BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL ... - UKSW
Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL ... - UKSW
99
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Dalam mendirikan usaha tempat hiburan karaoke di Salatiga,
harus melalui prosedur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pelayanan Perizinan. Dengan memiliki izin Karaoke83
,yang termasuk
dalam perizinan bidang wisata yang dikeluarkan melalui Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT dan PM)
Kota Salatiga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga.
Formulir Izin pendirian tempat usaha karaoke tersebut diakses
dan didapat oleh melalui situs BPPT dan PM secara resmi di
http://bpptpm.pemkot-salatiga.go.id/LayananPerizinan.php. Setelah di
isi sesuai kelengkapan dan kepentingan yang diperlukan lalu diserahkan
ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT
dan PM) sebagai Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
yang melaksanakan kegiatan penyelenggaraan perizinan yang proses
83
Izin Karaoke adalah izin untuk membuka usaha komersial yang menyediakan jasa
pelayanan untuk menyanyi dan diiringi dengan alat musik. Pasal 1 angka 42 peraturan
walikota tentang pelimpahan Sebagian kewenangan pengelolaan Perizinan secara
terpadu satu pintu.
100
pengelolaannnya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya
dokumen dilakukan secara terpadu dalam satu tempat84
.
Dari data yang penulis kumpulkan dengan teknik wawancara
dengan pihak Pengusaha Karaoke di Kota Salatiga dan kafe yang
memiliki ijin lisensi dengan KCI wilayah Jawa Tengah sebenarnya
sudah banyak, namun ketika perjanjian yang hanya berlaku satu tahun
mereka tidak memperpanjang lagi perjanjian tersebut. Berikut hasil
penelitian penulis di tempat karaoke Salatiga yang menjadi objek
penelitian :
Tabel 3
Kafe dan Tempat Karaoke di Salatiga
No Nama Kafe dan
Tempat Karaoke Alamat
Keterangan ( Berlisensi
mengumumkan,
menyiarkan,memutar,atau
memainkan musik/Tidak)
1 Ratna Kafe n
Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
2 Ratna 2
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
3 Amidis
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
4 Gold Cafe & Karaoke Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
84
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT dan PM) kota
Salatiga, http://bpptpm.pemkot-salatiga.go.id di akses tanggal 01 september 2013
101
No Nama Kafe dan
Tempat Karaoke Alamat
Keterangan ( Berlisensi
mengumumkan,
menyiarkan,memutar,atau
memainkan musik/Tidak)
Salatiga diperpanjang (Daluwarsa)
5 Idola Cafe & Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
6 Chie Cafe dan
Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
7 Kafe Sakura
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
8 Rejo 2 Cafe &
Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
9 Prameswari Cafe dan
Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
10 Mini 3 Karaoke
Sarirejo RW IX
Kec. Sidorejo
Salatiga
Berlisensi, waktu
perjanjian sudah tidak
diperpanjang (Daluwarsa)
11 D’Jozz Karaoke
Jl. Diponegoro
Kompleks Ruko
Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
12 Wahid Family
Karaoke
Jl. Jendral
Sudirman Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
102
No
Nama Kafe dan
Tempat Karaoke
Alamat
Keterangan ( Berlisensi
mengumumkan,
menyiarkan,memutar,atau
memainkan musik/Tidak)
13 Happy Puppy
Karaoke
Jl. Diponegoro
No.77L
Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
14 Zensho Karaoke
Jl. Jend sudirman
92-93, Atrium
lantai 2 Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
15 Mr. Locus Family
Karaoke
Jl. Sukowati No.
19
Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
16 Zone Musik Jl.Veteran
Salatiga
Berlisensi, jangka waktu
masih berlaku
Sumber: wawancara penulis dengan tempat kafe dan karaoke di Salatiga
Dari hasil penelitian tersebut Penulis akan mendeskripsikan
bahwa ke-16 tempat karaoke tersebut menggunakan player musik
berbentuk hard disc dengan kapasitas rata-rata yang dimiliki adalah
terabyte. Dengan jumlah lagu pada masing-masing tempat karaoke
tentulah berbeda. Tentunya tempat-tempat karaoke ini mengakui bahwa
mereka telah memperoleh ijin/sertifikat pengalihan hak atas lagu yang
terdapat pada server mereka85
. Tapi dari hasil penelitian penulis
menemukan bahwa ada tempat karaoke yang sertifikat lisensi untuk
kegiatan mengumumkan, menyiarkan, memutar atau, memainkan musik
telah daluwarsa.
85
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara penulis dengan pemilik atau pengelola
kafe dan tempat karaoke di Salatiga yang menjadi objek penelitian
103
Selain mengumumkan, penelitian ini membuktikan bahwa
tempat karaoke juga melakukan penggandaan atau perbanyakan terhadap
materi ciptaan yang telah memperoleh hak cipta 86
. Rumah bernyanyi
karaoke membeli lagu yang kemudian lagu tersebut dikopi ke server atau
player musik milik mereka. Menurut penulis hal ini dapat dikategorikan
sebagai bentuk pelanggaran hak cipta karena lisensi yang diperoleh oleh
rumah bernyanyi karaoke hanyalah hak untuk mengumumkan bukan
untuk memperbanyak atau menggandakan materi hak cipta.
Beberapa video yang pernah responden dan/atau penulis
temukan di tempat karaoke juga ada yang tidak sesuai dengan video
yang seringnya dilihat di TV, Internet, ataupun dalam CD aslinya.
Penulis juga menemukan ada lagu yang telah dibeli oleh pihak rumah
bernyanyi karaoke kemudian lagu-lagu tersebut untuk di tambahkan lirik
pada lagu sehingga lirik lagu tersebut dapat dibaca87
. Selain itu penulis
menemukan bentuk perbuatan tanpa menghiraukan hak pencipta yang
menurut penulis dikategorikan sebagai salah satu bentuk pelanggaran
yang dilakukan oleh tempat karaoke atau kafe, yaitu dengan mengurangi
besar ukuran file tiap lagu88
. Dengan pengurangan ini kualitas tampilan
86
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan
maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama
ataupun tidak sama,termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer (Pasal
1 angka 6 UUHC). 87
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara penulis dengan pengelola Kafe Sakura
Salatiga 88
Pengurangan ukuran file juga dikenal dengan istilah kompresi file. Bentuk
pengurangan ukuran file lagu termasuk salah satu hak moral dari pencipta yang hanya
bisa dialihkan melalui wasiat. Lihat penjelasaan Pasal 24 Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta
104
video lagu dapat menjadi menurun atau tidak seperti kualitas aslinya89
.
Ada yang memakai CD bajakan atau bukan berasal dari aslinya, dan ada
yang dari hasil mendownload dari situs illegal90
.
Apabila pelaku usaha ini telah meminta izin akan bentuk
eksploitasi video lagu tersebut maka pelaku usaha ini tidak dapat
dikategorikan sebagai pelanggar hak cipta. Tetapi semua pemilik,
pengelola maupun pelaku usaha karaoke yang dijadikan objek penelitian
pada penulisan ini hanyalah mengurus izin pengalihan hak
mengumumkan, menyiarkan,memutar,atau memainkan musik di KCI.
Dalam kasus hak cipta terkait karya cipta lagu yang pernah
terjadi di Salatiga, berdasarkan wawancara dengan penyidik di Polres
Salatiga diambil kesimpulan bahwa pengusaha tempat karaoke di Kafe
Locus, Zone Musik, dan Kafe Sakura di Salatiga telah melakukan
pelanggaran atas karya cipta lagu seperti yang terjadi selama pendirian
usaha tersebut. Sebagai pihak yang telah diberi kuasa oleh kurang lebih
3000an pemilik ciptaan lagu di Indonesia, KCI mengirimkan surat
sebanyak 3 (tiga) kali kepada pengusaha Karaoke tetapi pihak pengusaha
Karaoke tidak menghiraukan surat tersebut. Oleh karena pengusaha
Karaoke ini telah termasuk dalam kategori users yang bermasalah
selanjutnya pihak KCI melaporkan masalah tersebut ke polisi. Pemilik
ataupun Manajer Karaoke dalam penggunaan lagu hasil karya ciptaan
89
Penulis mengambil contoh dari hasil observasi ditempat Karaoke Ratna yang
memiliki hard disc berkapasitas 12 terabytes dengan jumlah lagu sebanyak 14 juta
buah. 90
Berdasarkan hasil observasi penulis di beberapa tempat karaoke yang menjadi objek
penelitian.
105
seorang pencipta dengan tujuan komersil tersebut tidaklah memperoleh
izin lisensi atau tidak megurus izin penggunaan lagu tersebut dari
pencipta atau pemegang hak cipta lagu dalam hal ini kepada KCI91
.
Dalam kasus tersebut dipersangkakan melanggar Pasal 72 ayat
(1), Jo. Pasal 2 ayat (1) Undang-undang RI No. 19 tahun 2002, tentang
Hak Cipta92
. Pasal 72 Ayat (1) UUHC yang bunyinya sebagai berikut:
“ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan
atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu Juta rupiah) atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) dan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).”
Dari hasil penelitian penulis, bahwa terjadinya pelanggaran
tersebut tidak lepas dari kurangnya pemahaman pengusaha karaoke atau
masyarakat mengenai hak cipta karena banyak yang tidak mengetahui
akan arti dan fungsi hak cipta serta isi undang-undang hak cipta itu
sendiri . Masih rendahnya pengetahuan tentang hukum di bidang hak
cipta dapat dilihat jika para pengusaha karaoke di atas (terutama di
kawasan Sarirejo) yang tidak tahu dan tidak memperdulikan tentang
bagaimana pentingnya izin lisensi dan royalti atas apa yang mereka
91
Wawancara dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada tanggal 12
September 2013 92
Wawancara dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada tanggal 12
September 2013
106
pakai, bahkan banyak tempat usaha karaoke tersebut yang tidak
mengindahkan tentang royalti.
Sikap para pengusaha karaoke yang mengangap walaupun tidak
memiliki ijin lisensi pun mereka masih tetap bisa menjalankan usahanya.
Serta adanya sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan yang
besar tanpa melihat hak dan kewajibannya sebagai seorang user, juga
karena anggapan bahwa untuk mengurus ijin lisensi dari KCI dirasa
rumit karena memakan waktu , biaya dan proses yang lama. Hal ini
menunjukan jika masih kurangnya kesadaran pengusaha karaoke di
Salatiga dalam mengurus perjanjian lisensi93
.
Belum lagi kendala yang ditemui dari pihak KCI sendiri dalam
memjalankan fungsinya seperti masalah luasnya cakupan kerja KCI,
kurangnya SDM yang dimiliki pihak KCI, juga mengenai status hukum
KCI yang masih menjadi perdebatan karena tumpang tindih dengan
lembaga collective organization yang lain.
Selama ini pihak dari Polres Salatiga mengatakan sudah melakukan
sosialilasi kepada tempat – tempat usaha karaoke di Salatiga mengenai
hak cipta . Namun dari sekian tempat penelitian penulis para pengusaha
karaoke mengatakan jika belum ada sosialisasi yang mendalam, hanya
ada himbauan jika harus membayar royalti dalam memakai karya cipta
lagu atau musik. Pada hakikatnya efektifitas penindakan hukum jika
terjadi pelanggaran hak cipta tersebut juga dipengaruhi oleh sikap,
93
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara penulis dengan tempat karaoke di
Salatiga yang menjadi objek penelitian.
107
tindakan aparat penegak hukum. Akan tetapi dari hasil penelitian penulis
menemukan bahwa tingkat pengetahuan penyidik Polres Salatiga
terhadap kewenangan mereka dalam bertindak yang di berikan UUHC
masih sangat kurang. Hal ini menjadi gambaran dimana kurangnya
sosialisasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat baik dilakukan
oleh Pemerintah , aparat penegak hukum , maupun dari KCI ataupun
semua pihak yang mampu melakukan sosialisasi UUHC.
Dari hasil penelitian penulis dalam mekanisme pemberian izin
lisensi , pihak KCI sudah menentukan kegiatan pemakaian musik atau
lagu seperti apakah yang wajib memperoleh lisensi dari KCI yaitu
kegiatan pemakaian musik yang bersifat komersial,seperti:
1. Kegiatan yang dilakukan bertujuan mendapatkan
keuntungan financial atau pemasukan financial melalui
penjualan barang/jasa/karcis ataupun melalui
sponsorship/sumbangan atau sejenisnya tanpa melalui
penjualan barang/jasa/karcis; dan
2. Kegiatan yang dilakukan yang tidak bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan financial dan/atau pemasukan
financial tetapi hiburan yang disajikan melibatkan
honorarium,gaji, atau bentuk imbalan lainnya.
Orang atau lembaga yang melakukan kegiatan seperti di atas
oleh KCI dinamai pemakai (user), sedangkan untuk pemakaian yang
dipakai sendiri atau untuk kegiatan yang tidak bersifat komersial tidak
108
perlu meminta izin dari KCI atau tidak perlu membayar royalti. Pemakai
seperti ini oleh KCI disebut pengguna.
Dalam pemberian izin kepada pemakai (user) dalam hal ini
tempat karaoke, KCI membuat perjanjian standart. Perjanjian standart ini
yang isinya terbuka untuk diketahui para Pencipta yang memberi surat
kuasa kepada KCI , adalah berupa Perjanjian Lisensi Pengumuman Musik
(PLPM). Adapun isi perjanjian lisensi antara pengusaha/pemilik tempat
karaoke dengan YKCI antara lain :
1) Nomor perjanjian lisensi
2) Nama tempat pertunjukkan yang dikelola oleh penerima lisensi
3) Bentuk pemakaian musik
4) Dasar perhitungan royalti pemakai musik
5) Jangka waktu perjanjian
6) Hak dan kewajiban para pihak, yang intinya berisi :
a) KCI memberikan lisensi kepada penerima lisensi untuk
mengumumkan lagu/musik dengan ruang lingkup khusus
yang tertulis dalam bentuk pemakaianmusik dan berlaku di
jenis tempat pertunjukan yang tertulis pada perjanjian;
b) Pemberian izin kepada Penerima Lisensi harus disertai
dengan pembayaran royalti oleh penerima lisensi kepada
KCI untuk jangka waktu 1 tahun dan pembayaran tahun
pertama dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian;
109
c) Apabila terdapat perbedaan antara royalti yang dibayarkan
dalam hal pembaran kurang, penerima lisensi wajib
secepatnya membayar saldo yang belum dilunasinya dan
dalam hal pembayaran lebih, KCI wajib mengembalikan
secepatnya kelebihan pembayaran kepada Penerima
Lisensi;
d) Untuk tiap tahun berikutnya, penerima lisensi wajib
memberitahukan kepada KCI maksud perpanjangan lisensi
dalam waktu 14 hari sebelum jatuh tempo tanggal lisensi
dan apabila perpanjangan lisensi tidak dilakukan sementara
Penerima Lisensi tetap melakukan kegiatan
mengumumkan/menyiarkan musik secara komersial, Surat
Perjanjian Lisensi Pengumuman Musik secara otomatis
gugur dan kegiatan itu merupakan pelanggaran hak cipta;
e) Izin mengumumkan lagu/musik diberikan KCI dalam
bentuk sertifikat Lisensi kepada Penerima Lisensi pada saat
penandatanganan perjanjian dan pada tahun berikut-nya
diberikan tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari
setelah penerimaan lisensi memenuhi kewajiban membayar
royalti;
f) KCI menjamin penerima lisensi bebas dari segala gugatan
pihak ketiga yang menjadi peserta maupun pihak yang
110
berafiliasi pada KCI sepanjang menyangkut hak ekonomi
mengumumkan musik; dan
g) Penerima lisensi mendapatkan informasi tentang
pendistribusian pembayaran royalti kepada para pencipta
lagu.
7. Perhitungan pembayaran royalti
8. Pelanggaran terhadap perjanjian dan penyelesaian sengketa
Di bagian bawah sendiri setelah mencantumkan hal-hal di atas,
merupakan tempat yang dipakai untuk masing-masing pihak
menandatangani perjanjian tersebut, sebagai tanda kesepakatan para
pihak setelah terlebih dahulu membaca, mengerti dan memahami isi
syarat-syarat yang ada di halaman sebaliknya. Selain surat perjanjian,
disitu juga melampirkan lembaran berisikan tentang arti beberapa istilah
dalam perjanjian lisensi pengumuman lagu/musik, dengan maksud
memberi penjelasan-penjelasan terhadap penerima lisensi. Lampiran
tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat perjanjian
tersebut. Bila perjanjian sudah dibuat dan ditanda tangani, maka
selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah perjanjian itu dibuat, si
penerima lisensi akan mendapatkan sertifikat lisensi sebagai tanda bukti
pemakaian hak-hak mengumumkan lagu yang terdapat dalam repertoire
(Daftar lagu-lagu di KCI)94
.
94
Irfan Eato, Pelaksanaan Perjanjian Lisensi Hak Cipta Lagu Ditinjau Dari Uu No 19
Tahun 2002. Lex Administratum, Vol.1/No.1/Jan-Mrt/2013. hal 76
111
Setelah di hitung besarnya royalti, pemakai lagu membayar
dimuka atas penggunaan satu tahun untuk lagu apa saja yang
dikehendaki. Setelah membayar, KCI akan menerbitkan Sertifikasi
Lisensi Pengumuman Musik (SLPM). Pada akhir tahun, atau secara
berkala selama satu tahun berjalan, pemakai lagu memberikan daftar lagu
yang digunakan agar royalti yang telah dibayarnya sampai kepada
Pencipta lagu yang lagunya disiarkan atau disuarakan.
Suatu perjanjian Lisensi hanya berlaku selama satu tahun dan
bisa diperpanjang secara otomatis pada tanggal dan bulan yang sama tiap
tahun berikutnya. Pada saat itu juga dapat disesuaikan kembali dengan
perubahan-perubahan mengenai jenis musik dan lagu yang ada
maupun jumlah royalti yang dibayarkan kepada KCI . Dan perjanjian
akan berakhir dengan sendirinya jika salah satu pihak menghendaki,
dengan cara memberitahukan secara tertulis paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum perjanjian lisensi berakhir.
Mengenai system pembayaran royalti dalam memberikan
izin/lisensi, hak mengumumkan yang dijalankan KCI adalah system
blanket lisensi atau paket. Cara menentukan tarif royalti KCI sedapat
mungkin mengacu pada rumusan internasional. KCI mengadaptasi
berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh CISAC (The
Confederation of International Societies for Authors and Composers).
Sebagai induk dari lembaga collecting society sedunia, CISAC bertugas
112
mengkoordinir aktivitas-aktivitas collecting society se-dunia dalam
menentukan tata cara pengelolaan royalti agar lebih baik dan efesien95
.
KCI dalam menagih royalti juga melihat pada kondisi tiap unit
usaha yang dimiliki users. Hal ini dilakukan dikarenakan adanya
perbedaan tingkat kondisi pendapatan atau penghasilan (income) yang
diterima users dari tempat usahanya. Penentuan perbedaan besaran tarif
ini, didasari oleh survei yang sebelumnya dilakukan KCI pada masing-
masing tempat unit usaha users, sehingga dari data survei tersebut KCI
dapat membedakan manasaja unit usaha yang baru buka dengan unit
usaha yang sudah mapan. Jadi, memang ada perbedaan dalam penentuan
besaran tarif atas royalti yang dipungut KCI, namun hal ini semata-mata
dilakukan KCI untuk menghormati hak-hak users, sebab alangkah tidak
adil jika users yang baru membuka unit usaha dikenakan tarif yang sama
besarnya dengan users yang telah memiliki unit usaha yang sudah
mapan96
.
Untuk dasar penghitungan besarnya tarif royalti ini ada suatu
rumusan yang berlaku di Lembaga Collecting Society Internasional
yaitu sejumlah persentase tertentu dari pendapatan kotor.
1. Basic Expenditure for Entertaiment (BEE)
Adalah pengeluaran rata-rata seseorang satu kali ketempat
hiburan. Dianggap sebagai Gross Income pengelola tempat
95
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21 September 2013 96
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21 September 2013
113
hiburan 1 pengunjung. Dasar BEE ini selalu berubah nilainya
sesuai dengan kondisi perekonomian saat itu.
2. International Unouoted Acceptance (IUA)
Adalah dasar persentase yang telah disetujui atau diterima
secara universal, sebagai berikut:
a. Feature musik (Live concert, Disco, Karaoke, radiao)
sebesar 6 % -10 % dari Gross Income.
b. Entertainment Musik (Live di Restaurant/Cafee, TV)
sebesar 3 % - 6% dari Gross Income.
c. Background Musik (mechanical musik) sebesar 1 % - 2 %
dari gross Income.
3. Occupancy Rate
Adalah jumlah tingkat pemakaian/kunjungan/jumlah penumpang
selama satu tahun sebesar 40 %.
4. Working Days/Months.
Adalah perhitungan jumlah hari kerja dalam satu tahun
sebanyak 300 hari atau 12 bulan.97
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa perhitungan
pemungutan royalti berbeda-beda, antara lain :
1. Discotique, 6% X 50% X 313 hari X Rp.10.000 =
Rp.93.300, pembulatannya menjadi Rp.100.000/room size
97
Edy Waluyo. Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta Kaitannya Dengan Pemungutan Royalti Lagu Untuk Kepentingan Komersial,
Tesis Fh Undip Semarang;2008. hal. 122
114
2. Live musik, 3% X 50% X 313 hari X Rp.10.000 =
Rp.46.950, pembulatannya menjadi Rp.50.000/Seat
3. Karaoke reguler, 6% X 50% X 313 hari X Rp.10.000 =
Rp.93.300, pembulatannya menjadi Rp.100.000
4. Karaoke VIP, Per room = 5 orang, 2 X Rp.500.000 =
Rp.1000.000/VIP room
5. TV/Video Screen (sebagai Background Musik sejumlah
Rp.150.000/Screen
6. Fitness dan Aerobic Classes, BEE = Rp.16.500 (tiket
masuk sekali pakai) 1,3% X 40% X 300 hari X
Rp.16.500 = Rp.25.740, pembulatannya menjadi
Rp.25.000/Floor Area98
B. ANALISIS
Sertifikat lisensi yang diberikan KCI kepada penerima lisensi itu
berjudul “Sertifikat Lisensi Hak Pengumuman Karya Cipta Lagu”. Yang
memberikan tempat karaoke hak untuk mengumumkan, menyiarkan,
memutar, atau memainkan musik dalam bentuk karaoke99
. Berdasarkan
sertifikat lisensi tersebut tempat karaoke atau penerima lisensi hanya
dapat menggunakan hak ekonomi ciptaan lagu sebatas mengumumkan
lagu tersebut. Tetapi kenyataanya, penelitian yang melibatkan 16 rumah
98
Ibid.Hal 127 99
Sertifikat lisensi KCI terlampir
115
bernyanyi karaoke ini menunjukkan bahwa ada tempat karaoke telah
melakukan suatu perbuatan tanpa menghiraukan hak pencipta.
Hal tersebut melanggar Pasal 72 ayat (1), Jo. Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang RI No. 19 tahun 2002, tentang Hak Cipta100
. Dengan
uraian dari setiap unsur tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, unsur barangsiapa. Ini menandakan yang menjadi
subjek delik adalah “siapapun”. Kalau menurut KUHP yang berlaku
sekarang, hanya manusia yang menjadi subjek delik, sedangkan badan
hukum tidak menjadi subjek delik. Tetapi, dalam undang-undang khusus
seperti undang-undang tindak pidana ekonomi, badan hukum atau
korporasi juga menjadi subjek delik101
. Dalam UUHC, “barangsiapa”
bisa ditunjuk antara lain, kepada pelaku dan produser rekaman suara.
Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang
menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan,
menyampaikan, mendeklamasikan atau memainkan suatu karya musik,
drama, tari, sastra, folklore, atau karya seni lainnya102
. Produser rekaman
suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan
memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau
perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun
perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya103
. Dalam kasus ini
100
Wawancara dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada tanggal 12
September 2013 101
Hendra Tanu Wijaya,Hak Cipta Musik atau Lagu,Jakarta,UI Press,2003,hlm.98 102
Pasal 1 angka 10 Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 103
Pasal 11 angka 10 Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002
116
Unsur “Barang Siapa“ ditujukan kepada pemilik Karaoke sebagai subjek
hukum, maka Penulis berpendapat unsur barang siapa terpenuhi.
Kedua, unsur dengan sengaja dan tanpa hak. Kebanyakan tindak
pidana mempunyai unsur kesengajan atau opzet bukan unsur culpa
(kelalaian). Ini adalah layak, oleh karena biasanya yang pantas mendapat
hukuman pidana itu ialah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.
Kesengajan ini dapat berupa kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk),
kesengajaan secara keinsafan kepastian (Opzet bij zekerheidsbewustzijn),
dan kesengajaan secara keinsfan kemungkinan (Opzet bij
mogelijkheidsbewustzjin)104
.
Mengenai arti tanpa hak dari sifat melanggar hukum, dapat
dikatakan bahwa mungkin seseorang tidak mempunyai hak untuk
melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak dilarang oleh suatu
peraturan hukum. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 UUHC, pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang
menerima hak tersebut dari pencipta. Pemilik hak cipta dapat
mengalihkan atau menguasakan sebagian atau seluruh haknya kepada
orang/badan hukum baik melalui perjanjian, surat kuasa maupun
dihibahkan atau diwariskan105
. Tanpa pengalihan atau kuasa tersebut,
maka tindakan itu merupakan “tanpa hak” bahwa Karaoke telah
melakukan dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak hak cipta berupa pengumuman musik / lagu ditempat
104
Hendra Tanu Wijaya,Op,Cit,hlm.98 105
ibid
117
usahanya tanpa izin dari pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau
kuasa atas lagu. Unsur ini terpenuhi karena manajemen Karaoke dengan
sadar telah mengumumkan atau memperbanyak hak cipta berupa
pengumuman musik / lagu ditempat usahanya tanpa izin dari pemegang
hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasa atas lagu sendiri yang diakui
pengusaha karaoke itu sendiri.
Hal ini pun didukung oleh keterangan yang mengatakan bahwa
pihak KCI wilayah Jawa tengah telah mengirimkan surat pemberitahuan,
surat pengingat, dan surat peringatan kepada pihak pengusaha Karaoke
namun diacuhkan. Inilah hal yang menampakkan bahwa pengusaha
Karaoke dengan sengaja melakukan pelanggaran hak cipta. Keempat,
unsur perbuatan dapat dikualifikasikan dalam bentuk mengumumkan.
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (5) UUHC,pengumuman adalah
pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran
suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media
internet, atau melakukan dengan cara apa pun, sehingga suatu ciptaan
dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain; dan unsur memperbanyak
(perbanyakan), menurut ketentuan Pasal 1 ayat (6) UUHC, adalah
penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun
sebagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan
yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara
permanen atau temporer. Dalam kasus ini pihak Karaoke
118
memperdengarkan /mempertontonkan /menyiarkan ciptaan lagu kepada
umum yang memutar lagu yang dinyanyikan pengunjung karaoke
Dari hasil penelitian diatas, penulis melihat perbuatan yang
melanggar hak pencipta yang dilakukan oleh tempat karaoke tidak hanya
dalam ranah hak ekonomi pencipta tetapi juga dalam hak moral
pencipta106
. Penulis melihat bahwa rumah bernyayi karaoke telah
melanggar hak integritas pencipta. Hak integritas merupakan bagian dari
hak moral pencipta itu sendiri. Hal ini pun telah Penulis kemukakan pada
sub bab sebelumnya. Hak integritas ini bertujuan untuk melindungi
ciptaan pencipta dari penyimpangan, pemenggalan, atau perubahan yang
dapat merusak integritas pencipta.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 24 ayat (2) UUHC disebutkan
bahwa dengan hak moral, pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak
untuk:
a. Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam
ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan
penggunaan secara umum;
b. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi, atau bentuk
perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikan,
pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan
dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak
106
Perbuatan sekecil apapun terhadap suatu ciptaan, baik seperti mengganti atau
mengubah judul dan sub judul suatu ciptaan, mengganti warna, menampilkan suatu
ciptaan drama diluar stage yang dimaksudkan oleh pencipta, maupun mengubah nama
asli atau nama samaran pencipta digolongkan sebagai pelanggaran hak moral. Terdapat
dalam Elyta Ras Ginting,Hukum Hak Cipta Indonesia,Bandung,2012, hlm. 109
119
apresiasi dan reputasi pencipta. Selain itu tidak satupun dari
hak-hak tersebut dapat dipindahkan selama penciptanya
masih hidup, kecuali atas wasiat pencipta berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dari hasil penelitian yang penulis temukan, dapat disimpulkan
bahwa tempat karaoke tersebut telah melakukan beberapa perbuatan
pelanggaran hak cipta seperti :
1. Rumah bernyanyi karaoke melakukan penggandaan dengan
meng-copy lagu ke hard disc mereka;
2. mengurangi ukuran file lagu;
3. Ada rumah bernyanyi karaoke yang melakukan aransemen
ulang.
4. Ada Rumah bernyanyi karaoke mengumumkan lagu yang di
download dari situs ilegal;
5. Ada rumah bernyanyi karaoke mengumumkan lagu yang
didapatnya bukan berasal dari CD aslinya.
Perbuatan-perbuatan rumah bernyanyi karaoke di atas tidaklah
memperoleh izin sebelumnya dari pencipta lagu/produser rekaman suara
untuk mengeksploitasi lagu tersebut. Dari hal ini Penulis menarik
kesimpulan bahwa rumah bernyanyi telah melakukan pelanggaran hak
cipta. Konsekuensi apabila hal ini diumumkan atau disiarkan walaupun
rumah bernyanyi telah memperoleh lisensi pengumuman lagu adalah
rumah bernyanyi karaoke selain melanggar ketentuan Pasal 72 ayat (1),
120
Pasal 72 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (6) UUHC dapat diberlakukan
terhadap rumah bernyanyi karaoke yang melakukan pelanggaran hak
cipta dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak
cipta dan dengan sengaja materi ciptaan diubah walaupun hak ciptanya
telah diserahkan kepada pihak lain.
Terhadap lebih lanjut mekanisme perjanjian lisensi hak cipta
lagu antara pengusaha karaoke dengan KCI, pasal 45 UUHC mengatur
bahwa :
1. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta (termasuk pelaku sebagai
pemegang hak terkait) berhak memberikan Lisensi kepada pihak
lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan
perbuatan pengumuman, perbanyakan, penyiaran sebagaimana
diatas.
2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup lisensi dimaksud meliputi
semua perbuatan pengumuman, perbanyakan, penyiaran
berlangsung selamajangka waktu lisensi diberikan dan berlaku
untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
3. Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanan perbuatan pengumuman,
perbanyakan dan penyiaran tadi disertai dengan kewajiban
pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemegang
hak terkait oleh penerima lisensi.
121
4. Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak
terkait oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan
organisasi profesi.
Dari ketentuan Pasal 45 UUHC tersebut, ada dua hal pokok
berkaitan dengan pengalihan hak cipta maupun hak terkait dari pemilik
hak kepada pihak lain, yaitu :
1. Lisensi – apabila orang lain hendak melakukan perbuatan
perbanyakan dan pengumuman Ciptaan serta kegiatan
perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara dan/atau gambar
pertunjukan, harus mendapat lisensi dari pencipta atau
pemegang hak terkait; dan
2. Royalti – penerima lisensi wajib member royalti kepada
Pencipta atau pemegang hak terkait.
Bagaimana substansi yang sebenarnya dari perjanjian antara
pemberi lisensi dan penerima lisensi sangat bergantung kepada kedua
belah pihak. Pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau
hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yang saling berhadapan,
yaitu penawaran oleh pihak penawar dan pihak penerimaan oleh pihak
penerima. Diantara pihak penawar dan pihak penerima tersebut harus
tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan
mengikat kedua belah pihak107
. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan
107
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1989,
hlm 97
122
berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat (1)
yang menyatakan :
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Adapun yang menjadi subyek dalam perjanjian lisensi tersebut
ialah pencipta lagu yang diwakili oleh KCI108
, sebagai Pemberi Lisensi
dengan semua user kecuali produser sebagai penerima lisensi. Pemberi
lisensi harusnya mengetahui sampai titik mana hak kekayaan intelektual
dapat dilisensikan kepada pihak lain dan seberapa jauh pemberi lisensi
sudah dilindungi secara hukum. Demikian hal bagi Penerima Lisensi
harus mengetahui keabsahan dan kepemilikan atas obyek dari lisensi.
Dengan demikian baik pemberi lisensi maupun penerima lisensi, masing-
masing mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian
lisensi pengumuman lagu ini109
.
Mengenai royalti yang selama ini dikelola KCI pada prinsipnya
setelah dikumpulkan, dipotong biaya administrasi, pajak, dana
operasional lalu didistribusikan kepada pencipta lagu yang telah terdaftar
sebagai anggota KCI pada bulan maret tahun berikutnya. Besar kecilnya
jumlah royalti yang diterima anggota KCI bergantung juga terhadap
laporan pemakaian lagu yang bersangkutan oleh para pemakai, jadi
semakin sering lagu dipakai/diumumkan oleh users maka akan semakin
108
Pencipta lagu memberikan surat kuasa kepada KCI untuk mengelola hak
mengumumkan ciptaaan lagu tersebut. 109
Djuwityastuti, Kajian Yuridis Penerbitan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik Oleh
Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006,
hal 46
123
banyak juga pula royalti yang akan diterima pencipta lagu110
. Menurut
Penulis hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi pencipta lagu atau
anggota KCI yang sudah memberikan kuasa kepada KCI dikarenakan data
laporan pemakaian lagu yang masuk belum tentu akurat. Artinya bahwa
lagu ciptaan siapa sajakah yang dipakai oleh para users dan berapa
banyak pemakaiannya. Penggunaan lagu di tempat karaoke pada
umumnya bergantung pada situasi dan permintaan pengunjung, sehingga
mungkin saja data lagu yang dinyatakan banyak dipakai tetapi sebenarnya
tidak banyak dipakai dan mungkin juga sebaliknya. Maka hal inilah yang
menurut Penulis dapat menimbulkan ketidakadilan.
Perlu menjadi catatan bahwa dalam pemberian lisensi KCI
sebagai salah satu wadah yang bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa dalam memberi izin hanyalah memberikan hak mengumumkan
kepada users yang merupakan repertoire KCI. Dari perjanjian lisensi
tersebut diketahui bahwa rumah bernyanyi karaoke hanyalah
memperoleh hak untuk mengumumkan suatu ciptaan lagu. Sedangkan
untuk perbanyakan, pemecahan bagian materi ciptaan, pengurangan
ukuran file lagu, ataupun aransemen ulang lagu tersebut merupakan
bentuk eksploitasi ciptaan yang seharusnya sebelum pengeksplotasian itu
dilakukan terlebih dahulu patutlah apabila pelaku usaha tempat karaoke
ini memperoleh lisensi atas bentuk eksploitasi.
110
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21September 2013
124
B.1 Kendala Dalam Pelaksanaan Perjanjian Lisensi Hak Cipta Lagu
Antara Pengusaha Karaoke Dengan KCI Di Kota Salatiga
Kegiatan KCI dalam melaksanakan perjanjian lisensi dan
pemungutan royalti di Kota Salatiga saat ini masih diwarnai berbagai
hambatan-hambatan yang datang dari berbagai aspek, kurangnya
pemahaman pengusaha karaoke atau masyarakat mengenai hak cipta,
masih rendahnya pengetahuan tentang hukum di bidang hak cipta dan
kurangnya kesadaran akan pentingnya mengurus perjanjian lisensi dan
pembayaran royalti terhadap pemakaian lagu oleh pengusaha karaoke di
Salatiga adalah masalah yang paling besar saat ini ditemu oleh KCI.
Penarikan royalti memang telah dikuasakan kepada KCI oleh
pencipta lagu ataupun pemegang hak karya cipta , akan tetapi belum
keluarnya Peraturan Pemerintah tentang hal ini j u g a menjadi kendala
yang sampai saat ini masih dihadapi KCI untuk terus melakukan
tugasnya111
. Bentuk-bentuk standar perjanjian lisensi tidak ditemukan
dalam UUHC, yang ada hanyalah pasal yang menyebutkan bahwa
mengenai perjanjian lisensi akan diatur kemudian dalam Keppres. Akan
tetapi sampai sekarang ini belum ada Keppres tentang perjanjian lisensi.
Permasalahan yang lain adalah mengenai pemungutan royalti. UUHC
menyebutkan bahwa pemungutan royalti dilakukan oleh organisasi
profesi berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan organisasi profesi
tersebut. Pasal ini menimbulkan multi tafsir mengenai siapa yang disebut
111
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21September 2013
125
dengan organisasi profesi dan apa saja yang menjadi kewenangannya.
Multi tafsir dari pasal tersebut mengakibatkan adanya tumpang tindih
kewenangan sesama collecting societies. Tumpang tindih kewenangan
tersebut sempat menjadi persolaan bagi beberapa collecting societies dan
sempat mencuat ke permukaan, hingga akhirnya harus diselesaikan di
pengadilan. Kasus yang sempat terjadi salah satunya adalah YKCI
(Yayasan Karya Cipta Indonesia) berhadapan dengan ASIRI (Asosiasi
Indutri Rekaman Indonesia) yang saling mengklaim memiliki hak untuk
melakukan pemungutan royalti. Selain itu, disamping ASIRI dan YKCI
ada juga banyak organisasi profesi yang mengklaim dirinya sebagai
lembaga yang berhak melakukan pemungutan royalti, katakanlah seperti
PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), dan PAPPRI
(Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia).
Untuk lebih memperjelasnya maka Penulis akan
mengelompokan beberapa kendala KCI dalam melaksanakan
perjanjian lisensi dan pemungutan royalti di Salatiga:
1. Kurangnya sosialisasi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta kepada masyarakat dan pengguna/ user.
UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
diharapkan dapat menjadi payung kepastian hukum terkait
segala sesuatu tentang Hak Cipta. Namun kehadiran UU
tersebut ternyata dirasakan tidak lebih dari sekedar
pelengkap. Keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun
126
2002 Tentang Hak Cipta bukan serta merta seluruh
lapisan masyarakat tahu akan hal itu, walaupun pada
teoritisnya keluarnya suatu Undang-undang dan telah
diterbitkan dalam Berita Negara masyarakat dianggap
tahu baik mengenai isi maupun sanksi yang termuat di
dalamnya. Untuk itu perlu lebih banyak sosialisai kepada
semua masyarakat mengenai hak cipta ini, semua pihak
diharapkan memberikan pengertian kepada pengusaha
ataupun masyarakat tentang pemahaman hak cipta dan
royalti karena jika tidak pengunaan ataupun pemakaian
lagu-lagu disebuah tempat usaha yang dikomersilkan
tanpa dipungut royaltinya akan membuat para pencipta
kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum yang
ada dalam hal penegakan hukum. Sosialisasi bisa
dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan, pemahaman-
pemahaman lansung yang dilakukan pihak terkait baik di
lapangan.
2. Rendahnya kesadaran pengguna/ user dalam menghargai
karya cipta .
Hal ini dipengaruhi faktor kebiasaan masyarakat yang
pada umumnya tidak memperhatikan arti dari Hak Cipta itu,
dengan keadaan ini jelas masyarakat juga tidak
mempedulikan tentang bagaimana pentingnya pembayaran
127
royalti atas apa yang mereka pakai, bahkan banyak
masyarakat yang tidak mengerti tentang royalti sehingga
masih ada kegiatan usaha tanpa membayar royalti,hal ini
terjadi karena ketidaktahuan masyarakat tentang apa itu
royalti dan tentang Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
3. Sulitnya pendataan penguna karya cipta karena luasnya
wilayah kerja dengan tidak didukung oleh SDM dan Biaya
Jumlah usaha yang banyak berkembang saat ini
cukup menyulitkan KCI dalam mendata usaha yang
mempergunakan karya cipta para pemegang hak cipta,
baik usaha berskala kecil ataupun besar, usaha hiburan
yang jadi target utama KCI dalam pemungutan royalti
saat ini berkemang dengan pesat dan belum semuanya
terdata oleh KCI hal ini disebabkan jumlah petugas di
lapangan yang sedikit tidak sesuai dengan jumlah usaha
yang tumbuh saat ini. Dengan luasnya cakupan kerja KCI
ternyata dalam internal manajemen tidak didukung dari segi
SDM-nya, setidaknya dari segi kuantitas (banyaknya
jumlah) SDM. Keadaan seperti ini sangat dirasakan oleh
pihak perwakilan KCI yang ada didaerah. Keadaan yang
ada semakin diperparah dengan minimnya alokasi dana bagi
operasional KCI jika dibandingkan dengan luasnya wilayah
128
kerja, dan itu semakin membuat KCI tidak maksimal dalam
bekerja.
4. Status keberadaan Yayasan Karya Cipta yang dipertanyakan
Tumpang tindih kewenangan sebuah lembaga
collective organization yang terjadi antara KCI dengan
lembaga profesi lain yang ikut serta mengklaim dirinya yang
berhak melakukan pemungutan royalti. Sebut saja dengan
ASIRI ( Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) dan, PAMMI
(Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia. Undang-Undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada dasarnya tidak
merumuskan secara definitif mengenai adanya suatu
collective organization, melainkan sekilas disebutkan sebagai
organisasi profesi. Dengan tidak adanya penunjukan oleh
undang-undang, maka embrio organisasi yang berdiri atas
prakarsa PAPPRI sejak 20 tahun silam ini seolah kehilangan
legitimasinya di masyarakat. Diperkuat lagi dengan
kenyataan bahwa pemerintah tidak bertindak untuk
membentuk organisasi profesi yang kuat dan berwibawa.
Penyudutan terhadap status KCI semakin dipertajam dengan
banyaknya pihak yang tidak terima dan mengajukan gugatan
kepadanya.
129
B.1.2 Penyelesaian Pelanggaran Perjanjian Lisensi Hak Cipta Lagu
antara Pengusaha Karaoke dengan KCI di Kota Salatiga
Pada tindak pidana dibidang hak kekayaan intelektual
khususnya hak cipta, penyidik pada Polres Salatiga berdasarkan hasil
wawancara, penyidik berperan dalam menindaklanjuti setiap persoalan
yang berhubungan dengan tindak pidana dibidang hak cipta. Apabila
mendapat laporan atau menemukan sendiri pelanggaran tersebut petugas
kepolisian dapat melakukan penindakan112
. Hal ini pula telah Penulis
jelaskan bahwa Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
memberikan klasifikasi delik sebagai delik biasa /formal , itu berarti
dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang. Bersifat mutlak ada kerugikan yang ditimbulkan, barulah para
pelaku pelanggar baru dapat dituntut berdasarkan ketentuan pidana yang
terdapat dalam UUHC.
Menurut keterangan yang diberikan Bapak Darmawan selaku
Kanit ReskrimPolres Salatiga, Penyididik pada Reskrim Polres Salatiga
melakukan proses penyidikan terhadap kasus pelanggaran hak cipta
berdasarkan Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP,
Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Perkap 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen
Penyidikan Tindak Pidana.
112
Wawancara dilakukan dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada
tanggal 12 September 2013
130
Berdasarkan hasil wawancara juga menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan penyidik pada Subdit Reskrim terhadap kewenangan
mereka dalam bertindak yang telah diberikan oleh UUHC masih sangat
kurang. Oleh karenanya penyelidikan terhadap tindak pidana hak cipta
baru dilakukan pada saat ada laporan dari pemegang hak cipta yang
dirugikan. Dengan penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa salah satu
faktor merajalelanya pelanggaran hak cipta di kota Salatiga juga
dipengaruhi oleh keaktifan dari pihak kepolisian.
Dalam praktiknya Penulis berpendapat tindak pidana hak cipta
tidak tepat dimasukkan dalam kategori delik biasa. Setidaknya ada tiga
alasan mengapa Penulis berpendapat demikian, yaitu pertama, aparat
penegak hukum tidak bisa menentukan apakah telah terjadi tindak
pidana hak cipta tanpa membandingkan barang hasil pelanggaran hak
cipta dengan ciptaan aslinya. Hanya pencipta atau pemegang hak
ciptanya-lah yang memegang dan mengetahui dengan pasti ciptaan yang
asli tersebut. Oleh karena itu, seharusnya tidak mungkin aparat penegak
hukum dapat bergerak sendiri tanpa adanya pengaduan terlebih dahulu
dari pencipta atau pemegang hak cipta yang merasa dirugikan atas tindak
pidana tersebut. Kedua, dalam melakukan proses hukum, aparat penegak
hukum tidak mungkin langsung mengetahui apakah suatu pihak telah
mendapat izin untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan.
Oleh karena itu, pasti ada pengaduan terlebih dahulu dari pencipta atau
pemegang hak cipta yang mengetahui dengan pasti bahwa suatu pihak
131
telah melanggar hak ciptanya karena tidak memiliki izin untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
Ketiga, dalam praktik, apabila terjadi pelanggaran hak cipta,
pihak yang hak ciptanya dilanggar lebih menginginkan adanya ganti rugi
dari pihak yang melanggar hak cipta ketimbang pelanggar hak cipta
tersebut dikenakan sanksi pidana penjara atau denda. Oleh karena itu,
penyelesaiannya diupayakan secara damai di luar pengadilan. Namun,
karena tindak pidana hak cipta adalah delik biasa, sering kali aparat
penegak hukum yang mengetahui adanya pelanggaran hak cipta terus
melanjutkan proses hukum pidana meski sudah ada kesepakatan damai
antara pihak yang dilanggar hak ciptanya dengan pihak yang melanggar
hak cipta. Hal ini tentu saja akan menyulitkan posisi para pihak yang
telah berdamai tersebut. Indonesia telah memiliki beberapa undang-
undang di bidang HKI, yaitu tentang paten, merek, hak cipta, desain
industri, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu. Kecuali
undang-undang tentang hak cipta, undang-undang di bidang HKI lainnya
menentukan bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya merupakan
delik aduan. Sangat aneh ketika tindak pidana hak cipta diatur berbeda
dengan tindak pidana dibidang HKI lainnya. Dengan demikian,
seharusnya tindak pidana hak cipta diatur sama dengan tindak pidana di
bidang HKI, yaitu merupakan delik aduan.
Menurut Penulis memang benar bahwa hanya pencipta dan
pemegang haklah yang mengetahui dengan pasti ciptaannya yang asli.
132
Tetapi apabila ciptaan tersebut ingin digunakan dalam suatu usaha atau
mengomersialkan materi hak cipta maka sebagai pelaku usaha yang
beritikad baik terlebih dahulu pelaku usaha ini meminta izin kepada
pencipta dari ciptaan tersebut. Apabila berhubungan dengan penggunaan
ciptaan lagu, pelaku usaha ini dapat meminta izin pengalihan hak
ekonomi kepada produser rekaman atau suatu asosiasi yang diberi kuasa
oleh pencipta untuk mewakilinya dalam pengalihan hak. Disaat pelaku
usaha ini telah memperoleh pengalihan izin penggunaan lagu dalam
bentuk pengumuman, KCI selaku salah satu wadah perantara antara
pencipta dan pelaku usaha memberikan sertifikat penggunaan lagu sesuai
dengan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Jikalau
pelaku usaha ini meminta pengalihan izin langsung kepada penciptanya
maka bentuk pengalihannnya berbentuk perjanjian lisensi yang
selanjutnya lisensi tersebut didaftarkan pada dirjen HAKI.
Jadi kalau alasannya penegak hukum berkendala dalam
menemukan alat bukti sebagaimana alasan di atas bahwa pencipta dan
pemegang hak ciptalah yang memegang dan mengetahui dengan pasti
ciptaan aslinya, pihak penyidik dapat menanyakan keberadaan lisensi
pengalihan hak tersebut atau sertifikat pengalihan hak yang telah pelaku
usaha peroleh sebelumnya disaat pengurusan izin tersebut atau kalau
diperlukan cek lisensi yang terdaftar pada direktorat HKI. Apabila pelaku
usaha itu tidak memilikinya maka dapat dipastikan pelaku usaha tersebut
telah melanggar hak pencipta.
133
Kedua, apabila alasannya adalah tidak akan mungkin
mengetahui apakah suatu pihak telah mendapat izin untuk
mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan. Penulis dapat
menganalogikan bahwa penggunaan narkoba tanpa resep dari dokter
yang telah mengikuti pelatihan di rumah sakit ketergantungan obat
merupakan suatu perbuatan yang dilarang, ada pun jenis yang hanya
diperbolehkan adalah psikotropika golongan III dan golongan IV. Hal ini
barulah dapat diketahui jika Polisi melakukan penggerebekan atau razia
terhadap pelaku yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum
tersebut. Hal semacam ini pula dapat diberlakukan pada kasus
pelanggaran hak cipta. Jadi para pelaku usaha dapat dirazia oleh pihak
kepolisian tanpa adanya aduan terlebih dahulu kepada Polisi.
Ketiga, apabila alasannya karena seringkali pencipta lebih
menginginkan ganti rugi daripada sanksi pidana diberlakukan terhadap
pihak yang melanggar. Penulis berpendapat UUHC telah memberikan
hak kepada pencipta untuk dapat melakukan gugatan perdata pada
pengadilan negeri dan juga penuntutannya. Delik biasa pada UUHC ini
diberikan karena selain kepentingan pribadi pencipta yang dirugikan juga
hal ini berimplikasi pada pemasukan negara dari sektor perpajakan. Telah
diketahui bahwa sebagian besar pelaku usaha menginginkan perolehan
keuntungan dengan cara yang mudah. Jadi untuk alasan menyulitkan para
pihak yang ingin berdamai Penulis rasa bukanlah suatu alasan yang tepat
karena pelanggaran hak cipta tidak hanya berbicara mengenai pencipta
134
dan pelaku usaha tetapi juga negara yang dalam hal ini turut merasakan
kerugian yang ditimbulkan oleh para pelanggar hak cipta. Potensi
kerugian negara dari 60 kasus pelanggaran hak cipta yang telah ditangani
oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual diperkirakan mencapai
sekitar Rp 100 miliar113
. Seandainya royalti yang diterima oleh pencipta
sebesar peredaran ciptaanya di lapangan maka pencipta akan membayar
pajak yang banyak pula sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan
pajak itu maka sejahteralah masyarakat Indonesia terlepas dari masalah
mafia pajak tentunya. Ini pula membuktikan pelaku usaha yang beritikad
buruk juga telah merugikan masyarakat Indonesia.
B.1.3 Upaya Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta pada Kafe dan
Tempat Karaoke Yang Tidak Memiliki Lisensi atas Hak Cipta Lagu
KCI dalam hal pelaksanaan pemungutan royalti di lapangan
sebenarnya tidak hanya menunggu pembayaran dari pihak pengelola
tempat hiburan melainkan juga melakukan pengawasan, pengawasan
ini dilakukan untuk menertibkan setiap pengelola hiburan dalam
pengunaan lagu dan melihat tempat usaha lain yang belum membayar
lisensi atas karya cipta yang dikuasakan kepadanya.Untuk itu KCI
melakukan pengawasan di lapangan, bisa dilakukan oleh anggota
KCI langsung dan juga mendengarkan secara langsung laporan dari
masyarakat ataupun para pemegang hak cipta, dari sini KCI akan
langsung melakukan pengecekan jika benar terjadi pelanggaran maka
113
Pelanggaran Hak Cipta, http://Infoteknologi.suarasurabaya.net/news/2012/111742-
hingga-oktober-2012-kerugian-negara-diperkirakan-100-miliar diakses pada tanggal 13
september 2013
135
KCI akan langsung melayangkan surat peringatan kepada pengelola
tempat usaha atau hiburan tersebut114
.
Jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh penerima lisensi
atau penerima lisensi tidak memenuhi kewajibannya membayarkan
royalti sesuai yang telah diperjanjikan maka antara KCI dan penerima
lisensi dalam hal ini pemilik atau pengusaha tempat-tempat karaoke akan
dipertemukan bersama untuk menyelesaikan secara musyawarah terlebih
dahulu, akan tetapi jika jalan musyawarah yang ditempuh tidak
membuahkan hasil maka salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat
mengajukan masalah ini ke ranah hukum untuk menyelesaikan
masalah tersebut115
.
Ketentuan pidana yang dipergunakan untuk melindungi hak
cipta mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan dan perubahan mengenai ketentuan pidana ini senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan bidang-bidang hak
cipta yang mencakup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan
kesusastraan. Dinaikkannya ancaman pidana bagi pelanggar hak cipta
dapat dikatakan mendapat pengaruh dari sektor ekonomi, karena pada
dasarnya si pelaku kejahatan hak cipta dapat memperoleh keuntungan
finansial yang besar, terlebih lagi kalau tindak pidananya berupa
pembajakan. Usaha penanggulangan kejahatan hak cipta disamping
114
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21September 2013 115
Wawancara dilakukan dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada
tanggal 12 September 2013
136
menaikkan ancaman pidana, juga merubah penyebutan delik aduan
menjadi delik biasa116
.
Berdasarkan wawancara dengan penyidik Polres Salatiga
mengemukakan bahwa pihak penyidik Polres Salatiga ini telah
melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pengusaha karaoke di
Salatiga khususnya perihal bentuk-bentuk perbuatan yang tergolong
pelanggaran hak cipta sebagai bentuk penanggulangan terhadap
pelanggaran hak cipta. Pihak kepolisian juga telah memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai hak cipta melalui situs resmi polri yang
dapat diakses setiap saat di www.reskrimsus.metro.polri.go.id/info117
.
Penanggulangan terhadap pelanggaran hak cipta juga dilakukan
oleh KCI. KCI menganggap mereka adalah sebuah yayasan yang diberi
tanggung jawab oleh pencipta untuk menagihkan royalti kepada users
sehingga KCI merasa berkewajiban memberikan informasi atas
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUHC kepada pelaku usaha.
Adapun bentuk penanggulangan atas pelanggaran hak cipta yang
dilakukan oleh KCI yaitu melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang
dilakukan KCI bukanlah berbentuk seminar tetapi sistem yang mereka
116
Uning Kusuma Hidayah,Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Terhadap
Pembajakan CD/VCD (Studi Kasus Di Jawa Tengah), Tesis FH Undip, Semarang;2008.
hal. 126 117
Wawancara dilakukan dengan Darmawan, Kanit Reskrim Polres Salatiga pada
tanggal 12 September 2013
137
pakai adalah “door to door” mendatangi setiap pelaku usaha hiburan
yang mempergunakan lagu pencipta118
.
Prosedur pertama KCI dengan melakukan sosialisasi melalui
introduction letter (surat pemberitahuan) surat yang berisi pengenalan
bahwa ciptaan lagu itu dilindungi oleh undang-undang, kalau misalnya si
pelaku usaha tetap tidak membayar royalti pihak KCI berikutnya
mengirimkan reminder letter (mengingatkan bahwa pelaku usaha
mempunyai kewajiban, dasar hukumnya terdapat dalam UUHC kalau
tetap dilanggar maka akan berakibat hukum, kalau mau mengurus
prosesnya seperti ini). Prosedur ketiga apabila pelaku usaha tetap
membangkan adalah KCI mengirimkan Warning letter (surat
peringatan)119
.
Dari beberapa hambatan diatas KCI mencoba mengatasinya
dengan cara menyiasati hambatan-hambatan itu antara lain adalah:
1. Pemberitahuan dan sosialilasi Kepada masyarakat dan
pengguna/users tentang Hak Cipta.
Setiap Anggota KCI dibekali dengan pengetahuan
tentang Hak Cipta serta diberikan tugas untuk menjelaskan
bagaimana sebenarnya hak cipta dan royalti kepada
masyarakat, dengan demikian banyak diharapkan masyarakat
bisa memahami apa itu hak cipta dan pembayaran royalti
118
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21 September 2013 119
Wawancara dilakukan dengan Daryanto,Pengurus Yayasan Karya Cipta Indonesia
Wilayah Jateng & DIY pada tanggal 21 September 2013
138
tersebut. Memang sejauh ini tidak ada sosialisasi yang secara
langsung menyentuh kepada masyarakat, hanya sekedar diskusi
dan seminar dan hanya kalangan tertentu saja yang dapat
mengikutinya. Namun dapat diharapkan semua pihak bisa
bekerja sama mensosialisasikan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, s eh i n g g a menyentuh semua
lapisan masyarakat, dengan cara meningkatkan frekuensi
penyuluhan penyuluhan tentang hak cipta tersebut dan
diharapkan dengan penyuluhan tersebut masyarakat mengerti
tentang pentingnya Hak Cipta
2. Menumbuhkan kesadaran pengguna/ user dalam menghargai
karya cipta.
Untuk menumbuhkan kesadaran user dalam menghargai
suatu karya cipta, bukan merupakan suatu hal yang mudah.
Namun KCI telah berupaya bekerjasama dengan beberapa
organisasi/ paguyuban tertentu untuk melakukan semacam dialog
sarasehan secara langsung.
3. Penyebarluasan Petugas Pengawas KCI
Dengan tetap memperhatikan tujuan serta visi KCI dalam
rangka pemungutan royalti KCI saat ini K C I
menyebarluaskan petugasnya untuk melakukan pemungutan,
hal ini juga dilaksanakan untuk pendataan KCI terkait
pengunaan karya cipta oleh pengguna karya cipta tersebut dan
139
dalam hal ini diharapkan masyarakat ikut serta membantu dalam
pendataan tersebut.
4. Status KCI
Keberadaan KCI dapat dikatakan benar, dikarenakan
adanya desakan kebutuhan pengelolaan hak ekonomi suatu karya
cipta serta dibentuk sebagai badan hukum. Sedangkan di sisi yang
lain, mengenai tidak adanya status penujukkan kepada KCI oleh
UU Hak Cipta sebagai collecting society adalah merupakan
kewenangan dan kewajiban negara untuk memberikan solusinya.