BAB III PERANCANGAN SISTEM -...
Transcript of BAB III PERANCANGAN SISTEM -...
8
BAB III
PERANCANGAN SISTEM
3.1. Perangkat Keras Sistem
Perangkat Keras Sistem terdiri dari 5 modul, yaitu Modul Sumber, Modul
Mikrokontroler, Modul Pemanas, Modul Sensor Suhu, dan Modul Pilihan Menu.
3.1.1. Modul Sumber
Pada modul ini digunakan sebuah transformator untuk menurunkan tegangan dan
rangkaian jembatan dioda untuk mengubah tegangan AC menjadi DC yang nantinya
akan digunakan untuk memberikan tegangan sebesar 5 volt ke modul mikrokontroler,
modul sensor suhu, modul LCD, dan modul pilihan menu. Diperlukan juga tegangan
sebesar 15 volt untuk TLP250 yang akan digunakan sebagai driver IGBT.
Tegangan diturunkan dari 220 volt AC menjadi 15 volt DC dan 5 volt DC.
Komponen yang digunakan adalah LM 7815 dan LM 7805.
Gambar 3.1. Modul Sumber
3.1.2. Modul Mikrokontroler
Modul ini menggunakan IC Atmega 8535 yang akan digunakan sebagai modul
kontrol dan pembangkit PWM. Modul kontrol akan menerima data dari sensor suhu dan
tombol pilihan menu, kemudian mengirimkan data untuk ditampilkan di LCD.
Modul mikrokontroler ini juga merupakan pembangkit PWM yang akan digunakan
untuk driver IGBT. Pin PD5 sebagai keluaran PWM terhubung dengan masukan dari
optocoupler.
9
Gambar 3.2. Modul Mikrokontroler
3.1.3. Modul Pemanas
Modul ini pada gambar 3.3 merupakan modul utama rangkaian kompor induksi.
Modul ini terbagi menjadi beberapa bagian:
10
Gambar 3.3. Modul Pemanas
1. Sumber
Sumber AC PLN sebesar 220 volt AC akan dilewatkan jembatan dioda
sehingga akan menjadi tegangan DC.
VDC = Vs 𝑥 √2 …..................................................................................... (3.1)
Dimana: VDC = Tegangan DC (volt)
Vs = Tegangan sumber AC (volt)
VDC = 220 volt 𝑥 √2
= 311,127 volt DC
2. Filter
Tegangan DC tersebut akan diteruskan ke rangkaian filter LPF untuk
menghambat frekuensi tinggi agar tidak mengganggu sistem serta
mengurangi ripple dengan menggunakan rumus:
f =1
2𝜋√(𝐿𝐶) ………………………….………………………. (3.2)
Dimana: f = Frekuensi cut-off (Hz)
L = Induktaksi (H)
C = Kapasitansi (F)
f =1
2𝜋√(𝐿𝐶)=
1
2𝜋√(0,3. 10−3 𝐻 𝑥 9,9. 10−6 𝐹)= 2,9 kHz
11
3. Kumparan
Kumparan yang digunakan adalah kumparan dengan jenis flat spiral coil
yang dapat dilihat pada gambar 3.4. Kumparan ini akan menghasilkan medan
magnet di sekitar logam penghantar. Kumparan ini memiliki induktansi
sebesar 98 uH, sedangkan kapasitor yang digunakan sebesar 0.3 uF.
Frekuensi resonan:
f =1
2𝜋√(𝐿𝐶)=
1
2𝜋√(98. 10−6 𝑥 0,3. 10−6)= 29,367 kHz
Pada saat terjadi resonansi maka harga impedansi rangkaian mencapai nilai
minimum, saat impedansi minimum inilah arus yang mengalir mencapai
maksimum.
Gambar 3.4. Flat Spiral Coil
4. IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor)
Pada bagian ini, digunakan IGBT dengan jenis FGL40N120AND. IGBT ini
akan memutus dan mengalirkan tegangan pada kumparan dan kapasitor pada
rangkaian coil. Dengan memutus dan mengalirkan tegangan, maka akan
terjadi arus bolak-balik yang akan membangkitkan medan magnet.
Penggunaan IGBT dikarenakan IGBT dapat dialiri tegangan tinggi dan arus
yang besar, selain itu IGBT juga memiliki rugi penyaklaran yang lebih
rendah dari MOSFET.
12
5. Driver IGBT
Pin gate dari IGBT membutuhkan tegangan sekitar 15 volt agar dapat
saturasi, sedangkan keluaran sinyal PWM dari mikrokontroler hanya sebesar
5 volt. Untuk dapat mencapai tegangan buka minimum IGBT maka
diperlukan driver yang dapat menaikkan tegangan dari PWM tersebut
menjadi 15 volt. Komponen yang digunakan sebagai driver IGBT adalah
photocoupler TLP250.
Gambar 3.5. Skematik TLP 250
Anoda dari TLP250 ini akan mendapat input berupa sinyal PWM dari Modul
Mikrokontroler. Pin VCC akan diberi tegangan 15 V sehingga akan
menghasilkan output PWM dengan tegangan 15 V yang akan dihubungkan
ke kaki Gate IGBT.
3.1.4. Modul Sensor Suhu
Sensor yang digunakan untuk Modul Sensor Suhu ini adalah Thermocouple type-K.
Pemilihan thermocouple sebagai sensor suhu disini karena thermocouple mempunyai
jangkauan suhu dari -200C
sampai 1023
0C. Thermocouple ini memiliki keluaran berupa
tegangan yang sangat kecil dengan satuan milivolt. Bentuk dari thermocouple yang
digunakan dapat dilihat pada gambar 3.6.
13
Gambar 3.6. Thermocouple type-K
Keluaran thermocouple ini akan terhubung dengan IC MAX6675. Output
MAX6675 dibentuk dari kompensasi cold-junction yang didigitalisasi dari sinyal
thermocouple. Data keluarannya memiliki resolusi 12-bit dan mendukung komunikasi
SPI mikrokontroler secara umum. Data dapat dibaca dengan mengkonversi hasil
pembacaan 12-bit data.
Gambar 3.7. Rangkaian MAX6675
14
Fungsi dari thermocouple adalah untuk mengetahui perbedaan temperature di
bagian ujung dari dua bagian metal yang berbeda dan disatukan. Thermocouple tipe hot
junction dapat mengukur mulai dari 0oC sampai +1023,75
oC.
MAX6675 memiliki bagian ujung cold end yang hanya dapat mengukur -20oC
sampai +85oC. Pada saat bagian cold end MAX6675 mengalami fluktuasi suhu maka
MAX6675 akan tetap dapat mengukur secara akurat perbedaan temperature pada bagian
yang lain. MAX6675 dapat melakukan koreksi atas perubahan pada temperature
ambient dengan kompensasi cold-junction. Device mengkonversi temperature ambient
yang terjadi ke bentuk tegangan menggunakan sensor temperature diode. Untuk dapat
melakukan pengukuran aktual, MAX6675 mengukur tegangan dari keluaran
thermocouple dan tegangan dari sensing diode.
Gambar 3.8. Skematik rangkaian Thermocouple, MAX6675,
dan koneksi ke Mikrokontroler
Untuk mendapatkan nilai suhu pada thermocouple tipe-K, perubahan tegangan
sebesar 41μV/oC dengan menggunakan pendekatan karakteristik dapat menggunakan
rumus dibawah ini:
VOUT = (41μV / oC) 5 (TR – TAMB) …………………………..……………….. (3.3)
Dengan: VOUT = Voutput thermocouple (μV)
TR = Termperature remote junction (oC)
TAMB = Temperature ambient (oC)
15
Hasil dari Modul Sensor Suhu ini akan ditampilkan ke LCD setelah diolah melalui
Modul Mikrokontroler.
3.1.5. Modul Pilihan Menu
Modul ini terdapat 3 pilihan menu memasak, yaitu SLOW, NORMAL, dan FAST.
Tombol pilihan menu akan menggunakan 3 switch push button. Perbedaan menu
memasak dibuat berdasarkan perbedaan frekuensi PWM yang dihasilkan mikrokontroler
untuk memutus-hubungkan Modul Pemanas melalui IGBT.
Gambar 3.9. Switch Push Button
Untuk menu SLOW, frekuensi PWM yang dihasilkan mikrokontroler sebesar 15
kHz. Sedangkan untuk menu NORMAL, mikrokontroler menghasilkan frekuensi PWM
sebesar 17.5 kHz. Pada menu FAST menggunakan frekuensi sebesar 20 kHz.
16
3.2. Perangkat Lunak Sistem
Perangkat lunak sistem akan dijalankan oleh mikrokontroler yang akan mengatur
sistem kompor induksi secara keseluruhan.
3.2.1. PWM
Pulsa PWM dapat dihasilkan dari pin OCR pada mikrokontroler. Perlu pengaturan
register timer pada mikrokontroler agar dapat dihasilkan pulsa dengan lebar sesuai
keinginan. Hal yang sangat penting adalah pengaturan frekuensi dan lebar pulsa on dan
pulsa off. Oleh karena itu perlu dihitung berapa konstanta-konstanta timer yang di atur
pada mikrokontroler.
Dua parameter utama yang diperlukan untuk mencari konstanta-konstanta timer
adalah nilai clock mikrokontroler dan nilai clock timer (ditentukan dari prescaler). Dari
kedua parameter itu dapat dirancang lebar pulsa high dan pulsa low dengan frekuensi
tertentu.
Clock eksternal yang digunakan adalah 11,059200 MHz. Pembangkitan PWM
menggunakan Timer1 karena timer ini dapat menampung data sebesar 16 bit. Mode
PWM yang dipilih adalah Phase Correct PWM top=ICR1 dengan prescaler 8 sehingga
nilai clock timer adalah 1382,4 kHz. Dengan demikian kenaikan counter pada timer
dapat dihitung dari periodenya yaitu 1/1382,4 kHz = 7,2338 𝑥 10-7
s atau sekitar 72,34
mikrosekon.
Pada mode SLOW, ditetapkan frekuensi PWM sebesar 15 kHz. Periode dari
frekuensi tersebut adalah 6,66 𝑥 10-5
s. Karena digunakan mode Phase Correct PWM
maka periodenya adalah dua kali kenaikan counter timer, sehingga nilai counter timer
adalah 3,33 𝑥 10-5
s.
Nilai top dari timer bergantung dari ICR1 dimana nilainya dihitung dari pembagian
total waktu yang diinginkan dengan periode timer yaitu 3,33 𝑥 10-5
s / 7,2338 𝑥 10-7
=
46,034. Nilai inilah yang perlu dimasukkan ke register ICR1. Karena register adalah tipe
data integer maka perlu dibulatkan menjadi 46. Dalam bilangan hexadesimal menjadi
0 𝑥 2E.
17
Pada mode NORMAL, ditetapkan frekuensi PWM sebesar 17,5 kHz. Periode dari
frekuensi tersebut adalah 5,71 𝑥 10-5
s. Karena digunakan mode Phase Correct PWM
maka periodenya adalah dua kali kenaikan counter timer, sehingga nilai counter timer
adalah 2,86 𝑥 10-5
s. Nilai top dari timer yaitu 2,86 𝑥 10-5
s / 7,2338 𝑥 10-7
= 40,089 =
40. Dalam bilangan hexadimal menjadi 0 𝑥 28.
Pada mode FAST, ditetapkan frekuensi PWM sebesar 20 kHz. Periode dari
frekuensi tersebut adalah 5 𝑥 10-5
s. Karena digunakan mode Phase Correct PWM maka
periodenya adalah dua kali kenaikan counter timer, sehingga nilai counter timer adalah
2,5 𝑥 10-5
s. Nilai top dari timer yaitu 2,5 𝑥 10-5
s / 7,2338 𝑥 10-7
= 34,56 = 35. Dalam
bilangan hexadesimal menjadi 0 𝑥 23.
Untuk mengatur duty cycle harus dicari nilai OCR. Nilai OCR dapat dihitung
dengan membagi lagi nilai periode dengan dua karena ditetapkan duty cycle sebesar
50% (setengahnya), maka didapat 1,67 𝑥 10-5
s. Sehingga 1,67 𝑥 10-5
s / 7,2338 𝑥 10-7
s
= 23,1 atau dalam hexadesimal 0 𝑥 17. Dengan cara tersebut, maka didapatkan nilai
OCR untuk mode SLOW yaitu 0 𝑥 17, mode NORMAL 0 𝑥 14, dan mode FAST 0 𝑥 11.
3.2.2. Pilihan Menu
Gambaran program pilihan menu akan dijelaskan oleh diagram alir pilihan menu
pada gambar 3.10.
18
Gambar 3.10. Diagram Alir Pilihan Menu
Start
PWM 20 KHz
Cek input
Menu
Cek menu
SlowPWM 15 KHz
Ambil data suhu
Tampilkan ke LCD
Cek tombol
Reset
PWM 17.5 KHz
Ambil data suhu
Tampilkan ke LCD
Cek tombol
Reset
Cek menu
Normal
Cek menu
Fast
YES
NO
YES
NO
YES
NO
PWM 20 KHz
Ambil data suhu
Tampilkan ke LCD
Cek tombol
Reset
YES
YES
NO
YES
NO
YES
NO
NO