BAB III_2007mfs-3.pdf

19
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Pantai Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di daerah yang terdapat aliran beban limbah ke perairan pantai (Gambar 4). Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan: 1) Kota Makassar merupakan kota yang terletak di daerah pantai. Aktivitas pembangunan yang terkait dengan perairan pantai terus meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pengendalian pencemaran pantai diatur dengan keberadaan PERDA nomor 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan pantai. Waktu penelitian pada bulan Desember 2004 - bulan Januari 2006. 3.2. Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar, wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data pengukuran lembaga penelitian. Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk memberikan penilaian tingkat pencemaran perairan, dilanjutkan dengan menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta kapasitas asimilasinya. Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan tipologi aliran beban pencemaran.

Transcript of BAB III_2007mfs-3.pdf

Page 1: BAB III_2007mfs-3.pdf

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Pantai Makassar Provinsi

Sulawesi Selatan, khususnya di daerah yang terdapat aliran beban limbah ke

perairan pantai (Gambar 4). Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas

pertimbangan: 1) Kota Makassar merupakan kota yang terletak di daerah

pantai. Aktivitas pembangunan yang terkait dengan perairan pantai terus

meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pengendalian pencemaran pantai diatur

dengan keberadaan PERDA nomor 14 tahun 1999 tentang larangan membuang

sampah ke perairan pantai. Waktu penelitian pada bulan Desember 2004 - bulan

Januari 2006.

3.2. Metode Pengumpulan Data

3.2.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang

dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan

ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting

lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi

pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar,

wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada

kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran

dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data

pengukuran lembaga penelitian.

Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan

menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk

memberikan penilaian tingkat pencemaran perairan, dilanjutkan dengan

menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter

dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta

kapasitas asimilasinya. Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan

partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai

Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi

eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan

tipologi aliran beban pencemaran.

Page 2: BAB III_2007mfs-3.pdf

31

Mulai

Studi pustaka dan penetuan pakar

Kebijakan pengelolaan lingkungan pantai

Analisis kondisi eksisting

Kondisi eksisting

PEMODELAN • Pendekatan sistem • Analisis dinamik • Analisis prospektif

Analisis tipologi

Strategi pengendalian

Tipologi

Data primer data sekunder

PCA

Powersim & MS-Excel

Selesai

Gambar 5. Tahapan Penelitian

Tahap berikutnya dianalisis kebutuhan dari stakeholders dan

diformulasikan masalah dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. Diagram sebab

akibat dibuat sebagai dasar pembangunan model yang dibangun. Model

dibangun menggunakan program powersim.

Pada tahap terakhir dilakukan analisis prospektif untuk mengidentifikasi

faktor-faktor kunci pada sistem. Berdasarkan alternatif perubahan faktor kunci

dirumuskan berbagai skenario strategi masa depan dan akhirnya ditetapkan

strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.

Page 3: BAB III_2007mfs-3.pdf

32

3.2.2. Pelaksanaan Penelitian

A. Penentuan Stasiun Pengamatan, Parameter Fisik Kimia dan Biologi yang Diukur.

Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan aliran beban limbah cair

yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kemudian ditentukan titik

pengambilan contoh, di sungai atau kanal dan di perairan pantai di muara sungai

atau kanal. Adapun stasiun pengamatan yang ditetapkan adalah Stasiun 1 =

Sungai Tallo; Stasiun 2 = Kanal Panampu; Stasiun 3 = Kanal Benteng;

Stasiun 4 = Kanal Haji Bau; Stasiun 5 = Kanal Jongaya; Stasiun 6 = Sungai

Jeneberang (Gambar 4). Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan

parameter limbah cair kota yaitu suhu, salinitas, pH dan total padatan tersuspensi

(TSS), chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD5), NH3,

nitrat, fosfat, oksigen terlarut, logam Pb, Cd dan Cu. Parameter biologi

menggunakan struktur komunitas makrozoobentos yang bersifat tidak mobil,

sehingga dapat menggambarkan pengaruh dari limbah kota.

B. Teknik Pengambilan Contoh Air dan Specimen Makrozoobentos serta Pengukuran Parameter Fisika-Kimia

Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu air surut menggunakan

botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol dan disimpan

dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke laboratorium.

Pengambilan specimen makrozoobentos dilakukan pada tiga titik di

muara sungai atau kanal menggunakan grab sampler dengan luas bukaan 16

cm2. Setelah disaring, specimen makrozoobentos dimasukkan ke dalam wadah

berisi larutan alkohol, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di

laboratorium menggunakan kaca pembesar.

Pengukuran parameter fisika kimia perairan pantai dilakukan pada waktu

air surut. Hal ini dilakukan untuk mendapat data pengaruh aliran beban limbah

cair kota yang dominan. Metode analisa parameter fisik kimia dan biologi

perairan laut yang digunakan disajikan Tabel 2.

Page 4: BAB III_2007mfs-3.pdf

33

Tabel 2. Parameter kualitas air yang diteliti serta metode analisa dan pengukurannya.

Parameter Satuan Metode Analisa/Alat Lokasi

Fisika 1. TSS 2. Suhu 3. pH 4. Salinitas Kimia 1. Oksigen terlarut 2. BOD5 3. COD 4. Ammonia 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Cd 8. Pb 9. Cu Biologi 1. Makrozoobentos

mg/l oC - o/oo mg O2/l mg O2/l mg O2/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ind/m2

Gravimetri Pemuaian pH meter Pembiasan Elektrokimiawi Titrimetri Winkler inkubasi 5 hari Titrimetri dengan pemanasan Biru indofenol Molybdat SSA SSA SSA Pencacahan

Lab. In situ In situ In situ In situ Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab.

C. Sumber dan Beban Limbah serta Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai

Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah

dilakukan melalui wawancara dan data sekunder. Data beban limbah diperoleh

melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban

limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan

pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai

dengan jarak berkisar 500 – 1000 meter dari muara sungai atau kanal.

D. Sosial Ekonomi Masyarakat Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada

kuesioner kepada responden terpilih dan akan menghasilkan data primer. Di

samping itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder yang relevan dengan

tujuan penelitian. Responden masyarakat diambil secara cluster random

sampling (Faisal, 2003), Masyarakat yang menjadi responden bermukim di pantai

dibagi berdasarkan jenis tipologi aliran yaitu:

1) Masyarakat sekitar muara Sungai Tallo;

2) Masyarakat sekitar muara kanal;

3) Masyarakat sekitar muara Sungai Jeneberang.

Page 5: BAB III_2007mfs-3.pdf

34

Pada tiap tipologi aliran diambil responden sebanyak 50 kepala keluarga,

sehingga total responden 150 kepala keluarga. Data yang dikumpulkan dari

responden adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi

dan partisipasi. Dengan mengumpulkan data-data ini setelah dianalisis

diharapkan dapat mengetahui karakteristik masyarakat.

E. Kerjasama Kelembagaan Keberadaan dan peran kerjasama kelembagaan dalam pengendalian

pencemaran pantai dilakukan melalui wawancara dengan stakeholders dan

pakar.

F. Data Validasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengumpulan data untuk validasi model sistem pengendalian

pencemaran perairan pantai dilakukan dengan bantuan pakar (expert) dalam

bidang pengendalian pencemaran perairan pantai. Adapun kriteria yang

memenuhi syarat sebagai pakar adalah sebagai berikut (Marimin, 2002):

1. Pakar yang mendapat pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji

2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki

pendidikan formal di bidang lain.

3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang

dikaji.

4. Pakar berasal dari praktisi, didasarkan pada lama kerja dan kewenangan di

suatu posisi tertentu.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai

dengan identifikasi adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan

suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya

ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam

mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2)

penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Tahapan dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan,

formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi,

implementasi

Page 6: BAB III_2007mfs-3.pdf

35

A. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)

Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan

pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam

kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang

dikaji. Stakeholders mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai perannya

masing-masing. Stakeholders yang terlibat dalam sistem pengendalian

pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah:

1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah

Kota Makassar yang terkait dengan upaya pengendalian pencemaran

perairan pantai Kota Makassar;

2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar pantai dekat

dengan muara sungai atau kanal;

3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berusaha di sekitar pantai dekat dengan

muara sungai atau kanal;

4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat

yang perduli dengan masalah pencemaran lingkungan laut;

5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang

peduli dan meneliti masalah pencemaran lingkungan laut.

Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran

perairan pantai kota adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Daerah: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat,

bantuan dana dan kerjasama antar lembaga.

2. Masyarakat: Pengendalian yang berkeadilan, tidak hanya masyarakat kecil

jadi sasaran, tetapi secara keseluruhan;

3. Pengusaha: Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan;

4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian yang melibatkan partisipasi

masyarakat dan berkeadilan;

5. Perguruan tinggi: Pengendalian yang efektif dan efisien.

B. Formulasi Permasalahan

Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah

dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno,

1999). Rumusan permasalahan dapat diartikan sebagai gugus kriteria kelakuan

sistem untuk selanjutnya dievaluasi.

Page 7: BAB III_2007mfs-3.pdf

36

Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan

antar stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota

Makassar, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut: belum

tersedianya strategi pengendalian pencemaran perairan pantai yang efektif dan

efisien.

C. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen

yang terlibat di dalam sistem yang akan dikaji. Identifikasi sistem digambarkan

dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab

akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal

relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat

dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah

diagram sebab akibat (causal-loop), pangkal panah mengungkapkan sebab dan

ujung panah mengungkapkan akibat.

Pada Gambar 6 diperlihatkan diagram sebab akibat dari sistem

pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar.

IPAL

JumlahIndustri

Beban LimbahDomestik

JumlahHotel

BebanPencemaran

Kesejahteraanpenduduk

+

+

+

+

+

-

-

+

Beban limbahindustri

+

+

Jumlahpenduduk

+

+

PartisipasiMasyarakat

TingkatPendidikan

+

+

-

Konsentrasilimbah

BakuMutu

+

Gambar 6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.

Page 8: BAB III_2007mfs-3.pdf

37

Sistem pengendalian pencemaran pantai diidentikkan dengan komponen

perairan pantai kota yang merupakan suatu ekosistem terbuka oleh pengaruh

dari luar. Peningkatan jumlah penduduk dan industri pada kota pantai

menghasilkan berbagai jenis limbah cair dalam jumlah yang besar.

Perairan pantai kota Makassar menerima limbah melalui sungai dan

kanal. Dengan kapasitas asimilasi yang dimiliki perairan pantai sebenarnya

limbah dapat dikurangi daya racunnya, namun dengan beban limbah yang terus

meningkat seiring berkembangnya penduduk dan industri berakibat kapasitas

asimilasi menurun. Menurunnya kapasitas asimilasi menimbulkan akumulasi

limbah dan meningkatkan tingkat pencemaran perairan pantai.

Peningkatan pencemaran perairan pantai akan menurunkan kualitas dan

kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap

keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata,

pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah selaku pengelola kota mempunyai

tanggungjawab mengendalikan pencemaran perairan pantai. Hal ini dilakukan

untuk melindungi masyarakat dari dampak pencemaran yang ditimbulkan.

Harapan seluruh stakeholder terhadap upaya pengendalian pencemaran

perairan pantai Kota Makassar adalah terjadinya penurunan tingkat pencemaran,

adanya partisipasi stakeholder dan tersedianya payung hukum. Pada Gambar 7

diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran perairan

pantai Kota Makassar.

3.4. Pemodelan

Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam

membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota.

Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil

studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan.

Page 9: BAB III_2007mfs-3.pdf

38

Input tak terkontrol - Limbah non poin

Input terkontrol - Laju pertumbuhan

penduduk - Laju pertumbuhan

industri - Jumlah partisipasi

masyarakat - beban limbah

SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN

PERAIRAN PANTAI KOTA

Output yang dikehendaki - Beban pencemaran

memenuhi baku mutu - Meningkatnya

partisipasi masyarakat

Output yang tidak dikehendaki - Jumlah beban limbah

meningkat - Kurangnya kerjasama

stakeholders

Parameter kinerja- Baku mutu

Lingkungan PP No 27 tahun 1999 KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004

Manajemen Pengendalian

Gambar 7. Diagram input output sistem pengendalian pecemaran perairan pantai Kota Makassar

- Submodel Penduduk

Pertambahan penduduk mengikuti suatu fungsi dari kelahiran, kematian

dan urbanisasi. Penduduk pada suatu waktu (Pti) (jiwa) ditentukan oleh populasi

saat ini (Pto) (jiwa), jumlah kelahiran (KEL) (%), urbanisasi (URB) (%), jumlah

kematian (KEM) (%) secara umum ditulis :

Pti = Pto + Pto (KEL+URB – KEM)

Lcpti = Pti * Flcp

Jumlah limbah cair penduduk (Lcpti) (ton/tahun) suatu waktu dipengaruhi

jumlah penduduk (Pti) (jiwa) dan fraksi limbah cair penduduk (Flcp) (%).

- Submodel Hotel

Jumlah limbah cair hotel (Lchti) (ton/tahun) pada waktu tertentu yang

masuk ke sungai dan kanal dipengaruhi oleh fraksi limbah cair hotel (FLCH) (%)

dan jumlah pengunjung hotel suatu waktu (JPHti) (jiwa) . Dirumuskan dengan

persamaan: Lchti = JPHti *FLCH

Page 10: BAB III_2007mfs-3.pdf

39

- Submodel Industri

Jumlah beban limbah cair industri (Lci) (ton/tahun) dipengaruhi oleh

jumlah industri pada waktu ti (JIti), jumlah industri awal (JIto), fraksi

pembangunan industri (FPI) (%), luas lahan kawasan (LK) (Ha), fraksi limbah cair

industri (Flci) (%). Dengan asumsi untuk tiap industri membutuhkan satu hektar

lahan Secara umum dirumuskan sebagai berikut:

Jlti = Jito (1+ FPI)/LK

Lci = JIti * Flci

- Submodel Pengolah Limbah Cair Jumlah limbah cair (JL) (ton/tahun) yang masuk ke perairan pantai kota

dipengaruhi oleh beban limbah (BL) (ton/tahun) bersumber dari pemukiman,

hotel dan industri dan kapasitas instalasi pengolahan limbah cair (KIpal)

(ton/tahun). Secara umum dirumuskan:

JL = BL - KIpal

Pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi beban limbah

hingga memenuhi baku mutu.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Pantai

A. Parameter Fisik dan Kimia Perairan pantai Data parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar dianalisis

menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH

No. 51/MenKLH/2004.

B. Struktur Komunitas Makrozoobentos

- Komposisi Jenis dan Kelimpahan Kelimpahan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan yang

dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut:

b

xaY 10000=

Keterangan:

Y = Jumlah individu (ind/m2)

a = Jumlah makrozobentos yang tersaring (ind)

b = Luas bukaan grab sampler (cm2)

10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2

Page 11: BAB III_2007mfs-3.pdf

40

- Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos

dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:

H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = n/N

Keterangan:

H’= Indeks keanekaragaman jenis

ni = Jumlah individu jenis

N = Jumlah total individu

Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam

tiga kategori, yaitu:

1) H’ ≤ 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis

rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya

pencemaran berat

2) 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran individu tiap jenis rendah

dan kestabilan komunitas sedang, indikator adanya

pencemaran sedang

3) H’ ≥ 3 = keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap jenis rendah

dan kestabilan komunitas tinggi, indikator tidak terjadi

pencemaran

- Indeks Keseragaman Jenis (E)

Untuk mengetahui indeks keseragaman jenis makrozoobentos

dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:

E = H’/H’ Maks

Keterangan:

E = indeks keseragaman jenis

H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener

H’ maks = keanekaragam maksimum

Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam

tiga kategori, yaitu:

1) 0,0 < E < 0,5 Komunitas dalam kondisi tertekan

2) 0,5 < E < 0,75 Komunitas dalam kondisi labil

3) 0,75 < E < 1,0 Komunitas dalam kondisi stabil

Page 12: BAB III_2007mfs-3.pdf

41

- Indeks Dominasi Jenis (C)

Untuk mengetahui indeks dominasi jenis makrozoobentos dipergunakan

rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:

C = ∑ (ni/N)2

Keterangan:

C = Indeks dominasi jenis

ni = Jumlah individu jenis

N = Jumlah total individu

3.5.2. Sumber dan Beban Limbah, Kapasitas Asimilasi serta Tingkat Pencemaran Perairan Pantai

Sumber limbah dianalisis secara deskriptif, beban limbah yang berasal

dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur

melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah

(mg/L).

Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu

Q = V.A

Keterangan:

V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det)

A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)

Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,

1993):

BL = Q x C

Keterangan:

BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det)

Q = Debit sungai/kanal (m3/det)

C = Konsentrasi limbah (mg/L)

Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30

Perhitungan beban limbah dari kegiatan penduduk dilakukan antara

jumlah penduduk yang beraktivitas pada daerah aliran limbah dengan konstanta

besaran limbah yang dihasilkan dalam satuan g/kapita/hari. Konstanta yang

digunakan adalah (Kositrana et al. 1988):

Tanpa pengolahan : BOD5 = 53, COD = 101,6, N = 22,7 dan P = 3,8

Diolah : BOD5 = 12,6 COD = 24,2 N = 5,4 dan P = 0,9

Page 13: BAB III_2007mfs-3.pdf

42

Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah

menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah dan beban limbah

(Dahuri, 1999). Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik

hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai

dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis

dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut. Pola hubungan

tersebut konsentrasi limbah dan beban limbah disajikan pada Gambar 8.

Beban Limbah

Konsentrasi Pencemar

Baku mutu

Kapasitas asimilasi

Gambar 8. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)

Asumsi : 1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan

dalam penelitian

2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau

kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan

tersebut.

3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di

perairan atau di laut tidak diperhitungkan.

Page 14: BAB III_2007mfs-3.pdf

43

Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan

menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang

digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu TSS, BOD, COD,

DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:

( )ijij LCFIP =

Keterangan: IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air

Lij = Baku peruntukan air

Ci = Konsentrasi parameter kualitas air

Pada metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka

pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan Ci/Lij acuan

polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus

Numerow (1991) :

( ) ( )2

22RijiMiji

ij

LCLCP

+=

Keterangan: (Ci/Lij )R : nilai rata-rata Ci/Lij

(Ci/Lij )M: nilai maksimum Ci/Lij

Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:

0 ≤ Pij ≤ 1,0 → memenuhi baku mutu

1,0 ≤ Pij ≤ 5,0 → tercemar ringan

5,0 ≤ Pij ≤ 10 → tercemar sedang

Pij > 1,0 → tercemar berat

3.5.3. Karakteristik Masyarakat dan Kerjasama Kelembagaan Karateristik masyarakat di sekitar daerah aliran beban limbah diperoleh

dari data responden, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan

tabel. Sementara data kerjasama kelembagaan hasil wawancara dianalisis

secara deksriptif

3.5.4. Karakteristik Tipologi Aliran Berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan pada tiga

tipologi aliran maka dilakukan analisis multivariabel analisis komponen utama

atau principal component analysis (PCA) mengikuti petunjuk Legendre dan

Page 15: BAB III_2007mfs-3.pdf

44

Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Untuk mengetahui

parameter-parameter penciri pada masing-masing tipologi aliran. Analisis ini

menggunakan program Excelstat

3.5.5. Validasi dan Simulasi Model

Setelah melakukan pemodelan terhadap sistem menggunakan powersim,

selanjutnya dilakukan validasi. Validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah

model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang

dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan meyakinkan (Eriyatno, 1999).

Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur

melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data statistik

pada periode 5 tahun ( 1999-2004). Untuk memverifikasi keluaran model dengan

data statistik dilakukan uji KF ( Kalman Filter) untuk mengetahui besarnya

penyimpangan model. Tingkat kecocokan hasil simulasi dengan nilai aktual

adalah 47,5 – 52,3% menggunakan persamaan:

( ))VaVsVsKF+

=

Keterangan:

KF = Saringan Kalman Va = Varian nilai aktual Vs = Varian nilai simulasi

Selanjutnya untuk melihat perilaku model sistem yang dibangun dilakukan

simulasi. Menurut Manetch dan Park (1977) simulasi adalah suatu aktivitas

dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui

penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya

sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya.

3.6. Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan pantai

dilakukan dengan analisis prospektif menggunakan software MS-Excel . Metode

ini terdiri dari enam langkah yaitu:

1. Menentukan tujuan studi

2. Identifikasi faktor-faktor

3. Analisis pengaruh antar faktor

Untuk melihat pengaruh antar faktor dalam sistem pada tahap pertama

digunakan matriks pada Tabel 3 (Treyer, 2000).

Page 16: BAB III_2007mfs-3.pdf

45

Tabel 3. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar

Dari Terhadap

A B C D E F G H

A

B

C

D

E

F

G

H

Sumber : Hatrisari (2002) Keterangan : A – F = faktor penting dalam sistem

Pedoman Penilaian :

Skor : Keterangan:

0 Tidak ada pengaruh

1 Berpengaruh kecil

2. Berpengaruh sedang

3 Berpengaruh sangat kuat

Pedoman pengisian:

1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0

2. Faktor yang pengaruhnya sangat kuat, jika ya diberi nilai 3

3. Faktor yang pengaruhnya kecil = 1 dan yang pengaruhnya sedang = 2

Untuk menentukan faktor kunci yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan

ketergantungan antar faktor di dalam sistem diperlihatkan pada Gambar 9

berikut:

Page 17: BAB III_2007mfs-3.pdf

46

Varibel Penentu INPUT

Varibel Penghubung STAKES

Varibel Bebas UNUSED

Varibel Output TERIKAT

Ketergantungan

Pen

garu

h

Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor

1. Membuat keadaan (state) suatu faktor

Dari faktor-faktor dominan yang telah ditentukan dibuat keadaan (state)

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Keadaan harus mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi

(bukan hayalan) dalam suatu waktu di masa datang

b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti

besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tetang

situasi dari sebuah faktor

c. Setiap keadaan harus didefenisikan secara jelas

d. Bila keadaan dalam suatu aktor lebih dari satu, maka keadaan tersebut

harus dibuat secara kontras

e. Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk

terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompotible).

2. Membangun skenario yang mungkin terjadi

Tahap-tahap dalam membangun skenario yang mungkin terjadi sebagai

berikut:

a. Skenario yang memiliki peluang lebih besar untuk terjadi di masa datang

disusun

Page 18: BAB III_2007mfs-3.pdf

47

b. Skenario merupakan kombinasi, oleh sebab itu sebuah skenario harus

memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu

keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang saling bertolak

belakang (mutual incompotible).

c. Setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai nama paling

pesimis) diberi nama.

d. Langkah selanjutnya adalah memilih skenario yang paling mungkin terjadi.

3. Implikasi skenario

Merupakan tahap akhir dalam analisis prospektif, meliputi:

a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya

terhadap tujuan studi

b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya

c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun

Rekomendasi dari implikasi hasil analisis prospektif ini disusun strategi

3.7. Definisi Operasional Beberapa definisi operasional yang digunakan dalam peneltian ini meliputi:

1. Desain adalah rancang bangun pada bagian proses dari suatu sistem, dibuat

berdasarkan input yang sudah diketahui dan output yang sudah ditetapkan.

2. Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan

terorganisir mencapai tujuan atau fungsi tertentu. Suatu sustem terdiri dari

input, proses dan output.

3. Model adalah suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang

sesungguhnya, dalam hal ini wilayah pantai Kota Makassar.

4. Pengendalian pencemaran adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan

dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran.

5. Umur, adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung

dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan

dalam ukuran tahun. Indikatornya yaitu usia responden pada saat penelitian.

Data yang diperoleh merupakan skala ordinal dengan pengkategorian

kedalam umur muda (<19 tahun), dewasa (19-55 tahun) dan tidak produktif

(> 55 tahun).

6. Pendidikan, adalah tingkat belajar secara formal yang pernah diperoleh

responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti

responden. Parameter dan pengukurannya adalah tingkat pendidikan secara

formal yang pernah diikuti responden, dan dikategorikan menjadi rendah

Page 19: BAB III_2007mfs-3.pdf

48

(tidak tamat SD dan lulus SD), sedang (lulus SMP dan lulus SMA), tinggi

(lulus perguruan tinggi, D2/D3/Sarjana).

7. Pendapatan, adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh

dalam satu bulan, yang kemudian diperhitungkan berdasarkan nilai tukar

uang. Data yang diperoleh nanti akan dikategorikan pada skala ordinal yaitu:

rendah (<Rp.475.000), sedang (Rp.475.000-950.00), dan tinggi

(>Rp.950.000).

8. Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan

pengendalian pencemaran pantai. Cara untuk mengetahui pandangan

tersebut yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang menjelaskan

pandangan responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran

pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan

dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran

pantai. Tiap indikator dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang

dinilai responden dengan menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan:

Setuju (3), Ragu-ragu (2), dan Tidak setuju (1).

9. Partisipasi masyarakat, tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha

pengendalian pencemaran pantai secara langsung, diukur dengan beberapa

indikator yaitu: partisipasi dalam pelaksanaan yaitu partisipasi responden

dalam tahap pelaksanaan seperti membersihkan lingkungan sekitar dari

sampah. Penilaian menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan selalu

(lebih dari 3 kali), kadang-kadang ( 1-3 kali), dan tidak pernah (TP).

Pengukuran peubah ini dilakukan dengan cara memberi skor kepada bentuk

partisipasi responden. Skor dari tiap bentuk partisipasi dijumlahkan untuk

mendapatkan skor total