BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa...

13
10 BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH Ranjabar (2006) mendefinisikan sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial dipengaruhi oleh (Slamet 2001 dalam Ranjabar 2006) : 1. Ekologi, tempat dan geografi dimana masyarakat itu berada. 2. Demografi, yaitu menyangkut populasi, susunan dan ciri-ciri 3. Kebudayaan, yaitu menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan norma-norma dalam masyarakat. 4. Kepribadian, yaitu meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan ciri- ciri psikologis masyarakat 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait dengan pengembangan wisata sangat penting untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutannya (Gursoy, Chi, and Dyer 2009). Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai sistem sosial pengembangan wisata alam di Kawasan Gunung Salak Endah, Perlu dilihat juga kondisi fisik, biologi, demografi, kebudayaan, kepribadian serta sejarah perkembangan masyarakat Gunung Salak Endah. 3.1. Kondisi Fisik Kawasan 3.1.1. Letak dan Luas Wilayah kawasan GSE secara geografis terletak pada 106 o 36’ 30’’ BT sampai 106 o 45’ 55’’ BT dan 6 o 31’ 0’’ LS sampai 6º 47’ 15’’ LS. Luas keseluruhan wilayah kawasan GSE adalah 168,8 km 2 , meliputi Kecamatan Pamijahan dengan luas 80,9 km 2 , Kecamatan Ciampea 55,6 km 2 dan Kecamatan Tamansari 33,2 km 2 . Kecamatan Pamijahan mempunyai luas yang paling besar yaitu 47% dari luas seluruh kawasan sekaligus dijadikan sebagai kawasan inti dari kegiatan rencana penataan kawasan GSE.

Transcript of BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa...

Page 1: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

10

BAB III

KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH

Ranjabar (2006) mendefinisikan sosial dalam arti masyarakat atau

kemasyarakatan sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup

bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang

didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial dan aspirasi

hidup serta cara mencapainya. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial

dipengaruhi oleh (Slamet 2001 dalam Ranjabar 2006) :

1. Ekologi, tempat dan geografi dimana masyarakat itu berada.

2. Demografi, yaitu menyangkut populasi, susunan dan ciri-ciri

3. Kebudayaan, yaitu menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan

norma-norma dalam masyarakat.

4. Kepribadian, yaitu meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan ciri-

ciri psikologis masyarakat

5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut.

Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait dengan

pengembangan wisata sangat penting untuk mendukung keberhasilan dan

keberlanjutannya (Gursoy, Chi, and Dyer 2009). Oleh karena itu, untuk

mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai sistem sosial

pengembangan wisata alam di Kawasan Gunung Salak Endah, Perlu dilihat juga

kondisi fisik, biologi, demografi, kebudayaan, kepribadian serta sejarah

perkembangan masyarakat Gunung Salak Endah.

3.1. Kondisi Fisik Kawasan

3.1.1. Letak dan Luas

Wilayah kawasan GSE secara geografis terletak pada 106o 36’ 30’’ BT

sampai 106o

45’ 55’’ BT dan 6o

31’ 0’’ LS sampai 6º 47’ 15’’ LS. Luas

keseluruhan wilayah kawasan GSE adalah 168,8 km2, meliputi Kecamatan

Pamijahan dengan luas 80,9 km2, Kecamatan Ciampea 55,6 km

2 dan Kecamatan

Tamansari 33,2 km2. Kecamatan Pamijahan mempunyai luas yang paling besar

yaitu 47% dari luas seluruh kawasan sekaligus dijadikan sebagai kawasan inti dari

kegiatan rencana penataan kawasan GSE.

Page 2: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

11

Batas-batas Kawasan GSE secara administratif adalah :

1. Kecamatan Rancabungur di sebelah Utara

2. Kota Bogor, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Cijeruk di sebelah Timur

3. Kabupaten Sukabumi di sebelah Selatan

4. Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cibungbulang di sebelah Barat

3.1.2. Topografi

Ketinggian kawasan GSE berkisar antara 600 – 800 m dpl. Kemiringan

lapang bervariasi mulai dari landai sampai dengan sangat curam. Kemiringan

Hutan Gunung Salak berkisar 25% - 60% (Hidayat 2003).

3.1.3. Iklim dan Hidrologi

Sebagian besar wilayah Kawasan GSE merupakan daerah berhutan.

Berdasarkan tipe iklim Schmidt dan Ferguson 1951, Kawasan GSE memiliki tipe

iklim A. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2000 – 4000 mm/th. Curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan Pebruari sebesar 550 mm dan terendah pada bulan

Agustus sebesar 200 mm. Suhu harian rata-rata di Kawasan GSE adalah 22oC –

27oC. Kawasan GSE merupakan hulu dari beberapa sungai besar diantaranya

sungai Cikuluwung, Cigamea, dan Ciapus. Sungai Cikuluwung alirannyanya

berasal dari Kawah Ratu sehingga airnya berwarna kemerahan karena

mengandung belerang. Sedangkan air Sungai Cigamea berasal dari Kaki Gunung

Salak sehingga airnya jernih dan anak sungainya banyak dimanfaatkan oleh

penduduk di sekitar sungai (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2003).

3.1.4. Tanah

Risalah Tanah tahun 1996 dalam buku RPKH KPH Bogor tahun 1997–2006

menyatakan jenis-jenis tanah yang terdapat di Kawasan Gunung Salak Endah

antara lain asosiasi regosol coklat dan regosol kelabu, Asosiasi latosol coklat dan

latosol coklat kekuningan, Asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat,

Latosol coklat tua kemerahan, Kompleks regosol kelabu dan latosol, Andosol

coklat kekuningan, serta Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat. Dilihat dari

faktor kesuburannya, tanah di Gunung Salak termasuk dalam kelas sedang hingga

sangat subur.

Page 3: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

12

3.1.5. Aksesibilitas

Kawasan GSE dapat dicapai melalui beberapa jalur dengan kondisi jalan

sudah baik berupa jalan aspal, dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan

umum, sepeda motor, maupun mobil pribadi dengan jarak relatif pendek jika

dijangkau dari kota Bogor (Tabel 4).

Tabel 4 Jalur/rute perjalanan menuju GSE dan Panjang Jarak Tempuh

No Rute Jarak dari Bogor (Km)

1

2

3

4

5

Bogor-Ciomas-Gunung Bunder-GSE

Bogor-Cinangneng-Gunung Bunder-GSE

Bogor-Cikampak-Gunung Bunder-GSE

Bogor-Cibatok-GSE

Bogor-Cemplang-GSE

26

32

29

26

30 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2003)

3.2. Kondisi Biologi Kawasan

3.2.1. Flora

Hutan-hutan di Gunung Salak terdiri dari hutan pegunungan bawah

(submontane forest) antara 1000 – 1500 m dpl dan hutan pegunungan atas

(montane forest) antara 1500 – 1800 m dpl. Vegetasi didominasi oleh vegetasi

hutan hujan tropika. Sebagaimana umumnya hutan pegunungan bawah di Jawa,

terdapat pula jenis-jenis pohon Puspa (Schima wallichii), Saninten (Castanopsis

sp.), Pasang (Querqus sp.) dan aneka jenis Huru (suku Lauraceae) (TNGHS

2007).

Bagian bawah kawasan hutan, semula merupakan hutan produksi yang

ditanami oleh Perum Perhutani. Jenis – jenis yang ditanam antara lain Pinus

(Pinus merkusii), Rasamala (Altingia excelsa) dan Puspa (Schima walichii). Pada

daerah-daerah perbatasan dengan hutan atau di dekat sungai, banyak ditanam

jenis-jenis Kaliandra merah (Calliandra calothyrsus), Dadap cangkring (Erythrina

variegata), Kayu Afrika (Maesopsis eminii), Sengon (Paraserianthes falcataria)

dan berbagai macam bambu.

3.2.2. Fauna

Beberapa jenis burung penting yang terdapat di GSE adalah Elang Jawa

(Spizaetus bartelsii), Elang Ular, Elang Hitam serta Ayam Hutan Merah (Gallus

gallus). Beberapa jenis mamalia penting seperti Macan Tutul (Panthera pardus),

Trenggiling (Manis javanica), Owa Jawa (Hylobates moloch) dan Surili

Page 4: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

13

(Presbytis comata) yang merupakan spesies primata endemik pulau Jawa

(TNGHS 2007).

Jenis-jenis reptil, terutama kadal dan ular, terdapat di gunung ini diantaranya

Bunglon (Bronchocela jubata) dan B. cristatella, Kadal Kebun (Maboya

multifasciata), Ular Tangkai (Calamaria sp.), Ular Siput (Pareas carinatus) serta

Ular Sanca Kembang (Python reticulatus). Berbagai jenis katak dan kodok yang

masih dapat ditemui di kawasan ini yakni Bufo asper, B. melanostictus,

Leptobrachium hasseltii, Fejervarya limnocharis, Huia masonii, Limnonectes

kuhlii, L. macrodon, L. microdiscus, Rana chalconota, R. erythraea dan R. Hosii.

3.3. Demografi

Penduduk Desa Gunung Sari berjumlah 12.347 jiwa dengan 6.406 laki-laki

dan 5.941 perempuan serta 3.061 kepala keluarga dengan kepadatan 2.148

jiwa/Km2 (Monografi Desa Gunung Sari 2008). Untuk RW 09, jumlah

penduduknya sekitar 300 kepala keluarga, dan jumlah hak pilih sekitar 384 orang.

Sedangkan di RW 08 jumlahnya sekitar 400 kepala keluarga. Tidak ada data yang

pasti mengenai jumlah penduduk maupun asal penduduk. Jumlah penduduk Desa

Gunung Bunder 2 8.923 jiwa, jumlah kepala keluarga 1.754 KK, kepadatan 1.943

jiwa/Km2 (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2007). Perbandingan antara

masyarakat Desa Gunung sari dengan jenis kelamin laki-laki jumlahnya sedikit

lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan (52% :

48%), sedangkan di Desa Gunung Bunder 2 hampir sama (49,7% : 50,3%).

Tetapi secara umum komposisi laki-laki dan perempuan hampir sama (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Desa Jenis Kelamin Total

Laki-Laki Perempuan

1 Gunung Sari 6.406 5.941 12.347

2 Gunung Bunder 2 4.435 4.488 8.923 Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Penduduk Desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2 mayoritas (99%)

beragama Islam (Tabel 6), sehingga, perilaku kehidupan sehari-hari semuanya

berpedoman pada agama tersebut. Pemuka agama, dalam hal ini ”kyai atau alim

ulama” memegang peranan penting dalam mengatur dan mengontrol perilaku

masyarakat.

Page 5: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

14

Tabel 6 Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan Desa Gunung Sari

dan Gunung Bunder

No Desa Agama Jumlah

(orang) Islam Kristen Budha Hindu Lain-

lain Katolik Protestan

1 Gunung

sari

12.341 3 3 - - - 12.347

2 Gunung

bunder II

8.562 - 6 - - - 8.556

Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Identifikasi sumberdaya manusia berdasarkan klasifikasi umur, berkaitan

erat dengan identifikasi angkatan kerja dan keterlibatan angkatan kerja dalam

pengembangan wisata alam di kawasan tersebut. Komposisi usia produktif (13 –

55 tahun) di Desa Gunung Sari hampir sama dengan usia non produktif (0-12

tahun dan 56 tahun ke atas) (54% : 46%). Sedangkan di Desa Gunung Bunder 2

kelompok usia produktif lebih besar dibandingkan kelompok usia tidak produktif

(64%:36%) (Tabel 7). 99% responden yang terlibat dalam pengembangan wisata

alam di GSE berada pada kisaran umur 25 – 55 tahun.

Tabel 7 Komposisi Penduduk menurut Usia

Desa Usia Total

0 -6 7 -12 13 - 18 19 - 24 25 - 55 56 - keatas

Gunung Sari 2.098 1.866 1.499 2.065 2.991 1.722 12.241

Gunung Bunder II 1.224 1.220 1.395 995 2.895 566 8.295

Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Pola penggunaan lahan di Desa Gunung Sari lebih didominasi oleh sawah,

hutan dan fasilitas umum, sedangkan di Desa Gunung Bunder 2 didominasi oleh

sawah dan bangunan (Tabel 8). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pola

penggunaan lahan untuk fasilitas umum berupa obyek wisata, villa dan resort-

resort dan hutan sebagian besar terletak di Kampung Lokapurna.

Tabel 8 Pola Penggunaan Lahan

Desa Penggunaan Lahan (ha)

Total Sawah Bangu

nan

Kebun Ladang Perkebunan Fasilitas

umum

Hutan

Gunung

Sari

349,230 44,030 - - - 263,12 335 991.38

Gunung

Bunder II

200,62 95,134 35 35 35 0,080 - 400.834

Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Page 6: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

15

Tanah di Desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2 sebagian besar masih

belum memiliki sertifikat karena statusnya merupakan tanah adat, yaitu tanah

peninggalan nenek moyang tapi tidak jelas kepemilikannya. Masyarakat saat ini

hanya sebagai penggarap. Di Desa Gunung Sari terdapat tanah yang statusnya

adalah milik negara, dalam hal ini milik Departemen Kehutanan, yaitu tanah yang

berada di Kampung Lokapurna (Tabel 9). Walaupun begitu, saat ini tanah

tersebut sudah berubah kepemilikannya, yang awalnya adalah tanah garapan

masyarakat veteran tapi saat ini sudah banyak dibangun villa atau resort.

Perpindahan hak garap tersebut terjadi secara ilegal. Orang yang berminat

membeli tanah bisa langsung menghubungi pemilik tanah sebelumnya dan

langsung melakukan transaksi.

Tabel 9 Status Tanah di Wilayah Desa Gunung Sari dan Desa Gunung Bunder 2

Desa Status Tanah (ha)

Tanah Milik

Bersertifikat

Tanah Milik

Belum

Bersertifikat

Tanah

Negara

Tanah

Milik Adat

Tanah

Engendom

Gunung Sari 22,32 404,92 265 427,240 -

Gunung Bunder II 6 360,450 - 360,450 20

Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Salah satu faktor yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam

pengembangan wisata, adalah tingkat pendidikan. Pada dasarnya, semakin tinggi

pendidikan formal yang dicapai seseorang maka keinginan untuk terlibat akan

semakin tinggi karena orang tersebut memiliki pemikiran dan kreatifitas yang

tinggi pula (Brahmantyo dan Kusmayadi 1999; Wulaningsih 2004). Pencatatan

data dan informasi mengenai tingkat pendidikan di Desa Gunung Bunder 2 masih

belum dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya data mengenai hal

tersebut dalam monografi desa (Tabel 10). Berdasarkan hasil wawancara,

sebagian besar penduduk Desa Gunung Bunder 2 tidak tamat sekolah dasar.

Hampir 25% penduduk tidak bisa membaca dan menulis. Masyarakat asli Desa

Gunung Sari kondisi tingkat pendidikannya hampir sama dengan masyarakat asli

Desa Gunung Bunder 2. Kondisi tingkat pendidikan di Kampung Lokapurna

relatif lebih tinggi. Tidak ada data pasti mengenai hal tersebut, akan tetapi

berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW di kampung Lokapurna, sebagian

besar masyarakat sudah lulus Sekolah Menengah Pertama dan cukup banyak yang

mengenyam bangku perguruan tinggi.

Page 7: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

16

Tabel 10 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

No. Pendidikan Desa

Gunung Sari Gunung Bunder 2

Belum sekolah -

Tidak tamat sekolah 4.638 -

Tamat SD/sederajat 796 -

Tamat SLTP/sederajat 512 -

Tamat SLTA/sederajat 205 -

Tamat akademi/sederajat 28 -

Tamat perguruan tinggi 80 7

Buta huruf - - Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Keterangan : ( - ) Tidak ada data

Pencapaian tingkat pendidikan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh

ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Desa Gunung Sari memiliki sarana

pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Menengah

Atas, sedangkan Desa Gunung Bunder 2 hanya memiliki sarana pendidikan untuk

tingkat Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar (Tabel 11).

Tabel 11 Sarana Pendidikan yang Ada

Desa Sarana Pendidikan

Total TK SD/MI SLTP/MT SMU/MA

Gunung Sari 1 6 1 2 10

Gunung Bunder II 1 4 - - 5

Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Pendapatan masyarakat Desa Gunung Sari, khususnya di Kampung

Lokapurna umumnya lebih besar dibandingkan masyarakat Desa Gunung Bunder

2. Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat Kampung Lokapurna adalah diatas

Rp 750.000,-, sedangkan masyarakat Desa Gunung Bunder 2 sebagian besar

dibawah Rp 500.000,-. Di Kampung Lokapurna, penduduknya sebagian besar

memiliki pekerjaan lain selain menjadi petani. Mereka ada yang menjadi

pemandu wisata, pengurus villa, berdagang makanan dan minuman di hari sabtu

dan minggu, dan lain sebagainya. Sedangkan masyarakat di Desa Gunung Bunder

pada umumnya hanya memiliki satu mata pencaharian saja.

Tabel 12 Jumlah Penduduk menurut Jenis Pekerjaan

No. Pekerjaan Desa

Gunung Sari Gunung Bunder 2

Petani pemilik tanah 3.524 1.450

Petani penggarap tanah 275 50

Buruh tani 436 700

Page 8: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

17

No. Pekerjaan Desa

Gunung Sari Gunung Bunder 2

Pengusaha 2. 785 -

Pengrajin 9 7

Industri kecil 9 -

Buruh industri kecil 448 -

Pertukangan 150 20

Buruh pertambangan 3 -

Pedagang 745 250

Pengemudi/jasa 68 20

Pegawai negeri sipil 8 6

TNI/POLRI 4 2

Pensiunan/purnawirawan 35 7

Lain-lain 386 -

Jumlah 8885 2512 Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan objek wisata GSE

sebagian besar bekerja sebagai pedagang, namun ada yang hanya berdagang di

saat hari libur, serta pada hari sabtu dan minggu. Bentuk ketergantungan

masyarakat terhadap kawasan GSE adalah pada pemanfaatan sumberdaya alam

dan lahan sebagai tempat tinggal. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata

adalah dengan menyediakan kebutuhan pengunjung seperti menyediakan

penginapan, warung makan dan menjadi pemandu wisata.

Masyarakat Desa Gunung Sari pada umumnya memiliki kendaraan sendiri

berupa motor dan mobil. Angkutan umum sangat jarang melalui Kampung

Lokapurna, kecuali pada saat jumlah pengunjung cukup banyak. Masyarakat

Desa Gunung Bunder 2, sangat tergantung pada keberadaan ojeg dan sepeda

sebagai sarana transportasi. Hal ini dikarenakan angkutan umum tidak mencapai

seluruh wilayah desa, hanya sampai jalan utama dekat perbatasan antara Desa

Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2.

Tabel 13 Sarana Angkutan Umum yang Terdapat di Desa

Desa Angkutan Umum Total

Angkot Ojeg Sepeda

Gunung Sari 48 175 - 223

Gunung Bunder II 21 239 70 330

Sumber : Data Monografi Desa Gunung Sari (2008) dan Desa Gunung Bunder 2 (2007)

Page 9: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

18

3.4. Kepribadian dan Kebudayaan Masyarakat

Masyarakat yang hidup di sekitar lokasi objek di GSE, terdiri dari

masyarakat asli dan masyarakat pendatang, baik yang berasal dari masyarakat

veteran, desa sekitar maupun yang berasal dari kabupaten lain di Jawa Barat.

Masyarakat asli Desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2 adalah masyarakat

Sunda. Di wilayah Desa Gunung Sari di luar Kampung Lokapurna dan di Desa

Gunung Bunder 2 hanya sedikit para pendatang yang tinggal. Masyarakat lokal

Kampung Lokapurna sebenarmya bukanlah masyarakat asli GSE. Mereka adalah

keturunan dari para veteran yang dulu membuka dan menggarap kawasan

tersebut. Saat ini, di wilayah Kampung Lokapurna ada sekitar 120 villa. Para

pendatang tersebut menguasai hampir 50% lebih lahan di wilayah Lokapurna.

Sebagian besar para pendatang tersebut merupakan orang-orang yang memiliki

modal dan kekuasaan sangat besar sehingga mereka memiliki peran yang sangat

penting dalam pengembangan wisata di GSE.

Karakteristik masyarakat yang tinggal di Gunung Bunder 2 dan Gunung

Sari tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti dalam kegiatan ekonomi

dan sosial budaya. Keduanya dipengaruhi oleh kondisi alam berupa alam

pegunungan. Tradisi masyarakat sekitar kawasan GSE dipengaruhi oleh

kebudayaan Sunda dan agama Islam seperti dalam berbagai acara adat

perkawinan, pemakaman, sunatan dan lain-lain. Di setiap kampung terdapat

kelompok pengajian yang terdiri dari ibu-ibu atau remaja putri setempat.

Kerjasama anggota masyarakat dalam bidang kemasyarakatan masih terjalin

dengan baik. Hal ini tercermin dari adanya kegiatan gotong royong dalam

pembangunan sarana prasarana untuk kegiatan umum dan keagamaan, terutama

pada saat upacara keagamaan. sedangkan kegiatan ekonomi cenderung dilakukan

secara individual.

Kebudayaan dan hasil tradisi setempat yang sudah dikembangkan berupa

makanan dan minuman khas GSE, bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata serta Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yaitu Sekolah Tinggi Ilmu

Pariwisata (STIP) Trisakti Jakarta. Masyarakat saat ini mengenal makanan berupa

dodol talas, bolu pisang, dan kue tape yang dijual oleh masyarakat setempat

kepada pengunjung. Minuman khas yakni bajigur yaitu minuman aroma jahe yang

Page 10: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

19

dicampur dengan santan kelapa dan diberi pemanis berupa gula merah. Sejumlah

kerajinan tangan anyaman bambu dan kayu banyak dijual oleh masyarakat dan

diarahkan sebagai cinderamata khas Gunung Salak Endah.

Perubahan sosial yang terjadi di Desa Gunung Sari, terutama Kampung

Lokapurna berjalan relatif cepat. Hal ini disebabkan adanya perkembangan

kegiatan wisata di wilayah tersebut. Perubahan yang terjadi diantaranya

perubahan pola usaha dari bidang pertanian menjadi sektor lain seperti jasa,

perdagangan dan lainnya, dan perubahan sistem gotong royong dalam usaha

pertanian menjadi sistem upah. Selain itu sifat toleransi sosial mulai berkurang

dan munculnya sikap eksploitatif (Brahmantyo 1999). Berdasarkan hasil

wawancara dan pengamatan di lapangan, perubahan sosial tersebut tidak terlalu

terlihat di Desa Gunung Bunder 2. Perubahan yang paling terasa adalah

berubahnya sistem dalam usaha pertanian yang awalnya adalah sistem gotong

royong menjadi sistem upah. Untuk sifat toleransi dan pola usaha tidak terjadi

banyak perubahan.

Masyarakat asli Desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2 memiliki sifat

yang agak berbeda dengan masyarakat veteran di Kampung Lokapurna. Sebagian

besar masyarakat asli bersikap pasrah apabila berada dalam kondisi susah.

Sedangkan masyarakat veteran lebih memiliki keinginan untuk meningkatkan

taraf hidupnya. Di Desa Gunung Bunder 2 juga banyak terjadi pengambil alihan

lahan. Hal ini dikarenakan sifat masyarakat desa yang cenderung mengutamakan

kebanggaan dibandingkan kebutuhan hidup. Masyarakat Gunung Bunder 2

memiliki istilah “Biar Tekor Asal Kesohor”, yang maksudnya mereka tidak

masalah apabila hidup dalam kesusahan atau kekurangan asal mereka bisa

membanggakan diri kepada yang lain. Jadi apabila mereka akan melaksanakan

pesta, mereka akan menjual tanahnya untuk modal pesta tersebut. Kemudian,

agar dipandang oleh orang lain banyak yang mengorbankan tanah untuk dibelikan

motor. Lahan-lahan yang telah dibeli oleh orang luar tetap digarap oleh

masyarakat lokal Gunung Bunder 2, sedangkan para pendatang tersebut tetap

tinggal di daerahnya masing-masing (lahannya untuk investasi). Para penggarap

tersebut sebagian ada yang mendapatkan upah menggarap dari pemilik lahan dan

ada juga yang menggunakan sistem bagi hasil.

Page 11: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

20

Sikap masyarakat di kawasan GSE sangat terbuka terhadap pengunjung atau

orang luar daerahnya. Hal ini ditunjukkan dari sikapnya yang ramah saat diminta

bantuan padanya. Mereka antusias dalam mendukung program-program kelurahan

seperti siskamling, dengan demikian kondisi keamanan terjamin. Hal tersebut

bisa dilihat dari data rendahnya tingkat pencurian dan gangguan terhadap

kemanan dan ketertiban masyarakat (KAMTIBMAS).

3.5. Sejarah Perkembangan Masyarakat Gunung Salak Endah

Wilayah GSE mencakup enam desa, yakni Desa Gunung Sari, Gunung

Bunder 2, Gunung Picung, Ciasmara, Ciasihan dan Pamijahan, yang termasuk

kedalam Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Masyarakat ini merupakan

penduduk asli yang sudah mendiami kawasan sekitar hutan Gunung Salak. Di

Desa Gunung Sari, terdapat kelompok masyarakat pendatang yang menetap di

sekitar kawasan wisata GSE dikenal dengan masyarakat Lokapurna yakni

masyarakat yang berasal dari anggota veteran/mantan pejuang 1945.

Masyarakat Lokapurna mulai mendiami kawasan yang statusnya adalah

tanah negara sejak tahun 1967, tepatnya di Kampung Lokapurna RW 08 dan RW

09, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan. Kegiatan yang dilakukan yaitu

menggarap lahan di Kawasan Gunung Salak seluas 256 Ha sebagai lahan

pertanian. Penempatan dan penggarapan lahan tersebut diresmikan pada tanggal

10 Agustus 1967 (diperingati sebagai hari ulang tahun Lokapurna).

Kronologis terbangunnya Lokapurna dimulai saat Seksi Legiun Veteran

R.I. Cibungbulang mengajukan permohonan kepada KPH Bogor untuk

menggarap lahan di Blok Rawalega, Rawa Tumpak dan Pasir Malang RPH

Gunung Bunder, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor. Pihak KPH Bogor

mengeluarkan surat pada Tanggal 5 Juni 1967 No. 706/XV/10/Bgr yang isinya

mengabulkan permohonan dan memberikan lahan seluas seluas 70 Ha. Sampai

tahun 1981 garapan melebar tidak terkendali menjadi 600 Ha, dan 135 Ha

diantaranya berstatus hutan lindung.

Kondisi ini mendorong pihak Direksi untuk melaporkannya kepada

Menteri Kehutanan saat itu, sehingga pada tahun 1987 Menteri Kehutanan

mengeluarkan Surat Keputusan No. 223/Menhut-VII/1983 Tanggal 28 Nopember

1983 dan No. 293/Menhut-II/87 Tanggal 10 Juli 1987 yang ditujukan kepada

Page 12: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

21

Menteri Pertahanan dan Keamanan menyatakan menyetujui penggunaan kawasan

hutan bagi proyek pertanian Veteran dan Demobilisasi RI ”Lokapurna” dengan

cara tukar-menukar (Ruislag). Pada tahun yang sama melalui surat No. 268/Kpts-

Tanggal 31 Agustus 1987 tentang perubahan status sebagian Hutan Lindung Blok

Rawalega seluas 256 Ha menjadi Hutan Produksi dan 303 Ha tetap menjadi hutan

lindung dan dikembalikan kepada Perhutani.

Persetujuan tukar menukar kawasan Hutan Lokapurna seluas 256,77 Ha

dituliskan dalam surat Menteri Kehutanan yang ditujukan kepada Direksi Perum

Perhutani No. 497/Menhut-II/94 Tanggal 25 April 1994. Para anggota veteran

kemudian membentuk suatu badan pengurus yang bertugas mengurus dan

mengkoordinir pelaksanaan hak garap tersebut. Pada tahun 2000-an pengurus

cabang veteran berkembang menjadi dua kelompok yang berbeda, masing-masing

meng-klaim bahwa mereka yang bertanggung jawab terhadap proses ruislag dan

berbagai administrasi yang berhubungan dengan masalah garap-menggarap lahan

di GSE. Hasil wawancara bersama tokoh masyarakat dan mereka yang terlibat

dalam penggarapan lahan, menunjukkan bahwa mereka tidak merasakan hasil dari

usaha para pengurus cabang veteran. Usulan mereka adalah penyelesaian status

tanah di GSE hanya dapat dilakukan dengan melibatkan instansi terkait yang

berasal dari pusat. Instansi pemerintah yang berwenang yakni Departemen

Kehutanan melalui Perum Perhutani dan TNGHS sebagai pengelola pemilik lahan

kehutanan dan Departemen Pertahanan sebagai pihak yang membawahi

masyarakat veteran. Jika hanya ditangani oleh lembaga atau institusi yang berada

di tingkat daerah atau lokal, maka tidak akan pernah ditemukan penyelesaian,

karena ruislag akan membutuhkan jumlah uang yang tidak sedikit. Di lokasi

penelitian didirikan Kantor Pengelolaan Proyek Lokapurana yang memiliki tugas

(1) Penyelesaian ruislag tanah kehutanan/veteran; (2) Pengukuran perincian

garapan; (3) Pusat informasi; (4) Pengamanan lokasi.

Tabel 14 Kronologis Proses Penyelesaian Status Lahan di Lokapurna

No Tahun Kejadian Keterangan Kondisi/konflik

1 1967 Masyarakat veteran

memohon untuk

menggarap lahan di

Blok Rawa lega RPH

Gunung Bunder tanah

No. 706/XV/10/Bgr

Tanggal 5 Juni

1967

Mengabulkan

permohonan

penggarapan lahan

dengan cara

tumpang sari

seluas 70 Ha.

Page 13: BAB III KONDISI UMUM KAWASAN GUNUNG SALAK ENDAH 3... · 5. Waktu, sejarah, dan latar belakang masa lampau dari masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai perilaku masyarakat lokal terkait

22

No Tahun Kejadian Keterangan Kondisi/konflik

seluas 600 Ha

2 1981

1983 dan

1987

Menyetujui penggunaan

kawasan hutan bagi

proyek pertanian

Veteran dan

Demobilisasi RI

”Lokapurna” dengan

cara tukar-menukar

(Ruislag).

Surat Keputusan

No. 223/Menhut-

VII/1983 Tanggal

28 Nopember 1983

dan No.

293/Menhut-II/87

Tanggal 10 Juli

1987

Pihak Perhutani

mengharapkan

lahannya diganti

dengan cara

ditukar, dan jika

tanah tidak digarap

dalam waktu 3

bulan, maka ijin

garap harus

dikembalikan.

3 1987 Perubahan status

sebagian Hutan Lindung

Blok Rawalega seluas

256 Ha menjadi Hutan

Produksi dan 303 Ha

tetap menjadi hutan

lindung dan

dikembalikan kepada

Perhutani.

Surat No.

268/Kpts- Tanggal

31 Agustus

Luas garapan

melebar tidak

terkendali hingga

mencapai 600 Ha

seluas 135 Ha

diantaranya

berstatus hutan

lindung.

4 1994 Surat Menteri

Kehutanan yang

ditujukan kepada Direksi

Perum Perhutani tentang

persetujuan tukar

menukar kawasan hutan

Lokapurna dan Gunung

Bunder seluas 256,77 Ha

Surat No.

497/Menhut-II/94

tanggal 25 April

1994

Pihak Perhutani

mulai menuntut

kembali lahan

pengganti yang

dijanjikan oleh

pihak Veteran

5 1996 Persetujuan terhadap

tanah calon pengganti di

Sukabumi, atas usulan

pihak Badan Pelaksana

pengembalian hak-hak

veteran RI Propinsi Jawa

Barat.

Surat Menteri

Kehutanan No.

1362/Menhut-

VII/1996 Tanggal 1

Oktober 1996

Penanganan

Perhutani tentang

pihak yang berhak

menyelesaikan

proses tukar

menukar lahan di

GSE

6 2006 Pengendalian oleh

Pemimpin Pusat Legiun

Veteran RI terhadap

Penyelesaian

Pengembalian Hak-Hak

Anggota LVRI atas

Tanah Lokapurna di

Gunung Picung

Kecamatan Pamijahan,

Kabupaten Bogor.

Surat Keputusan

No. SKEP-

75/MBLV/VIII/

10/2006

Tanggal 16

Oktober 2006

Pihak yang

ditunjuk sebagai

penanggungjawab

pelaksana

pengembalian hak-

hak veteran atas

tanah Lokapurna

Gunung Picung,

Bogor belum ada

sosialisasi. Sumber : Hasil wawancara, Wulaningsih (2004), Ulfah (2007)