BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan...

83
80 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Landasan Filosofis Metode penelitian ini menggunakan landasan filosofis yang menggunakan alur penalaran dengan perspektif fenomenologis, seperti yang dikemukakan Bogdan (1984) yang menyatakan bahwa perspektif tersebut mengarahkan peneliti pada apa yang dicari dalam kegiatan penelitiannya, dan bagaimana melakukan kegiatan termasuk menginterpretasikan informasi yang tersedia, sehingga bisa menggambarkan realitas secara jelas, dan membantu untuk menemukan kebenaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu peristiwa sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat disorot dari dimensi mengapa dan bagaimana (Brata, 2010 :74). Penelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasi khusus yang dihadapinya (Sutopo, 2002:25). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pola pikir fenomenologis mengkaji makna subjek dari beragam perspektif yang merupakan realitas dari akumulasi pengalaman manusia dalam interaksi sosialnya. Meskipun perspektif fenomenologis pada akhirnya membetuk simpulan multiperspektif, penelitian ini dilandasi pula oleh paham positivisme karena ilmu pengetahuan

Transcript of BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan...

Page 1: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

80

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Landasan Filosofis

Metode penelitian ini menggunakan landasan filosofis yang

menggunakan alur penalaran dengan perspektif fenomenologis, seperti

yang dikemukakan Bogdan (1984) yang menyatakan bahwa perspektif

tersebut mengarahkan peneliti pada apa yang dicari dalam kegiatan

penelitiannya, dan bagaimana melakukan kegiatan termasuk

menginterpretasikan informasi yang tersedia, sehingga bisa

menggambarkan realitas secara jelas, dan membantu untuk menemukan

kebenaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu peristiwa

sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat disorot dari dimensi mengapa

dan bagaimana (Brata, 2010 :74).

Penelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk

memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam

situasi khusus yang dihadapinya (Sutopo, 2002:25). Hal ini dapat

dijelaskan bahwa pola pikir fenomenologis mengkaji makna subjek dari

beragam perspektif yang merupakan realitas dari akumulasi pengalaman

manusia dalam interaksi sosialnya. Meskipun perspektif fenomenologis

pada akhirnya membetuk simpulan multiperspektif, penelitian ini

dilandasi pula oleh paham positivisme karena ilmu pengetahuan

Page 2: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

81 

 

bersifat faktual, yang dapat diartikan bahwa simpulan multiperspektif

dalam penelitian ini tidak boleh melebihi fakta.

Metode penelitian ini juga menyajikan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dan informan kunci yang lebih menyesuaikan

dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif berupa analisis teks

(textual analysis). Metode penelitian yang dimaksud digunakan untuk

menjelaskan bagaimana ungkapan metaforis dalam teks perumpamaan

dalam Injil Lukas diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Analisis komparatif yang didasarkan pada model komparatif (TSu - TSa

atau TSa - TSu) difokuskan pada bagaimana berbagai jenis metafora dari

ketiga kategori metafora konseptual (orientasional, ontologis, dan

struktural) dalam teks perumpamaan Injil Lukas diterjemahkan dari

bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Metode yang digunakan bersifat induktif yang dimulai dari

observasi terhadap ungkapan metaforis dalam TSu dan bagaimana

ungkapan metaforis tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

yang meliputi prosedur dan/atau teknik penerjemahan metafora dalam

TSu yang dipergunakan untuk menentukan metode penerjemahan yang

diterapkan oleh penerjemah yang akhirnya mencerminkan ideologi

Page 3: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

82 

 

penerjemahan yang dianut, sehingga diperoleh model strategi

penerjemahan metafora dan dengan model tersebut fenomena

penerjemahan metafora secara umum dapat dijelaskan.

Penelitian kualitatif yang digunakan didukung oleh pendekatan

kognitif yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, (1980). Dalam

penelitian ini, pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan dalam

linguistik kognitif, terutama ranah semantik leksikal yang membicarakan

metafora konseptual.

Untuk mendukung penelitian kualitatif tersebut di atas, peneliti

juga menerapkan metode penelitian berbasis korpus yakni daftar kata

kunci yang merupakan data awal yang diambil dari baris konkordansi

dan contoh penggunaan ungkapan metaforis dalam berbagai konteks,

dalam bentuk kalimat dan paragraph, diidentifikasi dan kemudian

dilakukan interpretasi. Signifikansi diperoleh dengan membandingkan

subkorpus TSu sebagai subkorpus yang sedang diteliti yang terdapat

dalam Injil Lukas (yang menjadi data utama) dibandingkan dengan

subkorpus yang ada dalam Injil Matius dan Markus (sebagai korpus

pembanding).

Pendekatan berbasis korpus diterapkan untuk meneliti penggunaan

metafora dalam TSu dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sehingga

dapat mendukung model komparatif yang digunakan dalam penelitian

ini. Pada tahap analisis terjemahan metafora, setiap ungkapan metaforis

dalam TSu dan padanannya dalam TSa yang diekstrak dari baris

Page 4: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

83 

 

konkordansi disajikan secara paralel dalam bentuk kalimat, termasuk

paragraf, sehingga dapat memberikan konteks yang lebih luas dalam

memahami makna ungkapan metaforis.

3.3 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini lebih menekankan pada kegiatan mengumpulkan,

mendeskripsikan, dan menganalisis data kualitatif berupa terjemahan

metafora konseptual yang terdapat dalam perumpamaan Injil Lukas

karena perumpamaan-perumpamaan ini juga terdapat dalam Injil Matius

dan Markus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif

yang menekankan pada makna, serta lebih memfokuskan kajian pada

data kualitatif dengan analisis kualitatif (Sutopo, 2004:48). Dengan

adanya data kuantitatif pada penelitian kualitatif dalam penelitian ini,

peneliti tetap melihatnya sebagai data kuantitatif yang dipergunakan

untuk memferifikasi data kualitatif.

Penelitian ini dapat disebut studi kasus terpancang (embedded case

study research). Unit terjemahan yang akan dikaji dan permasalahan

serta fokus penelitian telah ditentukan dalam usulan penelitian sebelum

peneliti menggali permasalahan di lapangan (Sutopo, 2002: 136).

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data terdiri atas dua macam teks, yakni: (1) teks Injil Lukas dalam

Perjanjian Baru, New Testament, yang berbahasa Inggris, yang

Page 5: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

84 

 

diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia LAI tahun 2008 sebagai

bahasa sumber teks dan teks Injil Lukas dalam bahasa Indonesia yang

diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI TB) tahun 2008; (2)

jenis data sekunder yang berupa teks Injil Lukas versi Alkitab Edisi

Khusus yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2012

yang sangat bermanfaat sebagai data penunjang dan untuk melengkapai

data primer. Data sekunder lainnya berupa pernyataan dan penjelasan

dari informan kunci yang terkait dengan interpretasi terhadap konsep

dalam perumpamaan yang terdapat pada Injil Lukas, serta kualitas

terjemahannya. Fokus penelitian adalah metafora konseptual,

penerjemahan metafora, dan ideologi penerjemahan.

Informasi yang digali dari informan kunci dengan persyaratan

sebagai berikut: (1) penerjemah Alkitab; (2) pakar dalam bidang bahasa

Inggris dan bahasa Indonesia, dan (3) pendeta dan jemaat awam. Yang

dimaksud dengan syarat (1) adalah penerjemah profesional Alkitab yang

telah menghasilkan beberapa terjemahan Alkitab, (2) pakar bahasa

Inggris dan Indonesia yang menguasai kedua bahasa tersebut dengan

baik, dan (3) pendeta serta jemaat awam yang sering membaca dan

menelaah Injil Lukas.

Kata Injil berasal dari bahasa Yunani, yaitu eugagelion yang

berarti ‘Kabar Baik Menuju Keselamatan’. Secara lisan, kabar baik itu

diberitakan oleh Yesus dari Nazaret. Pada saat agama Kristiani mulai

disebarluaskan, pemberitaan lisan tersebut mulai dituliskan yang akhirnya

Page 6: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

85 

 

terbentuk Injil tertulis. Kitab-kitab yang memuat pemberitaan mengenai

ajaran dan kehidupan Yesus Kristus disebut Injil meskipun di Indonesia

seluruh Kitab Suci Kristiani disebut Injil. Pemberitaan mengenai ajaran

dan kehidupan pribadi Yesus dalam Injil, walaupun merupakan fakta/ de

facto bukanlah laporan berita suatu kisah sejarah, karena kisah de facto

tersebut telah dinubuatkan sebelumnya.

Injil Lukas dipilih sebagai data dalam penelitian ini, selain Injil

Lukas terdiri atas 24 bab dan 154 perikop (pokok bahasan) yang dalam

perikop tersebut terdapat 23 perumpamaan, dapat dikatakan bahwa Injil

Lukas paling banyak menampilkan perumpamaan. Perumpamaan–

perumpamaan dalam Injil Lukas dapat mewakili ketiga Injil (Matius,

Markus, Lukas) yang sangat serupa satu dengan yang lainnya, baik dalam

hal isi maupun dalam hal urutan-urutan peristiwanya. Ketiga Injil tersebut

dikenal dengan sinoptik (sekilas pandang) karena ketiga Injil tersebut

dapat ditempatkan dalam tiga lajur yang sejajar sehingga dapat dilihat

dengan sekilas pandang. Sementara itu, Injil Yohanes sangat berbeda

dengan Injil Sinoptik baik dari isi dan urutan peristiwanya maupun dari

gaya bahasanya. Sebagai penulis Injil yang berpendidikan dalam seni

sastra, penulis Injil ini juga menaruh minat dalam hal penyakit yang

disembuhkan oleh Yesus (bdk. Lukas 4:23, 38; 8:43) dan peduli terhadap

perempuan dan kaum marginal yang tertindas.

Tiga hal berikut perlu mendapat perhatian dalam menerjemahkan

injil Lukas ( Sembiring ,2005:1), yaitu:

Page 7: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

86 

 

(1) Jangan sampai ada kesan bahwa yang diceritakan dalam Injil Lukas

adalah mengenai diri Lukas.

(2) Jangan sampai ada kesan bahwa Lukaslah yang menjadi sumber

“Kabar Baik” itu, karena “Kabar Baik” bukan berasal dari Lukas.

(3) Jangan sampai ada kesan bahwa “Kabar Baik” yang diberitakan itu

adalah pendapat pribadi Lukas meskipun dia yang menulisnya.

Judul yang lama, misalnya “Kitab Injil karangan Lukas”, akan

memberi kesan yang salah pada waktu sekarang ini karena

karangan berarti pengarangnya sendiri yang membuatnya.

3.5 Instrumen Penelitian

Ada beberapa instrumen yang dipergunakan dalam pengambilan

data, yaitu (1) panduan observasi, (2) panduan studi dokumen, (3) alat

bantu tulis dan rekam, (4) instrumen penjaringan data berupa Konkordansi

Alkitab dan Kanon Alkitab untuk analisis leksikal. Sementara itu, Alkitab,

Kamus Alkitab, Ensiklopedia Alkitab masa kini, Alkitab Edisi Studi,

Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, dan Pedoman Penafsiran Alkitab

Injil Lukas diperlukan untuk analisis gramatikal.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

mencakup kajian dokumen (content analysis) atau observasi, wawancara

mendalam, dan validasi data. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan

Page 8: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

87 

 

data yang akurat tentang metafora konseptual, penerjemahan metafora,

dan padanannya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya, data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui teknik,

prosedur, dan metode penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah

dalam kegiatan menerjemahkan perumpamaan-perumpamaan yang

terdapat dalam Injil Lukas setelah dikategorikan terlebih dahulu dalam

kerangka metafora konseptual yang dibagi menjadi metafora orientasional,

ontologis, dan struktural serta ideologi penerjemahan terhadap proses

penerjemahan metafora konseptual. Data dikumpulkan dengan metode

observasi, wawancara dengan simak dan catat, dokumentasi, pembacaan

dan identifikasi dengan membandingkan teks Perjanjian Baru, New

Testament dalam bahasa Inggris dan terjemahan versi bahasa Indonesia,

yakni oleh LAI TB tahun 2008. Bila ditemukan persamaan-persamaan,

perbedaan-perbedaan, ungkapan-ungkapan yang bias, atau kata-kata kunci,

maka dilakukan observasi lebih mendalam dan pencatatan atau

identifikasi.

3.6.1 Metode Observasi

Observasi mendalam dilakukan dengan teknik identifikasi,

penggolongan, pengklasifikasian data yang diolah sehingga menjadi

korpus data. Dari hasil identifikasi, data disajikan sejajar dalam dua kolom

untuk memudahkan proses analisis selanjutnya. Data dalam Injil Lukas

dikategorisasikan, diklasifikasikan dan dicermati, hanya ayat-ayat atau

Page 9: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

88 

 

teks perikop (topik) yang memiliki kandungan masalah yang signifikan

atau memiliki tingkat penggunaan atau pengulangan-pengulangan, diambil

sebagai korpus data dan selanjutnya dianalisis. Berikut adalah data yang

diambil dari Lukas 6:46-49.

Tabel 3.1

Perumpamaan”Dua Macam Dasar”

BAHASA SUMBER (INGGRIS) LAI TB

BAHASA TARGET (INDONESIA) LAI TB

46. “But why do you call Me ‘Lord, Lord’, and not do the things which I say?

46.“’Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”

47.”Whoever comes to Me, and hears My sayings and does them, I will show you whom he is like:

47. Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya--Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan--

48. “He is like a man building a house, who dug deep and laid the foundation on the rock. And when the flood arose, the stream beat vehemently against that house, and could not shake it, for it was founded on the rock.

48. Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.

49.”But he who heard and did nothing is like a man who built a house on the earth without a foundation, against which the stream beat vehemently; and immediately it fell. And the ruin of that house was great”.

49. Akan tetapi barang siapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya."

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa metafora konseptual yang

terdapat dalam perikop “Dua Macam Dasar” adalah termasuk dalam

kategori metafora struktural. Klausa a man building a house dan nomina

Page 10: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

89 

 

the foundation dalam konteks kalimat tersebut yang terdapat dalam Lukas

6:48 berfungsi sebagai RSu. Apabila dilihat lebih jauh, secara metaforis

terdapat dua konsep yang koheren dalam teks tersebut, yaitu PK: FAITH IS

A FOUNDATION dan FAITH IS A BUILDING. Pada umumnya dalam satu

paragraf hanya terdapat satu konsep metafora, tetapi dalam data di atas

terlihat dua konsep sekaligus dalam satu paragraf. Hal ini tentu bisa dilihat

lebih lanjut koherensi (keterpaduan) dari konsep-konsep metafora tersebut.

Sementara itu, dari perspektif penerjemahan, strategi penerjemahan

yang diterapkan oleh penerjemah dapat dijelaskan sebagai berikut:

BS (Lukas 6: 48 a) : He is like a man building a house, who dug

deep and laid the foundation on the rock.

BT : Ia sama dengan seorang yang mendirikan

rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan

meletakkan dasarnya di atas batu.

Strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah pada data di atas

adalah teknik shift atau transposisi, yang merupakan prosedur

penerjemahan yang melakukan perubahan secara gramatikal dari BS ke

BT. Dalam hal ini, penerjemah menerapkan prosedur dengan

menghilangkan artikel a dalam (a house) a man building a house menjadi

seorang yang mendirikan rumah atau tidak diterjemahkan, walaupun

proses transfer tidak mengubah makna dari pesan tersebut. Demikian pula

penerjemah tidak dipengaruhi oleh sistem bahasa target karena dalam

sistem bahasa Indonesia kata sandang tidak selalu diterjemahkan.

Page 11: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

90 

 

3.6.2 Metode Wawancara

Wawancara mendalam dilakukan dengan tanya jawab, bertatap

muka antara peneliti dan informan kunci dengan pedoman berupa

pertanyaan terkait dengan data yang dianalisis, yakni Injil Lukas,

khususnya untuk mengumpulkan tanggapan secara komprehensif terhadap

analisis terjemahan Injil Lukas, setelah data yang berupa teks

diklasifikasikan, digolongkan dan dicermati. Wawancara dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka dan

mengarah pada kedalaman informasi. Oleh sebab itu, pertanyaan-

pertanyaan lebih mengarah untuk menegaskan jawaban-jawaban yang

diberikan informan sebelumnya.

3.6.3 Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumen merupakan sumber

informasi non human resources. Dokumen tertulis dilakukan dengan

penelusuran dokumen terkait dengan sub-sub fokus yang diteliti, misalnya

garis-garis besar penulisan Injil Lukas, tujuan penulisan Injil tersebut,

dan ciri khas penulisan. Selain itu, diperlukan dokumen-dokumen lain

berupa ensiklopedia Alkitab.

3.6.4 Validasi Data

Semakin valid data yang dipergunakan dalam penelitian akan

semakin meyakinkan hasil penelitian tersebut. Validasi data merupakan

Page 12: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

91 

 

jaminan atas kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil

penelitian (Sutopo, 2006:92).

Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini

digunakan teknik trianggulasi. Menurut Moleong (2011:178), trianggulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data itu sendiri untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber data dan trianggulasi

metode. Trianggulasi sumber data merupakan teknik untuk menggali

beberapa sumber data yang berbeda dalam rangka untuk memperoleh data

yang sama supaya tingkat kebenarannya teruji. Sementara itu, trianggulasi

metode adalah pengambilan data yang sama dari suatu sumber dengan

teknik yang berbeda.

3.7 Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan proses interaktif sebagai teknik

untuk menganalisa data. Data yang terkumpul lewat wawancara

dibandingkan dengan data yang merupakan data hasil observasi pada

dokumen. Selanjutnya, data dikaji dengan menggunakan ketiga komponen

analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau

verifikasi. Ketiga komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Page 13: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

92 

 

1) Reduksi data. Komponen ini merupakan tahap pertama dalam

analisis. Data berupa teks yang telah terkumpul diseleksi,

disederhanakan, dan diabstraksikan.

2) Sajian data. Komponen ini merupakan tahap kedua dalam analisis

yaitu suatu rakitan organisasi informasi dan deskripsi yang lengkap

sehingga memungkinkan dilakukan simpulan penelitian.

3) Simpulan. Komponen ini merupakan tahap ketiga, yaitu suatu

kegiatan yang dilakukan ketika data yang terkumpul sudah memadai.

Bila data dianggap belum memadai peneliti akan kembali ke lapangan.

3.8 Penyajian Hasil Analisis Data

Perpaduan metode formal dan informal dalam penyajian hasil

analisis data dilakukan karena semua unsur bahasa memiliki kesempatan

yang sama untuk digunakan. Selain itu, perpaduan kedua metode ini juga

bertujuan agar seluruh paparan dalam penelitian ini dengan mudah dapat

dipahami tanpa mengabaikan kaidah penulisan yang bersifat ilmiah dan

akademis. Penggunaan istilah teknis merupakan penyajian informal untuk

menjelaskan dan merumuskan permasalahan dalam penelitian. Metode

formal diterapkan dalam penelitian ini bertujuan untuk menuangkan hasil

analisis dengan menggunakan deskripsi yang bersifat naratif, tabel, bagan,

dan juga singkatan.

Page 14: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

  

93  

BAB IV

METAFORA KONSEPTUAL DALAM PERUMPAMAAN INJIL LUKAS

4.1 Pengantar

Dalam bab ini kajian difokuskan pada identifikasi dan kategorisasi

metafora konseptual dalam subkorpus TSu (Lakoff & Johnson 1980/2003, Lakoff

1993) yang terdapat dalam Injil Lukas. Metafora konseptual yang terdapat dalam

Injil Lukas dikategorikan menjadi tiga jenis menurut Lakoff & Johnson

(1980:12). Pembahasan dimulai dari kategori metafora konseptual, pemetaan

konseptual, interpretasi makna serta signifikansi, dan koherensi metaforis

perumpamaan yang sarat dengan realitas kehidupan.

4.2 Kategori Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas

Kategori metafora konseptual seperti yang telah dipaparkan dalan bab II

diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) metafora orientasional; (2) metafora

ontologis; dan (3) metafora struktural yang akan menjawab permasalahan nomor

satu dari penelitian ini. Berikut adalah paparan dan analisis data berupa

penggunaan ungkapan metaforis dalam TSu (pada tataran kalimat) untuk masing-

masing kategori metafora konseptual tersebut.

Page 15: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

94  

4.2.1 Metafora Orientasional

Metafora orientasional merupakan salah satu kategori metafora

konseptual yang mengacu pada konsep spasial/ruang yang menjelaskan

wilayah pengetahuan abstrak dengan aspek pengalaman manusia yang

membumi terhadap ruang yang nyata. Misalnya, UP-DOWN, IN-OUT, FRONT-

BACK, ON-OFF, DEEP-SHALLOW, CENTRAL-PERIPHERAL (Lakoff dan

Johnson, 1980:14). Setelah dilakukan pengategorian terhadap data, ditemukan

tiga jenis PK untuk kategori metafora orientasional, seperti yang dipaparkan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1

Metafora Orientasional

No. Pemetaan Konseptual

(PK)

Data

1. DIE IS DOWN “Look, for three years I have come seeking fruit on this fig tree and find none. Cut it down; why does it use up the ground? (Lukas 13:7)

2. BAD IS DOWN Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34)

3. EXALT IS DOWN, HUMBLE IS UP

a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, “God, I thank You that I am not like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess” (Lukas 18:11-12)

b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, “God be merciful to me a sinner!”(Lukas 18:13)

Page 16: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

95  

(1) Metafora orientasional buah

Metafora pada data (1) termasuk jenis metafora orientasional buah,

karena kata fruit yang merupakan konsep metafisika merupakan kata yang

sangat penting dalam konteks kalimat tersebut. Sementara itu, melalui verba

cut sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis menjadi pintu masuk

untuk mengkaji data itu. Kajian difokuskan pada interpretasi makna dan

signifikansi dari cerita (perumpamaan) yang diberi judul perikop (topik) oleh

LAI “Perumpamaan tentang Pohon Ara yang Tidak Berbuah”. Simbol ataupun

cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan melalui beberapa cara yang

berbeda, salah satu yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Pemetaan

Konseptual (PK) sebagaimana analisis di bawah ini.

(1) Look, for three years I have come seeking fruit on this fig tree and find none. Cut it down; why does it use up the ground? (Lukas 13:7).

Pada data (1), verba cut sebagai RSu yang secara bentuk adalah verba

imperatif, merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang

secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah

dipahami. Dengan kata lain, entitas abstrak tersebut melalui PK dapat

dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora

konseptual verba cut dapat menghasilkan RSa, yaitu die (mati).

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol dari Kekristenan, die sebagai RSa, merupakan konsep

metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan die (Neville, 2001). Konsep

Page 17: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

96  

cut yang dikonseptualisasikan menjadi die sebagai RSa dapat dipetakan

melalui PK: DIE IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa, verba

cut yang sesungguhnya mengandung makna harfiah ‘ditebang’, secara

metafora konseptual dianalogikan sebagai die (mati). Lebih jauh, verba cut

dalam konteks kalimat tersebut berfungsi sebagai RSu yang secara metaforis

bermakna ’dihukum mati’ (sebagai RSa). Makna metafora tersebut

merupakan perluasan makna harfiah karena melalui PK: DIE IS DOWN

kematian dianalogikan dengan sesuatu yang turun secara vertikal.

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut

diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan, yaitu pohon ara, merupakan tumbuhan asli di Asia kecil, Siria dan

termasuk di Palestina. Pohon ara sering berbuah mendahului daunnya dan

biasanya berbuah dua kali setahun (Hillyer, 1999:271-272). Dari teks tersebut

tersirat bahwa sudah enam kali musim berbuah sejak pohon itu dilihat oleh

pemiliknya, tetapi pohon itu tidak pernah berbuah. Hal inilah yang menunjuk

pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 13:7.

Pada metafora DIE IS DOWN dapat dilihat bagaimana verba cut

sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, karena dianalogikan dengan

‘mati’ (DIE), sehingga maksud yang terkandung dalam metafora tersebut

dapat dimengerti berdasarkan kesamaan ciri atau kesamaan karakteristik yang

dimiliki oleh kematian (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau

Page 18: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

97  

karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi

dasar metafora, yaitu apabila dalam perumpamaan itu pohon ara yang tidak

berbuah pasti ditebang, demikian pula manusia yang tidak menghasilkan

buah-buah pertobatan pasti dihukum mati.

Hubungan atau korespondensi antara ranah target dan ranah sumber

yang ditunjukkan oleh adanya kesamaan sifat dapat dilihat dari data (1) di

atas, yakni verba cut yang secara harfiah bermakna ‘ditebang’ dapat

dikonseptualisasikan bahwa pohon ara yang tidak berbuah memiliki ciri yang

sama dengan suatu entitas, yakni manusia yang tidak bertobat, sehingga dapat

mendukung konsep die yang bermakna ‘mati’. Dengan demikian, dapat

dijelaskan bahwa ungkapan pohon ara yang tidak berbuah disandingkan

dengan manusia yang tidak bertobat karena adanya kesamaan sifat kedua

ranah tersebut.

(2) Metafora orientasional garam

Metafora pada data (2) termasuk jenis metafora orientasional garam

karena melalui klausa lost its flavor sebagai RSu, yang merupakan ungkapan

metaforis, kalimat tersebut dapat dijelaskan. Fokus kajian dari data tersebut

adalah interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan)

dijelaskan dengan menggunakan PK.

(2) Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34)

Page 19: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

98  

Klausa lost its flavor sebagai RSu dalam kalimat di atas merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata

lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa

yang ideal.

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol dari Kekristenan adalah lost the faith merupakan konsep

metafisika atau transendental (Neville, 2001). Konsep lost its flavor yang

dikonseptualisasikan menjadi lost the faith sebagai RSa dapat dipetakan

melalui PK: BAD IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lost its

flavor yang sebenarnya merupakan ‘garam yang tawar’, secara metafora

konseptual dianalogikan sebagai bad.

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut

diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan.

Orang Ibrani mempunyai persediaan garam yang melimpah di pantai

Laut Mati dan di Bukit Garam (barat daya Laut Mati). Garam terbuat dari

karang atau fosil, karena ketidakmurnian dan perubahan-perubahan kimiawi

maka lapisan luarnya biasanya kurang sedap. Garam digunakan sebagai

pengawet dan bumbu penyedap makanan. Apabila garam menjadi tawar pasti

dibuang atau dapat dikatakan garam yang tidak bisa mengawetkan dan

Page 20: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

99  

menggarami makanan akan dibuang (Hillyer, 1999:327). Hal inilah yang

menunjuk pada perumpamaan itu (Lukas15:34).

Metafora BAD IS DOWN dapat dipahami bagaimana lost its flavor

sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, agar lebih mudah dipahami

karena dibandingkan dengan tidak memiliki iman (DOWN) sehingga dapat

dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut. Dengan

demikian akan dapat dimengerti apa yang dimaksud dengan “garam yang

tawar” (BAD) berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh “tidak memiliki

iman” (DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang

terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora,

yakni dalam perumpamaan tersebut garam yang tawar (tidak asin) pasti tidak

digunakan, demikian pula manusia yang tidak memiliki iman pasti dibuang.

Korespondensi antara ranah target dan ranah sumber yang

ditunjukkan oleh adanya kesamaan sifat dapat dilihat pada data (2) di atas,

yakni ungkapan has lost its flavor yang secara harfiah bermakna ‘tawar’ dapat

dikonseptualisasikan bahwa garam yang tawar memiliki ciri yang sama

dengan suatu entitas yang dikonseptualisasikan sebagai manusia yang tidak

beriman sehingga dapat mendukung konsep bad. Dengan demikian, dapat

dijelaskan bahwa ungkapan “garam yang tidak asin (tawar)” disandingkan

dengan manusia yang tidak beriman karena adanya kesamaan sifat atau

kemiripan ciri kedua ranah tersebut. Korespondensi antara ranah target dan

Page 21: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

100  

ranah sumber dipetakan melalui PK: BAD IS DOWN. Formulasi bahwa bad is

down dibangun dari apa yang dilakukan ketika garam yang tawar atau garam

yang tidak asin lagi, tentu saja tidak dapat dipergunakan dan tidak ada lagi

gunanya selain dibuang.

(3) Metafora orientasional status sosial

Metafora pada data (3) termasuk jenis metafora orientasional status

sosial karena melalui verba stand sebagai RSu yang merupakan ungkapan

metaforis dapat diinterpretasikan melalui PK seperti berikut.

(3) a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, “God, I thank You that I am not like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess”. (Lukas 18:11-12)

b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, “God be merciful to me a sinner!” (Lukas 18:13)

Pada data (3a), verba stand sebagai RSu yang dari segi bentuk adalah

verba informatif, merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif

yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah

dipahami. Entitas abstrak tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga

menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual verba stand

dapat menghasilkan RSa, yaitu exalt (meninggikan diri sendiri).

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol dari Kekristenan, yakni exalt sebagai RSa, merupakan konsep

metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan exalt (Neville, 2001).

Page 22: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

101  

Konsep stand yang dikonseptualisasikan menjadi exalt sebagai RSa dapat

dipetakan melalui PK: EXALT IS DOWN. Dengan kata lain, dapat dikatakan

bahwa, verba stand yang sesungguhnya mengandung makna harfiah

‘menengadah’, secara metafora konseptual, dianalogikan sebagai exalt

(meninggikan diri sendiri).

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari

kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan, yaitu kaum Farisi adalah kelompok orang Yahudi yang

mempertahankan dan memegang kuat pengajaran tradisi pada waktu itu.

Namun, di samping tendensi kerohanian yang kuat, mereka menjadi arogan

dan menekankan formalitas yang berlebihan sampai mengabaikan ketentuan

hukum moral yang lebih penting (Hillyer, 1999: 299-300). Hal inilah yang

menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18:11-13.

Pada metafora konseptual EXALT IS DOWN dapat dilihat bagaimana

verba stand sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan karena

dianalogikan dengan meninggikan diri sendiri (EXALT). Berdasarkan kesamaan

ciri yang dimiliki oleh EXALT, makna yang terkandung dalam metafora

tersebut dapat dimengerti terhadap apa yang dimaksud dengan ‘menengadah’

(EXALT), yakni berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh orang Farisi yang

meninggikan diri sendiri (EXALT) akan direndahkan (DOWN) sebagai ranah

sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua

Page 23: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

102  

komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni orang Farisi yang

meninggikan diri sendiri akan direndahkan.

Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan

kesamaan ciri antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui

ungkapan stood yang secara harfiah bermakna ‘menengadah’ disandingkan

dengan exalt menjadi metafora. Dengan ungkapan stood dapat diinferensikan

bahwa pewarta mengonseptualisasikan stood memiliki ciri yang mirip dengan

exalt (memuji diri sendiri), dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek

memuji diri sendiri, yaitu melalui ungkapan “aku tidak sama seperti semua

orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga

seperti pemungut cukai”. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan

ungkapan yang memuji diri-sendiri dan merendahkan orang lain (pemungut

cukai).

Pada data (3b), frasa adverbial standing afar off sebagai RSu, yang dari

segi bentuk adalah frasa verbal, merupakan entitas abstrak dari perspektif

linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret

dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas abstrak tersebut melalui

PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan

metafora konseptual verba standing afar off dapat menghasilkan RSa, yaitu

humble (merendahkan diri sendiri).

Page 24: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

103  

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol dari Kekristenan humble sebagai RSa merupakan konsep

metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan humble (Neville, 2001).

Konsep standing afar off yang dikonseptualisasikan menjadi humble sebagai

RSa dapat dipetakan melalui PK: HUMBLE IS UP. Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa frasa adverbial standing afar off yang sebenarnya

mengandung makna harfiah ‘berdiri jauh-jauh’, secara metafora konseptual

dianalogikan sebagai humble (merendahkan diri sendiri).

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil

dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan, yaitu pemungut cukai (orang Yahudi), pengumpul cukai atau bea

demi kepentingan penjajah Romawi karena pada waktu itu Israel dijajah

bangsa Romawi atau dapat dikatakan orang Yahudi yang bekerja untuk

penjajah. Tugas mereka mencakup pengumpulan persepuluhan dan bermacam-

macam pajak langsung. Mereka sejak awal cenderung memeras dan

menyelewengkan pajak dan orang yang penuh dosa (bdk. pengakuan yang

tersirat dari Zakheus, Lukas 19:8) (Hillyer, 1999:285-286). Hal inilah yang

menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18:11-13.

Pada metafora konseptual HUMBLE IS UP dapat dilihat bagaimana

frasa verbal standing afar off sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan,

dianalogikan dengan merendahkan diri sendiri (HUMBLE) sehingga

Page 25: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

104  

berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh HUMBLE, makna yang

terkandung dalam metafora tersebut dapat dimengerti terhadap apa yang

dimaksud dengan “berdiri jauh di belakang” (HUMBLE) berdasarkan kesamaan

ciri yang dimiliki oleh pemungut cukai yang merendahkan diri sendiri

(DOWN) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat

dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni

pemungut cukai yang jauh berdiri di belakang yang bermakna merendahkan

diri akan ditinggikan.

Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan

kesamaan ciri antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui

ungkapan standing afar off yang secara harfiah bermakna berdiri jauh-jauh

disandingkan dengan humble menjadi metafora. Dengan ungkapan standing

afar off dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan standing

afar off memiliki kesamaan ciri dengan humble (merendahkan diri sendiri),

dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek merendahkan diri sendiri,

yaitu melalui ungkapan “bahkan ia tidak berani menengadah ke langit,

melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang

berdosa ini”. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan ungkapan

yang merendahkan diri sendiri.

Page 26: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

105  

Dengan demikian, PK: EXALT IS DOWN, HUMBLE IS UP yang menjadi

dasar mefaora, yaitu orang Farisi yang meninggikan dirinya sendiri akan

direndahkan, sedangkan pemungut cukai yang merendahkan dirinya sendiri

akan ditinggikan.

4.2.2 Metafora Ontologis

Metafora ontologis lebih mewakili upaya untuk menjelaskan konsep

dan pengetahuan yang abstrak dalam kehidupan manusia, seperti kejadian-

kejadian, aktivitas, emosi dan gagasan yang diwujudkan dalam kata-kata dan

kalimat yang mengarah pada objek dan substansi fisik yang jelas dan nyata

secara fisik. Metafora ontologis mengonseptualisasikan pikiran, pengalaman,

dan proses atau hal yang abstrak lainnya ke sesuatu yang memiliki sifat fisik.

Berikut adalah pemaparan PK dari beberapa jenis metafora ontologis yang

terdapat dalam teks perumpamaan Injil Lukas.

Tabel 4.2

Metafora Ontologis

No

Pemetaan Konseptual

(PK)

Data

4. A MAN IS TREE

For a good tree does not bear bad fruit, nor does a bad tree bear good fruit. (Lukas 6:43)

5. TENET IS GARMENT

No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old. (Lukas 5:36)

Page 27: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

106  

6. TENET IS WINE And no one puts new wine into old wineskins; or else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will be ruined. (Lukas 5:37)

7. A MAN IS LAMB Go your way; behold, I send you as lambs among wolves (Lukas 10:3)

8. LIGHT IS EYE The lamp of the body is the eye. Therefore, when your eye is good, your whole body also is full of light. But when your eye is bad, your body also is full of darkness. (Lukas 11:34a)

(4) Metafora ontologis pohon

Metafora pada data (4) termasuk dalam kategori metafora ontologis

pohon karena a tree “pohon” sebagai RSu yang merupakan ungkapan

metaforis. Kajian utama yang difokuskan dari data tersebut di atas adalah

bagaimana interpretasi dari makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan)

yang diberi judul perikop oleh LAI “Pohon dan Buahnya” dapat dijelaskan.

Dalam studi Alkitab, baik simbol maupun cerita (perumpamaan), dapat

diinterpretasikan melalui beberapa cara yang berbeda, di dalam tulisan ini

digunakan Pemetaan Konseptual (PK).

(4) For a good tree does not bear bad fruit, nor does a bad tree bear good fruit. (Lukas 6:43)

Pada data (4), nomina a tree sebagai RSu dilihat dari perspektif

linguistik kognitif merupakan entitas abstrak yang secara metafora konseptual

melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas

tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal.

Pemetaan metafora konseptual a tree dapat menghasilkan a man sebagai RSa.

Page 28: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

107  

Makna dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol

dari Kekristenan yakni a man, sebagai RSa, merupakan konsep metafisika

yang digunakan untuk mendefinisikan a man (Neville, 2001). Konsep a tree

yang dikonseptualisasikan sebagai a man dipetakan melalui PK: A MAN IS

TREE. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa a tree yang sebenarnya

merupakan pohon, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai a man

(manusia). Ranah sumber dari metafora ini diambil dari bahasa sehari-hari

sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan. Metafora A MAN

IS TREE dapat dipahami bagaimana pohon (TREE) sebagai RSu yang bersifat

abstrak digambarkan agar lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan

manusia (MAN) sehingga dapat dipahami maksud yang terkandung dalam

metafora tersebut. Dengan demikian, akan dapat dimengerti apa yang

dimaksud dengan pohon (TREE) berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh

manusia (MAN) sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat

dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yaitu kalau

dalam pohon ada buah yang baik/manis ataupun tidak baik, demikian pula

sifat seseorang dengan perbuatan dan perkataan yang diucapkannya.

Nomina fruit sebagai RSu yang juga merupakan entitas abstrak dari

perspektif linguistik kognitif, secara metafora konseptual, dapat dipetakan

sehingga menghasilkan makna sebagai RSa, yaitu treasure of man’s heart,

Page 29: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

108  

yang merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan the

fruit (Neville, 2001).

Eksistensi dari a tree sebagai pohon dapat pula dikonstruksikan

secara esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran (thought) dan

tindakan (action). Di sisi lain, pohon dapat berbuah baik maupun tidak baik

(hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil

dari sebuah proses). Pertama, sebagai proses, a good tree does not bear bad

fruit, nor does a bad tree bear good fruit (Lukas 6:43) yang secara metafora

konseptual bermakna ‘orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari

perbendaharaan hatinya yang baik, dan orang yang jahat mengeluarkan barang

yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat’ (Lukas 6:45a). Dari proses ini

terlihat bahwa terjadi analogi antara a tree sebagai RSu dengan a man sebagai

RSa, demikian pula terjadi analogi antara a fruit sebagai RSu dengan treasure

of man’s heart sebagai RSa. Kedua, sebagai peristiwa atau dapat dikatakan

sebagai hasil dari suatu proses, secara metafora konseptual ungkapan itu

bermakna ‘apa yang diucapkan manusia, meluap dari hatinya’ (Lukas 6:45b).

(5) Metafora ontologis kain

Metafora pada data (5) termasuk metafora ontologis kain karena a

garment ‘kain’ sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian

difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan)

tersebut.

Page 30: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

109  

(5) No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old. (Lukas 5:36)

Nomina a garment sebagai RSu dalam kalimat tersebut merupakan

kontainer abstrak dari perspektif linguistik kognitif terbukti dari adanya adverbia

on pada frasa an old one yang secara metafora konseptual melalui entitas

konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, kontainer tersebut

melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan

metafora konseptual a garment adalah tenet sebagai RSa.

Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk

sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan

konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan apa tenet itu (Neville,

2001). Konsep a garment yang dikonseptualisasikan sebagai a tenet RSa dapat

dipetakan melalui PK: TENET IS GARMENT. Dengan kata lain, dapat dikatakan

bahwa garment yang sebenarnya merupakan kain, secara metafora konseptual

dianalogikan sebagai tenet (ajaran).

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari

bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan.

Metafora TENET IS GARMENT dapat dipahami bagaimana kain (GARMENT)

sebagai RSu yang bersifat abstrak dibandingkan dengan ajaran (TENET) supaya

dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut.

Page 31: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

110  

Eksistensi dari garment dapat pula dikonstruksikan secara esensial

dengan dua cara. Pertama, sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action).

Kedua, hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau

hasil dari sebuah proses. Sebagai proses, no one puts a piece from a new garment

on an old one; otherwise the new makes a tear, and also the piece that was taken

out of the new does not match the old (Lukas 5:36) yang secara metafora

konseptual bermakna ‘tidak ada seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju

yang baru dan menambalkannya pada baju yang lama, karena itu menambal

lubang pada kain lama dengan memakai kain baru justru akan merusak dan

mengoyakkan kain yang ditambal itu’ (Lukas 5:37). Dari proses ini terlihat

bahwa terjadi analogi antara garment sebagai RSu dan tenet sebagai RSa atau

analogi antara “kain” dan “ajaran.” Dalam konteks ini biasanya orang sulit

menerima ajaran baru apabila mereka sudah meyakini ajaran lama sebagai

paham yang menurut mereka benar.

(6) Metafora ontologis anggur

Metafora pada data (6) termasuk metafora ontologis anggur karena wine

“anggur” sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian utama yang

difokuskan dari data tersebut di atas adalah bagaimana interpretasi dari makna

dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) dapat dijelaskan. Anggur sebagai

simbol dalam cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan dengan Pemetaan

Konseptual (PK) seperti analisis berikut.

Page 32: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

111  

(6) And no one puts new wine into old wineskins; or else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will be ruined. (Lukas 5:37)

Dalam kalimat tersebut di atas nomina wine sebagai (RSu) merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata

lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa

yang ideal. Pemetaan metafora konseptual wine, yaitu tenet, sebagai RSa.

Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk

sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan

konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan apa tenet itu (Neville,

2001). Konsep wine yang dikonseptualisasikan menjadi tenet dipetakan melalui

PK: TENET IS WINE. Dengan lain kata, dapat dikatakan bahwa wine yang

sebenarnya merupakan buah/minuman, secara metafora konseptual dianalogikan

dengan tenet (ajaran).

Koherensi metaforis pada RSa dari metafora tersebut diambil dari

bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan,

yaitu budi daya anggur biasa diusahakan di tanah Kanaan. Sesudah anggur

masak dan diperas kemudian disimpan dalam kirbat (kantong kulit) baru yang

kuat untuk difermentasikan.

Metafora TENET IS WINE dapat dipahami bagaimana minuman (WINE)

sebagai (RSu) yang bersifat kurang abstrak digambarkan. Dengan demikian,

Page 33: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

112  

ungkapan tersebut lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan ajaran

(TENET) sehingga dipahami maksud yang terkandung dalam metafora tersebut.

Frasa nominal wineskins sebagai RSu, yang juga merupakan kontainer

abstrak dari perspektif linguistik kognitif, terbukti dari kalimat And no one puts

new wine into old wineskins melalui metafora konseptual dapat dipetakan

sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem simbol yaitu

frame of man’s thought. Hal ini merupakan konsep metafisika yang digunakan

untuk mendefinisikan wineskins.

Eksistensi wine sebagai buah/minuman dapat pula dikonstruksikan

secara esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran (thought) dan

tindakan (action). Di sisi lain, minuman yang sudah difermentasi dapat memicu

kemabukan dan yang tidak difermentasi tidak memicu kemabukan. Hal tersebut

memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah

proses. Pertama, sebagai proses, no one puts new wine into old wineskins; or

else the new wine will burst the wineskins and be spilled, and the wineskins will

be ruined (Lukas 5:37) yang secara metafora konseptual bermakna ‘ajaran

baru/Injil harus diberikan pada orang yang memiliki kerangka pikir baru’

(Lukas 5:38). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara wine sebagai

RSu dan tenet sebagai RSa, demikian pula terjadi analogi antara wineskins

sebagai RSu dan frame of man’s thought sebagai RSa. Kedua, sebagai peristiwa

atau dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses, secara metafora konseptual

Page 34: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

113  

bermakna bahwa kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua

komponen makna tersebut menjadi dasar metafora. Perumpamaan ini menunjuk

pada praktik menempatkan anggur baru ke dalam kantong kulit baru, dan

ketidakmungkinan untuk melakukan hal itu. Demikian pula anggur yang

menunjuk pada bekerjanya ajaran baru/Injil, maka kantong yang pecah dapat

menunjuk, baik pada ajaran konvensional maupun hati manusia yang

membutuhkan penataan kembali, sesuai dengan tantangan zaman baru (Hillyer,

1999:51).

Berdasarkan ulasan di atas, terlihat jelas seperti apa yang dikatakan oleh

K�vecses (2006) bahwa kaitan antara ranah sumber dan ranah target merupakan

hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada

beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat

diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hal ini ditunjukkan oleh ranah

sumber “ajaran” selain sesuai diterapkan untuk ranah target garment melalui PK:

TENET IS GARMENT, sesuai juga untuk ranah target wine melalui PK: TENET IS

WINE. Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan

pada beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber.

(7) Metafora ontologis domba

Metafora pada data (7) termasuk metafora ontologis domba, lamb

‘domba’ sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Melalui lamb kajian

difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan)

Page 35: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

114  

ini. “Domba” sebagai simbol dalam cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan

dengan Pemetaan Konseptual (PK).

(7) Go your way; behold, I send you as lambs among wolves. (Lukas 10:3)

Dalam kalimat tersebut di atas nomina lamb sebagai (RSu) merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual

melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, entitas

tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal.

Pemetaan metafora konseptual lamb yaitu man sebagai RSa.

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol man sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan

untuk mendefinisikan man (Neville, 2001). Konsep lamb yang

dikonseptualisasikan menjadi man sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: A

MAN IS LAMB. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lamb yang sebenarnya

merupakan domba, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai man

(manusia).

Koherensi metaforis pada RSa dari metafora tersebut diambil dari

bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan,

yaitu jenis domba yang dikenal di Palestina bertubuh lebar dan penuh lemak.

Domba digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk persembahan,

termasuk makanan istimewa. Domba tidak merusak atau merugikan, tetapi

Page 36: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

115  

memiliki sifat penurut (Hillyer, 1999: 254-255). Domba merupakan lambang hati

yang suci atau tak bersalah (Matius 7:15).

Pada metafora A MAN IS LAMB dapat dipahami tentang domba

(LAMB) sebagai RSu yang bersifat kurang abstrak digambarkan. Dengan

demikian, ungkapan tersebut lebih mudah dipahami karena dibandingkan dengan

manusia (MAN) sehingga dipahami maksud yang terkandung dalam metafora

tersebut.

Nomina wolves sebagai RSu, yang juga merupakan entitas abstrak

dari perspektif linguistik kognitif, melalui metafora konseptual dapat dipetakan

sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem simbol, yaitu

‘seseorang yang menyalahgunakan wibawanya’. Hal ini merupakan konsep

metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan wolves (Neville, 2001).

Eksistensi wolves sebagai binatang dapat pula dikonstruksikan secara

esensial dengan dua cara, yaitu sebagai pemikiran (thought) dan tindakan

(action). Koherensi serigala mengacu pada serigala Asia Tenggara walaupun

bentuknya agak lebih kecil, serigala Palestina serupa dengan serigala Eropa

tengah dan Eropa Utara (Hillyer, 1999:386).

Korespondensi konseptual antara ranah mental sumber dan target yang

menunjukkan kesamaan kekuatan yang dimiliki wolves (serigala), dilihat dari RSa

bermakna seseorang yang menyalahgunakan wibawanya, hanya dapat dilakukan

oleh suatu entitas yang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dengan lamb

Page 37: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

116  

(domba), yakni suatu ungkapan metaforis yang bermakna lemah dan penurut. Di

samping itu, hubungan kesamaan sifat antara ranah sumber dan target dapat

melatarbelakangi hubungan antara ranah sumber dan ranah target. Kata wolves

(serigala) dianalogikan dengan man (manusia) yang berarti serigala yang

hidupnya liar karena tidak dikandangkan, dibiarkan hidup di habitatnya.

Konseptualisasi yang dilakukan pewarta dalam perumpamaan Injil Lukas dengan

menggunakan ungkapan metaforis wolves dapat diinferensikan bahwa pewarta

melakukan strategi asosiatif antara serigala dan manusia, sifat liar

mengimplikasikan penyalahgunaan wewenang, sewenang-wenang, tidak

mengindahkan aturan.

Dari penjelasan di atas terlihat jelas seperti apa yang dikatakan oleh

K�vecses (2006) bahwa kaitan antara ranah mental sumber dan ranah target

merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan

pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat

diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hal ini ditunjukkan oleh ranah

sumber ‘manusia’ selain bisa diterapkan untuk ranah target tree melalui PK: A

MAN IS TREE, sesuai juga untuk ranah target lamb melalui PK: A MAN IS LAMB.

Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada

beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber.

Page 38: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

117  

(8) Metafora ontologis mata

Metafora pada data (8) termasuk metafora ontologis pelita karena the eye

‘mata’ sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis difokuskan pada

interpretasi maknanya dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) ini. “Mata”

sebagai simbol dalam cerita (perumpamaan) dapat diinterpretasikan dengan

Pemetaan Konseptual (PK).

(8) The lamp of the body is the eye. Therefore, when your eye is good, your whole body also is full of light. But when your eye is bad, your body also is full of darkness. (Lukas 11:34a)

Dalam kalimat tersebut di atas nomina the eye sebagai (RSu) merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata

lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa

yang ideal. Pemetaan metafora konseptual the eye, yaitu light, sebagai RSa.

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol man sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan

untuk mendefinisikan light (Neville, 2001). Konsep the eye yang

dikonseptualisasikan menjadi light sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK:

LIGHT IS EYE. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa the eye yang sebenarnya

merupakan mata, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai light (terang).

Koherensi metaforis pada RSa dari metafora tersebut diambil dari

bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan,

yaitu mata adalah pelita bagi tubuh atau dapat dikatakan sebagai sebuah simile,

Page 39: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

118  

yakni mata ibarat sebuah lampu bagi tubuh karena mata memiliki peran yang

sangat penting bagi tubuh, apakah untuk kebaikan tubuh atau tidak. Koherensi

inilah yang mengacu kepada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 11:34.

Pada metafora LIGHT IS EYE dapat dipahami bagaimana pelita sebagai

RSu yang bersifat kurang abstrak dibandingkan dengan mata, berdasarkan

kesamaan ciri yang dimiliki oleh mata (THE EYE) dengan ciri yang dimiliki

sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua

komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni ibarat mata yang

menerangi tubuh atau dapat dikatakan mata menjadi pelita bagi tubuh, demikian

pula manusia haruslah memberi terang terhadap lingkungannya.

4.2.3 Metafora Struktural

Metafora struktural adalah jenis metafora yang keseluruhan konsep

mentalnya yang kompleks distrukturisasikan dalam sekumpulan/seperangkat

istilah dan konsep yang lebih konkret. Metafora struktural juga didasarkan pada

dua ranah, yakni ranah sumber dan ranah sasaran berdasarkan korelasi sistematis

dari pengalaman sehari-hari. Lakoff dan Johnson (2003:5) menegaskan bahwa

konsep itu secara metaforis terstruktur, dengan demikian, bahasa yang digunakan

juga terstruktur. Metafora konseptual struktural bersifat dinamis karena

memanifestasikan apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan

penggunanya selalu berubah sesuai dengan pikiran, perasaan, dan pengalaman

Page 40: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

119  

berbeda pada setiap budaya. Jenis metafora ini biasanya menggunakan ekspresi

linguistik individual yang beragam, seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.3

Metafora Struktural

No Pemetaan Konseptual

(PK)

Data

9. FAITH IS A FOUNDATION

He is like a man building a house, who dug deep and laid the foundation on the rock. And when the flood arose, the stream beat vehemently against that house, and could not shake it, for it was founded on the rock. (Lukas 6:48)

10. THE WORD OF GOD IS A SEED

A sower went out to sow his seed. And as he sowed, some fell by the way-side; and it was trampled down, and the birds of the air devoured it. (Lukas 8:5)

11. THE WORD OF GOD IS A PLANT

a. Some fell on the rock; and as soon as it sprang up, it withered away because it lacked moisture. (Lukas 8:6)

b. And some fell among thorns, and the thorns sprang up with it and choked it. (Lukas 8:7)

c. But others fell on good ground, sprang up, and yielded a crop a hundred-fold. (Lukas 8:8a)

12. LIFE IN FAITH IS LIGHT

No one, when he has lit a lamp, covers it with a vessel or puts it under a bed, but sets it on a lampstand, that those who enter may see the light. (Lukas 8:16)

13. FAITH BASIS IS KEEP PRAYING

a. …which of you shall have a friend, and go to him at midnight and say to him, “Friend, lend me three loaves; (Lukas 11:5)

b. Yet because this widow troubles me I will avenge her, lest by her continual coming she weary me. (Lukas 18:5)

14. FAITH OF LIFE IS WAKEFUL

a. “Let your waist be girded and your lamps burning”. (Lukas 12:35)

b. “Therefore you also be ready, for the Son of Man is coming at an hour you do not

Page 41: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

120  

expect”. (Lukas 12:40)

15. KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET

a. “A certain man gave a great supper and invited many”. (Lukas 14:16)

b. For I say to you that none of those men who were invited shall taste my supper. (Lukas 14: 24)

16. AFFECTION IS WARMTH

a. And he arose and came to his father. But when he was still a great way off, his father saw him and had compassion, and ran and fell on his neck and kissed him. (Lukas 15:20)

b. But the father said to his servants, “Bring out the best robe and put it on him, and put a ring on his hand and sandals on his feet. (Lukas 15:22)

17. GOD IS LOVE a. And when she has found it, she calls her friends and neighbors together, saying: “Rejoice with me, for I have found the piece which I lost. (Lukas 15:9)

b. And when he has found it, he lays it on his shoulders, rejoicing. And when he comes home, he calls together his friends and neighbors, saying to them, “Rejoyce with me, for I have found my sheep which was lost!’ (Lukas 15 : 5-6)

c. Yet because this widow troubles me I will avenge her, lest by her continual coming she weary me. (Lukas 18:5)

18. FAITH IS SALT Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34)

(9) Metafora struktural bangunan

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis the foundation sebagai RSu

pada data (9) merupakan nomina objektif yang termasuk metafora struktural

bangunan. Interpretasi makna dan signifikansi data (9) dari cerita

Page 42: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

121  

(perumpamaan), yakni “iman” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan

Konseptual (PK) agar entitas tersebut dipahami dengan baik.

(9) He is like a man building a house, who dug deep and laid the foundation on the rock. And when the flood arose, the stream beat vehemently against that house, and could not shake it, for it was founded on the rock. (Lukas 6:48)

Dalam kalimat data (9), nomina the foundation sebagai RSu merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Dengan kata

lain, entitas tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa

yang ideal. Pemetaan metafora konseptual foundation adalah faith (iman)

sebagai RSa. Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah faith sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental yang digunakan untuk mendefinisikan faith (Neville, 2001).

Konsep the foundation yang dikonseptualisasikan menjadi faith sebagai RSa

dapat dipetakan melalui PK: FAITH IS A FOUNDATION. Dengan kata lain, dapat

dijelaskan bahwa the foundation yang sebenarnya merupakan dasar bangunan,

secara metafora konseptual dianalogikan sebagai faith (iman).

Koherensi metaforis RSu dari metafora tersebut diambil dari bahasa

sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu

apabila orang-orang di Israel dahulu mendirikan rumah batu, tentu saja

pondasinya yang mula-mula dibuat. Batu yang dimaksud bukan hanya

Page 43: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

122  

sebungkah batu, melainkan lapisan batu di tempat yang dalam di bawah tanah

sesuai dengan struktur tanah berbatu-batu yang ada di Palestina.

Pada metafora FAITH IS A FOUNDATION dapat dipahami tentang dasar

bangunan (THE FOUNDATION) sebagai RSu yang bersifat abstrak dibandingkan,

berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh iman (FAITH) dengan ciri yang

dimiliki sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam

kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni kalau seseorang

mendirikan rumah haruslah membuat dasar terlebih dahulu, sehingga dasar

bangunan itu kuat untuk menopang bangunan yang tersusun di atas dasar

tersebut, demikian pula iman manusia haruslah kuat atau kokoh sehingga iman

menjadi dasar yang kuat dalam segala aspek kehidupan.

(10) Metafora struktural benih

Dalam metafora struktural benih, benih yang ditabur oleh seorang

penabur digambarkan bahwa benih itu jatuh di beberapa tempat, seperti tampak

pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Arah Benih dalam Perumpamaan Seorang Penabur

Lukas 8:5-8a

Arah dari benih pertama

Arah dari benih kedua

Arah dari benih ketiga

Arah dari benih keempat

Some seeds fell by the way-side, trampled down, and birds devoured it.

Other seeds fell on the rock, it sprang up, withered away because it lacked moisture.

Others fell in the thorns, it was chocked by thorns.

Others fell in good soil; it grew and produced fruit.

Page 44: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

123  

(10) A sower went out to sow his seed. And as he sowed, some fell by the way-

side; and it was trampled down, and the birds of the air devoured it. (Lukas 8:5)

(11). a. Some fell on the rock; and as soon as it sprang up with it and chocked it. (Lukas 8:6)

b. And some fell among thorns, and the thorns sprang up with it and choked it. (Lukas 8:7)

c. But others fell on good ground, sprang up, and yielded a crop a hundred-fold. (Lukas 8:8a)

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis seed pada data (10)

merupakan nomina objektif yang termasuk metafora struktural benih.

Interpretasi makna dan signifikansi data (10) dari cerita (perumpamaan),

yakni “firman” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK)

agar entitas tersebut mudah dipahami .

Nomina seed pada data (10) sebagai RSu merupakan entitas abstrak

dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui

entitas konkret dapat lebih mudah dipahami serta melalui PK dapat dipetakan

sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual seed

adalah the word of God (firman Allah) sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah the word of God sebagai RSa merupakan konsep

metafisika atau transendental yang digunakan untuk mendefinisikan faith

(Neville, 2001). Konsep seed yang dikonseptualisasikan menjadi the word of

God sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: THE WORD OF GOD IS A

SEED. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa seed yang sesungguhnya

Page 45: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

124  

adalah benih, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai the word of

God.

Koherensi metaforis RSu dari metafora tersebut diambil dari bahasa

sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu

pertanian di Palestina yang tidak bergantung pada irigasi meskipun musim

hujan di sana relatif singkat dan tanahnya berbatu-batu. Petani setempat

memiliki teknik membersihkan dan menyuburkan tanah sehingga tanaman

dapat tumbuh dengan baik. Dalam menentukan jenis tanaman, para petani

juga memperhatikan jenis tanah, apakah dataran subur, bukit berbatu, atau

daerah yang agak tandus (Throntveit, 2012: 1540). Hal inilah yang menunjuk

pada perumpamaan seorang penabur dalam Injil Lukas 8:4-8.

Metafora THE WORD OF GOD IS A SEED dapat dipahami bagaimana

benih (THE SEED) sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, karena

dibandingkan dengan firman Allah (THE WORD OF GOD) berdasarkan

kesamaan ciri yang dimiliki antara benih (THE SEED) dan ciri yang dimiliki

oleh firman Allah (THE WORD OF GOD) sebagai RSa. Kesamaan ciri atau

karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi

dasar metafora, yakni penabur menabur benih yang jatuh di tanah, ada benih

yang mati, tumbuh sebentar dan ada yang berbuah banyak. Gagasan tentang

benih sebagai unit reproduksi kehidupan tumbuh-tumbuhan digunakan

sebagai perumpamaan mengenai benih dan penabur (Hillyer, 1999:176).

Page 46: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

125  

Nomina the birds sebagai RSu juga merupakan entitas abstrak dari

perspektif linguistik kognitif, secara metafora konseptual dapat dipetakan

sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem symbol,

yaitu the evil spirit. Hal ini merupakan konsep metafisika yang digunakan

untuk mendefinisikan the birds (Neville, 2001).

Eksistensi dari a seed sebagai benih tumbuhan dapat pula

dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran

(thought) dan tindakan (action). Di sisi lain, benih tumbuhan yang dapat

tumbuh ataupun mati. Hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan

peristiwa atau hasil dari sebuah proses. Pertama, sebagai proses, the seed fell by

the way-side, trampled down (Lukas 8:5) yang secara metafora konseptual

bermakna ‘orang yang mendengar firman’. Kedua, sebagai peristiwa atau dapat

dikatakan sebagai hasil dari suatu proses, secara metafora konseptual bermakna

‘kemudian roh jahat datang dan mengambil firman itu dari hati mereka sehingga

mereka tidak percaya dan diselamatkan’.

(11) Metafora struktural tumbuhan

Pada data berikut, yaitu data (11.a), dapat dilihat satu konsep lain

sebagai berikut:

(11) a. Some fell on the rock; and as soon as it sprang up with it and chocked it. (Lukas 8:6)

Dari data (11.a) dapat dilihat bahwa frasa verbal spring up yang secara

leksikal berarti tumbuh, sebagai entitas abstrak dari perspektif kognitif

Page 47: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

126  

linguistik dan pemetaan konseptual, bisa menjadi entitas konkret yang artinya

dapat menjadi RSa ideal yang membentuk sebagian dari sistem simbol

Kekristenan, yakni konsep metafisika.

Konsep spring up yang didefinisikan sebagai “the plant” yang dapat

tumbuh dipetakan dengan PK: THE WORD OF GOD IS A PLANT.

Eksistensi dari seed secara esensial dapat dijelaskan sebagai pemikiran

(thought), dan di sisi lain, sebagai tindakan (action) atau dapat dikatakan/

dijelaskan dengan proses atau peristiwa. Pertama, sebagai proses the seed fell

down on the rock yang dikonsepkan secara metaforis ‘orang yang mendengar

Firman Tuhan tetapi Firman itu tidak berakar dalam diri mereka.’ Kedua,

sebagai peristiwa and as soon as it sprang up with it and chocked it, secara

metafora konseptual berarti ‘orang yang percaya kepada Firman Tuhan hanya

untuk sementara, ketika pencobaan hidup menimpa mereka, mereka jatuh dalam

pencobaan tersebut, karena Firman itu tidak berakar dalam diri mereka’.

Pada data (11b) pemetaan metafora konseptualnya sama, yang dapat

dijelaskan sebagai berikut:

(11) b. And some fell among thorns, and the thorns sprang up with it and choked it. (Lukas 8:7)

Frasa adverbial among thorns sebagai RSu merupakan kontainer

abstrak apabila dilihat dari perspektif linguistik kognitif, dan dapat dipetakan

menjadi kontainer konkret sebagai RSa yang bermakna ‘orang yang telah

mendengarkan Firman’ dan inilah eksistensi dari benih sebagai proses.

Page 48: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

127  

Eksistensi benih tumbuhan sebagai hasil akhir dari suatu proses adalah

and the thorns sprang up with it and choked it, secara metafora konseptual

berarti ‘orang yang mendengar Firman Tuhan, karena kekhawatiran, kekayaan,

dan kenikmatan hidup, sehingga Firman itu tidak mewujud nyata dalam

kehidupan mereka.’

(11) c. But others fell on good ground, sprang up, and yielded a crop a hundred-fold. (Lukas 8:8a)

Dari data (11c) dapat dilihat bahwa frasa yield a crop yang secara

leksikal berarti menghasilkan buah merupakan entitas abstrak apabila dilihat

dari perspektif linguistik kognitif, dan melalui metafora konseptual menjadi

entitas konkret. Makna konkret sebagai RSa yang membentuk sebagian sistem

simbol Kekristenan adalah a seed yang merupakan konsep metafisika atau

transendental. Konsep yield a crop didefinisikan sebagai “the seed” yang dapat

tumbuh dan menghasilkan buah, sehingga sebagai RSa yang secara metafora

konseptual dipetakan menjadi PK: THE WORD OF GOD IS A SEED.

Frasa nominal good ground secara leksikal berarti good soil dapat

juga dianggap sebagai kontainer abstrak dan maknanya sebagai RSa yang

membentuk sebuah sistem simbol Kekristenan adalah good heart. Hal ini

merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan good

ground (Neville, 2001).

Eksistensi benih yang tumbuh dan berbuah dijelaskan secara esensial

dengan dua cara, yakni sebagai pemikiran (thought) dan tindakan (action) dan

Page 49: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

128  

sebagai sebuah proses dan hasil dari suatu proses atau peristiwa. Pertama,

sebagai proses, the seeds fell on good ground yang secara metafora konseptual

berarti Firman Tuhan yang didengar oleh orang dengan bijaksana dan berhati

baik. Kedua, sebagai peristiwa, sprang up, and yielded a crop a hundred-fold

secara metafora konseptual berarti orang yang percaya Firman itu dan

menyimpannya dalam hati mereka sehingga berbuah terus-menerus dalam

kehidupan mereka.

Tabel 4.5

Interpretasi Perumpamaan Seorang Penabur

Lukas 8:5-8a

Interpretasi benih pertama

Interpretasi benih kedua

Interpretasi benih ketiga

Interpretasi benih ke-empat

Some persons are like terrain along the way-side where seed are stolen by birds; they were robbed of the word by the devil. Analogy: people and terrain.

Some people are like plants on a rock that lack roots; they fall away during temptation. Analogy: people and plants.

Some people are like a seed sown among thorns; they hear the word but are choked by cares, riches, and pleasures of life, and bring no fruit to maturity. Analogy: people and a seed.

Some people are like a seed sown in good soil; they hear the word with a noble and good heart, keep it and bear fruit with patience. Analogy: people and a seed.

(12) Metafora struktural pelita

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis a lamp pada data (12)

merupakan nomina objektif yang termasuk metafora struktural pelita.

Interpretasi makna dan signifikansi data (12) dari cerita (perumpamaan) yakni

Page 50: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

129  

“hidup oleh iman” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual

(PK).

(12) No one, when he has lit a lamp, covers it with a vessel or puts it under a bed, but sets it on a lampstand, that those who enter may see the light. (Lukas 8:16)

Nomina a lamp pada data (12) sebagai RSu merupakan entitas abstrak

dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui

entitas konkret mudah dipahami serta melalui PK dapat dipetakan sehingga

menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual lamp adalah

‘hidup oleh iman’ sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah life in faith sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental yang digunakan untuk mendefinisikan life in faith (Neville,

2001). Konsep lamp yang dikonseptualisasikan menjadi life in faith sebagai

RSa dapat dipetakan melalui PK: LIFE IN FAITH IS LIGHT. Dengan kata lain,

dapat dikatakan bahwa a lamp yang sesungguhnya adalah pelita, secara

metafora konseptual dianalogikan sebagai life in faith (hidup oleh iman).

Koherensi metaforis pelita yang terdapat dalam Lukas 8:16 diambil dari

kehidupan sehari-hari, yakni pelita pada zaman dahulu di Palestina, terbuat

dari tanah liat dengan bahan bakar minyak zaitun yang dipakai untuk sarana

penerangan.

Page 51: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

130  

Pada metafora LIFE IN FAITH IS LIGHT dapat dipahami bagaimana

pelita (LAMP) sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dibandingkan

dengan hidup dengan iman (LIFE IN FAITH) berdasarkan kesamaan ciri yang

dimiliki antara pelita (LAMP) dan ciri yang dimiliki oleh hidup dengan iman

(LIFE IN FAITH) sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat

dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora yakni, pelita

yang diacu dalam perumpamaan tersebut bentuknya kecil karena dapat

digenggam. (Throntveit, 2012: 223). Analoginya adalah perilaku dan

kehidupan manusia seharusnya berpadanan dengan imannya. Hal inilah yang

menunjuk pada perumpamaan mengenai pelita yang terdapat dalam Injil Lukas

8:16 (Hillyer, 1999:221).

Nomina the light sebagai RSu juga merupakan entitas abstrak dari

perspektif linguistik kognitif, secara metafora konseptual dapat dipetakan

sehingga menghasilkan makna sebagai RSa yang membentuk sistem simbol,

yaitu faith. Hal ini merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk

mendefinisikan the light (Neville, 2001).

Eksistensi dari a lamp sebagai pelita dapat pula dikonstruksikan secara

esensial dengan dua cara. Di satu sisi, sebagai pemikiran (thought) dan tindakan

(action). Di sisi lain, pelita sebagai alat penerangan yang dapat menerangi

sekitarnya memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari

sebuah proses. Pertama, sebagai proses, terdapat pada awal kalimat, yaitu no

Page 52: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

131  

one, when he has lit a lamp, covers it with a vessel or puts it under a bed, but

sets it on a lampstand (Lukas 8:16) yang secara metafora konseptual bermakna

‘tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak dinyatakan dan tidak ada sesuatu

yang rahasia yang tidak akan diketahui’. Kedua, sebagai peristiwa, terdapat

dalam kalimat berikutnya, yaitu for whoever has, to him more will be given; and

whoever does not have, even what he seems to have will be taken from him

(Lukas 8:18) secara metafora konseptual bermakna ‘siapa yang mempunyai,

kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan

diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya’.

(13a) Metafora struktural doa

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis at midnight pada data (13a)

merupakan adverbia, termasuk jenis metafora struktural. Interpretasi makna dan

signifikansi data (13a) dari cerita (perumpamaan), yakni ‘berdoa dengan tidak

jemu-jemu’ sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK) agar

entitas tersebut mudah dipahami.

(13a) …which of you shall have a friend, and go to him at midnight and say to him, “Friend, lend me three loaves”. (Lukas 11:5)

Frasa adverbial at midnight pada data (13a) sebagai RSu merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret mudah dipahami serta melalui PK dapat

dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora

konseptual at midnight adalah ‘berdoa dengan tidak jemu-jemu’ sebagai RSa.

Page 53: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

132  

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah keep praying sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental yang digunakan untuk mendefinisikan keep praying (Neville,

2001). Konsep at midnight yang dikonseptualisasikan menjadi keep praying

sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH BASIS IS KEEP PRAYING.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa at midnight yang sesungguhnya adalah

tengah malam, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai keep praying

(berdoa dengan tidak jemu-jemu).

Koherensi metaforis “tengah malam” yang secara harfiah berarti waktu

malam. Di dalam Lukas 11:5 ungkapan metaforis tersebut diambil dari

kehidupan sehari-hari, yakni berdoa tidak mengenal waktu, baik siang maupun

malam.

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis continual coming pada data

(13b) merupakan frasa adverbial (dalam kalimat kompleks) yang termasuk

metafora struktural hakim yang lalim. Interpretasi makna dan signifikansi data

(13b) dari cerita (perumpamaan), yakni “berdoa dengan tidak jemu-jemu”

sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK) agar entitas

tersebut mudah dipahami .

(13b) Yet because this widow troubles me I will avenge her, lest by her continual coming she weary me. (Lukas 18:5)

Frasa adverbial continual coming pada data (13b) sebagai RSu merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif, melalui entitas konkret dapat

Page 54: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

133  

lebih mudah dipahami serta melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi

sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual continual coming adalah

keep praying (berdoa dengan tidak jemu-jemu) sebagai RSa.

Konsep continual coming yang dikonseptualisasikan menjadi keep

praying sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH BASIS IS KEEP

PRAYING. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa continual coming yang

sesungguhnya adalah “datang terus-menerus”, secara metafora konseptual

dianalogikan sebagai keep praying (berdoa dengan tidak jemu-jemu).

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil

dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan, yaitu dalam masyarakat Yahudi, seorang janda kadang-kadang hidup

tanpa ada yang melindunginya sehingga meminta kepada hakim untuk membela

haknya (Hillyer, 1999: 299-300). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan

yang terdapat dalam Lukas 18:5.

Pada metafora konseptual FAITH BASIS IS KEEP PRAYING dapat

dilihat bagaimana frasa adverbial continual coming sebagai RSu yang bersifat

abstrak digambarkan, dianalogikan dengan ‘berdoa dengan tidak jemu-jemu’

sehingga berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh KEEP PRAYING makna

yang terkandung dalam metafora tersebut dapat dimengerti apa yang dimaksud

dengan “datang terus-menerus” (KEEP PRAYING) berdasarkan kesamaan ciri

yang dimiliki oleh janda yang datang terus-menerus meminta haknya dibela oleh

Page 55: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

134  

hakim (KEEP PRAYING) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik

yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora,

yakni berdoa terus menerus merupakan dasar iman.

(14) Metafora struktural pelita

Metafora struktural pelita sebenarnya sudah dikaji pada nomor 12

(Lukas 8:16). Namun, yang membedakan dengan metafora pelita nomor 14

(Lukas 12:35) ini adalah lamps burning sebagai RSu yang bermakna ‘pelita yang

tetap menyala’ (RSa).

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis lamps burning pada data (14)

merupakan frasa verba yang termasuk metafora struktural pelita. Interpretasi

makna dan signifikansi data (14) dari cerita (perumpamaan), yakni “iman yang

hidup/waspada” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK).

(14) Let your waist be girded and your lamps burning. (Lukas 12:35)

Frasa verba lamps burning pada data (14) sebagai RSu merupakan entitas

abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual

melalui entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi

sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual lamps burning adalah

“waspada/ iman yang hidup” sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah faith of life sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental yang digunakan untuk mendefinisikan faith of life (Neville, 2001).

Page 56: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

135  

Konsep lamps burning yang dikonseptualisasikan menjadi faith of life sebagai

RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH OF LIFE IS WAKEFUL. Dengan kata lain,

dapat dikatakan bahwa lamps burning yang sesungguhnya adalah “pelita yang

terus menyala”, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai faith of life

(iman yang hidup).

Klausa waist be girded sebagai RSu juga merupakan entitas abstrak dari

perspektif linguistik kognitif. Secara metafora konseptual, entitas abstrak dapat

dipetakan sebagai be ready to serve sehingga menghasilkan makna sebagai RSa.

Koherensi metaforis yang terdapat dalam Lukas 12:35 diambil dari

kehidupan sehari-hari, yakni orang Yahudi termasuk para hamba, pada zaman

dahulu biasa memakai pakaian panjang sampai menutupi tumit kaki. Oleh karena

itu, ketika seorang hamba bekerja atau melayani tuannya, ujung pakaiannya

diikatkan pada ikat pinggang agar ujung pakaian tersebut tidak menghalangi saat

bekerja (Reilling, Swellengrebel, 2005: 432). Dari koherensi ini muncullah ayat

ini yang berbunyi “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap

menyala” (Lukas 12:35). Demikian pula, pelita pada zaman dahulu di Palestina,

terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar minyak zaitun yang dipakai untuk

penerangan.

Pada metafora FAITH OF LIFE IS WAKEFUL dapat dipahami

bagaimana “pelita yang terus menyala” sebagai RSu yang bersifat abstrak

digambarkan, karena dibandingkan dengan “iman yang hidup” berdasarkan

Page 57: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

136  

kesamaan ciri yang dimiliki antara “pelita yang terus menyala’ dan ciri yang

dimiliki oleh “iman yang hidup” sebagai RSa. Demikian pula, kesamaan ciri atau

karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi

dasar metafora yakni “pelita yang terus menyala” yang diacu dalam

perumpamaan itu karena minyak di dalam pelita mengalir melalui sumbu, agar

pelita itu menyala, sumbu itulah yang dibakar (Throntveit, 2012: 223-224).

Demikian pula halnya dengan ungkapan “pinggang yang tetap berikat” yang

bermakna selalu siap melayani/bekerja. Analoginya adalah perilaku yang selalu

siap melayani merupakan cermin dari iman yang hidup.

(15) Metafora struktural jamuan makan

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis a great supper pada data

(15a) merupakan frasa nominal yang termasuk metafora struktural jamuan

makan. Interpretasi makna dan signifikansi data (15a) dari cerita

(perumpamaan), yakni “menikmati kehidupan dalam kerajaan Allah” sebagai

simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK).

(15a) A certain man gave a great supper and invited many. (Lukas 14:16)

Frasa nomina a great supper pada data (15a) sebagai RSu merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan sehingga

menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual a great supper

adalah “menikmati kehidupan dalam kerajaan Allah” sebagai RSa.

Page 58: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

137  

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol adalah

Kingdom of God sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau transendental

yang digunakan untuk mendefinisikan Kingdom of God (Neville, 2001). Konsep

a great supper yang dikonseptualisasikan menjadi Kingdom of God sebagai RSa

dapat dipetakan melalui PK: KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET. Dengan

kata lain, dapat dikatakan bahwa a great supper yang sesungguhnya adalah

“jamuan makan besar”, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai

Kingdom of God (Kerajaan Allah).

Koherensi metaforis yang terdapat dalam Lukas 14:16 diambil dari

terjemahan bahasa Yunani yaitu ‘orang yang akan makan roti dalam kerajaan

Allah.’ Suasana yang digambarkan sebagai sebuah pesta yang agung dan megah

(Reilling, Swellengrebel, 2005: 482) sehingga muncullah ayat ini yaitu: tetapi

Yesus berkata kepadanya: “Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia

mengundang banyak orang.” (Lukas 14:16)

Metafora struktural jamuan makan, sebagaimana yang diuraikan di

atas, diperkuat pula dengan data (15b) di bawah ini.

(15b) For I say to you that none of those men who were invited shall taste my supper. (Lukas 14:24)

Seperti halnya dengan data (15a), klausa taste my supper pada data (15b)

sebagai RSu juga merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif

yang secara metafora konseptual dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa

Page 59: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

138  

yang ideal. Pemetaan metafora konseptual taste my supper adalah “menikmati

kehidupan dalam kerajaan Allah” sebagai RSa.

Pada metafora KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET dapat

dipahami bagaimana “jamuan makan besar” sebagai RSu yang bersifat abstrak

digambarkan, dibandingkan dengan “menikmati kehidupan dalam kerajaan

Allah” sebagai RSa berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki antara “jamuan

makan besar” dan ciri yang dimiliki oleh “menikmati kehidupan dalam kerajaan

Allah” sebagai RSa. Demikian pula, kesamaan ciri atau karakteristik yang

terdapat dalam kedua ungkapan tersebut menjadi dasar metafora, yakni “jamuan

makan besar” yang diacu dalam perumpamaan itu adalah orang yang ikut serta

dalam pesta yang megah itu akan sangat beruntung karena dapat menikmati

kehidupan dalam kerajaan Allah.

(16) Metafora struktural kasih sayang

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis fell on his neckand kissed him

pada data (16a) merupakan klausa yang termasuk metafora struktural kasih

sayang. Interpretasi makna dan signifikansi data (16a) dari cerita

(perumpamaan), yakni “belas kasihan” sebagai simbol dijelaskan dengan

Pemetaan Konseptual (PK) agar entitas tersebut mudah dipahami.

(16) a. And he arose and came to his father. But when he was still a great way off, his father saw him and had compassion, and ran and fell on his neck and kissed him. (Lukas 15:20)

Page 60: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

139  

Klausa fell on his neck and kissed him pada data (16a) sebagai RSu

merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara

metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami serta

melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan

metafora konseptual fell on his neck and kissed him adalah affection (kasih

sayang) sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah affection sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental (Neville, 2001). Konsep fell on his neck and kissed him yang

dikonseptualisasikan menjadi affaction sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK:

AFFECTION IS WARMTH. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa fell on his

neck and kissed him yang sesungguhnya adalah merangkul dan mencium, secara

metafora konseptual dianalogikan sebagai affection.

Koherensi metaforis RSu dari metafora itu diambil dari bahasa sehari-

hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu rangkulan

atau pelukan disertai ciuman pada pipi merupakan sambutan yang hangat

terhadap orang lain, merupakan cara yang biasa dalam budaya Yahudi ketika

menyambut tamu, atau bertemu keluarga, kerabat atau sahabat (Reilling,

Swellengrebel, 2005: 505). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan

tentang anak yang hilang yang terdapat dalam Injil Lukas 15: 20.

Page 61: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

140  

Metafora AFFECTION IS WARMTH dalam konteks ini dapat dipahami

bagaimana rangkulan disertai ciuman di pipi dari seorang ayah terhadap

anaknya. Sebagai RSu yang bersifat abstrak, ungkapan metaforis tersebut

digambarkan, dibandingkan dengan kasih sayang Allah (AFFECTION) sebagai

RSa berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh kedua komponen makna

tersebut.

Metafora konseptual mengindikasikan suatu proses yang ada dalam

batin untuk menjelaskan entitas yang didasarkan pada perasaan, pengalaman,

dan pikiran tentang realitas yang benar-benar ada. Pemilihan suatu ranah sumber

tertentu untuk suatu ranah target dilakukan karena didasarkan pada pengalaman

yang dirasakan tubuh ketika mengalami kondisi seperti yang dicontohkan oleh

K�vecses (2006:117) +AFFECTION IS WARMTH+ itu didasarkan pada

pengalaman ketika mendapatkan kasih sayang dari orang lain, yang dalam teks

itu adalah ayah. Seseorang pasti merasakan kehangatan sehingga muncul

metafora tersebut. Melalui PK: AFFECTION IS WARMTH, dapat ditunjukkan

hubungan kasih sayang dengan kehangatan. Hal ini dapat dijelaskan, apa yang

dirasakan tubuh ketika mendapatkan pelukan/rangkulan sebagai bentuk kasih

sayang, misalnya tubuh merasa hangat, nyaman, dan tenang. Apa yang dirasakan

itu merasuk ke dalam memori, kemudian pikiran mencari kata yang tepat untuk

menggambarkan bagaimana affection itu.

Page 62: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

141  

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis the best robe pada data (16b)

merupakan frasa nomina yang termasuk metafora struktural kasih. Interpretasi

makna dan signifikansi data (16b) dari cerita (perumpamaan), yakni “jubah

terbaik” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK) agar

entitas tersebut mudah dipahami sebagaimana terlihat dalam data berikut.

(16).b But the father said to his servants, “Bring out the best robe and put it on him, and put a ring on his hand and sandals on his feet. (Lukas 15:22)

Frasa nomina the best robe pada data (16b) sebagai RSu merupakan

entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora

konseptual melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami serta melalui PK

dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora

konseptual the best robe adalah affection (kasih sayang) sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol dari

Kekristenan adalah affection sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau

transendental yang digunakan untuk mendefinisikan affection (Neville, 2001).

Konsep the best robe yang dikonseptualisasikan menjadi affection sebagai RSa

dapat dipetakan melalui PK: AFFECTION IS WARMTH. Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa the best robe yang sesungguhnya adalah jubah terbaik, secara

metafora konseptual dianalogikan sebagai affection.

Koherensi metaforis RSu dari metafora tersebut diambil dari bahasa sehari-hari

sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu pakaian atau

Page 63: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

142  

baju panjang yang dipakai di sebelah luar baju utama dan dapat juga

diinterpretasikan sebagi pakaian yang paling bagus (Reilling, Swellengrebel,

2005: 506). Hal inilah yang menunjuk pada ungkapan metaforis the best robe

yang terdapat dalam teks perumpamaan Injil Lukas 15: 22 kalimat pertama.

Demikian pula halnya dengan ungkapan metaforis put a ring on his hand

yang merupakan koherensi metaforis RSu yang diambil dari realitas kehidupan

sehari-hari. Cincin pada zaman itu merupakan lambang kedudukan atau kuasa

dari orang yang memakainya. Dalam konteks ini dapat dimaknai bahwa anak

bungsu yang kembali ke rumah bapanya diberi kedudukan sebagai anak

kembali, walaupun pernah meninggalkan bapanya.

Ungkapan metaforis lainnya, yaitu sandals on his feet, memiliki

koherensi metaforis yang diambil dari realitas kehidupan sehari-hari, yakni orang

yang memakai sandal atau sepatu dalam masyarakat pada zaman dahulu

merupakan tanda bahwa orang tersebut bukan seorang budak, karena budak tidak

memakai sepatu atau sandal.

Pada metafora AFFECTION IS WARMTH dapat dipahami bagaimana

pemakaian jubah terbaik, cincin, dan sandal sebagai RSu yang bersifat abstrak

digambarkan, dibandingkan dengan kasih sayang (AFFECTION) sebagai RSa

berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh kata tersebut. Kesamaan ciri atau

karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen tersebut menjadi dasar

metafora, yakni seorang bapa memberikan jubah terbaik, cincin dan sandal

Page 64: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

143  

kepada anak bungsu yang sebenarnya bersalah terhadap bapanya, karena telah

menghambur-hamburkan warisan yang diminta dengan paksa kepada bapanya.

Karena begitu kasih bapa kepada anaknya tersebut, pada saat anak itu kembali ke

rumah bapanya, ia disambut dengan sukacita.

Eksistensi dari the best robe, a ring, dan sandals sebagai pemberian dari

seorang bapa kepada anaknya yang sesat dalam perumpamaaan yang diberi judul

oleh LAI yakni “Perumpamaan anak yang hilang” sebenarnya untuk menjelaskan

tentang hubungan Tuhan dengan orang yang sesat (sebagai thought/pemikiran),

atau dengan kata lain dapat pula dikonstruksikan secara esensial sebagai

tindakan (action). Metafora struktural kasih ini bermakna bahwa justru orang

yang sesatlah yang perlu mendapat belas kasihan, sebagaimana ungkapan

metaforis pada ayat 24 dalam teks perumpamaan anak yang hilang yakni for this

my son was dead and is alive again; he was lost and is found.

(17) Metafora struktural kasih

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis Rejoyce with me, for I have

found the piece which I lost pada data (17a) merupakan kalimat yang termasuk

metafora struktural kasih. Interpretasi makna dan signifikansi data (17a) dari

cerita (perumpamaan), yakni “kasih” sebagai simbol dijelaskan dengan

Pemetaan Konseptual (PK) sebagaimana data berikut.

(17a) And when she has found it, she calls her friends and neighbors together, saying: Rejoice with me, for I have found the piece which I lost. (Lukas 15:9)

Page 65: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

144  

Kalimat rejoice with me, for I have found the piece which I lost pada

data (17a) sebagai RSu merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik

kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret serta melalui

PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan

metafora konseptual rejoyce with me, for I have found the piece which I lost

adalah ‘kasih’ sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol adalah love

sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau transendental yang digunakan

untuk mendefinisikan love (Neville, 2001). Konsep rejoice with me, for I have

found the piece which I lost yang dikonseptualisasikan menjadi love sebagai

RSa dapat dipetakan melalui PK: GOD IS LOVE. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa, rejoice with me, for I have found the piece which I lost

yang sesungguhnya adalah “ajakan bergembira karena dirham yang sudah

hilang ditemukan kembali”, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai

love (kasih).

Koherensi metaforis RSu dari metafora tersebut diambil dari bahasa

sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu

dirham adalah mata uang logam yang terbuat dari perak, yang nilainya sama

dengan upah sehari seorang pekerja di ladang pada waktu itu. Yang

diutamakan dalam perumpamaan ini bukan nilai uang yang hilang, tetapi dari

Page 66: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

145  

sepuluh mata uang logam yang dimiliki, satu di antaranya hilang (Reilling,

Swellengrebel, 2005: 498).

Demikian pula ungkapan metaforis menyalakan pelita dan menyapu

rumah sebagai RSu diambil dari realitas kehidupan yang menunjukkan bahwa

orang yang dirhamnya hilang itu menggunakan berbagai cara untuk mencari

uang yang hilang tersebut. Ruangan dalam rumah di Israel pada zaman dahulu

biasanya gelap walaupun pada siang hari, karena jendelanya kecil atau bahkan

tidak ada jendela sama sekali. Oleh karena itu, perempuan tersebut perlu

menyalakan lampu walaupun mencari uangnya yang hilang pada siang hari.

Hal inilah yang menunjuk pada ungkapan metaforis rejoice with me, for I

have found the piece which I lost yang terdapat dalam teks perumpamaan

yang terdapat dalam Injil Lukas 15: 9.

Pada metafora GOD IS LOVE dapat dipahami bagaimana “ajakan

bergembira karena dirham yang sudah hilang ditemukan kembali” sebagai

RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dibandingkan dengan “kasih” sebagai

RSa berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh kedua kata tersebut.

Demikian pula, kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua

kata tersebut menjadi dasar metafora, yakni “ajakan bergembira karena

dirham yang sudah hilang ditemukan kembali” yang diacu dalam

perumpamaan tersebut adalah seperti itulah juga malaikat-malaikat

bergembira karena satu orang bertobat.

Page 67: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

146  

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis Rejoyce with me, for I have

found the piece which I lost pada data (17b) merupakan ungkapan yang

termasuk metafora struktural kasih. Interpretasi makna dan signifikansi data

(17b) dari cerita (perumpamaan), yakni “kasih” sebagai simbol dijelaskan

dengan Pemetaan Konseptual (PK) sebagaimana data berikut.

(17b) And when he has found it he lays it on his shoulders, rejoicing. And when he comes home, he calls together his friends and neighbors, saying to them,” Rejoyce with me, for I have found my sheep which was lost!.” (Lukas 15: 5-6)

Ungkapan he lays it on his shoulders pada data (17b) sebagai RSu

merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara

metafora konseptual melalui entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan

menjadi “kasih” sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol adalah love

sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau transendental yang digunakan

untuk mendefinisikan love (Neville, 2001). Konsep he lays it on his shoulders

yang dikonseptualisasikan menjadi love sebagai RSa dapat dipetakan melalui

PK: GOD IS LOVE. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa he lays it on his

shoulders yang sesungguhnya adalah “dipikul di bahunya”, secara metafora

konseptual dianalogikan sebagai love (kasih).

Koherensi metaforis RSu dari metafora tersebut diambil dari bahasa

sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu

seekor domba yang hilang karena tidak ada dalam kelompoknya, gembala

Page 68: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

147  

pasti akan mencari dombanya yang hilang dan meninggalkan domba yang

sembilan puluh sembilan itu pada saat ia mencari satu domba yang hilang.

Yang diutamakan dalam perumpamaan itu bukanlah mengapa domba itu

hilang, apakah dicuri orang atau dimangsa binatang buas, tetapi dari seratus

domba yang dimiliki, satu di antaranya hilang (Reilling, Swellengrebel, 2005:

495).

Demikian pula pada ungkapan metaforis Rejoyce with me, for I have

found my sheep which was lost tersirat bahwa domba yang hilang dan telah

ditemukan dikembalikan ke kawanannya di padang. Kemudian pemiliknya

pulang ke rumah dan mengajak tetangganya bergembira sebagai RSu diambil

dari realitas kehidupan yang menunjukkan bahwa gembala yang dombanya

hilang itu menggunakan berbagai cara untuk mencari domba yang hilang

tersebut sampai domba itu ditemukan kembali. Hal inilah yang menunjuk

pada ungkapan metaforis Rejoice with me, for I have found my sheep which

was lost yang terdapat dalam teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil

Lukas 15: 6.

Pada metafora GOD IS LOVE dapat dipahami bagaimana “ajakan

bergembira karena seekor domba yang hilang sudah ditemukan kembali”

sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dibandingkan dengan

“kasih” sebagai RSa berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh kedua

kata tersebut. Demikian pula, kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat

Page 69: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

148  

dalam kedua kata tersebut menjadi dasar metafora, yakni “ajakan bergembira

karena seekor domba yang hilang sudah ditemukan kembali” yang diacu

dalam perumpamaan tersebut adalah seperti itulah juga malaikat-malaikat

bergembira karena satu orang bertobat. Konsep ini sama dengan

perumpamaan dirham yang hilang pada data (17a) di atas.

Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis avenge pada data (17c)

merupakan metafora struktural kasih. Interpretasi makna dan signifikansi data

(17c) dari cerita (perumpamaan), yakni “menikmati kehidupan dalam kerajaan

Allah” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK).

(17c) Yet because this widow troubles me I will avenge her, lest by her continual coming she weary me. (Lukas 18:5)

Verba avenge pada data (17c) sebagai RSu merupakan entitas abstrak

dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui

entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah

RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual avenge adalah “mendapat

belas kasihan” sebagai RSa.

Makna entitas yang membentuk sebagian sistem simbol adalah love

sebagai RSa merupakan konsep metafisika atau transendental yang digunakan

untuk mendefinisikan love (Neville, 2001). Konsep avenge yang

dikonseptualisasikan menjadi love sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK:

GOD IS LOVE. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa verba avenge yang

Page 70: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

149  

sesungguhnya mengandung konsep “membenarkan”, secara metafora

konseptual dianalogikan sebagai love (kasih).

Koherensi metaforis yang terdapat dalam ungkapan avenge (aku akan

membenarkan dia) pada Lukas 18:5 tidak berarti bahwa walaupun janda itu

bersalah, hakim itu akan membenarkan dia. Akan tetapi maksudnya adalah

hakim tersebut akan menangani perkara janda itu dengan adil (Reilling,

Swellengrebel, 2005: 557), sehingga muncullah ayat tersebut, yaitu: ” …

baiklah aku akan membenarkan dia.” (Lukas 18:5).

Pada metafora GOD IS LOVE dapat dipahami bagaimana konsep

“membenarkan” sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan,

dibandingkan dengan “kasih” sebagai RSa berdasarkan kesamaan ciri yang

dimiliki oleh kedua kata tersebut. Demikian pula, kesamaan ciri atau

karakteristik yang terdapat dalam kedua kata tersebut menjadi dasar metafora,

yakni “membenarkan” yang diacu dalam perumpamaan tersebut adalah

Allah akan membela perkara umat-Nya yang berdoa kepada-Nya siang dan

malam.

(18) Metafora struktural garam

Metafora pada data (18) termasuk jenis metafora struktural garam

karena melalui nomina subjektif salt sebagai RSu yang merupakan ungkapan

metaforis kalimat ini dapat dijelaskan. Interpretasi makna dan signifikansi dari

cerita (perumpamaan) dijelaskan dengan menggunakan PK.

Page 71: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

150  

(18) Salt is good; but if the salt has lost its flavor, how shall it be seasoned? (Lukas 14:34)

Nomina salt sebagai RSu dalam kalimat di atas merupakan entitas

abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual

melalui entitas konkret dapat lebih mudah dipahami. Entitas abstrak tersebut

melalui PK dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal.

Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian

sistem simbol dari Kekristenan adalah faith merupakan konsep metafisika

atau transendental (Neville, 2001). Konsep salt yang dikonseptualisasikan

menjadi faith sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH IS SALT.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa nomina salt yang sebenarnya

merupakan ‘garam’, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai faith

(iman).

Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut

diambil dari bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas

kehidupan.

Orang Ibrani mempunyai persediaan garam yang melimpah di pantai

Laut Mati dan di Bukit Garam (barat daya Laut Mati). Garam terbuat dari

karang atau fosil. Karena ketidakmurnian dan perubahan-perubahan kimiawi,

lapisan luarnya biasanya kurang sedap. Hal inilah yang menunjuk pada

perumpamaan tersebut (Lukas15:34). Garam digunakan sebagai pengawet dan

bumbu penyedap makanan. Apabila garam menjadi tawar pasti dibuang atau

Page 72: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

151  

dapat dikatakan garam yang tidak bisa mengawetkan dan menggarami

makanan akan dibuang (Hillyer, 1999:327).

Pada metafora FAITH IS SALT dapat dipahami bagaimana salt sebagai

RSu yang bersifat abstrak digambarkan sehingga lebih mudah dipahami,

dibandingkan dengan iman (FAITH) supaya dipahami maksud yang

terkandung dalam metafora tersebut. Dengan demikian, akan dapat dimengerti

apa yang dimaksud dengan “garam yang tawar” (SALT) berdasarkan kesamaan

ciri yang dimiliki oleh iman (FAITH) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri

atau karakteristik yang terdapat dalam kedua kata tersebut menjadi dasar

metafora, yakni dalam perumpamaan tersebut garam yang tawar (tidak asin),

demikian pula manusia yang tidak memiliki iman (perilaku yang tidak

berpadanan dengan firman) pasti dibuang.

4.3 Perumpamaan dalam Injil

Seperti diuraikan sebelumnya, perumpamaan merupakan sebuah

perbandingan yang digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu. Pesan

yang disampaikan adalah datangnya Kerajaaan Allah. Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa Yesus menyampaikan tentang Kerajaan Allah yang memiliki

dimensi dan cakupan yang sangat luas. Oleh karena itu, masing-masing

perumpamaan menonjolkan aspek yang berbeda-beda dari Kerajaan Allah

(Hultgren, 2002: 1-2).

Page 73: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

152  

Di samping itu, perumpamaan juga memiliki tiga tahapan tujuan dalam

penceritaannya, yaitu orientasi, reorientasi, dan disorientasi (Hultgren, 2002: 4-

5). Perumpamaan yang memiliki tujuan orientasi digunakan agar pendengar lebih

mudah memahami makna dan tujuan perumpamaan tersebut. Cerita, bahasa,

tokoh dan unsur-unsur yang ada dalam perumpamaan diambil dari realitas atau

gambaran kehidupan sehari-hari. Ada kalanya ditemui unsur-unsur berlebihan

yang disengaja dan sikap yang tidak biasa muncul dalam perumpamaan.

Kemunculan unsur-unsur tersebut memiliki tujuan reorientasi sehingga

pendengar memikirkan ulang dirinya. Demikian pula, seringkali sebuah

perumpamaan menjungkirbalikkan situasi sehari-hari. Dalam perumpamaan

seperti itu, ada pertentangan dua sudut pandang, yakni sudut pandang manusiawi

dan sudut pandang ilahi, sehingga pendengar secara serius melihat dan

mengevaluasi diri mereka.

Setidaknya ada empat karakteristik yang melekat pada perumpamaan,

yaitu (a) eskatologis yang berarti akhir zaman, di mana unsur kemendesakan

sangat menonjol. Karakteristik tersebut sebagaimana yang terdapat dalam

ungkapan “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan

percayalah kepada Injil!” (Markus 1: 15). Dari ungkapan tersebut tersirat pewarta

tidak memberikan kesempatan kepada pendengar menunda-nunda untuk

membuat keputusan. Demikian pula ungkapan “Ikutlah Aku biarlah orang-orang

Page 74: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

153  

mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Matius 8: 22). Dari ungkapan ini

tersirat kemendesakan tersebut, karena salah satu hal utama dalam kehidupan,

yakni memakamkan orang meninggal harus ditinggalkan demi mengikut Yesus;

(2) eksistensial yang berarti perumpamaan yang memiliki karakteristik untuk

menyadarkan manusia terhadap eksistensinya. Pertemuan antara keyakinan

manusiawi dan ideologi ilahi mengungkapkan sejauh mana nilai-nilai yang

dianut oleh manusia. Hal tersebut terlihat dalam perumpamaan lima gadis

bijaksana dan lima gadis bodoh (Mat 25:1-13) untuk mengingatkan manusia

posisi mereka saat ini; (3) etis yang bermakna perumpamaan dalam Injil

menyangkut relasi dengan orang lain. Hal ini terdapat dalam perumpamaan

tentang biji sesawi (Mat 13: 31-35), yang digarisbawahi dalam perumpamaan ini

adalah kesediaan anggota Kerajaan Allah melayani sesamanya; dan (4) Injili

yang memiliki karakteristik agar semakin banyak orang terlibat dalam Kerajaan

Allah.

Beberapa konsep yang terdapat dalam perumpamaan yang sebenarnya

menjadi konsep pokok dalam seluruh pengajaran Yesus sebagaimana dijelaskan

dalam paparan di bawah ini.

a. Kerajaan Allah

Kerajaan Allah atau pemerintahan Allah dijelaskan dalam berbagai

perumpamaan, yang konsep intinya adalah bahwa Kerajaan Allah diberikan

oleh Allah kepada manusia sebagai karunia (Luk. 12:32), tanpa jasa manusia

Page 75: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

154  

(Luk.22:29). Hal ini terdapat dalam perumpamaan tentang benih dan seorang

penabur (Luk. 8 : 4-15, Mat. 13:1-23, Mrk. :1-20), perumpamaan tentang biji

sesawi dan ragi (Mat. 13:31-35, Mrk. 4:30-34, Luk. 13: 18-21). Di samping

itu, Kerajaan Allah juga dijelaskan melalui perumpamaan tentang harta yang

terpendam dan mutiara yang berharga (Mat. 13:44-46). Dalam perumpmaan

tersebut tersirat bahwa Kerajaan Allah yang merupakan karunia itu memiliki

nilai yang sangat tinggi dan penting.

b. Allah

Dalam beberapa perumpamaan digambarkan sikap Allah yang aktif mencari

pendosa dan menanti pertobatan mereka dengan tangan terbuka. Hal ini

diilustrasikan melalui perumpamaan domba yang hilang (Luk. 15:1-7),

perumpamaan tentang dirham yang hilang (Luk. 15:-10), perumpamaan

tentang anak yang hilang (Luk. 15: 11-32). Sejumlah perumpamaan

digunakan untuk menggambarkan jati diri Allah sebagai Hakim Yang Maha

Pengampun. Hal ini digambarkan melalui perumpamaan tentang hamba yang

jahat (Mat. 18:23-35), dan perumpamaan tentang pekerja di kebun anggur

(Mat. 20:1-16). Demikian pula kemurahan hati Allah digambarkan dengan

perumpamaan tentang seorang yang meminta makanan pada sahabatnya pada

malam hari (Luk. 11:5-8) dan perumpamaan tentang hakim yang tidak takut

akan Allah (Luk. 18:1-8). Pada kedua perumpamaan tersebut tersirat

kesediaan Allah mendengarkan doa-doa yang disampaikan kepada-Nya.

Page 76: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

155  

c. Bertobat

Perumpamaan juga mengajarkan agar manusia bertobat, agar diterima

menjadi warga Kerajaan Allah. Selain mengungkapkan kemurahan hati

Allah, perumpamaan tentang anak yang hilang juga menekankan pentingnya

pertobatan. Melalui perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai

yang berdoa di Bait Allah (Luk. 18:9-14), diajarkan pertobatan sebagai sikap

yang benar di hadapan Allah. Manusia yang mengakui dosa dan menghadap

Allah tanpa kesombongan rohani dipandang benar oleh Allah.

d. Mengampuni

Pengampunan yang telah diterima manusia dari Allah jauh lebih besar

daripada pengampunan yang seharusnya diberikan manusia kepada orang

yang bersalah kepadanya. Hal tersebut dijelaskan melalui perumpamaan

tentang hamba yang berhutang (Mat. 18:21-35)

e. Rendah Hati

Beberapa perumpamaan digunakan untuk menggambarkan kerendahan hati

di hadapan sesama dan Tuhan. Hal tersebut dijelaskan melalui perumpamaan

tentang tuan dan hamba (Luk. 17:10, Luk. 18:8-14, Luk. 14: 7-11). Dalam

perumpamaan ini dijelaskan agar manusia tidak mencari pujian ketika

melakukan perbuatan baik dan tidak suka mencari kehormatan diri sendiri.

Page 77: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

156  

f. Mempergunakan Anugerah

Dalam perumpamaan tentang talenta Yesus mengajarkan bahwa manusia pun

harus mempergunakan semua talenta yang diberikan oleh Allah dengan

sebaik-baiknya (Mat. 25:14-30). Semua itu telah dipercayakan Allah kepada

manusia karena Ia percaya bahwa manusia dapat mengembangkannya. Pada

waktunya kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas semua yang

telah dipercayakan-Nya kepada manusia.

g. Mengasihi

Orang yang telah menjadi anggota Kerajaan Allah akan mengasihi orang lain,

seperti Allah telah mengasihi semua manusia. Kasihnya tidak akan terbatas

pada orang-orang yang telah mengasihinya atau yang dapat membalas

kasihnya. Allahlah yang harus menjadi “model” untuk mengasihi. Ia

bermurah hati kepada semua orang. Ia memberikan hujan tidak hanya kepada

orang benar, tetapi juga kepada orang yang tidak benar (Mat. 5:44-45). Ia pun

akan mengasihi Allah yang hadir dalam kehidupan nyata, seperti Allah telah

mengasihinya. Yang menjadi ukuran dalam pengadilan Allah adalah

perbuatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap Allah selama ia hidup di

dunia ini (Mat. 25:31-46). Allah hadir dalam diri orang-orang yang menderita

dan kekurangan. Apa pun yang dilakukan terhadap mereka sebenarnya

dilakukan terhadap Allah sendiri.

Page 78: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

157  

h. Selalu berjaga-jaga

Pada sejumlah perumpamaan Yesus yang berbicara tentang akhir zaman.

Perumpamaan yang bertema eskatologi ini bertujuan untuk mengingatkan

para pendengar agar mengambil sikap yang benar untuk menghadapi akhir

zaman. Para murid hendaknya senantiasa berjaga-jaga karena mereka tidak

tahu kapan akhir zaman tiba (Mrk. 13:34-36, Luk. 12:35-38, Mat. 24:42-44,

Luk. 12:39-40; Mat. 24:45-51, Mat. 12:42-46, Mat. 25:1-13, Luk. 12:13-21),

pada akhir zaman akan terjadi pemisahan antara orang yang baik dan yang

jahat (Mat. 7:16-20, Mat. 13:47-50, Mat. 13:24-30, Mat. 13: 36-43, Mat.

25:31-46). Dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut Yesus mengajak

umat untuk menghayati kehidupan di dunia ini dengan perspektif akhir

zaman dan kehidupan kekal. Hidup di dunia ini hanya sementara, oleh karena

itu semua manusia hendaknya berjaga-jaga untuk menghadapi pengadilan

terakhir.

Dari uraian tersebut, di bawah ini dipaparkan rangkuman tentang

pokok pewartaan dan konsep yang digambarkan melalui perumpamaan yang

terdapat dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes sebagaimana tabel

berikut.

Page 79: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

158  

Konsep Perumpamaan Markus Matius Lukas Doa Hal pengabulan doa 7:9-11 11:11-13

Sahabat yang datang tengah malam 11:5-8

Orang Farisi dan pemungut cukai 18:9-14

Hakim yang tak benar 18:1-8

Menjadi pendengar dan pelaku firman

Rumah di atas batu dan pasir 7:24-27 6:47-49

Dua orang anak 21:28-32

Penabur benih 4:1-9, 13-20 13:1-9 8:4-8.11-

15 Hamba yang rendah hati 17:7-10

Eskatologi (Akhir zaman)

Nasihat berjaga-jaga 13:34-36 12:35-38 Pencuri di waktu malam 24:42-44 12:39-40

Hamba yang setia dan tidak setia 24:45-51 12:42-46

Orang kaya yang bodoh 12:13-21

Domba dan kambing 25:31-46

Sikap iman yang benar

Tentang puasa 2:19-20 9:15 5:33-39

Pohon baik dan tidak baik 7:16-20 Secarik kain dan anggur baru 2:21-22 9:16-17 5:36-39

Dua macam jalan 7:13-14 13:23-27

Pelita dan ukuran 4:21-25 8:16-18

Pohon ara 13:28-32 24:32-36 21:29-33

Membangun menara 14:28-30

Page 80: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

159  

Raja yang maju perang 14:31-33

Bendahara yang tidak jujur 16:1-9

Orang kaya dan Lazarus yang miskin 16:19-31

Pohon ara yang tidak berbuah 13:6-9

Kerajaan Allah Benih yang tumbuh diam-diam 4:26-29 13:18-19

Biji sesawi 4:30-32 13:31-32 Pukat 13:47-50 Lalang di ladang gandum

13:24-30,36-43

Harta terpendam 13:44 Mutiara yang berharga 13:45-46 Pesta perkawinan 22:1-14 14:15-24 Ragi 13:33 13:20-21 Orang upahan di kebun anggur 20:1-16 Gadis bijak dan gadis bodoh 25:1-13 Talenta 25:14-30 19:11-27

Mengasihi dan mengampuni

Domba yang hilang 18:12-14 15:1-7 Domba yang hilang 15:1-7 Dirham yang hilang 15:8-10 Anak yang hilang 15:11-32 Hamba yang jahat 18:23-35 Dua orang yang berhutang 7:41-50

Orang Samaria yang baik hati 10:25-37

Sikap penolakan terhadap Yesus

Tentang Beelzebul 3:22-27 12:29-30 11:21-23 Penggarap kebun anggur 12:1-12 21:33-46 20:9-19

Jati diri Yesus Gembala yang baik Yoh. 10:1-18 (Mat. 18:12-14; Luk. 15:1-7)

Anggur yang sejati Yoh. 15:1-8

Page 81: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

160  

4.4 Penutup

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa metafora

konseptual digunakan secara luas dalam perumpamaan Injil Lukas. Sebaran

penggunaannya dalam subkorpus TSu meliputi ketiga kategori metafora

konseptual (metafora orientasional, metafora ontologis, dan metafora struktural)

dalam berbagai jenis metafora misalnya, metafora pohon, metafora garam,

metafora status sosial, metafora binatang, metafora kain, metafora anggur,

metafora entitas, dan metafora wadah serta dalam berbagai jenis PK.

Sebagai hasil analisis untuk menjawab permasalahan pertama dalam

penelitian ini, ditemukan 20 jenis metafora yang meliputi ketiga kategori

tersebut dan delapan belas jenis PK yang tergabung ke dalam ketiga kategori

metafora konseptual. Metafora struktural lebih banyak digunakan daripada dua

kategori metafora yang lain, yakni metafora orientasional dan metafora

ontologis. Fenomena ini dapat dipahami karena sejumlah konsep dan prinsip-

prinsip kebenaran Kristiani ternyata lebih mudah dijelaskan dengan

menggunakan asosiasi, analogi, objek, wadah, dan entitas (manusia dan bukan

manusia) atau personifikasi serta struktur objek.

Selain hal tersebut di atas, penulis TSu sering menggunakan sejumlah PK

yang termasuk jenis metafora pohon, metafora garam, metafora status sosial,

metafora bangunan, metafora benih, dan metafora tumbuhan sebagai RSu untuk

menjelaskan sejumlah konsep, model, pendekatan, ide serta pemikiran dalam

Page 82: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

161  

teks perumpamaan sebagai RSa. Konsep-konsep yang dimaksud juga lebih

mudah dijelaskan dan dipahami, antara lain, melalui konsep die, word, faith,

pray, dan love sebagai RSa.

Analisis data pada bab ini memperlihatkan kurang paralelnya

pengategorian metafora konseptual yang diprakarsai oleh Lakoff dan Johnson.

Misalnya, jenis metafora orientasional dapat dikategorikan ke dalam jenis

metafora struktural, metafora ontologis ternyata juga dapat dikategorikan ke

dalam jenis metafora struktural, demikian pula ungkapan metaforis yang sama

dapat dipetakan dengan PK yang berbeda. Sebaliknya, satu PK diungkapkan

dengan banyak ungkapan metaforis terdapat pada PK: THE WORD OF GOD IS A

PLANT, KEEP PRAYING IS FAITH BASIS, FAITH OF LIFE IS WAKEFUL,

KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET, AFFECTION IS WARMTH, GOD IS

LOVE, dan FAITH IS SALT.

Pada tulisan ini peneliti mencoba merekonstruksikan beberapa PK di atas

yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980, 1993), PK: IDEAS ARE

PLANTS yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980, 1993) sesuai pula

dengan PK: THE WORD OF GOD IS A PLANT, yang disebabkan oleh kaitan antara

ranah sumber dan ranah target untuk teori, melalui PK: IDEAS ARE PLANTS

sesuai juga untuk PK: THE WORD OF GOD IS A PALNT. Dalam hal ini, dapat

dikatakan bahwa kedua PK tersebut berada pada ruang lingkup yang sama.

Page 83: BAB III METODE PENELITIAN - sinta.unud.ac.id III dan Bab IV.pdfPenelitian dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari pelbagai peristiwa dan interaksi manusia

162  

Hal yang sama juga terjadi pada ranah sumber bangunan, selain sesuai

diterapkan untuk PK: THEORIES ARE BUILDINGS sesuai pula diterapkan untuk

kehidupan iman melalui PK: FAITH IS AFOUNDATION.

Perumpamaan digunakan untuk menyampaikan pesan datangnya

Kerajaaan Allah yang memiliki dimensi dan cakupan yang sangat luas, yang

menonjolkan aspek berbeda-beda dari Kerajaan Allah (Hultgren, 2002: 3-4). Di

samping itu, perumpamaan juga memiliki tiga tahapan tujuan dalam

penceritaannya, yaitu orientasi, reorientasi, dan disorientasi (Hultgren, 2002: 4-

5). Demikian pula, ada empat karakteristik yang melekat pada perumpamaan,

yaitu (a) eskatologis yang berarti akhir zaman, di mana unsur kemendesakan

sangat menonjol; (2) eksistensial yang berarti perumpamaan yang memiliki

karakteristik untuk menyadarkan manusia terhadap eksistensinya; (3) etis yang

bermakna perumpamaan dalam Injil menyangkut relasi dengan orang lain; dan

(4) Injili yang memiliki karakteristik agar semakin banyak orang terlibat dalam

Kerajaan Allah.