BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf ·...

12
27 BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN GURU JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah umum tetap diperjuangan oleh sejumlah elit muslim di pemerintahan. Akhirnya, pendidikan agama mulai diajarkan di sekolah umum, setelah Panitia Penyelidik Pengajaran pada tanggal 2 Juli 1946 mengeluarkan rekomendasi pendidikan agama yang mulai diajarkan di sekolah umum, calon guru agama diangkat oleh Departemen Agama, dan guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum. Sebagai tindak lanjut dari isi rekomendasi di atas, Menteri Agama (K.H.R. Fathurahman Kafrawi) dan Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan/PP dan K (Mr. Soewandi) membuat kesepakatan bersama tentang pendidikan agama di sekolah yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Bersama Menteri PP dan K. Para ahli pendidikan Indonesia berpendapat bahwa pendidikan agama mempunyai peranan penting dalam pendidikan manusia Indonesia seutuhnya. Ilmu pengetahuan hanya membentuk intelektualisme, tidak membentuk akhlak yang luhur. Berdasarkan pemikiran itu maka masalah pendidikan agama tercantum pula dalam UU No. 4 tahun 1950/UU No. 12 tahun 1954, pada pasal 20 yang berbunyi :

Transcript of BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf ·...

Page 1: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

27

BAB III

PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN GURU

JASMANI

A. Pendidikan Guru Agama Islam

Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan pendidikan agama sebagai

salah satu mata pelajaran di sekolah umum tetap diperjuangan oleh sejumlah elit

muslim di pemerintahan. Akhirnya, pendidikan agama mulai diajarkan di sekolah

umum, setelah Panitia Penyelidik Pengajaran pada tanggal 2 Juli 1946

mengeluarkan rekomendasi pendidikan agama yang mulai diajarkan di sekolah

umum, calon guru agama diangkat oleh Departemen Agama, dan guru agama

diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum. Sebagai tindak lanjut dari isi

rekomendasi di atas, Menteri Agama (K.H.R. Fathurahman Kafrawi) dan Menteri

Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan/PP dan K (Mr. Soewandi) membuat

kesepakatan bersama tentang pendidikan agama di sekolah yang dituangkan

dalam bentuk Peraturan Bersama Menteri PP dan K.

Para ahli pendidikan Indonesia berpendapat bahwa pendidikan agama

mempunyai peranan penting dalam pendidikan manusia Indonesia seutuhnya.

Ilmu pengetahuan hanya membentuk intelektualisme, tidak membentuk akhlak

yang luhur. Berdasarkan pemikiran itu maka masalah pendidikan agama

tercantum pula dalam UU No. 4 tahun 1950/UU No. 12 tahun 1954, pada pasal 20

yang berbunyi :

Page 2: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

28

“dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran-pelajaran agam; orang tua

murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut”.

Kemudian dalam pelaksanaannya, pada tahun 1951 Menteri PP dan K (waktu itu

Dr. Bahder Djohan) mengeluarkan “peraturan bersama” Menteri Agama,

tertanggal 16 Juli 1951 No. . “Peraturan bersama” antara Menteri PP

dan K dan Menteri Agama yang ditandatangani oleh H. Wahid Hasjim pada

tanggal 20 Januari 1951 dan baru berlaku pada tanggal 1 Februari 1951. Dengan

dikeluarkannya “Peraturan Bersama” itu dapatlah diatasi masalah pendidikan

agama yang sangat peka sekali.

Penetapan pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran agama di

sekolah umum menjadi tantangan tersendiri bagi Departemen Agama karena

sebagaimana rekomendasi di atas, guru agama harus disiapkan oleh Departemen

Agama. Tugas ini merupakan beban yang tidak ringan mengingat departemen ini

baru berdiri dan pada masa itu guru-guru agama yang ada pada umumnya hanya

ahli dalam bidang studi agama. Padahal yang dikehendaki pemerintah adalah guru

agama yang memahami pengetahuan umum. Oleh karena itu, untuk

menindaklanjuti rekomendasi di atas Departemen Agama, sejak 1 Januari 1947,

mulai merancang pengadaan guru agama melalui sejumlah program, baik program

jangka pendek maupun jangka panjang :1

1. Program jangka pendek dilakukan dengan cara; (a) menyelenggarakan

kursus singkat calon guru agama melalui pelatihan selama minggu.

1 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta : Logos, 2001), hal. 59-60

Page 3: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

29

Dari 90 orang yang dilatih hanya 45 orang yang lulus; (b)

menyelenggarakan ujian calon guru agama melalui sistem pemeriksaan

awal di daerah dan pemeriksaan akhir di pusat.

2. Program jangka panjang dilakukan dengan cara mendidik calon-calon

guru agama melalui pendirian lembaga pendidikan guru agama.

Untuk merealisasikan program jangka panjang, Departemen Agama pada

masa Menteri Agama KH. Faqih Usman mulai merintis pendirian sekolah guru

yang diawali dengan pendirian Sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI).

Lembaga ini berdiri pada tanggal 16 Mei 1948 di Solo. Pada tanggal 8 Desember

1948, atas perintah Menteri Agama (KH. Masjkur), SGHAI dipindah ke

Yogyakarta. Beberapa hari kemudian terjadi agresi militer Belanda II (19

Desember 1948), sehingga SGHAI terpaksa ditutup.

Sesuai namanya, SGHAI, berfungsi di samping mempersiapkan calon guru

agama juga “mencetak” calon pegawai pada pengadilan agama yang ketika itu

masih membutuhkan banyak tenaga. Penyatuan dua misi ke dalam satu lembaga

tersebut mungkin karena pertimbangan praktis, pada masa itu sumber daya

Departemen Agama belum memungkinkan mendirikan lembaga terpisah, lebih-

lebih kondisi negara belum stabil akibat gangguan dari luar dan dalam negeri.

Gangguan dari luar berupa agresi militer Belanda pertama (21 Juli 1947) dan

kedua (19 Desember 1948), sedangkan gangguan dari dalam berupa

pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. 2

2 Muhammad Kosim, Dari SGHAI Ke PGA : Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Guru Agama Islam Negeri Jenjang Menengah. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2 No. 2, 2007, hal. 183

Page 4: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

30

Masa perintisan dalam periode awal ini tidak berarti Departemen Agama

memulai dari awal. Karena sebelum pemerintah mendirikan SGHAI, umat Islam

telah banyak mendirikan sekolah guru agama. Di samping itu, Departemen PP dan

K telah pula mendirikan lembaga pendidikan guru pasca Indonesia merdeka,

dengan nama SGA, SGB, dan SGC.

Departemen Agama terus mengembangkan pendirian sekolah guru agama

ke sejumlah daerah. Perluasan ini dilakukan, terutama, setelah pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4/1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan

dan Pengajaran di Sekolah, yang isinya, antara lain, menyangkut program wajib

belajar di sekolah dasar.3 Untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut,

terutama dalam hal penyelenggaraan program wajib belajar, pendirian sekolah

baru semakin ditingkatkan. Akibatnya, kebutuhan guru agama juga meningkat.

Oleh karena itu, Departemen Agama terus berupaya meningkatkan pengadaan

guru agama melalui penyempurnaan dan perluasan SGHAI serta melalui

pendirian lembaga baru bernama Sekolah Guru Agama Islam (SGAI). Dua

lembaga ini, kendati sama-sama menyiapkan tenaga guru agama, memiliki

perbedaan-perbedaan, yaitu :4

1. Sekolah Guru dan Hakim Islam (SGHAI)

3 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4/1950 menyatakan “Semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya”; ayat (2) “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”. 4

H. Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1979) hal. 360-361

Page 5: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

31

Masa studi ditempuh selama empat tahun setelah lulus Madrasah

Tsanawiyah atau Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ; Terdiri atas empat

bagian (program), yaitu bagian A untuk calon guru kesusastraan, bagian B

untuk calon guru ilmu alam, bagian C untuk calon guru agama, dan bagian

D untuk calon pegawai pada pengadilan agama; Lulusan guru SGHAI

disiapkan untuk menjadi guru agama dan guru umum di madrasah.

2. Sekolah Guru Agama Islam (SGAI )

Sekolah Guru Agama Islam terdiri atas dua program, program jangka

pendek dan program jangka panjang. Pada program jangka pendek, lama

belajarnya dua tahun setelah Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama, sehingga disebut SGAI dua tahun. Dengan adanya

program ini, lulusan MTs/SLTP memiliki peluang untuk melanjutkan ke

dua lembaga keguruan, SGHAI atau SGAI dua tahun. Sedangkan program

jangka panjang masa belajarnya lima tahun setelah SR atau MI enam

tahun, sehingga disebut SGAI lima tahun. Pada program lima tahun ini,

kurikulumnya setara dengan Sekolah Guru B (SGB) ditambah dengan

mata pelajaran agama dan bahasa Arab. Karena itu, SGAI lima tahun ini

bisa disebut SGB plus. Masa belajarnya lebih lama dari SGB, yakni lima

tahun, sedangkan SGB hanya empat tahun ; Lulusan SGAI disiapkan

untuk menjadi guru agama di sekolah umum.

Pada awalnya, SGHAI dan SGAI hanya didirikan di daerah ibukota

Yogyakarta. Setelah Kementerian Agama RI di Yogyakarta digabung dengan

Kementerian Agama RIS di Jakarta ke dalam negara kesatuan RI, Menteri Agama

Page 6: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

32

(KH. Wahid Hasyim) menganjurkan agar dua lembaga guru tersebut dibuka di

setiap karesidenan.5 Pada tahun 1951, setelah pemerintah RI pindah ke Jakarta,

Departemen Agama terus memperluas keberadaan lembaga-lembaga di atas

dengan sedikit perubahan, yaitu; nama SGAI diganti menjadi PGA (Pendidikan

Guru Agama), dan nama SGHAI diganti menjadi SGHA (Sekolah Guru dan

Hakim Agama). Perubahan nama ini tidak berpengaruh pada kurikulum dan masa

belajar. Dengan demikian SGHA tetap ditempuh empat tahun, dan PGA tetap

lima tahun (bagi lulusan SR/MI) atau dua tahun (bagi lulusan SLTP/MTs).

Perubahan nama tersebut didasarkan pada Penetapan Menteri Agama (KH. Wahid

Hasyim) Nomor 7/1951 tanggal 15 Pebruari 1951.

Sampai tahun 1951 SGHA dan PGA telah menyebar ke beberapa daerah

hingga mencapai jumlah 25 lembaga, yang terdiri dari lima SGHA dan 20 PGA,

dengan rincian SGHA sebanyak lima buah, dibuka di Yogyakarta, Malang,

Kotaraja Banda Aceh, Bukittinggi, dan Bandung dan PGA sebanyak 20 buah,

dibuka di Tanjung Pinang, Kotaraja Banda Aceh, Padang, Banjarmasin, Jakarta,

Tanjung Karang, Bandung, Pamekasan, Bogor, Cirebon, Purwokerto, Pekalongan,

Magelang, Solo, Salatiga, Kudus, Madiun, Bojonegoro, Kediri, dan Jember.

Pada tahun 1952-1958 dua jenis sekolah guru yang ada--SGAI dan SGHA-

-diintegrasikan menjadi satu lembaga, yakni Pendidikan Guru Agama Negeri

(PGAN), dengan ketentuan PGA jangka panjang (PGA lima tahun) diganti

menjadi PGAN enam tahun, yang terdiri atas PGA Pertama Negeri (PGAPN)

empat tahun (kelas I sampai kelas IV) dan PGA Atas Negeri (PGAAN) dua tahun

5 Muhammad Kosim, Op Cit, hal. 186-188

Page 7: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

33

(kelas V sampai VI). Sedangkan PGA jangka pendek (PGA dua tahun) dihapus

sama sekali. Perubahan dari PGA lima tahun menjadi PGAN enam tahun ini

didasarkan atas Penetapan Menteri Agama Nomor 35/1953 tanggal 21 Nopember

1953.

SGHA bagian A, B, C dihapus, sedangkan bagian D diganti dengan

lembaga baru yang secara khusus mendidik calon pegawai pengadilan agama,

bernama PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri). Penghapusan SGHA

didasarkan pada Penetapan Menteri Agama tanggal 19 Mei 1954 No. 109/1954

terhitung mulai tanggal 1 Januari 1954. Sedangkan ide perubahan SGHA (Bagian

D) menjadi PHIN ini diusulkan pertama kali dalam rapat kerja ahli-ahli

pendidikan di lingkungan Departemen Agama pada tanggal 7 s/d 13 Januari 1954,

dan laporan rapat kerja kepala-kepala PGA dan SGHA seluruh Indonesia tanggal

18 s/d 21 Pebruari 1954 di Bogor. Akhirnya, berdasarkan Penetapan Menteri

Agama Nomor 14/1954 tanggal 19 Mei 1954 dan Penetapan Kepala Jawatan

Pendidikan Agama Nomor 2/1954 tanggal 24 Mei 1954, PHIN dibuka di

Yogyakarta.

Pada tahun 1958 Departemen Agama tetap mempertahankan konsep

PGAN enam tahun yang telah dikembangkan sebelumnya. Dengan demikian,

dalam masa yang panjang (± 20 tahun) kebijakan yang dilakukan Departemen

Agama berkisar pada pembinaan dan perluasan lembaga ke sejumlah

daerah,termasuk pula penambahan lembaga baru namun dalam kerangka PGAN

enam tahun, yaitu pendirian ; PGAN enam tahun lengkap (mulai kelas I sampai

kelas VI) dan PGA Atas Luar Biasa Negeri Jurusan Ketunanetraan di Sleman

Page 8: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

34

Yogyakarta.6 Dalam perkembangan berikutnya, karena dipandang adanya

kesulitan penyebutan nama-nama lembaga pendidikan guru agama yang ada,

maka dilakukan upaya penyederhanaan melalui Penetapan Menteri Agama Nomor

18/1959 tentang Nama-nama Sekolah Dinas Pendidikan Guru Agama, dengan

ketentuan berikut :7

Pendidikan Guru Agama Pertama Negeri 4 tahun (PGAPN 4 tahun)

diganti menjadi Pendidikan Guru Agama Negeri 4 tahun (disingkat PGAN

4 tahun), yaitu sekolah dinas yang menyelenggarakan bagian pertama dari

pendidikan guru agama (kelas I sampai kelas IV).

Pendidikan Guru Agama Atas Negeri 2 tahun (PGAAN 2 tahun) diganti

menjadi Pendidikan Guru Agama Negeri 6 tahun (disingkat PGAN 6

tahun), yaitu sekolah dinas yang menyelenggarakan secara lengkap

pendidikan guru agama mulai dari kelas I sampai kelas VI.

Pendidikan Guru Agama Atas Negeri Putri 2 tahun (PGAAN Putri 2

tahun) diganti menjadi Pendidikan Guru Agama Negeri Putri (disingkat

PGAN Putri), yaitu sekolah dinas yang menyelenggarakan bagian atas

(kelas V sampai kelas VI) dari pendidikan guru agama khusus putri.

Pendidikan Guru Agama Luar Biasa Negeri Bagian A Jurusan

Ketunanetraan (disingkat PGALBN/A), yaitu sekolah dinas yang

6 Heni Listiana, Dinamika Politik Pendidikan Guru Agama Islam Pada Masa Orde Lama . TADRIS: Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 2 No. 2, November 2013,hal. 390

7 Muhammad Kosim, Pendidikan Guru Agama di Indonesia : Pergumulan dan Problema Kebijakan

1948 – 2011 (Jakarta : Pustaka Nusantara, 2012), hal. 37

Page 9: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

35

menyelenggarakan bagian atas (kelas V sampai kelas VI) dari pendidikan

guru agama khusus calon guru agama di sekolah luar biasa.

Pada ketetapan MPRS tahun 1960 kedudukan pendidikan agama di

sekolah masih lemah, murid/wali murid bisa memilih apakah akan mengikuti atau

tidak mengikuti pelajaran agama. Sedangkan pada ketetapan MPRS tahun 1966

pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib diikuti

setiap peserta didik. Ketetapan ini, kendati belum begitu kuat, telah semakin

memantapkan posisi pendidikan agama di sekolah umum. Perbedaan cara

pandang pemerintah terhadap keberadaan pendidikan agama sangat dipengaruhi

situasi politik yang mengiringi ketika itu. Tahun 1960 merupakan periode akhir

Orde Lama. Di masa-masa itu keberadaan PKI cukup kuat di pemerintahan,

sehingga keputusan pemerintah banyak diwarnai sikap politik PKI. Tujuan

pendidikan nasional, misalnya, mulai bergeser ke arah kiri.

B. Pendidikan Guru Jasmani

Istilah pendidikan jasmani sebelum tahun 1950 disebut dengan istilah

gerak badan atau sport. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari kurikulum

pada sebagian jenjang sekolah di Indonesia dari masa kolonial. Mata pelajaran

tersebut diajarkan pada sekolah rendah dan sekolah menengah. Memasuki masa

awal kemerdekaan Indonesia, pendidikan jasmani masih menjadi bagian dari

pendidikan di Indonesia.

Pendidikan jasmani pada masa kemerdekaan Indonesia menjadi bagian

dari mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar atau sekolah

Page 10: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

36

rakyat (SR) hingga sekolah lanjutan. Pendidikan jasmani dimasukkan ke dalam

kurikulum awal kemerdekaan diharapkan mampu membantu penumbuhan fisik

dan jiwa yang baik dari para pemudanya. Termuatnya pendidikan jasmani dalam

kurikulum menandakan bahwa waktu itu pemerintah telah berpandangan maju

dan berkemauan baik dalam menyeimbangkan pendidikan yang ada.

Penyeimbangan pendidikan yang dimaksud adalah karena gerak badan yang ada

saat itu menggunakan sistem permainan.8

Pelaksanaan pendidikan jasmani yang sebelum tahun 1950 disebut dengan

gerak badan memiliki berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi

disekolah antara lain; (1) pendidikan jasmani untuk anak perempuan, (2) perlunya

nasihat dokter, (3) bahan pengajaran diambil dari permainan dan kesenian

nasional, (4) perlunya musik, (5) kepanduan, (6) pencegahan ekses dalam

perlombaan serta perlunya membiayai kegiatan, (7) perlunya menolong sekolah

partikelir, (8) perlunya lapangan disetiap sekolah, dan (9) perlunya mengadakan

kursus kilat bagi guru-guru.

SGPD mulai dibuka pada tahun 1950. Kurikulum yang digunakan untuk

proses belajar mengajar menggunakan rencana pelajaran 1950. Awal

kemerdekaan Indonesia kurikulum hanya susunan tentang mata pelajaran yang

diajarkan di suatu sekolah. Kurikulum di SGPD juga hanya tersusun dari beberapa

mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tersebut. Hal ini berbeda dengan

kurikulum pada masa sekarang yang mengatur tentang sistem pendidikan secara

8 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 71-73

Page 11: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

37

utuh. Kurikulum tahun 1950 menetapkan SGPD sebagai sekolah dengan waktu

lama belajar empat tahun.

Kegiatan proses belajar mengajar tahun ajaran baru di SGPD dilaksanakan

pada bulan Agustus. Sebelumnya pada bulan Juni hingga Juli telah dilaksanakan

pendaftaran untuk murid baru di SGPD. Proses pendaftaran murid baru

berlangsung kurang lebih selama tujuh minggu. Model pendidikan di SGPD

Yogyakarta tidak meniru model pendidikan di Taman Siswa, yakni peguron.

Berbeda dengan Taman siswa yang mengunakan sistem peguron dengan

memisahkan pendidikan untuk kaum perempuan dan kaum laki-laki. SGPD justru

menggabungkan kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam satu asrama dan satu

sekolah. Penggabungan tersebut menjadi ciri khas dari model pendidikan di

SGPD bernama coeducation.

Proses belajar mengajar di kelas SGPD berlangsung dari hari Senin hingga

hari Sabtu. Proses belajar mengajar dalam satu hari dibagi menjadi dua waktu.

Waktu pertama yakni di pagi hari mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan

pukul 12.00 WIB. Waktu kedua yakni pada sore hari pukul 15.00-17.30 WIB. Hal

ini diperkuat oleh Edi Sumardi yang menyatakan bahwa kegiatan belajar mengajar

di SGPD berlangsung selama dua kali dalam sehari yakni pagi dan sore hari.

Proses belajar mengajar di SGPD terdiri dari dua macam, yakni teori dan

praktek. Kegiatan belajar mengajar berupa teori dilaksanakan di dalam kelas.

Waktu proses ini tidak hanya berlangsung di pagi atau siang hari saja, terkadang

juga berlangsung di sore hari. Kegiatan belajar mengajar berupa praktek dilakukan

di luar kelas atau lapangan sesuai dengan kegiatan prakteknya. Sama halnya

Page 12: BAB III PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN …repository.unj.ac.id/154/8/10. BAB 3.pdf · JASMANI A. Pendidikan Guru Agama Islam Setelah Indonesia merdeka, upaya menjadikan

38

dengan proses belajar mengajar teori, proses belajar mengajar praktek juga

berlangsung dalam dua waktu yakni pagi dan sore hari.

Proses pembelajaran di SGPD tidak berhenti di dalam kelas saja. murid

SGPD masih diberikan bekal ilmu di asrama. Proses pembelajaran di asrama ini

mengadopsi proses pembelajaran seperti di Taman Siswa. Hanya saja guru yang

ada di SGPD tidak semua tinggal di asrama. Hanya guru pengurus asrama saja

yang tinggal di asrama.

Saat di asrama mereka mendapat bekal ilmu berorganisasi dan berlatih

pendidikan jasmani sesuai dengan hobby masing-masing murid. Pernyataan

tersebut dipertegas oleh Rachmat yang menyatakan bahwa kegiatan di asrama

diselenggarakan sesuai dengan koordinasi yang diberikan oleh ketua asrama.

Kegiatan penilaian dan Evaluasi belajar di SGPD dilakukan setiap 4 bulan

sekali. Setiap empat bulan sekali diadakan tes untuk mengetahui hasil belajar

murid-murid SGPD. Penilaian dan evaluasi belajar teori dilakukan dengan cara

tertulis sesuai waktu yang telah ditentukan dari sekolah. Berbeda dengan penilaian

dan evaluasi praktek dilakukan tidak terjadwal.