BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

77
BAB III PENYELESAIAN KASUS Bab ini berisi mengenai penjelasan dari masalah yang akan diselesaikan, metode yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja praktek, pengumpulan dan pengolahan data, teknik analisis yang digunakan, serta hasil dan pembahasan mengenai hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kerja praktek. 3.1 Pendahuluan Bagian Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang masalah yang diangkat dalam penulisan laporan kerja praktek, perumusan masalah, hal-hal yang membatasi dalam penyusunan laporan kerja praktek, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan kerja praktek, serta sistematika penulisan laporan kerja praktek 3.1.1 Latar Belakang Persaingan dunia otomotif dari tahun ke tahun semakin tinggi karena kebutuhan sekunder konsumen akan alat transportasi semakin meningkat, bahkan bagi sebagian kalangan keberadaan kendaraan bermotor sekarang telah

description

Bab ini berisi mengenai penjelasan dari masalah yang akan diselesaikan, metode yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja praktek, pengumpulan dan pengolahan data, teknik analisis yang digunakan, serta hasil dan pembahasan mengenai hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kerja praktek.

Transcript of BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Page 1: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

BAB III

PENYELESAIAN KASUS

Bab ini berisi mengenai penjelasan dari masalah yang akan diselesaikan,

metode yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja praktek, pengumpulan dan

pengolahan data, teknik analisis yang digunakan, serta hasil dan pembahasan

mengenai hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kerja praktek.

3.1 Pendahuluan

Bagian Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang masalah yang

diangkat dalam penulisan laporan kerja praktek, perumusan masalah, hal-hal yang

membatasi dalam penyusunan laporan kerja praktek, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan laporan kerja praktek, serta sistematika penulisan laporan kerja praktek

3.1.1 Latar Belakang

Persaingan dunia otomotif dari tahun ke tahun semakin tinggi karena

kebutuhan sekunder konsumen akan alat transportasi semakin meningkat, bahkan

bagi sebagian kalangan keberadaan kendaraan bermotor sekarang telah menjadi

kebutuhan primer. Oleh karena itu suatu perusahaan industri otomotif harus mampu

meningkatkan persaingan dengan perusahaan industri otomotif lainnya agar dapat

mempertahankan eksistensi perusahaannya ditengah-tengah persaingan pasar yang

semakin ketat.

Perusahaan industri dalam mempertahankan eksistensinya harus mampu

beroperasi secara lebih efisien agar tetap dapat berkompetisi dengan industri yang

lain. Upaya efisiensi yang dapat dilakukan oleh perusahaan industri salah satunya

adalah dengan mempertahankan keseimbangan lintasan produksi melalui pembagian

beban kerja secara merata untuk masing-masing pos kerja yang terdapat pada

Page 2: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

lintasan produksi tersebut. Penyeimbangan lintasan ini bertujuan untuk

meminimalkan kerja yang tidak seimbang dan jumlah stasiun kerja, sehingga hal ini

dapat menghindari terjadinya bottleneck, terbentuknya inventory serta pemborosan

biaya untuk produksi.

PT. Suzuki Indomobil Motor merupakan salah satu contoh perusahaan yang

bergerak dalam bidang Industri otomotif terbesar di Indonesia, yang menghasilkan

produk kendaraan bermotor berupa sepeda motor dan mobil dengan merk Suzuki.

Kegiatan utama PT. Suzuki Indomobil Motor sebagai perusahaan industri otomotif

antara lain : proses plating, proses buffing, proses welding, proses painting, proses

pressing, dan proses assembling. Setiap proses yang menjadi kegiatan utama

perusahaan tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, dan tentu saja memiliki

lintasan produksi masing-masing yang saling berkaitan, sehingga keseimbangan

lintasan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan, sebab jika salah satu

proses memiliki masalah dengan keseimbangan lintasannya maka akan

mempengaruhi proses yang lain dan berdampak langsung pada hasil produksi

perusahaan tersebut.

Penelitian dalam rangkaian kegiatan kerja praktek di PT. Suzuki Indomobil

Motor kali ini dilakukan pada lintasan produksi proses welding, kerena komponen

penyusun produk motor banyak yang dihasilkan dari proses welding seperti muffler,

full tank, frame, dan swing arm. Namun demikian, penelitian kali ini hanya berfokus

pada lintasan produksi proses welding muffler khususnya proses Welding Body

Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150. Karena selama pengamatan

terdapat permasalah pada efisiensi masing-masing pos kerja, dimana ada beberapa

pos kerja yang mengganggur sementara pos kerja yang lain tetap beroperasi.

Sehingga terjadi penumpukan material di salah satu pos kerja atau biasa disebut

dengan istilah bottleneck. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap

keseimbangan lintasan produksi agar produksi dapat berjalan dengan lancar sesuai

target dengan minimasi bottleneck (penumpukan material di suatu pos kerja).

19

Page 3: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang diperoleh berdasarkan latar belakang adalah

menganalisis keseimbangan lintasan produksi pada proses Welding Body Muffler

Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150.

3.1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian kerja praktek ini adalah:

1. Menentukan waktu siklus masing-masing elemen pekerjaan pada lintasan

produksi proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU

Type 150.

2. Menentukan waktu baku masing-masing elemen pekerjaan dengan

memperhitungkan faktor penyesuaian dan kelonggaran untuk masing-masing

elemen pekerjaan pada lintasan produksi proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type 150 untuk mengetahui keseimbangan

lintasan produksinya.

3. Mengetahui distribusi beban yang diterima oleh masing-masing operator pos

pengelasan (Welding).

4. Menentukan kapasitas masing-masing elemen pekerjaan pada lintasan

produksi proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU

Type 150 untuk mengetahui keebihan atau kekurangan kapasitas dari yang

ditargetkan perusahaan yaitu sebesar 720 unit/hari (8 jam kerja).

5. Menentukan efisiensi pos pengelasan pada lintasan produksi proses Welding

Body Muffler Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type 150 untuk

mengetahui keefisiensian masing-masing pos tersebut.

6. Menyeimbangkan lintasan produksi proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type 150 dengan meyeimbangkan beban

kerja pada masing-masing pos perakitan.

7. Membuat rancangan lintasan produksi usulan jika adanya ketidakseimbangan

lintasan pada lintasan produksi proses Welding Body Muffler Comp Sepeda

Motor Suzuki Satria FU Type 150

20

Page 4: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.1.4 Batasan Masalah

Hal-hal yang menjadi batasan dalam penelitan dan pemecahan masalah diatas

untuk melakukan analisis terhadap lintasan produksi proses Welding Body Muffler

Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type 150, adalah :

2. Lintasan produksi yang diamati dan dianalisis hanya lintasan produksi pada

proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type

150.

3. Penentuan faktor penyesuaian dan kelonggaran untuk menentukan waktu

baku pada masing-masing elemen pekerjaan yang terdapat pada proses

Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Suzuki Satria FU Type 150

menggunakan metode westing house.

4. Metode yang digunakan untuk menganalisis keseimbangan lintasa yang

digunakan adalah metode Region Approach.

3.2 Landasan Teori

Bagian ini berisikan materi yang mendukung dalam pengumpulan serta

pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian tentang Analisis Keseimbangan

Lintasan Produksi Proses Welding Body Muffler Comp Motor Suzuki Type FU 150

(XD831-CD2)

3.2.1 Keseimbangan Lintasan Produksi (Line Balancing)

Keseimbangan Lintasan Produksi atau line balancing merupakan

penyeimbangan terhadap penugasan elemen-elemen pekerjaan dari suatu assembly

line ke stasiun atau pos kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan

meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output

tertentu. Tujuan line balancing adalah untuk menyeimbangkan suatu lintasan

produksi sehingga menghindari terjadinya atau meminimumkan waktu idle dan

waktu delay, sehingga operasi dapat dimaksimumkan untuk memproduksi barang

(Gaspersz, 2004).

21

Page 5: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Merencanakan keseimbangan di dalam sebuah lintasan produksi biasanya

meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas optimal, dimana tidak

terjadi penghamburan fasilitas, karena tujuan akhir line balancing adalah

memaksimalkan kecepatan di setiap stasiun kerja sehingga dicapai efisiensi kerja

yang tinggi di setiap stasiun kerja. Kajian ini memiliki input yang diperlukan untuk

merencanakan keseimbangan lintasan, yaitu (Kusuma, 1999) :

1. Suatu jaringan kerja yaitu terdiri atas rakitan simpul dan anak panah, yang

menggambarkan urutan pekerjaan. Hal tersebut berarti bahwa urutan

pekerjaan ini dimulai dan berakhir pada suatu simpul.

2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi yang diturunkan dari perhitungan

waktu baku pekerjaan operasi pekerjaan.

3. Kecepatan lintasan yang diinginkan. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan

lintasan yang ingin dihasilkan dalam satu periode. Kendala akan muncul jika

salah satu operasi memiliki kecepatan yang lebih rendah dari kecepatan

lintasan yang diinginkan. Penyelesaian masalah tersebut dapat diatasi dengan

dua alternatif pilihan yang ditempuh, yaitu :

a. Kecepatan lintasan yang diinginkan diturunkan berdasarkan waktu

operasi yang terbesar. Konsekuensi dari kecepatan lintas aktual yang

lebih besar dari kecepatan lintas yang diinginkan yaitu lintas pekerjaan

tidak mungkin tepat waktu sesuai permintaan sehingga diperlukan

penambahan shift kerja.

b. Kecepatan operasi yang terlambat dinaikkan sehingga menjadi lebih

besar. Caranya ialah dengan menambah jumlah operator per produk.

Kedua alternatif tersebut memiliki dampak terhadap ongkos produksi.

Alternatif pertama meningkatkan ongkos lembur, sedangkan alternatif kedua

menyebabkan ongkos rekrut dan peningkatan ongkos reguler. Line balancing

memiliki suatu diagram yang menggambarkan urutan dari pekerjaan yaitu

precedence diagram (Nasrullah, 1997).

22

Page 6: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Beberapa kriteria atau istilah yang lazim digunakan dalam line balancing

yaitu sebagai berikut:

1. Precedence diagram

Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi

kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk

memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di

dalamnya. Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada

penyelesaian menggunakan metode keseimbangan lintasan (Baroto, 2002).

Adapun tanda yang dipakai dalam precedence diagram adalah:

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah

identifikasi asli dari suatu proses operasi.

b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalm

hal ini, operasi yang ada di pangkal panah berarti mendahului operasi kerja

yang ada pada ujung anak panah.

c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk

menyelesaikan setiap proses operasi.

2. Waktu Menganggur (Idle Time)

Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) dan Stasiun

Time (ST), atau CT dikurangi ST. (Baroto, 2002).

… (1)

Keterangan:

n = Jumlah stasiun kerja

Ws = Waktu stasiun kerja terbesar

Wi = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja

i = 1,2,3,…,n

3. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)

Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang

dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena

pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.

23

Page 7: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Balance Delay dapat dirumuskan sebagai berikut (Baroto, 2002):

… (2)

Keterangan:

D = Balance Delay (%)

n = Jumlah stasiun kerja

C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ti = Jumlah semua waktu operasi

ti = Waktu operasi

4. Efisiensi Stasiun Kerja

Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja

(Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja

dapat dirumuskan sebagai berikut (Nasution, 1999):

… (3)

5. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)

Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan

siklus dikalikan jumlah stasiun kerja atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi

jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999).

Line Efficiency dapat dirumuskan sebagai berikut:

… (4)

Keterangan:

STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i

K = Jumlah stasiun kerja

CT = Waktu siklus

24

Page 8: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

6. Smoothest Indeks

Smoothet Indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari

penyeimbangan lini perakitan tertentu.

… (5)

Keterangan:

ST max = Maksimum waktu di stasiun

STi = Waktu stasiun di stasiun kerja i

7. Work Station

Work Station adalah area, tempat atau lokasi dimana aktivitas produksi akan

diselenggarakan untuk merubah bahan baku menjadi sebuah produk yang

memiliki nilai tambah. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka

jumlah stasiun kerja yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus (Baroto,

2002) :

… (6)

Keterangan:

Ti = Waktu operasi (elemen)

C = Waktu siklus stasiun kerja

Kmin = Jumlah stasiun kerja minimal.

Maka keseimbangan lintasan didasarkan pada hubungan antara :

1. Kecepatan produksi (production rate).

2. Operasi-operasi yang dibutuhkan dan urut-urutan ketergantungan (sequence).

3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi (work element

time).

4. Sejumlah operator/pekerja yang memerlukan operasi tersebut.

25

Page 9: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Langkah pemecahan masalah line balancing, yaitu (Gaspersz, 2004) :

1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.

2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.

3. Menetapkan precedence constraints, jika ada, yang berkaitan dengan setiap

tugas itu.

4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.

5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output itu.

6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya waktu di antara

penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang

diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang diijinkan).

7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja dan/atau mesin.

8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja yang dibutuhkan untuk

memproduksi output yang diinginkan.

9. Menilai efektivitas dan efisiensi dari solusi.

10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan proses terus menerus

(continues process improvement).

3.2.2 Pengaruh Penyeimbangan Lintasan Pada Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi dilakukan berdasarkan tingkat efisiensi 100%. Jelas

sekali bahwa penyusunan stasiun kerja yang akan menghasilkan tingkat efisiensi

rata-rata 100% akan sulit untuk dicapai. Dalam hal ini penyeimbangan lintasan

menghasilkan tingkat efisiensi lintasan produksi yang akan mempengaruhi

perencaaan produksi. Penyeimbangan lintasan berfungsi sebagai koreksi atau umpan

balik terhadap kegiatan perencanaan produksi dan penentuan jumlah tenaga kerja.

Tipe–tipe produksi berdasarkan proses design strategy dapat dibagi atas 3

yaitu :

1. Flow shop manufacturing

Flow shop ini kadang-kadang disebut product lay out karena produk selalu

mengikuti urutan langkah produksi yang sama

26

Page 10: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tiga tipe flow shop :

a. Continuous flow

Biasanya digunakan untuk memproduksi cairan, buangan, serbuk, dan

lain-lain. Contohnya pengolahan minyak mentah menjadi beberapa jenis

produk minyak.

b. Dedicated repetitive flow

Fasilitas produksi hanya digunakan untuk memproduksi satu produk

termasuk variasinya, seperti warna yang tidak memerlukan set-up delay

pada assembly atau manufacturing process.

Sebuah flow proses yang didesain secara khusus untuk memproduksi produk

tertentu. Karakteristiknya adalah :

1) Pekerjaan bergerak melalui proses pada laju yang tetap

2) Peralatan dan produksi material handling didesain tersendiri untuk

memproduksi satu tipe produk.

3) Proses produksi umumnya dirancang untuk mengurangi material

handling.

4) Perubahan kecil dapat dilakukan dalam lintasan untuk produk

tambahan atau peningkatan proses.

5) Lintasan cenderung dapat berjalan atau idle untuk waktu yang relatif

lama.

6) Perencanaan dan pengendalian inventori diatur oleh tingkat aliran .

7) Manajemen biasanya membutuhkan keseimbangan kapasitas dari

stasiun kerja yang berbeda disepanjang lintasan.

8) Tingkat aliran tidak dapat di rubah secara nyata tanpa modifikasi yang

penting pada peralatan atau jumlah pekerja.

9) Biaya tetap tinggi dan biaya variabel relatif rendah

c. Batch flow

Proses batch flow berdasarkan fungsinya sama dengan continuous atau

repetitive flow kecuali bahwa dua atau lebih produk dikerjakan pada

kapasitas yang sama.

Karakteristik batch flow:

27

Page 11: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

1) Peralatan ditujukan untuk tujuan yang lebih umum, lebih efisien

daripada continuous dan repetitive flow

2) Peralatan dan operator harus dijadwalkan secara kontinu

3) Peralatan dibersihkan dan disesuaikan untuk temperatur yang

diinginkan.

Tujuan dari flowshop design :

1) Mengkombinasikan satu atau lebih kegitan yang diinginkan

berdasarkan keahlian khusus yang sama, alat yang sama, material

atau part yang sama

2) Memenuhi hubungan operasi yang diinginkan.

3) Membatasi jumlah permintaan fisik pada setiap stasiun kerja dalam

lintasan manual

4) Menambahkan fleksibilitas untuk memenuhi perubahan pada laju

output.

5) Mengurangi kebutuhan ruangan.

2. Jobshop Manufacturing

Proses jobshop dikarakteristikkan sebagai kumpulan dari peralatan-peralatan

yang mempunyai fungsi yang sama. Selama jobshop bekerja dari satu stasiun

kerja yang satu ke stasiun kerja yang lain, atau dari satu departemen ke

departemen yang lain, tipe operasi yang berbeda terbentuk pada masing-

masing departemen.

Adapun karakteristik jobshop yaitu :

a. Produksi multi guna dan peralatan material handling disesuaikan dan

dimodifikasi untuk menangani banyak produk yang berbeda.

a. Produk yang berbeda dijalankan atas lot atau batch melalui penempatan

dan banyak lot umumnya diproses pada waktu yang diberikan

b. Proses yang diinginkan diproses dengan perencanaan yang detail dan

kontrol pelaksanaan jenis pola aliran dan stasiun kerja yang terpisah.

c. Kontrol menginginkan pekerjaan dan informasi stasiun kerja, termasuk

urutan proses, prioritas permintaan dan waktu yang dibutuhkan setiap

pekerjaan, status pekerjaan dalam proses, kapasitas stasiun kerja,

pemenuhan kapasitas kritis dari stasiun kerja dengan perioda waktu.

d. Stasiun kerja mempunyai pembebanan yang besar.

28

Page 12: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

e. Ketersediaan sumber termasuk material, pekerja dan peralatan harus

dikoordinasikan dengan perencanaan pesanan.

f. Sejumlah WIP biasanya tinggi, relatif terhadap batas aliran proses

terhadap antrian.

g. Penggunaan teknik penjadwalan tradisional, total waktu dari awal operasi

pertama sampai akhir operasi relatif lama terhadap waktu operasi total.

h. Tenaga kerja langsung umumnya lebih terlatih dan lebih ahli dari tenaga

kerja pada flow process operation.

Tujuan dari jobshop :

a. Membuat prototipe dari produk baru.

b. Membuat batch yang kecil untuk uji pemasaran pada awal memproduksi

sebuah produk.

c. Membuat produk khusus atau mempunyai jumlah yang lebih kecil, seperti

mesin, peralatan, fixture yang digunakan untuk mem produksi produk

lain.

d. Menyakinkan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan tinggi, untuk

memenuhi spesifikasi.

e. Menambah pekerja dengan kesempatan untuk membuat semua bagian

dari komponen.

3. Fixed Site (project)

Karakteristik utama dari fixed site production adalah bahwa material, alat dan

pekerja dibawa ke lokasi dimana produk dipabrikasi.

Karakteristik dari fixed site adalah :

a. Tenaga kerja langsung terlatih, sangat ahli.

b. Jumlah pesanan kecil dan frekuensi pesanan mempunyai desain yang

umum

c. Peralatan, pekerja, material dan sumber lainnya harus tersedia sebelum

produksi untuk menghindari kapasitas yang tidak produktif.

29

Page 13: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.2.3 Penentuan Waktu Baku

Waktu baku adalah waktu penyelesaian tiap elemen pekerjaan, dengan

memperhitungkan penyesuaian serta kelonggaran yang diberikan untuk tiap elemen

pekerjaan tersebut. Sebelum memberikan penyesuaian serta kelonggaran pada data

waktu penyelesaian tiap elemen pekerjaan yang didapatkan dari pengamatan, kita

harus melakukan pengujian keseragaman data dan kecukupan data terlebih dahulu.

Penyesuaian dilakukan karena adanya ketidakwajaran kerja yang ditunjukkan

oleh operator. Ketidakwajaran dapat terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan,

sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan kesulitan

seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab ini mempengaruhi

kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu

penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah

waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara

wajar.

3.2.4 Penyesuaian dan Kelonggaran

Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu

elemen rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p

sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang

sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja

diatas normal (terlalu cepat), maka harga p- nya akan lebih besar dari satu (p>1);

sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih

kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja

secara wajar maka harga p sama dengan satu (p=1).

Waktu kelonggaran bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatique

allowance, dan delay allowance (Sutalaksana, 1979).

1. Kelonggaran untuk Keperluan Pribadi (Personal Allowance)

Kelonggaran ini seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan haus, ke

kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini

30

Page 14: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

jelas terlihat sebagai suatu yang mutlak. Personal allowwance umumnya

diaplikasikan sebagai prosentase tertentu dari waktu normal dan bisa

berpengaruh pada handling time atau machine time.

2. Kelonggaran untuk Melepaskan Lelah

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah

maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja

dan mencatat pada saat dimana hasil produksi menurun. Jika rasa fatique telah

datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance

normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan

ini akan menambah rasa lelah. Bila hal ini terjadi terus menerus pada ahirnya

akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah

tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat

dikehendaki

3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan yang Tak Terhindarkan.

Keterlambatan yang tidak dapat dihindari ini banyak terjadi karena masalah

yang datangnya dari mesin, manusia atau faktor lainnya. Untuk keterlambatan

yang masih dapat dihindari maka harus diperlukan cara mencegah dan

merupakan tantangan dan sewajarnya dilakukan usaha-usaha untuk

menghindarinya.

Kelonggaran untuk hambatan tak terhindarkan bisa seperti :

a. Menerima atau meminta petunjuk dari pengawas

b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan yang singkat

d. Mengasah peralatan-peralatan potong

e. Mengambil alat-alat khusus

f. Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat atau bahan

g. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik

Waktu merupakan elemen yang sangat menentukan dalam perancangan atau

perbaikan dari suatu sistem kerja. Peningkatan dari efisiensi kerja mutlak

berhubungan dengan waktu kerja yang digunakan dalam melakukan produksi.

Pengukuran waktu (Time Study) pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

31

Page 15: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang

sudah terlatih) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik, pada tingkat

kecepatan kerja yang normal serta dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu.

Dengan demikian maka pengukuran waktu ini merupakan suatu proses kuantitatif

yang diarahkan untuk mendapatkan suatu kriteria yang objektif.

Studi mengenai pengukuran waktu kerja dilakukan untuk dapat melakukan

perancangan atau perbaikan dari suatu sistem kerja. Untuk keperluan tersebut

dilakukan penentuan waktu baku, yaitu waktu yang diperlukan dalam bekerja dengan

telah mempertimbangkan faktor-faktor di luar elemen pekerjaan yang dilakukan.

Secara umum, teknik-teknik pengukuran waktu kerja dapat dikelompokkan

atas dua :

1. Secara langsung

a. Pengukuran waktu dengan jam henti (Stop Watch Time Study)

b. Sampling pekerjaan (Work Sampling)

2. Secara tidak langsung

a. Data waktu baku

b. Data waktu gerakan,terdiri dari :

1) Work Factor (WF) System

2) Maynard Operation Sequence Time ( MOST Sistem )

3) Motion Time Measurement ( MTM System )

Tujuan dilakukannya Time Study

1. Mengembangkan sistem dan metode yang terpilih

2. Menentukan sistem dan metode yang terbaik

3. Menentukan waktu operasi

4. Melatih operator pada sistem kerja yang terbaik

3.2.5 Pengukuran Waktu Jam Henti (Stop Watch)

Pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stopwatch) sebagai alat

utama. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dikenal dan dipakai karena

32

Page 16: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

kesederhanaan aturan yang dipakai. Hanya dengan menggunakan alat pengukur

waktu berupa stopwatch sehingga lebih murah dan praktis.

Langkah pengukuran metode stopwatch time study adalah (Sutalaksana,

1979):

1. Penetapan Tujuan Pengukuran.

1. Melakukan Penelitian Pendahuluan.

2. Memilih Operator.

3. Melatih Operator (Kondisi atau Cara Kerja yang Tidak Biasa).

4. Mengurai Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan.

5. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran.

6. Menentukan siklus kerja yang akan diamati dengan penentuan tingkat

ketelitian dan keyakinan.

7. Menentukan penyesuaian dan kelonggaran operator.

Penyesuaian adalah kegiatan evaluasi kecepatan dan performance kerja

operator pada saat pengukuran kerja berlangsung merupakan bagian yang

paling sulit dan penting dalam pengukuran kerja. Cara-cara menentukan

faktor penyesuaian sebagai berikut

a. Cara Persentase

Faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui

pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan

pengukurannya pengamat menentukan harga p yang menurut pendapatnya

menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus.

a. Cara Shumard

Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai masing-masing.

Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator

menurut kelas-kelas Superfast, Fast+, Fast, Fast-, Excellent dan seterusnya.

33

Page 17: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.1 Penyesuaian menurut Shumard (Sutalaksana,1979)

b. Cara Westinghouse

Westinghouse mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu:

1. Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang

ditetapkan.

2. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator

ketika melakukan pekerjaannya.

3. Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan

pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.

4. Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari satu waktu

ke waktu lain.

Tabel 3.2 Penyesuaian menurut Westinghouse (Sutalaksana, 1979)

34

Page 18: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Kelonggaran adalah waktu yang diberikan kepada pekerja untuk

menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Misalnya istirahat,

kekamar kecil, meminta bantuan dan sebagainya. Kelonggaran dibagi

menjadi 4 (empat) bagian yaitu (Sutalaksana, 1979):

a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.

b. Kelonggaran untuk menghilangkan fatique.

c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.

d. Kelonggaran dalam perhitungan waktu bebas.

Tabel 3.3 Besarnya kelonggaran-kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang

berpengaruh (Sutalaksana, 1979)

3.2.6 Penyelesaian Masalah Keseimbangan Lintasan

35

Page 19: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Untuk menyeimbangkan suatu lintas perakitan ada beberapa faktor yang

menjadi pembatas, yaitu :

1. Pembatas Teknologi (Technological Restriction)

Suatu proses tidak mungkin dikerjakan bila proses sebelumnya belum

dikerjakan.

2. Pembatas Fasilitas (Facility Restriction)

Terbentuk akibat adanya fasilitas atau mesin yang tidak dapat dipindahkan.

3. Pembatas Posisi (Positional Restriction)

Pengelompokan elemen-elemen kerja karena orientasi terhadap operasi yang

telah ditentukan.

4. Batasan Daerah (Zoning Constraints)

Batasan daerah terdiri atas dua jenis, yaitu :

a. Positive Zoning Constraints

Elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam

stasiun kerja yang sama.

b. Negative Zoning Constraints

Elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka sebaiknya

ditempatkan berjauhan.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan

lintasan produksi. Secara umum terdapat tiga metode dasar, yaitu (Groover, 1987) :

1. Metode Analitik

Merupakan metode yang bisa menghasilkan suatu solusi yang optimal.

2. Metode Heuristik

Merupakan metode yang dapat menghasilkan solusi terbaik, tetapi belum

tentu optimal.

Beberapa metode heuristik yang umum digunakan :

a. Metode Largest Candidate Rule

Metode ini adalah metode yang paling mudah untuk dimengerti. Elemen-

elemenyang dipilih untuk ditempatkan dalam stasiun kerja menurut nilai Te

(time elemen).

Langkah – langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:

36

Page 20: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

1) Urutkan semua eleman kerja menurut nilai Te masing – masing. Nilai Te

yang terbesar berada paling atas dan demikian seterusnya sampai nilai Te

yang terkecil paling bawah.

2) Untuk menenpatkan elemen–elemen kerja keadaan stasiun kerja pertama,

dimulai dari bagian tabel yang teratas dan diteruskan kebawah, dipilih

elemen kerja yang pertama yang dapat dikerjakan untuk ditempatkan pada

stasiun kerja yang pertama tersebut. Elemen kerja yang dapat dikerjakan

tersebut adalah satu elemen kerja yang memenuhi persyaratan precedence

diagram dan tidak menyebabkan jumlah Te pada stasiun kerja tersebut

melebihi waktu siklus yang telah ditetapkan.

3) Teruskan proses–proses penempatan elemen–elemen kerja tersebut dalam

stasiun kerja seperti langkah 2, sehingga tidak terdapat lagi elemen kerja

yang ditambahkan tanpa melebihi waktu siklus.

Ulangi langkah 2 dan 3 diatas untuk semua stasiun–stasiun kerja yang lain,

sehingga elemen kerja tersebut berada pada stasiun–stasiun kerja yang telah

ditetapkan.

b. Metode Region Approach

Metode Region Approach ini diperkenalkan pertama kali tahun oleh

Kirbridge dan Wester. Langkah-langkah metode region approach adalah

sebagai berikut:

1) Membuat diagram jaringan kerja atau precedence diagram.

2) Menghitung waktu siklus.

3) Membagi jaringan kerja ke dalam wilayah–wilayah dari kiri ke kanan,

sesuai dengan precedence diagram.

4) Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi

terbesar sampai terkecil dengan menempatkan operasi yang ada ke

sebelah kiri sedapat mungkin.

5) Hitung jumlah stasiun kerja minimum.

6) Buatlah flow diagram untuk stasiun kerja minimum tersebut dengan

membebankan pekerjaan sesuai urutan sebagai berikut (perhatikan

juga untuk menyesuaikan terhadap batas wilayah).

a) Daerah paling kiri terlebih dahulu.

37

Page 21: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

b) Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi pertama

kali.

7) Hitung balance delay lintasan.

8) Hitung efisiensi lintasan baru yang terbentuk.

9) Hitung output produksi.

c. Metode Ranked Positional Weight (RPW)

Metode Rangked Positional Weights (RPW) diperkenalkan pertama kali

oleh W.B. Hegeson dan D.P. Birnie. Metode ini merupakan metode

gabungan antara metode Large Candidat Ruler dengan metode Region

Approach.

Pengelompokkan operasi kedalam stasiun kerja dilakukan atas dasar

urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas

berupa waktu siklus. Langkah-langkah yang dilakukan pada metode ini

adalah :

1) Tentukan precedence diagram sesuai dengan keadaan sebenarnya.

2) Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen

pekerjaannya dari suatu operasi dengan memperhatikan precedence

diagram. Bobot (RPW) merupakan waktu proses operasi tersebut

ditambah waktu operasi-operasi berikutnya.

3) Urutkan elemen operasi berdasarkan bobot posisi yang telah

didapatkan pada langkah kedua. Pengurutan dimulai dari elemen

operasi yang memiliki bobot posisi terbesar.

4) Jika pada stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (waktu stasiun

kerja melebihi waktu maksimum yang telah ditetapkan), maka

pindahkan elemen operasi terakhir ke stasiun berikutnya.

5) Ulangi langkah ke-d dan ke-e diatas sampai seluruh elemen operasi

telah ditempatkan ke dalam stasiun kerja. Secara keseluruhan,

metode pembebanan berurut memiliki tingkat kemudahan yang lebih

tinggi daripada metode bobot posisi. Tetapi hasil yang diperoleh

masih harus saling dipertukarkan dengan cara trial and error untuk

mendapatkan penyusunan stasiun kerja yang lebih akurat. Dalam hal

akurasi, metode bobot posisi lebih akurat dibandingkan dengan

38

Page 22: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

metode pembebanan berurut, walaupun hasilnya seringkali tidak

dapat diterapkan.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada keseimbangan lintasan

perakitan :

a. Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun

kerja di lintas produksi akan memiliki kecepatan produksi yang jauh

berbeda. Hal ini akan menyebabkan antrian produk setengah jadi, dan

pada akhirnya akan menyebabkan hilangnya kompensasi ongkos-

ongkos serta akibat psikologis negatif bagi pekerja.

b. Persoalan keseimbangan lintas perakitan bermula dari adanya penugasan

kerja kepada operator. Penugasan yag berbeda akan menyebabkan

perbedaandalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah

pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu

dalam intasan perakitan.

3.3 Metodologi Penelitian

Tahap-tahap penelitian merupakan rangkaian proses yang dilalui selama

penelitian mulai dari awawl sebelum penelitian dilakukan hingga tahapan akhir

pembuatan laporan penelitian yang saling berkaitan secara sistematis. Urutan tahapan

penelitian yang jelas dan tepat dengan pengerjaan yang teliti dapat memberikan

hasill penelitian yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Tahapan penelitian akan

memberikan kemudahan dalam menemukan akar permasalahan sehingga

memberikan kemudahan dalam mencari solusi perbaikan. Pada penelitian ini, tahap-

tahap yang dilakukan adalah:

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat kondisi dan mencari tahu

permasalahan yang terjadi pada perusahaan serta mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan untuk penelitian dengan cara pengamatan langsung ke lapangan maupun

39

Page 23: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

wawancara dengan pihak perusahaan. Perusahaan yang dipilih untuk dijadikan objek

penelitian adalah perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor, dimana penelitian yang

dilakukan berfokus pada sistem proses welding kendaraan bermotor roda dua.

3.3.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu proses yang dilakukan dalam mempelajari

serta memahami literatur-literatur yang menjadi landasan penelitian dan berkaitan

dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan bahasan yang akan dikaji, dalam

penelitian. sehingga dapat dijadikan alat bantu untuk menemukan solusi dalam

memecahkan permasalahan tersebut.

3.3.3 Identifikasi Masalah

Identifikasi Masalah dilakukan melalui analisa dari hasil penelitian

pendahuluan. Permasalahan pada tahap ini masih diidentifikasi secara umum, tahap

ini memberikan gambaran tentang judul yang akan diangkat dalam penelitian.

3.3.4 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dilakukan untuk membuat masalah menjadi lebih

terperinci sehingga penelitian berfokus pada satu hal. Setelah masalah ditemukan

maka mulai difikirkan bagaimana cara menyikapi permasalahan tersebut, mulai dari

analisis hingga melakukan perbaikan untuk kedepannya dengan terlebih dahulu

memberikan batasan-batasan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut,

3.3.5 Penetapan Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan penelitian sangat penting dalam tahapan penelitian, sebab

penetapan tujuan dalam penelitian dijadikan sebagai parameter berhasil atau tidaknya

40

Page 24: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

penelitian yang dilakukan. Sehingga penelitian yang dilakukan tidak mengambang

dan jelas pencapaian apa yang diharapkan dari penelitian tersebut. Tujuan yang akan

dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis dan memperbaiki keseimbangan

lintasan produksi proses welding pada line produksi sepeda motor di PT. Suzuki

Indomobil Motor.

3.3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui data-data apa saja yang

dibutuhkan dan dijadikan sebagai input dalam penelitian. Pengumpulan data harus

akurat dan relevan, hal ini untuk menghindari adanya masalah saat melakukan

pengolahan data nantinya. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data

elemen-elemen pekerjaan, waktu siklus masing-masing elemen pekerjaan, data julah

pos kerja dalam lintasan produksi, data jumlah jam kerja perhari, serta data kapasitas

produksi yang ditetapkan perusahaan.

3.3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui perhitungan terhadap semua data yang

telah dikumpulkan sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai di awal penelitian.

Pada tahap ini dilakukan perhitungan terhadap semua data yang telah dikumpulkan.

Dimulai dari perhitungan waktu siklus rata-rata elemen pekerjaan, penentuan faktor

penyesuaian dan kelonggaran untuk operator, perhitungan waktu baku per elemen

pekerjaan, perhitungan waktu baku per pos kerja , perhitungan kapasitas masing-

masing pos kerja, perhitungan persentae pencapaian target produksi masing-masing

pos kerja, serta perhitungan efisiensi masing-masing pos kerja untuk mengetahui

keseimbangan lintasan produksinya.

41

Page 25: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.3.8 Analisis Hasil Pengolahan Data

Analisis hasil pengolahan data dilakukan untuk mengetahui apakah ada

terjadi permasalahan selama melakukan pengolahan data. Seperti masalah yang

terjadi pada keseimbangan lintasan yang menjadi tujuan utama dalam penelitian. Jika

keseimbangan lintasan belum tercapai perlu dilakukan analisis untuk perbaikan

lintasan dengan melakukan perancangan lintasan kerja usulan sesuai dengan teori

yang telah dipelajari selama perkuliahan.

3.3.9 Penutup

Tahapan akhir dari tahapan penelitian adalah menarik kesimpulan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan diawal.

Bagian ini juga berisikan saran-saran yang diharapkan berguna bagi pihak

manajemen PT. Suzuki Indomobil Motor untuk kedepannya.

42

Page 26: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Gambar 3.3 Flowchart Metodologi Penelitian

43

Page 27: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Gambar 3.3 Flowchart Metodologi Penelitian (Lanjutan)

44

Page 28: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.4 Penyelesaian Kasus

Data-data yang diperlukan untuk mengetahui efisiensi suatu lintasan produksi

merupakan data mengenai komponen-komponen yang menyusun suatu produk, data

tentang elemen-elemen pekerjaan yang diurutkan melalui precedence diagram, data

waktu operasi setiap elemen-elemen pekerjaan dari kegiatan produksi tersebut, serta

data mengenai jumlah pos-pos kerja pada lintasan produksi yang dibahas. Pada

lintasan produksi proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU Type

150, terdapat 19 komponen dengan 19 elemen pekerjaan yang ditempatkan pada 11

pos kerja dengan jumlah operator sebanyak 12 orang.

3.4.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk pengolahan data guna mengetahui efisiensi

lintasan produksi proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU Type

150 adalah sebagai berikut :

3.4.1.1 Komponen Penyusun Produk Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria

FU Type 150

Komponen penyusun produk Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU

Type 150 adalah sebagai berikut :

45

Page 29: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.4 Komponen Penyusun Produk Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria

FU Type 150

No Nama Komponen Jumlah MFG/BO1 Plate Muffler Baffle 1 MFG2 Pipe Muffler Baffle 1ST 1 BO3 Protector Muffler Center 1 MFG4 Plate Muffler Baffle 1 MFG5 Pipe Muffler Baffle 2ND 1 BO6 Plate Baffler Inner 1 BO7 Plate Muffler Inner 1 MFG8 Body Muffler Center 1 MFG9 Body Muffler Front 1 BO

10 Body Muffler Tail 1 MFG11 Pipe Muffler Tail 1 BO12 Stay Muffler Rear Cover 1 3 BO13 Nut 1 3 BO14 Protector Muffler Tail 1 MFG15 Bracket Muffler Support 1 MFG16 Stay Muffler Rear Cover 2 3 BO17 Nut 2 3 BO18 Plate Stay Cover Muffler 1 BO19 Pipe Stay Cover Muffler 1 MFG

3.4.1.2 Elemen Pekerjaan Pada Proses Welding Body Muffler Comp Sepeda

Motor Satria FU Type 150

Elemen pekerjaan pada proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor

Satria FU Type 150 ada 19 elemen, yaitu :

46

Page 30: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.5 Elemen Pekerjaan Pada Proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor

Satria FU Type 150

No Elemen Pekerjaan1 Insert Plate Inner2 Spot Body Center3 Insert Plate Buffle No 1 dan Pipe Buffle No 24 Insert Plate Buffle dan Body Protector5 Las Cor 4 titik6 Insert Body Protector dengan Body Center7 Insert Body Front dengan Body Muffler Center8 W/Jig Pengelasan Pipe Tail9 Spot Nut dan Stay Muffler Cover

10 W/Jig Pengelasan Body Tail dengan Stay Muffler Cover Comp11 Insert Protector Muffler Tail12 Spot Body Tail13 Insert Body Tail Comp dengan Body Center14 W/Jig Rotary Body Muffler Comp15 Las Cantum Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support16 Las Panjang Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support17 Leak Test Body Muffler Comp18 W/Jig Las Pipe Tail 19 W/Jig Las Cantum Bkt Stay Cover

3.4.1.3 Precedence Diagram

Precedence diagram merupakan diagram yang menggambarkan urutan dan

keterkaitan antara elemen pekerjaan satu dengan elemen pekerjaan yang lain dalam

suatu proses merakit sebuah produk dengan memperhatikan faktor-faktor pembatas.

Precedence diagram untuk proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria

FU Type 150 hasil pengamatan secara langsung ke lapangan adalah sebagai berikut :

47

Page 31: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Gambar 3.4 Precedence Diagram Proses Welding Body Muffler Comp Sepeda

Motor Satria FU Type 150

3.4.1.4Waktu Operasi Elemen Pekerjaan Pada Proses Welding Body Muffler

Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150

Waktu operasi elemen pekerjaan pada proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150 diperoleh dengan pengamatan secara langsung ke

lapangan menggunakan stopwatch untuk 10 kali Pengulangan. Data waktu operasi

tersebut adalah sebagai berikut :

48

Page 32: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.6 Waktu Operasi Elemen Pekerjaan Pada Proses Welding Body Muffler

Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150 Rata-rata Waktu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Operasi (Detik)1 Insert Plate Inner2 Spot Body Center3 Insert Plate Buffle No 1 dan Pipe Buffle No 2 23.13 23.29 26.42 21.80 26.01 29.78 23.59 20.67 26.49 26.16 24.734 Insert Plate Buffle dan Body Protector 12.61 22.70 14.60 15.46 15.85 15.54 15.93 15.95 15.77 15.06 15.955 Las Cor 4 titik 14.67 16.32 17.04 15.98 15.54 14.09 15.73 15.07 16.64 15.74 15.686 Insert Body Protector dengan Body Center7 Insert Body Front dengan Body Muffler Center8 W/Jig Pengelasan Pipe Tail 17.23 16.31 18.40 16.61 15.59 14.43 15.75 14.09 15.47 15.37 23.079 Spot Nut dan Stay Muffler Cover 6.75 11.91 11.64 15.00 15.51 14.67 17.46 14.28 14.34 10.92 13.2510 W/Jig Pengelasan Body Tail dengan Stay Muffler Cover Comp 25.58 21.00 22.77 27.14 24.23 18.77 20.81 24.16 25.02 21.23 23.0711 Insert Protector Muffler Tail 7.30 6.28 8.42 5.54 7.68 6.71 6.82 7.87 7.11 6.70 15.9312 Spot Body Tail 5.55 6.38 5.04 5.62 3.95 5.86 4.82 4.62 5.43 4.80 7.0413 Insert Body Tail Comp dengan Body Center14 W/Jig Rotary Body Muffler Comp15 Las Cantum Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 32.20 29.62 29.90 27.24 28.13 27.16 30.48 32.44 30.50 29.41 29.7116 Las Panjang Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 26.35 27.65 29.50 29.83 26.23 30.78 27.13 30.49 30.47 28.42 28.6917 Inspeksi 29.77 42.47 38.25 34.16 31.57 38.27 37.31 34.99 37.60 39.94 36.4318 W/Jig Las Pipe Tail 24.59 27.87 23.77 24.83 23.20 25.73 25.24 24.24 24.92 25.93 25.0319 W/Jig Las Cantum Bkt Stay Cover 26.83 28.27 27.74 26.59 26.08 25.95 27.48 24.65 28.40 25.19 26.72

No

22.15

Elemen PekerjaanWaktu Operasi

22.0321.12

25.84 27.6828.0128.7529.0626.0927.63

21.8322.9222.0821.92

25.9027.8127.24 27.40

20.2122.9622.9823.2521.8224.1022.59 22.18

22.37

21.58 21.5620.78

22.18 23.4823.97

Contoh Perhitungan :

Rata-rata Waktu Operasi Elemen Pekerjaan 1

= (waktu operasi 1 + waktu operasi 2 + waktu operasi 3 + waktu operasi 4 +

waktu operasi 5 + waktu operasi 6 + waktu operasi 7 + waktu operasi 8 +

waktu operasi 9 + waktu operasi 10) / 10

= ( 22.18 + 22.15 + 21.92 + 22.08 + 22.92 + 21.83 + 21.12 + 22.09 + 23.97 +

23.48)

/ 10

= 22.37 detik

3.4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan untuk mengetahui efisiensi lintasan produksi

proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150 antara lain

sebagai berikut :

49

Page 33: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.4.2.1Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan waktu baku dilakukan untuk mengetahui standar waktu yang

dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan dengan memperhitungkan

faktor-faktor penyesuaian serta kelonggaran untuk melakukan elemen-elemen

pekerjaan tersebut.

1 Perhitungan Faktor Penyesuaian

Waktu operasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data diatas tidak bisa

langsung dipakai untuk perhitungan efisiensi, waktu operasi tersebut harus dikalikan

terlebih dahulu dengan faktor penyesuaian dari segi operator dan kondisi kerja.

Faktor penyesuaian untuk masing-masing elemen pekerjaan dengan menggunakan

metode westing house adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 1 dan 2

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Excellently B 0.04Konsistensi Excellent B 0.03

0.281.28

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Contoh Perhitungan :

Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 1 dan 2

= (Nilai Keterampilan + Nilai Usaha + Nilai Kondisi Kerja + Nilai

Konsistensi) + 1

= (0.11 + 0.1 + 0.04 + 003 ) + 1

= 1.28

50

Page 34: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.8 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 3

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B2 0.08Usaha Excellent B2 0.08Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.191.19

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 4

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Average D 0

0.231.23

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.10 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 5

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.241.24

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.11 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 6 dan 7

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.191.19

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

51

Page 35: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.12 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 8

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Excellently B 0.04Konsistensi Excellent B 0.03

0.281.28

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.13 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 9

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Excellently C 0.04Konsistensi Excellent B 0.03

0.281.28

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.14 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 10

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Average D 0Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.091.09

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.15 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 11

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.191.19

Faktor Kelas Lambang

Nilai Penyesuaian (1+P)Jumlah (P)

52

Page 36: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.16 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 12

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Good C1 0.05Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.141.14

Faktor Kelas Lambang

Nilai Penyesuaian (1+P)Jumlah (P)

Tabel 3.17 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 13 dan 14

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Good C1 0.05Kondisi Kerja Average D 0Konsistensi Average D 0

0.111.11

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.18 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 15

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Good C1 0.05Kondisi Kerja Average D 0Konsistensi Average D 0

0.111.11

Kelas Lambang Faktor

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

Tabel 3.19 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 16

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Good C1 0.06Usaha Good C1 0.05Kondisi Kerja Average D 0Konsistensi Average D 0

0.111.11

Faktor Kelas Lambang

Jumlah (P)Nilai Penyesuaian (1+P)

53

Page 37: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.20 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 17

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Average D 0Usaha Good C2 0.02Kondisi Kerja Average D 0Konsistensi Average D 0

0.021.02

Faktor Kelas

Nilai Penyesuaian (1+P)Jumlah (P)

Lambang

Tabel 3.21 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 18

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B1 0.11Usaha Excellent B1 0.1Kondisi Kerja Excellently B 0.04Konsistensi Excellent B 0.03

0.281.28Nilai Penyesuaian (1+P)

Jumlah (P)

Faktor Kelas Lambang

Tabel 3.22 Faktor Penyesuaian Elemen Pekerjaan 19

NilaiPenyesuaian

Keterampilan Excellent B2 0.08Usaha Excellent B2 0.08Kondisi Kerja Good C 0.02Konsistensi Good C 0.01

0.191.19Nilai Penyesuaian (1+P)

Kelas Lambang

Jumlah (P)

Faktor

3. Perhitungan Faktor Kelonggaran

Faktor Kelonggaran digunakan untuk memberikan kelonggaran terhadap para

pekerja selama melakukan pekerjaannya, faktor kelonggaran ini disesuaikan dengan

kondisi kerja operator. Faktor kelonggaran untuk masing-masing elemen pekerjaan

dengan menggunakan metode westing house adalah sebagai berikut :

54

Page 38: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.23 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 1 dan 2

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 8Sikap Kerja 2.5Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 7Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 28.5Nilai Kelonggaran 1.285

Contoh Perhitungan :

Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 1 dan 2

= Jumlah % kelonggaran + 1

= 0.285 + 1

= 1.285

Tabel 3.24 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 3

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 5Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 24.5Nilai Kelonggaran 1.245

55

Page 39: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.25 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 4

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 1Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 5Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 18Nilai Kelonggaran 1.18

Tabel 3.26 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 5

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 7Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 26.5Nilai Kelonggaran 1.265

Tabel 3.27 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 6 dan 7

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 7Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 26.5Nilai Kelonggaran 1.265

56

Page 40: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.28 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 8

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 7Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 26.5Nilai Kelonggaran 1.265

Tabel 3.29 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 9

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 1Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 3Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 3Keadaan Lingkungan Yang Baik 2Jumlah % Kelonggaran 13Nilai Kelonggaran 1.13

Tabel 3.30 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 10

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 2Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 1Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 2Keadaan Lingkungan Yang Baik 2Jumlah % Kelonggaran 11Nilai Kelonggaran 1.11

57

Page 41: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.31 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 11

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 3Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 1Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 2Keadaan Lingkungan Yang Baik 2Jumlah % Kelonggaran 12Nilai Kelonggaran 1.12

Tabel 3.32 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 12

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 1Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 1Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 2Keadaan Lingkungan Yang Baik 2Jumlah % Kelonggaran 10Nilai Kelonggaran 1.1

Tabel 3.33 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 13 dan 14

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 2.5Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 7Keadaan Temperature Tempat Kerja 1Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 26Nilai Kelonggaran 1.26

58

Page 42: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.34 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 15

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 4Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 5Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 21Nilai Kelonggaran 1.21

Tabel 3.35 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 16

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 6Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 25.5Nilai Kelonggaran 1.255

Tabel 3.36 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 17

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 1Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 1Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 2Keadaan Lingkungan Yang Baik 2Jumlah % Kelonggaran 10Nilai Kelonggaran 1.1

59

Page 43: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.37 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 18

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 6Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 6Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 24Nilai Kelonggaran 1.24

Tabel 3.38 Faktor Kelonggaran Elemen Pekerjaan 19

Faktor % KelonggaranTenaga Yang Dikeluarkan 7.5Sikap Kerja 1Gerakan Kerja 0Kelelahan Mata 6Keadaan Temperature Tempat Kerja 3Keadaan Atmosfer 5Keadaan Lingkungan Yang Baik 3Jumlah % Kelonggaran 25.5Nilai Kelonggaran 1.255

4 Waktu Baku Elemen-Elemen Pekerjaan

Waktu Baku elemen-elemen pekerjaan diperoleh dari hasil perkalian waktu

operasi per elemen pekerjaan dengan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran.

Waktu baku untuk elemen-elemen pekerjaan pada proses Welding Body Muffler

Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150 dapat dilihat pada tabel berikut :

60

Page 44: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.39 Waktu Baku Elemen Pekerjaan Pada Proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150Rata-Rata Waktu Waktu Baku /

Operasi (Detik) Elemen Pekerjaan1 Insert Plate Inner2 Spot Body Center3 Insert Plate Buffle No 1 dan Pipe Buffle No 2 24.73 1.19 1.25 36.644 Insert Plate Buffle dan Body Protector 15.95 1.23 1.18 23.155 Las Cor 4 titik 15.68 1.24 1.27 24.606 Insert Body Protector dengan Body Center7 Insert Body Front dengan Body Muffler Center8 W/Jig Pengelasan Pipe Tail 23.07 1.28 1.27 37.369 Spot Nut dan Stay Muffler Cover 13.25 1.28 1.13 19.1610 W/Jig Pengelasan Body Tail dengan Stay Muffler Cover Comp 23.07 1.09 1.11 27.9111 Insert Protector Muffler Tail 15.93 1.19 1.12 21.2212 Spot Body Tail 7.04 1.14 1.10 8.8313 Insert Body Tail Comp dengan Body Center14 W/Jig Rotary Body Muffler Comp15 Las Cantum Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 29.71 1.11 1.21 39.9016 Las Panjang Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 28.69 1.11 1.26 39.9617 Inspeksi 36.43 1.02 1.10 40.8818 W/Jig Las Pipe Tail 25.03 1.28 1.24 39.7319 W/Jig Las Cantum Bkt Stay Cover 26.72 1.19 1.26 39.90

1.1922.18

27.40

1.291.28

38.321.261.11

33.39

36.79

1.27

No Elemen Pekerjaan Penyesuaian Kelonggaran

22.37

Contoh Perhitungan :

Waktu Baku Elemen Pekerjaan 1 dan 2

= Rata-rata waktu operasi x Penyesuaian x Kelonggaran

= 22.37 x 1.28 x 1.29

= 36.79 detik

5 Waktu baku Pos-Pos Kerja

Waktu baku untuk pos-pos kerja diperoleh dengan menjumlahkan seluruh

waktu baku elemen pekerjaan yang terdapat pada pos kerja tersebut. Waktu baku

untuk pos-pos kerja pada proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria

FU Type 150 dapat dilihat pada tabel berikut :

61

Page 45: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Tabel 3.40 Waktu Baku Pos-Pos Kerja Pada Proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150No. Elemen Waktu baku / Man Pos Waktu Baku /

Pekerjaan Elemen Pekerjaan Power Kerja Pos Kerja1 Insert Plate Inner2 Spot Body Center3 Insert Plate Buffle No 1 dan Pipe Buffle No 2 36.64 14 Insert Plate Buffle dan Body Protector 23.155 Las Cor 4 titik 24.606 Insert Body Protector dengan Body Center7 Insert Body Front dengan Body Muffler Center9 Spot Nut dan Stay Muffler Cover 19.1610 W/Jig Pengelasan Body Tail dengan Stay Muffler Cover Comp 27.918 W/Jig Pengelasan Pipe Tail 37.3611 Insert Protector Muffler Tail 21.2212 Spot Body Tail 8.8313 Insert Body Tail Comp dengan Body Center14 W/Jig Rotary Body Muffler Comp15 Las Cantum Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 39.90 1 7 39.9016 Las Panjang Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 39.96 1 8 39.9617 Inspeksi 40.88 1 9 40.8818 W/Jig Las Pipe Tail 39.73 1 10 39.7319 W/Jig Las Cantum Bkt Stay Cover 39.90 1 11 39.90

38.66

39.86

36.79

31.38

44.94

1

2

3

4

5

38.326

Elemen Pekerjaan

36.79

33.39

38.32

1

1

1

1

1

1

Contoh Perhitungan :

1. Waktu Baku Pos Kerja 1

= Waktu Baku Elemen Pekerjaa 1 + Waktu Baku Elemen Pekerjaa 2

= 36.79 detik

2. Waktu Baku Pos Kerja 2

= Waktu Baku Elemen Pekerjaa 3 + Waktu Baku Elemen Pekerjaa 4

= 36.64 + 23.15

= 39.86 detik

3.4.3 Perhitungan Efisiensi Lintasan

Perhitungan Efisiensi Lintasan dilakukan dengan menggunakan data waktu

baku yang telah didapatkan untuk menghitung efisiensi dari masing-masing pos

kerja. Penyeimbangan lintasan dilakukan terhadap nilai-nilai efisiensi tersebut,

dimana nilai efisiensi sedapat mungkin diusahakan seimbang antar pos dan tidak

melebihi 100 %.

62

Page 46: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.4.3.1 Perhitungan Efisiensi Masing-Masing Pos Kerja

Nilai efisiensi diperoleh dari hasil perbandingan antara waktu operasi atau

jumlah waktu baku dari masing-masing pos kerja dengan kapasitas produksi

perusahaan. Kapasitas produksi perusahaan ditentukan dengan menentukan

perbandingan antara jam kerja per hari dengan target waktu produksi per hari.

Kapasitas Produksi Perusahaan =

=

=

= 40 detik/unit

Tabel 3.41 Kapasitas Produksi Masing-Masing Pos KerjaPos Waktu baku / Kapasitas

Kerja Pos Kerja (detik) Produksi (Unit)1 36.79 7832 39.86 7233 38.66 7454 31.38 9185 44.94 6416 38.32 7527 39.90 7228 39.96 7219 40.88 705

10 39.73 72511 39.90 722

Lintasan

28800 1

Jam Kerja (detik)

Contoh Perhitungan :

1. Kapasitas Produksi Pos Kerja 4

= (Jam Kerja (detik) x Lintasan ) / Waktu Baku Pos Kerja 4

= (28800 x 1 ) / 31.38

= 918 Unit

2. Kapasitas Produksi Pos Kerja 5

= (Jam Kerja (detik) x Lintasan ) / Waktu Baku Pos Kerja 5

63

Page 47: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

= (28800 x 1 ) / 44.94

= 641 Unit

Tabel 3.42 Pencapaian Target Produksi Masing-Masing Pos Kerja

Kapasitas Produksi (Unit) Target (Unit) %783 720 108.75723 720 100.42745 720 103.47918 720 127.50641 720 89.03752 720 104.44722 720 100.28721 720 100.14705 720 97.92725 720 100.69722 720 100.28

Contoh Perhitungan :

1. % Pencapaian Target Produksi Pos Kerja 4

= (Kapasitas Produksi Pos Kerja 4 / Target ) x 100%

= (918 / 720 ) x 100 %

= 127.50

2. % Pencapaian Target Produksi Pos Kerja 5

= (Kapasitas Produksi Pos Kerja 5 / Target ) x 100%

= (641 / 720 ) x 100 %

= 89.03

Tabel 3.43 Efisiensi Masing-Masing Pos Kerja

Waktu Baku/ Waktu Baku Pos Kerja (detik) (detik)

36.79 92%39.86 100%38.66 97%31.38 78%44.94 112%38.32 96%39.90 100%39.96 100%40.88 102%39.73 99%39.90 100%

Efisiensi

40.00

64

Page 48: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Contoh perhitungan :

1. Efisiensi Pos Kerja 4

= (Waktu Baku Pos Kerja 4 / Waktu Baku Perusahaan ) x 100 %

= (31.38 / 40.00) x 100 %

= 78 %

2. Efisiensi Pos Kerja 5

= (Waktu Baku Pos Kerja 5 / Waktu Baku Perusahaan ) x 100 %

= (44.94 / 40.00) x 100 %

= 112 %

3.4.3.2 Perhitungan Penyeimbangan Lintasan

Berdasarkan hasil perhitungan pada bagian sebelumnya, didapatkan adanya

ketidakseimbangan efisiensi dari beberapa pos kerja. Dari Ketidakseimbangan

lintasan tersebut terdapat pos kerja yang memiliki efisiensi cukup jauh diatas 100

yaitu pada pos kerja ke-5 dimana pada pos ke-5 satu orang operator melakukan tiga

elemen pekerjaan sekaligus sehingga memakan banyak waktu dan secara langsung

mempengaruhi besarnya waktu baku pada pos kerja tersebut. Sedangkan untuk pos

kerja yang memiliki nilai efisiensi cukup jauh dibawah seratus terjadi pada pos ke-4

dan pos kerja ke-10. Hal ini dikarenakan pada pos ke-4 kerja operator dibantu oleh

kepala lapangan sehingga untuk perhitungan man power bisa diabaikan atau

dianggap setengah. Oleh karena itu dilakukan perancangan lintasan produksi ulang

usulan untuk meyeimbangkan beban kerja masing-masing pos kerja.

Tabel 3.44 Prioritas Operasi Berdasarkan Metode Regional Approach

65

Page 49: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Wilayah Prioritas Operasi1 1,3,5,8,9,182 2,4,10,193 6,114 7,125 136 147 158 169 17

Tabel 3.45 Waktu Baku Pos-Pos Kerja Pada Proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150 (Revisi Usulan)No. Elemen Waktu baku / Man Pos Waktu Baku /

Pekerjaan Elemen Pekerjaan Power Kerja Pos Kerja1 Insert Plate Inner2 Spot Body Center3 Insert Plate Buffle No 1 dan Pipe Buffle No 2 36.64 14 Insert Plate Buffle dan Body Protector 23.155 Las Cor 4 titik 24.606 Insert Body Protector dengan Body Center7 Insert Body Front dengan Body Muffler Center8 W/Jig Pengelasan Pipe Tail 37.36 111 Insert Protector Muffler Tail 21.229 Spot Nut dan Stay Muffler Cover 19.1610 W/Jig Pengelasan Body Tail dengan Stay Muffler Cover Comp 27.9112 Spot Body Tail 8.8313 Insert Body Tail Comp dengan Body Center 614 W/Jig Rotary Body Muffler Comp15 Las Cantum Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 39.90 1 7 39.9016 Las Panjang Body Muffler Comp dengan Bracket Muffler Support 39.96 1 8 39.9617 Inspeksi 40.88 1 9 40.8818 W/Jig Las Pipe Tail 39.73 1 10 39.7319 W/Jig Las Cantum Bkt Stay Cover 39.90 1 11 39.90

38.32 38.32

37.2751

1

Elemen Pekerjaan

36.79 1

1

33.39 1

4 39.05

38.663

39.862

36.791

Contoh Perhitungan :

1. Waktu Baku Pos Kerja 1

= Waktu Baku Elemen Pekerjaa 1 + Waktu Baku Elemen Pekerjaa 2

= 36.79 detik

2. Waktu Baku Pos Kerja 2

= Waktu Baku Elemen Pekerjaa 3 + Waktu Baku Elemen Pekerjaa 4

= 36.64 + 23.15

= 39.86 detik

3.4.3.3 Perhitungan Efisiensi Masing-Masing Pos Kerja (Revisi Usulan)

66

Page 50: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Nilai efisiensi diperoleh dari hasil perbandingan antara waktu operasi atau

jumlah waktu baku dari masing-masing pos kerja dengan kapasitas produksi

perusahaan. Kapasitas produksi perusahaan ditentukan dengan menentukan

perbandingan antara jam kerja per hari dengan target waktu produksi per hari.

Kapasitas produksi, persentase pencapaian target serta efisiensi masing-masing pos

kerja setelah dilakukan revisi usulan adalah sebagai berikut :

Kapasitas Produksi Perusahaan =

=

=

= 40 detik/unit

Tabel 3.46 Kapasitas Produksi Masing-Masing Pos Kerja (Revisi Usulan)Pos Waktu baku / Kapasitas

Kerja Pos Kerja (detik) Produksi (Unit)1 36.79 7832 39.86 7233 38.66 7454 39.05 7385 37.27 7736 38.32 7527 39.90 7228 39.96 7219 40.88 70510 39.73 72511 39.90 722

28800 1

Jam Kerja (detik) Lintasan

Contoh Perhitungan :

1. Kapasitas Produksi Pos Kerja 4

= (Jam Kerja (detik) x Lintasan ) / Waktu Baku Pos Kerja 4

= (28800 x 1 ) / 39.05

= 738 Unit

2. Kapasitas Produksi Pos Kerja 5

67

Page 51: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

= (Jam Kerja (detik) x Lintasan ) / Waktu Baku Pos Kerja 5

= (28800 x 1 ) / 39.86

= 773 Unit

Tabel 3.47 Pencapaian Target Produksi Masing-Masing Pos Kerja (Revisi Usulan)

Kapasitas Produksi (Unit) Target (Unit) %783 720 108.75723 720 100.42745 720 103.47738 720 102.50773 720 107.36752 720 104.44722 720 100.28721 720 100.14705 720 97.92725 720 100.69722 720 100.28

Contoh Perhitungan :

1. % Pencapaian Target Produksi Pos Kerja 4

= (Kapasitas Produksi Pos Kerja 4 / Target ) x 100%

= (738 / 720 ) x 100 %

= 102.50

2. % Pencapaian Target Produksi Pos Kerja 5

= (Kapasitas Produksi Pos Kerja 5 / Target ) x 100%

= (773 / 720 ) x 100 %

= 1007.36

Tabel 3.48 Efisiensi Masing-Masing Pos Kerja (Revisi Usulan)

68

Page 52: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Waktu Baku/ Waktu Baku Pos Kerja (detik) (detik)

36.79 92%39.86 100%38.66 97%39.05 98%37.27 93%38.32 96%39.90 100%39.96 100%40.88 102%39.73 99%39.90 100%

Efisiensi

40.00

Contoh perhitungan :

1. Efisiensi Pos Kerja 4

= (Waktu Baku Pos Kerja 4 / Waktu Baku Perusahaan ) x 100 %

= (39.06 / 40.00) x 100 %

= 98 %

2. Efisiensi Pos Kerja 5

= (Waktu Baku Pos Kerja 5 / Waktu Baku Perusahaan ) x 100 %

= (37.27 / 40.00) x 100 %

= 93 %

3.5 Analisis

Analisis pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesenjangan-

kesenjangan atau masalah yang terjadi saat pengolahan data maupun masalah dengan

hasil yang diperoleh. Analisis terhadap pengolahan data yang telah dilakukan antara

lain :

3.5.1 Analisis Penentuan Faktor Penyesuaian

69

Page 53: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

Faktor penyesuaian untuk operator proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150 secara umum dapat dilihat pada pengolahan data.

Penentuan faktor penyesuaian diberikan berdasarkan performansi masing-masing

operator yang bekerja pada lintasan produksi. Operator pada proses pengelasan ini

mempunyai keterampilan dan usaha yang cukup bagus berdasarkan dari nilai yang

diberikan pada penentuan faktor, yaitu antara 0.05 – 0.11 dengan prediket good dan

excellent. Namun dalam hal kondisi kerja dan konsistensi operator tidak begitu baik,

terutama bagi operator yang mengerjakan lebih dari satu elemen pekerjaan.

Kurangnya konsistensi operator terlihat saat operator terkadang mengerjakan

dua atau tiga elemen pekerjaan lansung secara berurutan, namun terkadang operator

juga menyelesaikan satu pekerjaan terlebih dahulu untuk lanjut ke pekerjaan lainnya

sehingga sering terjadi penumpukan dan idle baik untuk operator itu sendiri ataupun

untuk operator lain yang berada diposisi pos sebelum atau sesudah pos tempat

operator tersebut berada.

3.5.2 Analisis Penentuan Faktor Kelonggaran

Faktor kelonggaran untuk operator proses Welding Body Muffler Comp

Sepeda Motor Satria FU Type 150 secara umum juga dapat dilihat pada pengolahan

data. Penentuan faktor kelonggaran diberikan berdasarkan situasi dan kondisi

operator dan lingkungan tempat operator bekerja. Nilai kelonggaran diberikan untuk

spesifikasi pekerjaan yang dilakukan yang terdiri dari besarnya tenaga yang

dikeluarkan, sikap kerja, gerakan kerja, kelelahan mata, temperatur tempat kerja,

atmosfer, serta keadaan lingkungan disekitar pos kerja. Secara rata-rata tenaga yang

dikeluarkan untuk masing-masing elemen kerja tergolong ringan dengan rentang

nilai 6-12 (Berdasarkan perhitungan Westinghouse).

Besar tenaga yang dikeluarkan rata-rata operator yang mengerjakan proses

las spot dan prose insert tidak terlalu besar, hal ini karena tingkat kesulitan untuk

pekerjaan ini tidak terlalu sulit. Sehingga operator tidak diharuskan mengeluarkan

energi yang besar untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Begitu juga dengan

70

Page 54: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

kelelahan mata, kedua proses ini tidak menuntut operator untuk melihat atau fokus

terus menerus pada komponen saat melakukan pekerjan, sinar las yang ditimbulkan

pun tidak begitu berbahaya dan tajam sehingga tidak terlalu melelahkan mata.

Sikap kerja dan gerakan kerja untuk semua operator hampir sama. Operator

bekerja dalam keadaan berdiri dengan melakukan operasi pekerjaan diatas meja,

untuk gerakan kerja operator tidak mengalami kesulitan karena meja operasi masing-

masing operator untuk bekerja cukup besar, sehingga gerakan operator tidak terbatas.

Proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor Satria FU Type 150

dilakukan didalam pabrik, sehingga untuk temperatur tempat kerja, atmosfer, serta

keadaan lingkungan disekitar pos kerja kurang baik. Sebab proses pengelasan

menyebabkan temperatur disekitar ruangan menjadi panas, debu-debu sisa

pengelasan juga mencemarkan udara sehingga memberi dampak buruk terhadap

keadaan atmosfer lingkungan dalam pabrik.

3.5.3 Analisis Penentuan Waktu Baku

Penentuan waktu baku berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan

diperoleh dari hasil perkalian lamanya waktu siklus dengan besarnya nilai pada

faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran untuk masing-masing elemen pekerjaan.

Selisih antara besarnya waktu siklus dan waktu baku yang diperoleh dipengaruhi

oleh besarnya nilai penyesuaian dan kelonggaran untuk masing-masing elemen

pekerjaan. Selisih yang cukup besar rata-rata terjadi pada elemen pekerjaan yang

cukup ringan seperti proses insert, hal ini dikarenakan faktor penyesuaian yang

diberikan untuk elemen pekerjaan tersebut cukup besar sesuai dengan performasi

dari operator tersebut.

3.5.4 Analisis Penyeimbangan Lintasan

Keseimbangan lintasan produksi dilihat dari waktu baku masing-masing pos

kerja yang terdapat pada lintasan produksi tersebut karena mempengaruhi kapasitas

71

Page 55: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

serta efisiensi yang dihasilkan pos kerja itu sendiri yang menyebabkan seimbang atau

tidaknya lintasan produksi tersebut.

Lintasan produksi pada proses Welding Body Muffler Comp Sepeda Motor

Satria FU Type 150 memiliki 11 pos kerja dengan 12 orang operator. waktu baku

terbesar terdapat pada pos ke-5 yaitu selama 44.94 detik. hal ini dikarenakan pada

pos pengelasan ke-5 satu orang operator mengerjakan 3 elemen pekerjaan. Sehingga

beban kerja operator tersebut lebih besar dibandingkan dengan beban kerja pada pos

pengelasan lainnya. Sedangkan untuk waktu baku terkecil terdapat pada pos

pengelasan ke-4 yaitu selama 31.38 detik, hal ini dikarenakan satu elemen pekerjaan

pada pos pengelasan ke-4 dibantu oleh kepala lapangan yang tidak terhitung sebagai

operator. Sehingga beban kerja operator menjadi berkurang. Untuk itu dilakukan

perancangan ulang usulan untuk pembagian elemen pekerjaan untuk pos pengelasan

ke-4 dan pos pengelasan ke-5. Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya setelah

diadakan perancangan lintasan ususlan nilai waktu baku untuk masing-masing pos

pengelasan menjadi lebih seimbang yaitu sebesar 39.05 detik untuk pos pengelasan

ke-4 dan 37.27 untuk pos pengelasan ke -5

Waktu baku untuk masing-masing pos pengelasan yang ditetapkan oleh

perusahaan adalah selama 40 detik. meskipun telah dilakukan perancangan ulang

usulan pembagian elemen pekerjaan untuk masing-masing pos pengelasan

keseimbangan lintasan produksi tidak dapat tercapai. Hal ini dikarenakan adanya

beberapa elemen pekerjaaan yang memiliki waktu baku yang lebih besar dari waktu

baku yang ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga meskipun pada satu pos operator

hanya melakukan satu elemen pekerjaan tetap saja waktu bakunya melebihi

ketetapan sehingga kapasitas produksi tidak dapat tercapai. Perbedaan yang cukup

besar terjadi pada pos pengelasan ke-5 untuk elemen pekerjaan Inspeksi yaitu sebesar

42.08 detik.

Kelebihan waktu siklus pada elemen pekerjan ini disebabkan oleh kompetensi

operator itu sendiri. Karena pada elemen pekerjaan ini usia operator sudah mencapai

50 tahunan, faktor usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performansi

seseorang dalam bekerja, sehingga kinerja yang diberikan operator tersebut tidak

seoptimal operator lainnya yang rata-rata berada pada rentang usia yang masih

72

Page 56: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

produktif atau sekitar 30-40 tahunan. Untuk itu perlu dilakukan perputaran atau

pertukaran antar operator. Operator yang sudah berusia lanjut atau pada rentang usia

non produktif sebaiknya ditempatkan pada posisi dengan elemen pekerjaan yang

dilakukan tidak terlalu berat dan menuntut ketelitian yang tinggi, sedangkan untuk

operator yang masih muda atau dalam rentang usia masih produktif ditempatkan

pada posisi dengan elemen pekerjaan yang dilakukan memiliki tingkat kesulitan yang

lebih berat dan menuntut ketelitian yang tinggi.

73

Page 57: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

3.6 Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran berdasarkan Kerja Praktek yang

dilakukan di PT Suzuki Indomobil Motor. Kesimpulan dan saran diperoleh

berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang dilakukan.

3.6.1 Kesimpulan

Penyeimbangan lintasan (Line Balancing) dapat dilakukan dengan salah satu

caranya adalah menyeimbangkan beban kerja dimasing-masing pos kerja.

Menyeimbangkan beban kerja di masing-masing pos kerja bertujuan untuk

menghindari bottleneck dan inventori komponen work in process yang berlebihan.

Hal ini sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan kapasitas dan produktifitas

perusahaan, serta meningkatnya kepuasan konsumen karena produk yang dipesan

bisa selesai tepat waktu atau bahkan selesai sebelum waktunya.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian di PT.Suzuki Indomobil

Motor khususnya di bagian proses Welding Muffler Body Comp Sepeda Motor Satria

FU 150, adalah sebagai berikut :

1. Waktu siklus untuk masing-masing elemen pekerjaan berbeda sesuai dengan

tingkat kesulitan masing-masing elemen pekerjaan.

2. Waktu Baku untuk masing-masing elemen dipengaruhi oleh faktor

penyesuian dan faktor kelonggaran

3. Distribusi beban masing-masing pos kerja tidak seimbang, sehingga

mempengaruhi keseimbangan lintasan.

4. Kapasitas masing-masing pos kerja berbeda-beda karena dipengaruhi waktu

baku masing-masing pos kerja.

5. Efisiensi pos kerja 4 dan 5 kurang baik, karena penempatan elemen pekerjaan

di kedua pos tersebut tidak seimbang

6. Akibat adanya efisiensi yang kurang baik karena pembebanan kerja yang

tidak seimbang maka lintasan produksi dirasa perlu dirancang ulang.

74

Page 58: BAB III Penyelesaian Kasus Kerja Praktek

7. Menyeimbangkan efisiensi pos-pos kerja yang kurang efisien dengan cara

mendistribusi ulang pembagian elemen-elemen pekerjaan di pos-pos kerja.

3.6.2 Saran

Saran yang diusulkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.

Suzuki Indomobil Motor khususnya bagian proses Welding, agar kegiatan produksi

kedepannya lebih baik sebaiknya, pada jalur Welding Muffler Sepeda Motor Suzuki,

penempatan pos kerja sebaiknya berurutan sesuai dengan precedence diagram serta

operator untuk masing-masing elemen pekerjaan disesuaikan dengan usia operator

tersebut, agar performasi masing-masing operator lebih optimal.

75