BAB III-kwn2.docx

10
BAB III ANALISIS PERMASALAHAN A. Pembahasan Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara- negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya. 1. Definisi  Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga  pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh  Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun  pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan

Transcript of BAB III-kwn2.docx

Page 1: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 1/10

BAB III 

ANALISIS PERMASALAHAN 

A. Pembahasan 

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-

negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan

Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada

era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di

Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang

mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka

umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,

seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai

kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan

terbaiknya.

1.  Definisi 

Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta

(harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikansebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa

kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di

mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja

dan upah yang diperoleh.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti

definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar 

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga

 pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral.

Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena

minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun

 pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan

Page 2: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 2/10

ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah

ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga

mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih

dikenal dengan kemiskinan struktural.

Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal

tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga

mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di

 penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga

mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan

aspirasi.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh

negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris

dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-

an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum

miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani

yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka

umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,

seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,

terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an

Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar 

 penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi

 bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta

orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,

kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut

apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk 

memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

Page 3: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 3/10

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan

namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin

kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak 

mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain

yang membantunya.

1.  Indikator-indikator Kemiskinan 

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail

indikator-indikator kemiskinan tersebut.

Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat

Statistika, antara lain sebagi berikut:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,

sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan

keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang

 berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban

kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

Page 4: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 4/10

1.  Penyebab Kemiskinan 

Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah

Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:

a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global. 

Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita

 bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau

 produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu

 pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita

akan turun beriringan.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan

 pendapatan per-kapita:

a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.

 b) Politik ekonomi yang tidak sehat.

c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:

Rusaknya syarat-syarat perdagangan

Beban hutang

Kurangnya bantuan luar negeri, dan

Perang

b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. 

Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh

karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung

Page 5: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 5/10

dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang

 bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal

c. Biaya kehidupan yang tinggi. 

Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat

dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya

kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh

karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan

 banyaknya pengangguran.

d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata. 

Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan

keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber 

 pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak 

negara.

1.  Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia 

Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program

Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan

Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord

scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan

 pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah

negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier 

Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah

Kamboja.

Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun

ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).

Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01

 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika

 periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%)

Page 6: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 6/10

menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya

(2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005

dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006

 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%)

 berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).

Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi

 jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100

kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-

kapita per bulan.

1.  Penjelasan Teknis dan Sumber Data 

Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan

 penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1

September 2006, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan

dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan

dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan

 pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk 

yang berada di bawah garis kemiskinan.

 b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua

komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan

Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk 

daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki

rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.

c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas

(Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai

Page 7: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 7/10

informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 

(SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-

masing komoditi pokok bukan makanan.

1.  Tantangan Kemiskinan di Indonesia 

Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya

tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan

masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana

yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia

 pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari

Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan

Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari

Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih

 besar dibanding negara ASEAN lainnya.

Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk 

miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National

Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia

termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu

 juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan

yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak 

kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan

gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan

Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).

Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran

yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari

kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam

 penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif 

singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional

terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika

 pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat

Page 8: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 8/10

 berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa

menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

1.  Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan

Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan

 penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional.

Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah

daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.

Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapaiTujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan

(SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders

 pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah

membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama

 penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi

kemiskinan.

Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:

a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air 

 bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii)

 pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi

sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan

instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .

 b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan

untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan

revitalisasi industri.

Page 9: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 9/10

c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan

antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk 

tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis

 bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.

Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan

diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23  –  25 Februari 1998.

Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada

upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah

garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada

wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan,

ataupun haluan politik.

Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan

dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli

melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/

Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud

adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen NilaiTukar Beras”. 

B. Kesimpulan dan Saran 

1. Kesimpulan 

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,

dapat disimpulkan sebagai berikut:

Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita

terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam

artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka

kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya

kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit

sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika

Page 10: BAB III-kwn2.docx

7/22/2019 BAB III-kwn2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-kwn2docx 10/10

terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini

masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan

mencapai hasil yang seminimal mungkin.

2. Saran 

Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang

lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk 

meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di

dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan

kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang

standarnya adalah standar global.

DAFTAR PUSTAKA 

 Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka

Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.

Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press

Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.

www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html

www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html

http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html

http://lowongankerja-terbaru.info/vacancy/kewarganegaraan_politik_dan_strategi_nasional