LapTutSken 2-IV (Revisi)

39
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK 4 METABOLISME NUTRISI DAN OBAT SKENARIO 2 OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO SINDROMA METABOLIK Disusun Oleh : Aulia Muhammad Fikri (G 0011045) Azzam Sakif D (G 0011049) Hermawan Andhika K (G 0011107) Lina Kristanti (G 0011127) Martha Oktavia Dewi (G 0011133) Mega Aini Rahma (G 0011135) Melinda Didi Y (G 0011137) Mira Rizki Ramadhan (G 0011139) Nadya Kemala Amira (G 0011145) Reyhana M. B (G 0011167) Sausan Hana Maharani (G 0011193)

description

metabolisme obat

Transcript of LapTutSken 2-IV (Revisi)

Page 1: LapTutSken 2-IV (Revisi)

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 4 METABOLISME NUTRISI DAN OBAT

SKENARIO 2

OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO

SINDROMA METABOLIK

Disusun Oleh :

Aulia Muhammad Fikri (G 0011045)

Azzam Sakif D (G 0011049)

Hermawan Andhika K (G 0011107)

Lina Kristanti (G 0011127)

Martha Oktavia Dewi (G 0011133)

Mega Aini Rahma (G 0011135)

Melinda Didi Y (G 0011137)

Mira Rizki Ramadhan (G 0011139)

Nadya Kemala Amira (G 0011145)

Reyhana M. B (G 0011167)

Sausan Hana Maharani (G 0011193)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

2011

Page 2: LapTutSken 2-IV (Revisi)

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak penyakit baru yang

bermunculan. Hal ini tidak lepas dari berbagai faktor, seperti pola hidup masyarakat yang

tidak sehat. Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat

adalah obesitas, ini merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi

jaringan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan. Obesitas sangat erat

hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik adalah satu kelompok kelainan

metabolik seperti obesitas, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas

trigliserida, dan disfungsi endotel. Sebagai seorang dokter, kita harus mampu memahami

penyebab serta penanganan pada pasien yang mengalami obesitas. Seorang dokter diharapkan

mampu menganalisis hasil pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasien yang obesitas.

Pada skenario kali ini, permasalahannya ialah mengenai sindrom metabolik pada pasien

obesitas. Berikut permasalahan dalam skenario kali ini:

Seorang perempuan umur 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan semakin

gemuk. Dari anamnesis diketahui penderita mepunyai anak gemuk. Pada pemeriksaaan fisik

ditemukan tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg, lingkar pinggang 100 cm, dan benjolan

pada ruas ibu jari kanan. Pada pemeriksaaan laboratorium gula darah puasa 120 mg/dL,

trigliserida 350 mg/dL, low density lipoprotein-cholesterol 250 mg/dL, high density

lipoprotein–cholesterol 35 mg/dL, asam urat 10 mg/dL. Hasil pemeriksaan USG abdomen

kesimpulannya fattty liver.

Dari permasalahan di atas penulis akan mencoba untuk mendiagnosis penyakit yang

terkait serta penyebab penyakit. Dan juga apakah ada kelainan dari hasil pemeriksaan fisik

dan laboratorium yang telah dilakukan.

Page 3: LapTutSken 2-IV (Revisi)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas dan kelebihan berat badan menjadi masalah global - menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) kembali pada tahun 2005 sekitar 1,6 miliar orang dewasa di atas

usia 15 + kelebihan berat badan, setidaknya 400 juta orang dewasa menderita obesitas dan

setidaknya 20 juta anak di bawah usia 5 tahun kelebihan berat badan. Para ahli percaya jika

kecenderungan ini terus berlangsung pada tahun 2015 sekitar 2,3 miliar orang dewasa akan

kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta akan obesitas. Skala masalah obesitas memiliki

sejumlah konsekuensi serius bagi individu dan sistem kesehatan pemerintah.

Konsekuensi dan Risiko Kesehatan

Obesitas meningkatkan risiko penyakit jantung koroner , diabetes tipe 2, kanker

(endometrium, payudara, dan usus besar), hipertensi (tekanan darah tinggi) ,dislipidemia

(misalnya, total kolesterol tinggi atau kadar trigliserida yang tinggi),pukulan ,hati dan

penyakit Kandung empedu,masalah tidur apnea dan pernapasan,osteoarthritis (degenerasi

tulang rawan dan tulang yang mendasarinya dalam sendi),dan masalah Ginekologi

(menstruasi abnormal, infertilitas).

Kondisi ini dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi kepada kematian

prematur dan cacat substansial. Penyakit kardiovaskular - terutama penyakit jantung dan

stroke - sudah nomor satu di dunia penyebab kematian, menewaskan 17 juta orang setiap

tahun dan diabetes telah dengan cepat menjadi epidemi global - menurut WHO proyeksi

kematian diabetes akan meningkat lebih dari 50% di seluruh dunia dalam 10 tahun berikutnya.

Kondisi kesehatan kurang umum yang terkait dengan peningkatan berat badan termasuk asma,

steatosis hepatik dan apnea tidur.

Page 4: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Konsekuensi Ekonomi

Kegemukan dan obesitas dan masalah terkait kesehatan mereka memiliki dampak

ekonomi yang signifikan terhadap sistem kesehatan dan biaya medis yang terkait dengan

kelebihan berat badan dan obesitas memiliki baik biaya langsung dan tidak langsung - biaya

medis langsung mungkin termasuk layanan pencegahan, diagnostik, dan pengobatan

berhubungan dengan obesitas, sementara tidak langsung biaya berhubungan dengan hilangnya

pendapatan dari produktivitas menurun, aktivitas terbatas, ketidakhadiran, dan hari tempat

tidur dan pendapatan hilang oleh kematian dini.

Mendefinisikan Obesitas

Kegemukan dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak abnormal

atau berlebihan yang dapat menimbulkan risiko kesehatan ke individu.

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit kronis, termasuk diabetes,

penyakit jantung dan kanker dan sementara itu pernah menjadi masalah hanya di negara

berpenghasilan tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas meningkat secara dramatis kini di

negara berpenghasilan rendah dan menengah. negara-negara seperti sekarang menghadapi

"beban ganda" dari penyakit, untuk sementara mereka terus berhubungan dengan masalah

penyakit menular dan kurang gizi, mereka juga mengalami kenaikan pesat dalam faktor risiko

penyakit kronis seperti obesitas dan kelebihan berat badan, terutama di perkotaan.

Mengukur Obesitas

Ukuran populasi mentah obesitas adalah indeks massa tubuh (BMI) yang merupakan

indeks sederhana dari berat badan-tinggi untuk-yang umum digunakan dalam

mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada populasi orang dewasa dan

individu - berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam

meter (kg/m2). BMI menyediakan pengukuran tingkat populasi yang paling berguna dari

kelebihan berat badan dan obesitas.

Page 5: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Gambar 1. BMI menurut standar WHO (tahun 2000)

WHO mendefinisikan orang dewasa yang memiliki BMI antara 25 dan 29,9 sebagai kelebihan

berat badan, orang dewasa yang memiliki BMI 30 atau lebih tinggi dianggap obesitas - BMI

di bawah 18,5 dianggap berat badan di bawah normal, dan antara 18,5-24,9 dianggap berat

badan normal.

BMI menyediakan patokan untuk penilaian individu, namun para ahli menduga bahwa risiko

penyakit kronis pada populasi meningkat secara progresif dari BMI 21 ke atas.

(http://www.news-medical.net/health/What-is-Obesity-%28Indonesian%29.aspx)

Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor (Zainun, 2002) yaitu:

a. Faktor genetik

Page 6: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi

anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan hidup, yang

biasanya mendorong terjadinya obesitas. Bila kedua orangtuanya obesitas, sekitar 80%

anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya

menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi turun menjadi 14%.

b. Faktor lingkungan

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan

seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku,

pola makan, pola olahraga, serta aktivitasnya.

Salihin (2002) mengungkapkan bahwa menurut patogenesisnya maka obesitas dapat dibagi

menjadi dua macam:

a. regulatory obesity : gangguan primer terletak pada pusat yang mengatur masukan makanan

(central mechanism food intake)

b. metabolic obesity : disebabkan kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat.

Patogenesis Obesitas berkembang pesat sejak tahun 1950 ditemukan mutasi gen leptin sebagai

faktor kausatif. Penelitian ini terus berlanjut pada keterlibatan molekul adiponectin dan sitokin

pro inflamasi dalam menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas dan implikasinya.

(Waki : 2007).

Studi Biomolekuler menyatakan bahwa obesitas terjadi karena adanya reaksi inflamasi

(peradangan) pada sel adiposit. Reaksi ini melibatkan sitokin atau dikenal lebih khusus

dengan nama ‘adipokines’. Adipokines terdiri dari adiponectin, IL-1β, IL-6, IL-8, TNFα,

TGFβ dan PAF-1. Selain itu faktor hormonal yang tidak kalah penting adalah hormone leptin

(Srivastava : 2007).

1. Leptin

Leptin berkaitan erat dengan regulasi penyimpanan energi dan fertilitas. Leptin berperan

dalam penghambatan steroyl CoA desaturase 1 (SCD-1) di hati. Leptin juga mampu

meningkatkan oksidasi asam lemak pada otot dan hati melalui aktifasi 5’-AMP-activated

protein kinase (AMPK) yang berhubungan langsung pada system saraf pusat (Waki :

2007).

Page 7: LapTutSken 2-IV (Revisi)

2. Adiponectin

Molekul ini merupakan protein yang disekresi oleh adiposit untuk mengatur

keseimbangan glukosa, lipid dan keseimbangan energi. Adiponectin berkurang pada

obesitas. Thiazolidinedione (TZD) yang bekerja agonis dengan peroxisome proliferator

activated receptor γ (PPARγ) meningkat bersama adiponectin. PPARγ ini berperan pada

penurunan berat badan, Selain itu aktifitas PPARα juga ditingkatkan oleh adiponectin

(Srivastava et. al, 2007). Studi genetik menunjukkan bahwa adiponectin terletak pada

lokus 3q27. Adiponectin juga berfungsi meningkatkan AMPK, penghambat molekul pro

inflamasi TNFα (Waki : 2007).

3. Molekul Penyebab Inflamasi

a. TNF α

TNFα disekresi di jaringan lemak dan meningkat pada obesitas. Molekul ini berhubungan

dengan obesitas yang disertai resistensi insulin. Molekul ini mampu menghambat

fosforilasi serin dan berdampak pada peningkatan asam lemak bebas serta supresi

adiponektin (Waki: 2007).

b. IKKβ dan JNK

IKKβ mengaktifasi jalur NfkB (Nuclear factor kappa B)

KOMPLIKASI OBESITAS

Dalam berbagai penelitian telah diketahui bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya penyakit lain, misalnya:

Hipertensi

Penyakit Jantung Iskemik

Diabetes Melittus

Gangguan Pernafasan

Kelainan Sendi

(Hermawan, 1991)

Page 8: LapTutSken 2-IV (Revisi)

SINDROM METABOLIK

Sindrom Metabolik yang

juga disebut sindrom resistensi

insulin atau sindrom Xmerupakan

suatu kumpulan faktor-faktor

risiko yang bertanggungjawab

terhadap peningkatan morbiditas

penyakit kardiovaskular pada

obesitas dan DM tipe 2. The

National Cholesterol Education

Program-Adult Treatment

Panel(NCEP-ATP III) melaporkan

bahwa sindrom metabolik

merupakan faktorrisiko independen

terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukanintervensi modifikasi gaya hidup

yang ketat (intensif).

Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi :

Resistensi insulin

Obesitas abdominal/sentral

Hipertensi

Dislipidemia :

Peningkatan kadar trigliserida

Penurunan kadar HDL kolesterol

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat

menimbulkan peningkatan kadarC-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia,

peningkatanagregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asamurat,

mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol.Akhir-akhir ini diketahui pula

bahwa resistensi insulin juga dapatmenimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non

Alcoholic SteatoHepatitis (NASH)

Epidemiologi

Page 9: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisiyang digunakan dan

populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari theThird National Health and Nutrition

Examination Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan

menggunakan kriteriaNCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37%

padawanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat denganbertambahnya usia

dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yangberusia lanjut makin bertambah dan

lebih dari separuh mempunyai beratbadan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik

melebihi merokoksebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular.

Sindrommetabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2dikemudian

hari. (Ford:2003)

Etiologi :

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.Suatu hipotesis

menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolikadalah resistensi insulin.

Resistensi insulin mempunyai korelasi dengantimbunan lemak viseral yang dapat ditentukan

dengan pengukuran lingkarpinggang atauwaist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin

dan penyakit kardiovaskulardiduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang

menimbulkandisfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular danpembentukan

atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahanhormonal yang mendasari

terjadinya obesitas abdominal. Suatu studimembuktikan bahwa pada individu yang

mengalami peningkatan kadarkortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik)

mengalamiobesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga

mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksishipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi

akibat stres akan menyebabkanterbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark

miokard. (Alberti : 1998)

Page 10: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Kriteria

Klinis

WHO (1998) EGIR ATP III

(2001)

AACE

(2003)

IDF (2005)

Resistensi

Insulin

TGT,GDPT,

DMT2 atau

sensitivitas

insulin

menurun

Insulin

plasma >

persentil 75

- TGT atau

GDPT

-

Berat

badan

Pria:

Rasio

pinggang

panggul>0,9

Wanita:

Rasio

Pinggang

panggul>0,85

dan atau IMT

>30

Pria:

LP>= 94cm

Wanita :

LP>=80cm

Pria:

LP>=102

cm

Wanita :

LP>=88 cm

IMT >=25 LP yang

meningkat

(spesifik

tergantung

populasi)

Lipid TG

>=150mg/dL

dan atau

HDL-

C<35mg/dL

(pria),

<39mg/dL(w

anita)

TG>150mg

/dL dan

atau HDL-

C

<39mg/dL

pada wanita

atau pria

TG>=150m

g/dL

HDL-

C<40mg/dL

(pria), <50

mg/dL(wani

ta)

TG>=150m

g/dL

HDL-

C<40mg/dL

(pria), <50

mg/dL(wani

ta)

TG>=150m

g/dL

HDL-

C<40mg/

dL (pria),

<50

mg/dL(wan

ita)

Tekanan

darah

>=140/90mm

Hg

>=140/90m

mHg atau

dalam

>=130/85

mmHg

>=130/85

mmHg

>=130/85

mmHg atau

dalam

Page 11: LapTutSken 2-IV (Revisi)

pengobatan

hipertensi

pengobatan

hipertensi

Glukosa TGT,GDPT,

DMT2

TGT,GDPT >=110mg/

dL

TGT,GDPT

(tapi bukan

diabetes0

>=100mg/

dL

(termasuk

diabetes)

Lainnya Mikroalbumi

nuria

- - Kriteria

resistensi

insulin

lainnya

(Sudoyo, dkk, 2010)

FATTY LIVER/PERLEMAKAN HATI

Perlemakan hati secara definisi adalah penumpukan lemak yang berlebihan dalam sel hati

(Saputra L, 1999). Batasan penumpukan lemak jika:

1) jumlah lemak melebihi 5% dari total berat hati normal atau

2) lebih dari 30% sel hati dalam lobules hati terdapat penumpukan lemak (WU Jau-Shin,

2001)

Perlemakan hati bervariasi mulai dari perlemakan hati saja (steatosis) dan perlemakan hati

dengan inflamasi (steatohepatitis) (Patel T, 2001).

Ada 3 jenis penyakit hati terkait dengan konsumsi alkohol:

1.Perlemakan Hati

Ditandai oleh pembentukan sel lemak di hati. Biasanya tidak ada gejala yang

menyertai, meski hati bisa saja membesar dan Anda merasakan tidak nyaman pada

perut kanan bagian atas.

Page 12: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Perlemakan hati terjadi pada kebanyakan orang yang mengonsumsi alkohol dalam

jumlah banyak. Kondisi ini akan membaik setelah yang bersangkutan berhenti minum

alkohol.

2. Hepatitis alkoholik atau peradangan hati.

Sekitar 35% dari populasi peminum berat mengalami hepatitis alkoholik. Gejalanya

bisa berupa hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, demam dan kulit

berwarna kuning.

Jika tingkatnya ringan, hepatitis alkoholik dapat bertahan hingga bertahun-tahun,

tetapi bisa menyebabkan kerusakan hati progresif.

3. Sirosis Alkoholik

Tipe ini lebih serius dari penyakit hati gara-gara alkohol. Antara 10-20% dari

peminum kelas berat mengalami sirosis, biasanya setelah 10 tahun atau lebih

mengonsumsi alkohol. Gejalanya mirip hepatitis alkoholik.

Ingat, bahwa kerusakan akibat sirosis membuat hati tidak dapat dikembalikan bagai

semula lagi. Kebanyakan peminum berat akan mengalami perjalanan gangguan hati

mulai dari perlemakan hati ke hepatitis alkoholik dan bisa berakhir pada sirosis

alkoholik.

Perjalanan gangguan hati ini tentu bervariasi pada tiap individu. resiko mengalami

sirosis menjadi tinggi terutama pada peminum kelas berat dan memiliki penyakit lever

kronis seperti infeksi virus hepatitis C. Kesehatan para peminum ini bisa membaik bila

berhenti minum alkohol.

Page 13: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Penyebab dari fatty liver adalah sebagai

berikut:

1. Kegemukan (obesitas)

2. Kencing manis (diabetes)

3. Bahan kimia dan obat-obatan

(contohnya alkohol, kortikosteroid,

tetrasiklin, asam valproat,

metotreksat, karbon tetraklorid,

fosfor kuning)

4. Kurang gizi dan diet rendah protein

5. Kehamilan

6. Keracunan vitamin A

7. Operasi bypass pada usus kecil

8. Fibrosis kistik (bersamaan dengan kurang gizi)

9. Kelainan bawaan pada metabolisme glikogen, galaktose, tirosin atau homosistin

10. Kekurangan rantai-medium arildehidrogenase

11. Kekurangan kolesterol esterase

12. Penyakit penumpukan asam fitanik (penyakit Refsum)

13. Abetalipoproteinemia

14. Sindroma Reye.

GEJALA

Fatty liver umumnya tidak bergejala. Orang baru mengetahuinya saat melakukan tes

kesehatan (pemeriksaan fisik), dan selanjutnya dipastikan dengan menjalani tes darah (Lab

Darah lengkap, SGOT/SGPT, bilirubin, kolesterol) atau pemeriksaan USG bila hati

membesar. Tetapi kadang-kadang bisa menimbulkan sakit kuning (jaundice), mual, muntah,

nyeri dan nyeri tumpul di perut.

Page 14: LapTutSken 2-IV (Revisi)

PEMBAHASAN

Sindroma metabolik

Sindroma metabolik/ sindroma resistansi insulin adalah suatu faktor risiko multipel

untuk penyakit kardioserebrovaskular, dan sindrom ini berkembang melalui kerjasama yang

saling terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma ini merupakan salah satu

risiko untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik – atheroscleroticcardiovascular disease

(ASCVD). Sindroma ini pertama kali diamati dan dilaporkan pada tahun 1923 yang

mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi, hiperglikemia, dan gout. Berbagai

abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya obesitas,

mikroalbuminuria, dan abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Resistensi insulin diartikan

sebagai suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin

sehingga terjadi peniingkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas.

Resistensi insulin inilah yang nantinya akan berkembang menjadi beragai penyakit yang telah

disebutkan di atas.

Pada tahun 1998, WHO memperkenalkan istilah sindroma metabolik. Beberapa

kriteria diagnosa untuk menegakkan sindrom ini kemudian dikemukakan diantaranya kriteria

WHO dan kriteria dari The Third Report of the National Cholesterol Education Program

(NCEP) Adult Tretment Panel III. Jadi dengan mengacu pada tabel di bawah, apabila

seseorang memiliki sedikitnya 3 dari kriteria yang disebutkan, orang itu terkena sindroma

metabolik.

Kriteria untuk Sindroma metabolic (WHO : 1998)

Kriteria diagnosis untuk sindroma

metabolik Kriteria (3 dari 5 kriteria

ini untuk sindroma metabolik)

Titik potong

Peningkatan lingkar pinggang (obesitas

sentral)

≥ 102 cm pada laki‐laki atau ≥ 88 cm

pada perempuan

Peningkatan nilai trigliserida ≥ 150 mg/dl atau sedang mendapat

terapi

Page 15: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Nilai HDL‐kholesterol yang rendah < 40 mg/dl pada laki‐laki

< 50 mg/dl pada perempuan

atau sedang mendapat terapi

Peningkatan tekanan darah ≥ 130 mm Hg untuk tekanan darah

sistolik atau ≥ 85 mmHg untuk

tekanan darah diastolic atau sedang

mendapat terapi

Peningkatan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau sedang mendapat

terapi

Pada skenario, berdasarkan pemeriksaan fisik dapat dilihat terjadinya obesitas pada

pasien yaitu dengan tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg, lingkar pinggang 100 cm. Pada

pemeriksaan laboratorium pasien tersebut memenuhi 3 kriteria sindroma metabolik, yaitu

hiperglikemia (gula darah puasa 120 mg/dL), peningkatan kadar trigliserida (350 mg/dL, dari

normal 10-140 mg/dL), kadar HDL yang relative rendah (35 mg/dl, dari kadar HDL yang

rendah risiko aterosklerosis, >40 mg/dl). Ditambah dengan ditemukannya benjolan pada ruas

jari kaki kanan (gout) yang disebabkan meningkatnya kadar asam urat pasien (10 mg/dL),

semakin menguatkan diagnosis sindroma metabolik.

Pada dewasa obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2

(IMT = berat badan (kg)/tinggi badan2 (m2)). Normal = 20-25 kg/m2 ; berlebih = 25-30

kg/m2 ; obesitas > 30 kg/m2 .

Obesitas merupakan suatu kondisi kronik akibat akumulasi lemak tubuh [ body fat]

yang abnormal, biasanya > 20% dari individu dengan berat badan ideal. Dalam kondisi

normal prosentase lemak tubuh antara 25-30% pada wanita, dan 18-23% pada laki-laki. Bila

pada wanita prosentase lemak tubuh > 30 % dan laki-laki > 25% dikatakan obese. Faktor-

faktor biologi pada jaringan adiposit mengatur terhadap rasa lapar dan metabolisme energi.

Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh, dan

meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik.

Page 16: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit, kecacatan dan kematian.

Distribusi anatomi lemak tubuh sangat berperan terhadap risiko penyakit, lemak visceral lebih

banyak berhubungan dengan risiko penyakit dari pada lemak perifir. Sebagai contoh

pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan untuk indicator risiko klinik terutama

hipertensi, diabetes dan dislipidemia. WHO menyatakan obesitas merupakan penyakit

epidemic dan prevalensinya meningkat sepanjang tahun. Kelebihan berat badan merupakan

problem yang serius di masyarakat karena dapat menyebabkan komplikasi selama

kehidupanya.

Obesitas terutama obesitas visceral harus mendapatkan penanganan yang serius karena

dapat menimbulkan permasalahan baik individu dan mastarakat. Obesitas berhubungan

dengan peningkatan penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.

Seiring dengan peningkatan indek masa tubuh ternyata diikuti oleh peningkatan kematian

akibat penyakit kardiovaskuler. Keberhasilan penurunan berat badan antara 5-10% dapat

memperbaiki factor risiko penyakit kardiovaskuler.

Pada pria, kelebihan 10% berat badan meningkatkan kematian 13% dan kelebihan

20% berat badan meningkatkan 25%. Risiko kesakitan dan kematian yang berhubungan

dengan obesitas dapat dikurangi dengan penurunan berat badan. Penurunan berat badan 10 kg

berhubungan dengan penurunan mortalitas 20-30%, kematian yang berhubungan dengan

diabetes sebanyak 30-40%, kematian akibat kanker sebesar 40-50%. Penurunan berat badan

dapat menurunkan kejadian diabetes mellitus sebesar 58% pada seseorang degan prediabetes.

Penelitian obese di swedia selama 2 tahun penurunan berat badan memperlihatkan penurunan

diabetes 32 kali dan hipertensi 2,6 kali.

Klasifikasi Obesitas Menurut WHO tahun 1998

INDEKS MASA TUBUH KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5 - 24,9 Berat badan normal

25 - 29,9 Berat badan lebih

30 - 34,9 Obesitas I

35 - 39,9 Obesitas II

> 39,9 Obesitas III

Page 17: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Dengan terjadinya sindroma metabolik maka metabolisme nutrisi pasien tersebut

terganggu. Pasien tersebut harus mengurangi asupan karbohidrat karena glukosa sebagai

mikronutrisi dari karbohidrat berguna sebagai prekursor laktosa di kelenjar mamae, menjadi

sumber energi sistem syaraf dan eritrosit, serta menjadi sumber gliserida dan gliserol dalam

jaringan adiposa. Asupan lemak yang berlebih juga harus dikurangi, karena akan terjadi

penumpukan triasilgliserol yang akan menyebabkan perlemakan hati. Triasilgliserol tersebut

tidak dapat mengalami lipolisis agar dapat diubah menjadi asetil ko-A yang akan berperan

sebagai sumber energi, sehingga tertimbun di hati dan menyebabkan perlemakan. Selain

karbohidrat dan lemak, asupan purin juga harus dikurangi, karena kadar asam urat yang

berlebih menyebabkan penyakit gout yang menyerang persendian dan ginjal, misalnya.

Berdasarkan gejala-gejala yang ada, pasien tersebut mengalami perlemakan hati tipe pertama,

yaitu karena penumpukan triasilgliserol di dalam hepar, yang terjadi akibat pemberian

makanan berkalori tinggi.

Hiperglikemia terjadi karena resistensi hepar terhadap insulin akibat sindroma

metabolik. Karena itu, hepar tidak dapat mengubah glukosa darah menjadi glikogen.

Demikian pula dengan trigliserida. Kadar HDL yang rendah turun mempengaruhi

pengangkutan dan penyimpanan lipid. Kadar asam urat yang tinggi terjadi akibat kelainan

pada proses metabolisme purin yang berlebih.

Fatty liver, atau perlemakan hati terjadi karena dua tipe, yang pertama karena kelebihan asam

lemak bebas di dalam darah, sehingga terjadi penumpukan triasilgliserol di dalam hepar. Hal

ini salah satunya terjadi karena pemberian diet tinggi lemak. Tipe yang kedua adalah adanya

penghambat metabolik dalam produksi lipoprotein plasma, yang erat kaitannya dengan

hambatan produksi lipoprotein dalam darah. Oleh karena itu, memakan makanan yang

berlemak tidak dengan sediri menghasilkan fatty liver. Faktor risiko fatty liver adalah

peminum alkhohol, obesitas, dan kelaparan, Diabetes mellitus, kortikosteroid, racun, sindrom

chusing, dan hiperlipidemia.

Sejauh ini terapi obesitas yang paling baik adalah terapi diet dan fisik. Terapi diet dan

fisik terbukti lebih efektif dalam penatalaksanaan terapi obesitas. Terapi fisik sebaiknya

merupakan olahraga yang ringan, dan tidak membebani tubuh oleh berat badan. Terapi fisik

dengan berjalan kaki sepertinya kurang cocok dengan pasien tersebut, karena dengan berjalan,

kaki harus menopang berat badan yang berat, sehingga pasien cepat lelah. Terapi fisik yang

Page 18: LapTutSken 2-IV (Revisi)

baik bagi penderita obesitas contohnya adalah bersepeda, karena bersepeda menumpukan

berat badan pada sepeda. Terapi fisik ini sebaiknya dikombinasikan dengan diet rendah

karbohidrat, lemak, dan purin.

Faktor-faktor yang memicu obesitas :

Berat badan seseorang ditentukan oleh keseimbangan masukan kalori dan energi

ekspenditur. Jika masukan kalori melebihi dari pembakaran atau metabolisme

mengakibatkan peningkatan berat badan. Kelebihan energi dalam tubuh manusia

disimpan dalam jaringan adiposity atau jaringan lemak tubuh. Umumnya penyebab

tersering adalah kelebihan masukan makandan kurangnya aktifitas fisik. Beberapa factor

yang berkontribusi terhadap obesitas adalah :

Genetik :

Efek genetic bersifat kompleks dan poligenik dengan kemungkinan diturunkan 20-

40%. Biasanya berhubungan dengan mutasi dari gen leptin dan PPAR-. Contoh gen

yang menyebabkan obesitas adalah leptin defisiensi. Leptin merupakan hormone yang

diproduksi oleh adiposity dan placenta. Leptin mengontrol berat badan melaui rangsangan

otak terhadap rangsang makan. Jika seseorang di dalam tubuh tidak cukup leptin atau

rangsangan leptin terhadap otak kurang , mengakibatkan control terhadap rasa lapar

terhambat, selanjutnya mengakibatkan obesitas. Obesitas lebih sering terjadi bila salah

satu atau kedua orang tuanya obese.

Kelebihan makan :

kelebihan makanan menyebabkan peningkatan berat badan terutama jika diit tinggi

lemak.Makana tinggi lemak atau gula (seperti fast food, fried food dan sweets )

mempunyai densitas tinggi( makanan-makanan yang mempunyai sedikit kalori, tetapi

jumlahnya banyak). Penelitian epedemiologi memperlihatkan bahwa diit tinggi lemak

berkontribusi terhadap peningkatan berat badan.

Diet tinggi karbohidrat sederhana :

Peranan karbohidarat terhadap peningkatan berat badan tidak jelas. Karbohidrat

meningkatkan kadar glukosa darah, selanjutnya merangsang pelepasan insulin oleh

pancreas dan insulin memacu pertumbuhan jaringan adiposity dan menyebabkan

Page 19: LapTutSken 2-IV (Revisi)

peningkatan berat badan. Karbohidrat sederhana seperti glukosa, fruktosa, deserts, soft

drink, beer, wine dll, berkontribusi terhadap peningkatan berat badan dan lebih banyak

dilepaskan insulin dari pada makanan yang mengandung karbohidrat komplek.

Peningkatan insulin atau hiperinsulinemia berperan terhadap peningkatan berat badan.

Frekuensi makan :

Hubungan antara frekuensi makan dan berat badan masih kontroversi. Beberapa

laporan bahwa orang dengan overweight frekuensi makan kurang dibanding orang dengan

berat badan normal. Beberapa ahli mengamati orang yang makan sehari antara 4 sampai 5

kali sehari , mempunyai kadar kolesterol dan glukosa lebih rendah dari pada orang yang

makan 2 atau 3 kali sehari.

Metabolisme rendah:

Wanita mempunyai otot lebih sedikit dari pada laki-laki. Hasil metabolisme otot lebih

banyak menghasilkan kalori dari pada jaringan lain seperti jaringan adiposity. Akibatnya

pada wanita metabolisme lebih rendah dari pada laki-laki, selanjutnya kecenderungan

terjadi peningkatan berat badan lebih banyak.

Kurangnya aktifitas fisik :

seseorang yang diam metabolismenya lebih rendah dari pada seseorang yang aktifitas.

Survey dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)

memperlihatkan bahwa inaktifitas berkorelasi kuat terhadap peningkatan berat badan.

Obat-obatan :

obat-obatan yang berhubungan dengan peningkatan berat badan adalah antidepresan,

antikonvulsi, anti diabetic (insulin, sulfonylurea dan thiazolidinediones), kontrasepsi oral,

kortikosteroid, antihipertensi dan anti histamine.

Lingkungan :

Lingkungan berperan terhadap peningkatan prevalensi obesitas yang disebabkan oleh

penurunan energi dan perubahan pola hidup terutama yang berhubungan dengan makanan

yang mengandung lemak tinggi, tinggi kalori, serta jarang berolahraga. Peningakatan

prevalensi obesitas dalam suatu penelitian berhubungan dengan kekerapan melihat

televisi. Masukan makanan dan aktivitas fisik sangat berperan terhadap peningkatan

obesitas pada dewasa.

Page 20: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Neuroendokrin :

neuropeptida Y (hormone hipotalamus yang merangsang nafsu makan) dan leptin

(hormon peptide yang disintesa di jaringan lemak yang bekerja di hipotalamus untuk

menekan asupan makanan dan pengeluaran energi) , bekerja sama dengan

neurotransmitter lain, mengatur keseimbangan energi. Mutasi dari reseptor dan transmitter

berhubungan dengan obesitas pada tikus percobaan dan beberapa kasusu obesitas berat

yang jarang pada manusia.

Factor psikologi :

Geajala stres seperti cemas, depresi, distress, sekresi kortisol akan mempengaruhi

kebiasaan makan dan mengakibatkan overweight dan obesitas.

Patofisiologi

Obesitas terjadi akibat ketidak seimbangan antara metabolisme dan penyimpanan

lemak tubuh, Organ utama yang mengatur system tersebut adalah otak. Otak mengatur

bagaimana siknal sirkulasi yang berhubungan dengan ukuran masa lemak ( siknal adiposity)

yang diitegrasikan dengan siknal dari system gastro intestinal (siknal kenyang ) terhadap

control homeostasis energy. Siknal adiposity masuk ke otak pada tingkat hypothalamus.

Siknal neural dari system gastrointestinal dan liver menginformasikan makanan yang masuk.

Selanjutnya siknal kenyang dikirim ke otak. Otak menerima respon dari siknal hormonal

melalui jalur neuropeptide, selanjutnya memberikan keluaran langsung ke homeostasis

energy. Termasuk aktivasi neuroendokrin, kebiasaan motorik dan aktifitas autonom.

Page 21: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Otak sebagai sistim kontrol terhadapmasukan dan penyimpanan makanan

Makanan

Lemak

heat Work

Otak

CRF

ACTH

MSH

Greenspan andBa xter, 1994. basic & Clinical Endokrinology.

Jaringan adiposity merupakan organ endokrin, eksokrin dan autokrine yang mengatur

proses proses fisiologi dan patologis. Stress organ reticulum endoplasmic berperan terhadap

metabolisme dan disfungsi adiposit. Stress reticulum endoplasmic menyebabkan ketidak

seimbangan adipositokin yang disekresi oleh adiposity. Jaringan adiposity mensekresi

beberapa bahan aktif yang disebut adipositokin. Bahan aktif yang disekresi oleh adiposity

adalah leptin, adipsin, adiponectin, resistin, tumor necrosis factor- (TNF- ), transforming

growth factor-T(GF-), vascular endothelial growth factor (VEGF), Interleukin-6 (IL-6),

angiotensinogen, apoliproprotein-E, plasminogen activating inhibitor-1 (PAI-1), tissue factor

dll. Bahan bahan bioaktif inilah yang menentukan patofisiologi terhadap beberapa penyakit

yang berhubungan dengan obesitas.

Page 22: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Feedback negatip hubungan antara masa lemak, sirkulasi hormone adiposity dan masukan

makanan (Woods dan Seeley, 2002)

Adipokine mempunyai peran terhadap resistensi insulin, produksi lipoprotein liver dan

inflamasi vaskuler. Hormone leptin dan adiponectin oleh adiposity berhubungan dengan

peningkatan subinflamasi kronik terutama berperan terhadap komplikasi resistensi insulin dan

kardiovaskuler. Adiponectin dan leptin merupakan biomaker terhadap prediksi baik terhadap

kejadian dan keberhasilan intervensi terhadap penyakit kardiovaskuler. Kadar adiponectin

menurun pada diebetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler, sebaliknya leptin

kadarnya meningktan pada kedua penyakit tersebut. Peningkatan kadar leptin berhubungan

dengan pembentukan atherosklerosis, sehingga pemeriksaan terhadap leptin dapat dipakai

sebagai prediksi terhadap penyakit kardiovaskuler.

Disfungsi jaringan adiposity berperan terhadap resistensi insulin yang diakibatkan oleh

hipertropi dan hiperplasi adiposity, kurangnya aliran darah, hipoksia, inflamasi dan infiltrasi

makrofag pada jaringan adiposity.

Page 23: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Gambar Adipositokin yang berhubungan dengan adiposit.

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksaan obesitas adalah keseimbangan energi menjadi negatif untuk

menurunkan berat badan dan memelihara penurunan berat badan yang rendah selamanya.

Keberhasilan penurunan berat badan menurut WHO adalah jika terjadi penurunan berat badan

sebesar 5-15 % dari berat badan semula. Keberhasilan awal dapat diperlihatkan jika terjadi

penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan pertama.

Keberhasilan dapat tercapai bila terdapat kepatuhan penderita tentang memelihara diit,

aktivitas fisik dan terapi. Pendekatan untuk penatalaksaan obesitas meliputi : diit, aktivitas

fisik, terapi obat dan pembedahan. Perubahan gaya hidup yang mencakup mengurangi

alkohol, olahraga, dan terutama berhenti merokok juga berperan terhadap keberhasilan terapi.

A.Pendekatan Diit.

Pengurangan asupan kalori antara 500-600 kcal/ hari dari 2100-2520 kcal/hari dapat

menurunkan berat badan 0,5- 1 kg/minggu. Diit yang dianjurkan adalah diit rendah kalori dan

rendah lemak.

Diit rendah kalori.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa keberhasilan penurunan berat badan

berhubungan dengan retriksi masukan kalori dan bukan komposisi makronutrien. Dalam

beberapa uji klinik pada obesitas didapatkan bahwa penurunan berat badan sebesar 8% terjadi

Page 24: LapTutSken 2-IV (Revisi)

antara 3 -12 bulan dibandingkan kontrol. Penurunan kalori 400-500 kcla/hari dari 1680-2100

kcl/hari akan menurunkan berat badan.

Diit rendah lemak.

Retriksi masukan lemak mempunyai arti penting terhadap densitas energi dan total

masukan energi. Beberpa uji klinik memperlihatkan penurunan berat badan sebesar 1,6 g/hari

disebabkan oleh penurunan energi yang berasal dari lemak. Penurunan berat badan lebih

sedikit pada diit rendah lemak sebesar 100-200 g/minggu dibanding 300-700 g/minggu.

B.Aktivitas fisik.

Peningkatan aktivitas fisik pada pasien dewasa overweight dan obese meningkatkan

kebugaran kardiorespirasi dan menurunkan resiko penyakit kardoivaskuler. Aktivitas fisik

merupakan terapi tambahan untuk membantu penurunan dan memelihara berat badan bersama

terapi diit.

Kurangnya aktifitas fisik merupakan salah satu faktor penting dalam timbulnya

obesitas. Penurunan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya tingkat kesegaran jasmani

dengan berkurangnya kekuatan, tenaga aerobik dan ketrampilan atletik. Obesitas terjadi akibat

masukan energi melebihi penggunaan energi untuk kepentingan metabolisme dan aktivitas

fisik. Aktivitas fisik dapat diukur dengan dengan berbagai cara seperti doubly labeled water

(DLW), kalorimetri indirek, monitoring denyut nadi (Heart rate), pedometer, akselerometer,

observasi langsung dan pengukur dengan adolecent physical activity questionnaire. Aktivitas

fisik terutama latihan dapat memperbaiki kelenturan, kekuatan otot,daya tahan otot dan

kesegaran kardiorespirasi.

Aktivitas fisk akan mengubah komposisi tubuh yaitu menurunkan lemak tubuh baik

total dan viseral serta meningkatkan masa tubuh tanpa lemak. Olah raga intensif selama 10

bulan dan pengatutan diit akan menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan kesegaran

jasmani.

Page 25: LapTutSken 2-IV (Revisi)

C.Medikamentosa.

Pasien dengan body mass index 30 kg/m2 berhubungan dengan komplikasi yang

berhubungan dengan obesitas. Penatalaksanaan obesitas merupakan bagian dari diit dan

aktivitas fisik. Respon terapi terhadap obat bervariasi. Jika terapi pada 4 minggu pertama tidak

ada respon, disarankan obat jangan diteruskan. Semua obat harus dilanjutan hanya jika

terdapat penurunan berat badan 0,5 kg/minggu. Kebanyakan obat hanya bekerja sementara.

Obat obat yang direkomendasikan oleh NICE (National Institute of Clinical Excellence )

adalah orlistat dan sibutramine. Orlistat menghambat lipase lambung dan pankreas, serta

mengurangi absorpsi lemak. Dalam suatu penelitian terapi orlistat bersama perubahan

polahidup selama 4 tahun dapat menurunkan berat badan, kejadian diabetes dan penyakit

kardiovaskuler dibanding perubahan pola hidup saja. d Sibutramin (serotonin dan inhibitor

ambilan-kembali noradrenalin) mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.

Sibutramin selain dapat menurunkan berat badan ternyata dapat memperbaiki profil

lemak( triglisrerid, VLDL-kolesterol dan HDL-kolesterol). Selective serotonin reuptake

inhibitor (SSRI), seperti fluoksetin dosis tinggi bisa membantu dengan efektif. Derivat

amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu makan, tapi telah ditarik dari

peredaran karena efek samping (valvulopati jantung). Pemakaian dua obat kombinasi tidak

direkomendasikan.

D.Pembedahan.

Pembedaan terkadang diperlukan jika terapi diit, aktivitas fisaik dan medikamentosa tidak

berhasil. Pembedan yang biasa dilakikan adalah gastric bypass, vertical banded gastroplasty

dan gastric banding. Dibandingkan dengan terapi yang lain tidakan pembedaan cukup

menghasilkan penurunan berat badan yang lama. Keberhasilan pembedahan sekitar 50%.

Suatu penelitian selama 3 tahun keberhasilan pembedahan dengan vertical banded

gastroplasty adalah 48%, dan 67% dengan gastric bypass. Komplikasi pembedahan tergantung

derajat obesitas dan penyakit penyerta.

Penurunan berat badan yang cukup besar membawa komplikasi tertentu, termasuk

disfungsi hati dan pemanjangan interval QT yang merupakan predisposisi kematian akibat

aritmia.

Page 26: LapTutSken 2-IV (Revisi)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada skenario 2 blok Metabolisme ini kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien

mengalami obesitas. Obesitas itu sendiri meningkatkan risiko untuk menderita sindroma

metabolik. Sindroma metabolik akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular

aterosklerotik, stroke, diabetes, dan berbagai penyakit metabolik lainnya. Pada diri pasien juga

ditemukan adanya kelainan seperti kadar gula darah yang terlalu tinggi atau hiperglikemia,

trigliserida jauh di atas batas normal, LDL yang tinggi, HDL yang rendah, serta asam urat

yang meningkat. Hal-hal tersebut di atas merujuk pada diagnosis sindroma metabolik.

Sindroma metabolik, dalam hal ini obesitas, dapat menyebabkan adanya komplikasi fatty liver

atau perlemakan hati. Dengan adanya perlemakan hati maka proses metabolisme menjadi

terganggu.

Penatalaksanaan pasien dengan kondisi seperti ini ada empat hal. Pertama adalah

pengaturan asupan makanan dan nutrisi, dengan diet rendah kalori. Pasien dianjurkan untuk

mengurangi konsumsi lemak dan karbohidrat serta dianjurkan untuk mengonsumsi makanan

berserat tinggi seperti buah dan sayur. Selain itu pasien dianjurkan untuk memperbanyak

aktivitas fisik atau olahraga. Alternatif lain adalah dengan pemberian obat-obatan atau

medikamentosa serta pembedahan, seperti operasi adipektomi atau sedot lemak

Page 27: LapTutSken 2-IV (Revisi)

Daftar pustaka

Ford E.S., Giles W.H. 2003. A comparison of the prevalence of the metabolic syndrome using

two proposed definition.JAMA. 26:575-81.

Ford E.S., Giles W.H., Dietz W.H. 2002. Prevalence of the metabolic syndrome among U.S.

adults: findings from the Third National Health and Nutrition Examination

Survey.JAMA.287:356-9.

Vega G.L. 2001. Obesity, the metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Am Heart J.

142:1108-16.

LamarcheB., Tchernof A., Mauriege P., Cantin B., Dagenais G.R.,Lupien P.J., et al. 1998.

Fasting insulin and apolipoprotein B levels and low-density lipoproteinparticle size as risk

factors for ischemic heart disease. JAMA. 279:1955-61.

Alberti K.G., Zimmet P.Z. 1998. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus

and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus, provisional

report of a WHO consultation

Machmud, Rizanda. 2006. Strategi Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan untuk

Penyakit Perlemakan Hati.

Reaven G.M. 1988. Role of insulin resistance in human disease.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8476236 (3 Desember 2011)

NationalInstitutes of HealthHeart Lung and Blood Institute. 2001. Third Report of the

National CholesterolEducation Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and

Treatmentof High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). 01-

3670http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.htm (2 Desember 2011)