BAB III PEMBAHASAN · bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan...
Transcript of BAB III PEMBAHASAN · bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan...
-
22
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tinjauan Umum Organisasi
3.1.1.Sejarah dan Perkembangan Organisasi
Sumber: Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Gambar III.1.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia
1. Sebelum Reformasi
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi
difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan
tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942,
-
23
No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang
pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin
(pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Begitu Indonesia
merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia.
Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa
sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari
setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur
Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus
menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak awal
eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22 periode
kepemimpinan Jaksa Agung.
Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan
pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami
berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta
bentuk negara dan sistem pemerintahan.Menyangkut Undang-Undang tentang
Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat
-
24
pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai
alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1),
penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung
(Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden.
Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat
revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan
Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi. Pada
masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai
dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan
itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara
institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun
1991 tertanggal 20 November 1991.
2. Masa Reformasi
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap
pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam
penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi
Undang-undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal
2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang
melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan undang-undang”. untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
-
25
1991. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas
profesionalnya. Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di
rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena
bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat
membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Selanjutnya Pasal 33
mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina
hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara
atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat
memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.
Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya
berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-
lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif
sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan
hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala.
Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta
badan-badan lainnya. Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu
dengan pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap mendapat
sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi yang lama yaitu UU No. 31 Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga
diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999. Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik
-
26
bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman
mati bagi koruptor.
Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas
menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan
secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu,
diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan
negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan
manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah
dikategorikan sebagai extraordinary crime.Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002
mengamanatkan pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara untuk
penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-masing membawahi empat
bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, Pengawasan internal dan
Pengaduan masyarakat.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia memiliki Visi dan Misi tersendiri, yaitu:
1. Visi Kejaksaan R.I:
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, efektif, efisien,
transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam
mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional danbermartabat
yang berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai – nilai kepautan.
-
27
2. Misi Kejaksaan R.I :
1. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaa tugas dan
wewenang, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas penanganan perkara
seluruh tindak pidana, penanganan perkara Perdata dan Tata Usaha Negara,
serta pengoptimalan kegiatan Intelijen Kejaksaan, secara profesional,
proposional dan bermartabat melalui penerapan Standard Operating Procedure
(SOP) yang tepat, cermat, terarah, efektif, dan efisien.
2. Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan
upaya penegakan hukum.
3. Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh
tanggung jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hak-
hak publik.
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi
Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen, menerbitkan dan menata
kembali manajemen administrasi keuangan, peningkatan sarana dan prasarana,
serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan kinerja atau
remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien,
transparan, akuntabel dan optimal.
5. Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan
beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan
wewenang, terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta
tugas-tugas lainnya yang terkait.
-
28
3.1.2.Struktur dan Tata Kerja Organisasi
Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Gambar III.2.
Struktur Organisasi Puspenkum Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Fungsi dan tugas dari masing-masing jabatan dalam struktur organisasi tersebut
secara berurutan adalah sebagai berikut:
1. Kepala Pusat Penerangan Hukum
Kepala Pusat Penerangan Hukum lebih dikenal sebagai “humas”-nya Kejaksaan
Agung. Bagian dari lembaga unit organisasi dalam suatu lembaga pemerintahan
yang melakukan fungsi managemen bidang komunikasi dan informasi. Puspenkum
adalah humas dari Kejaksaan serta dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya
haruslah menjunjung nilai-nilai moral yang mengikat dalam berucap, bersikap dan
berperilaku dalam pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggungjawabnya
sebagaimana termuat dalam Kode Etik Humas Pemerintahan.
Kepala Pusat Penerangan
Hukum
Bidang Penerangan dan Penyuluhan
Hukum
Bidang Hubungan Media Massa
Bidang Hubungan Antar Lembaga
Negara
Kelompok Jabatan Fungsional
Bagian Tata Usaha Sekretaris Pribadi
Puspenkum
-
29
2. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional pada Pusat Penerangan Hukum terdiri dari tenaga
Fungsional Jaksa, Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Fungsional
Pranata Komputer serta fungsional lainnya yang diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program, urusan
ketatausahaan dan kerumahtanggaan Pusat Penerangan Hukum.
4. Sekretaris Pribadi Puspenkum
Sekretaris bertugas membantu meringankan pekerjaan pimpinan di Pusat
Penerangan Hukum seperti menyusun dan mebuat jadwal pimpinan, menangani
rapat, menangani perjalanan dinas, mengarsip, menerima tamu, dan lainya.
5. Bidang Penerangan dan Penyuluhan Hukum
Bidang Penerangan dan Penyuluhan Hukum mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan penerangan dan penyuluhan
hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat serta mempersiapkan perangkat
pendukung kegiatannya.
6. Bidang Hubungan Media Massa
Bidang Hubungan Media Massa mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
materi dan sarana publikasi mengenai berbagai masalah yang menyangkut
kegiatan kejaksaan untuk kepentingan pemberitaan, pelaksanaan pengelolaan
informasi dan dokumentasi.
-
30
7. Bidang Hubungan Antar Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah dan Non
Pemerintah
Bidang Hubungan Antar Lembaga Negara Lembaga Pemerintah dan Non
Pemerintah mempunyai tugas melaksanakan pembinaan hubungan kerjasama dan
pemberian pelayanan teknis penerangan hukum kepada Lembaga Negara,
Lembaga Pemerintah, dan Non Pemerintah serta Lembaga lainnya di dalam dan
luar negeri, penghimpunan dan pengolahan bahan-bahan yang berkaitan dengan
hubungan kerjasama serta pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Peneriman
Pengaduan Masyarakat.
3.1.3.Kegiatan Organisasi
Sumber: Puspenkum Kejaksaan Agung R.I
Gambar III.3.
Pusat Penerangan HukumKejaksaan Agung R.I
Puspenkum (Pusat Penerangan Hukum)merupakan bidang disalah
satuKejaksaan Agung Republik Indonesia yang berkedudukan sebagai pelaksana
-
31
tugasyang bergerak di Kelompok Jabatan Fungsional, Bidang Penerangan dan
Penyuluhan Hukum, Hubungan Media Massa, Hubungan Antar Lembaga Negara,
Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah, yang karena sifatnya tidak tercakup dalam
satuan organisasi Kejaksaan lainnya, secara teknis bertanggung jawab langsung
kepada Jaksa Agung dan secara administratif kepada Jaksa Agung Muda Bidang
Intelijen.
Puspenkum adalah humas dari Kejaksaan Agung RI serta di dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya haruslah menjunjung nilai-nilai moral yang
mengikat dalam berucap, bersikap dan berperilaku dalam pelaksanaan tugas, fungsi,
wewenang, serta tanggungjawabnya sebagaimana termuat dalam Kode Etik Humas
Pemerintahan.
3.2. Hasil Penelitian
3.2.1.Prosedur Penanganan Rapat Pimpinan
Di Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia ada 6
(enam) tahapan prosedur penanganan rapat pimpinan. Pertama-tama adalah pimpinan
memerintahkan sekretaris untuk membuat surat undangan rapat. Kedua sekretaris
membuat surat undangan rapat. Ketiga sekretaris meminta persetujuan pimpinan, dan
pimpinan menandatanganinya. Keempat sekretaris membuat agenda rapat. Kelima
sekretaris mencatat jadwal kegiatan Kapuspenkum. Yang terakhir keenam surat
undangan dicopydan dibagikan ke staf yang mengikuti rapat.
Berikut adalah tahapan alur prosedur penanganan rapat pimpinan di Pusat
Penerangan Hukum, adalah sebagai berikut:
-
32
Pimpinan Sekretaris Staf / Peserta Rapat
Setuju
Tidak
Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung R.I, (2016)
Gambar III.4.
Start
Surat Undangan
Rapat Surat Undangan
Rapat
Surat Undangan
yang sudah
ditandatangan TTD dan Stempel
End
Jadwal
Kegiatan
Surat Undangan
Rapat di Copy
Surat Undangan
Rapat
Agenda Rapat
Proses
Pembuatan Surat
Undangan
-
33
Alur Prosedur Penanganan Rapat
1. Pimpinan memerintahkan sekretaris membuat surat undangan rapat.
Pertama-tama yang harus dilakukan dalam mengadakan rapat di Pusat
Penerangan Hukum pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia adalah pimpinan
memerintahkan sekretaris untuk membuat surat undangan rapat sesuai dengan
rapat yang ditentukan oleh pimpinan.
2. Pembuatan surat undangan rapat
Setelah rapat sudah ditentukan pimpinan,barulah sekretaris membuat surat
undangan rapatnya yang bertujuan untuk semua staf yang mengikuti rapat wajib
hadir ke rapat tersebut sehingga rapat dapat berjalan sebagaimana mestinya dan
mendapatkan hasil maksimal yang diinginkan oleh pimpinan. Berikut adalah
contoh surat undangan rapat yang berisikan tentang undangan menghadiri rapat,
dengan tema Rapat Dinas Pelatihan Pimpinan Pusat Penerangan Hukum di
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang akan diadakah pada hari Senin,
tanggal 11 April 2016, pada pukul 09.00 s/d 11.00 WIB, dan akan diselenggarakan
di tempat Ruang Rapat Pusat Penerangan Hukum Lt. 1. adalah sebagai berikut:
-
34
Sumber: PusatPeneranganHukumKejaksaan R.I, April 2016
Gambar III.5.
Surat Undangan Rapat Dinas Pelatihan Pimpinan
-
35
3. Pimpinan menandatangani surat rapat
Setelah surat undangan rapat sudah dibuat lalu sekretaris meminta persetujuan
pimpinan, jika pimpinan setuju surat undangan tersebut di tandatangan dan di
stempel oleh pimpinan, jika tidak sekretaris harus membuat surat undangan lagi
sesuai dengan ketentuan dan perintah dari pimpinan.
4. Pembuatan Agenda Rapat
Setelah surat undangan sudah mendapat persetujuan pimpinan, prosedur
berikutnya yang harus dilakukan sekretaris adalah membuat agenda rapat, tujuan
dibuat agenda rapat ini agardapat mengetahui pada waktu kapan rapat di mulai,
kegiatan apa yang ingin di permasalahkan, di tempat mana rapat diadakan dan
siapa yang mengarahkan rapat tersebut.Berikut adalah contoh agenda rapat pada
bulan April 2016, kolom agenda rapat ini berisikan Nomor. Waktu, yaitu jam
berapa sampai jam berapa kegiatan tersebut dilaksanakan. Kegiatan, yaitu apa saja
permasalahan yang akan dibahas dalam rapat.Keterangan, yaitu penanggung jawab
atau rapat diarahkan oleh siapa. Diantaranya adalah, sebagai berikut:
-
36
Sumber: PusatPeneranganHukum
Sumber: PusatPeneranganHukumKejaksaanAgung R.I, April 2016
Gambar III.6.
Agenda Rapat Dinas Pelatihan Pimpinan
-
37
Rapat ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 11 April 2016, bertepat di
ruang rapat Pusat Penerangan Hukum Lt. 1, kegiatan yang dilakukan adalah jam
09.00-09.30 WIB pembukaan di buka oleh Bapak Supriono, Spd.I, jam 09.30-
10.00 WIB pengarahan dari Ketua Pusat Penerangan Hukum oleh Bapak Amir
Yanto, SH.,MM.,MH, jam 10.00-11.00 WIB pembahasan materi dan tanya jawab
bersama Ketua Pusat Penerangan Hukum dan para Staf, jam 11.00 WIB penutup di
tutup oleh Bapak Supriono, Spd.I.
5. Mencatat Jadwal Kegiatan Kapuspenkum
Lalu prosedur berikutnya sekretaris mencatat jadwal kegiatan Kapuspenkum
di papan tulis yang terdapat di ruangan sekretaris Pusat Penerangan Hukum, tujuan
mencatat jadwal kegiatan tersebut agar sekretaris tidak lupa dan selalu ingat apa
saja kegiatan yang ada di Pusat Penerangan Hukum. Kolom jadwal kegiatan berisi
No, Hari/Tanggal, Jam, Acara, dan Keterangan. Bukan kegiatan rapat saja yang
dicatat melainkan kegiatan lain seperti acara resepsi pernikahan, acara pelatihan,
acara arisan dan lainnya. Contoh jadwal kegiatan Kapuspenkum di papan tulis,
sebagai berikut:
-
38
Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung R.I
Gambar III.7.
Jadwal Kegiatan Kapuspenkum
6. Surat undangan dibagikan ke staf
Yang terakhir sesudah sekretaris membuat agenda rapat serta mencatat jadwal
kegiatan Kapuspenkum barulah sekretaris mengcopy surat undangan rapat yang
sudah ditandatangani dan mendapat persetujuan pimpinan, surat undangan
tersebut dicopy sebanyak yang di perlukan kemudian dibagikan ke semua staf
yang mengikuti rapat.
-
39
3.2.2.Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Rapat
Dalampersiapanpelaksanaankegiatanrapat di
PusatPeneranganHukumKejaksaanAgungRepublik Indonesia ada 3 (tiga) tahapan
yang sekretarisharuslakukan, yaitusebagai berikut:
1. Ruang Rapat
Terlebih dahulu sekretaris harus menyiapkan ruangan rapat, apakah ruang rapat
bisa digunakan pada Hari/Tanggal, Waktu yang akan dilaksanakan rapat tersebut.
Pada saat menyiapkan ruangan rapat perlu diperhatikan dari segi efektifitas,
kuantitas sebagai jumlah sesuai dengan jumlah peserta dan kenyamanan sehingga
rapat dapat berjalan dengan lancar. Ada 2 (dua) contoh ruang rapat pada
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, diantaranya adalah:
a. Tata ruang rapat Pusat Penerangan Hukum, lantai 1
Ruangan ini berbentuk U-shape style khusus untuk karyawan Pusat Penerangan
Hukum dirancang untuk rapat yang melibatkan adanya peran serta semua
peserta rapat, kontak mata dan keintiman antara peserta dengan pemimpin rapat
sangat diperlukan. Kapasitas tata ruang rapat seperti ini sesuai untuk jumlah
peserta 10-30 orang, contohnya adalah sebagai berikut:
-
40
Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung R.I
Gambar III.8.
Ruang Rapat Pusat Penerangan Hukum, Lt. 1
b. Tata ruang rapat Aula Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, Lt. 3
Ruangan ini berbentuk Theater style tidak terdapat meja, bentuk ruangan seperti
ini sangat ideal untuk acara-acara seperti ceramah, seminar, pidato, peluncur
produk dan sebagainya. Kapasitas peserta 100-175 orang. Ruangan seperti ini
sesuai untuk rapat yang tujuannya mengkomunikasi kan secara nonverbal
kepada peserta bahwa mereka diminta datang hanya untuk mendengarkan apa
yang disampaikan pemimpin rapat. Kontak mata peserta hanya tertuju kepada
pemimpin rapat, contohnya adalah sebagai berikut:
-
41
Sumber: Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Gambar III.9.
Ruang Rapat Aula Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, Lt. 3
2. Perlengkapan dan Peralatan Rapat
Setelah ruangan rapat sudah siap, sekretaris mempersiapkan perlengkapan dan
peralatan rapat agar rapat tersebut dapat berjalan dengan lancar. Adapun
perlengkapan dan peralatan rapat yang ada di Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan
Agung Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Meja dan bangku yang digunakan sesuai dengan jumlah peserta rapat;
b. Netbook/Laptop;
c. Papan Layar, Proyektor LCD, Laser Pointer;
d. Peralatan audio visual;
e. Sound system, Tape Recorder, Mikrofon;
-
42
f. Map / bahan-bahan rapat;
g. Block note, note paper (kertas pencatat) dan alat tulis.
h. Konsumsi (snack/makanan ringan)
3. Daftar Hadir Rapat
Setelah mempersiapkan ruangan rapat serta perlengkapan dan peralatan rapat,
sekretaris menyiapkan daftar hadir peserta rapat sesuai dengan jumlah peserta
yang akan mengikuti rapat tersebut. Kolom daftar hadir rapat terdiri dari Nomor,
Nama, Jabatan, Tandatangan. Berikut adalah gambar Daftar Hadir Rapat Dinas
Pelatihan Pimpinan Pusat Penerangan Hukum pada tanggal 11 April 2016, total
peserta rapat seharusnya 12 orang, tetapi yang hadir 10 orang dan tidak hadir 2
orang, seluruh peserta adalah Staf/Karyawan Pusat Penerangan Hukum:
-
43
Sumber: PusatPeneranganHukumKejaksaan RI, April 2016
Gambar III.10
DaftarHadirRapatDinas Pelatihan Pimpinan
-
44
3.2.3.Kendala dan Solusi Rapat Pimpinan
Adapun kendala-kendala yang dihadapi sekretaris dalam melaksanakan rapat
pimpinan di Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan
adapun cara mengatasi kendala tersebut adalah:
1. Kendala dalam Rapat
a. Sekretaris sudah membuat surat undangan rapat lalu meminta persetujuan
pimpinan, tetapi pimpinan tidak setuju dengan surat tersebut dan ada koreksi.
b. Sekretaris sudah menyebarkan surat undangan rapat, tetapi pimpinan tiba-tiba
mengganti jadwal rapat tersebut karena ada keperluan mendadak yang sangat
penting.
c. Ada benturan jadwal rapat dengan rekan kerja di luar.
d. Benturan dalam pemakaian ruang rapat.
e. Ada peserta rapat yang tidak hadir.
2. Solusi atau Cara Mengatasinya
a. Sekretaris harus membuat lagi surat undangan tersebut membetulkan apa saja
yang salah lalu dibenarkan sesuai dengan perintah dan ketentuan pimpinan.
b. Sekretaris harus mengganti surat undangan tersebut untuk diberikan kepada
peserta rapat dan menjelaskan kepada peserta rapat kenapa rapat dibatalkan
dan jadwal akan diundur.
c. Yang harus sekretaris lakukan adalah sekretaris harus mengutamakan rapat
yang lebih penting, sedangkan rapat yang kurang penting bisa digantikan
dengan staf lain yang menguasai materi rapatnya.
-
45
d. Ruangan rapat yang dipakai harus didahulukan dengan jenis rapatnya yang
lebih penting, dan yang kurang penting sekretaris bisa menggantikan ruang
rapat dibidang lain, sekretaris harus mengkonfirmasi terlebih dahulu dengan
sekretaris dibidang lainnya apakah ruang tersebut bisa dipakai.
e. Menggantikan staf lain yang menguasai materi rapatnya. Apabila rapat
penting peserta yang tidak hadir diberi surat peringatan supaya pada rapat-
rapat yang akan datang bisa dikonfirmasikan terlebih dahulu bila tidak bisa
hadir, tetapi apabila rapat tidak terlalu penting sekretaris membiarkan jika
peserta ada yang tidak hadir.