Bab IV Ambacang 2
-
Upload
zikra-alfa-sani -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Bab IV Ambacang 2
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan
wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang – orang
yang menjalankan program serta analisis laporan program Puskesmas Ambacang.
Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan program
Puskesmas Ambacang tahun 2014 dan triwulan I (Januari – Maret) tahun 2015.
Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Ambacang
adalah :
Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Ambacang
No Program Masalah Target / Indikator
Penca-paian
Gap Keterangan
1. KIA Angka Abortus yang masih tinggi
- 18 - Tersebar merata diseluruh kelurahan
2. KIA Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus belum mencapai target
3. Surveilans P2M dan PTM
Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi
Penyakit menular yang terbanyak 1 pada anak
4. Surveilans P2M dan PTM
Angka kejadian pnuemonia pada anak yang masih tinggi
penyakit yang terbanyak 2 pada anak
5. Surveilans P2M dan PTM
Penjaringan suspect TB yang belum mencapai target
70% 43.5% 26.5%
6. Gizi Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target
80% 66.38% 13.62%
7. Promosi kesehatan
Angka kunjungan posbindu yang belum mencapai target
4.2. Penentuan Prioritas Masalah
Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan beberapa masalah
yang memerlukan penyelesaian. Tetapi tidak semua masalah dalam program
Puskesmas dapat diselesaikan sekaligus, sehingga perlu dilakukan penentuan
prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar dan mungkin untuk
diselesaikan. Dalam hal ini metode yang kami gunakan adalah Metode Hanlon.
Dari masalah tersebut akan dibuat Plan of Action untuk mengatasi masalah yang
telah ditetapkan.
Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Urgensi : Merupakan masalah yang penting untuk dilaksanakan
a. Nilai 1 = Tidak penting
b. Nilai 2 = Kurang penting
c. Nilai 3 = Cukup penting
d. Nilai 4 = Penting
e. Nilai 5 = Sangat penting
2. Kemungkinan intervensi
a. Nilai 1 = Tidak mudah
b. Nilai 2 = Kurang mudah
c. Nilai 3 = Cukup mudah
d. Nilai 4 = Mudah
e. Nilai 5 = Sangat mudah
3. Biaya
a. Nilai 1 = Sangat mahal
b. Nilai 2 = Mahal
c. Nilai 3 = Cukup mahal
d. Nilai 4 = Murah
e. Nilai 5 = Sangat murah
4. Kemungkinan meningkatkan mutu
a. Nilai 1 = Sangat rendah
b. Nilai 2 = Rendah
c. Nilai 3 = Sedang
d. Nilai 4 = Tinggi
e. Nilai 5 = Sangat tinggi
Tabel 4.2 : Penilaian Prioritas MasalahNo
Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking
1 Angka Abortus yang masih tinggi
4 1 4 2 11 VII
2 Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus belum mencapai target
3 3 4 3 12 VI
3 Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi
4 2 3 4 13 II
4 Angka kejadian pnuemonia pada anak yang masih tinggi
4 2 3 4 13 III
5 Penjaringan suspek TB yang belum mencapai target
3 3 2 4 12 IV
6 Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target
4 4 3 4 15 I
7 Angka kunjungan posbindu yang belum
2 2 4 4 12 V
mencapai target
Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas
masalah untuk Plan Of Action yaitu, cakupan Asi Ekslusif yang masih belum
mencapai target. Penulis menganggap perlu untuk menganalisis penyebab
masalah ini untuk mencari solusi dan inovasi dalam meningkatkan capaian
program dan dapat kesehatan masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Ambacang.
Keterangan:
1. Angka abortus yang masih tinggi
a. Urgensi (skor 4, Penting)
Abortus merupakan salah satu gangguan pada kehamilan dimana
terjadinya perdarahan dalam kehamilan sebelum usia 20 minggu.
Tingginya angka abortus secara tidak langsung akan berperan terhadap
kemungkinan meningkatnya angka kematian ibu (AKI). Hal ini
disebabkan karena komplikasi yang akan ditimbulkan oleh abortus itu
sendiri dimana yang paling berbahaya adalah perdarahan yang dapat
menimbulkan syok hipovolemik sehingga dapat mengancam nyawa ibu.
Oleh karena itu perlu kerjasama berbagai pihak baik dari ibu, keluarga,
bidan, dan puskesmas dalam deteksi dini tanda abortus serta penanganan
abortus dengan cepat dan tepat.
b. Intervensi (skor 1, Tidak Mudah)
Intervensi untuk masalah abortus ini tidaklah mudah. Hal ini
disebabkan karena belum ada etiologi atau penyebab serta faktor risiko
yang jelas untuk abortus itu sendiri, sehingga untuk melakukan deteksi
dini dan tindakan pencegahan dari abortus itu susah untuk dilaksanakan.
Kerjasama berbagai pihak diperlukan baik dari ibu, keluarga, bidan, dan
puskesmas dalam deteksi dini dan pengenalan tanda awal abortus serta
penanganan yang cepat. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti penyuluhan
pada kelas ibu hamil, pembagian leaflet, dan konseling ibu hamil.
c. Biaya (skor 4, Murah)
Biaya untuk intervensi ini murah, karena pemberian pengetahuan
tentang pengenalan dini tanda bahaya abortus dapat dilakukan pada kelas
ibu hamil, dan pada konseling ibu hamil di KIA.
d. Mutu (skor 2, Rendah)
Kegiatan intervensi yang direncana tidak memberikan pengaruh
yang terlalu besar untuk penurunan angka abortus itu sendiri karena
penyebab dan faktor risiko untuk terjadinya abortus tidak dapat dipastikan
dengan jelas. Namun, kegiatan intervensi dapat mencegah angka kematian
ibu karena ibu dapat mengenali tanda awal abortus sehingga dapat
memeriksakan diri dengan cepat kepada bidan atau ke puskesmas.
2. Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus
a. Urgensi (skor 3, Cukup Penting)
Deteksi komplikasi pada neonatus diperlukan untuk mencegah
meningkatnya angka kematian neonatus. Komplikasi pada bayi baru lahir
dapat berupa bayi kuning/ikterus karena kelainan pada sistem gastrobilier
dan komplikasi akibat kelainan kongenital lainnya. Penanganan yang
terlambat akan menimbulkan bahaya, sehingga dibutuhkan pengetahuan
dan kesadaran ibu tentang cara mendetekdi dini komplikasi pada neonatus
sehingga ibu dapat segera memeriksakan bayinya ke puskesmas dan
komplikasinya dapat ditangani dengan cepat.
b. Intervensi (skor 3, Cukup Mudah)
Intervensi dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan ataupun
konseling mengenai cara mengenalin tanda bahaya pada bayi baru lahir
dan segera membawa balita ke puskesmas apabila ada tanda tersebut.
c. Biaya (skor 4, Murah)
Intervensi melalui penyuluhan dapat dilakukan pada kelas ibu
hamil, posyandu, dan konseling di KIA sehingga tidak terlalu memerlukan
banyak biaya.
d. Mutu (skor 3, Sedang)
Apabila program penyuluhan dan konseling dapat berjalan dengan
optimal maka ibu akan lebih cepat tanggap dalam mengenali tanda bahaya
pada anaknya, dan segera memeriksakan diri ke pusat kesehatan, sehingga
komlikasi yang timbul dapat diatasi dengan cepat sehingga kematian bayi
dapat dicegah.
3. Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi
a. Urgensi (skor 4, Penting)
Penyelesaian masalah diare dinilai cukup penting karena diare
merupakan penyakit berbasis lingkungan yang bisa berdampak buruk
terhadap kesehatan. Permasalahan ini sering diakibatkan karena
lingkungan yang kurang baik seperti sanitasi yang buruk, kurangnya
penyediaan sumber air besih, pengawasan terhadap makanan, jamban yang
tidak sehat dll. Selain itu, diare yang tidak ditanggulangi dengan cepat dan
tepat dapat menyebabkan dehidrasi hingga syok hipovolemik sehingga
dapat mengancam nyawa anak.
b. Intervensi (skor 2, Kurang Mudah)
Intervensi yang diperlukan adalah dengan perbaikan sanitasi
lingkungan seperti pada tempat-tempat makan, sanitasi air bersih,
pembuangan limbah rumah tangga dan pabrik, jamban dan depot air
minum isi ulang, dll yang berperan sebagai faktor lingkungan penyebab
diare. Kegiatan intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan pengecekan
lingkungan rumah tangga dan pabrik,pengecekan tempat-tempat makan,
pemberian penyuluhan, pengecekan kadar bakteri pada depot air minum isi
ulang dan penyediaan jamban sehat.
c. Biaya (skor 3, Cukup Mahal)
Biaya yang diperlukan adalah untuk transportasi petugas dalam
turun kelapangan untuk pengecekan kualitas sumber air bersih dan
pembuangan limbah di masyarakat dan pabrik, pengecekan tempat-tempat
makan dll . Selain itu dana juga dibutuhkan untuk proses pengecekan
kadar bakteri pada depot air minum isi ulang dan penyediaan jamban
sehat.
d. Mutu (skor 4, Tinggi)
Berhasilnya upaya pemecahan masalah diare ini dapat
meningkatkan mutu puskesmas karena akan mengurangi angka penularan,
kesakitan dan kematian, dan menciptakan sanitasi lingkungan yang bersih
dan sehat.
4. Angka kejadian pneumonia pada anak yang masih tinggi
a. Urgensi (skor 4, Penting)
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan
terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan
anak balita . Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara
berkembang termasuk Indonesia disebabkan pneumokokus dan Hib.
Banyak faktor yang berperan dalam kejadian pneumonia ini, diantaranya
status gizi dari balita yang berkaitan daya tahan tubuh, lingkungan yang
tidak bersih, dan penjaringan kasus yang kurang sehingga dapat
meningkatkan penularan. Sehingga dibutuhkan deteksi dini, penjaringan
dan penanganan yang cepat dan tepat.
b. Intervensi (skor 2, Kurang mudah)
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
kejadian pneumonia serta meningkatkan angka penjaringan pneumonia
diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan mengenai cara
mendeteksi dini tanda dan gejala pneumonia dan segera memeriksakan diri
apabila ada gejala, pemeriksaan frekuensi nafas pada balita secara rutin,
pemantauan serta perbaikan lingkungan masyarakat, serta perbaikan status
gizi pada balita.
c. Biaya (skor 3, Cukup mahal)
Biaya intervensinya cukup mahal karena untuk memantau
lingkungan pada masyarakat serta untuk melakukan penjaringan kasus
dibutuhkan biaya transportasi yang cukup mahal.
d. Mutu (skor 2, Tinggi)
Apabila program dapat berjalan dengan lancar maka penjaringan
penyakit pneumonia pada anak dapat ditingkatkan sehingga dapat dicegah
penularannya dan anak yang menderita pneumonia dapat diatasi dengan
segera.
5. Penjaringan suspek TB yang belum mencapai target
a. Urgensi (skor 3, Cukup Penting)
Tuberkulosis masih menjadi penyakit infeksi saluran nafas yang
sering terjadi di Indonesia. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak
dengan dahak atau melalui udara melalui percikan bersin atau batu dari
orang yang terinfeksi. Anak-anak sering medapat penularan dari orang
dewasa disekitar rumah ataupun di fasilitas umum. Keterlambatan
diagnosa, dan ketidak patuhan dalam menjalani pengobatan akan
mempunyai dampak besar dalam penularan penyakit TB. Untuk itu
diperlukan tindakan penjaringan suspek TB untuk mencegah penularan
lebih luas.
b. Intervensi (skor 3, Cukup mudah)
Intervensi dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan tentang
deteksi dini tanda dan gejala TB, seperti batuk> 2 minggu, dan segera
memeriksakan diri bila mempunyai gejala tersebut. Meningkatkan
penjaringan juga dapat dilakukan dengan turun kelapangan langsung
mencari masyarakat dengan suspek TB dan segera memeriksakan
sputumnya atau Matoux test pada anak-anak. Penjaringan juga dapat
dilakukan dengan meningkatkan kerjasama yang baik dengan kader,
dimana kader bertugas sebagai mediator dalam pendeteksian kasus suspek
TB dan menyarankan bagi yang dicurigai untuk segera memeriksakan diri
ke puskesmas
c. Biaya (skor 2, Mahal)
Turun kelapangan untuk menjaring suspect TB membutuhkan
biaya transportasi yang cukup mahal.
d. Mutu (skor 4, Tinggi)
Apabila program penjaringan meningkat sesuai target maka secara
tidak langsung angka penularan TB juga menurun, dan dengan pengobatan
Tb yang optimal dan teratur jumlah kasus pun dapat berkurang.
6. Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target
a. Urgensi (skor 4, Penting)
Pemberian ASI eksklusif mempunyai efek jangka pendek dan
jangka panjang untuk seorang anak. Manfaat yang dapat diperoleh dari
ASI ekslusif diantaranya yaitu dapat meningkatkan imunitas dari balita,
sehingga angka kesakitan dan kematian pada bayi dapat menurun.
Pemberian ASI eksklusif juga dapat mempengaruhi status gizi serta
pertumbuhan dan perkembangan balita. Pengaruh jangka panjang dari ASI
ekslusif yaitu dapat meningkatkan kecerdasan pada anak, sehingga hal ini
secara tidak langsung akan berperan dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia dimasa yang akan datang. Selain itu ASI juga dapat
menjalin hubungan psikologis antara ibu dan anak.
b. Intervensi (skor 4, Mudah)
Intervensi untuk meningkatkan cakupan asi ekslusif dapat
dilakukan dapat dengan berbagai cara, baik itu dengan program yang
sudah ada maupun pengembangan inovasi-inovasi baru. Hal yang dapat
kita lakukan seperti, optimalisasi pojok laktasi, meningkatkan pengetahuan
ibu tentang pentingnya ASI melalui penyuluhan diposyandu, KIA dan
kelas ibu hamil, pelatihan kader, pembentukan kelompok peduli ASI,
pembentukan kelompok bapak peduli ASI sebagai pengawas dalam hal
pemberian ASI, pembuatan kartu konseling ASI untuk kader, ibu hamil
dan menyusui dll.
c. Biaya (skor 4, Cukup Mahal)
Untuk melakukan intervensi dalam meningkatkan cakupan
pemberian ASI ekslusif ini dapat dilakukan dengan biya murah sampai
cukup mahal. Program yang memerlukan biaya murah seperti penyuluhan
pada kelas ibu hamil, pojok laktasi, dan pembentukan kelompok ibu hamil.
Program yang memerlukan kerjasama dengan pihak terkait seperti
pembentukan kelompok bapak peduli ASI dan pelatikan kader ASI.
Sedangkan program yang membutuhkan biaya seperti pembentukan kartu
konseling ASI.
d. Mutu (skor 4, Tinggi)
Apabila program berhasil dengan meningkatnya cakupan ibu yang
memberikan ASI ekslusif maka secara tidak langsung angka kesakitan dan
kematian bayi akan berkurang, status gizi, pertumbuhan dan
perkembangan anak akan optimal, serta kecerdasan anak dapat meningkat
sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita dimasa
yang akan datang.
4.3 Analisis Sebab Masalah
A. Manusia
1. Ibu
1) Pengetahuan ibu yang kurang tentang pengertian ASI ekslusif sebenarnya
Pengetahuan
KurangBaik
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai pengetahuan ibu
mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang
memiliki pengetahuan kurang. Sebanyak 56,6% responden memiliki
pengetahuan ASI eksklusif yang kurang dan 43,4% responden memiliki
pengetahuan yang baik.
2) Perilaku ibu yang kurang mendukung dan peduli dalam pelaksanaan
pemberian ASI ekslusif
3) Presepsi negatif ibu terhadap ASI disebabkan karena produksi ASI ibu yang
kurang ,dan faktor psikologis dari ibu
Perilaku
NegatifPositif
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai perilaku ibu
mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang memiliki
pengetahuan kurang. Sebanyak 53,33% responden memiliki perilaku negatif
mengenai ASI eksklusif dan 46,67% responden memiliki perilaku yang positif.
4) Ibu terlalu cepat memberikan MP ASI
5) Pendidikan yang rendah
6) Ibu yang sibuk bekerja
2. Tenaga Kesehatan
1. Tidak menyertakan konseling ASI ekslusif dalam kegiatan pemeriksaan
kehamilan
Dukungan Petugas Kesehatan
MendukungKurang Mendukung
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai dukungan petugas
kesehatan mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang
mendapat dukungan petugas mengenai ASI eksklusif. Sebanyak 56,67%
responden mendapatkan dukungan mengenai ASI eksklusif dan 43,33%
responden menyatakan petugas kurang mendukung mengenai ASI eksklusif.
2. Banyaknya petugas yang lupa dalam pencatatan pemberian ASI ekslusif pada
bayi di posyandu
B. Material
Kurangnya Poster tentang ASI dan letaknya yang tidak strategis
C. Metode
Penyuluhan dan konseling yang diberikan baik oleh petugas
kesehatan maupun kader dengan metode ceramah sehingga ibu mudah
lupa dengan apa yang telah disampaikan.
D. Lingkungan
1. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga dalam pengawasan pemberian
ASI ekslusif
Dukungan Orang Terdekat
MendukungKurang Mendukung
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai dukungan orang
terdekat terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh
responden mendapatkan dukungan yang cukup. Sebanyak 53,33% responden
menyatakan mendapatkan dukungan yang cukup dan 46,67% responden
menyatakan kurangnya dukungan dari orang terdekat.
2. Tradisi dan kebiasaan dalam pemberian makanan pendamping ASI yang cepat
Budaya Setempat
DipengaruhiTidak dipengaruhi
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai pengaruh budaya
setempat terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh
responden tidak terpengaruh budaya setempat. Sebanyak 56,67% responden
menyatakan tidak budaya setempat dan 43,33% responden menyatakan
terpengaruh budaya setempat.
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
A. Manusia
1. Ibu
a. Masalah :
1. Pengetahuan ibu yang kurang tentang pengertian ASI ekslusif sebenarnya
2. Perilaku ibu yang kurang mendukung dan peduli dalam pelaksanaan
pemberian ASI ekslusif
3. Ibu terlalu cepat memberikan MP ASI
4. Presepsi negatif ibu terhadap ASI disebabkan karena produksi ASI ibu yang
kurang ,dan faktor psikologis dari ibu
5. Pendidikan yang rendah
6. Ibu yang sibuk bekerja
b. Rencana :
1. Video ASI kelas ibu hamil
- Pelaksanaan : Pemutaran Video bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif. Penyuluhan secara visual akan
lebih efektif dibandingkan metode ceramah karena ibu akan lebih dapat
dengan mudah mengingat dan mempraktekkannya. Pelaksanaannya
dilakukan bersamaan dengan kelas ibu hamil, dimana dilakukan sebelum
kelas ibu hamil di mulai. Topik video akan diberikan berbeda setiap
pertemuannya, tetapi masih dalam ruang lingkup ASI ekslusif.
- Pelaksana : Promkes, KIA, Gizi, Dokter puskesmas dan Kader
- Sasaran : Ibu hamil
- Waktu : 1 x 2 minggu
- Tempat : Gedung pelaksanaan kelas ibu hamil
- Target : - Minimal dilakukan 1 x sebulan
Meningkatnya cakupan ASI ekslusif minimal 9
bulan sejak program dlaksanakan
2. Kerjasama dengan komunitas peduli ASI Sumbar
- Pelaksanaan : Bekerjasama dengan komunitas peduli ASI Sumbar dalam
hal melakukan penyuluhan tentang ASI ekslusif. Komunitas peduli ASI
dilibatkan sebagai salah satu pemberi materi dalam kegiatan penyuluhan.
- Pelaksana : Promkes, KIA, Gizi, Dokter puskesmas dan Kader dan
Komunitas peduli ASI
- Sasaran : Ibu hamil
- Waktu : 1 x 6 bulan
- Tempat : Gedung pelaksanaan kelas ibu hamil
- Target : - Adanya ibu-ibu yang ikut berperan serta dalam
komunitas peduli ASI Sumbar dan ikut menyebarluaskan tentang
pentingnya ASI ekslusif
2. Tenaga Kesehatan
a. Masalah
- Tidak menyertakan konseling ASI ekslusif dalam kegiatan pemeriksaan
kehamilan
- Banyaknya petugas yang lupa dalam pencatatan pemberian ASI ekslusif
pada bayi di posyandu
b. Rencana :
1. Pengawasan Pencatatan form ASI Ekslusif
Pelaksanaan : Mengingatkan setiap petugas sebelum turun ke posyandu
untuk mengisi form ASI eklusif dan mengevaluasi setelah posyandu apakah
form diisi atau tidak dan bagi petugas tidak mencatat diberi peringatan
Pelaksana : Pemegang program gizi
Sasaran : Petugas yang turun posyandu
Waktu : Sebelum dan sesudah posyandu
Target : Meningkatnya cakupan pencatatan ASI ekslusif
2. Evaluasi Kerja petugas kesehatan
Pelaksanaan : Evaluasi kerja bidan, dokter, petugas KIA petugas yang turun
ke posyandu serta kader mengenai pemberian konseling ASI ekslusif setiap
kunjungan ibu hamil dan bagi yang tidak melakukannya diberikan peringatan.
Pelaksana : Kepala Puskesmas, Pemegang program gizi
Sasaran : bidan, dokter, petugas KIA, petugas yang turun ke
posyandu,kader
Waktu : 1 x sebulan
Target : Meningkatnya cakupan ASI ekslusif
B. Material
a. Masalah
Kurangnya Poster tentang ASI dan letaknya yang tidak strategis
b. Rencana
Menambah jumlah poster mengenai pentingnya ASI ekslusif dan poster yang
sudah ada di tempel di posisi yang mudah dilihat oleh ibu
c. Sasaran : Promkem
d. Target : Minimal ada 3 poster tentang ASI ekslusif dan diposisikan
diposisi yang benar
C. Metode
a. Masalah
Penyuluhan dan konseling yang diberikan baik oleh petugas
kesehatan maupun kader dengan metode ceramah sehingga ibu mudah
lupa dengan apa yang telah disampaikan
b. Rencana
1. Kartu konseling ASI.
Pelaksanaan : Dimana dalam kartu ini ibu mendapat penjelasan mengenai
ASI eklusif, cara pemberian ASI yang benar, kapan waktu pemberian MP
ASI yang tepat,dl, Sehingga ibu dapat melihat dan mengingat kembali
penyuluhan dan konseling yang telah diberikan. Kartu konseling ASI
diberikan sebagai penangkal lupa Ibu akan pentingnya ASI. Kartu
konseling ASi juga disertai dengan gambar-gambar yang menarik seperti
tatcara pemberian ASI.
Pelaksana : Bidan, KIA, kader
Sasaran : Ibu hamil dan menyusui, kader
Waktu : Setiap kunjungan ibu hamil dan menyusui, pada posyandu
dan setelah penyuluhan ASI
Target : 80 % ibu hamil yang berkunjung ke KIA, posyandu dan
penyuluhan mendapatkan kartu konseling ASI.
D. Lingkungan
a. Masalah
1. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga dalam pengawasan pemberian
ASI ekslusif
2. Tradisi dan kebiasaan dalam pemberian makanan pendamping ASI yang cepat
b. Rencana :
1. Bapak ASI
Pelaksanaan : Program ini bertujuan untuk melibatkan suami sebagai
pengawas dalam pemberian ASI ekslusif. Hal ini diperlukan agar ibu
mendapatkan motivasi, dukungan serta pengawasan dalam pemberian ASI.
Suami merupakan kepala keluarga yang dianggap dimana saran dan
tindakan suami akan diikuti dan didengar oleh istri/ibu. Program ini
memerlukan kerjasama dengan pihak kelurahan, RT dan RW untuk
membentuk suatu kelompok bapak pengawas pemberian ASI. Melalui
kerjasama ini puskesmas berperan dalam pemberian pemahaman kepada
bapak-bapak akan pentingnya ASI ekslusif.
Pelaksana : Kepal puskesmas, Gizi
Sasaran : Lurah, kepala RT, RW, bapak-bapak yang mempunyai
istri hamil dan menyusui
Waktu : Diadakannya pertemuan Minimal 1 x setahun
Target : 80 % bapak-bapak yang memiliki istri hamil dan
menyusui mengikuti memiliki pemahaman tentang ASI ekslusif.
2. Ibu Asuh ASI
Pelaksanaan : Program ini bertujuan untuk melibatkan tetangga dan
lingkungan sekitar sebagai pengawas dalam pemberian ASI ekslusif. Hal
ini diperlukan agar ibu mendapatkan motivasi, dukungan serta pengawasan
dalam pemberian ASI. Dimana dalam program ini akan ditunjuk satu ibu
asuh yang bertanggung jawab terhadap beberapa orang ibu hamil dan
menyusui. Ibu asuh yang ditunjuk adalah ibu-ibu yang dihormati dan
berperan dalam suatu kelompok ibu-ibu. Program ini memerlukan
kerjasama dengan pihak kelurahan, RT dan RW serta kader untuk. Melalui
kerjasama ini puskesmas berperan dalam pemberian pemahaman kepada
ibu asuh akan pentingnya ASI ekslusif.
Pelaksana : Kepal puskesmas, Gizi
Sasaran : Lurah, kepala RT, RW, Ibu-ibu
Waktu : Diadakannya pertemuan minimal 1 x 6 bulan
Target : 80 % ibu-ibu hamil dan menyusui memiliki ibu asuh
pengawas pemberian ASI ekslusif.