BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak...

37
39 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh Pejabat TUN Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang dinyatakan kalah dalam persidangan. Berikut adalah putusan yang dimaksud penulis: A. Putusan PTUN Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG 1) Subjek Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen Indonesia (lanjutnya disebut GKI) Jl . Pengadilan No. 35 Bogor sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat. 2) Objek Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor No : 503 /208DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008. 3) Duduk Perkara a) GKI tersebut telah memperoleh Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor: 645.8-372 tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan telah mendapat dukungan dari penduduk sekitar GKI tersebut sebanyak 170

Transcript of BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak...

39

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh

Pejabat TUN

Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana

putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang dinyatakan kalah

dalam persidangan. Berikut adalah putusan yang dimaksud penulis:

A. Putusan PTUN Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG

1) Subjek

Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen

Indonesia (lanjutnya disebut GKI) Jl . Pengadilan No. 35 Bogor

sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan

Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat.

2) Objek

Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor No :

503 /208–DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari

2008.

3) Duduk Perkara

a) GKI tersebut telah memperoleh Surat Keputusan Walikota

Bogor Nomor: 645.8-372 tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006

tentang Izin Mendirikan Bangunan dan telah mendapat

dukungan dari penduduk sekitar GKI tersebut sebanyak 170

40

surat pernyataan tidak keberatan padatanggal 10 Maret 2002,

127 surat pernyataan yang sama pada tanggal 1 Maret 2003, 42

surat pernyataan yang sama pada tanggal 8 Januari 2006, 71

surat pernyataan yang sama pada tanggal 12 Januari 2006, 25

surat pernyataan yang sama pada tanggal 14 Januari 2006 dan

40 surat pernyataan yang sama pada tanggal 15 Januari 2006;

b) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan tanggal 3 Maret

2006 , Kantor Pertanahan tanggal 14 Maret 2006, Dinas Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan tanggal 15 Maret 2006, Dinas Bina

Marga dan Perairan tanggal 17 April 2006 serta Dinas Tata

Kota dan Pertanahan Kota Bogor tanggal 30 Mei 2006 telah

menerbitkan saran teknis pembangunan dan pengesahan sit

plan pembangunan gereja tersebut. Oleh karena sudah

terpenuhinya semua persyaratan untuk melakukan

pembangunan, maka Walikota Bogor memberikan IMB

kepada GKI dengan dikeluarkannya Keputusan Walikota

Bogor Nomor: 645.8-372 tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006 ;

c) GKI tersebut melalui Pdt. Sumantoro telah menerima surat

Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan No: 503/208-DTKP

perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

d) Menanggapi diterbitkannya surat Kepala Dinas Tata Kota dan

Pertamanan tersebut, Majelis Jemaat GKI tersebut telah

mengirim surat kepada Walikota Bogor Nomor 64/MJ - GKI

Bgr / I I / 2 0 0 8, perihal Keberatan dan Penolakan atas Surat

41

Pembekuan IMB Gereja yang Diterbitkan Kepala Dinas Tata

Kota dan Pertamanan Kota Bogor, tertanggal 28 Pebruari 2008

yang juga ditembuskan kepada Kepala Dinas Tata Kota dan

Pertamanan Kota Bogor, Kepala Badan Pengawasan Daerah

Kota Bogor, Kepala Bagian Hukum Setdakot Bogor, Kepala

Kantor Sat. Pol P.P . Kota Bogor dan Forum Ulama dan Ormas

Islam seKota Bogor;

e) Bahwa, dengan diterbitkannya Objek Gugatan tersebut, maka

Penggugat merasa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi

Manusia. Untuk itu, Penggugat telah mengadukan secara

langsung perihal ini kepada Komnas HAM di Jakarta pada

tanggal 10 Maret 2008. Sebagai respon terhadap materi

pengaduan tersebut, Komnas HAM telah mengirim surat

kepada Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 592

/K/PMT/ IV/08 perihal Penolakan Pembekuan IMB Gereja

Taman Yasmin tertanggal 7 April 2008. Pada intinya Komnas

HAM meminta klarifikasi dan perkembangan mengenai

permasalahan ini kepada Menteri Agama dalam waktu yang

tidak terlalu lama. Surat Komnas HAM tersebut juga

ditembuskan antara lain kepada Menteri Dalam Negeri,

Walikota Bogor dan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan

Kota Bogor;

42

f) Adanya pihak ketiga yaitu Forum Ulama dan Ormas Islam se-

Kota Bogor yang keberatan diterbitkannya IMB Gereja

tersebut.

4) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;

b) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Nomor : 503 /208 –

DTKP perihal Pembekuan Iz in tertanggal 14 Pebruari 2008;

c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat

Keputusan Nomor: 503/208 – DTKP perihal Pembekuan Izin

tertanggal 14 Pebruari 2008;

d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang

timbul dalam perkara ini.

5) Pertimbangan Hakim

a) Para Penggugat berdasarkan ketentuan Pasal 94 ayat (1) Tata

Gereja (Tager) Badan Pekerja Majelis Gereja Kristen

Indonesia Tahun 2003 dan Keputusan Persidangan Majelis

Jemaat (PMJ) Gereja Kristen Indonesia Pengadilan, Para

Penggugat berhak untuk mewakili kepentingan hukum Gereja

Kristen Indonesia Pengadilan untuk beracara di Pengadilan

Tata Usaha Negara Bandung dengan diwakili oleh Penerima

Kuasa. Dengan demikian, pihak yang mengajukan gugatan

dalam sengketa Tata Usaha Negara dengan Register Perkara

Nomor: 41/G/2008 /PTUN- BDG adalah telah jelas Subyek

Hukumnya.

43

b) Dalam pokok sengketa.

(1) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang

terungkap dipersidangan ternyata Para Penggugat tidak

diberikan kesempatan memberikan penjelasan sebelum

terbitnya obyek sengketa a quo;

(2) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T- 3, T- 4, T- 6, T-7,

T- 8, T- 9 dan T- 10, Majelis Hakim memperoleh fakta

bahwa sebelum diterbitkan Surat Keputusan obyek

sengketa a quo memang ada pernyataan keberatan yang

diajukan Forum Umat Islam dan Ormas - ormas Islam se-

Bogor tentang Pembubaran Ahmadiyah dan Penolakan

Pembangunan Gereja (bukti T- 3), Permohonan Audiensi

dari Forum Umat Islam Kota Bogor (bukti T- 4),

Pernyataan Penolakan dari warga (bukti T- 6 sampai

dengan bukti T- 10). Setelah Majelis Hakim mencermati

surat - surat tersebut tidak dijadikan alasan untuk

membekukan izin;

(3) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P- 7 sampai dengan

bukti P- 19, terungkap fakta hukum Para Penggugat telah

melakukan upaya untuk melengkapi persyaratan pengajuan

permohonan IMB Gereja dan persyaratan tersebut telah

dapat dipenuhi oleh Para Penggugat, dengan bukti

diterbitkan IMB;

44

(4) Menimbang, bahwa ternyata kemudian dalam tahap

pembangunan Gereja Kristen Indonesia Pengadilan yang

pada pokoknya karena ada keresahan masyarakat, ada

penolakan atas pembangunan Gereja Kristen Indonesia

Pengadilan tersebut akhirnya diterbitkanlah oleh Tergugat

Pembekuan Izin;

(5) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan

diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa surat keputusan

obyek sengketa a quo penerbitannya bertentangan dengan

ketentuan Pasal 15 ayat (2 ) Peraturan Daerah Nomor 7

Tahun 2006 tentang Bangunan, dengan pertimbangan

bahwa Para Penggugat tidak pernah didengar

keterangannya atau diberi kesempatan untuk memberikan

penjelasan sebelum diterbitkannya obyek sengketa a quo

(Asas Audiet Alteram Partem), (Vide Pasal 15 ayat (2 )

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006);

(6) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim

berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari

Forum Ulama dan Ormas Islam se - Kota Bogor Nomor

Istimewa tanggal 1 Oktober 2006, Hal Permohonan

Pembatalan Pembangunan Gereja di Jalan KH. Abdullah

bin Nuh No. 31 Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor

Barat tersebut, Tergugat seharusnya memperhatikan

ketentuan Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Agama dan

45

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum

Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah;

(7) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim

berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari

Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor Nomor

Istimewa tanggal 1 Oktober 2006, Hal Permohonan

Pembatalan Pembangunan Gereja diJalan KH. Abdullah

bin Nuh No. 31 Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor

Barat tersebut, Tergugat seharusnya memperhatikan

ketentuan Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum

Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah;

(8) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang

terungkap dipersidangan berupa keterangan Para Pihak,

Bukti Surat dan Keterangan Saksi ketentuan Pasal 21

tersebut belum pernah dilaksanakan, walaupun pernah

dilaksanakan Audiensi (lihat bukti T- 4), tetapi tidak

mengikut sertakan Para Penggugat. Berdasarkan bukti P-

46

23 Para Penggugat pernah minta bantuan Forum

Komunikasi Umat Beragama Kota Bogor untuk

menyelesaikan permasalahan Pembekuan IMB Gereja

Kristen Indonesia Pengadilan, namun permohonan

diajukan setelah terbit obyek sengketa a quo dan diajukan

sendiri oleh Para Penggugat tanpa melalui musyawarah

untuk menyelesaikan perselisihan yang dilakukan oleh

Walikota dibantu Kantor Departemen Agama Kabupaten

/Kota;

(9) Menimbang, bahwa Tergugat dalam menerbitkan obyek

sengketa a quo mengacu kepada Peraturan Daerah Kota

Bogor Nomor 7 Tahun 2006 dan Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9

Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006, maka Tergugat harus

memperhatikan dan mempertimbangkan secara

komprehensif mengenai prosedur dan tata cara

penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat

dan tata cara dan prosedur pembekuan izin, demi

tercapainya kerukunan umat beragama sebagaimana

diamanatkan oleh Pancasila dan Undang- Undang Dasar

1945;

(10) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian

pertimbangan di atas dalil gugatan Para Penggugat yang

menyebutkan tindakan Tergugat dalam menerbitkan Surat

47

Keputusan obyek sengketa a quo bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku

terbukti kebenarannya oleh karena itu gugatan Para

Penggugat haruslah dikabulkan dan Surat Kepala Dinas

Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor: 503/208 –

DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008

harus dinyatakan batal;

(11) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 110 jo. Pasal

112 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986, Tergugat

dihukum membayar biaya perkara yang jumlahnya akan

ditentukan dalam Amar Putusan ini.

6) Putusan Hakim

a) Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

b) Menyatakan batal Surat Kepala Dinas Tata Kota dan

Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503/208 – DTKP Perihal

Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Kepala

Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503 /208

– DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang

timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 59.000, 00 (lima puluh

sembilan ribu rupiah).

7) Pelaksanaannya

48

Setelah Putusan Pengadilan TUN Bandung Nomor:

41/G/2008/PTUN-BDG dibacakan pada tanggal 4 September 2008

yang memenangkan pengugat maka tergugat mengajukan banding

yang menghasilkan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta

Nomor: 241/B/2008/PT.PTUN.JKT pada tanggal 11 Pebruari 2009

yang menguatkan Putusan Pengadilan TUN Bandung. Tak puas

dengan hasil tersebut tergugat mengajukan permohonan peninjauan

kembali, dan menghasilkan Putusan Peninjauan Kembali

Mahkamah Agung Nomor: 127 PK/TUN/2009 pada tanggal 9

Desember 2010 yang mengungatkan Putusan Pengadilan TUN

Bandung. Tergugat tetap tidak melaksanakan Putusan Pengadilan

Bandung yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan

menghukum, sehingga Walikota Bogor menerbitkan SK Nomor:

503.43-135 pada tangal 8 Maret 2011 yang berisi mencabut surat

pembekuan IMB GKI Yasmin. Hal ini tidak sesuai dengan UU

PTUN, karena yang dapat mencabut objek sengketa TUN adalah

Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN tersebut.

B. Putusan PTUN Nomor: 58/G-TUN/2010/PTUN.Mks

1) Subjek

Muh. Arsad, MM sebagai Penggugat melawan Bupati Kepulauan

Selayar sebagai Tergugat.

2) Objek

Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2

/16O/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang

49

Pemberhentian Sdr . Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP.19650805

198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b

Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan

Selayar;

3) Duduk Perkara

a) Bahwa PENGGUGAT adalah Pegawai Negeri Sipil pada

instansi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dengan

nama Iengkap Drs. MUH. ARSAD, MM NIP 19650805

198603 1 022 pangkat Pembina Tk. I golongan ruang IV/b

jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan

Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.22/01 / l

/BKD/2009 tanggal 3 Januari 2009;

b) Bahwa sesuai dengan usia dan masa kerja Penggugat

dibandingkan dengan jenjang pangkat/golongan dan jabatannya

sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu usia 45 tahun dengan

pangkat Pembina Tk. I golongan ruang IV/b dan jabatan

struktural eselon I l – b sebagai Kepala Badan Kepegawaian

Daerah, maka Penggugat termasuk dalam kategori Pegawai

Negeri Sipil dengan perjalanan karier cemerlang bila

dibandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil lainnya, tidak

pernah dijatuhi hukuman disiplin, baik hukuman disiplin

ringan, sedang maupun berat karena suatu pelanggaran

administrasi maupun pelanggaran yang bersifat pidana, bahkan

selama menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah

50

Kabupaten Selayar, telah melakukan pembenahan administrasi

kepegawaian secara tertib, akuntabel dan transparan;

c) Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010 sekitar pukul 13.00 wita,

Penggugat menerima surat keputusan pemberhentian/

pencopotan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor:

821.2/160D/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 yang kini

menjadi objek sengketa dengan alasan yang mengada-ada,

karena PENGGUGAT dianggap tidak mampu mendukung

pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar. Keputusan mana, selain

memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 3, yang sangat merugikan

kepentingan Penggugat, juga pengajuan gugatan Penggugat

masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah

gugatan diterima sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal

55 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara;

d) Bahwa Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2

/16O/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang

Pemberhentian Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar adalah suatu keputusan

Tata Usaha Negara yang cacat hukum, oleh karena

TERGUGAT dalam menerbitkan keputusan tersebut tidak

didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku di

51

bidang kepegawaian yang mengatur tentang pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil dari jabatan struktural sebagaimana

tersebut dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 100

Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam

Jabatan Struktral yang berbunyi “Pegawai Negeri Sipil

diberhentikan dari jabatan struktural karena:

(1) Mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya;

(2) Mencapai batas usia pensiun;

(3) Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;

(4) Diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan

fungsional;

(5) Cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar

tanggungan negara karena persalinan;

(6) Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

(7) Adanya perampingan organisasi pemerintah;

(8) Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani,

atau;

(9) Hal - hal lain yang di tentukan dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Dari persyaratan tersebut huruf a s/d i di atas terlihat bahwa

tidak satupun diantaranya yang dipenuhi oleh Penggugat untuk

dijadikan dasar dalam pemberhentian Penggugat sebagai

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan

Selayar.

52

4) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk keseluruhannya;

b) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Kepulauan

Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober

2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM

NIP: 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan

Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar;

c) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati

Kepulauan Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010 tanggal

05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH.

ARSYAD, MM NIP: 19650805 198603 1 022.

5) Pertimbangan Hakim

a) Menimbang, bahwa Penggugat pada pokoknya berkeberatan

dengan diterbitkannya objek sengketa a- quo oleh Tergugat

dalam hal ini Bupati Kepulauan Selayar karena mengandung

unsur pelanggaran terhadap undang - undang maupun Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), atas dasar

alasan sebagai-mana telah diuraikan dan dipertimbangkan

dalam pertimbangan tentang duduknya sengketa diatas;

b) Menimbang, bahwa Penggugat merasa kepentingannya telah

dirugikan oleh karena terbitnya objek sengketa a- quo, dimana

selama menjalankan tugas baik sebagai pegawai negeri sipil

maupun dalam jabatan, Penggugat telah bekerja dengan baik

53

dan tanggung jawab serta Penggugat juga tidak pernah dijatuhi

hukuman disiplin oleh karenannya Tergugat dalam menerbit

kan objek sengketa a- quo bertentangan dengan peraturan

perundang- undangan serta Asas- Asas Umum Pemerintahan

yang baik (AAUPB);

c) Menimbang, bahwa memperhatikan keseluruhan alat bukti

yang diajukan dalam persidangan untuk mendukung dalil-dalil

Tergugat mengenai alasan-alasan pemberhentian berkait

dengan tindak lanjut penjatuhan hukuman disiplin berat kepada

Penggugat berupa pembebasan dari jabatan, tidak di temukan

adanya bukti terhadap pemanggilan Penggugat yang dijatuhi

hukuman disiplin berat maupun bukti telah dilakukan

pemeriksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal

23,24,25 dan 28 Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tahun 2010

tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut;

d) Menimbang, bahwa memperhatikan secara cermat keseluruhan

alat bukti yang diajukan pada persidangan tidak terdapat

undangan rapat maupun Berita Acara Sidang Mutasi

/Pengisian Jabatan, yang menerangkan adanya rapat

Baperjakat pada hari Sabtu tanggal 2 Oktober 2010

sebagaimana tercantum dalam Simpulan Rapat Baperjakat

(Bukti T- 14.e), melainkan diadakan pada hari Senin tanggal 4

Oktober 2010 (vide Bukti T- 14.a , T- 14.c , dan T-14.d);

Menimbang, bahwa memperhatikan lebih lanjut Daftar Nama-

54

Nama PNS yang akan di BPJKT lingkungan Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Selayar tanggal 4 Oktober 2010 (Bukti

T- 14.d), tertangga l3 Oktober 2010 tercatat khususnya nama

Penggugat pada kolom jabatan lama sebagai Kepala Badan

Kepegawaian Daerah Kebupaten Keplauan Selyar dan jabatan

baru telah tercatat sebagai Staf Sekretaris Daerah Kabupaten

Kepulauan Selayar, artinya bahwa sebelum diadakan rapat

baperjakat tangga l4 Oktober 2010 (v ide Bukti T- 14.a , T-

14.c ), Sekretaris Baperjakat telah memposisikan Penggugat

dalam jabatan baru sebagaimana tercantum dalam daftar nama

dimaksud (Buk t i T-14.d);

e) Menimbang, bahwa dari seluruh alasan dan pertimbangan

hukum sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut diatas,

Majelis Hakim berkeyakinan bahwa baik rumusan Keputusan

objek sengketa a- quo, maupun prosedur , dan substansi

materiil dari keputusan tersebut telah ternyata tidak sesuai

dengan norma- norma materiil atau landasan yuridis yang

semestinya harus diterapkan, dan oleh karenannya Keputusan

objek sengketa a- quo mengandung cacat yuridis dalam

penerbitannya maka harus dinyatakan batal, oleh karenanya

gugatan Penggugat adalah beralasan hukum dan patut

dikabulkan;

f) Menimbang, bahwa oleh karena Objek sengketa Surat

Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2/160

55

/X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr .Drs .Muh.Arsyad

,MM. NIP 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I

Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010

(Bukti T-1) dinyatakan batal, maka oleh karenanya hak dan

kedudukan Penggugat pulih sebagaimana Surat Keputusan

Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.22/01 / I /BKD/2009,

tanggal 3 Januar i 2009 (BuktiP- 2 ) hingga adanya putusan

yang berkekuatan hukum tetap, tanpa memerlukan mekanisme

penerbitan Surat Keputusan yang baru terhadap Pengangkatan

kembali Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, dan atau setidak-

tidaknya menempatkan yang bersangkutan pada kedudukan

dan jabatan yang sederajat, dengan tentunya menyesuaikan

pada perubahan struktur jabatan sebagaimana ditentukan pada

pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 2007, hal

mana adalah bertujuan untuk menjamin pembinaan pola karier

yang sehat, yang pada prinsipnya tidak diperbolehkan

perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi ke

dalam eselon yang lebih rendah;

g) Menimbang, bahwa terhadap permohonan penundaan yang dia

jukan Penggugat, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh

karena tidak terdapat keadaan yang sangat mendesak dan akan

tidak seimbang dibanding dengan manfaat bagi kepentingan

56

yang lebih besar untuk dilindungi oleh pelaksana Keputusan

Tata Usaha Negara tersebut, sebagaimana ketentuan pasal 67

Undang- Undang Nomor 9 tahun 2004, Tentang Perubahan

atas Undang- Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, oleh karenannya peromohonan penundaan

berlakunya Surat Keputusan Objek sengketa dimaksud tidak

beralasan hukum, dan oleh karenanya haruslah dinyatakan

ditolak;

6) Putusan Hakim

a) Mengabulkan Gugatan Penggugat;

b) Menyatakan Batal Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar

Nomor : 821.2 /160 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian

SDR.Drs .Muh.Arsyad ,MM. NIP: 19650805 198603 1 022

Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala

Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar ,

tanggal 5 Oktober 2010;

c) Mewajibkan kepada Tergugat Mencabut Surat Keputusan

Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010

tentang Pemberhentian Sdr. Drs. Muh. Arsyad ,MM. NIP:

19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan

Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010;

d) Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi hak- hak

dan kedudukan harkat dan martabat Penggugat seperti semula;

57

Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.55 .000 (lima puluh lima ribu rupiah).

7) Pelaksanaannya72

a) Tanggal 13 Januari 2011 Bupati Kepulauan Selayar

menyatakan Banding atas Putusan PTUN Makassar Nomor :

58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks;

b) Tanggal 23 Mei 2011 Majelis Hakim Banding Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara Makassar memutus Perkara

Banding Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.MKs tanggal 4

April 2011 dengan amar putusan sebagai berikut :

(1) Menerima secara formil permohonan banding dari

Tergugat/Pembanding;

(2) Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, tanggal

10 Januari 2011;

(3) Menghukum Tergugat/Pembanding membayar biaya pada

kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding

sebesar Rp.250.000.-(dua ratus lima puluh ribu rupiah).

c) Tanggal 20 Juni 2011 Bupati Kepulauan Selayar selaku

Tergugat/Pembanding mengajukan Kasasi atas Putusan

Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN)

Makassar;

72 http://www.kompasiana.com/aca/kronologis-perkara-tun-antara-muh-arsad-vs-bupati-kepulauan-selayar_551b7142813311c87f9de694. Dilihat pada tanggal 15 Agustus 2016, pukul15.28 WIB.

58

d) Tanggal 22 Nopember 2011 Majelis Hakim Agung Mahkamah

Agung RI memutuskan Perkara Kasasi Nomor : 293

K/TUN/2011 dengan amar putusan sebagai berikut:

(1) Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi :

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR tersebut;

(2) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.500.000,-(lima

ratus ribu rupiah);

e) Tanggal 9 Oktober 2012 batas waktu 2 (dua) bulan setelah

putusan diterima oleh Tergugat dan Tergugat tidak

melaksanakan kewajibannya maka Keputusan Pemberhentian

Drs. MUH. ARSAD, MM sebagai Kepala BKD dinyatakan

tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;

f) Tanggal 3 September 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM

mengajukan Surat Permintaan Eksekusi Putusan PTUN Yang

Telah Berkekuatan Hukum Tetap kepada Ketua Pengadilan

Tata Usaha Negara. Tanggal 20 September 2012 Ketua PTUN

Makassar menetapkan Perintah Eksekusi Nomor:

14/PEN.EKS/G.TUN/2012/P.TUN.Mks;

g) Tanggal 3 September 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM

meminta kepada Kepala BKN untuk memberikan Tindakan

Aministratif kepada Bupati Kepulauan Selayar yang telah

melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang

berlaku di bidang kepegawaian dan tidak mematuhi Putusan

59

PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dengan tembusan

Presiden RI, Mendagri dan sebagainya termasuk Gubernur

Sulawesi Selatan (12 lembaga);

h) Tanggal 16 Oktober 2012, Menteri Dalam Negeri

memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan

Putusan PTUN Makassar dengan mencabut Keputusan Bupati

Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2012 tanggal 5

Oktober 2010 sebagaimana Surat Mendagri Nomor:

800/4520/Biro Kepeg tanggal 16 Oktober 2012 perihal

Permintaan Eksekusi Putusan Perkara Nomor :

58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, Nomor :

28/B.TUN/2011/PT.TUN.Mks, Nomor : 293 K/TUN/2011;

i) Tanggal 9 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM

mengirim surat permintaan Upaya Paksa dan Pengumuman di

Media Cetak kepada Ketua PTUN Makassar agar memaksa

Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan Putusan PTUN.

Tanggal 27 Nopember 2012 Panitera PTUN Makassar

mengeluarkan Pengumuman Resmi bahwa Bupati Kepulauan

Selayar tidak melaksanakan Putusan PTUN Yang Telah

Berkekuatan Hukum Tetap dan dimuat melalui Harian Berita

Kota Makassar (BKM) pada tanggal 28 Nopember 2012

dengan berita berjudul “PTUN Perintahkan Cabut SK Bupati

Selayar” yang disebar pada saat Upacara Peringatan Hari Jadi

Selayar ke-407 tanggal 29 Nopember 2012 di Lapangan

60

Pemuda Benteng dan Pengumuman Utuh pada tanggal 29

Desember 2012 dengan kolom berita seperempat halaman pada

halaman 5;

j) Tanggal 19 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM

mengajukan Permintaan Perintah Presiden agar Bupati

Kepulauan Selayar mematuhi Putusan PTUN sebagai Upaya

Paksa terakhir kepada Bupati agar mematuhi dan

melaksanakan Putusan PTUN;

k) Tanggal 28 Nopember 2012, Menteri Dalam Negeri kembali

memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar agar melaksanakan

Putusan PTUN Makassar dengan mengembalikan Drs. MUH.

ARSAD, MM ke jabatan semula sebagai Kepala BKD

Kepulauan Selayar atau minimal jabatan yang setara

sebagaimana surat Mendagri Nomor : 800/7296/Biro Kepeg

tanggal 28 Nopember 2012;

l) Tanggal 2 Januari 2013, Drs. MUH. ARSAD, MM menghadap

kepada Panitera PTUN Makassar dengan membawa

Pengumuan PTUN di Harian BKM halaman 5 tertanggal 29

Desember 2012 sebagai lampiran surat permintaan Perintah

Presiden sebagai Pimpinan Pemerintahan Tertinggi untuk

memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan

Putusan PTUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap.

61

C. Putusan PTUN Nomor: 20/G/2013/PTUN-KPG73

1) Subjek

Silvester Wangur, S.Pd sebagai Penggugat melawan Bupati Rote

Ndao sebagai Tergugat I dan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda

dan Olahraga Rote Ndao sebagai Tergugat II.

2) Objek

Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Gaji No.

KU.900/87/IV/2009.

3) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

b) Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar menyatakan

batal atau tidak sah Surat Keterangan Penghentian Pembayaran

gaji No. KU.900/87/IV/2009;

c) Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan

tentang membayar gaji selama 75 bulan mulai dari bulan

Pebruari 2003 sampai dengan bulan April 2009;

d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar

segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

4) Putusan Hakim

a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagain;

b) Menyatakan batal sikap diam Tergugat I dan Tergugat II yang

disamakan dengan keputusan penolakan Tergugat I dan

Tergugat II terhadap surat permohonan Penggugat No:

73 Rydo Nickylens Manafe, Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan HakimPeradilan Tata Usaha Negara (Studi Terhadap Putusan PPTUN Nomor: 20/G/2013/PTUN-KPG),Tesis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 15 Pebruari 2016, h. 85.

62

13/SW/V/2003 tertanggal 20 Mei 2013, perihal: Mohon

pembayaran gaji;

c) Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan

Penggugat dan menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha

Negara tentang Pembayaran Gaji Penggugat terhitung bulan

Oktober 2004 sampai dengan Januari 2009;

d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung

renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 141.000,-

(Seratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah).

D. Putusan PTUN Nomor 20/G/1994/PTUN-PDG74

1) Subjek

Drs. Mawardi, AKT. Sebagai Penggugat melawan Kepala Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan Indonesia Provinsi Sumatra Barat

sebagai Tergugat I dan Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang

sebagai Tergugat II.

2) Objek

Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP.04.04.147 tertanggal 4 Juli

Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon

IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang dan Surat Keputusan

Tergugat II Nomor: 04.04.02.50 tanggal 13 Agustus 1994 tentang

Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M.

Djamil Padang.

3) Duduk Perkara

74 Umar Dani, Putusan Pengadilan Non-Executable Proses dan Dinamika DalamKonteks PTUN, Penerbit Genta Press, Yogyakarta, 2015, h. 108-111.

63

Penggugat memohon kepada Pengadilan TUN Padang untuk

membatalkan atau menyatakan tidak sah:

a) Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP.04.04.147 tertanggal 4

Juli Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural

Eselon IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang;

b) Surat Keputusan Tergugat II Nomor: 04.04.02.50 tanggal 13

Agustus 1994 tentang Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan

Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang;

c) Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk

mengembalikan lagi kedudukan Penggugat sebagai Kepala Seksi

Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

4) Pelaksanaannya

a) Setelah melakukan pemeriksaan, PTUN Padang memberikan

putusan dengan mengabulkan gugatan Penggugat, putusan

tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Medan No. 43/BDG-G/PD/PT.TUN-MDN/1995 dan Putusan

Kasasi Mahkamah Agung RI No. 22/K/TUN/1996 putusan

tersebut diputus pada tanggal 25 September 1998.

b) Penggugat telah mengajukan permohonan eksekusi yaitu pada

tanggal 1 Nopember 1998, kemudian pada tanggal 22 Desember

1998 dan kembali mengajukan permohonan pada tanggal 6

Januari 2000, atas permohonan tersebut Pengadilan telah

memanggil pihak tergugat buntuk melaksanakan putusan namun

tergugat menyatakan bahwa posisi yang dimohonkan penggugat

64

telah tidak ada lagi, dengan demikian putusan tersebut tidak

dapat dilaksanakan.

c) Penggugat berupaya untuk meminta tergugat dapat

melaksanakan putusan tersebut melalui peran pengadilan, namun

pengadilan hanya bisa menghimbau kepada tergugat agar

mengganti posisi penggugat pada jabatan lain atau dengan

memberikan kompensasi.

3.2 Penyebab Pejabat TUN Tidak Melaksanakan Putusan

Pengadilan TUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap dan

Mengikat

Banyaknya kasus Putusan Pengadilan TUN yang tidak dapat dilaksanakan

telah membuktikan adanya suatu kesalahan dalam sistem peradilan administrasi.

Kondisi ini sangatlah memprihatinkan karena keberadaan PTUN diharapkan dapat

memberi keadilan sepenuhnya bagi masyarakat dalam lingkup administrasi

pemerintah.

Beberapa penyebab Putusan Pengadilan TUN yang telah memiliki kekuatan

hukum tetap dan mengikat tidak dijalankan oleh Pejabat TUN adalah sebagai

berikut:

a. Belum ada kaidah hukum positif yang dapat membentuk budaya hukum

Pejabat TUN untuk patuh dan taat terhadap Putusan Pengadilan TUN.

Eksekusi atau dengan peneguran berjenjang secara hirarki

(floating norm) sebagaimana diatur dalam Pasal 116 UU PTUN ternyata

tidak cukup efektif dapat memaksa Pejabat TUN melaksanakan Putusan

65

Pengadilan TUN.75 Permasalahan eksekusi adalah menyangkut harapan

pencari keadilan, tujuan pihak-pihak yang bersengketa menyerahkan

perkaranya ke pengadilan adalah untuk menyelesaikan perkara mereka

secara tuntas. Tetapi dengan adanya putusan pengadilan bukan berarti

sudah menyelesaikan pokok permasalahan akan tetapi perkara akan

dianggap selesai apabila pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dengan

kata lain pencari keadilan mempunyai tujuan akhir yaitu agar segala

hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan, pemulihan

tersebut akan tercapai apabila putusan dapat dilaksanakan. Putusan

pengadilan yang dilaksanakan adalah putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).76

b. Rendahnya Kesadaran Hukum Pejabat TUN

Ketentuan dalam Undang-Undang tidak mengatur secara tegas

mengenai paksaan terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan

Putusan Pengadilan TUN. Indroharto berpendapat bahwa tuntas atau

tidaknya, efektif atau tidaknya pelaksanaan putusan pengadilan ini pada

dasarnya masih digantungkan kepada kesadaran, kesukarelaan, tanggung

jawab, sikap dan perilaku dari seluruh jajaran pemerintah sendiri. 77

Sistem eksekusi yang diatur dalam Pasal 116 menggunakan model

floating execution, artinya pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN

diserahkan sepenuhnya kepada Pejabat TUN dengan kesadaran hukum

sendiri bersedia melaksanakan putusan pengadilan, model putusan ini

75Ibid, h. 4. Dikutip dari Supandi, Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati PutusanPengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Ringkasan Penelitian (Disertasi) pada UniversitasSumatra Utara, Medan, 2005, h. 2.,

76 Ibid.77 Ibid, h. 5.

66

disebut juga model eksekusi mengambang, karena tidak ada upaya paksa

dari pengadilan untuk melaksanakan putusannya.

c. Faktor teknis mempengaruhi pelaksanan Putusan Pengadilan TUN78

Putusan Pengadilan TUN memang tidak dapat dilaksanakan

secara sempurna akibat dari perubahan keadaan, perubahan peraturan,

perubahan posisi hukum tertentu pada saat perkara masih berjalan.

Karena gugatan diajukan dalam suasana fakta-fakta, posisi hukum dan

kepentingan yang ada pada saat itu, sedangkan putusan pengadilan akan

terjadi setelah selang beberapa waktu, dengan kata lain rentang waktu

antara keluarnya putusan hakim bisa memakan waktu satu tahun atau

lebih, biasanya Pejabat TUN selalu menggunakan upaya hukum

terhadap putusan pengadilan yang memenangkan warga masyarakat.

d. Faktor Perintah Putusan

Bila ditinjau dari perintah putusan maka tidak terlaksana Putusan

Pengadilan TUN disebabkan oleh faktor; pertama, putusan tersebut pada

dasarnya dapat dilaksanakan tetapi pejabat pemerintah memang tidak

ada niat untuk melaksanakannya, faktor inilah yang paling banyak

diperdebatkan, terutama terlihat dari perubahan pola eksekusi yang

mengarah kepada adanya upaya paksa terhadap Pejabat TUN yang tidak

bersedia melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 116. Kedua; putusan pengadilan memang tidak dapat

dilaksanakan secara sempurna (putusan non executable), sehingga

putusan tersebut sering diabaikan. Permasalahan yang kedua ini dapat di

78 Ibid, h. 93-104.

67

selesaikan dengan mempedomani Pasal 117 ayat (1) UU PTUN yang

pada intinya apabila pejabat pemerintah tidak dapat dengan sempurna

melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah

putusan pengadilan dijatuhkan dan/atau memperoleh kekuatan hukum

tetap, ia wajib memberitahukan hal itu kepada Ketua Pengadilan dan

Penggugat.

Jika penggugat mengetahui bahwa putusan yang dijatuhkan

pengadilan tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka penggugat

dapat meminta kepada Ketua Pengadilan agar membebani pejabat

pemerintah tersebut untuk membayar uang atau kompensasi lain yang

diinginkan. Ketua Pengadilan agar memanggil kedua belah pihak untuk

mengusahakan persetujuan tentang jumlah uang atau kompensasi lain

yang harus dibebankan kepada penggugat, apabila tidak tercapai

persetujuan maka Ketua Pengadilan harus membuat penetapan untuk

penyelesaiannya, dapat mengajukan ke Mahkamah agung, Putusan

Mahkamah Agung wajib ditaati kedua belah pihak.

e. Perbuatan Faktual Yang Terjadi79

Pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN yang tidak dapat

dilaksanakan dengan sempurna dapat terjadi ketika perbuatan faktual

telah dilaksanakan. Sebagai contoh surat perintah bongkar terhadap

Gedung A, pada saat diajukan gugatan ke Pengadilan TUN

kemungkinan gedung tersebut telah terlanjur dibongkar, maka putusan

79 Ibid, h. 104.

68

pengadilan sudah jelas tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,

apalagi hakim dalam putusannya tidak dapat memerintahkan tergugat

untuk membangun kembali.

f. Tidak Sinkronnya antara Hukum Acara dengan Hukum Materiil80

Tidak sinkronnya antara hukum acara dengan hukum materiil

juga menjadi sebab yang sangat fatal. Sebagai contoh dengan keluarnya

Surat Edaran MA No. 08 Tahun 2005 yang pada prinsipnya menyatakan

bahwa semua keputusan yang dikeluarkan oleh KPU/D bukan termasuk

keputusan yang dapat digugat di Pengadilan TUN. Sedangkan pada

Pasal 2 huruf g UU PTUN yang menetapkan bahwa yang bukan

termasuk KTUN adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di

pusat maupun daerah mengenai “hasil pemilihan umum”. Dari norma

tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa yang bukan kewenangan

Pengadilan TUN adalah “hasil pemilihan umum”.

g. Hakim Pengadilan TUN yang Tidak Berperan Aktif

Salah satu asas yang terdapat dalam PTUN adalah Hakim PTUN

bertindak aktif dalam menyelesaikan sengketa TUN. Namun pada

pelaksanaannya berdasarkan Pasal 116 ayat (3), (4), (5), (6) UU PTUN

Hakim PTUN tidak bertindak aktif dalam melakukan pengawasan

terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan

TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan menghukum. Pada Pasal

116 ayat (3) menjelaskan bahwa “Dalam hal tergugat ditetapkan harus

melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat

80 Ibid, h. 104-107.

69

(9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari

kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat

mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat

melaksanakan putusan tersebut”. Berdasarkan ayat ini menjelaskan

bahwa Pengadilan menunggu penggugat mengajukan permohonan untuk

memaksa tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan TUN, tidak

bertindak aktif untuk mengawasi tergugat dalam melaksanakan Putusan

Pengadilan TUN.

3.3 Akibat Hukum Bagi Pejabat TUN Yang Tidak

Melaksanakan Putusan Pengadilan TUN Menurut UU PTUN

Dalam UU PTUN Perubahan Kedua memberikan penjelasan mengenai

akibat hukum yang akan diberikan kepada Pejabat TUN yang tidak melaksanakan

Putusan Pengadilan TUN, yaitu pada Pasal 116 ayat (4) menegaskan bahwa

“Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan

dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi

administratif”. Dan pada Pasal 116 ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua

menegaskan bahwa “Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi

administrasi, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi

administrasif diatur dengan peraturan perundang-undangan”.

1. Ganti Rugi

70

Secara teoretis, ganti rugi berasal dari bidang hukum perdata,

tentang konsep “onrechtmatige daad”. prinsip bahwa setiap tindakan

onrechtmatig subjek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain

mengharuskan adanya pertanggung jawaban bagi subjek hukum yang

bersangkutan merupakan prinsip yang telah diakui dan diterima secara

umum.81 Konsep ini secara yuridis formal di atur dalam Pasal 136, 1365,

dan 1367 KUH Perdata.82

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud oleh Pasal 116

ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua adalah Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan

Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara.

Ganti Rugi yang dimaksud adalah pembayaran sejumlah uang

(secara paksa), kepada orang atau badan hukum perdata atas beban

Badan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai Pejabat TUN)

berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya

kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.83

Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh penggugat paling

sedikit Rp.250.000,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah), dan paling

81 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2013, h. 71.

82Pasal 1365 berbunyi; “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugiankepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1366; “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untukkerugian yang di sebabkan karena kelalian atau perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Pasal 1367; “Seseorang tidak sajabertanggung jawab untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi jugauntuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatan orang-orang yang tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

83 Pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara.

71

banyak Rp.5.000.000,-(lima juta rupiah), dengan memperhatikan

keadaan yang nyata.84

2. Sanksi Administratif

Sanksi administrasi ini secara tegas di atur dalam UU AP.

Sanksi administrasi terbagi dalam tiga (3) golongan yaitu sanksi

administrasi ringan berupa; teguran lisan, teguran tertulis, serta

penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan.

Sanksi andministrasi sedang berupa; pembayaran uang paksa dan/atau

ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak

jabatan. Sanksi administrasi berat berupa; pemberhentian tetap dengan

memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitasnya, pemberhentian tetap

tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta di

publikasikan di media massa. Setiap sanksi administrasi ini di sesuaikan

dengan pelanggaran yang di lakukan oleh pejabat pemerintah.

Selain UU AP, sanksi administrasi ini juga di atur dalam UU

ASN, yang secara khusus mengatur tentang profesi pegawai negeri sipil.

Secara eksplisit UU ASN ini mengatur tentang kode etik bagi aparatur

sipil negara (ASN) untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Akan ada sanksi administrasi berupa pemberhentian tidak

hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD

1945, di hukum penjara atau kurungan karena melakukan tindak pidana

kejahatan dan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik.

84Pasal 3 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara.

72

Dari penjelasan sanksi administrasi berdasarkan UU AP dan UU

ASN ini maka apabila Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan

Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap maka dapat di kenai

sanksi administrasi tersebut berdasarkan golongan sanksi yang di atur.

Akibat hukum baik ganti rugi dan/atau sanksi administrasi bagi

pejabat TUN ini tidak secara serta merta dapat di laksanakan karena ada

proses dan tahapan yang harus dilewati. Di samping diumumkan pada

media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 116 ayat

(5) UU PTUN, ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada

Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk

memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan

kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi

pengawasan.

3.4 Analisis

Dari beberapa Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh

Pejabat TUN dan penyebab Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan

TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat serta penjelasan akibat

hukum bagi Pejabat TUN maka dapat katakan bahwa Pengadilan TUN menemui

kendala yang cukup besar, lemahnya pelaksanaan putusan oleh Pejabat TUN

merupakan masalah mendasar yang bagi Pengadilan TUN.

Sebelum menjelaskan akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak

melaksanakan Putusan Pengadilan TUN penulis hendak menjelaskan bahwa

dalam tulisan ini Putusan Pengadilan TUN yang dimaksudkan adalah Putusan

73

Condemnatoir yang berarti bahwa putusan bersifat akhir yang menghukum pihak

yang di kalahkan untuk memenuhi prestasi, meliputi : memberi, berbuat atau tidak

berbuat sesuatu. Dalam putusan ini diharapkan bagi pihak yang kalah atau Pejabat

TUN memberi ganti rugi, atau berbuat sesuatu misalnya mencabut kembali

KTUN tersebut.

Fakta di Indonesia menyebutkan bahwa ada beberapa Putusan Pengadilan

TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN, sebagaimana telah dijelaskan di

atas. Keadaan ini menggambarkan bahwa belum adanya peraturan yang memaksa

Pejabat TUN untuk melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Sehingga akibatnya

para Pejabat TUN merasa tidak harus melaksanakan atau dapat mengabaikan

Putusan Pengadilan TUN tersebut.

Beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas kemudian menjadi alasan

sebuah Putusan Pengadilan TUN tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN. Menurut

pendapat penulis ada faktor dominan yang mengakibatkan Pejabat TUN tidak

melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yaitu rendahnya kesadaran hukum

Pejabat TUN. Bagi para Pejabat TUN hal yang perlu diketahui adalah bahwa

jabatan hanyalah fiksi yang dilaksanakan oleh pejabat sebagai pelaksanaan jabatan

pemerintah. Oleh karena itu sebagai pemangku jabatan diperlukan kesadaran

hukum Pejabat TUN dalam melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Karena

setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat ada akibat hukumnya. Demikian juga

bagi pejabat yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN maka akan ada

sanksi yang diberikan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pejabat diatur dan tunduk pada hukum kepegawaian di Indoesia yaitu UU ASN

dan UU AP.

74

Adapun sanksi yang diberikan bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan

Putusan Pengadilan TUN adalah Sanksi Ganti Rugi dan Sanksi Administratif.

Ganti Rugi dan Sanksi Administratif akan di berikan kepada Pejabat TUN apabila

telah melewati proses sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 116 ayat (6) UU

PTUN. Oleh karena itu menurut penulis proses yang harus dilalui dalam

menerapkan ganti rugi dan sanksi administratif bagi Pejabat TUN tersebut

membutuhkan waktu yang terlalu lama yaitu 90 hari, sehingga seharusnya ganti

rugi harus diterapkan setelah ada Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan

hukum tetap, karena kerugian yang diderita oleh tergugat akibat diterbitkannya

KTUN harus segera diganti berdasarkan Putusan Pengadilan TUN tersebut.

Penerapan sanksi administratif bagi Pejabat TUN secara langsung dapat

diterapkan karena sanksi administrasi terbagi atas sanksi administrasi ringan,

sedang dan berat berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat TUN

dengan prosesnya masing-masing. Sanksi administrtif ringan, sedang atau berat

akan dijatuhkan dengan pertimbangan unsur proporsional dan keadilan.

Penerapan sanksi ganti rugi dan sanksi administratif akan diberikan setelah

jangka waktu 90 hari kerja sejak Putusan Pengadilan TUN bersifat tetap. Untuk

KTUN sebagai objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum lagi setelah 60

hari kerja sejak Putusan Pengadilan bersifat tetap. Oleh karena setelah 90 hari

kerja Pejabat TUN tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan

Putusan TUN maka penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan

yang berwenang untuk memerintahkan tergugat melaksanakan Putusan

Pengadilan TUN tersebut. dalam hal tergugat tidak melaksanakan Putusan

75

Pengadilan tersebut maka Pejabat TUN dikenakan upaya paksa berupa

pembayaran sejumlah uang paksa (Ganti Rugi) dan atau sanksi administratif.

Oleh karena itu akibat hukum bagi pejabat TUN yang tidak melaksanakan

Putusan Pengadilan TUN yaitu dikenai sanksi Ganti Rugi dan sanksi

Administratif.