BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN GERABAH A ... · tahun 1960-an. Bahkan di Indonesia,...

45
35 BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA MELIKAN TAHUN 1980-2006 A. Perkembangan Industri Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Tahun 1980-1995 Industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai rekaman sejarah cukup lama dan membentuk sentra-sentra merupakan usaha kecil yang paling bisa lama bertahan. Tekanan penduduk yang mengusir banyak buruh tani dan tani miskin dari pertanian serta tersedianya bahan baku di sekitar sentra memungkinkan usaha jenis ini mengembangkan diri. 1 Salah satu alasan utama yang melandasi pentingnya berbagai usaha pengembangan industri kerajinan rumah tangga adalah potensi alamiahnya yang besar dalam memberi andil bagi penyelesaian masalah kesempatan kerja. 2 Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang signifikan. Para pengrajin selalu berusaha mengembangkan usahanya agar tetap maju. Mereka memanfaatkan kreativitas yang dimiliki dalam menghasilkan berbagai jenis gerabah. Dengan kata lain, para pengrajin dituntut untuk menghasilkan gerabah yang lebih bervariasi sesuai perkembangan zaman. Di samping itu, mereka juga harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat. 1 Dede Mulyanto, Usaha Kecil dan Persoalannya di Indonesia, (Bandung: Yayasan AKATIGA, 2006), hlm. 8. 2 Irsan Azhary Saleh, op.cit., hlm. 123.

Transcript of BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN GERABAH A ... · tahun 1960-an. Bahkan di Indonesia,...

35

BAB III

PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN GERABAH

DI DESA MELIKAN TAHUN 1980-2006

A. Perkembangan Industri Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Tahun

1980-1995

Industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai rekaman sejarah cukup

lama dan membentuk sentra-sentra merupakan usaha kecil yang paling bisa lama

bertahan. Tekanan penduduk yang mengusir banyak buruh tani dan tani miskin

dari pertanian serta tersedianya bahan baku di sekitar sentra memungkinkan usaha

jenis ini mengembangkan diri.1 Salah satu alasan utama yang melandasi

pentingnya berbagai usaha pengembangan industri kerajinan rumah tangga adalah

potensi alamiahnya yang besar dalam memberi andil bagi penyelesaian masalah

kesempatan kerja.2

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan dari tahun ke tahun

menunjukkan perkembangan yang signifikan. Para pengrajin selalu berusaha

mengembangkan usahanya agar tetap maju. Mereka memanfaatkan kreativitas

yang dimiliki dalam menghasilkan berbagai jenis gerabah. Dengan kata lain, para

pengrajin dituntut untuk menghasilkan gerabah yang lebih bervariasi sesuai

perkembangan zaman. Di samping itu, mereka juga harus memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari yang semakin meningkat.

1 Dede Mulyanto, Usaha Kecil dan Persoalannya di Indonesia, (Bandung:Yayasan AKATIGA, 2006), hlm. 8.

2 Irsan Azhary Saleh, op.cit., hlm. 123.

36

Pada tahun 1980 sampai 1995 merupakan masa peralihan dari tradisional3

menuju ke modern.4 Beberapa hal yang mengalami perkembangan diantaranya

adalah pengrajin gerabah, teknologi produksi, finishing, jenis produksi, dan

pemasarannya.

1. Pengrajin Gerabah

Masyarakat Desa Melikan memiliki dinamika kehidupan pengrajin

gerabah yang tercermin melalui besarnya semangat dan ketekunan dalam

menekuni usahanya. Mereka berusaha memaksimalkan kreativitasnya untuk

berkarya melalui seni gerabah. Hal tersebut dilakukan dengan penuh keyakinan,

bahwa aktivitas membuat gerabah mampu memberi manfaat bagi kehidupannya.

Oleh karena itu, gerabah yang dihasilkan mengandung nilai seni dan inovasi

desain yang melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia pada

umumnya.

Keberadaan pengrajin gerabah di Desa Melikan awalnya dimulai hanya

beberapa orang yang membuat gerabah dan dikerjakan oleh anggota keluarga.

Selanjutnya, aktivitas membuat gerabah berkembang sehingga tidak hanya sebatas

pada keluarga saja, tetapi orang-orang di sekitar mulai membuat gerabah. Pada

3 Sebelum tahun 1980, gerabah Melikan semula hanya sebuah tradisipembuatan gerabah dengan teknik dan bentuk sederhana. Gerabah yang dihasilkanmasih ditunjukan sebagai benda fungsional peralatan dapur seperti kendhi, kwali,wajan, dan celengan.

4 Tahun 1990-an, para pengrajin gerabah di Desa Melikan mulaimenggunakan teknologi produksi yang maju dan bersifat efisien. Kondisi inimenunjukan bahwa mereka mengalami perkembangan pada teknologi produksi.

37

perkembangannya, semakin banyak masyarakat Desa Melikan yang mulai

menekuni pekerjaan ini.5

Pengrajin gerabah di Desa Melikan dilihat dari jumlahnya selalu

mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Hanya saja, data mengenai jumlah

pengrajin tahun 1980 sampai 1995 tidak tersedia. Namun, berdasarkan penuturan

beberapa pengrajin, jumlah pengrajin gerabah di Desa Melikan tahun 1980-an

sudah lebih dari 60 orang.6 Selanjutnya, tahun 1990-an industri kerajinan gerabah

membawa angin segar bagi masyarakat Desa Melikan karena mampu

menyediakan lapangan pekerjaan. Kondisi ini menyebabkan pada meningkatnya

jumlah pengrajin yang cukup signifikan, yaitu sekitar 150 orang.7

Sebagian besar masyarakat pengrajin gerabah di Desa Melikan adalah

meneruskan usaha milik orang tua atau turun-temurun. Mereka adalah pengrajin

yang pada waktu kecil sudah membantu orang tua dalam membuat gerabah. Di

samping itu, ada pula pengrajin yang sebelumnya hanya membantu dan sebagai

buruh pengrajin di tempat usaha milik tetangga. Selanjutnya, mereka

memanfaatkan pengalamannya selama bekerja sebagai buruh pengrajin dengan

cara membuka usaha gerabah sendiri. Selain itu, sebagian kecil masyarakat Desa

Desa Melikan menjadi pengrajin gerabah adalah karena faktor lingkungan.

Mereka adalah orang-orang sebelumnya merantau ke kota dan tak kunjung

mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka kembali ke Desa Melikan dan

5 Wawancara dengan Sukanta tanggal 7 September 2015.6 Wawancara dengan Sukanta tanggal 1 Maret 2015.7 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.

38

akhirnya menjadi pengrajin gerabah karena melihat lingkungan yang sebagian

besar bekerja sebagai pengrajin gerabah..8

Pengrajin gerabah yang ada di Desa Melikan dapat digolongkan menjadi

dua, yaitu pengrajin utama dan pengrajin pembantu teknik. Pengrajin utama

adalah pengrajin yang mampu membuat gerabah dengan teknik perbot miring,

biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Sedangkan, pengrajin pembantu teknik

adalah pengrajin yang bertugas pada tahap finishing, terdiri dari pengrajin

perempuan dan laki-laki yang masih produktif.9

Gambar. 4Pengrajin pembantu teknik.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015).

8 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.9 Wawancara dengan Sugiman tanggal 7 September 2015.

39

Sebagian besar pengrajin gerabah di Desa Melikan memiliki bengkel

kerja10 yang menjadi satu dengan tempat tinggal. Bengkel kerja biasanya dibuat

luas dan berada di belakang rumah. Setiap bengkel kerja pada industri kerajinan

gerabah biasanya terdapat satu sampai tiga pengrajin utama. Sedangkan pengrajin

pembantu teknik dalam sebuah industri kerajinan gerabah berbeda-beda, yaitu

antara satu sampai tujuh orang. Bengkel kerja yang cukup luas mampu

menyimpan onggokan tanah liat yang diletakkan di salah satu sudut ruangan.

Alat-alat yang dipakai pengrajin biasanya tersebar di sekitar lantai agar

memudahkan dalam menggunakannya. Gerabah-gerabah juga diatur berjajar di

sudut-sudut ruangan bengkel kerja, baik setengah jadi maupun yang sudah kering.

2. Teknologi Produksi

Kapitalisme yang telah muncul di Asia Tenggara mempunyai beberapa

masalah yang sulit diatasi. Salah satu yang timbul adalah dari rendahnya tingkat

teknologi. Sekalipun industrialisasi yag lalu kelihatan mengesankan di

permukaan, namun tingkat yang telah dicapainya tidak sebanding dengan tingkat

teknologi milik kawasan itu sendiri. Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk

melakukan usaha yang terarah khususnya bagi industri kerajinan rumah tangga

guna mempertinggi tingkat teknologi dan mendorong kemajuan teknologi.11

Teknologi produksi adalah peralatan untuk memenuhi kebutuhan manusia

yang diciptakan dan berkembang atau secara endogen di dalam masyarakat.

Gagasan untuk mengembangkan teknologi produksi tepat guna sebenarnya

10 Bengkel kerja merupakan sebuah ruangan khusus yang digunakanpengrajin dalam proses produksi gerabah.

11 Yoshihara Kunio, Kapitalisme Semu Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES,1990), hlm. 178.

40

memang bukan masalah baru, tapi belajar dari pengalaman-pengalaman

pembangunan Dunia Ketiga selama tahun 1950-an dan berulang kembali pada

tahun 1960-an. Bahkan di Indonesia, pemilihan teknologi produksi tepat guna

baru muncul menjelang pertengahan 1970-an setelah penerapan strategi Revolusi

Hijau di bidang pertanian.12

Industri kerajinan rumah tangga kebanyakan sudah menerapkan teknologi

produksi tepat guna sejak adanya modernisasi teknologi di bidang industri.

Penerapan teknologi tersebut, yaitu yang bercirikan menghemat modal, cukup

efisien dalam menghasilkan output, cocok untuk mengolah sumber-sumber

setempat, mempergunakan bahan energi lokal atau energi yang murah, mudah

dikerjakan dan dipelihara dengan keterampilan yang ada.13

Para pengrajin gerabah di Desa Melikan menerapkan teknologi produksi

yang lebih maju dan berkembang pada tahun 1990-an. Penerapan teknologi

produksi tersebut tentunya untuk menunjang proses produksi dan sebagai modal

tetap yang dimiliki para pengrajin.14 Berikut beberapa teknologi produksi yang

mengalami perkembangan dan diterapkan di Desa Melikan, yaitu tungku

pembakaran, molen dan perbot tegak.

a. Tungku Pembakaran

Proses pembakaran tradisional untuk gerabah terdapat dua macam, yaitu

pembakaran terbuka dan pembakaran menggunakan tungku. Pembakaran terbuka

biasanya menggunakan jerami sebagai bahan bakar utamanya. Pembakaran ini

12 M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian, Industrialisasi danKesempatan Kerja, (Jakarta: UI-Press, 1984), hlm. 127.

13 Ibid., hlm. 149.14 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.

41

dilakukan dengan menggali lubang di lahan terbuka atau tanah lapang.

Pembakarannya memiliki suhu antara 2000-4000 Celcius. Hasil gerabah yang

didapatkan dari pembakaran ini berwarna kehitaman yang tidak merata atau

terkesan gosong. Pembakaran gerabah menggunakan tungku juga sudah banyak

dilakukan oleh pengrajin zaman dahulu. Bahan bakar yang digunakan biasanya

berupa kayu, jerami, dan daun-daun kering.15 Pembakaran ini banyak ditemui di

daerah Jawa Tengah, salah satunya ada di Desa Melikan.

Tahun 1980-an, para pengrajin di Desa Melikan untuk membakar gerabah

menggunakan tungku berbentuk silindris atau menyerupai sumur. Tungku ini

biasanya disebut sebagai tungku kecil dengan diameter sekitar 2 meter. Bahan

bakar yang digunakan adalah kayu dan daun-daun kering atau uwuh yang dengan

mudah didapatkan di sekitar rumah. Selanjutnya, tahun 1990, sebagian besar

pengrajin mulai menggunakan tungku besar dalam proses pembakaran gerabah.

Tungku besar tersebut masih sama berbentuk menyerupai sumur, namun dengan

diameter sekitar 5 meter. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu, baik untuk

pembakaran kecil maupun pembakaran besar.

15 Santoso Soegondho, op.cit., hlm. 49-58.

42

Gambar. 5Tungku bakar gerabah berbentuk sumur

Sumber: koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015)

Selain itu, terdapat pengrajin yang menggunakan tungku kotak dengan

empat lubang di sekelilingnya. Keempat lubang tersebut digunakan untuk

memasukan kayu bakar ketika proses pembakaran. Tungku bakar jenis ini

biasanya digunakan para pengrajin dalam membakar gerabah yang berukuran

besar.16

16 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.

43

Gambar. 6Tungku bakar gerabah berbentuk kotak

Sumber: koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015)

Sebagian besar pengrajin di Desa Melikan dalam proses membakar

gerabah menggunakan tungku bakar yang berbentuk menyerupai sumur, hanya

ada beberapa yang menggunakan tungku kotak tersebut. Mereka lebih

mempertahankan penggunaan tungku tradisional yang memang sudah lama

digunakan turun-temurun.

b. Molen

Tahun 1980-an, para pengrajin gerabah di Desa Melikan dalam mengolah

tanah liat menggunakan peralatan tradisional dan sederhana berupa lesung, irik

dan aloe. Mereka membutuhkan waktu selama berminggu-minggu untuk

mengolah bahan baku menjadi lempung siap pakai. Sedangkan, ketika memasuki

musim hujan mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi yaitu selama berbulan-

bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengrajin pada waktu itu membutuhkan

44

usaha kerja keras dan kesabaran dalam mengolah bahan baku. Pada

perkembangannya, tahun 1993 para pengrajin dalam mengolah bahan baku mulai

menggunakan mesin giling atau yang dikenal sebagai molen. Molen tersebut

merupakan bantuan dari pemerintah daerah Klaten sebagai teknologi produksi

bersama guna menunjang di dalam proses produksi. Para pengrajin dalam

mengolah bahan baku menggunakan molen mampu menghabiskan sekitar Rp.

1.500.000 dalam 3-5 gerobak penuh. Biaya tersebut diantaranya untuk membayar

buruh yang menggiling tanah liat dan konsumsi serta rokok buruh.17

Keberadaan molen di dalam proses produksi bagi para pengrajin sangatlah

memudahkan mereka dalam mengolah tanah liat yang siap pakai. Penggunaan

molen tersebut mampu menggiling tanah liat dalam jumlah besar dengan waktu

yang singkat. Hal ini menunjukkan bahwa molen merupakan teknologi produksi

yang efisien dan hemat waktu.

Gambar. 7Molen yang sudah digunakan sejak tahun 1990-an.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).

17 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015.

45

c. Perbot Tegak

Sejak awal keberadaan industri kerajinan gerabah di Desa Melikan, para

pengrajin dalam membentuk gerabah sudah menggunakan perbot miring. Teknik

perbot miring tersebut merupakan warisan turun-temurun dari pengrajin

sebelumnya yang tetap digunakan oleh para pengrajin dalam membentuk gerabah.

Oleh karena itu, perbot miring menjadi daya tarik tersendiri bagi Desa Melikan

karena berbeda dengan daerah lain. Di samping itu, perkembangan zaman

menuntut mereka berkreativitas dalam menghasilkan gerabah agar tidak monoton

dan tetap laku di pasaran.

Pada tahun 1990, para pengrajin di Desa Melikan dalam membentuk

gerabah, tidak hanya menggunakan perbot miring saja, tetapi juga mulai

menggunakan perbot tegak.18 Penggunaan perbot tegak tersebut mampu

menghasilkan berbagai macam jenis gerabah dengan ukuran yang bervariasi.

Selanjutnya, pada tahun 1995, pengrajin juga mulai memakai teknik cetak yang

desainnya disesuaikan dengan alat cetak yang digunakan. Alat cetak tersebut

terbuat dari gip, fiber, kayu dan semen.19

18 Wawancara dengan Sukanta tanggal 7 September 2015.19 Wawancara dengan Budi tanggal 9 September 2015.

46

Gambar. 8Perbot tegak dan teknik cetak.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).

Para pengrajin dalam menggunakan perbot miring dan perbot tegak

sebenarnya hampir sama, yaitu membuat gerabah dengan bentuk simetris.

Perbedaannya adalah perbot miring hanya bisa menghasilkan gerabah berukuran

kecil dan pendek, namun waktu produksinya sangat cepat, sedangkan perbot tegak

untuk produksinya tidak bisa cepat, namun mampu menghasilkan gerabah

berukuran besar dan tinggi.

3. Jenis Produksi

Pada mulanya tradisi pembuatan gerabah di Desa Melikan ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan sendiri akan peralatan rumah tangga. Jenis gerabah yang

dihasilkan masih tradisional dan monoton seperti kendhi, kwali, celengan, kendhil

dan cowek. Namun di dalam perkembangannya, gerabah-gerabah tersebut juga

mulai diperjualbelikan sebagai barang dagangan. Bahkan, para pengrajin dalam

47

menjalankan usahanya lebih mengarah pada kegiatan yang bersifat ekonomis.20

Hal ini antara lain tampak pada jumlah produksinya yang meningkat, serta

munculnya bentuk-bentuk gerabah baru yang ditujukan untuk memenuhi selera

pembeli. Di samping itu, beberapa pengrajin juga memberikan sedikit

perkembangan pada gerabahnya, yaitu memberikan warna dengan menggunakan

teres yang dibubuhkan pada jenis gerabah celengan.21

Para pengrajin di Desa Melikan awalnya membuat gerabah tradisional

jenis kendhi yang banyak digunakan masyarakat sebagai peralatan yang bersifat

praktis dan ekonomis. Gerabah kendhi juga berperan dalam aspek-aspek

kehidupan sosial, budaya, dan religi bagi para penggunanya. Kendhi pada

dasarnya digunakan sebagai tempat air minum. Namun, di dalam masyarakat

kendhi juga digunakan sebagai perlengkapan upacara adat dan keagamaan.

Bahkan, dalam upacara keagamaan jenis gerabah kendhi menjadi sebuah simbol

sebagai tempat air suci. Air yang terdapat dalam kendhi tersebut dianggap suci,

murni, dan menyejukan.22

20 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015.21 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.22 Ni Komang Ayu Astiti, “Tembikar dari Situs Batu Berak dan Batu

Tameng, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat”, Amerta, nomor23, Oktober 2004, hlm. 48.

48

Gambar. 9Model kendhi tradisional tahun 1600-an buatan pengrajin Desa Melikan yangtidak jauh berbeda dengan kendhi tradisional yang dibuat pada tahun 1980-an

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015)

Pada perkembangannya, tahun 1990-an para pengrajin mampu

menghasilkan bentuk-bentuk gerabah baru dengan cara mengembangkannya dari

bentuk dasar kendhi. Seiring perkembangan teknologi dan teknik pembuatannya

yang berkembang berdampak pada produk gerabah Desa Melikan yang semakin

bervariasi jenisnya. Proses produksi juga mengalami perkembangan, yaitu adanya

tahap finishing yang meliputi teknik upam, uker, dan pengasapan daun munggur

ketika proses pembakaran yang menghasilkan menghasilkan warna coklat

mengkilat dan tekstur gerabah tidak lagi kasar.23

23 Wawancara dengan Harno tanggal 20 Mei 2015.

49

Gambar. 10Salah satu desain kendhi yang sudah melalui tahap finishing berwarna coklat

mengkilat dengan tekstur yang halusSumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Di samping jenis produksi yang terus berkembang, jumlah produksi

gerabah di Desa Melikan juga semakin meningkat. Berawal dari jumlah puluhan

gerabah dari masa ke masa meningkat menjadi ratusan, bahkan mencapai ribuan

gerabah yang diproduksi para pengrajin. Banyaknya pesanan gerabah dari

masyarakat membuat mereka untuk bersikap mau menerima ide-ide baru. Kondisi

seperti inilah kemudian memberikan ruang bagi para pengrajin untuk

mengembangkan kreatifitasnya dalam membuat berbagai jenis gerabah dengan

berbagai ukuran.24

24 Wawancara dengan Harjono tanggal 20 Mei 2015.

50

Gambar. 11Kendhil

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Kendhil merupakan jenis gerabah yang berbentuk gelembung dengan

bagian atas berlubang agak lebar. Kendhil ini dalam masyarakat Jawa sering

digunakan sebagai wadah ari-ari bayi yang baru lahir. Penggunaan kendhil

tersebut memiliki kepercayaan agar sang bayi nantinya ketika tumbuh besar akan

selalu mengingat tanah kelahirannya. Istilahnya, tidak menjadi kacang yang lupa

kulitnya.25 Selain sebagai wadah ari-ari bayi, kendil juga digunakan masyarakat

sebagai alat dapur untuk mengolah masakan yang berkuah. Namun, fungsi periuk

bermacam-macam tergantung besaran ukurannya. Kendhil ukuran kecil biasanya

digunakan untuk memasak bubur, kendhil ukuran sedang digunakan untuk

25 Wawancara dengan Sukanta tanggal 4 Maret 2015.

51

memasak sayuran dan daging, sedangkan kendhil ukuran besar seringnya

digunakan sebagai tempat makan siap saji.26

Gambar. 12Panci yang diproduksi pengrajin Desa Melikan sejak tahun 1995.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Para pengrajin memproduksi jenis gerabah dengan berbagai ukuran, salah

satunya adalah panci yang mulai diproduksi tahun 1990-an. Panci dengan

berbagai ukuran tersebut umumnya digunakan masyarakat atau para pedagang di

pasar tradisional untuk tempat masakan yang berkuah.

26 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.

52

Gambar. 13Anglo mini untuk membatik buatan pengrajin Desa Melikan.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).

Tungku tradisional adalah tungku yang umumnya menggunakan bahan

bakar kayu atau arang kayu. Salah satu contoh tungku tradisional adalah anglo.

Anglo umumnya banyak digunakan oleh masyarakat desa atau pedagang-

pedagang makanan tradisional. Seiring dengan perkembangan jaman, para

pengrajin mengembangkan bentuk anglo yang beraneka macam salah satunya

adalah anglo mini. Anglo mini atau anglo kecil ini umumnya dipesan oleh

pengrajin batik tradisional sebagai tempat mencairkan malam untuk membatik.27

27 Wawancara dengan Harjono tanggal 9 September 2015.

53

Tabel. 1

Daftar Harga Gerabah Tahun 1980-1995

JenisGerabah

Harga (Rupiah) Tahun

1980an

1990 1991 1992 1993 1994 1995

Kendi - 100 125 150 175 200 250

Kwali - 75 100 125 150 175 200

Anglo - 50 75 100 125 150 175

Celengan - 25 25 50 50 100 100

Wajan - 25 50 50 100 100 150Sumber: Wawancara dengan beberapa pengrajin gerabah di Desa Melikan.

4. Pemasaran Gerabah

Pemasaran dalam industri kerajinan merupakan usaha yang telah lama

dilakukan untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan keuntungan. Bagi

pengrajin, pemasaran adalah seluruh proses penyaluran gerabah yang mereka

produksi ke masyarakat yang memakainya. Pemasaran mempunyai peran penting

karena memberikan kontribusi langsung terhadap kelangsungan sebuah usaha.

Oleh karena itu, persoalan pemasaran menjadi hal yang paling kritis di tingkat

pengrajin.

Pada mulanya, para pengrajin di Desa Melikan dalam memasarkan

gerabahnya hanya di sekitar desa dan mengandalkan pasar-pasar tradisional. Di

dalam perkembangannya, bentuk gerabah mulai bervariasi dan jumlah

produksinya yang cukup banyak membuat gerabah Melikan dikenal dan diminati

pasaran. Di samping itu, fungsi gerabah pada waktu itu sangat vital bagi

masyarakat sebagai peralatan rumah tangga. Kondisi ini tentu saja berdampak

54

pada daerah pemasarannya yang semakin luas, tidak hanya di sekitar desa tetapi

sudah sampai ke beberapa kota besar. Bahkan, tahun 1988, gerabah Desa Melikan

telah dilirik wisatawan asing seperti Australia, Belanda, dan Jepang.28 Australia

adalah negara pertama yang tertarik dengan gerabah khas Desa Melikan. Orang-

orang Australia biasanya langsung datang membeli ke Desa Melikan. Namun,

para pengrajin dalam menjual gerabah ke wisatawan asing kebanyakan bukan

sebagai tangan pertama, melainkan tangan kedua dan ketiga.29

Para pengrajin gerabah di Desa Melikan dalam memasarkan gerabah

dengan sistem pemesanan melalui pengepul dan tengkulak. Sebenarnya, penjualan

melalui pengepul dan tengkulak tersebut mulai dikenal para pengrajin gerabah di

Desa Melikan sekitar tahun 1970-an.30 Para pengrajin biasanya mempunyai

langganan yang setiap beberapa minggu atau beberapa bulan sekali melakukan

pemesanan gerabah.

Pengepul adalah pengusaha yang memesan gerabah ke beberapa pengrajin

untuk dijual kembali melalui showroom pribadi. Pengepul biasanya melakukan

pemesanan setiap beberapa minggu atau beberapa bulan dalam jumlah tertentu.

Tengkulak adalah para pedagang yang datang membeli gerabah di rumah

pengrajin. Mereka biasanya membawa kendaraan bermotor yang dilengkapi

beronjong di belakangnya untuk tempat memuat gerabah.31 Ada pula tengkulak

28 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015. Ia sudahmenjual gerabahnya sampai ke Belanda, Jepang, dan Australia. Selain itu, BapakSuranto juga menuturkan bahwa ia menjual gerabahnya ke Australia.

29 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015, dan Wawancaradengan Sumilih tanggal 7 September 2015.

30 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.31 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.

55

yang datang membeli langsung di pengepul, biasanya berasal dari Klaten dan

Yogyakarta.32

Gambar. 14Motor yang dilengkapi beronjong milik Eni, tengkulak dari Klaten.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015).

Pada tahun 1980-an, para pengrajin melakukan pengiriman gerabah ke luar

kota menggunakan transportasi kereta barang. Stasiun Srowot merupakan tempat

pemberangkatan para pengrajin dalam mengirimkan gerabah sampai ke tempat

tujuan. Mereka menggunakan kereta barang tersebut biasanya mengirim gerabah

ke Solo, Yogyakarta, dan Jakarta.33 Penggunaan kereta barang tersebut dirasa

memudahkan para pengrajin dalam proses pengiriman gerabah. Mengingat, pada

waktu itu mereka belum ada transportasi yang mampu menjangkau ke luar kota.34

32 Wawancara dengan Eni tanggal 7 September 2015. Ia menjadi tengkulaksejak tahun 1990-an dan berasal dari Klaten. Biasanya melakukan pembeliangerabah sebulan 3-4 kali.

33 Wawancara dengan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.34 Wawancara dengan Tukijo tanggal 1 Juli 2015.

56

Namun, seringkali beberapa gerabah mengalami keretakan karena perjalanan jauh

yang memakan waktu berminggu-minggu.35 Selain penggunaan kereta barang, ada

beberapa pengrajin yang masih menggunakan sepeda berkeliling di sekitar desa

untuk menjual gerabahnya.36

Pada awal tahun 1990-an, para pengrajin kemudian beralih menggunakan

truk barang atau colt L 300. Mereka menggunakan truk barang tersebut sebagai

transportasi pemasaran ke Solo, Yogyakarta, Magelang, Temanggung, Semarang,

Surabaya, Jakarta, Madiun, dan Bali.37 Penggunaan truk barang dinilai lebih

efisien dalam hal waktu pengiriman dan keawetan gerabah. Disamping itu,

beberapa pengrajin juga sudah memiliki kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor

tersebut menjadi salah satu transportasi untuk mengantarkan pesanan gerabah ke

pelanggan mereka.38

B. Perkembangan Industri Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Tahun

1996-2006.

Perkembangan sebuah industri kerajinan sangatlah dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor tersebut bisa muncul, baik dari dalam maupun dari luar

lingkungan industri. Faktor dari dalam berasal dari para pelaku usaha dan

masyarakatnya, sedangkan dari luar berasal dari pemerintah setempat atau pihak-

pihak lain. Begitu pula dengan industri kerajinan gerabah di Desa Melikan yang

35 Wawancara dengan Wagimin tanggal 1 Juli 2015.36 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.37 Wawancara dengan Sudarmi dan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.38 Wawancara dengan Yidan Diharjo tanggal 7 September 2015. Ia

merupakan seorang pengepul sejak tahun 1990 an, biasanya menggunakan sepedamotor dengan bronjong bermuatan gerabah sampai Semarang dan sekitarnya.

57

selalu menunjukkan perkembangannya. Para pengrajin beserta masyarakat

setempat mampu bekerjasama dengan pihak-pihak lain guna menunjang

kelangsungan industri kerajinan gerabah di daerah tersebut.

Pemerintah daerah Klaten dalam memperhatikan industri kecil, khususnya

industri kerajinan rakyat telah membantu para pengrajin dalam mengembangkan

kreativitasnya. Peran pemerintah daerah melalui program-programnya telah

dilakukan, yaitu mengadakan pameran-pameran hasil kerajinan daerah,

mempublikasikan potensi yang dimiliki Desa Melikan pada masyarakat luas dan

bersosialisasi bersama para pengrajin terkait industri kerajinan gerabah di Desa

Melikan.39 Selain itu, pemerintah daerah juga menyediakan perkreditan melalui

beberapa bank yang ada di tingkat kecamatan untuk mengatasi masalah

permodalan. Para pengrajin umumnya memiliki modal yang terbatas dan kurang

mampu jika mau membuka usaha. Modal usaha yang dibutuhkan para pengrajin,

jumlahnya berbeda-beda sesuai besar kecilnya usaha yang mereka jalankan. Para

pengrajin yang meminjam modal harus disertai dengan anjungan.40

Pada tahun 1997, Chitaru Kawasaki datang ke Desa Melikan untuk

meneliti teknik perbot miring. Ia adalah seorang profesor dari Kyoto Seika

University, Jepang. Chitaru Kawasaki turut berperan dalam melestarikan budaya

putar miring melalui pembangunan laboratorium, atas bantuan kedutaan Jepang di

Jakarta. Laboratorium tersebut bernama Gedung Pusat Keramik Putaran Miring

39 Wawancara dengan Suranto tanggal 26 Februari 2015.40 Wawancara dengan Sariyono tanggal 4 Maret 2015. Ia mengungkapkan,

meminjam modal sebesar Rp. 5.000.000,- untuk mengelola industri kerajinangerabah miliknya.

58

dan diresmikan pada tanggal 14 April 2005.41 Di samping itu, Chitaru Kawasaki

juga melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada para pengrajin, khususnya

pengrajin muda. Ia juga mengenalkan hasil karyanya yang ia pelajari bersama

para pengrajin, dengan cara mengikuti pameran-pameran.42

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan selalu menunjukkan

peningkatan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Para pengrajin selalu

berusaha mempertahankan dan memperbaiki kualitas gerabah, baik mengenai

bentuk, presisi ukuran, warna, dan bahkan kekuatan gerabahnya. Mereka juga

mengendalikan kualitas produksi, dari proses awal sampai proses akhir agar

kualitas produksi tetap terjamin. Hal tersebut dilakukan agar gerabah khas

Melikan tetap menarik minat masyarakat, baik lokal maupun asing.

1. Pengrajin Gerabah

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan berkembang beriringan dengan

jumlah pengrajinnya yang juga meningkat. Berdasarkan penuturan masyarakat

setempat, jumlah pengrajin yang ada di Desa Melikan dipastikan setiap tahun

bertambah. Hanya saja, data mengenai jumlah pengrajin tahun 1990-an terbatas.

Berdasarkan daftar sentra industri kecil dan menengah Dinas Perindagkop

dan UMKM Klaten, pada tahun 2000 jumlah pengrajin gerabah di Desa Melikan

berjumlah 178 orang, tahun 2001 berjumlah 184 orang, tahun 2002 berjumlah 196

orang, tahun 2003 berjumlah 204 orang, tahun 2004 berjumlah 211 orang, tahun

41 Wawancara dengan Harno tanggal 9 September 2015.42 Wawancara dengan Sumilih tanggal 9 September 2015.

59

2005 dan 2006 masing-masing berjumlah 218 orang dan 224 orang.43 Data

tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah pengrajin sebesar dua

sampai enam persen, yaitu sekitar enam sampai dua belas orang.

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan terjalin hubungan saling

ketergantungan antara pengrajin dengan buruh pengrajin, yaitu orang-orang yang

bekerja pada pemilik industri kerajinan gerabah. Penggunaan buruh biasanya

dilakukan oleh pengrajin yang sukses mengelola usahanya atau biasa yang disebut

sebagai pengusaha. Mereka umumnya menyewa buruh yang masih muda dan

produktif. Namun, industri kerajinan gerabah yang dikelola sendiri bersama

anggota keluarga biasanya istri dan anak-anaknya ikut membantu dalam proses

produksi. Sedangkan pengrajin yang mempunyai usaha sudah besar, pada

umumnya anggota keluarga hanya ikut membantu dalam hal pemasaran dan

proses produksi tetap dikerjakan oleh buruh pengrajin.

Para pengrajin kebanyakan mempekerjakan orang-orang dari Desa

Melikan sendiri dan sebagian lainnya dari desa sekitar. Sebagian besar buruh yang

bekerja masih muda, terutama mereka yang mampu membuat desain dengan

tingkat kerumitan agak tinggi. Penggunaan buruh yang berasal dari luar desa

dibutuhkan pelatihan khusus sampai mempunyai keterampilan membuat gerabah.

Pelatihan tersebut dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman dan belum

terampil dalam membuat gerabah. Sistem upah yang berlaku pada industri

kerajinan gerabah di Desa Melikan adalah upah harian dan upah borongan. Akan

tetapi, mereka lebih memilih bekerja dengan sistem upah harian. Upah harian

43 Daftar Sentra Industri Kecil dan Menengah Kabupaten Klaten Tahun2000-2006.

60

tersebut berkisar antara Rp. 17.000-30.000,- per hari sesuai dengan keterampilan

dan pengalaman yang dimiliki masing-masing. Buruh pengrajin yang bertugas

pada tahap finishing biasanya dibayar Rp. 17.000-20.000,-44 Sedangkan, buruh

pengrajin yang bertugas membakar dan pengepakan gerabah yang akan

dipasarkan dibayar Rp. 30.000,-.45

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan bagi sebagian besar

masyarakatnya sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial, ekonomi dan budaya

setempat. Pengrajin bersama masyarakat desa merupakan pelaku utama dalam

meneruskan usaha turun-temurun agar tetap terjaga, sekaligus

mengembangkannya. Oleh karena itu, upaya masyarakat Desa Melikan bersama

perangkat desa melakukan penyuluhan guna regenerasi pengrajin. Namun

demikian, pendapatan dari kerajinan gerabah yang tidak terlalu besar membuat

pekerjaan membuat gerabah bagi generasi muda menjadi pilihan terakhir.

Sebagian besar pemuda lebih memilih untuk merantau. Sementara itu, perempuan

ada sedikitnya yang memilih menjadi pengrajin karena meneruskan usaha orang

tuanya.46

2. Jenis Produksi

Di Desa Melikan terjadi kecenderungan perkembangan gerabah tradisional

menjadi kerajinan keramik. Perkembangan produksi kerajinan gerabah sangat

beragam, baik jenisnya, ukurannya, bentuk dan warnanya. Jenis gerabah yang

dihasilkan pun tidak lagi bersifat fungsional saja, melainkan sudah masuk sebagai

44 Wawancara dengan Jumiati, Pujiati, dan Iswanti tanggal 1 Juli 2015.45 Wawancara dengan Suwardi tanggal 1 Juli 2015.46 Wawancara dengan Ana tanggal 29 September 2016.

61

kebutuhan dekoratif. Perkembangan tersebut umumnya disertai dengan bentuk

usaha dari industri rumah tangga menjadi industri kecil. Meskipun perkembangan

gerabah di Desa Melikan sudah memasuki produk kerajinan keramik dan produk

gerabahnya yang inovatif, bukan berarti tidak ada pengrajin gerabah tradisional.

Mereka masih setia dengan peralatan sederhana untuk membuat berbagai jenis

gerabah tradisional.

Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan terbagi menjadi kerajinan

gerabah tradisional dan kerajinan keramik. Pengrajin yang sudah lama menekuni

gerabah, terutama para pengrajin yang sudah tua masih tetap membuat gerabah

tradisional, seperti kendhi, celengan, anglo, jembangan dan wajan. Pengrajin yang

memproduksi kerajinan keramik sebagai barang hias, baik untuk hiasan di dalam

ruangan atau pun hiasan di luar ruangan umumnya pengrajin muda. Mereka

membuat kerajinan keramik dengan jenis produksi yang bermacam-macam

dengan motif yang sudah berkembang di antaranya berbagai macam souvenir

gerabah, vas bunga, pot, jembangan air, dan guci.47

47 Wawancara dengan Wagimin tanggal 3 Juli 2015.

62

Gambar. 15Berbagai macam souvenir gerabah dan vas bunga buatan pengrajin Desa Melikan

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Gambar. 16Desain jembangan air buatan pengrajin Desa Melikan yang diproduksi mulai

tahun 2000.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Kerajinan keramik buatan Desa Melikan sebagai barang hias sangat

menarik karena memiliki karya seni tinggi. Para pengrajin yang masih muda dan

kreatif mampu membuat kerajinan keramik yang beraneka ragam jenis dan

63

bentuknya. Kerajinan gerabah tradisional sendiri juga tidak tergeser dengan

kerajinan keramik yang mampu bersaing karena keunggulan-keunggulannya.

Namun demikian, para pengrajin, baik muda maupun tua mampu bekerjasama

dengan saling menguntungkan. Kerjasama ini khususnya pada segi pengerjaannya

sedangkan usaha pemasarannya masing-masing memiliki jalur tersendiri. Gerabah

tradisional tetap dikerjakan sebagai usaha rumah tangga, sedangkan gerabah hias

sudah dikerjakan dalam bentuk industri kecil.

64

Tabel. 2

Daftar Harga Gerabah Tahun 1996-2006

JenisGerabah

Harga (Rupiah)/Tahun

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Kendi Kecil 300 400 500 600 650 800 950 1150 1400 1700 2100

Kendi Sedang 350 450 550 650 800 1000 1300 1600 2000 2500 3100

Kendi Besar 450 500 600 900 1300 1800 2500 3100 3400 3850 4000

Kendi Gepeng 500 700 1000 1400 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450

Kendi Jamu air 800 1000 1300 1600 2000 2500 3100 4000 5000 6000 7500

Anglo Kecil 300 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2700

Anglo Sedang 400 600 700 850 1000 1300 1600 2000 2500 3100 3850

Anglo Besar 600 800 1250 1500 1600 1800 2300 2850 3350 4400 4850

Anglo Kotak 400 500 650 800 1.000 1200 1450 1800 2200 2750 3400

Celengan 150 150 200 200 250 300 350 400 450 550 650

CelenganWaloh

200 250 300 400 450 500 550 600 750 800 850

Kendil 400 450 550 650 800 950 1150 1400 1700 2100 2600

Panci Kecil 400 450 550 650 800 950 1150 1400 1700 2100 2600

64

43

65

JenisGerabah

Harga (Rupiah)/Tahun

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Panci Sedang 500 650 800 1000 1250 1550 1900 2350 2900 3600 4550

Panci Besar 650 800 1200 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450 6800

Kwali Kecil 50 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650

Kwali Sedang 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800

Kwali Besar 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800 950

Wajan Kecil 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750 3400

Wajan Sedang 550 650 800 1000 1500 1800 2300 2800 3500 4400 5450

Wajan Besar 800 1000 1300 1500 2000 2500 3100 3850 4800 6000 7450

Piring 200 250 300 350 400 450 550 650 800 950 1150

Piring Bulat 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 4800

Piring Kotak 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750 3400

Piring DaunPepaya

800 1000 1200 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450 6800

Piring DaunPisang

500 600 700 850 1100 1300 1500 2000 2300 2800 3400

Piring Pincuk - - - - 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750

Set Poci 800 950 1150 1400 1700 2100 2600 3200 4000 5000 6000

Set Cobek - - - 2600 3200 4000 5000 6300 7800 9800 12200

43

65

43

66

Sumber: Wawancara beberapa pengrajin gerabah di Desa Melikan.

VJenisGerabah

Harga (Rupiah)/Tahun

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

MangkokTutup

200 250 350 400 500 650 800 1000 1200 1450 1800

Mangkok 200 250 300 350 400 500 00 750 900 1200 1500

Mangkok Oval 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 5950

MangkokDaun

400 500 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3850

GentongDawet

600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 5950

Pot 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800

Pot Bambu 400 500 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3850

Jembangan - - - - 2500 3950 4900 6000 8000 10000 12500

Vas Bunga 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800

Poci 400 500 600 700 850 1050 1300 1600 1950 2400 3000

Anglo Srabi 300 350 400 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800

66

43

67

Di samping bervariasi produknya, setiap pengrajin dalam menentukan harga

gerabahnya berbeda-beda. Variasi harga gerabah tergantung kepada tingkat

kualitas dalam produksi dan kualitas bahan baku yang digunakan. Selain itu,

pengrajin dalam menaikkan harganya pun juga berbeda. Ada pengrajin yang

menaikkan harga setiap enam bulan sekali, ada pula pengrajin yang menaikkan

harga mengikuti kenaikan BBM. Meskipun demikian, harga produksi kerajinan

gerabah di Desa Melikan mampu bersaing.48

3. Pemasaran Gerabah

Desa Melikan dikenal sebagai salah satu daerah sentra gerabah di

Kecamatan Wedi. Permintaan masyarakat terhadap gerabah buatan Desa Melikan

yang cukup besar berdampak pada wilayah pemasaran yang semakin luas. Di

samping itu, minat wisatawan asing terhadap gerabah pun juga tetap ada, baik

yang langsung datang membeli maupun pengiriman melalui tangan kedua atau

ketiga.

Para pengrajin melakukan sistem pemasaran yang pada umumnya masih

sama, yaitu melalui pengepul, tengkulak, dan diantar ke pasar-pasar. Selain itu,

mereka juga menjual gerabahnya ke showroom pengrajin dan showroom luar kota.

Pemilik showroom gerabah meminta pengrajin untuk membuat gerabah dengan

jumlah tertentu. Setelah itu, pengrajin mulai menyetorkan pemesanan gerabah

langsung ke showroom pengrajin atau luar kota. Para pengrajin juga ada yang

menjual sisa hasil kerajinan yang kurang laku ke showroom yang ada di sepanjang

jalan Desa Melikan. Para pengrajin juga melakukan sistem pemesanan, baik oleh

48 Wawancara dengan Sumilih tanggal 9 September 2015.

68

brooker maupun eksportir. Namun, sebenarnya pemesanan gerabah yang

menguntungkan, baik pemesanan dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar

tetap bisa.49

Tempat pemasaran untuk gerabah tradisional seperti alat-alat rumah tangga

biasanya adalah di daerah Klaten, Jogja, Solo, dan Semarang, sedangkan kerajinan

gerabah sebagai barang hias dipasarkan di toko-toko besar di luar kota dan

sebagian lainnya dipasarka ke luar negeri, seperti Australia, Belanda, dan Kanada.

Salah satu industri kerajinan gerabah yang cukup berhasil dan terkenal adalah

industri milik Triyanto. Ia pernah menjual gerabah mencapai tiga kontainer ke

luar negeri.50

C. Proses Pembuatan Gerabah di Desa Melikan

Desa Melikan memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan subur. Lahan

pertanian di daerah ini memiliki karakteristik tanah liat yang bagus untuk

membuat gerabah. Tanah liat merupakan salah satu bahan baku yang digunakan

para pengrajin dalam pembuatan gerabah. Oleh karena itu, awal proses membuat

gerabah yaitu menyediakan tanah liat yang siap pakai (lempung).

Para pengrajin memanfaatkan lahan pertanian sebagai sumber bahan baku

pembuatan gerabah. Mereka biasanya menyebut tempat tersebut dengan tanah kas

desa. Pemanfaatan tanah kas desa sebagai sumber bahan baku memunculkan

dilema bagi para pengrajin. Sebagian besar pengrajin dalam mengambil tanah liat

secara tidak langsung akan berdampak pada kelestarian lingkungan alam sekitar

49 Wawancara dengan Harjono dan Mantarejo tanggal 26 Februari 2015.50 Wawancara dengan Harno tanggal 9 September 2015.

69

desa. Sementara itu, potensi yang dimiliki Desa Melikan adalah pada industri

kerajinan gerabahnya yang sumber bahan bakunya berasal dari lingkungan alam

di sekitar desa. Oleh karena itu, upaya pemerintah daerah Klaten melalui

Disperindagkop selalu melakukan penyuluhan guna mencari jalan keluar terkait

permasalahan yang muncul. Pemerintah daerah Klaten dan masyarakat pengrajin

tentunya selalu bekerjasama guna industri kerajinan gerabah di Desa Melikan

tetap bertahan dan berkembang.

Para pengrajin mengambil tanah dari tanah kas desa sebenarnya tidak ada

sistem pembelian. Namun, mereka harus membayar orang-orang yang

dipekerjakan untuk mengambil tanah, umumnya dari kaum laki-laki. Mereka

memikul dengan menggunakan sebuah keranjang yang kemudian dimasukkan ke

dalam gerobak. Para pengrajin biasanya membayar buruh pengrajin sebesar Rp.

15.000 untuk satu gerobak tanah hitam dan Rp. 20.000 untuk satu gerobak tanah

merah. Sedangkan pembelian tanah merah di luar desa biasanya pengrajin

membeli sebesar Rp. 150.000 untuk satu colt.

Gambar. 17Tempat mengambil bahan baku pembuatan gerabah dan tampak dua orang yang

sedang mengambil tanah liat.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

70

Proses pembuatan gerabah di Desa Melikan dari awal keberadaan tidak

terlalu mengalami perubahan yang mendasar. Para pengrajin dalam memproduksi

gerabah selalu melalui tiga tahap, yaitu tanah liat dibentuk sesuai dengan

keinginan, kemudian dikeringkan dan masuk pada proses pembakaran agar

gerabah tersebut kuat. Untuk lebih jelasnya, berikut tahap-tahap proses pembuatan

gerabah:51

1. Pengolahan Tanah sebagai Bahan Dasar

Pada mulanya, tanah yang akan dibuat menjadi gerabah harus digemblong

atau diuli agar menjadi plastis dan pulen. Tujuan digemblong ini untuk

menghilangkan kantong udara di dalam struktur tanah liat. Pengrajin gerabah

Melikan mencampurkan tanah dengan pasir dan air. Mereka mengambil pasir dari

sungai yang ada di Desa tersebut, yaitu Sungai Ujung. Selanjutnya, tanah, pasir,

dan air yang sudah tercampur merata kemudian pengrajin menginjak-injak tanah

sampai menjadi plastis. Proses gemblong biasanya dilakukan kaum laki-laki

dalam jumlah banyak.

Pemerintah mulai memperhatikan kesulitan para pengrajin gerabah di Desa

Melikan dalam proses pengolahan tanah. Pemerintah menyediakan mesin

penggiling tanah yang biasa disebut molen. Molen tersebut membantu pengrajin

dalam proses memecah, mencampur, dan meratakan besaran struktur tanah. Selain

itu, mereka juga dapat nguli tanah dalam jumlah besar. Molen ini menjadi alat

produksi bersama.

51 Wawancara dengan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.

71

Gambar. 18Proses menggiling tanah liat dengan molen.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

Tanah yang sudah menjadi plastis tersebut kemudian disimpan agar

keelastisannya terjaga. Para pengrajin biasanya menyimpan di sudut-sudut ruang

bengkel yang jauh dari sinar matahari. Selain itu, mereka juga menyiramkan

sedikit air secara merata setiap hari dan menutupinya dengan kantong plastik. Hal

tersebut dilakukan agar kondisi tanah tetap baik dan siap pakai untuk pembuatan

gerabah berikutnya.

Kebutuhan bahan baku yang diperlukan para pengrajin setiap bulannya

tidak dapat ditentukan, karena mareka dalam mengolah bahan baku sangat

tergantung dengan banyak sedikitnya pesanan. Apabila mereka mendapatkan

pesanan dalam jumlah banyak, maka kebutuhan bahan baku juga banyak,

sebaliknya apabila pesanan sedikit, kebutuhan bahan baku juga sedikit. Meskipun

demikian, pengrajin biasanya menghabiskan bahan baku dalam waktu 3 bulan.52

52 Wawancara dengan Budi tanggal 9 September 2015.

72

Gambar. 19Bahan baku tanah liat yang ditutup menggunakan kantong plastik agar tetap

lembab.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)

2. Pembentukkan Gerabah

Pada proses pembentukan awal, pengrajin memijit, menekan atau meninju

tanah liat berupa adonan yang berbentuk bulatan sampai bentuk dasar tercipta.

Setelah itu, pengrajin menaruh tanah liat di tengah perbot berdasarkan ukuran

gerabah yang akan dibuat. Tahap berikutnya, pengrajin mulai membuat gerabah

dengan keterampilannya memutar perbot. Selama proses pembentukan gerabah

tersebut, pengrajin selalu menggunakan air untuk melicinkan gerabah saat diputar.

73

Gambar. 20Pengrajin sedang membuat cangkir

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).

Proses pembentukan gerabah dengan menggunakan perbot miring dan

perbot tegak tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada jenis dan ukuran

gerabahnya. Namun, perbot tegak mempunyai kelebihan dalam hal menghasilkan

gerabah berukuran besar dan bervariasi. Jenis gerabah berupa pot teratai besar

merupakan salah satu contoh pembuatan dengan perbot tegak.53

3. Finishing

Finishing adalah tahap akhir dalam pembuatan gerabah. Tujuan finishing

yang dilakukan pengrajin untuk menyempurnakan bentuk gerabah. Penambahan

material dan pengurangan bagian gerabah yang kurang sempurna merupakan

bagian dari finishing. Beberapa alat yang digunakan pengrajin dalam finishing

adalah upam dan oker, serta daun munggur.

53 Wawancara dengan Warsidi tanggal 4 Maret 2015.

74

a. Upam dan Oker

Pengrajin melakukan penghalusan pada gerabah yang sudah dikeringkan.

Mereka biasanya menghaluskan gerabah dengan bekas kaleng cat dan bekas infus

yang sudah dipotong dan dibentuk segi empat. Alat tersebut kemudian digosokkan

pada bagian gerabah yang kurang sempurna. Proses ini dikenal dengan teknik

upam.

Gambar. 21Buruh pengrajin sedang menghaluskan cangkir atau teknik upam.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015).

Gerabah yang sudah halus kemudian dipoles dengan oker. Pemolesannya

ke seluruh bagian gerabah. Pemolesan oker tersebut akan berhubungan dengan

pengasapan daun munggur dalam proses pembakaran. Setelah oker pada gerabah

kering kemudian dihaluskan dengan digosok menggunakan sejenis serat nylon

atau kain kelambu. Proses penggosokkan tersebut dikenal sebagai nglambu.

75

Tahap berikutnya, pengrajin mulai menggosok lagi menggunakan logam sampai

mengkilat.

b. Daun Munggur

Pengrajin menggunakan daun munggur ketika masuk proses pembakaran.

Mereka mulai meletakkan daun munggur di mulut api ketika kayu bakar habis

menjadi bara. Efek panas bara tersebut menyebabkan daun munggur

mengeluarkan asap. Proses pengasapan ini berlangsung antara tiga sampai lima

jam. Pengasapan daun munggur tersebut memberikan efek warna coklat

mengkilat.

Gambar. 22Daun munggur.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015).

Daun munggur tersebut bisa didapatkan di sekitar Desa Melikan atau

dengan membelinya ke pedagang keliling. Pengrajin biasanya membeli dengan

76

harga Rp. 7.000 untuk satu kering kecil, dan Rp. 15.000 untuk satu karung

besar.54

4. Pengeringan Gerabah

Para pengrajin gerabah dalam mengeringkan gerabahnya mengenal dua

cara, yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan secara

langsung adalah dengan cara menjemur calon gerabah di bawah terik panas sinar

matahari. Para pengrajin biasanya menjemur gerabah di tempat terbuka seperti di

halaman rumah dan pinggir jalan. Pengeringan secara tidak langsung adalah

dengan hanya mengangin-anginkan calon gerabah di sudut-sudut rumah. Cara ini

biasanya dilakukan ketika memasuki musim hujan. Proses pengeringan tersebut

bertujuan untuk menghasilkan calon gerabah dalam kondisi kuat dan siap bakar.

Para pengrajin gerabah di Desa Melikan selalu melakukan pengeringan

secara langsung. Mereka menilai menjemur calon gerabah di bawah sinar

matahari lebih cepat kering. Para pengrajin biasanya membutuhkan waktu tiga

hari untuk penjemuran gerabah berukuran kecil. Gerabah berukuran besar

tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu antara lima sampai enam

hari.55

54 Wawancara dengan Juwari tanggal 6 September 2015.55 Wawancara dengan Sariyono tanggal 16 Juni 2015.

77

Gambar. 23Pengrajin sedang menjemur calon gerabah di bawah terik sinar matahari.

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015)

Para pengrajin dalam mengeringkan calon gerabah juga tidak selalu

memanfaatkan sinar matahari, terutama pada musim hujan. Mereka

memanfaatkan sudut-sudut rumah sebagai tempat penjemuran calon gerabah.

Proses pengeringan ini tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu lebih

dari satu minggu.56

5. Pembakaran Gerabah

Gerabah yang sudah kering dan selesai di finishing, maka gerabah mulai

masuk proses pembakaran. Para pengrajin menggunakan beberapa macam model

tungku bakar, yaitu tungku tradisional dan tungku kotak. Namun, sebagian besar

pengrajin menggunakan tungku tradisional. Tungku tradisional ini berbentuk

silindris seperti sumur dengan diameter sekitar 2 meter. Bahan bakar yang

56 Wawancara dengan Rubinem tanggal 11 Agustus 2015.

78

digunakan adalah daun-daun kering (uwoh), jerami, dan kayu yang dapat

diperoleh di sekitar desa.57

Gerabah yang akan dibakar, diletakkan ke dalam tungku bakar sampai

penuh dan tersusun rapi. Setelah tungku penuh kemudian bagian atasnya ditutup

menggunakan genting. Hal ini bertujuan agar api di dalam tungku bakar berputar

sempurna. Proses pembakaran menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar

utama. Suhu pembakarannya berkisar antara 8000 sampai 8500 celcius.58

Gambar. 24Proses membakar gerabah

Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 16 Juni 2015)

Pengrajin gerabah di Desa Melikan mengenal tiga proses secara berurutan,

yaitu ngintiri, nyugoni, dan ngitem. Ngintiri adalah proses pembakaran yang

dimulai dengan menyalakan api kecil. Proses ngintiri berlangsung selama delapan

57 Wawancara dengan Suharno tanggal 24 Februari 2015.58 Wawancara dengan Harno tanggal 16 Juni 2015.

79

jam dan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada masing-masing gerabah.59

Setelah proses ngintiri selesai, kemudian dilanjutkan dengan nyugoni. Pengrajin

mulai menambah kayu berukuran kecil secara bertahap agar api nyalanya merata.

Proses ini biasanya berlangsung selama tiga jam. Apabila gerabah yang ada di

dalam tungku sudah berwarna merah menyala dan kayu menjadi bara, maka

proses pembakaran selesai. Selanjutnya, pengrajin mulai melakukan proses

pengasapan atau ngitemi. Pengasapan dilakukan dengan cara memasukkan daun

munggur ke mulut api dan berlangsung sekitar tiga jam.60

Demikianlah pembahasan tentang perkembangan industri kerajinan

gerabah di Desa Melikan, yang diwariskan secara turun-temurun lewat pendidikan

non-formal di lingkungan keluarga, baik mengenai bentuk maupun teknik

pembuatannya.

59 Wawancara dengan Sugiman tanggal 7 September 2015.60 Wawancara dengan Ngadiman tanggal 6 September 2015.