BAB IV
-
Upload
copper-lin -
Category
Documents
-
view
233 -
download
0
description
Transcript of BAB IV
BAB IVSTUDI IDENTIFIKASI GUNUNG API PURBA
IV.1 Latar Belakang
Pegunungan Selatan Jawa merupakan bagian dari pembelajaran busur
gunungapi berumur Tersier, selain yang tersebar luas di kepulauan Indonesia.
Secara umum, produk gunung api tersebut dikenal sebagai Old Andesite
Formation (van Bemmelen, 1949) yang kemudian menjadi acuan para ahli
geologi bilamana menjumpai batuan gunung api berumur tua.
Pulau Jawa bagian selatan secara umum disusun oleh batuan gunung api
produk erupsi letusan maupun erupsi lelehan, selain batuan sedimen klastika dan
karbonat. Telah banyak ahli yang meneliti di daerah Pegunungan Selatan antara
lain oleh Bothe (1929), Bemmelen (1949), Rahardjo drr. (1977), Surono drr.
(1992), Samodra drr. (1992), dan Lokier (1999). Namun masih banyak kendala
yang hasilnya belum dapat memecahkan permasalahan geologi secara keseluruhan
di daerah tersebut. Perbedaan pandangan baik dari segi sejarah geologi maupun
stratigrafi daerah Pegunungan Selatan mengundang banyak ahli-ahli geologi
lainnya untuk melakukan penelitian lanjut di daaerah tersebut. Beberapa hasil
penelitian memberikan berbagai gambaran yang beragam tentang litostratigrafi di
daerah Pegunungan Selatan, seperti yang terlihat pada (Tabel 1).
40
41
Tabel 1. Stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat menurut beberapa penulis
Daerah penelitian yang merupakan Zona Pegunungan Selatan bagian barat
yang menurut Surono drr. (1992), dalam Peta Geologi Regional Surakarta-
Giritontro tepatnya daerah Melikan Wonogiri yang menjadi lokasi penelitian
penulis disusun oleh beberapa kelompok batuan, di antaranya: lava dasit-andesit
dan tuf dasit, dan retas diorit dikelompokkan ke dalam Formasi Mandalika yang
secara stratigrafis sebagai batuan tertua berumur Oligosen - Miosen Awal.
selanjutnya selaras-menjari di bagian atasnya dengan litologi Tuf, Breksi
batuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih yang di masukan kedalam Formasi
Semilir berumur Miosen Awal – Miosen Akhir, selanjutnya menjari dengan breksi
42
gunungapi, aglomerat, lava andesit-basal dan tuff yang dimasukan ke dalam
Formasi Nglanggran, selanjutnya menjari – tidak selaras diatasnya diendapkan
Batugamping, batupasir tufan, batugamping napalan-tufan, dan batulanau yang di
masukan kedalam Formasi Wonosari. Di daerah ini, ke empat formasi tersebut
dilingkupi oleh endapan alluvium yang menurut Surono, drr.,(1992) di masukan
ke dalam Formasi Baturetno.
Dalam keterangannya, tidak dinyatakan secara detail misalnya telah
penulis tuliskan di atas bahwa ada beberapa litologi yang sama namun
dikelompokan dalam Formasi yang berbeda. khususnya terhadap batuan
gunungapi tidak dijelaskan lebih lanjut, misalnya tentang ciri-ciri atau karakter
khusus yang menyertainya, seperti tekstur ataupun strukturnya. Karena hal
tersebut sangat penting dalam kaitannya dengan genesis batuan tersebut.
Di pihak lain (Walker, 1993; Bronto drr., 1994; Hartono & Syafri, 2007)
menyatakan bahwa produk erupsi lelehan, pengendapan aliran lava tidak jauh dari
sumber erupsinya atau kurang dari 7 km. hal ini secara tidak langsung
membuktikan bahwasanya setiap ada aliran lava maka tidak mungkin jauh dari
central atau pusat gunung api, dengan demikian maka perlu diadakan penelitian
lanjut sehingga peta regional Surakarta-giritontro dapat direvisi agar lebih akurat
dan lebih baik lagi.
Dari dua pernyataan tersebut mengundang penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul Geologi dan Studi Indikasi Gunungapi Purba daerah
Melikan dan sekitarnya, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah yang
43
berdasarkan stratigrafi oleh Surono,drr masuk kedalam lima Formasi yaitu
Formasi Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Wonosari
dan Formasi Baturetno.
IV.2 Dasar Teori
Gunung api adalah tempat atau bukaan yang menjadi titik awal bagi
batuan pijar dan atau gas yang keluar ke permukaan bumi dan sebagai produk
yang menumpuk di sekitar bukaan tersebut membentuk bukit atau gunung
(Macdonald, 1972). Tempat atau bukaan tersebut disebut kawah atau kaldera,
sedangkan batuan pijar dan gas adalah magma. Batuan atau endapan gunung api
adalah bahan padat berupa batuan atau endapan yang terbentuk akibat kegiatan
gunung api, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wilson (1989)
menyatakan bahwa gunung api dapat terjadi di lingkungan tektonik dalam
lempeng (samudra dan benua) dan atau di batas lempeng (konstruktif dan
destruktif). Gunung api yang terbentuk di kedua tatanan tektonik tersebut
mempunyai karakteristik tertentu di dalam kisaran kandungan SiO2, afinitas
magma, dan bentang alam gunung apinya. Sebagai contohnya, gunung api yang
terbentuk pada lingkungan tektonik konvergen menunjukkan bentang alam
sebagai busur kepulauan, afinitas magma toleit-alkalin, dan menghasilkan batuan
beku berkomposisi basa sampai asam. Secara umum, bentang alam gunung api
tipe komposit (strato), terdiri atas perselingan lava dan batuan piroklastika, retas
dan sill, kelerengan terjal, dan umumnya membentuk kerucut simetris.
44
Mekanisme pembentukan bentang alam di permukaan bumi pada
umumnya ada empat yaitu impact, vulkanisme, tektonik, dan erosi (Chernicoff
dan Venkatakrishnan, 1995 dalam Bronto, 2007). Mekanisme impact membentuk
bentang alam cekungan karena hantaman objek dengan kecepatan 250.000
mil/jam, vulkanisme membentuk bentang alam gunung api, dan tektonik
membentuk bentang alam lipatan, sedangkan mekanisme erosi membentuk
bentang alam dataran. Di pihak lain, van Zuidam dan van Zuidam-Cancelado
(1985), menyebutkan bahwa suatu gunung api mungkin melalui sejumlah tahapan
selama menjalani proses erosi, yaitu:
a. Tahap pembentukan kerucut gunung api
b. Tahap Erosi/pendataran,
c. Sisa gunung api, dan
d. Kerangka gunung api.
Batuan gunung api (volcanic rock) merupakan batuan yang dihasilkan dari
proses vulkanisme. Material hasil proses vulkanisme terdiri dari batuan beku dan
batuan piroklastik. Batuan beku itu sendiri merupakan hasil pembekuan dari
magma sedangkan batuan piroklastik adalah batuan hasil ledakan suatu tubuh
gunung api. Batuan piroklastik dikelompokkan berdasarkan ukuran butirnya
antara lain; bongkah, bom, lapili, pumice dan tuf. Secara petrologi, batuan beku
dapat dibedakan berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya. Batuan beku
berdasarkan tempat pembekuannya, dikekompokkan menjadi batuan beku dalam
(intrusive rock) dan batuan beku luar/lava (extrusive rocks).
45
Secara umum, terdapat dua jenis erupsi gunung api, yaitu erupsi letusan
yang menghasilkan material fragmental berbutir halus – kasar, sedangkan erupsi
lelehan menghasilkan kerucut spater, aliran lava, dan kubah lava. Menurut Walker
(1973a, dalam Cas & Wright, 1987), lava berkomposisi menengah menunjukkan
volume terbesar (10 km3), tebal mencapai 800 m, dan penyebaran luas (40 km2),
sedangkan lava berkomposisi asam mempunyai volume lebih kecil dan cukup
tebal dibanding aliran lava menengah. Sementara itu, karena sifatnya yang encer
(low viscosity) lava basal secara lateral sangat luas, tetapi mempunyai ketebalan
tipis (<50 m).
IV.3 Metode Pendekatan
Metode yang dipakai untuk mengindikasi gunungapi purba ataupun bekas
gunungapi purba adalah dengan menggunakan analisis model gunungapi oleh
Bronto (1997), dengan di dukung oleh data geologi permukaan hasil penelitian
penulis di lapangan, data inderaja dan analisis pola kontur pada peta topografi,
hasil analisis penampang geologi serta prinsip-prinsip dasar vulkanologi yang
telah di kemukakan oleh berbagai ahli gunungapi diantaranya: Bronto,(1997),
MacDonal,(1972), Simkin, drr.,(1981), Gill,(1981), Fisher & Schmincke, (1984),
Cas & Wright, (1986), Williams & MacBirney,(1979), Vessel & Davies,(1981),
Bogie & Mackenzie, (1998), dan lainnya.
Beberapa peneliti, misalnya: Williams dan MacBirney (1979), Vessel dan
Davies (1981), Bogie dan Mackenzie (1998), dan Bronto (2006), telah membagi
batuan gunung api ke dalam empat litofasies yang nantinya menjadi salah satu
46
rujukan penulis dalam menyelesaikan masalah. pembagian litofasies tersebut
yaitu:
1. vent facies/central facies, yang dicirikan oleh kubah lava, tubuh-tubuh
intrusi dang-kal (radial dikes, dike swarms, sills, cryptodomes, volcanic
necks), batuan/mineral alterasi epitermal dan hidrotermal, berbagai senolit
batuan beku dan batuan metasedimen-malihan serta breksi otoklastika
pada bagian atas atau luar tubuh intrusi dangkal;
2. proximal facies dicirikan oleh aliran lava, breksi/aglomerat jatuhan
piroklastika dan breksi/aglomerat aliran piroklastika.
3. medial facies dicirikan oleh tuf lapili, baik jatuhan maupun aliran
piroklastika, tuf dan breksi lahar.
4. distal facies dicirikan oleh adanya batuan gunung api hasil pengerjaan
ulang berupa: breksi lahar, konglomerat, batupasir, batulanau, dan
batulempung
47
Gambar 13. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie,1998 dalam Bronto,
2006).
Di samping metode di atas, indikasi gunungapi purba mengacu pada
prinsip geologi “the present is the key to the past”. Artinya, bentuk bentang alam,
jenis batuan, struktur geologi dan stratigrafi gunung api, dan tipe letusan yang
terjadi pada masa sekarang dapat diterapkan pada ciri-ciri gunung api purba. Jika
indikasi gunungapi tersebut dapat tercapai maka model fasies gunungapinya juga
dapat di ketahui.
48
Table 2. Penentuan sumber erupsi berdasarkan beberapa disiplin ilmu geologi (Bronto,1997)