BAB IV

13
BAB IV STUDI IDENTIFIKASI GUNUNG API PURBA IV.1 Latar Belakang Pegunungan Selatan Jawa merupakan bagian dari pembelajaran busur gunungapi berumur Tersier, selain yang tersebar luas di kepulauan Indonesia. Secara umum, produk gunung api tersebut dikenal sebagai Old Andesite Formation (van Bemmelen, 1949) yang kemudian menjadi acuan para ahli geologi bilamana menjumpai batuan gunung api berumur tua. Pulau Jawa bagian selatan secara umum disusun oleh batuan gunung api produk erupsi letusan maupun erupsi lelehan, selain batuan sedimen klastika dan karbonat. Telah banyak ahli yang meneliti di daerah Pegunungan Selatan antara lain oleh Bothe (1929), Bemmelen (1949), Rahardjo drr. (1977), Surono drr. (1992), Samodra drr. (1992), dan Lokier (1999). Namun masih banyak kendala yang hasilnya belum dapat memecahkan permasalahan geologi secara keseluruhan di daerah tersebut. 40

description

proposal

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IVSTUDI IDENTIFIKASI GUNUNG API PURBA

IV.1 Latar Belakang

Pegunungan Selatan Jawa merupakan bagian dari pembelajaran busur

gunungapi berumur Tersier, selain yang tersebar luas di kepulauan Indonesia.

Secara umum, produk gunung api tersebut dikenal sebagai Old Andesite

Formation (van Bemmelen, 1949) yang kemudian menjadi acuan para ahli

geologi bilamana menjumpai batuan gunung api berumur tua.

Pulau Jawa bagian selatan secara umum disusun oleh batuan gunung api

produk erupsi letusan maupun erupsi lelehan, selain batuan sedimen klastika dan

karbonat. Telah banyak ahli yang meneliti di daerah Pegunungan Selatan antara

lain oleh Bothe (1929), Bemmelen (1949), Rahardjo drr. (1977), Surono drr.

(1992), Samodra drr. (1992), dan Lokier (1999). Namun masih banyak kendala

yang hasilnya belum dapat memecahkan permasalahan geologi secara keseluruhan

di daerah tersebut. Perbedaan pandangan baik dari segi sejarah geologi maupun

stratigrafi daerah Pegunungan Selatan mengundang banyak ahli-ahli geologi

lainnya untuk melakukan penelitian lanjut di daaerah tersebut. Beberapa hasil

penelitian memberikan berbagai gambaran yang beragam tentang litostratigrafi di

daerah Pegunungan Selatan, seperti yang terlihat pada (Tabel 1).

40

Page 2: BAB IV

41

Tabel 1. Stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat menurut beberapa penulis

Daerah penelitian yang merupakan Zona Pegunungan Selatan bagian barat

yang menurut Surono drr. (1992), dalam Peta Geologi Regional Surakarta-

Giritontro tepatnya daerah Melikan Wonogiri yang menjadi lokasi penelitian

penulis disusun oleh beberapa kelompok batuan, di antaranya: lava dasit-andesit

dan tuf dasit, dan retas diorit dikelompokkan ke dalam Formasi Mandalika yang

secara stratigrafis sebagai batuan tertua berumur Oligosen - Miosen Awal.

selanjutnya selaras-menjari di bagian atasnya dengan litologi Tuf, Breksi

batuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih yang di masukan kedalam Formasi

Semilir berumur Miosen Awal – Miosen Akhir, selanjutnya menjari dengan breksi

Page 3: BAB IV

42

gunungapi, aglomerat, lava andesit-basal dan tuff yang dimasukan ke dalam

Formasi Nglanggran, selanjutnya menjari – tidak selaras diatasnya diendapkan

Batugamping, batupasir tufan, batugamping napalan-tufan, dan batulanau yang di

masukan kedalam Formasi Wonosari. Di daerah ini, ke empat formasi tersebut

dilingkupi oleh endapan alluvium yang menurut Surono, drr.,(1992) di masukan

ke dalam Formasi Baturetno.

Dalam keterangannya, tidak dinyatakan secara detail misalnya telah

penulis tuliskan di atas bahwa ada beberapa litologi yang sama namun

dikelompokan dalam Formasi yang berbeda. khususnya terhadap batuan

gunungapi tidak dijelaskan lebih lanjut, misalnya tentang ciri-ciri atau karakter

khusus yang menyertainya, seperti tekstur ataupun strukturnya. Karena hal

tersebut sangat penting dalam kaitannya dengan genesis batuan tersebut.

Di pihak lain (Walker, 1993; Bronto drr., 1994; Hartono & Syafri, 2007)

menyatakan bahwa produk erupsi lelehan, pengendapan aliran lava tidak jauh dari

sumber erupsinya atau kurang dari 7 km. hal ini secara tidak langsung

membuktikan bahwasanya setiap ada aliran lava maka tidak mungkin jauh dari

central atau pusat gunung api, dengan demikian maka perlu diadakan penelitian

lanjut sehingga peta regional Surakarta-giritontro dapat direvisi agar lebih akurat

dan lebih baik lagi.

Dari dua pernyataan tersebut mengundang penulis untuk melakukan

penelitian dengan judul Geologi dan Studi Indikasi Gunungapi Purba daerah

Melikan dan sekitarnya, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah yang

Page 4: BAB IV

43

berdasarkan stratigrafi oleh Surono,drr masuk kedalam lima Formasi yaitu

Formasi Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Wonosari

dan Formasi Baturetno.

IV.2 Dasar Teori

Gunung api adalah tempat atau bukaan yang menjadi titik awal bagi

batuan pijar dan atau gas yang keluar ke permukaan bumi dan sebagai produk

yang menumpuk di sekitar bukaan tersebut membentuk bukit atau gunung

(Macdonald, 1972). Tempat atau bukaan tersebut disebut kawah atau kaldera,

sedangkan batuan pijar dan gas adalah magma. Batuan atau endapan gunung api

adalah bahan padat berupa batuan atau endapan yang terbentuk akibat kegiatan

gunung api, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wilson (1989)

menyatakan bahwa gunung api dapat terjadi di lingkungan tektonik dalam

lempeng (samudra dan benua) dan atau di batas lempeng (konstruktif dan

destruktif). Gunung api yang terbentuk di kedua tatanan tektonik tersebut

mempunyai karakteristik tertentu di dalam kisaran kandungan SiO2, afinitas

magma, dan bentang alam gunung apinya. Sebagai contohnya, gunung api yang

terbentuk pada lingkungan tektonik konvergen menunjukkan bentang alam

sebagai busur kepulauan, afinitas magma toleit-alkalin, dan menghasilkan batuan

beku berkomposisi basa sampai asam. Secara umum, bentang alam gunung api

tipe komposit (strato), terdiri atas perselingan lava dan batuan piroklastika, retas

dan sill, kelerengan terjal, dan umumnya membentuk kerucut simetris.

Page 5: BAB IV

44

Mekanisme pembentukan bentang alam di permukaan bumi pada

umumnya ada empat yaitu impact, vulkanisme, tektonik, dan erosi (Chernicoff

dan Venkatakrishnan, 1995 dalam Bronto, 2007). Mekanisme impact membentuk

bentang alam cekungan karena hantaman objek dengan kecepatan 250.000

mil/jam, vulkanisme membentuk bentang alam gunung api, dan tektonik

membentuk bentang alam lipatan, sedangkan mekanisme erosi membentuk

bentang alam dataran. Di pihak lain, van Zuidam dan van Zuidam-Cancelado

(1985), menyebutkan bahwa suatu gunung api mungkin melalui sejumlah tahapan

selama menjalani proses erosi, yaitu:

a. Tahap pembentukan kerucut gunung api

b. Tahap Erosi/pendataran,

c. Sisa gunung api, dan

d. Kerangka gunung api.

Batuan gunung api (volcanic rock) merupakan batuan yang dihasilkan dari

proses vulkanisme. Material hasil proses vulkanisme terdiri dari batuan beku dan

batuan piroklastik. Batuan beku itu sendiri merupakan hasil pembekuan dari

magma sedangkan batuan piroklastik adalah batuan hasil ledakan suatu tubuh

gunung api. Batuan piroklastik dikelompokkan berdasarkan ukuran butirnya

antara lain; bongkah, bom, lapili, pumice dan tuf. Secara petrologi, batuan beku

dapat dibedakan berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya. Batuan beku

berdasarkan tempat pembekuannya, dikekompokkan menjadi batuan beku dalam

(intrusive rock) dan batuan beku luar/lava (extrusive rocks).

Page 6: BAB IV

45

Secara umum, terdapat dua jenis erupsi gunung api, yaitu erupsi letusan

yang menghasilkan material fragmental berbutir halus – kasar, sedangkan erupsi

lelehan menghasilkan kerucut spater, aliran lava, dan kubah lava. Menurut Walker

(1973a, dalam Cas & Wright, 1987), lava berkomposisi menengah menunjukkan

volume terbesar (10 km3), tebal mencapai 800 m, dan penyebaran luas (40 km2),

sedangkan lava berkomposisi asam mempunyai volume lebih kecil dan cukup

tebal dibanding aliran lava menengah. Sementara itu, karena sifatnya yang encer

(low viscosity) lava basal secara lateral sangat luas, tetapi mempunyai ketebalan

tipis (<50 m).

IV.3 Metode Pendekatan

Metode yang dipakai untuk mengindikasi gunungapi purba ataupun bekas

gunungapi purba adalah dengan menggunakan analisis model gunungapi oleh

Bronto (1997), dengan di dukung oleh data geologi permukaan hasil penelitian

penulis di lapangan, data inderaja dan analisis pola kontur pada peta topografi,

hasil analisis penampang geologi serta prinsip-prinsip dasar vulkanologi yang

telah di kemukakan oleh berbagai ahli gunungapi diantaranya: Bronto,(1997),

MacDonal,(1972), Simkin, drr.,(1981), Gill,(1981), Fisher & Schmincke, (1984),

Cas & Wright, (1986), Williams & MacBirney,(1979), Vessel & Davies,(1981),

Bogie & Mackenzie, (1998), dan lainnya.

Beberapa peneliti, misalnya: Williams dan MacBirney (1979), Vessel dan

Davies (1981), Bogie dan Mackenzie (1998), dan Bronto (2006), telah membagi

batuan gunung api ke dalam empat litofasies yang nantinya menjadi salah satu

Page 7: BAB IV

46

rujukan penulis dalam menyelesaikan masalah. pembagian litofasies tersebut

yaitu:

1. vent facies/central facies, yang dicirikan oleh kubah lava, tubuh-tubuh

intrusi dang-kal (radial dikes, dike swarms, sills, cryptodomes, volcanic

necks), batuan/mineral alterasi epitermal dan hidrotermal, berbagai senolit

batuan beku dan batuan metasedimen-malihan serta breksi otoklastika

pada bagian atas atau luar tubuh intrusi dangkal;

2. proximal facies dicirikan oleh aliran lava, breksi/aglomerat jatuhan

piroklastika dan breksi/aglomerat aliran piroklastika.

3. medial facies dicirikan oleh tuf lapili, baik jatuhan maupun aliran

piroklastika, tuf dan breksi lahar.

4. distal facies dicirikan oleh adanya batuan gunung api hasil pengerjaan

ulang berupa: breksi lahar, konglomerat, batupasir, batulanau, dan

batulempung

Page 8: BAB IV

47

Gambar 13. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie,1998 dalam Bronto,

2006).

Di samping metode di atas, indikasi gunungapi purba mengacu pada

prinsip geologi “the present is the key to the past”. Artinya, bentuk bentang alam,

jenis batuan, struktur geologi dan stratigrafi gunung api, dan tipe letusan yang

terjadi pada masa sekarang dapat diterapkan pada ciri-ciri gunung api purba. Jika

indikasi gunungapi tersebut dapat tercapai maka model fasies gunungapinya juga

dapat di ketahui.

Page 9: BAB IV

48

Table 2. Penentuan sumber erupsi berdasarkan beberapa disiplin ilmu geologi (Bronto,1997)