BAB III_2007mfs-3.pdf
-
Upload
hoangkhanh -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB III_2007mfs-3.pdf
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Pantai Makassar Provinsi
Sulawesi Selatan, khususnya di daerah yang terdapat aliran beban limbah ke
perairan pantai (Gambar 4). Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas
pertimbangan: 1) Kota Makassar merupakan kota yang terletak di daerah
pantai. Aktivitas pembangunan yang terkait dengan perairan pantai terus
meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pengendalian pencemaran pantai diatur
dengan keberadaan PERDA nomor 14 tahun 1999 tentang larangan membuang
sampah ke perairan pantai. Waktu penelitian pada bulan Desember 2004 - bulan
Januari 2006.
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang
dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan
ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting
lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi
pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar,
wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada
kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran
dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data
pengukuran lembaga penelitian.
Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan
menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk
memberikan penilaian tingkat pencemaran perairan, dilanjutkan dengan
menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter
dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta
kapasitas asimilasinya. Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan
partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai
Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi
eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan
tipologi aliran beban pencemaran.
31
Mulai
Studi pustaka dan penetuan pakar
Kebijakan pengelolaan lingkungan pantai
Analisis kondisi eksisting
Kondisi eksisting
PEMODELAN • Pendekatan sistem • Analisis dinamik • Analisis prospektif
Analisis tipologi
Strategi pengendalian
Tipologi
Data primer data sekunder
PCA
Powersim & MS-Excel
Selesai
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tahap berikutnya dianalisis kebutuhan dari stakeholders dan
diformulasikan masalah dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. Diagram sebab
akibat dibuat sebagai dasar pembangunan model yang dibangun. Model
dibangun menggunakan program powersim.
Pada tahap terakhir dilakukan analisis prospektif untuk mengidentifikasi
faktor-faktor kunci pada sistem. Berdasarkan alternatif perubahan faktor kunci
dirumuskan berbagai skenario strategi masa depan dan akhirnya ditetapkan
strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
32
3.2.2. Pelaksanaan Penelitian
A. Penentuan Stasiun Pengamatan, Parameter Fisik Kimia dan Biologi yang Diukur.
Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan aliran beban limbah cair
yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kemudian ditentukan titik
pengambilan contoh, di sungai atau kanal dan di perairan pantai di muara sungai
atau kanal. Adapun stasiun pengamatan yang ditetapkan adalah Stasiun 1 =
Sungai Tallo; Stasiun 2 = Kanal Panampu; Stasiun 3 = Kanal Benteng;
Stasiun 4 = Kanal Haji Bau; Stasiun 5 = Kanal Jongaya; Stasiun 6 = Sungai
Jeneberang (Gambar 4). Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan
parameter limbah cair kota yaitu suhu, salinitas, pH dan total padatan tersuspensi
(TSS), chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD5), NH3,
nitrat, fosfat, oksigen terlarut, logam Pb, Cd dan Cu. Parameter biologi
menggunakan struktur komunitas makrozoobentos yang bersifat tidak mobil,
sehingga dapat menggambarkan pengaruh dari limbah kota.
B. Teknik Pengambilan Contoh Air dan Specimen Makrozoobentos serta Pengukuran Parameter Fisika-Kimia
Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu air surut menggunakan
botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol dan disimpan
dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke laboratorium.
Pengambilan specimen makrozoobentos dilakukan pada tiga titik di
muara sungai atau kanal menggunakan grab sampler dengan luas bukaan 16
cm2. Setelah disaring, specimen makrozoobentos dimasukkan ke dalam wadah
berisi larutan alkohol, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di
laboratorium menggunakan kaca pembesar.
Pengukuran parameter fisika kimia perairan pantai dilakukan pada waktu
air surut. Hal ini dilakukan untuk mendapat data pengaruh aliran beban limbah
cair kota yang dominan. Metode analisa parameter fisik kimia dan biologi
perairan laut yang digunakan disajikan Tabel 2.
33
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diteliti serta metode analisa dan pengukurannya.
Parameter Satuan Metode Analisa/Alat Lokasi
Fisika 1. TSS 2. Suhu 3. pH 4. Salinitas Kimia 1. Oksigen terlarut 2. BOD5 3. COD 4. Ammonia 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Cd 8. Pb 9. Cu Biologi 1. Makrozoobentos
mg/l oC - o/oo mg O2/l mg O2/l mg O2/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ind/m2
Gravimetri Pemuaian pH meter Pembiasan Elektrokimiawi Titrimetri Winkler inkubasi 5 hari Titrimetri dengan pemanasan Biru indofenol Molybdat SSA SSA SSA Pencacahan
Lab. In situ In situ In situ In situ Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab.
C. Sumber dan Beban Limbah serta Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai
Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah
dilakukan melalui wawancara dan data sekunder. Data beban limbah diperoleh
melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban
limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan
pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai
dengan jarak berkisar 500 – 1000 meter dari muara sungai atau kanal.
D. Sosial Ekonomi Masyarakat Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada
kuesioner kepada responden terpilih dan akan menghasilkan data primer. Di
samping itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder yang relevan dengan
tujuan penelitian. Responden masyarakat diambil secara cluster random
sampling (Faisal, 2003), Masyarakat yang menjadi responden bermukim di pantai
dibagi berdasarkan jenis tipologi aliran yaitu:
1) Masyarakat sekitar muara Sungai Tallo;
2) Masyarakat sekitar muara kanal;
3) Masyarakat sekitar muara Sungai Jeneberang.
34
Pada tiap tipologi aliran diambil responden sebanyak 50 kepala keluarga,
sehingga total responden 150 kepala keluarga. Data yang dikumpulkan dari
responden adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi
dan partisipasi. Dengan mengumpulkan data-data ini setelah dianalisis
diharapkan dapat mengetahui karakteristik masyarakat.
E. Kerjasama Kelembagaan Keberadaan dan peran kerjasama kelembagaan dalam pengendalian
pencemaran pantai dilakukan melalui wawancara dengan stakeholders dan
pakar.
F. Data Validasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengumpulan data untuk validasi model sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai dilakukan dengan bantuan pakar (expert) dalam
bidang pengendalian pencemaran perairan pantai. Adapun kriteria yang
memenuhi syarat sebagai pakar adalah sebagai berikut (Marimin, 2002):
1. Pakar yang mendapat pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji
2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki
pendidikan formal di bidang lain.
3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang
dikaji.
4. Pakar berasal dari praktisi, didasarkan pada lama kerja dan kewenangan di
suatu posisi tertentu.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai
dengan identifikasi adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan
suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya
ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam
mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2)
penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.
Tahapan dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan,
formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi,
implementasi
35
A. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)
Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan
pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam
kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang
dikaji. Stakeholders mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai perannya
masing-masing. Stakeholders yang terlibat dalam sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah:
1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah
Kota Makassar yang terkait dengan upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar;
2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar pantai dekat
dengan muara sungai atau kanal;
3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berusaha di sekitar pantai dekat dengan
muara sungai atau kanal;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat
yang perduli dengan masalah pencemaran lingkungan laut;
5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang
peduli dan meneliti masalah pencemaran lingkungan laut.
Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai kota adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat,
bantuan dana dan kerjasama antar lembaga.
2. Masyarakat: Pengendalian yang berkeadilan, tidak hanya masyarakat kecil
jadi sasaran, tetapi secara keseluruhan;
3. Pengusaha: Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian yang melibatkan partisipasi
masyarakat dan berkeadilan;
5. Perguruan tinggi: Pengendalian yang efektif dan efisien.
B. Formulasi Permasalahan
Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah
dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno,
1999). Rumusan permasalahan dapat diartikan sebagai gugus kriteria kelakuan
sistem untuk selanjutnya dievaluasi.
36
Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan
antar stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut: belum
tersedianya strategi pengendalian pencemaran perairan pantai yang efektif dan
efisien.
C. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen
yang terlibat di dalam sistem yang akan dikaji. Identifikasi sistem digambarkan
dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab
akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal
relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat
dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah
diagram sebab akibat (causal-loop), pangkal panah mengungkapkan sebab dan
ujung panah mengungkapkan akibat.
Pada Gambar 6 diperlihatkan diagram sebab akibat dari sistem
pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar.
IPAL
JumlahIndustri
Beban LimbahDomestik
JumlahHotel
BebanPencemaran
Kesejahteraanpenduduk
+
+
+
+
+
-
-
+
Beban limbahindustri
+
+
Jumlahpenduduk
+
+
PartisipasiMasyarakat
TingkatPendidikan
+
+
-
Konsentrasilimbah
BakuMutu
+
Gambar 6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
37
Sistem pengendalian pencemaran pantai diidentikkan dengan komponen
perairan pantai kota yang merupakan suatu ekosistem terbuka oleh pengaruh
dari luar. Peningkatan jumlah penduduk dan industri pada kota pantai
menghasilkan berbagai jenis limbah cair dalam jumlah yang besar.
Perairan pantai kota Makassar menerima limbah melalui sungai dan
kanal. Dengan kapasitas asimilasi yang dimiliki perairan pantai sebenarnya
limbah dapat dikurangi daya racunnya, namun dengan beban limbah yang terus
meningkat seiring berkembangnya penduduk dan industri berakibat kapasitas
asimilasi menurun. Menurunnya kapasitas asimilasi menimbulkan akumulasi
limbah dan meningkatkan tingkat pencemaran perairan pantai.
Peningkatan pencemaran perairan pantai akan menurunkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap
keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata,
pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah selaku pengelola kota mempunyai
tanggungjawab mengendalikan pencemaran perairan pantai. Hal ini dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari dampak pencemaran yang ditimbulkan.
Harapan seluruh stakeholder terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar adalah terjadinya penurunan tingkat pencemaran,
adanya partisipasi stakeholder dan tersedianya payung hukum. Pada Gambar 7
diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran perairan
pantai Kota Makassar.
3.4. Pemodelan
Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam
membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota.
Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil
studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan.
38
Input tak terkontrol - Limbah non poin
Input terkontrol - Laju pertumbuhan
penduduk - Laju pertumbuhan
industri - Jumlah partisipasi
masyarakat - beban limbah
SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN
PERAIRAN PANTAI KOTA
Output yang dikehendaki - Beban pencemaran
memenuhi baku mutu - Meningkatnya
partisipasi masyarakat
Output yang tidak dikehendaki - Jumlah beban limbah
meningkat - Kurangnya kerjasama
stakeholders
Parameter kinerja- Baku mutu
Lingkungan PP No 27 tahun 1999 KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004
Manajemen Pengendalian
Gambar 7. Diagram input output sistem pengendalian pecemaran perairan pantai Kota Makassar
- Submodel Penduduk
Pertambahan penduduk mengikuti suatu fungsi dari kelahiran, kematian
dan urbanisasi. Penduduk pada suatu waktu (Pti) (jiwa) ditentukan oleh populasi
saat ini (Pto) (jiwa), jumlah kelahiran (KEL) (%), urbanisasi (URB) (%), jumlah
kematian (KEM) (%) secara umum ditulis :
Pti = Pto + Pto (KEL+URB – KEM)
Lcpti = Pti * Flcp
Jumlah limbah cair penduduk (Lcpti) (ton/tahun) suatu waktu dipengaruhi
jumlah penduduk (Pti) (jiwa) dan fraksi limbah cair penduduk (Flcp) (%).
- Submodel Hotel
Jumlah limbah cair hotel (Lchti) (ton/tahun) pada waktu tertentu yang
masuk ke sungai dan kanal dipengaruhi oleh fraksi limbah cair hotel (FLCH) (%)
dan jumlah pengunjung hotel suatu waktu (JPHti) (jiwa) . Dirumuskan dengan
persamaan: Lchti = JPHti *FLCH
39
- Submodel Industri
Jumlah beban limbah cair industri (Lci) (ton/tahun) dipengaruhi oleh
jumlah industri pada waktu ti (JIti), jumlah industri awal (JIto), fraksi
pembangunan industri (FPI) (%), luas lahan kawasan (LK) (Ha), fraksi limbah cair
industri (Flci) (%). Dengan asumsi untuk tiap industri membutuhkan satu hektar
lahan Secara umum dirumuskan sebagai berikut:
Jlti = Jito (1+ FPI)/LK
Lci = JIti * Flci
- Submodel Pengolah Limbah Cair Jumlah limbah cair (JL) (ton/tahun) yang masuk ke perairan pantai kota
dipengaruhi oleh beban limbah (BL) (ton/tahun) bersumber dari pemukiman,
hotel dan industri dan kapasitas instalasi pengolahan limbah cair (KIpal)
(ton/tahun). Secara umum dirumuskan:
JL = BL - KIpal
Pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi beban limbah
hingga memenuhi baku mutu.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Pantai
A. Parameter Fisik dan Kimia Perairan pantai Data parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar dianalisis
menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH
No. 51/MenKLH/2004.
B. Struktur Komunitas Makrozoobentos
- Komposisi Jenis dan Kelimpahan Kelimpahan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan yang
dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut:
b
xaY 10000=
Keterangan:
Y = Jumlah individu (ind/m2)
a = Jumlah makrozobentos yang tersaring (ind)
b = Luas bukaan grab sampler (cm2)
10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2
40
- Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos
dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = n/N
Keterangan:
H’= Indeks keanekaragaman jenis
ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori, yaitu:
1) H’ ≤ 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis
rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya
pencemaran berat
2) 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran individu tiap jenis rendah
dan kestabilan komunitas sedang, indikator adanya
pencemaran sedang
3) H’ ≥ 3 = keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap jenis rendah
dan kestabilan komunitas tinggi, indikator tidak terjadi
pencemaran
- Indeks Keseragaman Jenis (E)
Untuk mengetahui indeks keseragaman jenis makrozoobentos
dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
E = H’/H’ Maks
Keterangan:
E = indeks keseragaman jenis
H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener
H’ maks = keanekaragam maksimum
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori, yaitu:
1) 0,0 < E < 0,5 Komunitas dalam kondisi tertekan
2) 0,5 < E < 0,75 Komunitas dalam kondisi labil
3) 0,75 < E < 1,0 Komunitas dalam kondisi stabil
41
- Indeks Dominasi Jenis (C)
Untuk mengetahui indeks dominasi jenis makrozoobentos dipergunakan
rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:
C = ∑ (ni/N)2
Keterangan:
C = Indeks dominasi jenis
ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
3.5.2. Sumber dan Beban Limbah, Kapasitas Asimilasi serta Tingkat Pencemaran Perairan Pantai
Sumber limbah dianalisis secara deskriptif, beban limbah yang berasal
dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur
melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah
(mg/L).
Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu
Q = V.A
Keterangan:
V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det)
A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)
Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,
1993):
BL = Q x C
Keterangan:
BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det)
Q = Debit sungai/kanal (m3/det)
C = Konsentrasi limbah (mg/L)
Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30
Perhitungan beban limbah dari kegiatan penduduk dilakukan antara
jumlah penduduk yang beraktivitas pada daerah aliran limbah dengan konstanta
besaran limbah yang dihasilkan dalam satuan g/kapita/hari. Konstanta yang
digunakan adalah (Kositrana et al. 1988):
Tanpa pengolahan : BOD5 = 53, COD = 101,6, N = 22,7 dan P = 3,8
Diolah : BOD5 = 12,6 COD = 24,2 N = 5,4 dan P = 0,9
42
Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah
menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah dan beban limbah
(Dahuri, 1999). Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik
hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai
dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis
dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut. Pola hubungan
tersebut konsentrasi limbah dan beban limbah disajikan pada Gambar 8.
Beban Limbah
Konsentrasi Pencemar
Baku mutu
Kapasitas asimilasi
Gambar 8. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)
Asumsi : 1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan
dalam penelitian
2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau
kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan
tersebut.
3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di
perairan atau di laut tidak diperhitungkan.
43
Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan
menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang
digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu TSS, BOD, COD,
DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:
( )ijij LCFIP =
Keterangan: IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air
Lij = Baku peruntukan air
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air
Pada metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka
pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan Ci/Lij acuan
polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus
Numerow (1991) :
( ) ( )2
22RijiMiji
ij
LCLCP
+=
Keterangan: (Ci/Lij )R : nilai rata-rata Ci/Lij
(Ci/Lij )M: nilai maksimum Ci/Lij
Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:
0 ≤ Pij ≤ 1,0 → memenuhi baku mutu
1,0 ≤ Pij ≤ 5,0 → tercemar ringan
5,0 ≤ Pij ≤ 10 → tercemar sedang
Pij > 1,0 → tercemar berat
3.5.3. Karakteristik Masyarakat dan Kerjasama Kelembagaan Karateristik masyarakat di sekitar daerah aliran beban limbah diperoleh
dari data responden, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan
tabel. Sementara data kerjasama kelembagaan hasil wawancara dianalisis
secara deksriptif
3.5.4. Karakteristik Tipologi Aliran Berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan pada tiga
tipologi aliran maka dilakukan analisis multivariabel analisis komponen utama
atau principal component analysis (PCA) mengikuti petunjuk Legendre dan
44
Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Untuk mengetahui
parameter-parameter penciri pada masing-masing tipologi aliran. Analisis ini
menggunakan program Excelstat
3.5.5. Validasi dan Simulasi Model
Setelah melakukan pemodelan terhadap sistem menggunakan powersim,
selanjutnya dilakukan validasi. Validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah
model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang
dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan meyakinkan (Eriyatno, 1999).
Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur
melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data statistik
pada periode 5 tahun ( 1999-2004). Untuk memverifikasi keluaran model dengan
data statistik dilakukan uji KF ( Kalman Filter) untuk mengetahui besarnya
penyimpangan model. Tingkat kecocokan hasil simulasi dengan nilai aktual
adalah 47,5 – 52,3% menggunakan persamaan:
( ))VaVsVsKF+
=
Keterangan:
KF = Saringan Kalman Va = Varian nilai aktual Vs = Varian nilai simulasi
Selanjutnya untuk melihat perilaku model sistem yang dibangun dilakukan
simulasi. Menurut Manetch dan Park (1977) simulasi adalah suatu aktivitas
dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui
penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya
sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya.
3.6. Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan pantai
dilakukan dengan analisis prospektif menggunakan software MS-Excel . Metode
ini terdiri dari enam langkah yaitu:
1. Menentukan tujuan studi
2. Identifikasi faktor-faktor
3. Analisis pengaruh antar faktor
Untuk melihat pengaruh antar faktor dalam sistem pada tahap pertama
digunakan matriks pada Tabel 3 (Treyer, 2000).
45
Tabel 3. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Dari Terhadap
A B C D E F G H
A
B
C
D
E
F
G
H
Sumber : Hatrisari (2002) Keterangan : A – F = faktor penting dalam sistem
Pedoman Penilaian :
Skor : Keterangan:
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2. Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
Pedoman pengisian:
1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0
2. Faktor yang pengaruhnya sangat kuat, jika ya diberi nilai 3
3. Faktor yang pengaruhnya kecil = 1 dan yang pengaruhnya sedang = 2
Untuk menentukan faktor kunci yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan
ketergantungan antar faktor di dalam sistem diperlihatkan pada Gambar 9
berikut:
46
Varibel Penentu INPUT
Varibel Penghubung STAKES
Varibel Bebas UNUSED
Varibel Output TERIKAT
Ketergantungan
Pen
garu
h
Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor
1. Membuat keadaan (state) suatu faktor
Dari faktor-faktor dominan yang telah ditentukan dibuat keadaan (state)
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Keadaan harus mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi
(bukan hayalan) dalam suatu waktu di masa datang
b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti
besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tetang
situasi dari sebuah faktor
c. Setiap keadaan harus didefenisikan secara jelas
d. Bila keadaan dalam suatu aktor lebih dari satu, maka keadaan tersebut
harus dibuat secara kontras
e. Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk
terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompotible).
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi
Tahap-tahap dalam membangun skenario yang mungkin terjadi sebagai
berikut:
a. Skenario yang memiliki peluang lebih besar untuk terjadi di masa datang
disusun
47
b. Skenario merupakan kombinasi, oleh sebab itu sebuah skenario harus
memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu
keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang saling bertolak
belakang (mutual incompotible).
c. Setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai nama paling
pesimis) diberi nama.
d. Langkah selanjutnya adalah memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
3. Implikasi skenario
Merupakan tahap akhir dalam analisis prospektif, meliputi:
a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya
terhadap tujuan studi
b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya
c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun
Rekomendasi dari implikasi hasil analisis prospektif ini disusun strategi
3.7. Definisi Operasional Beberapa definisi operasional yang digunakan dalam peneltian ini meliputi:
1. Desain adalah rancang bangun pada bagian proses dari suatu sistem, dibuat
berdasarkan input yang sudah diketahui dan output yang sudah ditetapkan.
2. Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan
terorganisir mencapai tujuan atau fungsi tertentu. Suatu sustem terdiri dari
input, proses dan output.
3. Model adalah suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang
sesungguhnya, dalam hal ini wilayah pantai Kota Makassar.
4. Pengendalian pencemaran adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan
dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran.
5. Umur, adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung
dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan
dalam ukuran tahun. Indikatornya yaitu usia responden pada saat penelitian.
Data yang diperoleh merupakan skala ordinal dengan pengkategorian
kedalam umur muda (<19 tahun), dewasa (19-55 tahun) dan tidak produktif
(> 55 tahun).
6. Pendidikan, adalah tingkat belajar secara formal yang pernah diperoleh
responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti
responden. Parameter dan pengukurannya adalah tingkat pendidikan secara
formal yang pernah diikuti responden, dan dikategorikan menjadi rendah
48
(tidak tamat SD dan lulus SD), sedang (lulus SMP dan lulus SMA), tinggi
(lulus perguruan tinggi, D2/D3/Sarjana).
7. Pendapatan, adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh
dalam satu bulan, yang kemudian diperhitungkan berdasarkan nilai tukar
uang. Data yang diperoleh nanti akan dikategorikan pada skala ordinal yaitu:
rendah (<Rp.475.000), sedang (Rp.475.000-950.00), dan tinggi
(>Rp.950.000).
8. Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan
pengendalian pencemaran pantai. Cara untuk mengetahui pandangan
tersebut yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang menjelaskan
pandangan responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan
dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran
pantai. Tiap indikator dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang
dinilai responden dengan menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan:
Setuju (3), Ragu-ragu (2), dan Tidak setuju (1).
9. Partisipasi masyarakat, tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha
pengendalian pencemaran pantai secara langsung, diukur dengan beberapa
indikator yaitu: partisipasi dalam pelaksanaan yaitu partisipasi responden
dalam tahap pelaksanaan seperti membersihkan lingkungan sekitar dari
sampah. Penilaian menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan selalu
(lebih dari 3 kali), kadang-kadang ( 1-3 kali), dan tidak pernah (TP).
Pengukuran peubah ini dilakukan dengan cara memberi skor kepada bentuk
partisipasi responden. Skor dari tiap bentuk partisipasi dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total