BAB I,II,III.doc

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Disamping itu sapi perah berperan sangat penting sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk pertanian. Air susu sebagai sumber protein hewani sangat besar manfaatnya pada manusia, baik bagi bayi untuk masa pertumbuhan maupun bagi orang dewasa dan lanjut usia. Air susu memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh. Menjaga kualitas susu sebelum sampai ke konsumen merupakan hal yang penting. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu yang mungkin berbahaya bagi manusia atau ternak perah. Melindungi konsumen dari penyakit yang berasal dari susu, mencegah penyebaran penyakit diantara ternak, dan memeriksa keadaan susu merupakan bagian dari aktivitas kesehatan masyarakat dan ternak. Memperoleh air susu dari hasil pemerahan sapi yang sehat, dan proses pengangkutan serta 1

description

BAB I,II,III.doc

Transcript of BAB I,II,III.doc

Page 1: BAB I,II,III.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu penghasil protein

hewani yang sangat penting. Disamping itu sapi perah berperan sangat penting

sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi

manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk

pertanian. Air susu sebagai sumber protein hewani sangat besar manfaatnya

pada manusia, baik bagi bayi untuk masa pertumbuhan maupun bagi orang

dewasa dan lanjut usia. Air susu memiliki kandungan protein yang tinggi

sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.

Menjaga kualitas susu sebelum sampai ke konsumen merupakan hal

yang penting. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu

yang mungkin berbahaya bagi manusia atau ternak perah. Melindungi

konsumen dari penyakit yang berasal dari susu, mencegah penyebaran

penyakit diantara ternak, dan memeriksa keadaan susu merupakan bagian dari

aktivitas kesehatan masyarakat dan ternak.

Memperoleh air susu dari hasil pemerahan sapi yang sehat, dan proses

pengangkutan serta penyimpanan di lingkungan peternakan berperan

terhadap kesehatan susu yang dapat menentukan kualitas air susu.

Penyakit ternak mungkin timbul secara subklinis sehingga gejala klinis

tidak terlihat jelas, hal tersebut menyebabkan penyakit tidak dapat

terdeteksi sebelum atau setelah masa produksi. Kadang-kadang proses

teknologis yang dapat merusak mikroorganisme pathogen tidak dapat

diterapkan saat produksi susu. Pada kasus lain, perlakuan mungkin kurang

memuaskan untuk mencegah zat berbahaya sampai ke konsumen, dimana

bahan kimia berbahaya seperti pestisida dan antibiotika dapat mencapai

konsumen melalui air susu. Kontaminasi mungkin juga terjadi saat

penyimpanan dan pengolahan jika tidak memperhatikan faktor kesehatan.

1

Page 2: BAB I,II,III.doc

2

Beberapa penyakit ternak yang dapat ditularkan melalui air susu

adalah tuberculosis dan bruselosis. Penyakit-penyakit tersebut dapat

dikontrol melalui pemeliharaan kesehatan ternak. Obat-obat ternak untuk

pencegahan dan pengobatan maupun bahan tambahan dalam pakan harus

digunakan dengan tepat agar konsumen terhindar dari bahaya adanya

bahan-bahan tersebut dalam air susu.

Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya

dapat dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana

pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik. Adanya manajemen

dalam pengelolaan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi seseorang

pengusaha ternak untuk dimengerti dan dipahami. Manajemen yang meliputi

berbagai hal, semisal manajemen perkawinan, manajemen pakan, manajemen

kandang, manajemen sapi induk dan khususnya pada menejemen kebersihan

serta kesehatan ternak, yang kesemuanya itu merupakan kunci dalam

mengusahakan ternak sapi perah. Tantangan dalam peningkatan produksi susu

tidak akan lepas dari masalah manajemen pemeliharaan dan manajemen

reproduksinya. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh peternak maka

akan menghasilkan hasil yang maksimal.

Dari uraian diatas maka kami melakukan PKL untuk mengetahui

manajemen kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa

laktasi di lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam praktek kerja lapang ini adalah bagaimana manajemen

kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di

lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.

C. Tujuan

Praktek kerja lapang ini bertujuan untuk mengetahui manajemen kesehatan

dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di lokasi

peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.

Page 3: BAB I,II,III.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Sapi Perah Di Indonesia

Di Indonesia sapi perah mulai dipelihara dan dikembangkan sejak abad ke

17. Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia ialah FH (Fries

Holland) dan PFH (Peranakan Fries Holland). Sapi tersebut berasal dari

dataran Eropa yang memiliki lingkungan hidup dengan temperatur bersuhu

26-38°C. Sehingga tidaklah mengherankan apabila usaha ternak sapi perah di

Indonesia ini hanya terbatas di daerah-daerah tertentu yang berhawa dingin

(AAK, 2010).

B. Jenis Sapi Perah

Sapi perah asli tropika menurut Murti (2007), terdiri dari sapi Damaskus,

sapi Gir, sapi Ongole, dan sapi Sahiwal. Sapi perah asal subtropika terdiri dari

sapi Friesian Holstein, sapi Jersey, Guernsey, Ayrshire, dan sapi Brown Swiss.

Sapi perah hasil persilangan yaitu sapi Australian Friesian Sahiwal (AFS),

sapi Australian Milking Zebu (AMZ), sapi Jamaica Hope (JH), dan Karan

Swiss.

Taksonomi sapi perah

Kingdom : Animalia

Filum       : Chordata

Kelas               : Mammalia

Ordo                : Artiodactylia

Sub Ordo : Ruminansia

Famili              : Boviadae

Genus           : Bos

Spesies           : Bos taurus (sebagian besar sapi)

Bos indicus (sapi berpunuk)

C. Sapi Perah PFH

Sapi Peranakan Friesien Holland mempunyai warna yang cukup terkenal,

belang putih dan ini merupakan warna yang dominan. Warna belang hitam-

3

Page 4: BAB I,II,III.doc

4

putih tersebut mempunyai perbatasan yang tegas sehingga tidak ada warna

bayangan, dan perbandingan antara warna hitam dan putih tidak tentu atau

tidak tetap. Bulu kipas ekor, bagian perut dan kaki dari tracak sampai lutut

(knee) atau hock berwarna putih. Bangsa Friesien Holstein murni dianggap

cacat warna apabila ditemui sapi tersebut berwarna hitam atau putih mulus,

ada warna hitam pada bagian perut atau bulu kipas ekor, warna hitam pada

kaki dari kuku atau teracak sampai lutut, dan pada batas warna hitam dengan

putih terapat warna bayangan atau gabungan antara warna hitam dengan putih

(Prihadi dan Adiarto, 2008).

Kemampuan sapi perah PFH dalam berproduksi susu dapat menghasilkan

air susu mencapai lebih dari 6000kg/laktasi dengan kadar lemak susu rata-rata

3-5% (Siregar, 1994). Sapi PFH adalah sapi perah yang produksi susunya

tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak

susunya rendah. Sebagai gambaran produksi susu sapi FH di Amerika Serikat

rata-rata 7245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65 %. Sementara itu produksi

susu rata-rata di Indonesia 3135 kg/laktasi pada masa laktasi 9,5 bulan

(Syukur, 2006).

D. Sapi Perah Laktasi

Sapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi

menghasilkan susu setelah melahirkan (Darmono, 1992). Trimargono (2005)

menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya adalah pada 100 hari pertama

laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu

(pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun,

akibatnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. Dan pada akhir masa

laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang akan

menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi

paling rendah pada masa laktasi).

Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi

setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi

susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi

Page 5: BAB I,II,III.doc

5

dimulai sejak sapi berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa

laktasi berlangsung selama 10 bulan atau sekitar 305 hari (Santoso, 2002).

E. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi

a. Kandang

Bambang (1992) menyatakan bahwa secara umum konstruksi

kandang harus kuat, mudah dibersihkan dan sirkulasi udara di dalam

kandang baik. Kapasitas kandang bagi ternak cukup baik, ternak masih

dapat bergerak bebas. Ditambahkan pula oleh pendapat Murtidjo (1993)

bahwa ukuran kandang sangat menentukan produktivitas sapi. Ternak

akan merasa nyaman jika ukuran kandangnya cocok untuk melakukan

aktivitas. Panjang dan lebar kandang menyesuaikan dengan jumlah sapi

yang dipelihara.

b. Pakan

Menurut Frandson (1992), salah satu faktor yang utama adalah

makanan, di samping faktor genetis dan manajemen pemberian pakan

yang cukup. Pemberian pakan berupa konsentrat sangat dibutuhkan oleh

ternak karena dapat memberikan nutrisi tambahan untuk ternak. Hal ini

sesuai dengan pendapat Akoso (1996) yang menyatakan bahwa jenis

pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi

tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Peranan pakan konsentrat

adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi

kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang cepat. Dedak

halus, ampas tahu dan ampas ketela merupakan sumber karbohidrat yang

baik untuk ternak.

Air mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah. Hal ini

disebabkan susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan

kering. Untuk mendapatkan 1 liter air susu, seekor sapi perah

membutuhkan 3,5 – 4 liter air minum.  Dalam peternakan, air digunakan

untuk minum sapi, memandikan sapi dan membersihkan kandang. Khusus

Page 6: BAB I,II,III.doc

6

untuk minum, sebaiknya sapi diberi minum secara ad libitum atau ada

setiap saat (AAK, 2005).

c. Manajemen Pemerahan

Pada umumnya pemerahan dilakukan dua kali sehari, yakni pada

pagi dan sore hari. Namun, jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari

25 liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan tiga kali sehari (Sudono,

2003)

Pemerahan yang baik dilakukan dengan cara yang benar dan alat

yang bersih. Tahapan-tahapan pemerahan harus dilakukan dengan benar

agar sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan

produksinya. Tahapan pemerahan dengan cara manual atau dengan tangan

yaitu membersihkan kandang dari segala kotoran, mencuci daerah lipatan

paha sapi yang akan diperah, memberi konsentrat kepada sapi yang akan

diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam

keadaan tenang, membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat

takar susu) dan milk can susu, membersihkan tangan pemerah, mencuci

ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang bersih,

melakukan uji mastitis klinis setiap sebelum dilakukan pemerahan

(Sudono et al., 2003)

Yashinta (2010) menjelaskan bahwa mengenai perlengkapan

pemerahan yaitu sebelum melakukan pemerahan petugas harus

mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih

dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain: ember tempat

pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan),

milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring

susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam

milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus

selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang

dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara

Page 7: BAB I,II,III.doc

7

merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air panas dan

dijemur.

F. Manajemen Kesehatan Sapi Perah Dan Pengendalian penyakit

Kesehatan sapi perah yang terjaga menjadi salah satu poin keberhasilan

berternak. Dalam kondisi sehat seekor sapi perah dapat menghasilkan susu

secara optimal dan berkualitas. Untuk menjaga kesehatan sapi perah dapat

dilakukan dengan program vaksinasi dan pemberian obat – obatan pencegah

penyakit seperti obat cacing yang dilakukan sesui dengan jadwal.

1. Kebersihan Ternak

Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi

terserang penyakit maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi

yang terserang abses hati yang menggangu sistem metabolisme tubuh yang

erat hubungannya dengan produktivitas susu. Contoh lainnya adalah

mastitis yang disebabkan oleh kuman yang terdapat pada ambing maupun

puting yang kotor karena jarang dibersihkan sehingga susu yang

dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).

2. Penyakit Pada Ternak Sapi Perah

2.1 Mastitis

Menurut Akoso (1996), mastitis adalah suatu peradangan pada

ambing yang bersifat akut, subakut atau menahun dan terjadi pada semua

jenis mamalia. Pada sapi, penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan

disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau mikoplasma. Radang kelenjar

susu ditandai dengan adanya peradangan pada saluran-saluran kelenjar

susu, perubahan fisik dan kimiawi dari air susu.

Page 8: BAB I,II,III.doc

8

2.2 Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis sapi merupakan penyakit infeksius menular dan

menahun (kronik), disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis var. bovis

(selanjutnya disebut M. bovis), dapat menginfeksi hewan ternak lainnya,

hewan liar dan manusia (zoonosis). Tuberkulosis sapi diketahui sejak lebih

dari satu abad yang lampau, tersebar luas di berbagai belahan dunia,

hingga kini masih dianggap penting pada populasi sapi baik secara

nasional maupun oleh sebagian besar negara di dunia. Penularannya

pada manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (OIE,

2004).

Semua bangsa (breed) sapi rentan terhadap infeksi M. bovis, umumnya

anak sapi lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan dengan sapi

dewasa. Perbedaan khusus antara yang terjadi pada manusia dan hewan

tidak diketahui. Tuberkulosis sapi yang muncul umumnya lebih komplek

dan melibatkan berbagai interaksi antara induk semang dan organisme

penyebabnya.

2.3 Brucellosis

Brucellosis adalah penyakit reproduksi menular ruminansia yang

disebabkan oleh kuman Brucella sp (Anonimus 1, 2004). Penyakit ini

merupakan penyakit penting di Indonesia yang dapat menular ke manusia

(zoonotik) (Anonimus 1, 2004). Brucellosis dilaporkan menyebar ke

berbagai wilayah Indonesia sehingga menimbulkan kerugian ekonomis

yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat kematian dan

kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan produksi susu

dan tenaga kerja ternak, serta biaya pengobatan dan pemberantasan yang

mahal (Anonimus 1, 2004).

Brucella menyebabkan keguguran atau keluron pada umur

kebuntingan tertentu (Soejodono, 1999). Di Indonesia penyakit ini disebut

juga penyakit keluron menular atau Bang (Soejodono, 1999). Bakteri

penyebabnya sampai saat ini telah diidentifikasikan sebagai 6 (enam)

Page 9: BAB I,II,III.doc

9

spesies yaiu Brucella melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella

neotomae, Brucella ovis, dan Brucella canis (Soejodono, 1999). .

2.4 Penyakit Mulut dan Kuku

Menurut Ressang (1986), tanda tanda bagi sapi yang terkena

penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah gejala sakit seperti umumnya dan

selama beberapa hari menderita demam diatas 40oC, nafsu makan turun,

rahang bergerak seolah – seolah mengunyah atau rahang bawah gemetar

kemudian terlihat pengeluaran air liur berlebih, hidung berkoreng dan

sering berdecap serta produksinya menurun. Virus PMK sangat mudah

sekali menular melalui udara. Menurut Subronto (1989), virus ini memiliki

sifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup

lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol. Terutama bila

kelembaban udara melebihi 70oC dan suhu udara dingin. Untuk melakukan

pengendalian maka dilakukan pemotongan paksa, memperkuat arus lalu

lintas ternak, dilakukan penutupan daerah dan vaksinasi masal dengan

vaksin sub tipe virus yang sama dengan penyebab wabah.

2.5 Milk Fever (Demam susu)

Milk Fever pada sapi perah mempunyai beberapa sinonim yaitu

Hipokalsemia, paresis puerpuralis dan parturient paresis (Goff 2006).

Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang terjadi pada sapi

betina menjelang/saat/sesudah melahirkan yang menyebabkan sapi

menjadi lumpuh. Milk Fever ditandai dengan menurunnya kadar kalsium

(Ca) dalam darah (Horst et al. 1997). Ca berperan penting dalam fungsi

system syaraf. Jika kadar Ca dalam darah berkurang drastis, maka

pengaturan sistem syaraf akan terganggu, sehingga fungsi otak pun

terganggu dan sapi akan  mengalami kelumpuhan. Kasus milk fever terjadi

pada 48 – 72 jam setelah sapi  melahirkan, sapi yang mengalami gangguan

ini biasanya sapi yang telah beranak lebih dari tiga kali. Sapi berumur 4

tahun dan produksi tinggi (lebih dari 10 liter) lebih rentan mengalami milk

Page 10: BAB I,II,III.doc

10

fever. Selain itu, angka kejadian milk fever 3-4 kali lebih tinggi pada sapi

yang dilahirkan dari induk yang pernah mengalami milk fever.

2.6 Kembung (Bloat)

Bloat/ kembung perut merupakan bentuk penyakit/ kelainan alat

pencernaan yang bersifat akut, yang disertai penimbunan gas di dalam

lambung ternak ruminansia. Penyakit kembung perut pada sapi lebih

banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi pedaging atau

sapi pekerja. (Yunani I dan Berenergy, 2010).

2.7 Anthrax

Penyakit Anthrak atau radang limpa adalah penyakit yang bersifat

menular akut atau perakut. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis

hewan berdarah panas bahkan manusia. Penyakit ini dapat menyebabkan

angka kematian tinggi (Akoso, 1996).

Penyakit anthrak (radang limpa) adalah penyakit yang disebabkan

oleh kuman Bacillus anthracis. Kuman ini akan membentuk spora bila

berhubungan dengan udara, dan spora dapat tahan hidup bertahun-tahun.

Penyakit anthrak bersifat zoonosis dan dapat menyerang hampir semua

jenis ternak, kecuali binatang berdarah dingin (Putra, 2004).

2.8 Abses

Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi

pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah

yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan

kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan

tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup

serius karena infeksi dari bakteri pembusuk. Abses itu sendiri merupakan

reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda

asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi

oleh jaringan yang meradang. Gejala khas abses adalah peradangan,

Page 11: BAB I,II,III.doc

11

merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala

demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden, 2005).

3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Sugeng (2000) menyatakan bahwa kesehatan sapi bisa dicapai

dengan tindakan hygiene, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan

dan teknis yang tepat.

3.1 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Mastitis

Program pengendalian mastitis akan berhasil jika mastitis subklinis

dapat dikontrol dan dikendalikan. Derajat mastitis subklinis tiap kuartir

ambing perlu selalu dipantau sehingga langkah pengobatan yang tepat dan

hemat dapat diupamakan. Pengendalian mastitis diutamakan dengan

meminimalkan terjadinya infeksi silang antara puting susu yang terinfeksi

ke puting susu yang sehat pada satu ternak atau antar ternak, diikuti

dengan pengobatan sapi yang terinfeksi pada saat kering kandang.

Tindakan mencegah terjadinya infeksi silang perlu segera dilakukan jika di

suatu peternakan terdapat mastitis klinis atau mastitis subklinis berat .

Pengobatan mastitis klinis sangat dianjurkan, dan pilihan antibiotik

untuk kasus yang disebabkan oleh streptococcus sp dan staphylococcus sp

yang tidak resisten adalah penisilin. Namun, sebagian besar isolat

staphylococcus telah resisten terhadap penisilin sehingga semi-sintetis

penisilin seperti cloxacillin lebih effektif. Pengobatan mastitis akan

memberikan basil terbaik jika dilakukan saat kering kandang (The Merck

Veterinary Manual, 1986). Hal ini telah dibuktikan oleh Supar dan

Ariyanti (2008), di mana sapi penderita mastitis subklinis yang diobati

dengan cloxacillin pada saat kering kandang, memiliki rataan produksi

1615 liter selama 90 hari/ekor, sementara yang tidak mendapat perlakuan

memiliki rataan produksi 1320 liter dalam 90 hari/ekor. Tergantung dari

jenis antibiotika yang digunakan, air susu setelah pemberian antibiotik

Page 12: BAB I,II,III.doc

12

agar tidak dikonsumsi, untuk itu rekomendasi 'withdrawal time' harus

diperhatikan dengan baik .

3.2 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Brucellosis

Brucellosis pada sapi sulit diobati karena kuman bersifat

intraseluler sehingga pengobatan tidak efektif. Beberapa agen pengobatan

telah dikembangkan untuk treatmen brucellosis, yaitu dengan long acting

oxytetracyclin dan streptomycin yang diberikan secara intramuskular dan

infus secara intramamary dan pengobatan dilakukan dalam waktu 6

minggu, namun hasilnya tidak cukup efektif untuk eliminasi kuman

abortus tersebut (Radwan et al., 1993).

Pencegahan penyakit di peternakan sapi perah dapat dilakukan

secara higiene dan sanitasi, vaksinasi dan penyingkiran sapi reaktor.

Sanitasi dan higienik merupakan faktor yang sangat penting untuk

pencegahan brucellosis pada suatu kelompok ternak. Sapi reaktor

sebaiknya di potong, dan pemasukan bibit/sapi baru ke dalam suatu

peternakan sebaiknya dipisahkan atau dikarantina terlebih dahulu, dan jika

ada kasus abortus maka fetus dan plasenta yang digugurkan harus dikubur

atau dibakar dan dilakukan desinfeksi pada tempat yang terkontaminasi

dengan hypoklorid, ethanol 70% maupun 2% formaldehid.

Pengendalian dan pemberantasan brucellosis pada sapi dapat

dilakukan hingga mencapai titik terendah sehingga suatu zona ataupun

negara dapat dinyatakan bebas brucellosis. Pengendalian brucellosis pada

daerah dengan prevalensi tinggi dilakukan melalui program vaksinasi dan

kontrol pergerakan penyakit secara ketat, sedangkan pada daerah dengan

prevalensi rendah pengendalian penyakit dilakukan melalui test and

slaughter (potong bersyarat), yaitu dengan cara menguji serum sapi dengan

Rose Bengal Test (RBT) yang kemudian dilanjutkan dengan Complement

Fixation Test (CFT) atau dan Enzyme-linked Immunosorbent assay

(ELISA), apabila hasil uji positif maka sapi tersebut dilakukan

pemotongan (Alton et al., 1984).

Page 13: BAB I,II,III.doc

13

Vaksin yang biasa digunakan untuk pengendalian brucellosis di

beberapa negara adalah vaksin aktif B . abortus S19 yang dibuat dari strain

B. abortus halus/smooth (Nicoletti, 1990), hanya saja vaksin tersebut

dilaporkan mempunyai Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

beberapa kelemahan, yaitu keguguran pada sapi bunting yang divaksin

(Nicoletti et al., 1977), infeksi permanen (Corner et al., 1987) dan adanya

residu antibiotik yang berkepanjangan sehingga mengacaukan diagnosis

pada saat potong bersyarat (Morgan, 1977 dan Mac Milland et al, 1990).

Pemakaian vaksin B. abortus S19 dalam pengendalian brucellosis pada

sapi adalah banyaknya .false positive (positif palsu) apabila vaksin

diberikan pada sapi setelah dewasa (biasanya lebih dari 10 bulan), atau

karena divaksinasi 2 kali (Bundle et al, 1987).

3.3 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Milk Fever

Pengobatan milk fever diarahkan untuk mengembalikan kadar Ca

darah pada kondisi normal tanpa penundaan serta mencegah terjadinya

kerusakan otot dan syaraf akibat hewan berbaring terlalu lama.

Keberhasilan pengobatan tergantung pada surveilan yang dilakukan secara

terus-menerus khususnya terhadap stadium awal penyakit. Kalsium

boroglukonat adalah obat standar untuk milk fever yang diberikan melalui

injeksi secara intravenous sebanyak 25% larutan.

Payne (1989) melaporkan bahwa pemberian sebanyak 9 g Ca

merupakan dosis optimum yang dapat mengobati milk fever, tetapi

pemberian sebanyak 6 g Ca kurang cukup karena penyakit cenderung

muncul kembali, dan 12 g Ca terlalu berlebihan. Penyuntikan kalsium

secara intravena dapat menaikan kadar Ca darah sampai melebihi batas

normalnya dan menimbulkan detak jantung tidak teratur yang dapat

dideteksi dengan cepat. Namun, toksisitas akut untuk kalsium

boroglukonat adalah rendah karena kation Ca berikatan dengan anion

boroglukonat sehingga tetap dalam bentuk inaktif. Kasus lapangan milk

fever biasanya merupakan penyakit yang kompleks, oleh karena itu larutan

Page 14: BAB I,II,III.doc

14

Ca boroglukonat dapat ditambahkan magnesium dan/atau dektrosa.

Selanjutnya, suat percobaan menunjukkan bahwa injeksi ganda dart Ca

boroglukonat yang diberikan secara intravena dan subkutan dapat

membantu pengobatan milk fever. Pemberian kalsium secara intravena

menghasilkan pengaruh langsung, sedangkan depot Ca di bawah kulit

(penyuntikan subkutan) akan memberikan pengaruh yang lambat tetapi

memberikan penyembuhan yang lama (Payne, 1989).

Kebanyakan hewan akan sembuh dengan cepat setelah pengobatan.

Dalam 5-10 menit sapi mampu mengangkat kepalanya, feses akan keluar

dan mulai berusaha untuk berdiri. Bila penyakit kambuh kembali, biasanya

terjadi dalam 24 jam maka diperlukan pengobatan kedua. Lumpuh

berulang dapat dihentikan dengan meniup udara ke dalam kelenjar

ambingnya agar menghambat sekresi kalsium ke dalam susu dan

kehilangan kalsium. Strategi pencegahan penyakit bergantung pada

kondisi peternakan (tingkat kejadian penyakit), musim pada saat Calvin

dan kondisi hijauan pakan ternak. Kasus penyakit milk fever biasanya

tinggi pada kelahiran musim hujan (basah) dan hijauan pakan ternak yang

basah. Hal tersebut disebabkan karena (a) rumput mengandung Ca yang

tinggi, (b) rumput mengandung magnesium yang rendah, dan (c) selama

kelahiran biasanya terjadi periode stasis lambung dan hal ini akan

menurunkan kemampuan sapi mengabsorbsi Ca.

3.4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kembung (Bloat)

Pengobatan asidosis bergantung pada bentuk asidosisnya apakah

asidosis ruminal atau sistemik. Walaupun demikian, tindakan pertama

dalam pengobatan asidosis ini adalah mengurangi tekanan yang

disebabkan akibat pembentukan gas (bloat) sebelum terjadi kegagalan

jantung. Obat-obatan bloat dapat diberikan secara intraruminal seperti

larutan magnesium oksida untuk mendispersi gas di dalam rumen. Dalam

hal ini dapat diberikan cairan minyak seperti minyak kelapa dan minyak

sayuran sebanyak 500 ml (Payne, 1989).

Page 15: BAB I,II,III.doc

15

Pada kasus bloat parah, perlu dilakukan trokar untuk mengeluarkan

gas rumen. Trokar dan kanula dimasukan ke dalam rumen pada sisi kiri

hewan, 5 cm di belakang tulang iga terakhir dan 15 cm di bawah tulang

spinus. Teknik alternatif lain untuk mengeluarkan gas rumen dapat

dilakukan dengan menggunakan sonde lambung. Asidosis sistemik dapat

diobati dengan menggunakan infusi cairan isotonik (1,3%) sodium

bikarbonat yang diinjeksikan secara intravena. Bila hewan juga mengalami

kelumpuhan akibat paresis atau hypokalsemia, maka Ca boroglukonat

dapat diberikan untuk penyembuhannya. Pencegahan diarahkan untuk

mencegah terjadi pembesaran rumen. Sapi dapat diberikan ransum berupa

biji-bijian secara bertahap. Kandungan rumput kering dalam ransum perlu

dijaga keseimbangannya dengan balk untuk mencegah terjadinya

pembesaran rumen. Larutan penyangga (buffer) dapat dicampurkan ke

dalam diet seperti sodium bikarbonat, di mana antibiotik dapat menekan

pertumbuhan bakteria penghasil asam laktat .

5.5 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Antrax

Pencegahan dan pengendalian antraks di daerah endemik dilakukan

dengan cara vaksinasi. Vaksin antraks yang digunakan di Indonesia

sampai saat ini adalah vaksin aktif. Daya proteksi vaksin antraks pada

ternak ditentukan oleh respon imun terhadap protective antigen (PA),

sedangkan 2 komponen toksin lainnya yaitu LF dan EF hanya berperan

kecil dalam memberikan proteksi. Antigen lainnya (kapsul dan dinding

sel) belum diidentifikasi berperan dalam proteksi (WHO, 1998). Vaksin

antraks masa mendatang harus dapat menstimulasi imun respons seluler

dan imun respon humoral (WHO, 1998) .

Vaksinasi pada ternak di Indonesia pada umumnya masih

menggunakan vaksin spora hidup atau live spora vaccine, yang

mengandung B. Anthracis galur 34F2, bersifat toksigenik, dan tidak

berkapsul. Vaksin ini mengandung kira-kira 10 juta spora per mililiter

yang disuspensikan dalam larutan 50% gliserin NaCI fisiologis

Page 16: BAB I,II,III.doc

16

mengandung 0,5% saponin. Vaksin ini dibuat sesuai dengan Requirements

for anthrax sporevaccine (live for Veterinary use); requirements for

biological substance no. 13 (WHO, 1967). yang menunjukkan dapat

terjadinya berbagai perbedaan kualitas di antara vaksin antraks yang ada.

Gliserin dan saponin yang digunakan sebagai pelarut dan adjuvan dalam

vaksin ini, juga dapat mempengaruhi kinerja dari vaksin. Bibit vaksin

harus dipelihara secara hati-hati agar supaya varian B. anthracis yang tidak

berkapsul dapat kehilangan kemampuan imunogeniknya pada subkultur

(STERNE, 1959).

5.5 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Abses

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati kondisi

abses ialah dengan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan

membuat lubang pada daerah abses kemudian dilakukan pembersihan

rongga abses dari jaringan mati. Diusahakan pembersihan ini dilakukan

hingga rongga abses benar-benar bersih dari jaringan mati dengan

membuat luka baru. Rongga abses yang telah disayat dibiarkan tetap

terbuka agar penyembuhan lebih cepat terjadi. Menurut Boden (2005),

abses yang telah dibuka biasanya memberikan hasil paling baik dengan

membiarkan lubang tidak tertutup.

Pengobatan abses juga dapat menggunakan antibiotik. Salah satu

contoh antibiotic yang dapat diberikan pada kondisi abses ialah penstrep

(Penisilin sreptomisin). Penicillin-streptomisin merupakan agen

bakterisida yang berspektrum luas dan efektif membunuh bakteri gram

positif. Penicillin memiliki struktur beta laktam yang mampu

menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat enzim

bakteri yang diperlukan untuk pemecahan sel dan sintesis selular (Plumb

2005).

Page 17: BAB I,II,III.doc

BAB III

MATERI DAN METODE

A. Lokasi dan Waktu PKL

PKL ini dilaksanakan pada tanggal 16 September 2013 sampai dengan

tanggal 05 Oktober 2013 yang bertempat di Peternakan Sapi Perah “

KARUNIA” Kediri susuai dengan tujuan untuk mengetahui manajemen

kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di

lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.

B. Sumber Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada subjek

sebagai sumber informasi yang di cari. Data sekunder adalah data yang

diperoleh dari orang lain atau tidak langsung. Data sekunder berwujud data

dari laporan, dokumentasi serta publikasi ilmiah.

C. Metode Analisis

Bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi usaha ternak sapi

perah yang berkaitan dengan kebersihan kandang, kesehatan, dan

pengendalian penyakit ternak sapi perah masa laktasi di peternakan sapi perah

“ KARUNIA”.

17

Page 18: BAB I,II,III.doc

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Peternakan

1. Lokasi Peternakan

Peternakan Sapi Perah “ Karunia “ terletak di Desa Jong biru Kecamatan

Gampeng Rejo Kabupaten Kediri. Peternakan ini memiliki luas area 21.000 m2

untuk lokasi peternakan dan lahan hijauan yang berada satu wilayah dengan

lokasi peternakan. Berdasarkan kondisi topografi terdiri dari dataran rendah dan

pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah  dari selatan  ke

utara. Suhu udara berkisar antara 230 C sampai dengan 310 C dengan tingkat

curah hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari. Secara keseluruhan luas wilayah

kediri sekitar 1.386.05 KM2 atau + 5%, dari luas wilyah propinsi Jawa Timur

( Sumber : BMKG 2012 ).

Dari data tersebut maka bisa dilihat bahwa pemeliharaan sapi perah di

Peternakan Karunia sudah sesuai dengan penjelasan Sujono (2010) yang

menyatakan bahwa ternak sapi perah mampu bertahan dan beradaptasi di daerah

bersuhu 26-38° C dan suhu yang tinggi dapat menurunkan nafsu makan serta

mengurangi konsumsi rumput dan sebaliknya kebutuhan air minum bertambah.

2. Struktur Organisasi Peternakan Karunia

Peternakan Sapi Perah “ Karunia “ merupakan perusahaan milik pribadi

dengan nama pemilik Budi Dharma yang memiliki usaha utama di bidang

peternakan, awal berdiri pada tahun 1989 dan mulai beroperasi pada tahun 1990.

Pengelolaan perusahaan ini mengikut sertakan beberapa orang pekerja

diantaranya Bapak Budi Dharma sebagai Pemilik sekaligus Direktur perusahaan

ini. Peternakan Karunia dikelola oleh 1 orang sebagai Manajer, 20 tenaga harian,

terdiri dari 5 orang lulusan SMA, 4 orang lulusan SMP, 11 orang lulusan SD, jadi

sebagian besar para pekerja hanya lulusan sekolah tingkat dasar.

Page 19: BAB I,II,III.doc

19

Struktur organisasi perusahaan diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Organisasi Peternakan Karunia

3. Fasilitas

Peternakan Karunia memiliki fasilitas yang terdiri dari :

a. Transportasi

1. Mobil Pengirim Susu 1 Unit

2. Truck Hijauan 1 Unit

b. Alat - alat

1. Mesin Potong Rumput 1 Unit

2. Milk Can

3. Pompa Tandon

4. Mesin Pengolah limbah 1unit

5. Argo 2 unit

Pemilik / DirekturPemilik / Direktur

ManajerManajerAdministrasiAdministrasi

SecuritySecurity

Kesehatan ternakKesehatan ternak

KandangKandangPemerahanPemerahan LimbahLimbahHijauanHijauan

Budi Dharma

Pak Hu’

Pak Di

Abdul

Sali

pamuji

Darmaji

Sugik

Eko

Lasminto

Fauzi

Topan

Badri

jari

Tejo

Komar

Slamet s

Suroso

Sodik

Sukir

Inseminator Inseminator

ErikErikPak Kus & Erik

Page 20: BAB I,II,III.doc

20

Denah bangunan Peternakan Karunia diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Denah Bangunan Perusahaan.

Keterangan Gambar:

1. Pintu masuk2. Kantor3. Ruang4. Kandang Pedet (Umbaran )5. Kandang Laktasi6. T. Pencampur Pakan7. Gudang/WC8. Tempat Pembersihan Peralatan9. Kandang Pedet (Umbaran)10. T. Pengeringan Limbah11. Kandang Pedet12. Kandang Sapi Dara13. Kandang Laktasi14. DP / Sapi Bunting15. Kandang Sapi Dara

16. Kandang Pedet17. Kandang Sapi Laktasi18. Kandang Sapi Beranak19a. Kandang Sapi Jantan19b. Kandang Sapi Dara20a. T. Pencampur Kosentrat20b. Tower Tandon21. Kandang Sapi Laktasi22. Pengolahan pakan ( coper )23. Kandang Laktasi24. T. Penampungan Limbah25. Kandang Sapi Kering26. T. Pakan27. Sapi Kering & Laktasi28. Sapi Kering

5

13

22

27

28

7

15

3

8

4

21

25

6

2

23

1

14

9

2

17

12

24

1011

Page 21: BAB I,II,III.doc

21

B. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi

1. Lingkungan Kandang

Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapang dan pengamatan di lokasi

peternakan sapi perah Karunia, dapat disimpulkan bahwa lokasi kandang sangat

sesuai dikarenakan terletak di daerah yang dingin dekat dengan aliran sungai

Brantas, jarak kandang dengan pemukiman penduduk jauh, jarak antara ternak

satu dengan lainnya cukup luas, sumber air yang berasal dari sumur bebas dari

limbah pabrik dan jumlahnya banyak, kebersihan lingkungan terjamin karena

sanitasi dilakukan rutin. Lingkungan kandang yang nyaman, bersih bagi ternak

mempengaruhi kesehatan ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugeng

(2000) yang menyatakan bahwa kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan

higienis, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan dan teknis yang tepat.

2. Bangunan kandang

Bangunan kandang yang perlu diperhatikan yaitu atap, lantai, dan tempat

pakan minum. Sehubungan dengan itu yang perlu diperhatikan adalah arah

kandang, ventilasi, atap, dinding, dan lantai kandang. Berdasarkan pengamatan

pada saat praktikum, atap kandang sudah sesuai yaitu menggunakan esbes, lantai

kandang sudah dibuat miring, hal tersebut memudahkan membersihkan kotoran

ternak. Kandang peternakan Bapak Budi Dharma disesuaikan dengan lingkungan

yang bersuhu relatif rendah sehingga ventilasi kandang tidak dibuat lebar yang

menyebabkan kurangnya sinar matahari yang masuk. Hal ini sesuai dengan

pendapat Bambang (1992) yang menyatakan bahwa secara umum konstruksi

kandang harus kuat, mudah dibersihkan dan sirkulasi udara di dalam kandang

baik. Kapasitas kandang bagi ternak cukup baik, ternak masih dapat bergerak

bebas. Ditambahkan pula oleh pendapat Murtidjo (1993), bahwa ukuran kandang

sangat menentukan produktivitas sapi. Ternak akan merasa nyaman jika ukuran

kandangnya cocok untuk melakukan aktivitas. Panjang dan lebar kandang

menyesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara.

Page 22: BAB I,II,III.doc

22

3. Kondisi ternak

Bagian tubuh yang diamati pertama kali adalah kebersihan pada

permukaan tubuh atau kulit pada ternak sapi perah indukan atau masa laktasi.

Berdasarkan hasil pengamatan, kulit tampak bersih, hanya sedikit kotor pada

bagian pantat. Pengamatan berikutnya ditemukan pada beberapa ekor sapi adanya

luka pada bagian tubuh ternak yang nampak sakit yaitu pada kaki dan dekat paha.

Kondisi kesehatan ternak tersebut berdasarkan fisiknya dapat dilihat pada

permukaan kulit sapi terlihat sedikit kusam. Hal ini sesuai dengan pendapat

Santosa (1995) yang menyatakan bahwa taraf kesehatan ternak terlihat dari

permukaan kulit yang halus, bersih dan mengkilat.

4. Pakan

Pakan yang diberikan pada sapi perah masa laktasi di peternakan Karunia

terdiri dari hijauan segar serta konsentrat (Comboran, jawa red). Pakan sangat

mempengaruhi produktivitas sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson

(1992) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang utama adalah makanan di

samping faktor genetis dan manajemen pemberian pakan yang cukup. Pemberian

pakan berupa konsentrat sangat dibutuhkan oleh ternak karena dapat memberikan

nutrisi tambahan untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akoso (1996),

bahwa jenis pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi

tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah, dimana pakan konsentrat berperan

untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal

hewan untuk tumbuh dan berkembang cepat.

Berdasarkan pelaksanaan PKL, dapat diketahui bahwa beberapa hal yang

dilakukan sebelum pemberian pakan yaitu membersihkan palungan pakan untuk

membuang sisa-sisa pakan serta penggantian air minum. Dalam usaha peternakan

skala besar, kondisi sapi perah harus diperhatikan dengan benar, baik segi pakan,

pemerahan, penyakit, serta kebersihannya (Anonymous, 2011).

Pemberian pakan pada peternakan sapi perah ini dilakukan dua kali sehari,

yaitu pagi hari setelah melakukan pemerahan dan pada sore hari sebelum

melakukan pemerahan.  Jenis bahan pakan yang diberikan sebagai ransum berupa

Page 23: BAB I,II,III.doc

23

hijauan, dedak atau gamblong (ampas ketela), dan ampas tahu. Ternak ruminansia

sebagai penghasil susu dengan pakan utamanya adalah hijauan. Kecukupan pakan

bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam

pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan pakan dan

nutrisi bukan merupakan faktor utama alasan masih rendahnya tingkat produksi

ternak.  Faktor-faktor lain yang juga dapat berpengaruh terhadap rendahnya

tingkat produksi antara lain lingkungan (suhu), umur, penyakit dan stress .

Dedak halus, ampas tahu dan ampas ketela merupakan sumber

karbohidrat yang baik untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryono

(2010), bahwa sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu,

geplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam

dapur, kapur dll. Pemberian konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan

sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1% - 2% dari berat badan perhari.

Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta

menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.

5. Tata laksana ternak

Ternak dipelihara dengan cara dikandangkan agar mempermudah proses

pemeliharaan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008) yang

menyatakan bahwa kandang berfungsi untuk melindungi ternak, tempat istirahat

ternak, mengontrol ternak, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan dan

pemerahan susu.

6. Manajemen Pemerahan

Pemerahan di peternakan sapi perah Karunia dilakukan dua kali sehari

yakni pada pagi pukul 04.00 WIB dan sore hari pada pukul 14.00 WIB, secara

manual yaitu menggunakan tangan. Sebelum melakukan pemerahan ternak

dimandikan terlebih dahulu agar kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh ternak

dapat hilang dan tidak mengotori susu yang akan dihasilkan nantinya. Pemerahan

dilakukan di kandang yang sama dengan tempat memandikan dan tempat ternak

tersebut beraktifitas. Kegiatan ini dilakukan oleh 6 pekerja tetap dan dibantu oleh

mahasiswa yang melakukan praktek kerja lapang sebagai pekerja tambahan.

Page 24: BAB I,II,III.doc

24

Sebelum pemerahan dilakukan, untuk petugas pemerah membersihkan tangan

dengan air hangat supaya tangan steril dan sebaiknya jari pemerah dilumasi

dengan minyak kelapa atau mentega supaya licin, agar puting susu tidak mudah

terluka.

Pemerahan meliputi dua cara yaitu : (1) Dengan Dua jari. Dengan

memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua

jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar. Cara

ini sulit dilakukan bagi sapi yang puting susunya pendek. (2) Dengan

menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara ibu

jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar. Pemerahan akan berlangsung

selama beberapa menit sampai aliran susu yang terlihat pada saat diperah  sudah

berkurang.  Setelah memerah, puting susu sapi dicelupkan pada iodium agar

menghindari ternak terkena mastitis. Susu yang diperah akan tertampung pada

kaleng penampung susu (milk can) yang sudah diletakkan dibawah ambing. Serta

tambahan peralatan lain seperti sekop dan sikat lantai untuk menjaga kebersihan

kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Yashinta (2010) yang menyatakan

bahwa sebelum melakukan pemerahan, petugas harus mempersiapkan

perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu, meliputi ember

tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan),

milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring susu

terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can.

Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam

keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai  menjadi steril,

alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara merendam dalam larutan disinfektan,

lalu dicuci dengan air panas dan dijemur. Pada peternakan Karunia setelah selesai

pemerahan semua peralatan pemerahan direndam dengan air dan dicuci dengan

sabun hingga bersih, setelah itu diangin – anginkan agar peralatan kering dan

tidak lembab kemudian dimasukan ke dalam gudang penyimpanan yang steril.

Page 25: BAB I,II,III.doc

25

7. Produksi Susu

Peternakan Karunia mampu menghasilkan susu sebanyak ± 1000 liter per hari

dengan interval 2 kali pemerahan sehari terhadap sapi yang laktasi sebanyak 98

ekor. Produksi susu dari sapi-sapi tersebut dirasa kurang sebagai perusahaan

penghasil susu di wilayah Kediri sehingga perlu ditingkatkan, antara lain dengan

penambahan jumlah sapi perah laktasi dengan mengawinkan sapi-sapi dara yang

ada atau dengan membeli sapi jadi yang sudah laktasi.

Rata-rata produksi susu per ekor per hari dari hasil pemerahan pagi dan siang

adalah 5-6liter. Produksi yang dicapai menunjukkan rata-rata produksi rendah dan

tidak sesuai dangan pendapat Sudono (1995) yang menyatakan bahwa

produksi susu rata-rata sapi perah di Indonesia 10 liter per ekor per hari dengan

kadar lemak 3,65%. Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap

mempertahankan kadar lemak susu dalam batas normal, perbandingan antara

hijauan dan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi adalah sekitar 60%:40%.

Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi susu yaitu : umur ternak, kondisi sapi waktu beranak,

banyaknya ransum waktu diberikan pada ternak yang sedang laktasi, pemerah,

jadwal pemerahan yang dilakukan, kesehatan ternak, besarnya ternak, masa

birahi, waktu perkawinan, dan heriditas (kemampuan yang diturunkan induk

kepada anak untuk memproduksi susu yang tinggi ). Produksi susu yang

dihasilkan pada pemerahan pagi hari lebih banyak dari pada produksi susu yang

dihasilkan pada siang hari. Pada pagi hari sebanyak 2-3 liter/ekor, sedangkan

pada siang hari sebanyak 1-2 liter/ekor.

Di Peternakan Karunia produksi susu pada pemerahan pagi umumnya

lebih banyak di banding dengan pemerahan siang hari, karena pada malam

hari keadaan sapi lebih tenang. Menurut Widodo (2003) bahwa komposisi

pakan diketahui dapat mempengaruhi komposisi susu. Beberapa diantaranya

adalah jumlah atau tipe dari pakan berserat seperti limbah tanaman yang

dipanen, rasio pakan konsentrat dan hijauan serta komposisi karbohidrat dan

lemak pakan.

Page 26: BAB I,II,III.doc

26

Di Peternakan Karunia setelah pemerahan dilakukan, susu hasil

perahan disaring terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam ember

penampung susu dan ditutup rapat. Kemudian pemasaran hasil produksi susu

tersebut dilakukan dengan cara pengolahan sendiri karena dipeternakan karunia

memiliki pabrik pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi yang nantinya

langsung dapat dikonsumsi oleh konsumen dan menyalurkannya pada pelanggan

yang berada di wilayah kediri dan sekitarnya, Selain mengolahnya menjadi susu

pasteurisasi Peternakan Karunia juga menjual susu segar langsung kepada

konsumen. Harga susu per liter yaitu Rp 4.200,- untuk pelanggan dan untuk

pembeli umum atau pengecer dihargai Rp 5.000,-.

Hasil pemerahan susu tersebut juga digunakan sendiri yaitu untuk

diberikan pada beberapa pedet yang ada. Pemberian untuk satu ekor pedet 2

liter per hari karena pedet ini belum mendapat pakan tambahan. Unuk pedet

yang berumur di atas 1 bulan hingga 3 bulan diberikan susu dengan jumlah

pemberian sebanyak 3 liter/ekor/hari karena pedet ini telah dilatih makan

konsentrat dan hijauan muda.

C. Manajemen Kesehatan dan Pencegahan Penyakit

1. Kebersihan Ternak

Dari hasil Praktek Lapangan diketahui bahwa di peternakan Karunia

frekuensi memandikan sapi dilakukan sehari dua kali yaitu pagi hari sesudah

pemerahan dan pada sore hari. Dilakukan pada semua bagian tubuh sapi dengan

cara disemprot dengan air melalui selang. Penyemprotan dilakukan mulai dari

kepala sampai bagian belakang ternak dan dilakukan penyikatan. Sedangkan

pembersihan kotoran dilakukan bersama-sama sebelum waktu pemerahan yaitu

jam 04.00 WIB dan 12.00 WIB serta pada sore hari. Dengan frekuensi 3 kali

sehari maka kebersihan kandang selalu terjaga dan sapi dapat merasa nyaman.

Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi terserang

penyakit maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi yang terserang abses

hati yang menggangu sistem metabolisme tubuh yang erat hubungannya dengan

produktivitas susu. Contoh lainnya adalah mastitis yang disebabkan oleh kuman

Page 27: BAB I,II,III.doc

27

yang terdapat pada ambing maupun puting yang kotor karena jarang dibersihkan

sehingga susu yang dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).

2. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Pada setiap usaha pasti terdapat hambatan atau kendala yang dapat

menggangu kelancaran kegiatan produksi, tak terkecuali pada perusahaan sapi

perah. Salah satu kendala adalah mengenai kesehatan sapi yang kadang terganggu.

Di peternakan sapi perah Karunia, penyakit biasanya didiagnosa oleh pihak

peternak sendiri, karena pemilik peternakan itu telah hafal tanda tanda suatu

ternak yang terserang penyakit, selain itu peternakan tersebut memiliki dua tenaga

ahli yang mempunyai pengalaman memelihara sapi yang sudah cukup lama.

Pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi oleh Dinas Peternakan dilakukan setiap 6

bulan sekali atau ketika ada sapi yang menunjukan gejala terserang suatu

penyakit. Apabila ada tanda-tanda suatu penyakit yang tidak dapat ditanggulangi

oleh peternak sendiri, pemilik peternakan akan memanggil mantri hewan.

Penyakit yang sering terjadi pada peternakan Karunia adalah mastitis, milk

fever, kembung dan diare.

2.1 Mastitis

Menurut Akoso (1996), mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang

bersifat akut, subakut atau menahun dan terjadi pada semua jenis mamalia. Pada

sapi, penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai

jenis kuman atau mikoplasma. Radang kelenjar susu ditandai dengan adanya

peradangan pada saluran-saluran kelenjar susu, perubahan fisik dan kimiawi dari

air susu.

Untuk pencegahan dan pengobatan penyakit mastitis pada peternakan sapi

perah Karunia dilakukan dengan cara-cara berikut ini :

a. Memperhatikan tata cara pemerahan sapi, yaitu sebelum diperah sapi

dibersihkan dulu dan cara memerahnya harus benar-benar higienis. Hal ini

dapat mencegah penyakit mastitis, karena penularan penyakit ini melalui

puting susu,

Page 28: BAB I,II,III.doc

28

b. Menghindari kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menyebabkan luka pada

ambing atau puting susu baik melalui cara pemerahan maupun adanya lantai

kandang yang dapat menyebabkan luka.

c. Menjaga kebersihan kandang dan alat-alat untuk pemerahan susu.

Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan

memberikan obat antibiotik yang merupakan campuran antara antibiotic

Penzavet® dengan aquades dengan perbandingan 1:10. Sapi perah yang

menderita mastitis diberikan obat tersebut dengan cara di suntikkan pada puting

yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc per puting. Selain itu dilakukan

pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan susu yang diperah harus

sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam puting tersebut .

2.2 Milk Fever

Milk Fever merupakan penyakit yang disebabkan gangguan

metabolisme sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah

melahirkan (72 jam setelah beranak ) yang ditandai dengan kekurangan

kalsium dalam darah. Penyebabnya adalah kekurangan Ca (hipokalsemia) yang

akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme mineral yakni

metabolisme Ca yang bisa berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang

berlebihan terhadap ion Ca oleh kelenjar susu dan dapat juga disebabkan

kelenjar paratiroid pada leher yang mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca

dalam darah sehingga fungsinya tidak normal. Dalam keadaan normal kadar

Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah, dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca

dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per 100 ml darah (Anonimus,2002).

Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan suhu tubuh ,langkah yang

kaku, ketidak sanggupan untuk berdiri, lipatan leher seperti huruf S,

penghentian proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu 6-12 jam

apabila tidak diobati. Sapi yang menderita hipokalsemia di Peternakan karunia

diobati dengan cara penyuntikan intra muskuler pada bagian leher, sehingga

kalsium yang diberikan dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh

Page 29: BAB I,II,III.doc

29

darah. Obat yang di berikan antara lain seperti calcium magnesium®,

biosolamine®, penzavet®, dan vitamin B12.

2.3 Abses

Abses disebabkan oleh luka-luka yang tidak segera diobati. Gejalanya

berupa pengelupasan kulit yang terluka dan berupa pembengkakan dan

kadang-kadang bernanah. Hal ini sering disebabkan sapi terpeleset di lantai

yang licin. Pengobatan yang dilakukan yaitu hanya dengan memberikan obat luka

luar/ spray gusanex pada bagian yang terluka secara teratur sampai luka

tersebut mengering/sembuh.

2.4 Kembung dan Diare

Penyakit lain yang sering terjadi kembung, dan diare. Kembung ( Boat )

adalah suatu bentuk penyakit kelainan alat pencernakan yang bersifat akut yang

disertai dengan penimbunan gas didalam lambung ternak ruminansia didalam gas

yang ditimbun dapat terpisah dari isi lambung lainnya, atau terperangkap diantara

isi perut dalam bentuk gelembung – gelembung kecil. Penyakit ini perlu

diwaspadai karena itu perlu kiranya petani peternak mengetahui sehingga terjadi

kasus seperti ini dapat menanggulanginya secara dini, karena penyakit ini dapat

menimbulkan kerugian dengan matinya ternak yang terserang.

Penyebab Penyakit kembung ada 2 faktor yaitu pertama faktor makanan

meliputi pemberian hijauan yang berlebihan, hijauan yang terlalu muda, biji –

bijian yang digiling halus, ternak yang digembalakan terlalu pagi, timbangan

antara pakan hijauan dan konsentrat yang tidak seimbang (konsentrat lebih

banyak), hijauan yang banyak dipupuk dengan Urea, hijauan yang dipanen

sebelum berbunga ( terlalu muda ) atau sesudah turunnya hujan terutama pada

daerah yang sebelumnya kekurangan air. Kedua yaitu faktor hewan itu sendiri,

meliputi tingkat kepekaan dari masing – masing ternak, sapi bunting yang

kondisinya menurun, sapi yang sakit atau dalam proses penyembuan, hewan yang

kurang darah.

Page 30: BAB I,II,III.doc

30

Gejala penyakit kembung antara lain perut sapi sebelah kiri bagian atas

membesar,menonjol keluar dan kembung, ternak bernapas dengan mulut, ternak

menjulurkan lehernya kedepan untuk membebaskan angin / gas dari mulut, sapi

tidak tenang, sebentar berbaring lalu segera bangun, dan nafsu makan hilang.

Pertolongan pertama yang dilakukan di peternakan Karunia pada penyakit

kembung sebelum melakukan pengobatan yaitu menempatkan kaki depan ternak

penderita pada bagian yang lebih tinggi, mengusahakan agar ternak tetap pada

posisi berdiri dengan mulut dibuka, masukkan sepotong kayu dibagian muluit

dengan posisi melintang. bila hendak memberikan obat, maka kayu yang dimulut

dikeluarkan terlebih dahulu, pemberian obat atau bahan lainnya dapat berupa

minyak goreng sebanyak 100 – 200 ml minyak kayu putih yang dicampur dengan

air hangat.

Untuk pencegahan terhadap penyakit kembung perut pada sapi adalah

Jangan biarkan sapi terlalu lapar, jangan membiarkan makanan yang sudah rusak

hindarkan pemberian leguminosa dalam ransum yang terlalu banyak, usahakan

agar sapi tidak digembalakan terlalu pagi, jangan memberikan biji – bijian yang

telah digiling halus. Kembung biasanya disebabkan karena pergantian jenis pakan

sehingga sapi belum dapat beradaptasi dengan jenis pakan tersebut dan terkadang

hal ini juga menyebabkan diare. Untuk diare peternak biasanya melakukan

penanggulangan dengan cara memberikan sapi dengan jamu, namun apabila diare

dan kembung tidak segera sembuh maka dipanggilkan mantri hewan.

Penyakit lain yang dapat menyerang ternak perah adalah penyakit Mulut

dan Kuku (PMK). Pada peternakan sapi perah Karunia selama ini belum pernah

dilaporkan adanya kasus penyakit PMK pada sapi perah yang diternakkan.

Ternak yang dipelihara di peternakan karunia juga memiliki riwayat

penyakit pada pencernaan seperti gangguan pencernaan. Tanda sakit yang terlihat

pada sapi biasanya tidak mau makan, tidak lincah dan apabila diperah maka tidak

akan keluar susunya. Pencegahan yang dilakukan peternak agar sapi terjaga

kesehatannya adalah dengan melakukan sanitasi kandang secara teratur saat

pemerahan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (2000) yang menyatakan

Page 31: BAB I,II,III.doc

31

bahwa kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan hygiene, sanitasi lingkungan,

vaksinasi, pemberian pakan dan teknis yang tepat.

Selain itu, untuk menjaga kesehatan sapi-sapinya peternak juga sering

memberikan obat tradisional yang berasal dari bahan herbal dan obat organik.

Cara pemberiannya yaitu dengan mencampurkan obat tersebut kemudian

diberikan pada sapi. Pemberian jamu tersebut bertujuan untuk meningkatkan

nafsu makan, dan dapat menanggulangi berbagai macam penyakit.

3. PROGRAM VAKSINASI PADA SAPI PERAH

Dalam program vaksinasi di peternakan Karunia, informasi paling baik yang

didapat, harus digunakan untuk mendeteksi adanya kebenaran atau kesalahan dari

program yang diputuskan. Hal ini penting, karena rekomendasi dari pabrik

pembuat tidak selamanya cocok dan tepat untuk diikuti. Tujuan dari program yang

diusulkan adalah guna memilih vaksin mana yang cocok. Nasehat dari dokter

hewan setempat selayaknya dipertimbangkan untuk memutuskan program yang

akan kita gunakan. Program vaksinasi pada sapi perah muda sebaiknya dimulai

dengan pemberian colostrum sebagai pertahanan pasif pada umur 0–6 hari.

Setelah itu perlu dipikirkan pemberian polyvalent vaccine untuk penyakit -

penyakit pernapasan kausa viral (STOKKA et al., 1996).

Pada saat PKL di peternakan Karunia Kediri program vasksinasi dan

perawatan yang dilakukan pada sapi adalah pemberian obat cacing. Sapi diberi

obat cacing sebanyak dua kali setahun. Jenis obat cacing yang diberikan bisa

Albendasol, obat ini diberikan melalui mulut (dicekok). Dosis sesuai dengan

anjuran dikemasan.

Tabel 1.1 Tindakan pencegahan lainnya yang dilakukan pada sapi perah

Keadaan Pencegahan Jadwal kegiatan PerlakuanAcidosis Sodium bikarbonat Saat produksi

susuMeningkat

Pada konsentrat diberi1,5 % dan dicampur rata

Parasit cacing

Morantel tartratFenbendazol 5 mg/kg

Sapi sehatSapi sehat

Kontrol SCC tiap bulan Semua sapi produksi

Uji DHIA tiap hari

Page 32: BAB I,II,III.doc

32

Mastitis Uji puting susu

Celup putting

Perlakuan masa keringUji mikroba susuEvaluasi pemerahan

Semua sapi produksiSemua sapi produksiSemua sapi produksiSapi bermasalahSemua sapi produksi

Sebelum memerahSesudah memerahMasa keringAntibiogram

Masalah kuku

Pemotongan kuku

Perendaman kuku

Semua sapi produksiSemua sapi produksi

1-2 kali setahun konsultasi dokter Hewan

MasalahReproduksi

Uji uterus dan ovariumUji kebuntingan

Sapi bermasalahSemua sapi bunting

Pengamatan pada 35-40 hari setelah Kebuntingan

Pengamatanserangga

Terutama pada sapi bunting, hindari serangga dan kendalikan serangga dewasa

Suhu Kurangi stres akibat panas pada semua sapi produksi dan kering kandang

Mastitis Pisahkan sapi yang mastitisKeluron Sampel darah dan organ akibat keluron segera kirim ke

laboratoriumRendaman kaki

Harus dibersihkan secara baik dan selalu bersih keadaannya