BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK...

25
60 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI BAGI TENAGA KERJA INDONESIA KASUS DI DUKUH KARAKAN KARANGUDI, KABUPATEN SRAGEN A. Analisis terhadap respon masyarakat dan tokoh ulama’ mengenai TKI di dukuh Karakan, Ngampal, Sragen. Jumlah peduduk dukuh Karakan tercatat seluruhnya berjumlah 555 orang. 1 Dari jumlah tersebut penulis mengambil 20 orang secara acak untuk diwawancarai tentang pendapat mereka mengenai TKI yang bekerja diluar negeri khusunya tenaga kerja wanita. Kebiasaan yang terjadi di dukuh Karakan, banyak dari mereka yang hanya lulus sekolah menengah ke bawah, lebih memilih bekerja ke luar negeri dari pada bekerja di negeri sendiri. Dan dengan adanya fenomena tentang TKI, terjadi pula kontroversi tentang pendapat dan respon masyarakat dan tokoh ulama’ di dukuh Karakan. Dalam dilematika yang terjadi sekitar TKI tidak semua mengatakan setuju dengan adanya TKI, ada juga yang tidak setuju. Hasilnya menunjukan bahwa yang setuju dengan kepergian TKI adalah 14 orang, Sedang yang tidak setuju adalah 6 orang. 2 Ini menunjukan bahwa masyarakat dukuh Karakan secara umum setuju dengan kepergian TKI ke luar negeri khususnya tenaga kerja wanita. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab mereka yang pergi keluar negeri kebanyakan pulang dengan membawa keberhasilan dari segi materi. Dari yang belum punya rumah bisa beli rumah, dari yang belum punya sawah bisa punya 1 Data Observasi, Dukuh Karakan : 4 April 2005. 2 Data Observsi, Dukuh Karakan : April 2005.

Transcript of BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK...

60

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN HAK DAN

KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI BAGI TENAGA KERJA INDONESIA

KASUS DI DUKUH KARAKAN KARANGUDI, KABUPATEN SRAGEN

A. Analisis terhadap respon masyarakat dan tokoh ulama’ mengenai TKI di

dukuh Karakan, Ngampal, Sragen.

Jumlah peduduk dukuh Karakan tercatat seluruhnya berjumlah 555

orang.1 Dari jumlah tersebut penulis mengambil 20 orang secara acak untuk

diwawancarai tentang pendapat mereka mengenai TKI yang bekerja diluar

negeri khusunya tenaga kerja wanita.

Kebiasaan yang terjadi di dukuh Karakan, banyak dari mereka yang

hanya lulus sekolah menengah ke bawah, lebih memilih bekerja ke luar negeri

dari pada bekerja di negeri sendiri. Dan dengan adanya fenomena tentang TKI,

terjadi pula kontroversi tentang pendapat dan respon masyarakat dan tokoh

ulama’ di dukuh Karakan. Dalam dilematika yang terjadi sekitar TKI tidak

semua mengatakan setuju dengan adanya TKI, ada juga yang tidak setuju.

Hasilnya menunjukan bahwa yang setuju dengan kepergian TKI adalah

14 orang, Sedang yang tidak setuju adalah 6 orang.2 Ini menunjukan bahwa

masyarakat dukuh Karakan secara umum setuju dengan kepergian TKI ke luar

negeri khususnya tenaga kerja wanita.

Hal tersebut dapat dimaklumi sebab mereka yang pergi keluar negeri

kebanyakan pulang dengan membawa keberhasilan dari segi materi. Dari yang

belum punya rumah bisa beli rumah, dari yang belum punya sawah bisa punya

1 Data Observasi, Dukuh Karakan : 4 April 2005. 2 Data Observsi, Dukuh Karakan : April 2005.

61

sawah dsb. Kondisi tersebut merangsang keinginan masyarakat dukuh Karakan

untuk mengadu keberuntungannya ke luar negeri. Di tengah-tengah kondisi

ekonomi yang semakin sulit sekarang ini, dimana lapangan pekerjaan khususnya

di dalam negeri semakin menyempit, agaknya menjadikan masyarakat

mengabaikan pertimbangan-pertimbangan lain dalam memenuhi kebutuhan

ekonomi mereka, Termasuk dengan mengirim isteri atau anak mereka untuk

bekerja di luar negeri.

Selain itu, dilihat dari tingkat pendidikan mayarakat dukuh Karakan

dimana dari 555 orang hanya 20 orang yang merupakan tamatan perguruan

tinggi dan selebihnya adalah tamatan SLTA 85 orang, SLTP 80 orang dan SD

serta tidak tamat SD sebanyak 237 orang. Ini tentunya berpengaruh terhadap

pola pikir masyarakat dukuh Karakan dalam menjalani hidup atau cara hidup

mereka (way or life).

Masyarakat awam atau boleh dikatakan sebagai masyarakat

berpendidikan rendah, sering sekali mengabaikan aspek-aspek psikologis seperti

kepuasan batin dalam menjalani kehidupan mereka. apalagi ditunjang dengan

ketidakberdayaan ekonomi yang mereka alami.

Dalam konteks masyarakat dukuh Karakan yang mayoritas sebagai

petani, terlihat bahwa mereka ingin merubah keadaan ekonomi mereka dengan

jalan kerja ke luar negeri. Bahkan mereka (TKW) yang sudah bersuami rela

meninggalkan kewajiban sebagai isteri dan sebagai ibu rumah tangga. Hal

tersebut ternyata juga didukung oleh suami dan keluarga mereka.

62

Sementara masyarakat dukuh Karakan yang berpendidikan lebih tinggi

dan beberapa orang yang dituakan atau dianggap sebagai tokoh masyarakat,

berpandangan mengenai TKI sebagian mengatakan setuju dan ada juga yang

tidak setuju.

Untuk pendapat beliau yang tidak setuju dengan kepergian TKI ke luar

negeri, yaitu beliau bapak Ustadz Mustarrohim dan kawan-kawan berpendapat

bahwa “Selagi kita masih bisa hidup dan mencari nafkah di negeri sendiri,

mengapa harus pergi ke negara orang asing, apalagi seorang wanita karena ia

mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh suami, sesuai dengan hadist Nabi:

حق المراء ة على الزوج ان يطعمها ادااطعم ويكسوهااداآتسى

Artinya:”hak isteri kepada suami adalah memberi makan kepada isterinya apabila ia makan, memberi pakaian kepada dirinya apabila ia berpakaian”.

Nafkah adalah kewajiban seorang suami kepada isteri, jadi tidak perlu

seorang wanita pergi jauh-jauh sedang suami duduk manis di rumah”.3 Argumen

yang demikian menunjukkan bahwa ketidak setujuan bapak Ustazd dan kawan-

kawan terhadap perekrutan tenaga kerja ke luar negeri.

Penulis sepakat dengan pendapat Ustadz Mustarroqim dkk, karena

memang dilihat dari segi normative hukum Islam suamilah yang wajib

memberikan nafkah kepada sang isteri, sebagaimana dalam kesepakatan ulama’

yang mendasarkan pada firman Alloh S.W.T. sebagai berikut:

3 Mustarrohim, Wawancara di Dukuh Karakan: 20 April 2005

63

وعلى المولود له رزقهن وآسوتهن بالمعروف Artinya: “dan kewajiban ayah yaitu memberikan makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara yang ma’ruf.4 (Q.S. Al Baqaroh :233)

Ayat ini memberi penjelasan bahwa sang suami harus memberikan

nafkah kepada isteri dengan cara yang baik, suami harus bekerja untuk

menghidupi anak dan isterinya demi terhindar dari kelaparan dan kemiskinan

yang mengancam bangsa Indonesia umumnya dan warga dukuh Karakan

khususnya. Lalu dalam hukum positif yakni KHI pasal 80 ayat 4 yang

menyatakan bahwasanya: Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:(a)

Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri. (b)Biaya rumah tangga, biaya

perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak. (c)Biaya pendidikan anak.

Dan dalam UU perkawinan pasal 34 ayat 1 menjelaskan bahwa Suami sebagai

kepala rumah tangga wajib melindungi isterinya dan memberikan segala

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan sang suami.

Namun apabila hal itu diterapkan di dukuh Karakan penulis rasa itu tidak

akan jalan, sebab lapangan pekerjaan di dukuh setempat belum tersedia kecuali

bercocok tanam dan bekerja sebagai buruh tani. Maka untuk menghidupi

keluarganya isteri ikut andil di dalamnya dengan berprofesi sebagai TKI di luar

negeri.

Dengan perginya isteri ke luar negeri memang dapat menghasilkan

materi namun hal itu juga tidak menjamin kebahagiaan yang sejati, karena bisa

saja dengan bekerja sebagai TKI akan berdampak pada kehidupan keluarga

nantinya. Seperti kasus-kasus TKI yang sudah terjadi pada kehidupan

4 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 57

64

masyarakat dukuh Karakan, penganiayaan, penipuan, lalu adanya percekcokan

dalam rumah tangga setelah kepulangan sang isteri dari luar negeri,

penyelewengan ketika ditinggal sang isteri dan lain sebagainya. Meskipun tidak

begitu banyak tapi penulis kira itu sudah cukup untuk dijadikan pelajaran.

Selain itu PJTKI (perusahan jasa tenaga kerja Indonesia) sebagai

lembaga yang berkompeten dalam menangani TKI juga belum mampu

memberikan jaminan keamanan dan keselamatan terhadap mereka, baik ketika

mau atau setelah sampai di luar negeri. Hal ini menjadikan kendala dalam

penempatan TKI, terlebih dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami

isteri.

Melihat ketidak setujuan bpk. Mustarroqim dkk tersebut, harusnya ada

celah yang dapat mendukung para warga agar tidak pergi ke luar negeri, baik

dari instansi pemerintah atau dari masyarakat sendiri seperti mendirikan industri

kecil agar menarik warga untuk bekerja dan mendapatkan tambahan kecil-

kecilan, hal itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian maka

isteri tidak perlu pergi mencari nafkah dengan meninggalkan hak dan kewajiban

sebagai seorang isteri.

Penulis juga sepakat terhadap pendapat mereka yang mengatakan

“setuju” dengan kepergian TKI ke luar negeri di dukuh Karakan. Sesuai

observasi yang penulis lakukan ternyata dari 20 orang ada 16 yang setuju

dengan perginya para masyarakat dukuh Karakan ke luar negeri. Ada beberapa

hal yang mendorong tokoh Ulama’ bapak Sardi dan kawan-kawan setuju

masyarakat dukuh Karakan bekerja sebagai TKI, beliau berpandangan bahwa

65

“dengan menjadi TKI di luar negeri akan dapat membantu keluarga dari sisi

ekonomi, selain itu dengan perginya TKI ke luar negeri adalah jalan yang

efisien untuk mendapatkan uang”.

Walaupun dalam hukum Islam dianjurkan bahwa suamilah yang berhak

memberikan nafkah kepada isteri sebagaimana penjelasan dalam surat Al-

baqarah ayat 233, lalu dalam hukum positif yakni KHI pasal 80 ayat 4, dan

dalam UU perkawinan pasal 34 ayat 1 yang keduanya saling menjelaskan bahwa

suamilah yang wajib memberikan nafkah kepada isteri. Namun realita yang ada

menjawab, bahwa di dukuh Karakan banyak para wanita yang bekerja di luar

negeri demi kehidupan keluarganya yang lebih mapan.

Mereka selalu berpikiran kalau kita akan dapat merubah nasib dengan

bekerja di luar negeri, itu dilihat dari nilai mata uang Indonesia yang masih

rendah di banding dengan negara lain. Hal ini berarti bahwa peluang kita untuk

membuka usaha sangat tipis di desa kita sendiri, karena tidak punya cukup

modal dari segi materi.

Lain halnya apabila kita punya modal, yang mana modal tersebut dapat

kita gunakan untuk mendirikan industri kecil, dan dapat menarik para warga

bekerja di situ. Salah satunya kita mendapatkan modal untuk membuka usaha

tersebut yaitu modal dari luar negeri, dengan bekerja menjadi TKI.

Menurut analisis penulis ada beberapa alasan yang cukup krusial, yang

mendorong para masyarakat dan tokoh Ulama’ dukuh Karakan setuju dengan

adanya mereka (Anak, Isteri, Keluarga, Tetangga) yang bekerja di luar negeri

sebagai TKI, diantaranya adalah:

66

Pada prinsipnya dilihat dari mata pencaharian warga dukuh Karakan

mayoritas adalah petani, yang hanya berpenghasilan tiga kali dalam satu tahun,

kadang dalam satu tahun mereka tidak mendapatkan hasil yang utuh. Berangkat

dari hal perekonomian, yang akan berdampak pada pertumbuhan anak cucu,

baik dari segi gizi makanan, kesehatan dan pendidikan. Maka timbullah asumsi

bahwa menjadi TKI merupakan cara yang instan untuk memperoleh

kesuksesan, karena nilai mata uang asing rata-rata jauh lebih tinggi dari nilai

tukar rupiah. Sehingga dari sisi ini saja sudah dapat dilihat keuntungan

ekonomisnya.5

Pada umumnya para TKI adalah pekerja lapisan bawah yang tidak

mempunyai cukup modal dari aspek pendidikan, memang mayoritas yang

bekerja ke luar negeri adalah lulusan sekolah menengah ke bawah karena

terhalang oleh biaya maka mereka tidak bisa melanjutkan keperguruan tinggi.

Mensikapi hal semacam itu seharusnya ada upaya yang dilakukan oleh kepala

desa untuk membuka lapangan pekerjaan. Agar para warganya tidak pergi jauh

meninggalkan kampung halamannya dengan profesi sebagai TKI. Sedang

upaya dari pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan belum

ada, jadi tidak ada pilihan lain untuk mereka selain berprofesi sebagai TKI di

luar negeri.

Walaupun di Indonesia ada pekerjaan untuk lapisan bawah namun

gajinya tidak menjanjikan, sangat sedikit bila dibandingkan dengan nilai mata

uang asing. Namun mereka mempunyai modal nekat yang penting sampai luar

5.Rindang, Depag Sebagai Departemen Teladan, Edisi, no.06.th.xxx.januari,

2005,semarang: CV. Aneka Ilmu, hlm. 38..

67

negeri yang lainya urusan belakangan tanpa mengantisipasi akibat ketidak

siapan mereka ketika harus menerima perlakuan timpang majikan yang

bertentangan dengan hak (right) dan kemerdekaan (independent) manusia.

Padahal pengalaman teman-teman mereka seprofesi banyak yang bisa dijadikan

bahan pertimbangan.6

Adapun peraturan perundang-undangan yang mendukung para TKI pergi

ke luar negeri adalah keputusan menteri tenaga kerja Republik Indonesia

Nomor: KEP-204/MEN/1999. Dalam keputusan menteri tenaga kerja tersebut

tidak mengenal gender, semua diperlakukan sama baik laki-laki maupun

perempuan, dengan dalih bahwa peraturan perundang-undangan tersebut tanpa

diskriminasi antara laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebutkan dalam

pasal 4 ayat 1 keputusan menteri tenaga kerja Republik Indonesia Nomor:

KEP-204/MEN/1999, yaitu” Pelayanan penempatan TKI dilakukan dengan

benar, tertib, mudah, cepat dan tanpa diskriminasi”.7

Keputusan tersebut sangat membantu para warga yang berpendidikan

rendah untuk bisa pergi bekerja di luar negeri, dengan pelayanan yang

diharapkan selalu memuaskan, dan jaminan ketika mau berangkat setelah

sampai dan paska kepulangan dari luar negeri.

Tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan usaha yang

dilakukan pemerintah dalam rangka terpeliharanya jiwa bagi manusia,

yaitu untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan)

6 ibid 7 Departeman Tenaga Kerja Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang–undangan

Penempatan Tenaga Kerja Ke Luar Negeri, Jakarta, 1999, hlm.34

68

dan menghilangkan kemelaratan, kelaparan dan pengangguran.

Sebagaimana dalam kaidah ushuliyyah :

االضرورات تبيحالمحظورات

Artinya: Kemudharatan itu menghalalkan larangan-larangan

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Dampak TKI dalam Kehidupan Rumah

Tangga Kaitanya dengan Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

Al-Qur’an dalam banyak ayat menegaskan bahwa : kewajiban bekerja

berlaku bagi laki-laki dan perempuan.7 Jika ajaran-ajaran Islam harus diringkas

dan diperas, maka Islam adalah iman dan bekerja. Dalam bahasa Al-quran

bekerja atau berusaha disebut dengan “amal”. Kedua kata ini (iman dan amal)

yang disebut berkali-kali hampir selalu disebut oleh Al-quran secara bersama-

sama dan dalam satu nafas: “ al ladzina aamanu wa ‘amiluu al shalihat”

(orang-orang yang beriman lagi bekerja baik) dan kalimat lain yang semakna.

Bekerja dengan begitu adalah eksistensi manusia hidup. Dengan bahasa lain

manusia adalah mahluk bekerja.

Dalam satu ayat Al-quran ditegaskan bahwa manusia tidak akan

mendapatkan hal sesuatu apapun kecuali apa yang diusahakan sendiri. Karena

itu tidaklah mengherankan jika kita juga sering mendengarkan bahwa masuk

surga atau neraka sangat ditentukan oleh amalnya atau perbuatanya, pekerjaan

atau usahanya di dunia ini.8 Aspek-aspek kerja dalam Islam dengan begitu

mengandung bentuk yang sangat luas seluas kehidupan itu sendiri, bisa bersifat

7 Swara Rahima, Medi Islam Untuk Hak-Hak Perempuan, No. 12 Th.IV September 2004,

hlm.16 8 Ibid. hlm.16

69

fisikal, intelektual, maupun spiritual. Meski begitu kewajiban yang ditegaskan

oleh Islam adalah bekerja atau berusaha untuk suatu kebaikan manusia dan

dengan cara yang baik pula. Terhadap mereka yang beriman dan bekerja baik,

Tuhan akan memberikanya kehidupan yang baik (khayatan thayyibah) dan di

akhirat mereka dapat bertemu dengan Tuhan. “Siapa saja yang berharap

bertemu dengan Tuhan maka hendaklah dia bekerja dengan baik dan tidak

menyekutukan pengabdiannya kepada Tuhan dengan yang lain”. (Q.S. Al-

Kahfi : 10)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seorang suami

dituntut untuk memberikan nafkah bagi keluarganya. inilah kesepakatan para

ulama’ yang mendasarkan pada firman Alloh S.W.T. sebagai berikut:

وعلى المولود له رزقهن وآسوتهن بالمعروف Artinya: “dan kewajiban ayah yaitu memberikan makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara yang ma’ruf.9 (Q.S. Al Baqaroh :233)

Suami harus memenuhi kebutuhan keluarganya dengan segala profesi

yang dia lakukan, sekalipun pada saat krisis seperti yang melanda bangsa

Indonesia dimana kesempatan kerja sangat sulit diperoleh serta pengangguran

merajalela. Dalam suasana seperti ini pemerintah memberikan alternatif kepada

warga Indonesia untuk mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri, yaitu

dengan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.

Diantara dilematika yang terjadi di dukuh karakan, antara respon

mesyarakat yang setuju dan tidak setuju ternyata di dalamnya terdapat

kelemahan dan kelebihan masing-masing. Ketidak setujuan mereka itu lebih

9 Departemen Agama Republik Indonesia,Op.cit, hlm.57

70

condong kepada hukum normative ajaran Islam dan akibat dari profesi sebagai

TKI.

Dalam hukum normative dianjurkan bahwa suami wajib memberikan

nafkah kepada para isteri dengan cara yang ma’ruf, ternyata dalam kehidupan

masyarakat dukuh karakan tidak cukup hanya dengan penghasilan seorang

suami, isteri juga harus ikut andil dalam usaha pemenuhan kebutuhan keluarga.

Hal itu berakibat pada kehidupan keluarga para TKI, dan akibat-akibat tersebut

akan berdampak buruk dengan kehidupan saat TKI pergi ke luar negeri atau

setelah pulang dari luar negeri. Sedang kelemahannya adalah solusi di dalamnya

belum ada, mereka belum bisa memberikan alternatif apabila para warga tidak

boleh bekerja sebagai TKI. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuka

lapangan pekerjaan untuk warga setempat, dengan begitu maka para warga akan

mendapat penghasilan tanpa harus pergi ke luar negeri.

Rasa ingin lebih maju pasti dimiliki oleh setiap orang, demikianpula

masyarakat warga dukuh karakan, berawal dari rasa ingin lebih maju dan

berkembang dari segi materi maka timbullah asumsi bahwa menjadi TKI adalah

cara yang instan untuk meraih kesuksesan. Mayoritas warga yang setuju itu

lebih banyak condong ke hal penghasilan materi, yaitu demi menghidupi

keluarga agar terhindar dari kelaparan dan kemiskinan yang mengancam

keluarganya.

Untuk kehidupan yang lebih maju anak cucu mereka baik dari segi

kesehatan, makanan, dan pendidikan maka isteri harus pergi ke luar negeri.

Apabila mangharapkan hasil panenpun itu rasanya sangat sulit, yang memang

71

kondisi tanah tidak begitu subur, sedang kesempatan kerja selain bercocok

tanam di desa tidak ada. Namun demikian di balik opsesi mereka untuk meraih

kesuksesan itu ada juga kelemahan di dalamnya, yakni rawannya terhadap

penganiayaan dan percekcokan dalam rumah tanggga.

Dalam kenyataanya mereka para TKI yang bekerja ke luar negeri,

mempunyai dampak terhadap kehidupan rumah tangga, baik dampak positif dan

dampak negatif. Adapun dampak tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah

sebgai berikut:

1. Dampak positif

a. Penghasilan materi

Secara factual, para tenaga kerja Indonesia ke luar negeri baik

laki-laki maupun perempuan dengan segala bentuk profesi yang

ditekuninya bisa mendapatkan gaji lebih dari cukup untuk ukuran materi

di Indonesia. Ini disebabkan karena gaji yang diterima oleh para TKI di

luar negeri disesuaikan dengan biaya hidup (living cost) negara setempat

yang kebutuhan hidupnya jauh lebih tinggi dari pada biaya hidup di

Indonesia. Akibatnya gaji yang mereka terimapun jauh lebih besar jika

di bandingkan dengan penghasilam yang mestinya mereka terima di

Indonesia dengan pekerjaan yang sama. Dengan demikian maka

keluarga yang ditinggalkan oleh para TKI ke luar negeri dapat

menikmati kehidupan yang layak.

72

Para TKI di dukuh Karakan yang pergi ke luar negeri, ternyata

dapat memberikan kesejahteraan bagi keluarganya yang mendapatkan

gaji cukup untuk ukuran materi di Indonesia.

b. Peningkatan kesejahteraan dalam rumah tangga

Dengan mendapatka gaji yang lebih dari cukup untuk ukuran

materi di Indonesia ke luar negeri maka kehidupan keluarga akan lebih

terpenuhi dalam kesejahteraan primernya, yaitu sandang, pangan dan

papan.

Dengan menjadi TKI maka segala kebutuhan materi dapat

terpenuhi. Banyak para TKI dukuh Krakan yang belum bekerja di luar

negeri kehidupan keluarganya memprihatinkan. Namun, setelah mereka

bekerja ke luar negeri kehidupan materinya berlimpah, maka mereka

dapat memenuhi kebutuhan materinya sehingga kehidupan keluarganya

lebih sejahtera.

c. Pendidikan bagi anak akan lebih terjamin

Orang tua merupakan figure pemimpin yang akan mencetak jiwa

bagi anak-anaknya, sehingga orang tua memiliki dominasi yang kuat

terhadap perkembangan jiwa anaknya. Hal ini sebagaimana telah

diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam sebuah hadist sebagai

berikut:

مامن مولودااليولدعلى الفطرة فابواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه ويمجسا نه

73

Artinya: “Tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka terserah orang tuanya yang akan menjadikan naknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi”.11

Dengan demikian orang tua memiliki tanggung jawab untuk

mendidik anak-anaknya. Anak merupakan amanat Allah yang dititipkan

oleh orang tua agar tidak terjerumus ke lembah api neraka.

Dalam Firman Allah S.W.T. :

يايهاالدين امنواقواانفسكم واهليكم نارا

Artinya:”Wahai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. 12(Q.S. At Tahrim :6)

Uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa orang tua dituntut

untuk untuk memberikan pendidikan bagi anaknya. Namun sebagai

orang tua mereka tidak bisa mencurahkan sepenuh waktunya untuk

mendidik anak-anaknya, sehingga orang tua membutuhkan sebuah

lembaga pendidikan bagi anaknya, seperti pendidikan SD, SMP, SMA,

Perguruan Tinggi, Kursus dan lain sebagainya. Dengan demikian

seorang anak sangat butuh biaya untuk meneruskan pendidikan mereka.

Tugas orang tulah untuk mencarikan biaya bagi anaknya dengan

berprofesi sebagai apapun yang dapat menghasilkan uang.

Salah satu pekerjaan yang dapat membiayai pendidikan anak

adalah dengan menjadi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Apalagi

dengan gaji yang melebihi cukup untuk kehidupan materi di Indonesia,

11 Muslim, Shahih Muslim, jilid 2, Bandung: Syirkah l-Ma’arif li Al Thabi Wa Al-Nasyr,

t.t., hlm.458. 12 Departeman Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm.951.

74

orang tua akan dapat memenuhi dan membiayai pendidikaan anak-

anaknya.

2. Dampak negatif

a. Komunikasi dengan keluarga kurang lancar

Karena jangka waktu dalam sebuah masa kontrak kerja dalam

penempatan tenaga kerja ke luar negeri adalah dua tahun,13 maka

seseorang yang menjadi TKI harus berpisah dengan keluarganya. dengan

demikian kontak antara keluarga dengan TKI di luar negeri rentan

terhadap kevakuman sehingga komunikasi terhadap keluarga menjadi

kurang baik yang akan menyebabkan kebutuhan need for self security

atau kebutuhan akan rasa aman pudar. Kebutuhan need for self security

atau kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong

individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian dan keteraturan dari

keadaan lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan dalam sebuah

rumah tangga yang terdiri dari beberapa individu yang saling

ketergantungan. Apabila anggota primer baik keluarga tersebut

meninggalkan individu-individu yang ada (baik isteri/suami maupun

anak) maka kebutuhan akan rasa aman akan menjadi pudar,14 sehingga

hubungan komunikasi antara mereka yang menjadi TKI ke luar negeri

menjadi kurang baik, padahal komunikasi dalam keluarga merupakan hal

penting dalam membina keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah.

yang telah difirmankan oleh Allah S.W.T. sebagai berikut:

13 keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I nomor : KEP-204/MEN/1999 pasal 30 ayat 2. 14 Kuswara E, teori-teori kepribadian, Bandung : Eresco, cet. Ke 2, 1991, hlm.120-121

75

ومن ءاياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل لقوم يتفكرونبينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيات

Artinya:”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantarmu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar ruum: 21)

Dari ayat tersebut dapat kita peroleh pengertian, bahwa dasar dari

suami-isteri dan tujuannya adalah ketenteraman yang berlandaskan rasa

kasih sayang. Itu merupakan masalah kejiwaan, bukan kebendaan.

Kehidupan suami-isteri tak ada artinya sama sekali tanpa disertai soal-

soal kejiwaan seperti itu, sehingga hanya jasad saja yang berdekatan,

sedang jiwanya berjauhan.

b. Rentan terhadap keharmonisan keluarga

Sebagai pasangan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga,

suami isteri dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah dan

rahmah, maka hak dan kewajiban suami isteri harus dijalankan secara

proporsional dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami isteri.

Dalam kaitanya dengan hak dan kewajiban suami isteri, baik dalam

Undang-undang perkawinan atau dalam Kompilasi Hukum Islam

dijelaskan bahwa suami merupakan kepala keluarga dan isteri

merupakan ibu rumah tangga. Sekalipun suami berperan dalam sektor

publik, sedangkan isteri berperan di bidang domestik. Hal ini berdasarkan

firman Allah S.W.T sebagai berikut:

76

الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا

Artinya: “laki-laki itu adalah pemimpin bagi permpuan kaerena Allah telah melebihkan bagaimina mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka15” (Q.S An Nisa’: 34)

Hadist Nabi S.A.W. sebagai berikut:

الزوج ان يطعمها اداا طعم حق المراء ة على ويكسوهااداآسىواليضربالوجه وال يقج وال

يهجراالفىالبيتArtinya:”Hak isteri kepada suami adalah memberi makan kepada

isterinya apabila ia makan, memberi pakaian kepadanya jika dia berpakaian, tidak memukul pada muka dan tidak berbuat jelek serta tidak memisahkan diri kecuali dari tempat tidur”. 16

Tenaga kerja Indonesia sebagaimana telah dijelaskan bahwa

mereka adalah warga negara Indonesuian baik laki-laki maupun

perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu sesuai

dengan perjanjian kerja17 dengan pengertian tersebut maka suami maupun

isteri memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tenaga kerja

Indonesia ke luar negeri.

Dalam kaitanya dengan isteri yang bekerja untuk mencari nafkah,

menurut sayyid sabiq yang mengutip pendapat ibnu abidin, salah satu

ulama’ Imam hanafi berpendapat bahwa apabila isteri bekerja untuk

mencari nafkah keluarga selama tidak merugikan hak suami maka hal

15 Deparemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, hlm.951 16 Al-Khafidz Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1,

Dar Al-Fikr, hlm.593-594, Abu dawud, Sunan Abi Dawud, Jilid 1,cet ke 1, Mesir: Isa Al-Babi Al- Halabi WA Auladih, 1952, hlm. 494.

17 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No: KEP-204/MEN/1999, Pasal 1, Huruf 2 (dua)

77

tersebut diperbolehkan.18 hal inipun senada dengan pendapat para ulama’

Nahdhatul Ulama’ dalam hasil keputusan mukhtamarnya yang ke 14 di

Magelang. Kebolehan isteri untuk bekerja disamakan dengan mahar19

yang telah di Firmankan oleh Allah S.W.T. sebagai berikut:

فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا

Artinya: ”Kemudian jika (isteri-isteri) menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”20 (Q.S. AnNissa’: 4)

Dari uraian tersebut di atas maka bahwa suami berperan di bidang

publik sedang isteri berperan di bidang domestik tidak di pahami secara

dogmatis. Diantara suami isteri dalam rumah tangga diperbolehkan

melakukan pertukaran peran asal masing-masing pihak tidak merasa

terganggu haknya.

Dalam pekerjaannya sebagai tenaga kerja Indonesia ke luar negeri

baik isteri maupun suami dalam sebuah keluarga, ternyata dapat menyulut

percecokan diantara mereka dengan beberapa dalih, lebih-lebih bagi pihak

yang bekerja ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia yang merasa

hartanya lebih banyak sehingga muncullah ego baginya. Bahkan dengan

percekcokan diantara pasangan suami istri gara-gara salah satu pihak

bekerja sebagai TKI keluar negeri dapat meyulut perceraian.

18 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, jilid 2, Kairo:Dar Al-Fath LI Al-Araby, hlm.139 19 KH.A Azis Masyuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar NU, Surabaya: PP, Rabithah

Ma’hadil islamiyah, 1997, hlm.179 20 Deparemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, hlm115.

78

c. Rawan terhadap penganiayaan

Masalah kekerasan merupakan masalah global, terlebih

kekerasan terhadap perempuan. Dalam kaitannya dengan hak asasi

manusia nampak dari berbagai kenyataan bahwa kekerasan terhadap

perempuan merupakan barier atau rintangan bagi pembangunan. Namun

upah yang mereka terima bukan saja lebih rendah dari upah untuk laki-

laki, melainkan juga dengan eksploitasi yang lebih tinggi dan sering

dengan cara kekerasan baik secara fisik, psikis maupun seksual.

Dalam kasus Indonesia mutakhir perempuan akhirnya dipaksa

untuk bekerja di luar negeri menjadi TKW, menjadi buruh di negeri

orang. Ini adalah pengorbanan yang luar biasa dari kaum perempuan

bagi keluarganya, termasuk untuk suaminya, tetapi sering kali dengan

penghargaan yang menyakitkan. Terlampau banyak kasus pekerja buruh

migran perempuan yang menyayat hati dan melukai perasaan

kemanusiaan. Upah yang mereka terima bukan saja lebih rendah dari

pada upah untuk laki-laki melainkan juga dengan eksploitasi yang lebih

tinggi dan sering dengan cara-cara kekerasn baik secara fisik, psikis

maupun seksual.

Realita TKW di atas memperlihatkan praktek-praktek

ketidakadilan sekaligus penindasan manusia atas manusia. Ini tentu saja

melanggar prinsip-prinsip Islam dan kemanusiaan. Pelanggaran-

pelanggaran ini pada gilirannya akan melahirkan krisis sosial yang jauh

lebih luas dan dapat menghancurkan masa depan kemanusiaan sendiri.

79

Kenyataan perempuan seperti ini juga menyimpan sejumlah persoalan

kerentanan dalam kesehatan reproduksi.21 Dan perempuan dengan beban

berganda pada kesehatan reproduksinya akan melahirkan generasi-

generasi yang rentan, lemah dan kering. Adalah menarik apa yang

disampaikan oleh Umar bin khattab mengenai ini. Katanya: “ janganlah

kamu bebani buruh pekerja perempuan di luar batas kemampuannya,

dalam usahanya mencari penghidupan karena bila kamu lakukan hal itu

terhadapnya, ia mungkin akan melakukan perbuatan-perbuatan yang

bertentangan dengan moral…perlakukanlah pegawaimu dengan penuh

pertimnbangan (adil),niscaya Allah akan berlaku penuh pertimbangan

terhadapmu. Kamu wajib memberikan mereka makanan yang baik dan

halal” (Malik, Muwatha’, II/981).

TKI keluar negeri merupakan usaha dalam rangka menjaga

terpeliharanya jiwa bagi manusia yaitu memenuhi kebutuhan primer dan

menghilangkan kemelaratan, pengangguran. Namun dalam usahanya

menjaga dan terpeliharanya jiwa dalam gangguan kemelaratan ternyata

berimbas pada kehancuran jiwa pula, yaitu dengan adanya peniayaan.

Padahal dalam Islam tidak diperbolehkan melenyapkan suatu bahaya

dengan mendatangkan bahaya lain, sebagaimana dalam kaidah usuliah

yang bunyinya :

رالضرراليزال بالضر

21 Swara Rahima, Op;Cit, hlm.18.

80

Artinya : bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya22

d. Rawan terhadap penyelewengan

Salah satu hak bersama antara suami isteri dalam kehidupan

rumah tangga adalah saling menggauli antara keduanya23 sebagaimana

firman Allah S.W.T. sebagai berikut:

هن لباس لكم وانتم لباس لهن

Artinya: ”Mereka (para isteri) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka”.24 (Q.S. Al- Baqrah: 187)

Ketergantungan seseorang dalam dimensi sex sangant ditentukan

oleh besarnya kebutuhan untuk melakukan hubungan sex terhadap

pasanganya. Jadi semakin tinggi kebutuhan seseorang dalam dimensi sex

terhadap pasanganya maka semakin tinggi pula tingkat prestige

(kebutuhan) seseorang dalam dimensi sexnya terhadap pasanganya.

Sebaliknya, semakin rendah tingkat kebutuhan seseorang dalam dimensi

sex terhadap pasanganya maka semakin rendah pula tingkat

ketergantungan diri terhadap pasanganya.

Penyelewengan sex dengan pasangan lain cenderung lebih

mudah dilakukan oleh mereka yang memandang bahwa sex merupakan

kenikmatan yang telah diberikan oleh tuhan dimanapun untuk dinikmati,

ataupun yang memandang bahwa variasi dalam pemenuhan sex perlu

dilakukan serta yang memandang bahwa sex merupakan barang

komoditi. Kecenderungan tersebut lebih mudah dilakukan oleh mereka

22 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Al Fiqih, Jakarta: Al Mjlis, Al-Indunisiy Li l Dakwah

Al-Islmiyah, 1972 M/1392 H, hlm. 207 23 Sayid Sabiq, Op.Cit, hlm. 105 24 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, hlm. 48.

81

yang memikiki pasangan yang tidak mempunyai kemampuan melakukan

hubungan sex maupun mereka yang ditelantarkan oleh pasangan dalam

memenuhi kebutuhan sex. Penyelewengan tersebut lebih cenderung

dilakukan oleh pasangan yang memiliki komunikasi yang kurang baik.

Dengan terpisahnya pasangan suami isteri dalam sebuah keluarga

yang salah satu individunya bekerja sebagai TKI ke luar negeri dalam

jangka waktu dua tahun dalam sebuah kontrak, maka kecenderungn

untuk menyeleweng sangat tinggi. Hal ini dikarenakan para TKI yang

bekerja di luar negeri umumnya masih dalam usia subur yang dominan

untuk saling memenuhi kebutuhan dalam dimensi sex. Apalagi dalam

hubungan komunikasi di antara mereka kurang baik, maka

kecenderungan untuk menyeleweng sangat tinggi.25

e. Pendidikan anak akan menjadi terbengkalai

Anak merupakan amanat Allah untuk para orang tua untuk

mendidiknya. Orang tua dituntut untuk memberikan pendidikan bagi

anaknya sejak usia dini, dengan membiasakan secara moril dengan etika

yang baik agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berguna

bagi masyarakat.26

Allah S.W.T. berfirman:

ايايهاالدين امنواقواانفسكم واهليكم نار

25 Bagus Haryona, kekuasaan Isteri Tergantung Pada Suami, Surakarta: Yayasan pustaka

cakra, cet. Ke 1, 2000, hlm. 238. 26 Sayyid Sabiq, Ibid, hlm.312

82

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.27 (Q.S. At-Tahrim:6)

Dalam fungsinya sebagai orang tua, mereka dituntut untuk

mendidik anak-anaknya. Orang tua memiliki peran yang sangat dominan

terhadap pendidikan anak-anaknya.28 Banyaknya waktu yang digunakan

orang tua untuk berinteraksi dengan anaknya akan menjadi factor yang

menentukan bagi kreatifitas pertumbuhan kreativitas anak. Semakin

banyak waktu untuk berinteraksi dan semakin baik kualitas interaksi,

maka semakin besar peluang anak untuk tumbuh dengan kreatifitas yang

tinggi. Kualitas interaksi- interaksi ditentukan oleh kehangatan orang tua

dan rangsangan intelektual yang diberikan kepada anak. Inilah dominasi

orang tua dalam pendidikan bagi anaknya, sebagaimana sabda Nabi

S.A.W :

مامن مولودااليولدعلىالفطرة فابواه يهودانه وينصرانه وينصرانه ويمجسانه

Artinya : “Tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka terserah orang tuanya yang akan menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani maupun majusi”.

Apabila orang tua menjadi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri

dengan segala profesinya maka tidak memiliki waktu untuk berinteraksi

dengan anak sehingga kualitas interaksi orang tua terhadap anaknya

menjadi lemah. Akibatnya pertumbuhan anak dan kreatifitas sangat

rendah, dan pendidikan bagi anak menjadi terbengkalai.

27 Departemen Republik Indonesia, Op.cit, hlm.951 28 HM. Arifin, “Hubungan Timbal-balik Pendidikan Agama Terhadap Pendidikan Agama di

lingkungan Sekolah dan Keluarga”, Jakarta: bulan Bintang, cet. Ke 2, 1976, hlm. 74.

83

Demikian dampak positif dan negatif yang terjadi sekitar TKI

dalam kaitanya dengan pemenuhan hak dan kewajiban suami-isteri,

mengingat profesi sebagai TKI yang dijalani para warga selain dapat

menghasilkan uang, juga dapat berdampak negatif pada diri sendiri dan

pada keluarga.

Menurut analisis penulis dampak yang menimpa TKI tersebut

kadarnya lebih kecil bila dibandingkan dengan menjadi pengangguran di

negeri sendiri, yang nantinya akan berakibat pada ancaman kelaparan

bagi diri dan keluarganya sebagai penyebab susahnya lapangan

pekerjaan. Sebagimana dalam kaidah ushuliyyah:

االضرورات تبيحالمحظورات

Artinya: Kemudharatan itu menghalalkan larangan-larangan

Oleh karena itu untuk mengantisipasi itu semua maka diharapkan

instansi desa atau pemerintah membuka lapangan pekerjaan untuk

masyarakat setempat yang dirasa masih tergolong berpendidikan rendah,

agar tidak jauh-jauh bekerja di luar negeri dan mengakibatkan hal yang

tidak diinginkan.

Penulis rasa jalan itu selain menguntungkan bagi kita juga

manguntungkan bagi pemerintah setempat, dengan demikian para warga

akan dapat bekerja tanpa harus meninggalkan hak dan kewajiban sebagai

suami-isteri. Yakni isteri dapat mengatur urusan rumah tangga sebaik-

baiknya dan suami dapat melindungi isterinya dan memberikan segala

sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.

84