinya : bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya22
d. Rawan terhadap penyelewengan
Salah satu hak bersama antara suami isteri dalam kehidupan
rumah tangga adalah saling menggauli antara keduanya23 sebagaimana
firman Allah S.W.T. sebagai berikut:
هن لباس لكم وانتم لباس لهن
Artinya: ”Mereka (para isteri) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka”.24 (Q.S. Al- Baqrah: 187)
Ketergantungan seseorang dalam dimensi sex sangant ditentukan
oleh besarnya kebutuhan untuk melakukan hubungan sex terhadap
pasanganya. Jadi semakin tinggi kebutuhan seseorang dalam dimensi sex
terhadap pasanganya maka semakin tinggi pula tingkat prestige
(kebutuhan) seseorang dalam dimensi sexnya terhadap pasanganya.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat kebutuhan seseorang dalam dimensi
sex terhadap pasanganya maka semakin rendah pula tingkat
ketergantungan diri terhadap pasanganya.
Penyelewengan sex dengan pasangan lain cenderung lebih
mudah dilakukan oleh mereka yang memandang bahwa sex merupakan
kenikmatan yang telah diberikan oleh tuhan dimanapun untuk dinikmati,
ataupun yang memandang bahwa variasi dalam pemenuhan sex perlu
dilakukan serta yang memandang bahwa sex merupakan barang
komoditi. Kecenderungan tersebut lebih mudah dilakukan oleh mereka
22 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Al Fiqih, Jakarta: Al Mjlis, Al-Indunisiy Li l Dakwah
Al-Islmiyah, 1972 M/1392 H, hlm. 207 23 Sayid Sabiq, Op.Cit, hlm. 105 24 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 48.
81
yang memikiki pasangan yang tidak mempunyai kemampuan melakukan
hubungan sex maupun mereka yang ditelantarkan oleh pasangan dalam
memenuhi kebutuhan sex. Penyelewengan tersebut lebih cenderung
dilakukan oleh pasangan yang memiliki komunikasi yang kurang baik.
Dengan terpisahnya pasangan suami isteri dalam sebuah keluarga
yang salah satu individunya bekerja sebagai TKI ke luar negeri dalam
jangka waktu dua tahun dalam sebuah kontrak, maka kecenderungn
untuk menyeleweng sangat tinggi. Hal ini dikarenakan para TKI yang
bekerja di luar negeri umumnya masih dalam usia subur yang dominan
untuk saling memenuhi kebutuhan dalam dimensi sex. Apalagi dalam
hubungan komunikasi di antara mereka kurang baik, maka
kecenderungan untuk menyeleweng sangat tinggi.25
e. Pendidikan anak akan menjadi terbengkalai
Anak merupakan amanat Allah untuk para orang tua untuk
mendidiknya. Orang tua dituntut untuk memberikan pendidikan bagi
anaknya sejak usia dini, dengan membiasakan secara moril dengan etika
yang baik agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berguna
bagi masyarakat.26
Allah S.W.T. berfirman:
ايايهاالدين امنواقواانفسكم واهليكم نار
25 Bagus Haryona, kekuasaan Isteri Tergantung Pada Suami, Surakarta: Yayasan pustaka
cakra, cet. Ke 1, 2000, hlm. 238. 26 Sayyid Sabiq, Ibid, hlm.312
82
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.27 (Q.S. At-Tahrim:6)
Dalam fungsinya sebagai orang tua, mereka dituntut untuk
mendidik anak-anaknya. Orang tua memiliki peran yang sangat dominan
terhadap pendidikan anak-anaknya.28 Banyaknya waktu yang digunakan
orang tua untuk berinteraksi dengan anaknya akan menjadi factor yang
menentukan bagi kreatifitas pertumbuhan kreativitas anak. Semakin
banyak waktu untuk berinteraksi dan semakin baik kualitas interaksi,
maka semakin besar peluang anak untuk tumbuh dengan kreatifitas yang
tinggi. Kualitas interaksi- interaksi ditentukan oleh kehangatan orang tua
dan rangsangan intelektual yang diberikan kepada anak. Inilah dominasi
orang tua dalam pendidikan bagi anaknya, sebagaimana sabda Nabi
S.A.W :
مامن مولودااليولدعلىالفطرة فابواه يهودانه وينصرانه وينصرانه ويمجسانه
Artinya : “Tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka terserah orang tuanya yang akan menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani maupun majusi”.
Apabila orang tua menjadi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri
dengan segala profesinya maka tidak memiliki waktu untuk berinteraksi
dengan anak sehingga kualitas interaksi orang tua terhadap anaknya
menjadi lemah. Akibatnya pertumbuhan anak dan kreatifitas sangat
rendah, dan pendidikan bagi anak menjadi terbengkalai.
27 Departemen Republik Indonesia, Op.cit, hlm.951 28 HM. Arifin, “Hubungan Timbal-balik Pendidikan Agama Terhadap Pendidikan Agama di
lingkungan Sekolah dan Keluarga”, Jakarta: bulan Bintang, cet. Ke 2, 1976, hlm. 74.
83
Demikian dampak positif dan negatif yang terjadi sekitar TKI
dalam kaitanya dengan pemenuhan hak dan kewajiban suami-isteri,
mengingat profesi sebagai TKI yang dijalani para warga selain dapat
menghasilkan uang, juga dapat berdampak negatif pada diri sendiri dan
pada keluarga.
Menurut analisis penulis dampak yang menimpa TKI tersebut
kadarnya lebih kecil bila dibandingkan dengan menjadi pengangguran di
negeri sendiri, yang nantinya akan berakibat pada ancaman kelaparan
bagi diri dan keluarganya sebagai penyebab susahnya lapangan
pekerjaan. Sebagimana dalam kaidah ushuliyyah:
االضرورات تبيحالمحظورات
Artinya: Kemudharatan itu menghalalkan larangan-larangan
Oleh karena itu untuk mengantisipasi itu semua maka diharapkan
instansi desa atau pemerintah membuka lapangan pekerjaan untuk
masyarakat setempat yang dirasa masih tergolong berpendidikan rendah,
agar tidak jauh-jauh bekerja di luar negeri dan mengakibatkan hal yang
tidak diinginkan.
Penulis rasa jalan itu selain menguntungkan bagi kita juga
manguntungkan bagi pemerintah setempat, dengan demikian para warga
akan dapat bekerja tanpa harus meninggalkan hak dan kewajiban sebagai
suami-isteri. Yakni isteri dapat mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya dan suami dapat melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.