Bab IV Ambacang 2

31
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang – orang yang menjalankan program serta analisis laporan program Puskesmas Ambacang. Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan program Puskesmas Ambacang tahun 2014 dan triwulan I (Januari – Maret) tahun 2015. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Ambacang adalah : Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Ambacang No Program Masalah Target / Indika tor Penca - paian Gap Keterangan 1. KIA Angka Abortus yang masih tinggi - 18 - Tersebar merata diseluruh kelurahan 2. KIA Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus belum mencapai target 3. Surveil ans P2M Angka kejadian diare pada anak Penyakit menular

description

public health

Transcript of Bab IV Ambacang 2

Page 1: Bab IV Ambacang 2

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan

wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang – orang

yang menjalankan program serta analisis laporan program Puskesmas Ambacang.

Proses ini dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan program

Puskesmas Ambacang tahun 2014 dan triwulan I (Januari – Maret) tahun 2015.

Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Ambacang

adalah :

Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Ambacang

No Program Masalah Target / Indikator

Penca-paian

Gap Keterangan

1. KIA Angka Abortus yang masih tinggi

- 18 - Tersebar merata diseluruh kelurahan

2. KIA Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus belum mencapai target

3. Surveilans P2M dan PTM

Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi

Penyakit menular yang terbanyak 1 pada anak

4. Surveilans P2M dan PTM

Angka kejadian pnuemonia pada anak yang masih tinggi

penyakit yang terbanyak 2 pada anak

5. Surveilans P2M dan PTM

Penjaringan suspect TB yang belum mencapai target

70% 43.5% 26.5%

6. Gizi Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target

80% 66.38% 13.62%

7. Promosi kesehatan

Angka kunjungan posbindu yang belum mencapai target

Page 2: Bab IV Ambacang 2

4.2. Penentuan Prioritas Masalah

Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan beberapa masalah

yang memerlukan penyelesaian. Tetapi tidak semua masalah dalam program

Puskesmas dapat diselesaikan sekaligus, sehingga perlu dilakukan penentuan

prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar dan mungkin untuk

diselesaikan. Dalam hal ini metode yang kami gunakan adalah Metode Hanlon.

Dari masalah tersebut akan dibuat Plan of Action untuk mengatasi masalah yang

telah ditetapkan.

Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Urgensi : Merupakan masalah yang penting untuk dilaksanakan

a. Nilai 1 = Tidak penting

b. Nilai 2 = Kurang penting

c. Nilai 3 = Cukup penting

d. Nilai 4 = Penting

e. Nilai 5 = Sangat penting

2. Kemungkinan intervensi

a. Nilai 1 = Tidak mudah

b. Nilai 2 = Kurang mudah

c. Nilai 3 = Cukup mudah

d. Nilai 4 = Mudah

e. Nilai 5 = Sangat mudah

Page 3: Bab IV Ambacang 2

3. Biaya

a. Nilai 1 = Sangat mahal

b. Nilai 2 = Mahal

c. Nilai 3 = Cukup mahal

d. Nilai 4 = Murah

e. Nilai 5 = Sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu

a. Nilai 1 = Sangat rendah

b. Nilai 2 = Rendah

c. Nilai 3 = Sedang

d. Nilai 4 = Tinggi

e. Nilai 5 = Sangat tinggi

Tabel 4.2 : Penilaian Prioritas MasalahNo

Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking

1 Angka Abortus yang masih tinggi

4 1 4 2 11 VII

2 Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus belum mencapai target

3 3 4 3 12 VI

3 Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi

4 2 3 4 13 II

4 Angka kejadian pnuemonia pada anak yang masih tinggi

4 2 3 4 13 III

5 Penjaringan suspek TB yang belum mencapai target

3 3 2 4 12 IV

6 Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target

4 4 3 4 15 I

7 Angka kunjungan posbindu yang belum

2 2 4 4 12 V

Page 4: Bab IV Ambacang 2

mencapai target

Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas

masalah untuk Plan Of Action yaitu, cakupan Asi Ekslusif yang masih belum

mencapai target. Penulis menganggap perlu untuk menganalisis penyebab

masalah ini untuk mencari solusi dan inovasi dalam meningkatkan capaian

program dan dapat kesehatan masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang.

Keterangan:

1. Angka abortus yang masih tinggi

a. Urgensi (skor 4, Penting)

Abortus merupakan salah satu gangguan pada kehamilan dimana

terjadinya perdarahan dalam kehamilan sebelum usia 20 minggu.

Tingginya angka abortus secara tidak langsung akan berperan terhadap

kemungkinan meningkatnya angka kematian ibu (AKI). Hal ini

disebabkan karena komplikasi yang akan ditimbulkan oleh abortus itu

sendiri dimana yang paling berbahaya adalah perdarahan yang dapat

menimbulkan syok hipovolemik sehingga dapat mengancam nyawa ibu.

Oleh karena itu perlu kerjasama berbagai pihak baik dari ibu, keluarga,

bidan, dan puskesmas dalam deteksi dini tanda abortus serta penanganan

abortus dengan cepat dan tepat.

b. Intervensi (skor 1, Tidak Mudah)

Intervensi untuk masalah abortus ini tidaklah mudah. Hal ini

disebabkan karena belum ada etiologi atau penyebab serta faktor risiko

Page 5: Bab IV Ambacang 2

yang jelas untuk abortus itu sendiri, sehingga untuk melakukan deteksi

dini dan tindakan pencegahan dari abortus itu susah untuk dilaksanakan.

Kerjasama berbagai pihak diperlukan baik dari ibu, keluarga, bidan, dan

puskesmas dalam deteksi dini dan pengenalan tanda awal abortus serta

penanganan yang cepat. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti penyuluhan

pada kelas ibu hamil, pembagian leaflet, dan konseling ibu hamil.

c. Biaya (skor 4, Murah)

Biaya untuk intervensi ini murah, karena pemberian pengetahuan

tentang pengenalan dini tanda bahaya abortus dapat dilakukan pada kelas

ibu hamil, dan pada konseling ibu hamil di KIA.

d. Mutu (skor 2, Rendah)

Kegiatan intervensi yang direncana tidak memberikan pengaruh

yang terlalu besar untuk penurunan angka abortus itu sendiri karena

penyebab dan faktor risiko untuk terjadinya abortus tidak dapat dipastikan

dengan jelas. Namun, kegiatan intervensi dapat mencegah angka kematian

ibu karena ibu dapat mengenali tanda awal abortus sehingga dapat

memeriksakan diri dengan cepat kepada bidan atau ke puskesmas.

2. Angka kunjungan deteksi komplikasi pada neonatus

a. Urgensi (skor 3, Cukup Penting)

Deteksi komplikasi pada neonatus diperlukan untuk mencegah

meningkatnya angka kematian neonatus. Komplikasi pada bayi baru lahir

dapat berupa bayi kuning/ikterus karena kelainan pada sistem gastrobilier

dan komplikasi akibat kelainan kongenital lainnya. Penanganan yang

Page 6: Bab IV Ambacang 2

terlambat akan menimbulkan bahaya, sehingga dibutuhkan pengetahuan

dan kesadaran ibu tentang cara mendetekdi dini komplikasi pada neonatus

sehingga ibu dapat segera memeriksakan bayinya ke puskesmas dan

komplikasinya dapat ditangani dengan cepat.

b. Intervensi (skor 3, Cukup Mudah)

Intervensi dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan ataupun

konseling mengenai cara mengenalin tanda bahaya pada bayi baru lahir

dan segera membawa balita ke puskesmas apabila ada tanda tersebut.

c. Biaya (skor 4, Murah)

Intervensi melalui penyuluhan dapat dilakukan pada kelas ibu

hamil, posyandu, dan konseling di KIA sehingga tidak terlalu memerlukan

banyak biaya.

d. Mutu (skor 3, Sedang)

Apabila program penyuluhan dan konseling dapat berjalan dengan

optimal maka ibu akan lebih cepat tanggap dalam mengenali tanda bahaya

pada anaknya, dan segera memeriksakan diri ke pusat kesehatan, sehingga

komlikasi yang timbul dapat diatasi dengan cepat sehingga kematian bayi

dapat dicegah.

3. Angka kejadian diare pada anak yang masih tinggi

a. Urgensi (skor 4, Penting)

Penyelesaian masalah diare dinilai cukup penting karena diare

merupakan penyakit berbasis lingkungan yang bisa berdampak buruk

terhadap kesehatan. Permasalahan ini sering diakibatkan karena

Page 7: Bab IV Ambacang 2

lingkungan yang kurang baik seperti sanitasi yang buruk, kurangnya

penyediaan sumber air besih, pengawasan terhadap makanan, jamban yang

tidak sehat dll. Selain itu, diare yang tidak ditanggulangi dengan cepat dan

tepat dapat menyebabkan dehidrasi hingga syok hipovolemik sehingga

dapat mengancam nyawa anak.

b. Intervensi (skor 2, Kurang Mudah)

Intervensi yang diperlukan adalah dengan perbaikan sanitasi

lingkungan seperti pada tempat-tempat makan, sanitasi air bersih,

pembuangan limbah rumah tangga dan pabrik, jamban dan depot air

minum isi ulang, dll yang berperan sebagai faktor lingkungan penyebab

diare. Kegiatan intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan pengecekan

lingkungan rumah tangga dan pabrik,pengecekan tempat-tempat makan,

pemberian penyuluhan, pengecekan kadar bakteri pada depot air minum isi

ulang dan penyediaan jamban sehat.

c. Biaya (skor 3, Cukup Mahal)

Biaya yang diperlukan adalah untuk transportasi petugas dalam

turun kelapangan untuk pengecekan kualitas sumber air bersih dan

pembuangan limbah di masyarakat dan pabrik, pengecekan tempat-tempat

makan dll . Selain itu dana juga dibutuhkan untuk proses pengecekan

kadar bakteri pada depot air minum isi ulang dan penyediaan jamban

sehat.

d. Mutu (skor 4, Tinggi)

Berhasilnya upaya pemecahan masalah diare ini dapat

meningkatkan mutu puskesmas karena akan mengurangi angka penularan,

Page 8: Bab IV Ambacang 2

kesakitan dan kematian, dan menciptakan sanitasi lingkungan yang bersih

dan sehat.

4. Angka kejadian pneumonia pada anak yang masih tinggi

a. Urgensi (skor 4, Penting)

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan

terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan

anak balita . Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara

berkembang termasuk Indonesia disebabkan pneumokokus dan Hib.

Banyak faktor yang berperan dalam kejadian pneumonia ini, diantaranya

status gizi dari balita yang berkaitan daya tahan tubuh, lingkungan yang

tidak bersih, dan penjaringan kasus yang kurang sehingga dapat

meningkatkan penularan. Sehingga dibutuhkan deteksi dini, penjaringan

dan penanganan yang cepat dan tepat.

b. Intervensi (skor 2, Kurang mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka

kejadian pneumonia serta meningkatkan angka penjaringan pneumonia

diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan mengenai cara

mendeteksi dini tanda dan gejala pneumonia dan segera memeriksakan diri

apabila ada gejala, pemeriksaan frekuensi nafas pada balita secara rutin,

pemantauan serta perbaikan lingkungan masyarakat, serta perbaikan status

gizi pada balita.

Page 9: Bab IV Ambacang 2

c. Biaya (skor 3, Cukup mahal)

Biaya intervensinya cukup mahal karena untuk memantau

lingkungan pada masyarakat serta untuk melakukan penjaringan kasus

dibutuhkan biaya transportasi yang cukup mahal.

d. Mutu (skor 2, Tinggi)

Apabila program dapat berjalan dengan lancar maka penjaringan

penyakit pneumonia pada anak dapat ditingkatkan sehingga dapat dicegah

penularannya dan anak yang menderita pneumonia dapat diatasi dengan

segera.

5. Penjaringan suspek TB yang belum mencapai target

a. Urgensi (skor 3, Cukup Penting)

Tuberkulosis masih menjadi penyakit infeksi saluran nafas yang

sering terjadi di Indonesia. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak

dengan dahak atau melalui udara melalui percikan bersin atau batu dari

orang yang terinfeksi. Anak-anak sering medapat penularan dari orang

dewasa disekitar rumah ataupun di fasilitas umum. Keterlambatan

diagnosa, dan ketidak patuhan dalam menjalani pengobatan akan

mempunyai dampak besar dalam penularan penyakit TB. Untuk itu

diperlukan tindakan penjaringan suspek TB untuk mencegah penularan

lebih luas.

Page 10: Bab IV Ambacang 2

b. Intervensi (skor 3, Cukup mudah)

Intervensi dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan tentang

deteksi dini tanda dan gejala TB, seperti batuk> 2 minggu, dan segera

memeriksakan diri bila mempunyai gejala tersebut. Meningkatkan

penjaringan juga dapat dilakukan dengan turun kelapangan langsung

mencari masyarakat dengan suspek TB dan segera memeriksakan

sputumnya atau Matoux test pada anak-anak. Penjaringan juga dapat

dilakukan dengan meningkatkan kerjasama yang baik dengan kader,

dimana kader bertugas sebagai mediator dalam pendeteksian kasus suspek

TB dan menyarankan bagi yang dicurigai untuk segera memeriksakan diri

ke puskesmas

c. Biaya (skor 2, Mahal)

Turun kelapangan untuk menjaring suspect TB membutuhkan

biaya transportasi yang cukup mahal.

d. Mutu (skor 4, Tinggi)

Apabila program penjaringan meningkat sesuai target maka secara

tidak langsung angka penularan TB juga menurun, dan dengan pengobatan

Tb yang optimal dan teratur jumlah kasus pun dapat berkurang.

6. Cakupan Asi Ekslusif Masih Belum Mencapai Target

a. Urgensi (skor 4, Penting)

Pemberian ASI eksklusif mempunyai efek jangka pendek dan

jangka panjang untuk seorang anak. Manfaat yang dapat diperoleh dari

ASI ekslusif diantaranya yaitu dapat meningkatkan imunitas dari balita,

Page 11: Bab IV Ambacang 2

sehingga angka kesakitan dan kematian pada bayi dapat menurun.

Pemberian ASI eksklusif juga dapat mempengaruhi status gizi serta

pertumbuhan dan perkembangan balita. Pengaruh jangka panjang dari ASI

ekslusif yaitu dapat meningkatkan kecerdasan pada anak, sehingga hal ini

secara tidak langsung akan berperan dalam peningkatan kualitas sumber

daya manusia dimasa yang akan datang. Selain itu ASI juga dapat

menjalin hubungan psikologis antara ibu dan anak.

b. Intervensi (skor 4, Mudah)

Intervensi untuk meningkatkan cakupan asi ekslusif dapat

dilakukan dapat dengan berbagai cara, baik itu dengan program yang

sudah ada maupun pengembangan inovasi-inovasi baru. Hal yang dapat

kita lakukan seperti, optimalisasi pojok laktasi, meningkatkan pengetahuan

ibu tentang pentingnya ASI melalui penyuluhan diposyandu, KIA dan

kelas ibu hamil, pelatihan kader, pembentukan kelompok peduli ASI,

pembentukan kelompok bapak peduli ASI sebagai pengawas dalam hal

pemberian ASI, pembuatan kartu konseling ASI untuk kader, ibu hamil

dan menyusui dll.

c. Biaya (skor 4, Cukup Mahal)

Untuk melakukan intervensi dalam meningkatkan cakupan

pemberian ASI ekslusif ini dapat dilakukan dengan biya murah sampai

cukup mahal. Program yang memerlukan biaya murah seperti penyuluhan

pada kelas ibu hamil, pojok laktasi, dan pembentukan kelompok ibu hamil.

Program yang memerlukan kerjasama dengan pihak terkait seperti

pembentukan kelompok bapak peduli ASI dan pelatikan kader ASI.

Page 12: Bab IV Ambacang 2

Sedangkan program yang membutuhkan biaya seperti pembentukan kartu

konseling ASI.

d. Mutu (skor 4, Tinggi)

Apabila program berhasil dengan meningkatnya cakupan ibu yang

memberikan ASI ekslusif maka secara tidak langsung angka kesakitan dan

kematian bayi akan berkurang, status gizi, pertumbuhan dan

perkembangan anak akan optimal, serta kecerdasan anak dapat meningkat

sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita dimasa

yang akan datang.

4.3 Analisis Sebab Masalah

A. Manusia

1. Ibu

1) Pengetahuan ibu yang kurang tentang pengertian ASI ekslusif sebenarnya

Pengetahuan

KurangBaik

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai pengetahuan ibu

mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang

memiliki pengetahuan kurang. Sebanyak 56,6% responden memiliki

Page 13: Bab IV Ambacang 2

pengetahuan ASI eksklusif yang kurang dan 43,4% responden memiliki

pengetahuan yang baik.

2) Perilaku ibu yang kurang mendukung dan peduli dalam pelaksanaan

pemberian ASI ekslusif

3) Presepsi negatif ibu terhadap ASI disebabkan karena produksi ASI ibu yang

kurang ,dan faktor psikologis dari ibu

Perilaku

NegatifPositif

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai perilaku ibu

mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang memiliki

pengetahuan kurang. Sebanyak 53,33% responden memiliki perilaku negatif

mengenai ASI eksklusif dan 46,67% responden memiliki perilaku yang positif.

4) Ibu terlalu cepat memberikan MP ASI

5) Pendidikan yang rendah

6) Ibu yang sibuk bekerja

2. Tenaga Kesehatan

1. Tidak menyertakan konseling ASI ekslusif dalam kegiatan pemeriksaan

kehamilan

Page 14: Bab IV Ambacang 2

Dukungan Petugas Kesehatan

MendukungKurang Mendukung

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai dukungan petugas

kesehatan mengenai ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh responden yang

mendapat dukungan petugas mengenai ASI eksklusif. Sebanyak 56,67%

responden mendapatkan dukungan mengenai ASI eksklusif dan 43,33%

responden menyatakan petugas kurang mendukung mengenai ASI eksklusif.

2. Banyaknya petugas yang lupa dalam pencatatan pemberian ASI ekslusif pada

bayi di posyandu

B. Material

Kurangnya Poster tentang ASI dan letaknya yang tidak strategis

C. Metode

Penyuluhan dan konseling yang diberikan baik oleh petugas

kesehatan maupun kader dengan metode ceramah sehingga ibu mudah

lupa dengan apa yang telah disampaikan.

Page 15: Bab IV Ambacang 2

D. Lingkungan

1. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga dalam pengawasan pemberian

ASI ekslusif

Dukungan Orang Terdekat

MendukungKurang Mendukung

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai dukungan orang

terdekat terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh

responden mendapatkan dukungan yang cukup. Sebanyak 53,33% responden

menyatakan mendapatkan dukungan yang cukup dan 46,67% responden

menyatakan kurangnya dukungan dari orang terdekat.

2. Tradisi dan kebiasaan dalam pemberian makanan pendamping ASI yang cepat

Budaya Setempat

DipengaruhiTidak dipengaruhi

Page 16: Bab IV Ambacang 2

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner mengenai pengaruh budaya

setempat terhadap pemberian ASI eksklusif, didapatkan lebih dari separuh

responden tidak terpengaruh budaya setempat. Sebanyak 56,67% responden

menyatakan tidak budaya setempat dan 43,33% responden menyatakan

terpengaruh budaya setempat.

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

A. Manusia

1. Ibu

a. Masalah :

1. Pengetahuan ibu yang kurang tentang pengertian ASI ekslusif sebenarnya

2. Perilaku ibu yang kurang mendukung dan peduli dalam pelaksanaan

pemberian ASI ekslusif

3. Ibu terlalu cepat memberikan MP ASI

4. Presepsi negatif ibu terhadap ASI disebabkan karena produksi ASI ibu yang

kurang ,dan faktor psikologis dari ibu

5. Pendidikan yang rendah

6. Ibu yang sibuk bekerja

b. Rencana :

1. Video ASI kelas ibu hamil

- Pelaksanaan : Pemutaran Video bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif. Penyuluhan secara visual akan

lebih efektif dibandingkan metode ceramah karena ibu akan lebih dapat

Page 17: Bab IV Ambacang 2

dengan mudah mengingat dan mempraktekkannya. Pelaksanaannya

dilakukan bersamaan dengan kelas ibu hamil, dimana dilakukan sebelum

kelas ibu hamil di mulai. Topik video akan diberikan berbeda setiap

pertemuannya, tetapi masih dalam ruang lingkup ASI ekslusif.

- Pelaksana : Promkes, KIA, Gizi, Dokter puskesmas dan Kader

- Sasaran : Ibu hamil

- Waktu : 1 x 2 minggu

- Tempat : Gedung pelaksanaan kelas ibu hamil

- Target : - Minimal dilakukan 1 x sebulan

Meningkatnya cakupan ASI ekslusif minimal 9

bulan sejak program dlaksanakan

2. Kerjasama dengan komunitas peduli ASI Sumbar

- Pelaksanaan : Bekerjasama dengan komunitas peduli ASI Sumbar dalam

hal melakukan penyuluhan tentang ASI ekslusif. Komunitas peduli ASI

dilibatkan sebagai salah satu pemberi materi dalam kegiatan penyuluhan.

- Pelaksana : Promkes, KIA, Gizi, Dokter puskesmas dan Kader dan

Komunitas peduli ASI

- Sasaran : Ibu hamil

- Waktu : 1 x 6 bulan

- Tempat : Gedung pelaksanaan kelas ibu hamil

- Target : - Adanya ibu-ibu yang ikut berperan serta dalam

komunitas peduli ASI Sumbar dan ikut menyebarluaskan tentang

pentingnya ASI ekslusif

Page 18: Bab IV Ambacang 2

2. Tenaga Kesehatan

a. Masalah

- Tidak menyertakan konseling ASI ekslusif dalam kegiatan pemeriksaan

kehamilan

- Banyaknya petugas yang lupa dalam pencatatan pemberian ASI ekslusif

pada bayi di posyandu

b. Rencana :

1. Pengawasan Pencatatan form ASI Ekslusif

Pelaksanaan : Mengingatkan setiap petugas sebelum turun ke posyandu

untuk mengisi form ASI eklusif dan mengevaluasi setelah posyandu apakah

form diisi atau tidak dan bagi petugas tidak mencatat diberi peringatan

Pelaksana : Pemegang program gizi

Sasaran : Petugas yang turun posyandu

Waktu : Sebelum dan sesudah posyandu

Target : Meningkatnya cakupan pencatatan ASI ekslusif

2. Evaluasi Kerja petugas kesehatan

Pelaksanaan : Evaluasi kerja bidan, dokter, petugas KIA petugas yang turun

ke posyandu serta kader mengenai pemberian konseling ASI ekslusif setiap

kunjungan ibu hamil dan bagi yang tidak melakukannya diberikan peringatan.

Pelaksana : Kepala Puskesmas, Pemegang program gizi

Sasaran : bidan, dokter, petugas KIA, petugas yang turun ke

posyandu,kader

Page 19: Bab IV Ambacang 2

Waktu : 1 x sebulan

Target : Meningkatnya cakupan ASI ekslusif

B. Material

a. Masalah

Kurangnya Poster tentang ASI dan letaknya yang tidak strategis

b. Rencana

Menambah jumlah poster mengenai pentingnya ASI ekslusif dan poster yang

sudah ada di tempel di posisi yang mudah dilihat oleh ibu

c. Sasaran : Promkem

d. Target : Minimal ada 3 poster tentang ASI ekslusif dan diposisikan

diposisi yang benar

C. Metode

a. Masalah

Penyuluhan dan konseling yang diberikan baik oleh petugas

kesehatan maupun kader dengan metode ceramah sehingga ibu mudah

lupa dengan apa yang telah disampaikan

b. Rencana

Page 20: Bab IV Ambacang 2

1. Kartu konseling ASI.

Pelaksanaan : Dimana dalam kartu ini ibu mendapat penjelasan mengenai

ASI eklusif, cara pemberian ASI yang benar, kapan waktu pemberian MP

ASI yang tepat,dl, Sehingga ibu dapat melihat dan mengingat kembali

penyuluhan dan konseling yang telah diberikan. Kartu konseling ASI

diberikan sebagai penangkal lupa Ibu akan pentingnya ASI. Kartu

konseling ASi juga disertai dengan gambar-gambar yang menarik seperti

tatcara pemberian ASI.

Pelaksana : Bidan, KIA, kader

Sasaran : Ibu hamil dan menyusui, kader

Waktu : Setiap kunjungan ibu hamil dan menyusui, pada posyandu

dan setelah penyuluhan ASI

Target : 80 % ibu hamil yang berkunjung ke KIA, posyandu dan

penyuluhan mendapatkan kartu konseling ASI.

D. Lingkungan

a. Masalah

1. Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga dalam pengawasan pemberian

ASI ekslusif

2. Tradisi dan kebiasaan dalam pemberian makanan pendamping ASI yang cepat

b. Rencana :

1. Bapak ASI

Page 21: Bab IV Ambacang 2

Pelaksanaan : Program ini bertujuan untuk melibatkan suami sebagai

pengawas dalam pemberian ASI ekslusif. Hal ini diperlukan agar ibu

mendapatkan motivasi, dukungan serta pengawasan dalam pemberian ASI.

Suami merupakan kepala keluarga yang dianggap dimana saran dan

tindakan suami akan diikuti dan didengar oleh istri/ibu. Program ini

memerlukan kerjasama dengan pihak kelurahan, RT dan RW untuk

membentuk suatu kelompok bapak pengawas pemberian ASI. Melalui

kerjasama ini puskesmas berperan dalam pemberian pemahaman kepada

bapak-bapak akan pentingnya ASI ekslusif.

Pelaksana : Kepal puskesmas, Gizi

Sasaran : Lurah, kepala RT, RW, bapak-bapak yang mempunyai

istri hamil dan menyusui

Waktu : Diadakannya pertemuan Minimal 1 x setahun

Target : 80 % bapak-bapak yang memiliki istri hamil dan

menyusui mengikuti memiliki pemahaman tentang ASI ekslusif.

2. Ibu Asuh ASI

Pelaksanaan : Program ini bertujuan untuk melibatkan tetangga dan

lingkungan sekitar sebagai pengawas dalam pemberian ASI ekslusif. Hal

ini diperlukan agar ibu mendapatkan motivasi, dukungan serta pengawasan

dalam pemberian ASI. Dimana dalam program ini akan ditunjuk satu ibu

asuh yang bertanggung jawab terhadap beberapa orang ibu hamil dan

menyusui. Ibu asuh yang ditunjuk adalah ibu-ibu yang dihormati dan

berperan dalam suatu kelompok ibu-ibu. Program ini memerlukan

kerjasama dengan pihak kelurahan, RT dan RW serta kader untuk. Melalui

Page 22: Bab IV Ambacang 2

kerjasama ini puskesmas berperan dalam pemberian pemahaman kepada

ibu asuh akan pentingnya ASI ekslusif.

Pelaksana : Kepal puskesmas, Gizi

Sasaran : Lurah, kepala RT, RW, Ibu-ibu

Waktu : Diadakannya pertemuan minimal 1 x 6 bulan

Target : 80 % ibu-ibu hamil dan menyusui memiliki ibu asuh

pengawas pemberian ASI ekslusif.