BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR....

21
48 BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. SUDARWAN DANIM A. Biografi Prof. Dr. Sudarwan Danim 1. Riwayat Hidup Adalah Guru Besar Universitas Bengkulu, Beliau dilahirkan di Tebat Gunung, Bengkulu Selatan, pada tanggal 20 Februari 1959. Beliau menyelesaikan Program Doktor Bidang Manajemen Pendidikan pada tahun 1998 dengan predikat Cum Laude. 2. Perkembangan Pemikiran dan karya-karyanya Sejak mahasiswa, Beliau memiliki minat kuat untuk mengembangkan ilmu pendidikan sekaligus merambah bidang-bidang ilmu yang lain. Ratusan artikel telah ditulisnya di media massa nasional, jurnal nasional, dan jurnal internasional, nyaris untuk keperluan mengajar mata kuliah apapun Sudarwan Danim menjanjikan dalam bentuk diktat dikembangkannya menjadi buku. Beberapa buku yang telah ditulis Beliau dan dipublikasikan secara nasional antara lain : a. Trasformasi Sumber Daya Manusia, b. Media Komunikasi Pendidikan, c. Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku, d. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, e. Menjadi Peneliti Kualitatif, f. Inovasi dan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, g. Ekonomi Investasi Sumber Daya Insani, h. Pendidikan sebagai Proses Kemanusiaan dan Pemanusiaan (Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan),

Transcript of BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR....

Page 1: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

48

BAB III

PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR.

SUDARWAN DANIM

A. Biografi Prof. Dr. Sudarwan Danim

1. Riwayat Hidup

Adalah Guru Besar Universitas Bengkulu, Beliau dilahirkan di

Tebat Gunung, Bengkulu Selatan, pada tanggal 20 Februari 1959. Beliau

menyelesaikan Program Doktor Bidang Manajemen Pendidikan pada

tahun 1998 dengan predikat Cum Laude.

2. Perkembangan Pemikiran dan karya-karyanya

Sejak mahasiswa, Beliau memiliki minat kuat untuk

mengembangkan ilmu pendidikan sekaligus merambah bidang-bidang

ilmu yang lain. Ratusan artikel telah ditulisnya di media massa nasional,

jurnal nasional, dan jurnal internasional, nyaris untuk keperluan mengajar

mata kuliah apapun Sudarwan Danim menjanjikan dalam bentuk diktat

dikembangkannya menjadi buku.

Beberapa buku yang telah ditulis Beliau dan dipublikasikan secara

nasional antara lain :

a. Trasformasi Sumber Daya Manusia,

b. Media Komunikasi Pendidikan,

c. Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku,

d. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan,

e. Menjadi Peneliti Kualitatif,

f. Inovasi dan Profesionalisme Tenaga Kependidikan,

g. Ekonomi Investasi Sumber Daya Insani,

h. Pendidikan sebagai Proses Kemanusiaan dan Pemanusiaan (Agenda

Pembaruan Sistem Pendidikan),

Page 2: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

49

i. Kepemimpinan dan Perilaku Manegerial,

j. Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan Metodologi,

k. Penelitian Kebidanan : Prosedur, Kebijakan, dan Etik,

l. Menjadi Komunitas Pembelajar [Kepemimpinan Transformasional

dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran]

m. Manajemen Berbasis Sekolah

n. Inovasi Pendidikan

o. Status Guru

p. Teacher in Indonesia

q. Visi Baru Menejemen Pendidikan

r. dan lain-lain

Beliau mempunyai target bahwa dalam satu tahun minimal

menerbitkan dua buah buku. Disamping terus menerus menyusun naskah

publikasi, Guru Besar Pertama Universitas Bengkulu ini mampunyai

pekerjaan tambahan seperti :

a. Direktur Program Pascasarjana Kependidikan Universitas Bengkulu,

b. Ketua Pengurus Besar PGRI 2003-2008,

c. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga

Kependidikan (Depdiknas),

d. Konsultan Pendidikan pada LPMP,

e. Widyaiswara pada Badan Diklat Propinsi Bengkulu untuk mata tatar

Analisis Kebijakan Publik,

f. Menjadi fasilitator Program Kemitraan Kepala Sekolah Daerah Maju

dan Daerah Tertinggal dan Komite Aksi Pemberantasan Bentuk-

bentuk Pekerjaan Terburuk pada Anak (KAN-PBTA) Depnakertrans

g. Nara Sumber MPMBS, dan

Page 3: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

50

h. Pembicara laris dalam seminar, penalaran, dan lokakarya

Pernah melakukan studi professional bidang manajemen dan

ketenagaan guru antara lain ke Cina, India, Filipina, Thailand, Malaysia,

Hongkong, dan Singapura.

B. Permasalahan dan Hakikat Pendidikan Prof. Dr. Sudarwan Danim

1. Permasalahan Pendidikan

Pendidikan yang selama ini digaung-gaungkan kian mengalami

reduksi baik subtansi makna maupun idealitasnya. Memang tidak

dipungkiri bahwa pendidikan kita lemah, sebagai alasan mendasar

kelemahan pendidikan kita antara lain: 1) bidang manajemen dan

ketatalaksanaan sekolah termasuk perguruan tinggi; 2) masalah

pendanaan; 3) masalah kultural; 4) masalah geografis.1 Selain itu ada

beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain:

a. Terjadinya Kesenjangan Kontektualisasi Teori dan Praktek

Pendidikan di Indonesia telah terjadi pembusukan dimana-

mana, dari dalam seperti DPR, DEPAG, Menteri, Bupati tidak ada

yang lepas dari kasus korupsi, akibat pendidikan formal yang

teroganisir sedemikian rupa telah dianggap sekedar masalah yang

biasa, dan anehnya intitusi tersebut diidentikan dengan institusi yang

penuh dengan pembusukan. Selain dari itu fakta yang ada, dunia

kampus bergembor-gembor bicara mutu tetapi ia sendiri menginjak-

injak mutu, berbicara idealis tetapi ia juga meracuni idealisme tersebut,

sehingga perilakunyapun tidak jauh beda dengan “perilaku standar

ganda.” Menghendaki demokrasi tetapi tidak mau beda pendapat,

menghendaki sikap bersih tetapi cara orang tidak boleh beda, inilah

gambaran-gambaran perilaku manusia yang “hipokrit.”

1 Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2003), hlm. 6-8.

Page 4: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

51

Carut–marutnya dunia pendidikan tidak lepas dari kesenjangan

antara teori dan praktek dalam kontekstualisasinya, fenomena yang

kemudian terjadi adalah karena ia merasa lebih mampu dalam

bidangnya sehingga ia pun semena-mena. Sebagai contoh konkret

Depag menjadi lembaga terkorup, disusul oleh lembaga kesehatan dan

departemen pendidikan. Pertanyaan yang menggelitik, apakah karena

dekat dengan Gubernur maka lebih berover-acting karena ada yang

memblou-up? atau karena ia orang Depag yang merasa dekat dengan

Tuhan maka ia berbuat apa saja karena Tuhan dekat dengan dia? Ini

menjadi salah kaprah. Idealnya semakin dekat dengan Tuhan semakin

ia dekat dengan koridor, “ilmu padi semakin berisi semakin

merunduk,” tapi kenyataan berkata lain.

Konsep keseimbangan adalah bagaimana memandang hidup

yang hanya sekejap, ketika kita mengambil sesuatu yang tidak wajar

maka akan keluar dengan tidak wajar juga. Presiden Suharto tidak

cukup waktu menjadi orang yang terhormat dengan 32 tahun, Said

Agil dengan gelar Prof. Dr. dan MA tidak cukup menjadi orang yang

bermartabat, feeling tingkat tinggi untuk mendapatkan sesuatu adalah

keberanian untuk menyebutkan kebenaran walaupun pedih,

“sampaikan walau satu ayat dan amar ma’ruf nahy munkar.”2

b. Political Will

Negara kita adalah negara “super power”, apa yang dikatakan

negara adalah selalu benar, dan apa yang dikatakan oleh institusi-

institusi juga dibenarkan, sehingga pendekatan kita selalu terjadi pada

pendekatan formal bukan pada “pendekatan subtantif”. Mustinya

pendekatan “to the future” juga harus di dorong pada pendekatan-

pendekatan subtantif.

2 Hasil Wawancara, Tanggal: 26 Januari 2006 di Gedung Guru (PGRI) Jl. Tanah Abang

III/24, Jakarta. Pukul: 12.00-14.00 WIB.

Page 5: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

52

Politik pendidikan di Indonesia memang sangat

memprihatinkan karena kita terlalu pasrah pada keadaan, apa yang

dirasa baik bagi Indonesia. Indonesia di mana-mana telah terjadi

pembusukan. Indonesia masih jauh untuk menjadi bangsa yang

bermartabat, non-sense kalau bangsa Indonesia masih identik dengan

bangsa Timur, non-sense bahwa bangsa Indonesia bangsa yang santun,

sebagai kritik pedas bahwa suasana Islami, santun, dan ketimuran ada

di negara-negara non-Muslim, metafor “kebersihan sebagian dari

Iman”, “ballighu ‘ani walau ayat”, “tuntutlah ilmu dari buaian sampai

liang lahat” justru ada di negara non-Muslim. Proses kesadaran dan

kompetitif bangsa Indonesia belum punya.

Sebuah analog yang patut kita renungkan tentang bias-bias

politik di Indonesia yang menandakan kurangnya perhatian pemerintah

terhadap pendidikan, bahwa 20% kenaikan untuk dana pendidikan,

APBN kita tidak cukup untuk membiayai, untuk kenaikan gaji guru

tidak cukup, padahal kalau kita tilik Korupsi ada di mana-mana ketika

kita pangkas korupsi maka beres semua urusan. Terlebih ironis sekali

ketika APBN tidak mampu membiayai dana pendidikan, seandainya

kita kiaskan dengan bukti riil kasus Bank Indonesia yang kolep dan

devisit dalam waktu singkat dapat mengumpulkan 600 Trilyun Rupiah.

Sedang perbandingan dengan dana pendidikan sangat jauh yakni hanya

berkisar 30-50 Trilyun, akan tetapi menjadi sangat paradoks ketika

untuk membantu bankir-bankir yang kaya saja negara mau membantu

tetapi pada sektor pendidikan yang tidak kalah pentingnya negara

masih berpangku tangan.3

c. Signifikansi Partai Politik

Partai politik sekarang ini diciptakan oleh masyarakat bodoh.

Politisi, pengusaha menguasai semua keuntungan dari masyarakat

sehingga ia berbuat apa saja dengan keadaan masyarakat yang bodoh.

3 Ibid. Hasil Wawancara…

Page 6: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

53

Seandainya masyarakat sudah cerdas maka politikus-politikus

“kacangan” akan tersingkir dengan sendirinya sehingga muncullah

politikus-politikus sejati, yang memihak dan memunculkan masyarakat

untuk menjadikan mereka cerdas dengan peran-peran penting.

Politik sekarang adalah politik yang mengurusi masyarakat

dengan kebodohannya sendiri, mereka sebenarnya takut masyarakat

menjadi cerdas karena secara otomatis masyarakat yang cerdas posisi

penguasa menjadi terancam. Bupati, Kepala Desa, Camat, ataupun

Presiden sekalipun tidak akan seenaknya sendiri.

Permasalahan berikutnya adalah apakah masyarakat mau

mengubah atau mengambil keuntungan dari realita. Tetapi kebanyakan

orang dan Indonesia sendiri masih sakit yang dengan senang hati

mengambil keuntungan dari realitas yang sakit ini. Realitas adalah

permainan, yang kita harus mengubahnya. Tatanan yang ada, kita

manipulasi untuk kepentingan pribadi atau kita manipulasi untuk

perbaikan generasi. Ikan menjadi besar bukan berarti harus di beri

makan, kalau ikan itu di taruh dalam aquarium yang sempit itu adalah

hal yang tidak ada gunanya. Kalau mau jadi ikan yang besar kita taruh

di danau, tidak diberi makan pun ia akan hidup sendiri. Ikan besar di

danau bukan karena tempat yang luas tetapi karena ruang gerak yang

banyak. Tapi ikan yang di taruh di aquarium kecil, setiap pagi diberi

makan, siang diberi makan, malam diberi makan sama saja ia akan

menjadi ikan yang kerdil.

Pendidikan di masa yang akan datang harus memberi ruang

gerak yang lebih luas agar ruang untuk berkreasi-pun besar. Kalau

untuk berpikir satu tahun maka tanamlah bibit, kalau untuk sepuluh

tahun maka tanamlah pohon, kalau untuk satu abad maka berilah

pendidikan yang benar, dan selagi kita tidak comitment terhadap

Page 7: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

54

pendidikan yang benar maka bangsa kita tetap “katak dalam

tempurung”, tidak bisa menjadi bangsa yang besar.4

2. Hakikat Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah proses pemanusiaan dan kemanusiaan,

proses bagaimana kita menjadikan manusia menjadi manusia secara

manusiawi.5 Hanya manusialah yang bisa menjadikan manusia

menjadi manusia sesungguhnya. Selain itu pendidikan adalah setiap

proses interaksi antara manusia dan lingkungannya yang menghasilkan

perubahan perilaku menuju kedewasaan dengan ciri utama

kebertanggungjawaban.6

b. Proses Pendidikan

Proses pendidikan dewasa ini masih cenderung berorientasi

pada dunia yang sangat pragmatis yaitu bagaimana orang dapat

memasuki dunia kerja. Secara hakiki memang orintasi tersebut tidak

serta-merta dibenarkan ataupun disalahkan, tetapi pada idealnya

pendidikan haruslah diorientasikan kepada “bagaimana seseorang

mampu mengubah dunia ini.” Rielnya lulusan pendidikan itu akan

dijadikan seperti apa, bukan dia akan memasuki dunia kerja seperti

apa, sehingga pendidikan menyentuh dimensi kreatif.

“Man behind the gun” manusia adalah yang mengkreasi

dunianya bukan dia dikreasi oleh dunia ini. Ada proses kreatif, proses

inovatif, dan proses mengubah diri bukan masuk pada sebuah proses

dimana ia pasrah pada keadaan.

Sebuah ilustrasi tentang kesenjangan pendidikan saat ini antara

lain bahwa: seperti kita tahu tentang eksistensi ayat pertama al-Qur’an

4 Ibid. 5 Ibid. 6 Draft Wawancara, Tanggal: 26 Januari 2006 di Gedung Guru (PGRI) Jl. Tanah Abang

III/24, Jakarta. Pukul: 12.00-14.00 WIB. Sudarwan Danim, Agenda…Op.Cit, hlm. 14.

Page 8: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

55

dalam proses turunnya ke bumi adalah “Iqra,” tetapi mengapa di

negara kita yang mayoritas adalah muslim ternyata teknologi

terbelakang, sumber daya manusia rendah?

“Tuhan menurunkan wahyu dengan perantara kalam,” namun

di Indonesia adalah minat baca, angka partisipasi pendidikan,

pengetahuan ilmu pendidikan rendah, yang ini semua

mengindikasikasikan kualitas kita jauh dari realita yang sesungguhnya

dan inilah yang harus kita ubah.

Indonesia tingkat kebergantungan dengan negara lain sangat

tinggi. Ironisnya bangsa Indonesia sebenarnya tahu bahwa “Tuhan

tidak akan merubah suatu kaum kecuali bangsa itu mau mengubahnya

(Ar-Ra’d: 11)”. Akan menjadi salah alamat seandainya Indonesia

minta diubah oleh Amerika, Jepang atau negara yang lainnya.

Demikian juga sebaliknya bangsa Amerika tidak bisa diubah oleh

negara Jepang atupun Indonesia, yang bisa mengubah bangsa

Indonesia adalah bangsa Indonesia itu sendiri.7

Proses pendidikan diorientasikan pada pengkombinasian antara

konsep dasar pendidikan dengan hakikat dasar manusia “humanisme”

yang mengalami mengalami proses pendidikan itu.8

c. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah pembentukan “jati diri,” sehingga

ada keseimbangan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial

yang nantinya memegang mandat kultural, dan makhluk Tuhan yang

bisa memegang mandat Ilahiat. Itulah yang disebut dengan

keseimbangan antara “hablumminallah dan hablumminannas” yang

selama ini lebih diucapkan ketimbang diperbuat dalam praktek.9

7 Ibid Hasil Wawancara…. 8 Ibid Draft Wawancara… Sudarwan Danim, Agenda…hlm. 15. 9 Ibid, baca juga Sudarwan Danim, Agenda…hlm. 4.

Page 9: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

56

Dalam pengembangan pendidikan sedapat mungkin diarahkan

pada pembentukan jati diri, seperti halnya ranah-ranah yang

dikembangkan oleh UNESCO yang titik puncaknya membentuk

bagaimana manusia hidup bersama.10

Selain itu, seperti pengertian pendidikan di atas esensi

pendidikan stresingnya adalah pada “proses perubahan perilaku.”

Seseorang tumbuh secara dewasa, sehingga secara pribadi, secara

sosial, secara ekonomi, dan sebagai makhluk Tuhan ia menunjukan

eksistensi. 11

Apapun bentuk pendidikannya, sebagai tujuan utamanya adalah

kedewasaan. Dan kedewasaan seseorang tidak ditentukan oleh jenjang

pendidikan. Bisa saja tamatan Sekolah Dasar lebih dewasa dan matang

daripada tamatan Perguruan Tinggi. Tamatan SD mempunyai

semangat hidup tinggi, kemandirian tinggi, kepekaan sosial tinggi,

kesadaran ke depan tinggi, memiliki kesadaran sebagai makhluk

Tuhan, bahkan kadang-kadang makin tinggi dan makin lama seseorang

mengenyam kependidikan semakin tinggi tingkat ketergantungannya.

Inilah bahaya pendidikan, makin lama bersekolah cenderung

makin menjadi pencari kerja. Oleh karena itu, semestinya lulusan

sarjana, ia menjadi pencari kerja dengan rasa egois yang tinggi karena

image lulusan yang tinggi juga berimbas pada pekerjaan yang tinggi

sesuai dengan image tersebut. Sementara orang-orang dengan jenjang

pendidikan yang lebih bawah dan lebih rendah, dia --tamat SD/SMP--

10 Ibid,Agenda…hlm. 15. UNESCO, Praktik pendidikan diorientasikan kepada paradigma kinerja sekolah dari the back to basics ke the forward to future basics, dengan titik tekan utama yaitu bagaimana berpikir (how to think), bagaimana belajar (how to learn), bagaimana menjadi manusia (how to be), bagaimana berkreasi (how to create), dan bagaimana menjalani kehidupan bersama (how to living together).

11 Manusia yang berani berbuat dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Dewasa: pribadi, sosial, ekonomi maupun makhluk Tuhan. Ibid. Agenda… hlm. 4. Tujuan pendidikan juga membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kepribadian dan semangat kebangsaan, cinta tanah air dan seterusnya yang pada akhirnya dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama membangun bangsa. Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan Profesional Pembelajaran dan Mutu Hasil Belajar (Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 43 dan 130.

Page 10: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

57

tidak mempunyai beban, nilai-nilai kewirausahaan, militansi, dan mutu

mungkin lebih kuat.12

Jadi tujuan pendidikan harus mampu menciptakan pendidikan

yang berkualitas dengan indikator:

a. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu

menempuh manusia-manusia pembangunan yang dapat

membangun dirinya sendiri serta barsama-sama dapat membangun

bangsa dan negaranya,

b. dalam arti praktis, pendidikan dapat dikatakan berkualitas, jika

subjek keluaran pendidikan mampu memenuhi kebutuhan dasar,

yaitu (i) sandang, (ii) pangan, (iii) papan, (iv) kesehatan, dan (v)

pendidikan untuk anak-anak mereka.13

Yang ini semua akan menghasilkan tujuan akhir bahwa

manusia hidup layak di manapun mereka tinggal. Manusia yang dapat

hidup secara layak dapat berkiprah secara “total” dalam pembangunan

(minimal dalam skala kecil atau keluarga) dan kiprah itu dimaksudkan

untuk membantu percepatan upaya kesejahteraan sosial secara

keseluruhan.14

d. Materi/Kurikulum Pendidikan

Kurikulum bangsa Indonesia overload (beban mengajar banyak

dan beban belajar banyak) tetapi ini bukanlah permasalahan yang

urgen yang lebih mendesak adalah bagaimana kita, guru, siswa,

masyarakat “menjadikan belajar sebagai kebutuhan.”15

Sebagai analogi, seperti halnya “pekerjaan sebagai kebutuhan.”

Kalau saja kita ingin membabat hutan 1 ha, bagi orang yang malas

12 Op. Cit. Wawancara…. 13 Loc. Cit. Media…hlm. 140. 14 Ibid. hlm. 145. 15 Ibid…baca juga Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar (Kepemimpinan

Tranformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran), (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 25.

Page 11: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

58

pekerjaan 1 ha adalah pekerjaan yang berat, tetapi orang yang rajin

pekerjaan 1 ha adalah pekerjaan yang enteng. Dengan proses belajar

yang ada sekarang ini bagi siswa yang rajin maka moderat saja namun

sebaliknya bagi siswa yang malas maka beban itu menjadi sangat

berat.

Konsekuensi yang harus di reduksi memang harus ada

pembenahan tersendiri dengan kurikulum dan dari beban belajar yang

terlalu over. Kurikulum masa depan sudah menjadi keharusan terfokus

pada pemahaman subtansi materi secara mendalam, tidak perlu

banyak, saat ini siswa mengtahui hal banyak tetapi pemahamannya

sedikit.

Ke depan peserta didik didorong untuk mengetahui hal sedikit,

segment terbatas tetapi pemahamannya dan aplikasinya yang

mendalam, sehingga mampu membentuk tampilan yang riil dia dan

relevan dengan kebutuhan dia. Untuk mencapainya kita harus

membentuk “komunitas pembelajar/learning society”.16

Berbeda dengan Paolo Freire, politik penyadaran Paolo Freire

adalah penyadaran untuk melepas dari ketertindasan penguasa, sedang

kita justru bagaimana orang lepas dari ketertindasan, dimana dan siapa

yang menindas dia adalah “dirinya sendiri.” Kita tidak sadar bahwa

yang menindas adalah diri kita sendiri. Kemampuan belajar rendah,

rasa bersaing atau kompetitif17 rendah, selalu ingin mencapai hasil

16 Ibid Menjadi Komunitas... Manusia pembelajar komunitas pembelajar merupakan

orang yang menempatkan perbuatan belajar dalam totalitas skema kehidupannya, bukan sebatas skema sekolah atau ujian akhir.18. Sedangkan menurut Andreas Harefa yang di kutip dalam halaman 25-26 bahwa pertama, manusia yang berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi, dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan ekstensial seperti Siapakah Aku? Dari Manakah Aku? Kemanakah Aku? Apakah yang menjadi tanggungjawabku dalam hidup ini? Dan kepada siapakah aku harus percaya? Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensi itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan sesuatu yang bukan dirinya.

17 Ibid Menjadi Komunitas… Kompetitif adalah salah satu keunggulan yang mampu merekayasa diri menuju ke arah dan kesesuaian dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dinamika sosial, dan kemanusiaan. Hlm 2.

Page 12: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

59

yang instan dengan segala cara, inilah beberapa contoh bahwa kita

menindas diri kita sendiri.

Gambarannya adalah sama halnya orang melempar jumrah.

Kebanyakan orang menganggap itu sebagai simbol melempar syetan,

padahal melempar jumrah adalah sama dengan melempar tembok,

syetan yang kita lempar adalah syetan yang ada dalam diri kita.

Bermakna atau tidak melempar itu sangat ditentukan apakah diri kita

mampu memerangi syetan dalam diri kita.

Banyak sedikitnya perbandingan kurikulum dengan negara lain

memang kurikulum kita overloaded. Seandainya dipilih antara kedua-

duanya --kurikulum yang overloaded dan kesadaran akan belajar

sebagai kebutuhan-- maka membangun “kesadaran belajar” yang

sangat esensial dan menjadi “skala prioritas.”

C. Humanisme Pendidikan Prof. Dr. Sudarwan Danim

1. Pengertian Humanisme Pendidikan

Humanisme adalah dimensi manusiawi, bagaimana memposisikan

orang, baik dalam perilaku pendidikan, perilaku sosial, perilaku ekonomi,

dan perilaku yang lainnya mencerminkan sebuah pengakuan tentang jati

diri sebagai manusia yang berbeda dengan makhluk lain. Ketika berbicara

tentang dimensi manusia maka endingnya akan berkaitan dengan dimensi

fisik, dimensi psikologis, dan dimensi interaksi antara manusia dengan

lingkungannya.18

Kemanusiaan secara leksikal bermakna sifat-sifat manusia (berakal

dan berbudi), berperilaku selayaknya perilaku normal sebagai manusia,

atau bertindak dalam logika berpikir sebagai manusia.19

Dimensi kemanusiaan adalah lebih penting ketimbang dimensi-

dimensi yang lain (material). Selama ini manusia cenderung lebih

18 Ibid. 19 Op. Cit. Draft Wawancara…baca juga Agenda…hlm. 2.

Page 13: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

60

mengedepankan dimensi materi sehingga kadang-kadang demi materi

badan menjadi rusak. Orang lebih menghargai simbol-simbol materi

daripada simbol-simbol individual, status daripada orang yang duduk di

atas status itu. Akibatnya dimensi kemanusiaannya lebih rendah daripada

dimensi-dimensi yang lain. Orang mempunyai mobil, mempunyai rumah

dengan serta-merta harkatnya naik, sedangkan orang-orang yang “kere”

serta-merta martabatnya turun, ini adalah contoh pemikiran-pemikiran

yang materialistik.

2. Tujuan Humanisme Pendidikan

Humanisme bermakna menjadikan manusia agar memiliki

kemanusiaan, menjadi manusia dewasa. Dewasa secara pribadi, sosial.

ekonomi maupun dewasa sebagai makhluk Tuhan. Manusia dalam arti

seutuhnya, atau proses memanusiakan manusia agar secara riel menjadi

manusia, dalam makna mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi

secara penuh sebagai pemegang mandat Ilahiat dan kultural. Mandat

Ilahiat merujuk pada hubungan manusia dengan Tuhannya, berikut

perilaku yang dikehendaki didalamnya. Mandat kultural mengandung

makna sebagai insan berbudaya, manusia berinteraksi secara arif dan

bijaksana dengan sesama manusia dan lingkungannya.20

Seperti dikemukakan di atas, mestinya kita harus menfungsikan

manusia lebih atau kurangnya juga tidak hanya dimaknai dengan simbol-

simbol tersebut (material), tetapi justru bagaimana mempunyai eksistensi,

bagaimana ia mempunyai nilai-nilai pribadi. Sikap humanisme akan

memunculkan pengakuan terhadap dimensi religi. Pengakuan sebagai

makhluk Tuhan yaitu memandang bahwa manusia di Mata Tuhan adalah

sama. Hal ini secara mayoritas sepakat, tetapi pada kenyataannya yang

terjadi adalah deviasi-deviasi yang luar biasa. Humanisme atau pun

menempatkan manusia sebagai paham lebih memprioritaskan manusia

20 Op. Cit. Draft Wawancara… lihat juga Agenda…hlm. 4.

Page 14: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

61

adalah segala-galanya, jika dibandingkan dengan sosok material manapun

kian tereduksi dari makna ideal.

Sikap religi dan humanis secara ekstrim tidak dapat untuk dipisah-

pisahkan antara satu dengan yang lainnya, antara keduanya haruslah

balance. Bagaimana mau menempatkan sisi religius kalau terdapat

diskriminasi terhadap manusia. Islam sendiri memandang bahwa tidak ada

diskriminasi tentang keseimbangan ini. Tuhan menciptakan manusia

beragam, bersuku-suku dengan tujuan untuk membangun persaudaraan.

Tetapi ironisnya para Kyai yang biasa “ngomong” tentang esensi ayat

tersebut justru terlibat dalam konflik. Ini membuktikan bahwa pengakuan

kita terhadap manusia belum jelas termasuk untuk yang se-agama

sekalipun. “Umat Islam adalah satu saudara, satu badan”, kalau satu

komponen sakit maka komponen yang lain sakit semua, dalam

kenyataannya kita begitu gampang membuat komponen-komponen

tersebut --seakan-akan kita tidak ingat lagi dengan apa yang kita katakan

tadi atau apa yang menjadi jargon tersebut-- sakit.

Dimensi religi tidak hanya tercerminkan dalam pengamalan-

pengamalan yang berhubungan langsung dengan Tuhan, tapi juga dalam

“action” pada dataran menyeluruh seperti bidang sosial, bidang ekonomi,

bidang politik, dan bidang kebudayaan, yang nantinya bisa secara multi-

dimensi eksis di dalam tataran kehidupan tersebut. Dimensi kultural yang

mengekang dan tidak manusiawi harus ditolak oleh semua orang, dalam

setting sejarah membuktikan seperti dominasi gereja di lawan oleh ajaran

Marx dan Nietche, Paolo Freire dengan politik pendidikan pada saat itu,

bahkan Muhammad SAW sendiri, ketika mengubah zaman jahiliyah

menjadi kejayaan Islam. Pengekangan kultural sama dengan pengekangan

terhadap humanisme sejati, yang pada dasarnya manusia mempunyai

potensi kreatif, inisiatif, obsesi, dan harapan ke depan (future).

Persoalannya sekarang adalah bagaimana ruang gerak tersebut sesuai

dengan koridor, dalam arti diikat oleh norma-norma. Norma-norma inilah

Page 15: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

62

yang akan menilai sesuatu itu memiliki nilai produktif atau sebaliknya,

bukan bersandar pada kritera-kriteria personal apalagi kriteria struktural.

Selama ini kita membicarakan nilai kebersamaan tetapi nilai kebersamaan

selalu ditafsirkan bahwa “Anda harus sama dengan saya!” Padahal

kebersamaan muncul ketika kita sama-sama menerima perbedaan orang

lain, kalau kita mau bersedia menerima orang lain, itulah yang disebut

dengan “nilai-nilai kebersamaan” artinya hal yang sama di kembangkan,

yang berbeda dikembangkan bersama --pada hal yang berbeda tersebut--

pada ruang gerak masing-masing.21

D. Sekolah Anak Merdeka (SAM) sebagai Alternatif Pendidikan

Bebicara masalah sistem maka merupakan hal yang rumit, dimana

harus ada keterkaitan dan kesesuaian antara satu bagian dengan begian yang

lainnya. Demikian juga dalam pembaruan atau pembenahan sistem

pendidikan, tidak bisa dipisahkan pada skala ekstrim atas, ektrim menegah,

atau ekstrim bawah. Tetapi lebih pada skala subtansi. Karena kalau dari bawah

tetapi atas kurang mendukung adalah hal yang sia-sia, demikian pula

sebaliknya kalau dari atas sedangkan dari bawah tidak ada komitmen berarti

juga hal sia-sia. Subtansi yang dimaksud adalah apa saja yang harus kita

benahi dan dari mana kita memulai? Memang jikalau kita mengikuti

“logika arus air” sebagai proritas adalah dari atas dulu, karena kalau kita

cegah dari hulunya maka akan mudah mengatasi yang di hilir. Ingin

menertibkan Pak Camat maka tertibkan dulu Bupatinya, kalau Bupati tertib

maka Camat akan ikut tertib, Kadesnya ikut tertib. Lain halnya bila itu

merupakan “konsep teknologi” maka kita mulai dari yang detailnya, kalau

setiap komponen itu bermutu pasti totalitas juga bermutu. Tetapi jika

seseorang berdakwah akan mengatakan “ibda’ binafsih” mulai dengan diri

sendiri. Inilah yang kadang-kadang dijual oleh banyak pejabat “mulailah dari

diri sendiri” supaya mereka jangan dikritik.

21 Op. Cit. Hasil Wawancara…

Page 16: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

63

Dalam skala prioritas, pembaruan pendidikan adalah “mulai dari

guru” yaitu menciptakan guru-guru yang terbaik. Caranya dengan memancing

orang untuk tertarik menjadi guru. Seperti kita ketahui, ketika Uni Soviet

mampu mengembangkan teknologi Sputnik maka Amerika-lah yang paling

rusak mukanya dalam hal ini, sehingga pakar-pakar berkumpul, orang-orang

tidak bertanya tentang politik, orang tidak bertanya tentang ekonomi, tetapi

apa yang salah dengan pendidikan Amerika? What is wrong with the modle

education?22

Agar guru dapat dibenahi, konsekuensinya gaji guru harus naik.

Diharapkan dengan inilah generasi potensial terinspirasi menjadi guru. Bangsa

yang rendah penghargaan terhadap guru adalah bangsa yang rendah

martabatnya. Bahkan ketika terjadi tragedi pemboman di Jepang Kaisar

Jepang pertama kali menanyakan berapa guru yang meninggal? Bukan berapa

tentara yang meninggal? Guru adalah simbol kecerdasan. Guru menghasilkan

Jenderal, tetapi Jenderal tidak bisa melahirkan Guru. Guru melahirkan dokter

tetapi dokter tidak bisa melahirkan guru kecuali dokter yang jadi guru. Tetapi

memang ini memerlukan waktu panjang belum tentu selesai dalam waktu se-

abad. Tidak bisa kita reformasi Undang-undang guru sekarang langsung

berhasil, KBK sekarang mutu pendidikan langsung hebat.

Waktu yang panjang ini memang patut untuk kita cermati, karena

penduduk Indonesia pada dasarnya belum siap karena kesadaran yang rendah,

sebagai bukti bahwa pembenahan pendidikan di negara kita memerlukan

waktu yang lama adalah ketika mutu pendidikan dinaikan menjadi 4,2 rakyat

langsung pada jatuh, padahal mutu pendidikan tersebut adalah mutu yang

sangat rendah. Mengapa kita tidak berani menaikkan dengan batas minimal

menjadi 7 atau 7,5 ? korbankan saja satu-dua angkatan, tetapi masa depan

pendidikan akan lebih baik. Pada saat ini, siswa-siswa yang pintar dengan

22 Makin mampu bangsa kita menata kualitas sumber daya manusia, makin mudah pula

usaha mewujudkan masyarakat bahagia atau masyarakat yang mempunyai mobilitas tinggi yang terhindar dari kemiskinan dan frustasi. Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan… Op.Cit. hlm. 24.

Page 17: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

64

belajar yang sedikit ia sudah lulus dan tidak belajar giat karena memang ia

cerdas karena kebanyakan masih berorientasi pada ijazah belum pada

kemampuan.23

1. Pengertian SAM sebagai Pendidikan Alternatif

Sesungguhnya UU Sisdiknas telah mewadahi tentang PA yaitu

tentang pendidikan informal, sekolah tidak harus dikembangkan dengan

rijid, sekolah bisa berlangsung di mana-mana seperti keluarga bisa

membangun sebuah tatanan pendidikan, keluarga berhak mendidik

anaknya, kelompok masyarakat berhak mendidik anaknya dengan caranya

sendiri. Dan apabila setelah itu ia --keluarga atau masyarakat-- ingin

memasukan anaknya pada institusi pendidikan maka ia mempunyai

kewenangan untuk mendaftarkan anaknya untuk diterima pada jenjang

yang sesuai, asalkan ia siap untuk diuji untuk penyetaraan. Sekolah harus

di kemas dalam multi-jalur, tidak harus ada ikatan-ikatan struktur, bayar

SPP, mendaftar dengan persyaratan umur.

Indonesia memang masih dalam tataran wacana, seharusnya ini

sudah menjadi action, karena UU Sisdiknas pada hakikatnya masih

terkesan setengah hati. Padahal di negara-negara tetangga --Malaysia--

sudah digalakkan sejak lama.

Sebagai contoh di Malaysia setiap orang ataupun keluarga

mempunyai kewenangan mendidik anaknya dengan tidak harus

mendaftarkan ke dalam sekolah formal. Di dalam lingkungannya dididik

oleh keluarga tersebut layaknya didikan di sekolah, setiap tahun diberi

ujian, dan setelah kira-kira menurut keluarga sudah setara dengan kelas

empat dan ingin mendaftarkan anak tersebut pada sekolah formal maka

tinggal di daftar pada kelas empat tetapi itupun diuji dahulu, seandainya

menurut ujian sekolah formal memang setara dengan kelas empat maka si

anak tersebut tinggal masuk pada kelas empat dan tidak harus mulai dari

kelas yang lebih rendah atau malah sebaliknya misal menurut penilaian ia

23 Op. Cit. Hasil Wawancara….

Page 18: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

65

layaknya pada kelas lima maka iapun masuk pada kelas lima demikian

seterusnya. Beberapa hal ini yang kebanyakan orang menyebut dengan

accelerated learning.24

Secara global sekolah anak merdeka adalah sekolah yang proses

pendidikannya adalah penggabungan demokrasi pendidikan, humanisme

pendidikan dan otonomi pendidikan serta MBS, yang itu semua tidak

harus terlembaga. Dan terjadi dimana saja dan mengakui kemampuan atau

keterampilan atau accelerated learning.25

2. Tujuan SAM

Orientasi ke depan pendidikan lebih cenderung pada keterampilan,

kemampuan ketimbang pada legitimasi formal ijazah.26 Sebagai ilustrasi;

kewenangan gelar “Doctor Honoris Causa” adalah kewenangan Perguruan

Tinggi formal yaitu penghargaan kepada seseorang yang mempunyai

kemampuan atau kehebatan tertentu dan oleh PT sudah setara dengan

Doktor. Jadi masa depan yang dituntut adalah kesetaraan bukan legitimasi

formal sebuah ijazah. Doctor, Insinyur, Magister ataupun Profesor

sekalipun adalah simbol-simbol yang esensinya sama dengan simbol-

simbol yang lain, bermakna atau tidak simbol tersebut tergantung pada

individu yang memegang simbol tersebut mempunyai kemampuan yang

sesuai atau tidak.

PA pada dasarnya sudah ada kelas akselerasi dengan parameter

yang jelas, setiap orang bebas menentukan berapa tahun ia bersekolah

menurut kemampuannya. Jelas tidak mungkin orang yang “genius” sama

dengan orang yang biasa-biasa saja, sehingga dimungkinkan sekali orang

yang genius lulus lebih cepat bahkan mungkin dengan cukup dua tahun di

Sekolah Dasar, sedangkan orang yang biasa saja bisa lebih dari enam

tahun. Jadi PA memberikan keluasan dan demokrasi, daripada kesan

24 Ibid. 25 Draft Wawancara… 26 Ibid. Hasil Wawancara…baca Agenda…hlm 139.

Page 19: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

66

sekolah sekarang yang anak-anak di organisir di kelas. Divisi individual di

beri kesempatan untuk berimajinasi dengan kemampuannya.

Sekolah pada dasarnya mempunyai dimensi kolektif dan dimensi

individual. Institusi memberi legitimasi ijazah sebagai ukuran seseorang

maka orang seharusnya diberi kebebasan untuk mendapatkannya. Karena

ijazah merupakan sebuah cerminan dari kemampuan. Masing-masing

orang berbeda sehingga memungkinkan orang yang mempunyai

kemampuan lebih (genius) dan kemampuan biasa saja akan berbeda pula

dalam persoalan ijazah tersebut, entah dari nilai atau waktu tempuhnya.

Sehingga dimensi kolektif dan individual harus seimbang dalam

memberikan stratifikasinya.

3. Kurikukulum SAM

Seperti pada pengertian dan tujuannya, maka setiap pendidik (di

luar institusi) harus mampu menguasai referensi kurikulum pendidikan

formal, karena untuk proses legitimasi maka harus setara dengan

kemampuan anak-anak di pendidikan formal, sehingga diharapkan si anak

mempunyai kemampuan yang ekuivalen dengan kemampuan yang

disesuaikan dengan kebutuhan riil kurikulum sekolah.

Persoalan yang muncul adalah anak yang dididik pada sekolah

formal saja masih di luar harapan, apalagi kalau PA di galakkan yang

penuh dengan nuansa membebaskan atau kemerdekaan yang seluas-

luasnya si anak. Inilah yang menjadi kendala selama ini dalam penggalak-

kannya. Pendidikan Alternatif dapat berjalan seandainya telah terjadi

proses pematangan, kedewasaan massal, termasuk orang tuanya sendiri,

dan pengakuan institusi-institusi publik terhadap divisi-divisi personal.27

4. Metode SAM

Metode adalah pilihan, lebih fleksibel. Metode dipilih mana yang

lebih efektif, berdasar pada subtansi materi, pada cara dan seting waktu.

27 Ibid. Hasil Wawancara…

Page 20: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

67

Sebagai example: permasalahan kurikulum PAI jam pelajarannya harus

diperbanyak merupakan tindakan yang kurang subtantif. Yang paling

urgen adalah “bagaimana pendekatan agama menjadi bagian dari

pendekatan masyarakat?” sekolah tidak perlu memberi pelajaran al-

Fatihah kepada anak didik, bacaan shalat, dan sebagainya. Mestinya ia

seharusnya memberikan target saja, contoh dalam satu minggu siswa di

beri tugas untuk menghafal surat al-Fatihah, dalam waktu dua hari diberi

tugas menghafal dan mampu menulis bacaan do’a kepada orang tua,

demikian seterusnya. Jadi secara tidak langsung masyarakat dilibatkan.28

5. Evaluasi SAM

Manajemen sekolah sebisa mungkin didorong pada sebuah

otonomi. Mempunyai kewenangan yang lebih luas, sekolah menjadi

institusi akademik bukan institusi administrative. Sehingga intervensi

dinas dikurangi, intervensi Bupati dikurangi, karena setiap kekuasaan yang

terlalu besar dan mengintervensi dunia akademik maka dunia akademik

akan kalah, dan akhirnya akan membunuh kreatifitas akademik. Oleh

karena itu, pendekatan kekuasaan yang terjadi selama ini harus di ubah ke

arah pendekatan pemberdayaan. Asumsinya adalah asumsi dewasa bukan

asumsi childish atau kekanak-kanakan.

Evaluasi pendidikan alternatif dilakukan oleh masyarakat, jadi

berhasil atau tidaknya adalah penilaian masyarakat, karena masyarakat di

beri ruang yang lebih dominan daripada pemerintah. Sehingga dalam

penilaiannya mirip dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah.29

Jadi SAM adalah Sekolah yang diorganisasikan dengan pola

pendidikan yang kurikulumnya bersifat desentralistik, dimana anak didik

dapat memilih materi pembelajaran sesuai dengan minatnya atau

keterbakatannya, mengikuti kebutuhan anak dan lingkungan, biayanya murah,

sederhana, luwes birokrasinya, dan menempatkan anak sebagai subjek. Dan

28 Ibid. Hasil Wawancara…atau Draft Wawancara… 29 Agenda…hlm. 13.

Page 21: BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROF. DR. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · Penelitian Keperawatan: Sejarah, dan ... Kepala Sekolah Daerah Maju

68

metodologi pendidikannya pun berorientasi pada proses pendidikan yang

dilakukan secara dialogis serta memberi kesempatan yang sama antara kaum

laki-laki dan perempuan. Visi dan prospek pendidikan SAM ini akan

diorganisasikan sedemokratis mungkin, dengan titiktekan manajemen berbasis

sekolah.30

Demikian beberapa hal yang menjadi koreksi kita bersama tentang

kondisi pendidikan dewasa ini. Dan pada dasarnya apa yang telah

dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa pendidikan di masa yang akan

datang paling tidak haruslah menyangkut:

1. pendidikan menuju arah pembentukan manusia sejati

2. negara mempunyai peran penting dalam rangka membangun

pendidikan.

Kalau kita gagal membangun manusia, gagal menjadi bangsa yang

benar-banar bermartabat. Pendidikan menjadi kunci masa depan. Nabi juga

memberikan arah bahwa bahagia di dunia harus berilmu, bahagia di akhirat

juga harus berilmu. Masalah politis adalah masalah yang sekunder, partai

politik tidak pernah jadi sejarah di Indonesia, kecuali sejarah yang merusak,

seperti PKI dan PRRI, tetapi Budi Utomo dan Sumpah Pemuda dan Indonesia

merdeka bukan karena partai politik, konsekuensinya pendidikan harus di

benahi agar membentuk insan yang bermakna.31

30 Agenda…Ibid. Hlm.140 31 Op.Cit. Hasil Wawancara…