BAB III MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36054/5/Chapter...

download BAB III MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36054/5/Chapter III-V.pdf · Ada 3 (tiga) bentuk kewenangan peradilan agama, pertama; perkara-perkara

If you can't read please download the document

Transcript of BAB III MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36054/5/Chapter...

  • BAB III

    MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

    A. Melalui Jalur Litigasi

    Penyelesaian sengketa perbankan syariah disaat sekarang telah memiliki kejelasan

    dimana peraturannya telah diatur dengan jelas. Para pihak yang bersengketa memiliki

    kebebasan dalam memilih, dimana penyelesaian sengketa itu diselesaikan apakah melalui

    lembaga peradilan atau diluar pengadilan.

    1. Peradilan Agama

    Hukum acara atau prosedur dalam menangani perkara perbankan syariah yang

    diajukan di lingkungan peradilan agama adalah bentuk hukum acara perdata yang biasa

    dilaksanakan di peradilan negeri. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang No. 3

    Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang

    Peradilan Agama, Hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama adalah hukum

    acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali

    yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Hukum acara perdata tersebut

    sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, HIR (Het Herzeine Inlandsche

    Reglement) dan R.Bg (Rechts Reglement Buitengewesten) termasuk ketentuan yang

    diatur dalam Rv (Reglement of de Rechtsvordering), KUH Perdata, Undang-Undang No.

    4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 5 Tahun 2004

    Tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan

    Umum serta beberapa peraturan lain yang berkenaan dengan itu.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ada 3 (tiga) bentuk kewenangan peradilan agama, pertama; perkara-perkara perdata

    di luar dibidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acara

    perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, kedua; perkara-

    perkara di bidang perkawinan yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acara

    khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Peradilan Agama itu sendiri, dan ketiga;

    perkara-perkara dalam bidang jinayah (pidana), yang tunduk pada ketentuan hukum acara

    pidana yang tidak lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Perbankan syariah merupakan perkara perdata di luar bidang perkawinan, oleh

    karena itu ketentuan hukum acara yang harus diterapkan dalam menyelesaikan perkara-

    perkara di bidang perbankan syariah di lingkungan peradilan agama adalah ketentuan

    yang berlaku di peradilan umum. Dalam hal menerima, memeriksa, mengadili serta

    menyelesaikan perkara ekonomi syariah wajib menerapkan ketentuan-ketentuan hukum

    acara perdata.

    1.2. Perdamaian Sebagai Tahap Awal Dalam Penyelesaian Sengketa

    Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama

    Suatu kewajiban hakim apabila menerima suatu perkara adalah mendamaikan kedua

    belah pihak dalam hukum acara perdata. Upaya damai yang harus dilakukan hakim dalam

    rangka penyelesaian sengketa syariah khususnya di Pengadilan Agama tertuju pada

    ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01

    Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

    Ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan PERMA No. 01 Tahun 2008 adalah

    landasan yuridis dalam mengupayakan perdamaian di tingkat pertama. Adanya PERMA

    ini membuat hakim lebih proaktif dalam mendorong kedua belah pihak untuk berdamai,

    Universitas Sumatera Utara

  • bukan sekedar formalitas saja yang hanya sekedar anjuran selama ini. Perdamaian atau

    mediasi wajib dilakukan dan apabila tidak dilaksanakan akan melanggar ketentuan Pasal

    154 R.Bg/130 HIR yang tertuang didalam Pasal 2 ayat (3) PERMA, akibatnya putusan

    batal demi hukum (van rechtswege nietig). Pasal 18 ayat (2) PERMA tersebut, baru

    dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa, apabila gagal

    proses mediasi sebagaimana yang diperintahkan PERMA gagal menghasilkan

    kesepakatan.

    Tindakan yang harus dilakukan oleh hakim dalam mengupayakan damai berdasarkan

    ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR adalah:

    1. Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka

    pengadilan negeri dengan perantara ketua berusaha mendamaikan

    2. Bila dapat dicapai perdamaian, maka didalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta

    dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat dan akta itu

    mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.

    Dari ketentuan pasal tersebut dapat dipahami bahwa tindakan pertama harus

    dilakukan oleh seorang hakim adalah mengupayakan perdamaian di kedua belah pihak.

    Kemudian apabila tercapai kesepakatan unutuk menyelesaikan perkara tersebut secara

    damai, maka kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk perjanjian (akta) perdamaian.

    Apabila anjuran damai yang dilakukan semata-mata atas dasar ketentuan Pasal 154

    R.Bg/130 HIR ternyata tidak berhasil, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan

    hakim adalah mengupayakan perdamaian melalui mediasi sesuai dengan ketentuan

    PERMA No. 01 Tahun 2008. Mediasi yang diterapkan dalam sistem peradilan menurut

    ketentuan Pasal 1 butir 7 PERMA diartikan cara penyelesaian sengketa melalui proses

    Universitas Sumatera Utara

  • perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

    Mediator yang dimaksud dalam hal ini adalah:

    1. Penyelesaian sengketa melalui proses perundingan antar para pihak

    2. Perundingan para pihak tersebut dibantu oleh mediator

    Kedudukan dan fungsi mediator dalam proses perundingan tersebut menurut Pasal 1

    butir 6 PERMA adalah sebagai pihak yang netral yang akan membantu para pihak dalam

    proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

    menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian tertentu.

    Tindakan seorang hakim setelah memerintahkan para pihak agar terlebih dahulu

    menempuh proses mediasi adalah menyampaikan penundaan proses persidangan perkara,

    hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (5) PERMA. Penundaan itu dimaksudkan untuk

    memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak menempuh proses mediasi.

    Lamanya proses penundaan persidangan perkara tersebut adalah selama 40 hari sejak

    mediator terpilih atau ditunjuk oleh hakim, Pasal 13 ayat (3) PERMA. Dalam proses

    mediasi, ada 2 hal terpenting pula yang harus diketahui yaitu mediasi mencapai

    kesepakatan atau tidak mencapai kesepakatan. Apabila mediasi mencapai kata

    kesepakatan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pihak, yaitu12:

    1. Para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis

    kesepakatan yang dicapai yang ditandatangi oleh para pihak dan mediator tersebut

    2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak

    wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai

    3. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah

    ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian 12 Op.Cit. Cik Basir. Halaman 139

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk

    dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian

    5. Jika tidak, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan

    atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.

    Selanjutnya, apabila mediasi tidak mencapai kata kesepakatan atau gagal, maka

    mediator wajib melakukan:

    1. Menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal

    2. Memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim.

    Setelah pemberitahuan mengenai kegagalan mediasi tersebut, hakim selanjutnya

    melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

    2. Proses pemeriksaan persidangan di Peradilan Agama

    Tidak adanya kata perdamaian baik dalam anjuran hakim hingga perdamaian melalui

    mediator, maka pemeriksaan perkara pun harus dilanjutkan. Namun dalam pemeriksaan

    perkara itu, hakim harus melihat dengan cermat mengenai perjanjian antara kedua belah

    pihak yang bersengketa. Hakim harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua belah

    pihak tidak membuat klausula arbitrase. Ini suatu hal yang menjadi fokus utama seorang

    hakim dalam mencermati isi perjanjian oleh pihak yang bersengketa.

    Pentingnya memastikan terlebih dahulu apakah perkara tersebut termasuk sengketa

    perjanjian yang mengandung klausula arbitrase atau bukan, tidak lain dimaksudkan agar

    jangan sampai pengadilan agama memeriksa dan mengadili perkara yang ternyata diluar

    jangkauan kewenangan absolutnya.

    Proses pemeriksaan perkara dalam sengketa perbankan syariah adalah sesuai dengan

    hukum acara perdata yang berlaku. Setelah melewati proses pengajuan perdamaian yang

    Universitas Sumatera Utara

  • ditengahi oleh seorang hakim hingga mediasi yang ditengahi oleh seorang mediator

    ternyata tidak mencapai kata kesepakatan, maka akan dimulai dengan proses pembacaan

    surat gugatan oleh penggugat, lalu disusul dengan proses jawab menjawab yang diawali

    dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat dan terakhir duplik dari

    pihak tergugat.

    Setelah proses jawab menjawab selesai lalu persidangan dilanjutkan dengan acara

    pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua belah pihak berpekara masing-masing

    mengajukan bukti-buktinya guna mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan di

    persidangan. Setelah masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap

    terakhir adalah kesimpulan dari pihak yang merupakan tahap terakhir dari proses

    pemeriksaan perkara di persidangan.

    Setelah seluruh tahap pemeriksaan perkara di persidangan selesai, hakim

    melanjutkan untuk mengambil putusan dalam rangka mengadili atau memberikan

    keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan hakim dalam memeriksa dan

    mengadili perkara tersebut adalah melakukan konstatir, kualifsir dan konstituir. Meng-

    konstituir adalah menguji benar tidaknya suatu peristiwa atau fakta yang diajukan para

    pihak melalui proses pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut

    hukum pembuktian. Meng-kualifsir adalah menilai peristiwa atau fakta yang telah

    terbukti termasuk hubungan hukum apa dan menemukan hukumnya bagi peristiwa yang

    telah di konstatir. Meng-konstituir adalah menetapkan hukum atas perkara tersebut.

    3. Pengadilan Umum/Negeri

    Di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam

    penjelasan Pasal 55 penyelesaian sengketa perbankan syariah menempatkan Pengadilan

    Universitas Sumatera Utara

  • Negeri sebagai salah satunya. Banyak pendapat yang tidak setuju akan hal ini karena

    secara peraturan, perbankan syariah menggunakan Al-Quran dan Al-Hadist. Pemeriksaan

    yang masuk kedalam Pengadilan Negeri secara keseluruhan khususya menggunakan

    hukum acara perdata sama sekali tidak menggunakan hukum Islam. Secara kompetensi

    Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang memeriksa bahkan mengadili sengketa

    ekonomi syariah. Namun di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

    Perbankan Syariah di penjelasan Pasal 55 disebutkan bahwa pengadilan Negeri dapat

    dipilih sebagai tempat penyelesaian sengketa syariah.

    Para pihak disaat ber akad atau melakukan perjanjian diberikan kebebasan untuk

    memilih dimana penyelesaian sengketa yang akan diambil. Pengadilan Agama

    merupakan pengadilan yang memiliki kompetensi abosolut dalam menangani sengketa

    syariah yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan

    Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

    Silang pendapat mengenai wewenang Pengadilan Negeri apakah memang benar

    memiliki kewenagan tersebut masih tetap tanda tanya namun apabila dipahami

    pengadilan negeri merupakan suatu pilihan atau anomali yang tidak menjadi keharusan

    bagi setiap yang bersengketa untuk menyelesaiakan sengketa yang ada.

    Nasabah perbankan syariah tidak seluruhnya merupakan yang beragama Islam tapi

    tidak demikian pula apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Negeri.

    Ketika seseorang telah ikut dalam suatu akad yang telah disepakati maka secara tidak

    langsung ia telah tunduk secara sukarela kepada hukum islam sehingga tidak perlu lagi

    memilih pengadilan negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa syariah.

    Universitas Sumatera Utara

  • A. Melalui Non Litigasi

    1. Musyawarah

    Didalam Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah, Musyawarah merupakan

    salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar peradilan. Kata musyawarah

    sedikit asing atau tidak terlalu familiar dikalangan masyarakat, namun sebenarnya

    musyawah ini dapat disamakan dengan proses negosiasi. Kata negotiation dalam

    bahasa inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu memiliki arti

    berunding atau bermusyawarah13. Menurut Joni Emiron secara umum negosiasi

    dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui

    proses peradilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja

    sama yang lebih harmonis dan kreatif14. Sedangkan menurut Garry Goodpaster yang

    dimaksud dengan negosiasi adalah proses bekerja untuk mencapai suatu perjanjian

    dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan bervariasi

    serta bernuansa sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai orang. Maka dapat

    dipahami bahwa musyawarah merupakan negosiasi yang mana lebih dikenal oleh banyak

    pihak15.

    Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

    kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama

    maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa

    untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah,

    13 Abdul Manan. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Cetakan keempat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Halaman. 171. 14 Loc.Cit. Halaman 171

    15 Loc.Cit. Halaman 171

    Universitas Sumatera Utara

  • baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil

    keputusan.

    Terdapat beberapa teknik negosiasi yang dikenal16:

    1. Teknik Negosiasi Kompetitif

    a. Diterapkan untuk negosiasi yang bersifat alot

    b. Adanya pihak yang mengajukan permintan tinggi pada awal negosiasi

    c. Adanya pihak yang menjaga tuntutan tetap tinggi sepanjang proses

    d. Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas

    e. Perunding lawan dianggap sebagai musuh

    f. Adanya pihak yang menggunakan cara-cara berlebihan untuk menekan pihak

    lawan

    g. Negosiator tidak memiliki data-data yang baik dan akurat

    2. Teknik Negosiasi Kooperatif

    a. Menganggap negoisator pihak lawan sebagai mitra, bukan sebagai musuh

    b. Para pihak menjajaki kepentingan, nilai-nilai bersama dan mau bekerja sama

    c. Tujuan negosiator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan analisis

    yang objektif dan atas fakta hukum yang jelas

    3. Teknik Negosiasi Lunak

    a. Menempatkan pentingnya hubungan timbal-balik antar pihak

    b. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan

    c. Memberi konsesi untuk menjaga timbal-balik

    d. Mempercayai perunding

    16Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan: negosiasi, mediasi, konsiliasi & arbitrase. Jakarta: Transmedia Pustaka. Halaman 19.

    Universitas Sumatera Utara

  • e. Mudah mengubah posisi

    f. Mengalah untuk mencapai kesepakatan

    g. Berisiko saat perunding lunak menghadapi seorang perunding keras, karena yang

    terjadi adalah pola menang kalah dan melahirkan kesepakatan yang bersifat

    semu

    4. Teknik Negosiasi Keras

    a. Negosiator lawan dipandang sebagai musuh

    b. Tujuannya adalah kemenangan

    c. Menuntut konsesi sebagai prasyarat dari hubungan baik

    d. Keras terhadap orang maupun masalah

    e. Tidak percaya terhadap perunding lawan

    f. Menuntut perolehan sepihak sebagai harga kesepakatan (win-lose)

    g. Memperkuat posisi dan menerapkan tekanan

    5. Teknik Negosiasi Interest Based

    a. Sebagai jalan tengah atas pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknik

    keras berpotensi menemui kebuntuan (dead lock), sedangkan teknik lunak

    berpotensi citra pecundang bagi pihak yang minor

    b. Mempunyai empat komponen dasar yaitu people, interest, option/solution dan

    criteria (pioc)

    - Komponen people dibagi menjadi tiga landasan

    1. Pisahkan antara orang dan masalah

    2. Konsentrasi serangan pada masalah bukan orangya

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja

    - Komponen interest memfokuskan pada kepentingan mempertahankan posisi

    - Komponen option, bermaksud:

    1. Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak pilihan-

    pilihan kesepakatan

    2. Jangan terpaku pada satu jawaban

    3. Menghindari pola pikir bahwa pemecahan masalah mereka adalah urusan

    mereka

    - Komponen kriteria mencakup:

    1. Kesepakatan kriteria, standar objektif, indepedensi

    2. Bernilai pasar

    3. Preseden

    4. Scientific judgement atau penilaian ilmiah

    5. Standar profesi

    6. Bersandar pada hukum

    7. Kebiasaan dalam masyarakat

    Teknik negosiasi sebagaimana yang diuraikan dalam penerapannya sangat

    tergantung pada sifat dari individu yang melakukan negosiasi. Oleh karena itu seorang

    negosiator harus memiliki hal-hal sebagai berikut:

    1. Kemampuan berkomunikasi yang baik

    2. Supel

    3. Keterampilan teknis yang baik

    4. Memiliki rasa simpati yang tinggi

    Universitas Sumatera Utara

  • Musyawarah atau negosiasi dapat dikatakan sebagai pertempuran diantara masing-

    masing pihak sehingga diperlukan persiapan yang matang untuk menghadapi negosiasi

    tersebut, salah satunya dengan cara mendalami materi permasalahan.

    Ada beberapa tahap dalam melaksanakan negosiasi agar hasil yang diharapkan dapat

    berhasil dengan baik. Adapun tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:

    a. Tahap persiapan

    Sebelum mempersiapkan suatu perundingan, maka perlu mempersiapkan segala

    sesuatu yang diperlukan sebelum mengenal kepentingan orang lain. Dalam

    praktek pelaksanaan negosiasi biasanya apa yang sudah dipersiapkan belum tentu

    dapat diterapkan langsung secara formal, sebab selalu ada masalah baru yang

    muncul ketika negosiasi dilaksanakan. Oleh karena itu perlu dicari pokok

    persoalan apa yang cenderung timbul.

    b. Tahap berlangsung negosiasi

    Dalam tahap ini biasanya seorang perunding mempersiapkan strategi tentang hal-

    hal yang berkaitan dengan menetapkan persoalan dan permasalahan apa yang akan

    dinegosiasi secara terperinci dan sistematis sehingga tidak terjadi pendekatan yang

    melantur dari masalah yang sebenarnya. Langkah berikutnya adalah dengan

    menyelidiki kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari argumentasi yang

    dikemukakan. Kedua belah pihak bisa mengungkapkan gagasan-gagasan baru

    untuk melihat respon yang muncul.

    c. Tahap setelah negosiasi dilaksanakan

    Universitas Sumatera Utara

  • Setelah negosiasi dilaksanakan, para pihak yang diwakili oleh negosiator mengambil

    kesimpulan tentang hal-hal yang telah disepakati bersama.kesempatan tersebut

    sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani bersama.

    2. Mediasi Perbankan

    Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui jalur perundingan untuk

    memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah

    pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai

    kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus suatu putusan.

    Unsur-unsur esensial yang dapat dipahami didalam mediasi, yaitu17:

    1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan

    berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak

    2. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang

    disebut mediator

    3. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para

    pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para

    pihak.

    Mediasi perbankan berbeda dengan mediasi yang ada didalam persidangan. Mediasi

    didalam persidangan yang sesuai dengan PERMA, merupakan mediasi yang sudah masuk

    diwilayah peradilan namun perkara belum diperiksa oleh hakim dan mediator yang

    menangani mediasi tersebut adalah seorang hakim pula. Sedangkan mediasi perbankan

    merupakan mediasi yang belum masuk ke wilayah peradilan dan mediator nya bukan

    seorang hakim.

    17Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Halaman 13.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dasar hukum mediasi perbankan adalah PBI No. 10/1/PBI/2008 tanggal 30 Januari

    2008 tentang perubahan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan. Dalam

    melaksanakan fungsi mediasi perbankan, Bank Indonesia tidak memberikan keputusan

    dan atau rekomendasi penyelesaian sengketa kepada nasabah dan bank. Dalam hal ini,

    pelaksanaan mediasi perbankan dilakukan dengan cara memfasilitasi nasabah dan bank

    untuk mengkaji kembali pokok permasalahan sengketa secara mendasar agar tercapai

    kesepakatan.

    Proses mediasi dapat dilakukan di kantor Bank Indonesia yang terdekat dengan

    domisili nasabah. Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank

    Indonesia untuk sementara waktu sampai saat pembentukan lembaga mediasi perbankan

    independen oleh asosiasi perbankan. Sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Bank

    Indonesia, sengketa keperdataan yang berpotensi menimbulkan kerugian materil bagi

    nasabah dengan tuntutan finansial paling banyak Rp. 500 juta, yang disebabkan tidak

    terpenuhinya tuntutan finansial nasabah dalam penyelesaian pengaduan nasabah, dapat

    diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan.

    Pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan hanya

    dapat dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah, termasuk lembaga, badan hukum

    dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank tersebut. Sengketa yang dapat diajukan

    penyelesaiannya kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan adalah sengketa

    keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1. Proses beracara Pada Mediasi Perbankan

    Pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana fungsi mediasi perbankan

    dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan kepada nasabah dan bank secara

    lisan dan atau tertulis. Klarifikasi atau permintaan penjelasan dalam meminta informasi

    mengenai permasalahan yang diajukan dan upaya-upaya penyelesaian yang telah

    dilakukan oleh bank.

    Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk

    menjelaskan tata cara pelaksanaan mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat

    menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, nasabah dan

    bank wajib menandatangani perjanjian mediasi.

    Perjanjian mediasi memuat pernyataan kesepakatan nasabah dan bank untuk

    menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan persetujuan untuk

    patuh dan tunduk pada aturan mediasi. Aturan mediasi memuat kondisi-kondisi yang

    terkait dengan proses mediasi, yang paling kurang dari hal-hal sebagai berikut18:

    1. Nasabah dan bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruh informasi

    penting yang terkait dengan pokok-pokok sengketa dalam pelaksanaan mediasi.

    2. Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi

    merupakan informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan untuk

    kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi

    yaitu pihak-pihak selain nasabah, bank, dan meditor

    3. Mediator bersikap netral, tidak memihak dan berupaya membantu para pihak

    untuk menghasilkan kesepakatan

    18 Badriyah Harun. 2010. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia. Halaman 132.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi adalah kesepakatan secara

    sukarela antara nasabah dengan bank dan bukan merupakan rekomendasi dan atau

    keputusan mediator

    5. Nasabah dan bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasa konsultasi

    hukum kepada mediator

    6. Nasabah dan bank dengan alasan apa pun tidak akan mengajukan tuntutan hukum

    terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi

    mediasi perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karena pelaksanaan

    atau eksekusi akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lain yang terkait

    dengan pelaksanaan mediasi

    7. Nasabah dan bank yang mengikuti proses mediasi berkehendak untuk

    menyelesaikan sengketa. Dengan demikian, nasabah dan bank bersedia:

    a. Melakukan proses mediasi dengan itikad baik

    b. Bersikap koperatif kepada mediator selama proses mediasi berlangsung

    c. Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang

    telah disepakati

    8. Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya mencapai

    kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok kesepakatan, maka

    nasabah dan bank menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukan mediator, antara

    lain:

    a. Menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli

    untuk mendukung kelancaran mediasi atau

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas

    waktu proses mediasi atau

    c. Menghentikan proses mediasi

    9. Dalam hal nasabah dan atau bank melakukan upaya lanjutan penyelesaian

    sengketa melalui proses arbitrase atau peradilan, nasabah dan bank sepakat untuk:

    a. Tidak melibatkan mediator maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana

    fungsi mediasi perbankan untuk memberi kesaksian dalam pelaksanaan

    arbitrase ataupun peradilan dimaksud

    b. Tidak meminta mediator maupun Bank Indonesia menyerahkan sebagian

    dan keseluruhan dokumen mediasi yang ditatausahakan Bank Indonesia,

    baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau

    berkas lainnya yang terkait dengan proses mediasi.

    10. Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atau

    tenaga ahli tertentu, maka nasabah dan bank sepakat untuk menanggung biaya

    narasumber atau tenaga ahli dimaksud

    11. Proses mediasi berakhir dalam hal:

    a. tercapainya kesepakatan

    b. berakhirnya jangka waktu mediasi

    c. terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi

    d. nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi

    e. salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi

    Proses mediasi dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung

    sejak Nasabah dan Bank menandatangani perjanjian mediasi sampai dengan

    Universitas Sumatera Utara

  • penandatanganan akta kesepakatan. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang 30 hari

    kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank yang dituangkan secara

    tertulis.

    3. Arbitrase Syariah

    Dalam perspektif islam, arbitrase dapat disepadankan dengan isitilah takhim. Takhim

    berasal dari kata takaham, secara etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai

    pencegah suatu sengketa. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan pengertian menurut

    terminologisnya. Ini merupakan suatu lembaga yang telah ada sejak zaman pra-islam dan

    pada masa itu pula apabila ada permasalahan yang muncul akan diselesaikan melalui

    bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang berselisih.

    Hadirnya lembaga-lembaga keuangan yang menjalankan prinsip syariah, maka

    dianggap perlu untuk mendirikan suatu lembaga yang mana tujuannya sebagai media

    penyelesaian sengketa. Sejak didirkannya tahun 2003, BASYARNAS belum cukup

    dikenal. Terhitung hanya belasan sengketa yang diselesaikan.

    Prosedur beracara dalam proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS ini telah

    ditetapkan oleh institusi tersebut yang pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan

    mekanisme beracara di peradilan umum atau peradilan agama, sebagaimana diatur dalam

    HIR/RBg atau dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agam

    sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang no. 3 tahun 2006. Prosedur

    beracara BASYARNAS juga hampir sama dengan ketentuan yang tertuang dalam

    Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa.

    Universitas Sumatera Utara

  • Arbitrase syariah memiliki kewenagan untuk memberikan suatu rekomendasi atau

    pendapat hukum, yaitu pendapat hukum yang mengikat tanpa adanya suatu persoalan

    tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian yang sudah barang tentu atas

    permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk diselesaikan19.

    Proses beracara dalam proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS ini telah

    ditetapkan oleh institusi tersebut yang pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan

    mekanisme beracara di Pengadilan Umum ataupun di Pengadilan Agama. Sebagaimana

    diatur dalam HIR/RBg atau dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

    Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Prosedur

    beracara BASYARNAS juga hampir sama dengan ketentuan yang tertuang dalam

    Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa.

    Terdapat beberapa hal penting yang telah diatur dalam BASYARNAS sebagai

    prosedur beracara, diantaranya tentang yuridiksi atau kewenangan, yaitu:

    a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri,

    keuangan, jasa dan lain-lain. Para pihak sepakat secara tertulis untuk

    menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BASYARNAS sesuai peraturan

    prosesur yang berlaku

    b. Memberikan pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai

    suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian permintaan para pihak.

    Kesepakatan klausula seperti itu dicantumkan dalam perjanjian atau dalam

    suatu akta tersendiri setelah sengketa timbul.

    19 Rachmad Usman. 2002. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya. Halaman 105; dalam Op. Cit. Suahartono. Halaman 105.

    Universitas Sumatera Utara

  • HIR Pasal 130 ayat 1 atau RBg Pasal 154 ayat 1 menyebutkan para piihak yang

    berpekara hadir pada persidangan pertama yang ditentukan, hakim diwajibkan untuk

    mengusahakan perdamaian. Dan apabila berdamai maka akan dituangkan dalam

    perjanjian dibawah tangan antara pihak-pihak yang berpekara, berdasarkan hal itu hakim

    menjatuhkan putusan yang isinya menghukum pihak-pihak yang berpekara tersebut untuk

    melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang diamksud. Putusan yang diambil hakim

    tersebut telah membuat perkara itu berakhir dengan adanya perdamaian. Putusan itu

    mempunyai kekuatan hukum tetap dan terhadapnya tidak dapat dimintakan banding.

    Prosedur pemeriksaan yang berlaku di BASYARNAS juga berlaku demikian. Arbiter

    akan mengusahakan perdamaian di antara kedua belah pihak yang bersengketa. Apabila

    upaya itu berhasil maka akan dibuat akta perdamaian. Namun jika tidak berhasil, arbiter

    akan melanjutkan proses pemeriksaan atas sengketa tersebut.

    Pencabutan permohonan dan gugat balik (rekovensi) juga diatur dalam proses

    pemeriksaan sengketa di BASYARNAS. Demikian juga proses pembuktian, baik saksi-

    saksi maupun ahli. Namun perbedaan yang ada dalam BASYARNAS adalah

    pembuktiannya bersifat tertutup berbeda dengan di pengadilan yang bersifat terbuka.

    Proses pemeriksaan dalam hal pembuktian, di BASYARNAS lebih ditekankan pada saksi

    dan ahli saja. Hira-hira dalam BASYARNAS juga berbeda dengan pengadilan umum

    atau abiter, yaitu dengan menggunakan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.

    Berikut prosedur beracara dalam BASYARNAS:

    a. Pendaftaran

    1. Sebelum sengketa, dengan mencantumkan Arbitrase Clause atau perjanjian

    arbitrase yang terpisah dari perjanjian pokok

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Setelah sengketa

    b. Prosedur penyelesaian

    1. Pendaftaran surat permohonan arbitrase yang memuat nama lengkap dan tempat

    tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat tentang sengketa dan

    tuntutan

    2. Dengan melampirkan perjanjian khusus yang menyerahkan penyelesaian sengketa

    kepada basyarnas atau perjanjian pokok yang memuat arbitration clause

    3. Penetapan/penunjukan arbiter (tunggal/majelis)

    4. Penawaran perdamaian yang apabila diterima maka arbiter membuat akta

    perdamaian dan apabila tidak diterima maka dilanjutkan dengan pemeriksaan

    5. Pemeriksaan sengketa

    6. Putusan arbitrase

    c. Eksekusi putusan arbitrase

    1. Putusan yang sudah ditandatangani arbiter bersifat final

    2. Salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan

    tingkat pertama

    3. Bilamana putusan tidak dilaksanakan secara sukarela maka dilaksanakan

    berdasarkan perintah ketua pengadilan tingkat pertama.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB IV

    PERAN ARBITRASE SYARIAH DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

    A. Sejarah Badan Arbitrase Syariah di Indonesia

    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari nama

    Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari

    Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendirinya diprakarsai oleh

    Majelis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan

    tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) didirikan

    dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris Yudo Paripurno, S.H.

    Nomor 175 tanggal 21 Oktober 199320. BAMUI yang pada saat ini dikenal dengan

    BASYARNAS merupakan bentuk Badan Arbitrase Institusional. Arbitrase Institusional

    (institutional arbitration) lembaga atau badan arbitrse yang bersifat permanen21. Badan

    arbitrase ini sengaja didirikan untuk menyelesaikan dan menangani sengketa yang timbul

    bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.

    Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dilangsungkan tanggal 21

    Oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat diresmikan adalah Badan Arbitrase

    Muamalat Indonesia (BAMUI). Peresmiannya ditandai dengan penandatanganan akta

    notaris oleh dewan pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat

    yang diwakili K.H. Hasan Basri dan H.S. Prodjokusumo, masing-masing sebagai Ketua

    Umum dan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai

    saksi yang ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M. Soejono dan H.

    20 Op. Cit . Jimmy Joses Sembiring. Halaman 121 21Yahya Harahap. 2004. Arbitrase. Jakarta: Sinar Grafika. Halaman 106.

    Universitas Sumatera Utara

  • Zainulbahar Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat Indonesia) saat itu. BAMUI tersebut di

    Ketuai oleh H. Hartono Mardjono, S.H. sampai beliau wafat tahun 2003.

    Kemudian selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun Badan Arbitrase Muamalat

    Indonesia (BAMUI) menjalankan perannya, dan dengan pertimbangan yang ada bahwa

    anggota Pembina dan Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sudah

    banyak yang meninggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan sebagaimana diatur

    dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sudah tidak sesuai

    dengan kedudukan BAMUI tersebut, maka atas keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis

    Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama

    Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah

    Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS

    MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) yang merupakan badan yang berada dibawah MUI dan merupakan

    perangkat organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di Ketuai oleh H. Yudo Paripurno,

    S.H.22

    Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diharapkan

    oleh umat Islam Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh kesadaran dan

    kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu adalah

    menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan

    di kalangan umat. Karena itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional

    (BASYARNAS) sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan

    kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan,

    industri keuangan, jasa dan lain-lain dikalangan umat Islam. 22 Loc.Cit. Halaman 121.

    Universitas Sumatera Utara

  • Sejarah berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) ini tidak

    terlepas dari konteks perkembangan kehidupan sosial ekonomi umat Islam, kontekstual

    ini jelas dihubungkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank

    Perkreditan Rakyat berdasarkan Syariah (BPRS) serta Asuransi Takaful yang lebih dulu

    lahir.

    Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan belum diatur

    mengenai bank syariah, akan tetapi dalam menghadapi perkembangan perekonomian

    nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan

    yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju diperlukan

    penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan. Bahwa dalam memasuki

    era globalisasi dan dengan telah diratifikasinya beberapa perjanjian internasional di

    bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan

    Perundang-undangan di bidang perekonomian, khususnya sektor perbankan, oleh karena

    itu dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

    Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang mengatur

    tentang perbankan syariah. Dengan adanya Undang-undang ini maka pemerintah telah

    melegalisir keberadaan bank-bank yang beroperasi secara syariah, sehingga lahirlah

    bank-bank baru yang beroperasi secara syariah. Dengan adanya bank-bank yang baru ini

    maka dimungkinkan terjadinya sengketa-sengketa antara bank syariah tersebut dengan

    nasabahnya sehingga Dewan Syariah Nasional menganggap perlu mengeluarkan fatwa-

    fatwa bagi lembaga keuangan syariah, agar didapat kepastian hukum mengenai setiap

    akad-akad dalam perbankan syariah, dimana di setiap akad itu dicantumkan klausula

    arbitrase yang berbunyi Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

    Universitas Sumatera Utara

  • terjadi perselisihan diantara para pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

    Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Dengan

    adanya fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut dimana setiap bank syariah atau

    lembaga keuangan syariah dalam setiap produk akadnya harus mencantumkan klausula

    arbitrase, maka semua sengketa-sengketa yang terjadi antara perbankan syariah atau

    lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya maka penyelesaiannya harus melalui

    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri secara otonom dan

    independen sebagai salah satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para

    pihak, baik yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun

    pihak lain yang memerlukannya. Bahkan, dari kalangan non muslim pun dapat

    memanfaatkan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) selama yang

    bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa.

    Lahirnya Badan Arbitrase Syariah Nasional ini, menurut Prof. Mariam Darus

    Badrulzaman, sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa

    bisnis yang operasionalnya mempergunakan hukum Islam dapat diselesaikan dengan

    mempergunakan hukum Islam.

    B. Kedudukan Badan Arbitrase Syariah dari Segi Tata Hukum Indonesia

    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok-Pokok

    Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 Ayat 1 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman

    dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,

    Peradilan Militer dan Peradilan Tata Negara. Namun demikian didalam Penjelasan Pasal

    3 Ayat 1 Undang-Undang tersebut disebutkan antara lain:

    Universitas Sumatera Utara

  • Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui

    arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbitrase tetap diperbolehkan,

    akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah

    memperoleh izin atau perintah untuk eksekusi dari pengadilan

    Dasar hukum Arbitrase disaat pertama kali muncul yaitu adalah Pasal 377 HIR

    jika orang Indonesia dan orang timur asing menghendaki perselisihan mereka

    diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara

    yang berlaku bagi bangsa eropa. Kemudian pada Pasal 615 sampai dengan Pasal 651

    Reglemeen Acara Perdata (Reglement op de Rechtvordering, Staatsblad 1847:52) dan

    Pasal 377 Reglemen Indonesia yang diperbarui dan Pasal 705 Reglemen Acara Daerah

    Luar Jawa dan Madura (Rechtsglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227)

    BASYARNAS tidak dapat dihelakkan kepada sejarah Badan Arbitrase

    sebelumnya karena itu merupakan cikal bakal dasar hukum BASYARNAS dapat

    muncul di Indonesia. Secara khusus badan Arbitrase diatur dalam Undang-Undang

    No. 5 tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Warga Negara Asing

    Mengenai Penanaman Modal kemudian diperbarui dengan Undang-Undang No. 30

    Tahun 1999.

    Berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa, melalui Pasal 81, undang-undang tersebut secara tegas

    mencabut ketiga macam ketentuan tersebut terhitung sejak tanggal diundangkannya.

    Maka segala ketentuan yang berhubungan dengan arbitrase, termasuk putusan

    arbitrase asing tunduk pada ketentuan Undang-Undang 30 Tahun 1999.

    Universitas Sumatera Utara

  • BASYARNAS merupakan badan arbitrase independen yang secara khusus

    dibentuk untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi syariah di luar pengadilan.

    Kedudukan BASYARNAS adalah sama dengan badan arbitrase institusional nasional

    lainnya seperti BANI dan BAPMI. Badan ini dibentuk secara permanen yang

    ditujukan demi kepentingan bangsa atau negara dan ruang lingkupnya hanya sebatas

    kawasan negara indonesia saja.

    C. Putusan Badan Arbitrase Syariah

    Arbitrase atau majelis arbitrse syariah dalam memutuskan sengketa tidak hanya

    berdasarkan pada argumen-argumen dan fakta-fakat yang diajukan oleh para pihak, tetapi

    juga berdasarkan pendapat saksi dan saksi ahli. Selain itu, arbiter atau majelis arbitrase

    dapat melakukan pemeriksaan setempat atas sesuatu yang dipersengketakan oleh para

    pihak. Apabila arbiter atau majelis arbitrase menganggap para pihak diperlukan

    kehadirannya pada saat dilakukan pemeriksaan, para pihak akan dipanggil secara sah

    untuk hadir pada pemeriksaan tersebut.

    Mengenai putusan yang diambil oleh arbiter atau majelis arbitrase dapat berdasarkan

    pada ketentuan hukum yang berlaku atau berdasarkan rasa keadilan dan kepatutan. Pada

    penjelasan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 diterangkan:

    1. Pada dasarnya para pihak dapat mengadakan perjanjian untuk menentukann

    bahwa arbiter dalam memutus perkara wajib berdasarkan ketentuan hukum atau

    sesuai dengan rasa kepatuhan

    2. Dalam hal arbiter diberi kebebasan untuk memberikan putusan berdasarkan

    keadilan dan kepatuhan, maka peraturan perundang-undangan dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu, hukum memaksa harus

    diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh arbiter

    3. Dalam hal arbiter tidak diberi kewenagan untuk memberikan putusan berdasarkan

    keadilan dan kepatuhan, maka arbiter hanya dapat memberi putusan bedasarkan

    kaidah hukum materiil sebagaimana dilakukan oleh hakim.

    Putusan dari lembaga Arbitrase Syariah mempunyai kekuatan hukum mengikat dan

    bersifat final sehingga secara yuridis meniadakan hak dari masing-masing pihak yang

    bersengketa untuk mengajukan banding ataupun upaya hukum lainnya. Mengenai hal-hal

    yang dimuat dalam putusan arbitrase Syariah adalah sebagai berikut:

    1. Kepala putusan yang berbunyi BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.

    2. Nama Lengkap dan alamat para pihak

    3. Uraian singkat sengketa

    4. Pendirian para pihak

    5. Nama lengkap dan alamat arbiter

    6. Perimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai

    keseluruhan sengketa

    7. Pendapat tiap-tiap arbitrase dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam

    majelis arbitrase

    8. Amar putusan

    9. Tempat dan tanggal putusan

    Universitas Sumatera Utara

  • 10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

    Hal terpenting dari putusan arbitrase adalah adanya tanda tangan abiter atau majelis

    arbitrase. Dengan adannya tanda tangan ini, putusan menjadi sah dan dapat dijalankan.

    Apabila dalam suatu putusan arbitrase tidak terdapat tanda tangan dari arbiter atau

    majelis arbitrase, alasan tidak ditandatangani putusan harus dicantumkan dalam putusan

    tersebut.

    Putusan BASYARNAS yang sudah ditandatangani arbiter tunggal atau majelis

    langsung bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada upaya hukum banding atau

    kasasi seperti lazimnya di pengadilan. Ada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para

    pihak apabila tidak menyetujui dengan putusan tersebut dengan hal permintaan

    pembatalan putusan secara tertulis dengan didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

    a. Penunjukan arbiter tunggal atau majelis tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur

    dalam peraturan prosedur BASYARNAS

    b. Putusan melampaui kewenangan BASYARNAS

    c. Putusan melebihi apa yang diminta oleh para pihak

    d. Terdapat penyelewengan diantara salah satu anggota arbiter

    e. Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok peraturan prosedur

    BASYARNAS

    f. Putusan tidak memuat dasar-dasar alasan yang menjadi landasan pengambilan

    putusan.

    Terhadap putusan arbitrase syariah yang tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak

    secara sukarela, maka sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengadilan agama yang

    berwenang untuk memerintahkan pelaksanaan putusan tersebut. Karena badan arbitrase

    Universitas Sumatera Utara

  • sendiri tidak punya kewenangan untuk menjalankan atau mengeksekusi putusannya

    sendiri.

    Sesuai ketentuan Pasal 61 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dan juga Surat

    Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 8 Tahun 2008 Tentang Eksekusi Putusan

    Arbitrase Syariah, maka putusan Arbitrase Syariah akan dilaksanakan berdasarkan

    perintah Ketua Pengadilan Agama atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.

    Ada satu hal apabila dicermati akan menimbulkan kesimpang siuran dalam peraturan

    yang ada mengenai pelaksanaan putusan arbitrase ini. Pelaksanaan putusan arbitrase

    membutuhakan pengadilan agar putusan arbitrase dapat dieksekusi dan pada umumnya

    pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa kembali putusan arbitrase. Hal

    ini bertentangan dengan diterbitkannya SEMA No. 8 Tahun 2008, yang pada angka 4

    menyebutkan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan

    secara sukarela, maka putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah ketua

    pengadilan yang berwenang atas permohonan salha satu pihak yang bersengketa.

    Sedangkan dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 3 tahun 2006 dikatakan bahwa

    Pengadilan Agama juga bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

    menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah, ketua pengadilan agama yang

    berwenang memerintahkan pelaksanaan putusan badan arbitrase syariah.

    Dengan adanya peraturan yang bertentangan tersebut, maka Mahkamah Agung pada

    Tahun 2010 mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 8 Tahun 2010 yang

    menyatakan angka 4 SEMA No.8 Tahun 2008 tidak berlaku lagi sehingga tidak perlu

    khawatir untuk menyelesaikan sengketa melalui BASYARNAS.

    Universitas Sumatera Utara

  • Selanjutnya dalam melaksanakan eksekusi terhadap putusan Arbitrase Syariah

    tersebut, pengadilan agama selain harus memedomani ketentuan-ketentuan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku, secara teknis juga harus memperhatikan ketentuan-

    ketentuan yang terdapat dalam SEMA No. 8 Tahun 2008 yang secara khusus mengatur

    tentang pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase syariah oleh pengadilan agama. Aturan

    yang menurut SEMA yang harus diikuti oleh ketua pengadilan agama adalah:

    1. Putusan arbitrase Syariah baru dapat dilaksanakan apabila ketentuan dalam Pasal 59

    Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 telah dipenuhi, yaitu:

    a. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan

    diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan

    didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Agama yang

    daerah hukumnya

    b. Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan

    dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir

    putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang

    menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran.

    c. Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan

    sebagaimana arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan Agama.

    d. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat

    putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.

    e. Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran dibebankan

    kepada para pihak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Perintah melaksanakan putusan Badan Arbitrase Syariah tersebut diberikan dalam

    waktu paling lama 30 hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada Panitera

    Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon dalam

    Penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah.

    3. Ketua Pengadilan Agama sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa

    terlebih dahulu apakah:

    a. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah

    dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak

    b. Sengketa yang diselesaikan tersebut adalah sengketa di bidang ekonomi syariah

    dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-udangan

    dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa

    c. Putusan Badan Arbitrase Syariah tidak bertentangan dengan prinsip Syariah

    d. Dihapuskan sesuai dengan SEMA No. 8 tahun 2010

    e. Perintah ketua Pengadilan Agama ditulis pada lembar asli dan salinan autentik

    putusan Badan Arbitrase Syariah yang dikeluarkan

    f. Putusan badan Arbitrase Syariah yang telah dibubuhi perintah ketua pengadilan

    agama dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan yang telah

    mempunyai kekuatan hukum tetap.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Pengaturan penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia pada saat ini telah

    memiliki kejelasan. Tidak ada lagi keraguan bagi para pihak ketika terjadi sengketa

    pada mereka. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa memberikan titik terang atas penyelesaian sengketa yang

    dapat dipilih di luar pengadilan melalui Badan Arbitrase Syariah.Kemudian Undang-

    Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun

    Peradilan Agama ditujukan untuk penyelesaian sengketa di dalam peradilan

    khususnya Peradilan Agama. Peraturan ini juga memperjelas atas bagaimana

    pengeksekusian atas putusan badan arbitrase. Dengan itu jelaslah bahwa Peradilan

    Agama yang memiliki wewenang sebagai eksekutor. Kemudian Undang-Undang No.

    21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah secara khusus mengatur mengenai

    Perbankan Syariah dan mengenai penyelesaian sengketa. Di dalam peraturan ini

    terdapat penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dan non-litigasi;

    musyawarah/negosiasi, mediasi dan pengadilan negeri.

    2. Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah tidak jauh berbeda dari bentuk

    acara yang dipergunakan lembaga-lembaga sebelumnya. Hukum acara yanng

    dipergunakan di pengadilan agama tetap menggunakan hukum acara perdata

    umumnya demikian juga dengan pengadilan negeri. Di jalur non-litigasi,

    musyawarah/negosiasi proses yang dipergunakan tetap sama. Proses mediasi sedikit

    berbeda dengan mediasi lainnya. Proses ini disebut mediasi perbankan yang

    pengaturannya melalui Peraturan Bank Indonesia dimana Bank Indonesia sebagai

    Universitas Sumatera Utara

  • mediatornya. Dalam bentuk arbitrase, Badan Arbitrase Syariah lah yang

    dipergunakan.

    3. Badan Arbitrase Syariah merupakan perubahan dari Badan Arbitrase Muamalat

    Indonesia. Badan ini merupakan badan permanen yang secara institusional dibentuk

    secara khusus menangani perkara ekonomi syariah di luar persidangan. Putusan yang

    dikeluarkan oleh Badan ini hanya dapat di lanjutkan pengeksekusiannya melalui

    ketua pengadilan agama.

    B. Saran 1. Pilihan setiap orang untuk menyelesaikan perkara atas sengketa yang ada adalah

    kebebasan setiap orang diawal perjanjian yang dibuatnya. Pilihan melalui jalur

    pengadilan ataupun diluar pengadilan sudah ada di peraturan yang dibuat oleh

    pemerintah. Sudah selayaknya apabila terjadi sengketa yang ada maka

    penyelesainnya di selesaikan melalui syariah, hal ini ditujukan terhadap penyelesaian

    di Pengadilan Negeri. Walaupun ini adalah pilihan, bukan suatu kewajiban, para

    pihak sebaiknya tunduk dan ikut dalam peraturan yang ada.

    2. Jalur non-litigasi merupakan jalur terbaik yang dapat dipilih oleh para pihak untuk

    menyelesaikan sengketa syariah. Selain proses yang cepat, para pihak dapat

    mengambil keputusan yang memang sebaik-baiknya bagi mereka. Dari segi biaya,

    jalur non-litigasi juga lebih murah dibanding jalur litigasi yang akan memakan biaya

    lebih besar.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Ketakutan akan tidak dapatnya dijalankan putusan yang dibuat oleh badan arbitrase

    kini sudah terjawab. Ketua pengadilan agama adalah yang berwenang untuk

    menjalankannya. Udang-undang No. 3 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-

    Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah memberikan kewenangan

    pengadilan Agama untuk memeriksa, mengadili dan bahkan memberikan putusan atas

    sengkera ekonomi syariah. Maka kerja sama antara BASYARNAS dan Pengadilan

    Agama dapat dijalin baik sehingga akan tercapai penegakkan hukum sesuai yang

    diinginkan.

    Universitas Sumatera Utara