BAB III ,II
-
Upload
amir-s-adu -
Category
Documents
-
view
70 -
download
0
Transcript of BAB III ,II
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bandar udara
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya,
yang terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus yang selanjutnya
bandar udara umum disebut dengan bandar udara. (Peraturan Menteri
Perhubungan no. KM 11 Tahun 2010)
B. Bagian – bagian bandar Udara
Bagian – Bagian dari bandar Udara yaitu :
1. Runway (landasan pacu), adalah tempat pesawat melakukan take off dan
landing.
2. Taxiway, adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landasan pacu ke
daerah apron dan sebaliknya atau dari landasan pacu ke hangar pemeliharaan.
3. Apron, adalah tempat pesawat mengambil ancang atau pemanasan (turn up
atau warm up), harus diadakan di tempat yang sangat dekat ujung landasan
pacu unuk mengadakan pemeriksaan akhir sebelum lepas landas bagi pesawat
dan juga sebagai tempat menaikkan dan menurunkan penumpang/barang.
4. Holding buy, adalah apron yang relatif kecil yang ditempatkan pada suatu
tempat yang mudah dicapai di bandar udara untuk parkir pesawat sementara.
5. Marking, merupakan tanda – tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan
landasan pacu dan taxiway agar pilot mendapat alat bantu dalam
mengemudikan pesawatnya mendarat ke landasan pacu serta menuju apron
melalui taxiway.
6. Perlampuan, adalah suatu sistem alat bantu navigasi bagi pilot bila keadaan
cuaca buruk dan pada malam hari.
19
C. Bagian – bagian dari Runway
Pada runway, ada beberapa elemen – elemen dasar yaitu :
1. Perkerasan struktural yang berlaku sebagai tumpuan pesawat.
2. Bahu landas, berbatasan dengan perkerasan struktural direncanakan sebagai
penahan erosi akibat air dan semburan jet serta melayani perawatan landasan.
3. Runway safety area (area keamanan landasan), termasuk didalamnya
perkerasan struktural, bahu landas serta area bebas halangan, rata dan
pengaliran airnya terjamin. Area ini harus mampu dilalui peralatan – peralatan
pemadam kebakaran, mobil – mobil ambulans, truk – truk penyapu landasan
(sweeper), dalam keadaan dibutuhkan mampu dibebani pesawat yang keluar
dari perkerasan struktural.
4. Blast Pad, suatu area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada
permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan. Area ini selalu menerima
Jet Blast yang berulang, area ini bisa dengan perkerasan atau ditanami dengan
rumput.
5. Safety Area (perluasan area keamanan), dibuat apabila dianggap perlu,
ukurannya tidak tertentu tergantung kebutuhan.
D. Letak dan Arah Landasan Pacu
Dalam menentukan letak dan arah landasan pacu, perlu diperhatikan beberapa
faktor yang mempengaruhi lokasi yaitu :
1. Pengembangan daerah sekitarnya
Hal ini merupakan faktor yang yang sangat penting, karena kegiatan –
kegiatan Bandar Udara, terutama ditinjau dari kebisingan yang seringkali
merupakan keberatan dari penduduk di sekitar Bandar Udara tersebut. Lokasi
Bandar Udara yang berdekatan dengan daerah permukiman sedapat mungkin
harus dihindarkan.
2. Kondisi atmosfer dan meteorologi
Menurunnya kapasitas lalu lintas udara dari suatu Bandar Udara seringkali
diakibatkan oleh adanya kabut dan asap sehingga mengurangi jarak
20
penglihatan. Untuk itu sangat perlu untuk memperhatikan kondisi atmosfer
dan meteorologi di sekitar Bandar Udara.
3. Kesediaan lahan
Kondisi lalu lintas udara kian lama kian bertambah seiring dengan
meningkatnya kebutuhan manusia akan transportasi, itu berarti tidak menutup
kemungkinan akan meningkatnya volume lalu lintas dan ukuran pesawat yang
akan beroperasi semakin besar sehingga perluasan areal landasan sangat
dibutuhkan.
E. Analisa Angin
Dalam perencanaan landasan pacu sebuah analisa angin adalah dasar bagi
perencanaan lapangan terbang, sebagai pedoman pokok, landasan pada sebuah
lapangan terbang arahnya harus sedemikian hingga searah dengan “Prevailing
Wind” (arah angin dominan). Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas,
pesawat dapat mengadakan manuver sejauh komponen angin samping (Cross
Wind) tidak berlebihan.
Maksimum Cross Wind yang diizinkan tergantung bukan saja pada ukuran
pesawat tetapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.
Menurut FAA, untuk pesawat – pesawat kecil tidak lebih dari 10 knots dan untuk
pesawat – pesawat besar atau campuran adalah 13 knots.
ICAO juga menentukan bahwa landasan pacu harus diorientasi sehingga
pesawat dapat mendarat atau lepas landas paling sedikit 95 persen dari waktu
dengan kepesatan komponen angin sisi (Cross Wind) tidak melebihi :
1. 37 km/jam (20 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL) 1500
m atau lebih, kecuali bila landasan mempunyai daya pengereman yang jelek
yaitu dari pengalaman berkali – kali mendapatkan koefisien gesek memanjang
tidak cukup baik.
2. 24 km/jam (13 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL)
antara 1200 – 1499 m.
3. 19 km/jam (10,3 knots) dengan Aeroplane Referance Field Length (ARFL)
kurang dari 1200.
21
F. Perencanaan Geometrik Landasan Pacu
Runway merupakan bagian dari fasilitas sisi udara yang digunakan sebagai
tempat landing dan take off pesawat yang beroperasi pada suatu Bandar Udara.
Dalam perencanaan geometrik runway, FAA menggunakan keterangan yang
dikeluarkan oleh pabrik - pabrik pesawat untuk menentukan besarnya kebutuhan
akan panjang runway. Keterangan ini diberikan dalam bentuk grafik - grafik
prestasi yang mengaitkan panjang runway dengan faktor – faktor kondisi lokal
dari suatu bandar udara. Sedangkan ICAO menggunakan suatu standar yang
disebut “Aeroplane Reference Field Length” (ARFL). Menurut ICAO, ARFL
merupakan panjang landasan pacu minimum yang dibutuhkan pesawat untuk
melakukan take off pada kondisi maximum structural take off weight (MSTOW),
elevasi muka laut, kondisi standar atmosfer, keadaan tanpa angin bertiup dan
tanpa kemiringan (kemiringan = 0).
1. Panjang Runway
A. Metode FAA
Menurut FAA, untuk menghitung kebutuhan akan panjang runway
terdapat asumsi desain dan beberapa faktor yang dianggap sangat
berpengaruh. Asumsi desain tersebut antara lain tidak ada hambatan,
tidak ada angin dan kemiringan memanjang nol sedangkan faktor yang
berpengaruh adalah temperatur udara, berat pesawat dan kondisi
permukaan runway. Faktor – faktor ini kemudian secara sistimatis
dihubungkan dalam satu grafik yang dikeluarkan oleh pabrik suatu
pesawat dan telah disahkan oleh FAA (Advisory Circular AC 150/5235-
4B). Perlu dicatat, bahwa didalam menentukan grafik kebutuhan akan
panjang runway tergantung dari pesawat dan jenis mesin pesawat.
Sebelum menentukan panjang runway terlebuh dahulu menentukan
berat operasional pesawat yang didapatkan dari grafik Payload/Range
For Long-Range Cruise. Dalam menentukan panjang runway, FAA
memberikan 2 macam grafik yaitu grafik take off dan landing. Untuk
take off terdapat 2 macam grafik yaitu standard day dan standard day +
22
27oF (STD + 15oC). Untuk landing terdapat 3 macam grafik berdasarkan
flaps peawat yaitu flaps 15, 30 dan 40 dengan kondisi dry dan wet.
Dari grafik - grafik tersebut dapat dilihat faktor apa saja yang
mempengaruhi kebutuhan panjang runway dari suatu bandar udara
sehingga di dalam perencanaan faktor – faktor yang telah diuraikan
diatas dapat menyesuaikan dengan kondisi lokal suatu bandar udara.
(Advisory Circular AC 150/5235-4B).
Ketinggian Standard Day Temperatur
Feet Meter oF oC0
2.000
4.000
6.000
8.000
0
610
1.219
1.829
2.438
59,0
51,9
44,7
37,6
30,5
15,00
11,04
7,06
3,11
- 0,85
Untuk mempermudah didalam menentukan kebutuhan akan
panjang runway, FAA melakukan pendekatan untuk berbagai klasifikasi
bandar udara. Klasifikasi bandar udara tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Klasifikasi Bandar UdaraPanjang runway
(kaki)
23
Tabel 8. Ketentuan panjang landasan pacu secara pendekatan untuk berbagai klasifikasi bandar udara
Tabel 7. Standard day menurut FAA
Sumber : Advisory Circular AC 150/5325-4B, 2005
Bandar Udara UtilitasTahap utilitas dasar ITahap utilitas dasar IITahap utilitas umum ITahap utilitas umum II
Bandar Udara TransportKelompok rancangan pesawat I dan IIKelompok rancangan pesawat III dan IV
2.0002.5003.0003.500
5.0007.000 – 12.000
24
Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.
25
Gambar 4. Payload/Range For Long-Range Cruise model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
26
Gambar 5. Take off runway length Standart Day model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
27
Gambar 6. Take off runway length Standart Day +15 oC model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
28
Gambar 7. Landing runway length Flaps15 model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
29
Gambar 8. Landing runway length Flaps 30 model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
B. Metode ICAO
ICAO merekomendasikan panjang runway yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan lokal dari suatu Bandar Udara. Kondisi tersebut yaitu elevasi, temperatur, kemiringan runway (slope), angin permukaan dan kondisi permukaan runway. Secara matematis ICAO memberikan panjang minimum yang dibutuhkan dalam persamaan berikut:
Panjang Runway Aktual = (ARFL x Fe x Ft x Fs) + Fw ……….(1)
Dengan :
ARFL = Panjang landas pacu minimum yang dibutuhkan
pesawat untuk melakukan take off (m)
Fe = Faktor koreksi elevasi
Ft = Faktor koreksi temperatur
Fs = Faktor koreksi kemiringan (slope)
Fw = Faktor koreksi angin permukaan
30
Gambar 9. Landing runway length Flaps 40 model B.737 - 300
(CFM56-3B1 Engines AT 20.000 Lb SLTS)
Sumber : Airplane Characteristics B-737 for Airport Planning, 2005
1) Faktor Koreksi Elevasi
Semakin tinggi letak suatu bandar udara, maka semakin besar
kebutuhan landasan pacuyang dibutuhkan pesawat untuk terbang. ICAO
merekomendasikan penambahan sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (100
ft) dihitung dari ketinggian permukaan laut (mean sea level), dimana :
Fe = 1 + 0,07 x h
300 …………… (2)
Dengan :Fe = Faktor koreksi elevasi
H = Ketinggian elevasi landasan (m)
2) Faktor Koreksi Temperatur
Menurut ICAO panjang landas pacu perlu dikoreksi terhadap
temperatur setiap 1% untuk setiap kenaikan 1oC atau setiap kenaikan 1.000
m dari permukaan laut maka temperatur turun sebesar 6,5oC. Temperatur
ini didapatkan dari perhitungan temperatur harian pada bulan terpanas
dalam suatu tahun yaitu :
T = Ta + 1/3 (Tm – Ta) ............... (3)
Dengan :
T = Aerodome references temperature
Ta = Temperatur rata – rata dalam satu bulan dari harian rata –
rata pada bulan terpanas
Tm= Temperatur rata – rata dalam satu bulan dari harian yang
terpanas (maksimum) pada bulan terpanas
. Dengan dasar ini ICAO merekomendasikan koreksi terhadasp
temperatur sebagai berikut :
Ft = 1 + 0,01 x [T – (15 – 0,0065h)] ..(metrik) …(4)
Dengan :
Ft = Faktor koreksi temperatur
T = Aerodome references temperature
3) Faktor Koreksi Kemiringan (slope)
31
Oleh ICAO panjang runway ditambah 10% untuk setiap 1%
kemiringan landasan. Sehingga :
Fs = 1 + 0,1 x s ………….. (5)
Dengan :
Fs = Faktor koreksi kemiringan (slope)
s = Kemiringan/slope (%)
4) Angin Permukaan
Perkiraan pengaruh angin terhadap panjang landasan dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Tabel 9. Angin permukaan pada runway
Kekuatan Angin Persentase Pertambahan/ PenguranganPanjang Runway tanpa angin
+ 5
+ 10
- 5
- 3
- 5
+ 7
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila angin bertiup
pada haluan (head wind) pesawat dan sebaliknya bila angin bertiup pada
buritan (tail wind) maka runway yang dibutuhkan akan lebih panjang.
Angin pada permukaan runway sangat dipengaruhi oleh arah angin
dominan dengan persyaratan tidak kurang dari 95% komponen cross wind.
Apabila arah angin dominan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,
maka dapat dianggap bahwa tidak ada angin yang bertiup disepanjang
runway.
5) Kondisi Permukaan Landas Pacu
Nasa dan FAA berpendapat bahwa genangan air (standing water)
pada runway harus dihindari karena menyebabkan pengereman yang
sangat jelek dan memperlambat traksi pada saat lepas landas. Genangan air
pada runway menyebabkan gaya hidroplaning dimana roda pesawat
32
Sumber : Heru basuki,1986.
berputar di atas lapisan air tipis setebal 0,6 – 1,27 cm. Hidroplaning
merupakan fungsi dari tekanan angin roda ban, kondisi kembang ban dan
kemiringan runway (slope).
Vp = 10√ P …………(6)
Dengan :
Vp = Kecepatan hidroplaning yang terjadi (mil/jam)
P = Tekanan angin roda ban pesawat (psi)
Variasi tekanan angin pada ban pesawat komersil yaitu antara 120
psi sampai dengan 200 psi. Untuk menanggulangi resiko hidroplaning dan
memperbaiki koefisian gesek rem, maka dibuat “GROOVES (alur – alur)”
rah transversal pada roda pesawat. Grooves biasanya dibuat sebesar 6 mm
dengan jarak 2,54 cm antara satu dengan yang lainnya.
2. Lebar Runway
Untuk menentukan lebar runway yang dibutuhkan, perlu adanya
klasifikasi bandar udara menurut panjag runway yang dihitung berdasarkan
ketinggian mula laut rata – rata (sea level) dan kondisi pada temperatur
standar yaitu sebesar 15oC. ICAO mengkategorikan klasifikasi bandar udara
berdasarkan kode huruf, sedangkan FAA mengkategorikan klasifikasi
bandar udara berdasarkan fungsi bandar udara sebagai Air Carier dan
bandar udara sebagai General Avitation. General Avitation dibagi menjadi
utility yaitu bandar udara dengan bobot pesawat < 12.500 lbs, basic
transport yaitu bandar udara dengan bobot pesawat sampai dengan 6.000 lbs
dan general transport yaitu bandar udara dengan bobot pesawat sampai
dengan 175.000 lbs. Untuk mempermudah kategori klasifikasi ini, FAA
mengelompokkan pesawat menurut tipikal/jenis masing – masing pesawat
yang diatur dalam Advisory Circular Appendix AC 150/5300.
Tabel 10. Aerodrome reference code menurut ICAO
Kode Elemen 1 Kode Elemen 2
33
Kode
AerodromeReference
Field Length“ARFL”
KodeHuruf
Lebar Wingspan
Jarak terluar roda pendaratan
(Outer Main Gear Wheel
Sapan)1 2 3 4 51
234
< 800 m
800 – 1.200 m1.200 – 1.800 m> 1.800 m
A
BCDE
Sampai tidaktermasuk 41/2 m
15 – 24 m24 – 36 m36 – 52 m52 – 60 m
Sampai tidaktermasuk 41/2 m
41/2 – 6 m9 – 14 m9 – 14 m9 – 14 m
Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.
Tabel 11. Kategori Pesawat menurut FAA
Group Jenis – jenis Pesawat
I
II
III
IV
B.727 – 100, B.737 – 200, DC.9 -40BAC,III
DC 8, 707, 720, 720, 727 – 200, L 1011
B.747
Jenis Pesawat yang Lebih Besar dari Group III, Pesawat Masa Depan
Sumber : Heru basuki,1986.
34
Tabel 11. Standar Ukuran Runway ICAO dan FAA
1 2 3 4 I II I II I II III IV V VI
Lebar
Perkerasana 60 - 75 75 - 100 100 - 150 150 60 75 75 100 100 100 100 150 150 200
Daerah Amanb 200 270 500 500 120 150 300 300 500 500 500 500 500 500
Bahu Landasanc 10 10 20 25 35 40
Kemiringan %
Perkerasan, memanjang
maksimum 2,0 2,0 1,54 1,25 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Efektivitas Maksimum 2,0 2,0 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Perubahan maksimum 2,0 2,0 1,5 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Laju Perubahan kemiringan kurva
transisi per 100 kaki 0,4 0,4 0,2 0,1 0,33 0,33 0,33 0,33 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Perkerasan
Perkerasan melintang
maksimumd 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Daerah aman membujur
maksimume 2,0 2,0 1,75 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Daerah aman melintang
maksimum 3,0 3,0 2,5 2,5 5,0 5,0 5,0 5,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0
Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988. Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Edisi kedua jilid 1
a Paling sedikit 100 kaki untuk operasi instrumentasi Presisi
b Pendekatan ke landasan dengan presisi dan tak presisi membutuhkan 500 kaki untuk kode 1 dan 2, dan 1000 kaki untuk kode 3 dan 4
c Perkerasan dan bahu landasan paling sedikitnya 200 kaki untuk kode - kode D dan E
d 2,0 Untuk kode - kode A dan B, 1,5 untuk kode - kode C, D dan E
e 150 kaki jika bobot kotor lebih dari 150.000 Lb
Kategori Pendekatan C, D, E TransportICAO
Visual dan tak Presisi
Presisi
Kategori pendekatan A, B, FAA
35
Tabel 12. Standar Ukuran Runway ICAO dan FAA
3. Kapasitas Runway
Untuk menentukan kapasitas runway, digunakan analisis kapasitas
praktis dimana metode ini memungkinkan pendekatan (aproksimasi)
kapasitas per tahun praktis (practical annual capacity / PANCAP) dan
kapsitas perjam praktis (practical hourly capacity / PHOCAP) dan tidak
dikaitkan dengan besarnya penundaan. Metode ini dipengaruhi konfigurasi
landasan pacu, kelas pesawat dan persentase komposisi campuran pesawat.
Tabel 13. Penggolongan pesawat terbang untuk cara – cara kapasitas praktis
Kelas Jenis – jenis Pesawat
A
B
C
D
E
B.707, 747, 720, DC-10 dan L-1011
B.727, B.737, DC-9 BAC-11 dan semua pesawat perusahaan
penerbangan bermesin piston dan turboprop besar.
Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk
perusahaan penerbangan, seperti F.27 dan pesawat jet bisnis.
Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller
bermesin ganda dan beberapa pesawat dengan mesin tunggal
yang besar.
Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal
Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.
Tabel 14. Persentase komposisi campuran pesawat.
CampuranPersentase Kelas Tertentu
A B C D + E
1 0 0 0 90
2 0 30 30 40
3 20 40 20 20
4 60 20 20 0
Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.
Konfigurasi Landasan Pacu Campuran PANCAP(Pergerakan/Thn)
PHOCAP(Pergerakan/jam)
36
IFR VFRLandasan pacu tunggal(kedatangan = keberangkatan)
1234
215.000195.000180.000170.000
53524442
99765445
Sejajar berjarak rapat(Bergantung pada IFR)
1234
385.000330.000295.000280.000
64635554
19815210890
Tidak tergantung IFR kedatangan/ keberangkatan sejajar
1234
425.000390.000355.000330.000
79797974
19815210890
Tidak tergantung IFR kedatangan dan keberangkatan
1234
430.000390.000360.000340.000
1061048884
19815210890
Sejajar bebas ditambah dua landasan pacu sejajar berjarak rapat
1234
770.000660.000590.000560.000
128126110108
396304216180
Landasan V terbuka lebar dengan operasi yang bebas
1234
425.000340.000310.000310.000
79797674
1981369484
V terbuka, tidak bebas, operasi menjauhi titik potong
1234
420.000335.000300.000295.000
71706360
1981369484
V terbuka, tidak bebas, operasi menuju titik potong
1234
235.000220.000215.000200.000
57565050
108866653
Dua landasan berpotongan di dekat ujung landasan
1234
375.000310.000275.000255.000
71706360
1751258369
Dua landasan berpotongan di tengah
1234
220.000195.000195.000190.000
61605347
99765852
Dua landasan berpotongan di ujung jauh landasan
1234
220.000195.000180.000175.000
55544642
99765457
Tabel 15. Kapasitas Tahunan praktis landasan pacu untuk perencanaan jangka panjang Sumber : Horonjeff Robert and Mc. Kelvey, 1988.
G. Perencanaan Struktur Tebal Perkerasan Runway
37
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan daya
dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dengan campuran aspal dengan
agregat, digelar diatas permukaan suatu material granular mutu tinggi disebut
perkerasan fleksibel. Perkerasan fleksibel terdiri dari beberapa lapisan yaitu
surface course, base course dan sub base course yang digelar di atas tanah asli
yang disebut sub grade.
Dalam perencanaan suatu runway terdapat beberapa metode perencanaan
antara lain : metode CBR yang dikembangkan oleh US Corporation of Engineers,
metode FAA, metode LCN dari Inggris, metode asphalt institute dan metode
Canadian yang dikembangkan oleh Canadian Departemen of Transportation.
Perencanaan struktur perkerasan dalam penulisan ini menggunakan metode FAA.
Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh Federation Aviation
Administration (FAA). Dasar dari perencanaan ini adalah analisa statistik dari
perbandingan – perbandingan kondisi lokal tanah, sistim drainase, cara dan
tingkah laku pembebanan. Metode ini banyak dipengaruhi oleh besarnya
pergerakan pesawat, nilai CBR lapisan tanah dasar (sub grade) dan lapis pondasi
bawah (sub base) dan besarnya beban yang bekerja pada runway.
Adapun langkah – langkah dalam perencanaan struktur tebal perkerasan
dengan metode FAA, yakni :
1. Menentukan data perencanaan untuk masing – masing pesawat, dari
karakteristik dan konfigurasi pesawat yang akan dilayani, dengan menentukan
ramalan keberangkatan tahunan (Annual Departure) dan berat lepas landas
maksimum (MSTOW), CBR subgrade dan CBR base course.
2. Beban roda dihitung dengan ketentuan 95% dari berat kotor pesawat yang
ditumpu oleh roda pendaratan utama:
W2 = 1
Jumlah roda pendaratan utama x 95% x MSTOW .…(7)
3. Dari karakteristik dan konfigurasi pesawat yang akan dilayani, dilakukan
perhitungan untuk dikonversikan terhadap pesawat rencana, dalam hal tipe
roda pendaratan, beban roda (whell load), beban roda pesawat rencana dan
keberangkatan tahunan (equivalen annual departure) dari pesawat rencana.
38
4. Hitung jumlah keberangkatan tahunan (forecast annual departure = R2)
dengan mengkonversi tipe roda pendaratan ke tipe roda pesawat
rencanadengan menggunakan tabel faktor konversi roda pendaratan.
Tabel 16. Faktor konversi tipe roda pendaratan
Konversi Dari Ke Faktor Pengali
Single Wheel
Single Wheel
Dual Wheel
Double Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Wheel
Double Dual Tandem
Dual Wheel
Dual Wheel
Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Tandem
Single Wheel
Dual Wheel
Single Wheel
Dual Wheel
Dual Wheel
0,8
0,5
0,6
1,00
2,00
1,70
1,30
1,70
1,00
Sumber : Heru basuki,1986.
5. Menghitung Equivalent Annual Departure dengan ketentuan :
Log R1 = (Log R2) (W 2W 1 )1/2 …………….(8)
Dimana :
R1 = Equivalent Annual Departure Pesawat Rencana
R2 = Annual Departure pesawat – pesawat campuran dengan
konfigurasi roda pendaratan pesawat rencana
W1 = Beban roda dari pesawat rencana
W2 = Beban roda dari pesawat yang dinyatakan
6. Dengan menggunakan grafik rencana perkerasan lentur yang sesuai dengan
pesawat rencana, dicari tebal perkerasan total dengan memperhatikan nilai
CBR tanah dasar.
7. Mencari tebal pondasi bawah (Sub base) dengan menggunkan grafik rencana
perkerasan yang sama dengan memperhatikan nilai CBR pondasi bawah.
39
8. Mencari tebal lapis permukaan (surface) sesuai dengan grafik pesawat
rencana.
9. Mencari tebal lapisan pondasi atas (base course) dengan memperhatikan tebal
pondasi bawah (sub base) dan lapis permukaan (surface).
10. Mengevaluasi tebal lapis pondasi atas yang diperoleh terhadap tebal minimum
base course yang dibutuhkan.
Tabel 17. Tebal minimum base course yang diperlukan
Aircraft DesignDesign load Range
(Kg)
Minimum Base Course Thickness
Inch Mm
Single Wheel13.600 – 22.700
22.700 – 34.000
4
6
100
150
Dual Wheel22.700 – 45.000
45.000 – 90.700
6
8
150
200
Dual Tandem45.000 – 113.400
113.400 – 181.000
6
8
150
200
757
76790.700 – 181.000 6 150
DC-10
L1011181.000 – 272.000 8 200
B-747181.000 – 272.000
272.000 – 385.700
6
8
150
200
C-13034.000 – 56.700
56.700 – 79.400
4
6
100
150
Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995
Dari grafik – grafik yang ada, aanual departure terbatas hanya sampai 25.000
dalam usia rencana. Untu tingkat annual departure lebih dari 25.000, maka tebal
perkerasan total harus ditambah.
40
Tabel 18. Tebal perkerasan untuk Annual Departure > 25.000
Tingkat Annual Departure % 25.000 tebal departure
50.000
100.000
150.000
200.000
104
108
110
112
Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995
41
42
Gambar 10 : Grafik rencana perkerasan flexible pesawat Dual Wheel Gear
Sumber : Advisory Circular AC 150/5320-6D, 1995.
H. Proyeksi lalu lintas Udara
Perkiraan arus lalu lintas udara di Bandar Udara ditujukan untuk
menghitung Annual Departure. Terdapat beraneka ragam teknik perkiraan untuk
perencanaan Bandar udara. Metode proyeksi yang digunakan pada penulisan ini
yaitu metode regresi linier yaitu suatu metode yang didasarkan pada sutau
pengujian pola historis kegiatan dan menganggap bahwa faktor – faktor tersebut
yang menentukan variasi lalu lintas pada masa lalu akan terus menunjukkan
hubungan – hubungan yang serupa pada masa depan. Hubungan yang
mendasarinya adalah :
Y = a + bx …………….(9)
(ΣY1).(ΣX12) – (ΣX1).(ΣX1Y1) …………….(10)
n.ΣX12 - (ΣX1
2)
n.ΣX1Y1 – (ΣX1).(ΣY1) …………….(11)
n.ΣX12 - (ΣX1
2)
Untuk mengetahui garis trend tersebut termasuk garis linear, maka perlu
dilakukan pengujian regresi linear dengan rumus berikut :
n.(ΣX1Y1) – (ΣX1).(ΣY1) ………….(12)
{n.(ΣX12) - (ΣX1)2}.{n.(ΣY1
2) - (ΣY1)2}
Dimana :
Y = Jumlah pada n tahun yang dihitung
n = Jumlah pengamatan
ΣY1 = Jumlah yang diamati
ΣX1 = Jumlah tahun pengamatan
R = Regresi linear
43
a =
b =
R =
(Sumber : Sudjana,1986)
44