BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

21
52 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum Kelurahan Rijali 3.1.1. Kondisi Geografis Kelurahan Rijali dikelilingi oleh Laut Ambon dua sungai besar, yaitu Wai Tomu dan Wai Batu Merah. Batasan Kelurahan adalah bagian Utara Teluk Ambon dan Desa Batu Merah, bagian Timur Kelurahan Uritetu, bagian Barat Kelurahan Amantelu dan Kelurahan Karang Panjang, bagian Selatan Kelurahan Karang Panjang dan Kelurahan Uritetu. RW I dan RW III berdekatan dengan Kelurahan Uritetu, RW IV dengan Kelurahan Uritetu dan Kelurahan Karang Panjang, RW V dengan Kelurahan Amantelu, RW II dengan Desa Batu Merah. Sampai 1956 Kelurahan Rijali masih masuk dalam wyk (lingkungan) D yang lasung dipimpin oleh walikota. Pada waktu itu di Kota Ambon terdapat 6 wyk yang diberi kode A sampai F. Sistim wyk ini hanya terdapat di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Sirimau (Hunipopu, Ahusen, Uritetu, dan Amantelu) yang dikenal sebagai Kota Ambon lama. Tahun 1981 ke enam wyk dirobah menjadi 16 Kelurahan, dan Kelurahan ijali termasuk dalam lingkungan Amantelu. Khusus untuk Kelurahan Rijali, dulu dikuasai oleh beberapa orang yang dianggap sebagai tuan tanah, yaitu dari marga Sohelait, Botenbosch, Maruanaya, Oppier, Fransiscus, Huliselan, Tanamal, dan Bakarbessy. Keluarga Tanamal terkenal

Transcript of BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

Page 1: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

52

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik)

3.1. Gambaran Umum Kelurahan Rijali

3.1.1. Kondisi Geografis

Kelurahan Rijali dikelilingi oleh Laut Ambon dua sungai besar, yaitu Wai

Tomu dan Wai Batu Merah. Batasan Kelurahan adalah bagian Utara Teluk

Ambon dan Desa Batu Merah, bagian Timur Kelurahan Uritetu, bagian Barat

Kelurahan Amantelu dan Kelurahan Karang Panjang, bagian Selatan Kelurahan

Karang Panjang dan Kelurahan Uritetu. RW I dan RW III berdekatan dengan

Kelurahan Uritetu, RW IV dengan Kelurahan Uritetu dan Kelurahan Karang

Panjang, RW V dengan Kelurahan Amantelu, RW II dengan Desa Batu Merah.

Sampai 1956 Kelurahan Rijali masih masuk dalam wyk (lingkungan) D

yang lasung dipimpin oleh walikota. Pada waktu itu di Kota Ambon terdapat 6

wyk yang diberi kode A sampai F. Sistim wyk ini hanya terdapat di dua kecamatan

yaitu, Kecamatan Sirimau (Hunipopu, Ahusen, Uritetu, dan Amantelu) yang

dikenal sebagai Kota Ambon lama. Tahun 1981 ke enam wyk dirobah menjadi 16

Kelurahan, dan Kelurahan ijali termasuk dalam lingkungan Amantelu. Khusus

untuk Kelurahan Rijali, dulu dikuasai oleh beberapa orang yang dianggap sebagai

tuan tanah, yaitu dari marga Sohelait, Botenbosch, Maruanaya, Oppier,

Fransiscus, Huliselan, Tanamal, dan Bakarbessy. Keluarga Tanamal terkenal

Page 2: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

53

sebagai pemilik ‘rumah gergaji’, yaitu pengusaha kayu yang membuang sisa

serbuk kayunya kelaut dan dianggap sebagai orang pertama yang menjadikan

Pantai Mardika seperti sekarang ini. Keluarga Sohelait adalah orang pertama yang

menjadi agen minyak tanah di Ambon. Selain itu pada waktu wilayah mardika

masih berupa pantai dijumpai ‘rumah gantung’. Rumah ini milik Orang Buton

pertama yang tinggal di wilayah Rijali, terbuat dari kayu yang tiangnya tepancang

di laut.

Rijali diawali dari sejarah tanah negeri Petuanan Soya. Kemudian, nenek

moyang penduduk negeri itu memberi nama ‘Rijali’ untuk daerah sekitar Pantai

Mardika yang sekarang dijadikan nama salah satu kelurahan dari Kecamatan

Sirimau. Pada saat masih bernama wyk pada tahun 1960-an, batas Rijali sampai

Hotel ‘Ambon Manise’ sekarang (yang dulu masih berupa laut). Tahun 1970

dilakukan pengeringan air laut yang diawali oleh perusahan kayu yang ada di tepi

pantai, yaitu dengan membuang ampas kayu atau serut gergaji ke laut. Kegiatan

ini dilanjutkan pemerintah dengan satu rencana untuk menjadikan wilayah

tersebut sebagai daerah pertokan dan terminal bis. Akhir tahun 1970-an kegiatan

pemerintah ini terselesaikan, dan kemudian mulai dibangun took-toko dan Bank

Danamon sebagai bank pertama di wilayah Rijali. Pada waktu kelurahan Rijali

berdiri, kantor kelurahannya ada di kompleks pertokoan. Makin padatnya wilayah

Mardika sebagai pusat perbelanjaan, toko, perkantoran, dan terminal kendaraan

umum, maka atas prakasa PT. Perkasa, kantor Kelurahan Rijali dipindahkan ke

tempat sekarang yang berbatasan dengan Kelurahan Batu merah.

Page 3: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

54

Dibangunnya pantai Mardika mengakibatkan kawasan ini berkembang

dengan pesat, dan mulai tumbuh beberapa fasilitas umum baik yang bersifat

hiburan maupun ekonomi di Kelurahan Rijali. Pada saat itu, ada beberapa fasilitas

hiburan dan penginapan yang tumbuh, antara lain; Disco (1), Tempat Karoke (5),

Billyard (7), Restoran besar (1), Hotel (5), dan Penginapan (1). Di tempat hiburan

inilah anak-anak Ambon banyak berkumpul yang kebanyakan terpusat di wilayah

Mardika atau Jalan Cendrawasih. Selain itu, mulai tumbuh bangunan perusahan

besar seperti ‘Jayanti Group’ dan Bank. Sedangkan perusahan sedang yang

muncul pada saat itu adalah, perusahan kontrkator, perjalaan, ekspedisi, dialer

minyak, dan lain-lain.

3.1.2. Pola Pemukiman Penduduk

Kelurahan Rijali berada di wilayah Mardika, oleh sebab itu warga yang

tinggal di Kelurahan Rikali juga dipanggil dengan sebutan orang Mardika. Asal

mula panggilan orang Mardika ini sudah ada sejak zaman penjajahan bangsa

Portugis.

F. Valentijn dan beberapa penulis lainnya menerangkan, bahwa mereka ini

semula adalah budak-budak orang Portugis yang tugasnya antara lain adalah

sebagai awak kapal orang Portugis serta melakukan segala macam pekerjaan yang

diperintahkan oleh tuannya sesuai dengan status mereka sebagai budak. Kemudian

Page 4: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

55

setelah mereka diKristenkan oleh tuannya, mereka dimerdekakan oleh status

budak mereka. Karena itu mereka mendapat nama “orang Mardika” (mardijkers).1

Pemukiman Rijali dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang.

Pendatang banyak yang mengontrak rumah atau kamar secara beramai-ramai

dengan teman satu daerah asal. Mereka ada yang berdiam mengelompok pada

suatu tempat atau terpencar. Berkembangnya pertokoan Mardika membuat

tingginya arus migrasi di Kelurahan Rijali, terutama pendatang dari Kawasan

Timur yang dikenal sebagai sebutan BBM (Buton, Bugis, Makasar), dan Jawa.

Dari ketiga kelompok BBM, orang Bugis lah yang pertama kali datang di

Kelurahan Rijali. Usaha yang dilakukan adalah ternak sapi, sampai ketingkat

pemotongan yang terletak dipinggir pantai Mardika. Sapi-sapi tersebut diperoleh

dari Pulau Seram, Pulau Buru, dan Kupang. Adanya pengeringan air laut

membuat tempat ini bergeser ke tengah, pada waktu itu ada di belakang Gereja di

Mardika. Setelah itu berangsur-angsur makin banyak pendatang yang datang dari

Bugis. Mereka ini terutama mempunyai usaha dagang dengan partai besar atau di

sector informal, buruh kasar, atau tukang becak untuk laki-laki. Menurut Bappeda,

untuk penarik becak yang ada di Kota Ambon pada saat itu, sebanyak 70% adalah

Orang Bugis, selebihnya adalah Orang Buton, dan daerah selatan Kepulauan

Maluku. Di Kelurahan rijali Orang bugis paling banyak tinggal di pasar Mardika,

tepatnya di RT 001 dan RT 005/RW 01.

1 Ziwar Effendi, Hukum Adat Ambon Lease/Oleh Ziwar Effendi; Kata Pengantar Oleh

Teuku Mohammad Radhie, (Jakarta, Pradnya Paramita 1987) 14

Page 5: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

56

Bila dilihat jauh kebelakang, orang Butonlah yang pertama kali datang ke

Kota Ambon. Mereka datang sebelum pemberontakan Republik Maluku Selatan

(RMS), yaitu sejak masih dalam penjajahan Belanda. Orang Buton yang pertama

kali datang bekerja sebagai petani di tanah milik tuan tanah Ambon yang tidak

dikelola, atau berdagang. Orang Buton yang berdagang di Ambon, membawa

barang-barang dagangannya yang berasal dari Jawa dan juga Cengkih yang

berasal dari pulau-pulau di sekitar Ambon. Berkat keuletan dalam mengolah

tanah, lambat-laun mereka dapat memiliki tanah sendiri, hal ini yang mendorong

kedatangan sanak-saudara dan keluarganya dari Buton ke Ambon. Orang Buton

kelompok pertama ini hanya tinggal di daerah Karang Panjang (Pertuanan Soya),

dan mereka sudah dianggap sebagai orang Ambon yang sering disebut sebagai

‘Buton Ambon’. Karena itu bila terjadi masalah tanah antara orang Soya dan Batu

Merah, maka orang Buton ini dapat dianggap sebagai saksi.

Orang Buton yang ada di kelurahan Rijali sekarang ini lebih banyak

mereka yang datang kemudian. Pada umumnya mereka tidak terdaftar sebagai

penduduk Kelurahan Rijali atau Kotamadya Ambon. Kelompok ini mulai

berdatangan setelah pasar Mardika mulai beroperasi sampai sekarang ini. Mereka

tinggal di sekitar pasar, atau di pasar-pasar atau kios tempat mereka berjualan.

Kelompok ini lebih bertujuan untuk berdagang di sector informal seperti menjual

pakaian skala besar yang lebih dikenal dengan sebutan ‘cakbong’ (cakar-

bongkar), pedagang pikulan, menjual ikan dan sayur, bahkan ada yang menjadi

peminta-minta atau pelaku kriminal seperti mencuri atau membunuh. Pada waktu

itu mereka datang ke Ambon dengan menggunakan kapal yang diorganisir oleh

Page 6: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

57

seorang yang disebut ‘bos’, sehingga terlepas dari kontrol pejabat daerah

setempat. Apalagi diantara pendatang ilegal ini masih anak-anak dan dibawah

umur. Anak-anak ini tidak bersekolah dan hanya berkeliaran di sekitar wilayah

Pasar Mardika seperti anak-anak liar. Yang membedakan orang ‘Buton Ambon’

dan orang Buton yang baru datang belakangan ini adalah, dari tingkat pendidikan,

cara berpakaian, dan tingkah-laku.

Pendatang asal Sulawesi lainnya, adalah dari Toraja yang mulai datang

sekitar tahun 1970-an. Orang Toraja ini mempunyai usaha rotan yang diambil dari

Pulau Seram. Rotan-rotan itu dijadikan alat rumah-tangga, seperti kursi, meja, dan

rak buku yang dijual di pasar Mardika atau di pasar batu Merah.

Kemudian orang Jawa yang mulai ramai datang ke Ambon di sekitar tahun

1980-an. Pada awalnya, mereka ini hanya membuka usaha menjual mie-bakso dan

sate. Sekarang tidak hanya sektor informal, seperti berdagang mie-bakso, sate,

warung makanan, atau membuat tahu, tempe, dan toge, serta berjualan sayur-

mayur, tetapi mereka juga mulai membuka usaha menjual sepeda dan motor.

Orang Jawa tidak tinggal atau menempati satu wilayah saja, akan tetapi mereka

hidup terpencar di beberapa wilayah di Kotamadya Ambon. Sedangkan di

kelurahan Rijali, orang jawa yang berusaha di sektor informal seperti contoh

diatas akan menyewa rumah atau kamar secara berkelompok. Di Kelurahan Rijali

banyak dijumpai di RW 01, RW 02, RW 03, dan RW 05. dengan lancarnya

transportasi feri (kapal laut penumpang) antara Pulau Seram dan Pulau Ambon

turut memperlancar transmigrasi orang Jawa yang ada di Pulau Seram untuk

datang berdagang dan membuka usaha di Ambon.

Page 7: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

58

Orang Minagkabau sudah lama berada di Ambon, tetapi kapan pertama

kali mereka datang secara pasti tidak diketahui. Mereka datang tidak secara

berkelompok. Mereka akan pindah ke Ambon, jika ada pelung untuk membuka

usaha mereka, kemudian baru mereka mengajak sanak-saudara dan keluarga

mereka. Di Kelurahan Rijali, orang Minangkabau membuka usaha rumah makan

dan usaha dalam sektor informal lainnya. Selain orang dari Minangkabau,

pendatang dari daerah Sumatra lainnya adalah dari Palembang, Jambi, dan

Medan. Pendatang asal Pulau Sumatera banyak berdiam di RW IV dan V.

Selain pendatang yang berasal dari luar profinsi Maluku, ada pula mereka

yang datang dari daerah Propinsi Maluku lain, misalnya dari Kepulawan Kei,

Banda, dan Halmahera. Pada umumnya mereka bekerja sebagai kuli kasar, dan

tukang becak. Pendatang lain yang ada di Kelurahan Rijali, adalah orang Cina

yang banyak tinggal di sekitar pertokoan Mardika atau jalan-jalan utama seperti

jalan Cendrawasih dan Telukabesi. Orang Cina ini mulai banyak tinggal di

Kelurahan Rijali setelah Mardika mulai ramai, karena membuka peluang bagi

mereka untuk membuka toko dan sekaligus sebagai tempat tinggal. Banyak toko-

toko atau pedagang kaki lima (PKL) yang bermunculan di wilayah mardika dan

membuat kepadatan di wilayah ini semakin tinggi. Banyak bermunculan

pemukiman kumuh yang mengakibatkan semakin sempit ruas jalan raya dan

semakin padat wilayah pemukiman, akibatnya pemukiman di wilayah ini semakin

tidak tertata dengan baik.

Banyaknya pendatang menimbulkan beberapa masalah yang sulit untuk di

hindari, terutama berkaitan dengan masalah kesempatan kerja. Makin

Page 8: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

59

berkembangnya pantai Mardika membuat daerah itu semakin rawan. Perkelahian

banyak terjadi, terutama diantara pedagang, seperti orang Bugis dengan Bugis,

orang Buton dengan Buton, orang Bugis dengan Buton. Persaingan ini sering

menjurus ke pertengkaran yang berakhir dengan perkelahian antara suku dan

sesama suku. Pokok persoalan lebih karena persaingan dalam usaha, akibat

minum minuman keras, dan judi. Sedangkan pada orang Ambon sendiri sering

terjadi perselisihan sampai berujung perkelahian dengan orang Bugis-Makasar,

sehingga muncul kata-kata yang dikenal dengan sebutan ‘bakalai Ambon-Bugis’.

Misalnya kejadian yang terjadi tahun 1960-an yang diawali oleh para pemuda, dan

merembet ke orang tua dan anak-anak.

3.1.3. Penduduk Rijali

Analisa penduduk Kelurahan Rijali akan selalu mengacu kepada

pembagian Rukun warga yang terdiri dari 5 RW. Setiap kelompok RW

memperlihatkan kekhususan sendiri yang diharapkan dapat menggambarkan

situasi Kelurahan Rijali secara utuh. Untuk itu penulis akan melihat penduduk

Rijali menurut jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, dan pekerjaan, termasuik

juga rumah tangga miskin.

Jumlah penduduk Kelurahan Rijali terhitung pada tahun 2010 adalah 6.759

jiwa yang berasal dari 1.327 rumah tangga2. Angka kependudukan ini tidak jauh

berbeda dengan jumlah penduduk Kelurahan Rijali sebelum terjadi konflik, yaitu

2 Sumber data BKKBN Ambon tingkat Kecamatan tahun 2010

Page 9: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

60

lebih dari 5.000 - 6.000 jiwa yang berasal lebih dari 1.500 - 2.000 rumah tangga.

Dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap jumlah

penduduk Kelurahan Rijali pasca terjadinya konflik walaupun terjadi penurunan

jumlah rumah tangga yang berada di Kelurahan tersebut. Artinya pengaruh

konflik tidak berdampak pada penuh pada kepundudukan di Kelurahan Rijali, dan

ternyata masih tetap menjadi diminati sebahagian besar masyarakat untuk

menetap di sana. Berikut ini merupakan table Rekapitulasi hasil pendataan

keluarga tingkat kecamatan, menurut cakupan wilayah dan cakupan rumah tangga

/ keluarga di Kecamatan Rijali.

Table 1

DESA/

KELURAHAN

CAKUPAN WILAYAH CAKUPAN RUMAH TANGGA DAN

KELUARGA

JUMLAH

DUSUN/RW

JUMLAH

RUKUN TETANGGA

JUMLAH

RUMAH TANGGA

JUMLAH

KEPALA

KELUARGA

Y

A

N

G

A

D

A

YANG

DIDATA

YANG

ADA

YANG

DIDATA

YANG

ADA

YANG

DIDATA

YANG

ADA

YANG

DIDATA

RIJALI 5 5 17 17 1327 1327 1543 1543

Sumber: Data Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun

2010

Sesuai dengan kategori umur, di Kelurahan Rijali jumlah usia balita cukup

tinggi, yaitu berjumlah 633 jiwa. Dapat dikatakan bahwa tingkat populasi atau

pertumbuhan penduduk di Kelurahan Rijali cukup tinggi, yang sangat

berpengaruh langsung pada kepadatan penduduk di Kelurahan Rijali. Jumlah

penduduk usia produktif (usia sekolah dan usia kerja) juga cukup tinggi, walaupun

Page 10: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

61

demikian tidak sertamerta dengan mudah penduduk dalam usia tersebut dengan

mudah memperoleh kesempatan bersekolah ke tingkatan yang lebih lanjut

ataupun kesempaan untuk mendapatkan pekerjaan. Berikut ini merupakan table

Rekapitulasi hasil pendataan keluarga tingkat kecamatan, menurut kelompok

umur dan menurut status pendidikan di Kelurahan Rijali.

Table 2

JUMLAH JIWA MENURUT KELOMPOK UMUR

BAYI

(0 - < 1

TAHU

N)

BALIT

A

(1 - < 5

TAHU

N)

5 – 6

TAHU

N

7 – 15 TAHUN

16 –

21

TAHU

N

22 –

59

TAHU

N

60

TAHU

N KE

ATAS

SEKOLAH TIDAK SEKOLAH

LAK

I-

LAK

I

PEREMPU

AN

LAK

I-

LAK

I

PEREMPU

AN

158 475 266 442 371 0 0 764 3911 372

Sumber: Data Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun

2010

Table 3

JUMLAH KEPALA KELUARGA MENURUT

STATUS PENDIDIKAN

TIDAK TAMAT

SD

TAMAT

SD – SLTP

TAMAT

SLTA

TAMAT

AK/PT

102 297 786 358

Sumber: Data Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun

2010

Bila dilihat dari sektor perekonomian, Kelurahan Rijali sangat dipengaruhi

oleh situasi perdagangan dan usaha hiburan yang semakin semarak. Pasar

Mardika merupakan pasar terbesar yang berada di kota Ambon, dan tepat

berlokasi di wilayah Kelurahan Rijali yang member pengaruh terbesar terhadap

perekonomian wilayah tersebut. Keadaan ini memberi peluang bagi penduduk

Page 11: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

62

Kelurahan Rijali untuk berusaha atau memperoleh pekerjaan. Banyak pendatang

yang datang ke wilayah ini berkelompok maupun perorangan, kemudian menyewa

rumah atau membeli rumah dan kemudian membuka usaha di rumahnnya sendiri

Dengan demikian tidak berarti penduduk wilayah tersebut hanya menggantungkan

hidupnya dengan berwiraswasta, akan tetapi banyak dari penduduk Kelurahan

Rijali yang menjadi pegawai negeri dan pegawai swasta. Hal ini dipengaruhi pula

oleh adanya beberapa perusahaan-perusahaan negeri dan swasta yang berada di

sekitar wilayah ini.

Tercatat ada 1.408 kepala keluarga yang memiliki pekerjaan dan 135

kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan, artinya tingkatan penduduk yang

bekerja masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak bekerja, tidak

berarti tinggkat pengangguran di wilayah ini bias teratasi, sebaliknya tingkat

pengangguran di wilayah ini juga cukup tinggi dan tentunya sangat

mempengaruhi perekonomian wilayah ini. Penulis mencoba memaparkan

pendataan keluarga sejahtera dan keluarga miskin untuk untuk melihat

perbandingan antara keduanya dalam melihat keadaan perekonomian penduduk

Kelurahan Rijalai umumnya.

Table 4

Sumber: Data Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun

2010

HASIL PENTAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA

KELUARGA

PRA

SEJAHTERA

KELUARGA

SEJAHTERA

I

KELUARGA

SEJAHTERA

2

KELUARGA

SEJATERA

3

KELUAGA

SEJAHTERA

3 PLUS

98 349 275 394 427

Page 12: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

63

Tingkat kesejahterahan penduduk di wilayah Kelurahan Rijali cukup

tinggi dengan 394 kepala keluarga yang masuk ke dalam kategori keluarga

sejahtera 3 dan 427 kepala keluarga yang berada pada tingkat keluarga sejahtera 3

plus. Wilayah Kelurahan Rijali masih memiliki beberapa keluarga miskin yang

masih berada di bawah taraf kesejahteraan. Jumlah keluarga yang berada pada

status rumah tangga miskin adalah 72 kepala keluarga, yang di paparkan di dalam

tabel sebagai berikut;

Table 5

STATUS KEMISKINAN

Hampir Miskin Miskin Miskin Sekali

18 24 30

Sumber: Data Rekapitulasi Hasil Keluarga Miskin Berdasarkan

Keputusan Walikota NO. 100 Tahun 2010

Jumlah keluarga miskin yang dipaparkan di atas merupakan keluarga yang

berhasil di data, tidak menutup kemungkinan masih ada keluarga miskin lainnya

yang belum terdata oleh pemerintah. Hal ini melihat kenyataan yang ada bahwa,

di kawasan wilayah ini banyak sekali di jumpai pengangguran, pemulung,

peminta-minta, pengamen, dan gelandangan. Penyebabnya sudah barang tentu

merupakan pengaruh dari banyaknya pendatang yang datang dari luar provinsi

maupun dari luar Pulau Ambon yang dari hari-kehari semakin banyak bermukim

dan menumpuk di wilayah Rijali. Para pendatang ini kebanyakan datang ke

Ambon dengan tujuan membuka usaha dan berdagang, akan tetapi tidak sedikit

Page 13: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

64

juga yang datang tanpa modal usaha dan hanya mengandalkan keberuntungan.

Akibanya banyak dari pendatang ini yang tidak memiliki pekerjaan atau

menganggur. Tingkat kejahatan pun semakin tinggi, dengan banyak bermunculan

pencopet maupun preman pasar, banyak juga di jumpai yang masih berada di

bawah umur.

3.1.4. Interaksi Penduduk.

3.1.4.1 Interaksi Sebelum Konflik.

Di Indonesia, kita mengenal budaya ‘gotong-royong’ yang merupakan

budaya turun-temurun dari generasi ke generasi di wilayah Indonesia. Begitu pula

di wilayah Maluku, gotong-royong lebih dikenal dengan sebutan budaya

‘Masohi’, yaitu adalah budaya tolong-menolong antar sesama masyarakat yang

tinggal dan hidup bersama-sama di suatu wilayah atau tempat. Budaya ‘Masohi’

ini merupakan proses ‘balas budi’, yaitu ketika dua orang, di mana salah satunya

membutuhkan bantuan, misalnya dalam pembangunan rumah, maka pihak lainnya

secara spontan akan membantu pihak yang memerlukan bantuan. Sebaliknya

ketika pihak penolong membutuhkan bantuan maka pihak yang tadinya pernah

ditolong akan memberikan bantuannya. Bantuan yang diberikan merupakan

bantuan sukarela tanpa bayaran, yang spontan dilakukan dan sering kali tanpa

menunggu permintaan dari pihak yang membutuhkan bantuan.

Demikian pula yang terjadi di wilayah kelurahan Rijali, di mana kegiatan

‘Masohi’ sering dilakukan oleh masyarakat setempat. Walaupun berasal dari

berbagai latar-belakang yang berbeda-beda, masyarakat di wilayah Rijali dapat

Page 14: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

65

hidup dengan rukun dan saling membantu dan bekerja sama untuk membangun

masyarakat dan wilayahnya. Perbedaan suku maupun agama yang ada di antara

masyarakat Rijali tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk saling bertoleransi

dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. Sejak dahulu hubungan yang

terbina antara masyarakat di wilayah Kelurahan Rijali sangat, baik masyarakat asli

Maluku maupun pendatang yang telah lama menetap di Maluku. Ada kerja sama

dan rasa saling membutuhkan antara sesama masyarakat yang berada di wilayah

Kelurahan Rijali, yang pada akhirnya menciptakan suatu suasana kekeluargaan

antara sesama masyarakatnya.

Silahturahmi yang terjadi antara masyarakat yang menempati wilayah

Kelurahan Rijali juga terbina dengan baik. Hal ini terlihat dalam hari-hari besar

keagamaan, yaitu ketika umat Kristiani merayakan Natal, maka umat Muslim

yang berada di situ akan datang berkunjung untuk mengucapkan selamat. Begitu

pun sebaliknya, ketika hari Lebaran, umat Kristiani akan datang berkunjung ke

rumah-rumah umat Muslim untuk bersilahturahmi. Demikian juga ketika ada

keluarga yang berkabung, maka keluarga yang lain akan datang untuk

mengucapkan belasungkawa, tanpa memandang latar-belakang kepercayaan dan

budaya.3

Budaya Pela dan Gandong merupakan ikatan adat yang sangat kuat,

sehingga mampu untuk menciptakan sebuah hubungan kekeluargaan antara

masyarakat di Maluku. Begitu pun pada masyarakat yang berada di wilayah

Kelurahan Rijali, di mana budaya Pela dan Gandong dipegang erat oleh mereka.

3 Hasil wawancara Tanggal 18 Juni 2011 dengan saudara F.M.

Page 15: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

66

Walaupun banyak sekali pendatang yang berasal dari luar daerah dan dari luar

pulau Ambon yang menempati dan menetap di wilayah Rijali, namun tidak

menghilangkan budaya Pela dan Gandong pada masyarakat asli atau masyarakat

mula-mula yang menempati wilayah tersebut. Sayangnya budaya Pela dan

Gandong hanya terbatas atau berlaku pada masyarakat asli Maluku. Kekuatan

budaya Pela dan Gandong terbukti pada saat konflik terjadi. Terlihat, di mana

antara dua kelompok atau negeri (desa) yang mempunyai keterikatan Pela atau

Gandong tidak akan terlibat konflik, karena mereka takut melanggar janji bersama

yang pernah diikrarkan, sebab mereka takut menerima sanksi atau hukuman dari

adat yang biasanya berupa bencana maupun kematian.

Kedatangan para transmigran dari Jawa dan para perantauan dari luar

daerah sebelum konflik sosial tahun 1999 terjadi, menyebabkan pemukiman di

wilayah Kelurahan Rijali menjadi sangat padat. Mulai banyak muncul pemukiman

kumuh di wilayah Rijali, khususnya di wilayah tepi sungai yang berada di wilayah

Kelurahan Rijali, dan mengalir menuju laut. Alasan mengapa mereka memilih

wilayah Rijali, karena seperti yang penulis paparkan sebelumnya bahawa

Kelurahan Rijali yang berada di wilayah pasar Mardika merupakan tempat yang

strategis untuk membuka usaha dan mencari nafkah bagi para perantauan. Di

wilayah pasar Mardika memang sering terjadi konflik antara kelompok pemuda

maupun masyarakat pendatang dan masyarakat asli Ambon. Namun biasanya

masyarakat asli Ambon yang terlibat konflik dengan pendatang bukan berasal dari

penghuni Kelurahan Rijali, melainkan berasal dari wilayah lain di kota Ambon.

Page 16: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

67

Walaupun berada di wilayah pasar Mardika, Masyarakat yang bermukim di Rijali

sering terhindar dari konflik dengan masyarakat pendatang.4

3.1.4.2. Interaksi Ketika Konflik Berlangsung

Ketika konflik sosial tahun 1999 terjadi di Ambon, wilayah Kelurahan

Rijali merupakan salah satu wilayah yang terparah terkena dampak langsung dari

konflik. Konflik itu sendiri pertama kali pecah di wilayah Batu Merah yang

berbatasan langsung dengan Kelurahan Rijali, dan mulai dari sanalah konflik

kemudian menyebar ke wilayah-wilayah lain di kota Ambon. Kelurahan Rijali

menjadi salah satu arena pertempuran antara kedua kelompok yang bertikai,

karena wilayah Kelurahan Rijali merupakan wilayah perbatasan. Seluruh

masyarakat penghuni Kelurahan Rijali pada waktu itu meninggalkan kelurahan

Rijali untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Pada waktu konflik terjadi,

wilayah Rijali bagaikan kota mati, karena tidak berpenghuni. Wilayah ini sering

berubah menjadi daerah pertempuran karena berada tepat di tengah-tengah kedua

wilayah kelompok yang bertikai, dan sekaligus menjadi pembatas antara kedua

wilayah kelompok tersebut.

Ketika konflik berlangsung, nyaris tidak ada interaksi yang terjadi di

antara masyarakat yang pernah menetap bersama-sama di wilayah Kelurahan

Rijali. Hubungan antara sesama masyarakat Rijali yang berbeda keyakinan benar-

benar terputus. Terkadang masyarakat Rijali kembali ke Rijali, jika menurut

4 Hasil wawancara Tanggal 18 Juni 2011 dengan saudara F.M.

Page 17: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

68

mereka keadaan sudah cukup aman, itupun hanya mereka yang bertempat tinggal

agak jauh dari wilayah rawan konflik di kawasan Rijali. Namun mereka juga

harus kembali mengungsi karena keadaan yang aman itu tidak berlangsung lama.5

Setelah beberapa tahun konflik berjalan, muncul interaksi antaara kedua

kelompok yang berselisih, secara tersembunyi atau secara diam-diam di dilakukan

di wilayah Kelurahan Rijali (perbatasan). Akan tetapi mereka juga bukan

merupakan warga yang tinggal di wilayah Rijali, melainkan adalah orang-orang

yang tinggal di luar wilayah Rijali. Mereka biasanya adalah, para pedagang yang

bertukar barang dagangan untuk di jual ke wilayah masing-masing.

3.1.4.3. Interaksi Pasca Konflik

Setelah konflik dinyatakan benar-benar berakhir, sebagian besar

masyarakat yang menetap di wilayah Kelurahan Rijali, dan kembali menempati

pemukiman mereka di Rijali. Beberapa dari masyarakat penghuni Rijali ada yang

tidak kembali ke Rijali, karena trauma atau takut konflik kembali terjadi.

Sebagian besar dari mereka kehilangan tempat tinggal, karena terbakar habis

akibat dari konflik. Itu sebabnya dapat kita jumpai ada beberapa lahan kosong

bekas bangunan yang habis terbakar dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya.

Ada juga yang rumahnya luput dari pengaruh konflik, yaitu bagi mereka yang

tinggal tidak terlalu dekat dengan wilayah garis perbatasan yang ada di Kelurahan

5 Hasil wawancara Tanggal 20 Juni 2011 dengan saudara V.P.

Page 18: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

69

Rijali.6 Sebahagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Rijali

kembali dan membangun rumah-rumah mereka yang hancur akibat dari konflik.

Setelah rumah-rumah mereka selesai dibangun, ada yang memilih untuk

menempati rumah mereka kembali, namun ada juga yang memilih untuk

mengontrakan atau menjadikan rumah mereka sebagai tempat kos bagi para

pendatang. Hanya sebagian kecil masyarakat Rijali yang kembali dari

pengungsian, yang memberanikan diri untuk kembali menetap di wilayah

tersebut.

Interaksi yang terjadi antara sesama penghuni kelurahan Rijali setelah

kembali dari pengungsian, tetap terjalin dengan baik. Walaupun berbeda latar-

belakang keyakinan namun tidak mempengaruhi interaksi dari para penghuni

Kelurahan Rijali. Terlihat ada interaksi yang baik antara sesama para penghuni

Kelurahan Rijali. Sikap saling menghorati dan saling menghargai masih kental

terlihat antara sesama masyarakatnya. Hal ini terlihat ketika penulis melakukan

penelitian, di mana untuk menjangkau kelompok Muslim yang menetap di

wilayah Kelurahan Rijali penulis di bantu oleh informan kunci, yang beragama

Kristen. Informan kunci bertempat tinggal besebelahan atau bertetangga dengan

keluarga-keluarga yang bermayoritas beragama Muslim dan dia sangat mengenal

baik, juga sangat akrab dengan tetangga-tetangganya yang berbeda keyakinan itu.

Berkat bantuan informan kunci ini penulis mendapat kemudahan untuk

menjangkau para informan yang beragama Muslim. Informan kunci dan beberapa

6 Wilayah garis perbatasan adalah, wilayah yang secara alamiah muncul dari hasil konflik

yang membatasi kedua kelompok yang bertikai. Kedua belah pihak kelompok tidak akan berali

melewati wilayah perbatasan ini. Di Kelurahan Rijali wilayah ini berada di antara pemukiman

warga.

Page 19: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

70

keluarga Kristen lainnya memang tinggal di wilayah Kelurahan Rijali yang tepat

merupakan wilayah perbatasan dan rawan konflik di Kelurahan tersebut. Di

wilayah ini penduduk Muslim dan Kristen hidup berbaur, walaupun mayorits

umat Muslim, namun mereka tetap saling menghargai dan menghormati.

Bagi masyarakat yang menghuni Rijali sebelum konflik terjadi, mereka

tetap merupakan satu keluarga dan bagi mereka, tidak ada masalah antara sesama

mereka akibat pengaruh konflik sosial yang terjadi. Hubungan interaksi yang

terjalin antara mereka tetap baik, sama halnya dengan hubungan mereka ketika

konflik belum terjadi. Tidak ada dendam di antara mereka, walaupun di antara

mereka ada yang kehilangan harta benda maupun kehilangan anggota keluarga.7

Bagi mereka yang adalah penduduk asli Kelurahan Rijali yang sudah menetap

sebelum konflik terjadi, beranggapan bahwa kerugian yang mereka alami

bukanlah berasal dari sesama mereka yang menetap di Kelurahan Rijali, akan

tetapi merupakan dampak konflik dari luar wilayah Rijali dan berimbas bagi

mereka yang menetap di Rijali.

Dari hasil penelitian dan observasi, penulis menemukan bahwa satu-

satunya permasalahan yang ada di dalam masyarakat Kelurahan Rijali adalah,

iteraksi dengan kaum pendatang. Setelah konflik berakhir, gelombang pendatang

yang menetap di wilayah Kelurahan Rijali kembali meningkat dan sebahagian

besar dari mereka juga tidak terdata pada data kependudukan kantor kelurahan.

Seluruh informan yang penulis jumpai dan wawancarai, mengeluhkan kehadiran

jumlah pendatang yang sangat besar dan menetap di wilayah Kelurahan Rijali.

7 Hasil wawancara Tanggal 18 Juni 2011 dengan Ibu L. M

Page 20: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

71

Pemukiman di Kelurahan Rijali semakin padat, dan tata desa semakin tidak

beraturan. Interaksi yang terjalin juga kurang baik, antara penduduk asli Rijali

dengan para pendatang pasca konflik. Penduduk lama mulai tersisihkan dan nilai

hormat-menghormati, saling menghargai, juga kerukunan antar masyarakat

penghuni Kelurahan Rijali semakin menurun. Bagi masyarakat penghuni

Kelurahan Rijali sebelum konflik, interaksi yang mereka jalin hanya sebatas

dalam ruang lingkup sesama mereka penduduk lama Rijali. Interaksi antara

sesama pendatang hanya sebatas pada kegiatan jual-beli di pasar dan antara

beberapa tetangga pendatang terdekat di rumahnya. Selebihnya tidak ada interaksi

yang terjalin di antara mereka yang adalah penduduk lama dan para pendatang

yang baru menepati Kelurahan Rijali setelah konflik berakhir. Bahkan para

penghuni lama Kelurahan Rijali tidak mengenal sebahagian besar orang-orang

atau masyarakat yang berlalu-lalang di depan rumah atau di wilayah mereka.

Bagi masyarakat lama penghuni Kelurahan Rijali, para pendatanglah yang

menyebabkan konflik terjadi. Begitu pula pasca konflik, menurut mereka yang

menimbulkan kekacauan atau kericuhan di wilayah Rijali adalah kaum

pendatang.8 Oleh sebab itu, sebelumnya penulis mengatakan bahwa penduduk

lama mulai tersisihkan, artinya jumlah pendatang yang menetap semakin

bertambah berakibat pada penekanan keaslian nilai-nilai yang ada pada penduduk

lama Kelurahan Rijali, mengakibatkan hancurnya interaksi di wilayah tersebut.

Hasil observasi penulis selama beberapa hari menunjukan bahwa sangat minim

interaksi yang terjadi antara sesama penghuni wilayah Kelurahan Rijali. Setiap

8 Hasil wawancara dengan saudara Ibu L, Ibu A.S, Ibu M.N, Ibu P, dan Saudara F.M.

Page 21: BAB III PENDEKATAN LAPANGAN (Empirik) 3.1. Gambaran Umum ...

72

keluarga lebih sering menghabiskan aktifitasnya di kantor maupun di dalam

rumah masing-masing, sedangkan interaksi antar sesama tentangga hampir tidak

ada.

Penulis mengambil kesimpulan bahwa pengaruh buruk dari dampak

konflik terhadap interaksi masyarakat yang menetap di Kelurahan Rijali sangatlah

besar yang mengakibatkan buruknya interaksi antara sesama penghuni dan

hilangnya nilai-nilai tradisional yang pernah ada di wilayah tersebut. Kurang

adanya campur tangan pihak perangkat desa dalam menangani masalah keamanan

dan ketertiban wilayah Kelurahan Rijali, mengakibatkan semakin memperburuk

keadaan dan ketentraman wilayah Rijali. Tidak lagi terlihat kerja sama atau

tolong-menolong antara sesama warga desa maupun silahturahmi ketika hari-hari

besar keagamaan antara sesama warga yang berbeda keyakinan.