BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.unika.ac.id/15017/4/14.C2.0006 Ni...

59
51 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan disajikan mengenai uraian hasil penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas kota Semarang yang terdiri dari tiga Puskesmas rawat inap dan enam Puskesmas non rawat inap. Puskesmas yang digunakan sebagai obyek penelitian pada tabel II yaitu: Tabel II Daftar Puskesmas sebagai Obyek Penelitian Proses penelitian berlangsung dari bulan Oktober hingga Nopember 2016. Secara umum hasil yang ingin dicapai pada penelitian yaitu mengenai pelaksanaan pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam penelitian No. Kategori Puskesmas Wilayah Geografis Nama Puskesmas 1. Rawat Inap Semarang Timur Tlogosari Kulon 2. Rawat Inap Semarang Barat Gunung Pati 3. Rawat Inap Semarang Selatan Srondol 4. Non Rawat Inap Semarang Utara Genuk 5. Non Rawat Inap Semarang Timur Tlogosari Wetan 6. Non Rawat Inap Semarang Barat Tambak Aji 7. Non Rawat Inap Semarang Selatan Padangsari 8. Non Rawat Inap Semarang Utara Gayamsari 9. Non Rawat Inap Semarang Tengah Kagok

Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …repository.unika.ac.id/15017/4/14.C2.0006 Ni...

51

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan disajikan mengenai uraian hasil penelitian yang

dilaksanakan di Puskesmas kota Semarang yang terdiri dari tiga

Puskesmas rawat inap dan enam Puskesmas non rawat inap.

Puskesmas yang digunakan sebagai obyek penelitian pada tabel II yaitu:

Tabel II Daftar Puskesmas sebagai Obyek Penelitian

Proses penelitian berlangsung dari bulan Oktober hingga

Nopember 2016. Secara umum hasil yang ingin dicapai pada penelitian

yaitu mengenai pelaksanaan pemanfaatan dana kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kota Semarang setelah

berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa

Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam penelitian

No. Kategori

Puskesmas Wilayah

Geografis Nama Puskesmas

1. Rawat Inap Semarang Timur Tlogosari Kulon

2. Rawat Inap Semarang Barat Gunung Pati

3. Rawat Inap Semarang Selatan Srondol

4. Non Rawat Inap Semarang Utara Genuk

5. Non Rawat Inap Semarang Timur Tlogosari Wetan

6. Non Rawat Inap Semarang Barat Tambak Aji

7. Non Rawat Inap Semarang Selatan Padangsari

8. Non Rawat Inap Semarang Utara Gayamsari

9. Non Rawat Inap Semarang Tengah Kagok

52

ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan data kuantitatif

sebagai data pendukung. Gambaran umum tentang obyek penelitian dan

hasil wawancara dengan narasumber akan diuraikan dalam bab ini.

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Gambaran umum obyek penelitian dibagi menjadi kelompok

Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap. Berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Puskesmas, Pasal 25 ayat (2) dan (3) disebutkan pengertian tentang

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan

sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai

pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan dan Puskesmas non

rawat inap adalah Puskesmas yang tidak menyelenggarakan

pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.

a. Puskesmas Rawat Inap

1) Puskesmas Tlogosari Kulon

Puskesmas Tlogosari Kulon merupakan salah satu

Puskesmas yang berada di Kecamatan Pedurungan yang

memiliki luas wilayah 16.655 Ha yang mempunyai wilayah

kerja empat kelurahan yaitu: Kelurahan Tlogosari Kulon,

Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kelurahan Kalicari dan Kelurahan

Gemah. Dengan batas wilayah kerja sebelah Utara Kelurahan

Bangetayu, sebelah Selatan Kelurahan Sendang Guwo,

sebelah Timur Kelurahan Gayamsari, sebelah Barat

53

Kelurahan Tlogosari Wetan. Puskesmas Tlogosari Kulon

adalah Puskesmas rawat inap yang memiliki sembilan Tempat

Tidur. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas

Tlogosari Kulon dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tlogosari Kulon

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 3

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 9

4. Bidan 5

5. Apoteker 2

6. Tenaga kesehatan lain 5

Sumber : Data Puskesmas Tlogosari Kulon Tahun 2016

2) Puskesmas Gunungpati

Puskesmas Gunungpati Semarang terletak di pinggir

jalan raya, berlokasi di Jalan Mr. Puryanto Kelurahan

Plalangan RT 4 / RW 1. Letak Puskesmas Gunungpati

Semarang ini mudah dijangkau oleh masyarakat Gunungpati

Semarang. Puskesmas Gunungpati memiliki 11 (sebelas)

kelurahan binaan dari 16 kelurahan yang ada di Kecamatan

Gunungpati. Puskesmas Gunungpati adalah Puskesmas rawat

inap yang memiliki lima Tempat Tidur. Sumber daya kesehatan

yang ada di Puskesmas Gunungpati dapat dilihat pada tabel IV.

54

Tabel IV Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Gunungpati

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 6

4. Bidan 7

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 5

Sumber : Data Puskesmas Gunungpati Tahun 2016

3) Puskesmas Srondol

Puskesmas Srondol terletak di Kelurahan Srondol

Kecamatan Banyumanik Semarang Selatan. Puskesmas ini

terletak di tepi jalan utama sehingga memudahkan masyarakat

untuk berobat. Wilayah kerja Puskesmas ini mencakup

kelurahan Srondol Kulon, Srondol Wetan serta Banyumanik.

Puskesmas Srondol merupakan Puskesmas Poned (Pelayanan

Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar) yang mampu

memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus

kegawatdaruratan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir yang

datang sendiri maupun yang dirujuk oleh masyarakat (kader,

dukun), bidan praktek swasta, bidan di desa dan puskesmas

sekitarnya. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas

Srondol dapat dilihat pada tabel V.

55

Tabel V Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Srondol

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 4

4. Bidan 6

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 4

Sumber : Data Puskesmas Srondol Tahun 2016

b. Puskesmas Non Rawat Inap

1) Puskesmas Genuk

Puskesmas Genuk terletak di RT /RW : 05 / I Kelurahan

Genuksari Kecamatan Genuk dengan wilayah kerja tujuh

kelurahan terdiri dari : Kelurahan Genuksari, Banjardowo,

Trimulyo, Terboyo wetan, Terboyo Kulon, Gebangsari dan

Muktiharjo Lor. Sumber daya kesehatan yang ada di Puskesmas

Genuk dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Genuk

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 8

4. Bidan 5

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 3

Sumber : Data Puskesmas Genuk Tahun 2016

56

2) Puskesmas Tlogosari Wetan

Puskesmas Tlogosari Wetan Semarang merupakan

Puskesmas non rawat inap yang terletak di Jalan Soekarno

Hatta No.6, Palebon, Pedurungan Semarang Timur, memiliki

delapan kelurahan sebagai wilayah kerja atau binaan yaitu

Kelurahan Tlogosari wetan, Kelurahan Tlogomulyo, kelurahan

Palebon, Kelurahan Pedurungan Kidul, Kelurahan Pedurungan

Tengah, Kelurahan Pedurungan Lor, kelurahan Plamongan

Sari, dan Kelurahan Penggaron Kidul. Sumber daya kesehatan

yang ada di Puskesmas Tlogosari Wetan dapat dilihat pada tabel

VII.

Tabel VII Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tlogosari Wetan

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 4

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 4

4. Bidan 5

5. Apoteker 2

6. Tenaga kesehatan lain 5

Sumber : Data Puskesmas Tlogosari Wetan Tahun 2016

3) Puskesmas Tambakaji

Puskesmas Tambakaji terletak di Kelurahan Tambakaji

tepatnya di Jalan Raya Walisongo KM. 9 Semarang, Kecamatan

Ngaliyan. Puskesmas Tambakaji memiliki luas wilayah 706.589

57

Ha. PuskesmasTambakaji mempunyai wilayah kerja dua

kelurahan yaitu kelurahan Tambakaji dan kelurahan Wonosari.

Puskesmas Tambakaji merupakan Puskesmas induk, tidak

mempunyai Puskesmas pembantu dan hanya mempunyai satu

Puskesmas keliling. Selain itu Puskesmas Tambakaji juga tidak

memiliki rawat inap dan Puskesmas pembantu dikarenakan

mudahnya akses antara Puskesmas Purwoyoso dan

RS.Tugurejo Semarang. Sumber daya kesehatan yang ada di

Puskesmas Tambakaji dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tambakaji

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 3

4. Bidan 2

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 4

Sumber : Data Puskesmas Tambakaji Tahun 2016

4) Puskesmas Padangsari

Puskesmas Padangsari berlokasi di jalan Meranti Raya

Kota Semarang dan berada di Kelurahan Padangsari dengan

wilayah kerja seluas 751,4 Ha. Puskesmas ini dahulu bernama

Puskesmas Banyumanik. Puskesmas Padangsari bertanggung

jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah

58

kerjanya yaitu Kecamatan Banyumanik. Batas wilayah kerja

Puskesmas Padangsari yaitu bagian utara berbatasan dengan

kelurahan Sumurboto, bagian selatan berbatasan dengan

kelurahan Gedawang, bagian barat berbatasan dengan

kelurahan Srodol Wetan, bagian timur berbatasan dengan

kelurahan Kramas Tembalang. Sumber daya kesehatan yang

ada di Puskesmas Padangsari dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Padangsari

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 3

4. Bidan 2

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 4

Sumber : Data Puskesmas Padangsari Tahun 2016

5) Puskesmas Gayamsari

Puskesmas Gayamsari terletak di jalan Slamet Riyadi,

Kelurahan Gayamsari, Kecamatan Gayamsari Semarang.

Puskesmas melayani tujuh Kelurahan dengan luas wilayah

kerjanya 750.15 ha. Sumber daya kesehatan yang ada di

Puskesmas Gayamsari dapat dilihat pada tabel X.

59

Tabel X Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Gayamsari

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 3

4. Bidan 5

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 3

Sumber : Data Puskesmas Gayamsari Tahun 2016

6) Puskesmas Kagok

Puskesmas Kagok merupakan salah satu Puskesmas

yang berada di tengah-tengah kota di Semarang yang beralamat

di jalan Telomoyo nomor 3 Semarang. Wilayah kerja Puskesmas

Kagok terdiri dari 4 kelurahan yang terdiri dari kelurahan

Wonotinggal, Candi, Kaliwiru, dan Tegal Sari. Sumber daya

kesehatan yang ada di Puskesmas Gayamsari dapat dilihat pada

tabel XI.

Tabel XI Daftar Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kagok

No. Tipe Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 2

2. Dokter Gigi 1

3. Perawat 3

4. Bidan 3

5. Apoteker 1

6. Tenaga kesehatan lain 4

Sumber : Data Puskesmas Kagok Tahun 2016

60

c. Dinas Kesehatan Kota Semarang

Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah satuan Kerja

Perangkat Daerah di Kota Semarang yang memiliki tanggung jawab

menjalankan kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam bidang

kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Semarang membawahi 37

Puskesmas induk yang tersebar di 16 Kecamatan dan 177

Kelurahan. Sebanyak 11 Puskesmas memiliki fasilitas rawat inap,

sedangkan 26 lainnya merupakan Puskesmas non inap. Selain itu

juga didukung dengan 33 Puskesmas Pembantu. Sesuai dengan

strategi Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas di Kota

Semarang memiliki enam kegiatan pokok yaitu :

a. Upaya promosi kesehatan

1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

2) Sosialisasi Program Kesehatan

3) Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

b. Upaya kesehatan lingkungan

1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah),

SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga), TTU

(tempat-tempat umum), Institusi pemerintah

2) Survey Jentik Nyamuk

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga berencana

1) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care), KB

(Keluarga Berencana),

61

2) Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

1) Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

1) Surveilens Epidemiologi

2) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung,

ISPA, Diare, IMS (Infeksi Menular Seksual), Rabies

f. Upaya pengobatan

1) Rawat Jalan Poli Umum

2) Rawat Jalan Poli Gigi

3) Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan

4) Unit Gawat Darurat (UGD)

5) Puskesmas Keliling (Puskel)

2. Hasil Wawancara dengan Narasumber

a. Dinas Kesehatan Kota Semarang

Wawancara dengan Dinas Kesehatan dilakukan untuk

mengetahui pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di

Puskesmas Kota Semarang setelah terbitnya Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dan fungsi

62

pembinaan serta pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan

kepada Puskesmas dalam penggunaan dana kapitasi JKN di

Puskesmas. Wawancara dilakukan kepada Bidang Promosi

Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan (PKPKL),

Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subbagian Keuangan Dinas

Kesehatan Kota Semarang.

1) Bidang Promosi Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan

Lingkungan (PKPKL)

Wawancara kepada Kepala Bidang Promosi

Kesehatan, Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan

(PKPKL) Dinas Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan pada

tanggal 14 Oktober 2016. Kepala Bidang Promosi Kesehatan,

Pemberdayaan dan Kesehatan Lingkungan (PKPKL)

menjelaskan bahwa 37 Puskesmas di wilayah Kota Semarang

telah melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah mulai

bulan Juni 2016 berdasarkan Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di

Kota Semarang Tahun 2016. Berdasarkan Pasal 9 Peraturan

63

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016, Dinas Kesehatan

berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun

2016 secara berjenjang sesuai dengan ketentuan

perundangan-undangan. Bidang PKPKL Bidang Pelayanan

Kesehatan dan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota

Semarang berkoordinasi dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan penggunaan dana kapitasi di Puskesmas Kota

Semarang. Bentuk pembinaan yang dilaksanakan Bidang

PKPKL, Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subbagian

Keuangan adalah melakukan pertemuan dengan seluruh

Kepala Puskesmas setiap 2 minggu sekali untuk evaluasi

penggunaan dana kapitasi. Subbagian Keuangan Dinas

Kesehatan Kota Semarang mengkoordinir pengawasan

penggunaan dana kapitasi di Puskesmas.

2) Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota

Semarang

Wawancara kepada Kepala Bidang Pelayanan

Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan

pada tanggal 14 Oktober 2016. Kepala Bidang Pelayanan

Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang menjelaskan

bahwa seluruh Puskesmas di wilayah Kota Semarang

sebanyak 37 Puskesmas induk telah melaksanakan Peraturan

64

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016

Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan

Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Milik Pemerintah Daerah mulai bulan Juni 2016 berdasarkan

Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang

Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada

Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.

Pada Keputusan Walikota Semarang Nomor :

440/196/2016 diatur bahwa alokasi dana kapitasi ditetapkan

sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan

kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan. Alokasi dana kapitasi

untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

selanjutnya ditetapkan untuk obat, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dan

kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal

sebesar 30% (tiga puluh persen). Penentuan penggunaan

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan untuk obat,

alat kesehatan dan bahan medis hasbi pakai minimal sebesar

10% (sepuluh persen) ditetapkan karena Dinas Kesehatan

Kota Semarang telah memiliki stok obat-obatan melalui

pengadaan yang dilakukan Dinas Kesehatan sehingga untuk

65

tahun 2016 masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

Puskesmas apabila terdapat kekurangan obat di Puskesmas

wilayah Kota Semarang atau kebutuhan obat-obatan melebihi

10% dari alokasi dana dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan.

Bentuk pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan

adalah Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang PKPKL dan

Subbagian keuangan melakukan pertemuan dengan seluruh

Kepala Puskesmas setiap dua minggu sekali untuk evaluasi

penggunaan dana kapitasi. Selain itu Bidang Pelayanan

Kesehatan melakukan pembinaan dalam bentuk pelatihan

kepada petugas Puskesmas dalam pembelian obat, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing

dan melakukan persetujuan terhadap permohonan pembelian

obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (diluar

pengadaan obat oleh Dinas Kesehatan) diluar daftar e-catalog.

Bentuk pengawasan yang dilakukan adalah evaluasi

penyerapan penggunaan dana kapitasi setiap bulan.

3) Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang

Wawancara kepada Kepala Subbagian Keuangan Dinas

Kesehatan Kota Semarang dilaksanakan pada tanggal 14

Oktober 2016. Kepala Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan

Kota Semarang menjelaskan bahwa seluruh Puskesmas di

66

wilayah Kota Semarang sebanyak 37 (tiga puluh tujuh)

Puskesmas induk telah melaksanakan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya

Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah Daerah mulai bulan Juni 2016 berdasarkan

Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang

Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada

Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016

dengan alokasi dana kapitasi ditetapkan sebesar 60% (enam

puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40%

(empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan.

Sub-bagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota

Semarang melakukan pengawasan penggunaan dana kapitasi

melalui monitoring penyerapan dana kapitasi di seluruh

Puskesmas di Kota Semarang dan memberikan umpan balik

setiap enam bulan sekali. Bentuk pembinaan dilakukan oleh

Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang

melalui rekonsiliasi (pencocokan) data penyerapan dana

kapitasi dengan Bendahara Kapitasi di Puskesmas setiap

bulan.

67

Penggunaan dana kapitasi sebesar 60% untuk jasa

pelayanan kesehatan sudah optimal dilaksanakan. Sedangkan

dana kapitasi sebesar 40% untuk dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan belum optimal mengingat pembelian

obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-

purchasing yang relatif lama pengadaannya dan terdapat jenis

obat yang kosong persediaannya dari pabrik obat tersebut.

b. Kepala Puskesmas

Wawancara dengan sembilan Kepala Puskesmas yang

menjadi obyek penelitian dilaksanakan pada minggu keempat

bulan Oktober 2016 sampai dengan minggu kedua bulan

Nopember 2016. Wawancara dengan Kepala Puskesmas

dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan penggunaan dana

kapitasi JKN, peran kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

tentang penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Uraian

wawancara kepada Kepala Puskesmas dibedakan menjadi

kelompok Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap

sebagai berikut :

1) Puskesmas Rawat Inap

Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan

Srondol seluruhnya dipimpin oleh dokter umum. Semua Kepala

Puskesmas menjelaskan bahwa pelaksanaan Peraturan Menteri

68

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilaksanakan di Puskesmas

mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan ketentuan pada Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan

Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa

Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar 60% (enam

puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat

puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan. Alokasi dana kapitasi untuk dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan selanjutnya ditetapkan untuk

obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal

sebesar 10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional

pelayanan kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh

persen). Tidak ada kebijakan internal dari Kepala Puskesmas

Tlogosari Kulon, Gunungpati dan Srondol tentang penggunaan

dana kapitasi JKN. Kepala Puskesmas Tlogosari Kulon,

Gunungpati dan Srondol selalu melibatkan Bendahara Kapitasi

JKN dalam penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas,

membahas permasalahan dalam penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas khususnya penggunaan dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan. Dinas Kesehatan Kota

Semarang secara aktif dan berkala melakukan pembinaan

69

kepada Puskesmas dalam bentuk pertemuan rutin setiap dua

minggu sekali dengan seluruh Kepala Puskesmas se Kota

Semarang yang salah satunya membahas tentang penggunaan

dana kapitasi JKN di Puskesmas, evaluasi penyerapan dana

kapitasi JKN di Puskesmas yang dilakukan Subbagian

Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang setiap bulan,

pelatihan petugas Puskesmas dalam pengadaan obat, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai melalui e-purchasing.

Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah

digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati dan

Srondol untuk meningkatkan sarana prasarana di Puskesmas

dan pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh Kepala

Puskesmas Tlogosari Kulon dan Srondol bahwa ada obat dan

alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar Farmasi

(PBF) dan pembelian melalui e-purchasing lama. Kepala

Puskesmas Gunungpati menjelaskan tidak ada kendala dalam

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas.

70

2) Puskesmas Non Rawat Inap

Kepala Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari seluruhnya dipimpin oleh dokter umum, Kepala

Puskesmas Tambakaji dipimpin oleh dokter gigi dan Puskesmas

Kagok dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Semua

Kepala Puskesmas menjelaskan bahwa pelaksanaan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilaksanakan di

Puskesmas mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan ketentuan

pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan

Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota

Semarang Tahun 2016. Penggunaan dana kapitasi JKN

ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa

pelayanan kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah

digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari,

Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok untuk meningkatkan

sarana prasarana di Puskesmas dan pembelian obat, alat

71

kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

kebutuhan masing-masing Puskesmas. Tidak ada kebijakan

internal dari Kepala Puskesmas Tlogosari Wetan, Gayamsari,

Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok dalam penggunaan

dana kapitasi JKN di Puskesmas. Dalam penggunaan dana

kapitasi, Kepala Puskesmas selalu melibatkan Bendahara

Kapitasi JKN untuk memberikan masukan pemanfaatan dana

kapitasi agar sesuai dengan kebutuhan di Puskesmas.

Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pembinaan

kepada seluruh Puskesmas setiap dua minggu sekali melalui

pertemuan Kepala Puskesmas, dimana salah satunya

membahas tentang penggunaan dana kapitasi JKN. Pembinaan

dilakukan oleh Bidang PKPKL, Bidang Pelayanan Kesehatan

dan Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang

melakukan pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi

JKN di Puskesmas setiap bulan melalui kegiatan rekonsiliasi

(pencocokan) data dan evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh Kepala

Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji dan

Gayamsari dengan sistem pembelian obat dan alat kesehatan

melalui e-purchasing membutuhkan waktu lama. Kepala

72

Puskesmas Genuk menjelaskan kendalanya adalah adanya

aturan penggunaan dana kapitasi 60% (enam puluh persen)

untuk jasa pelayanan dan 40% (empat puluh persen) untuk

dukungan operasional pelayanan kesehatan menjadi kurang

fleksibel dalam penggunaan dana, penyerapan dana kurang

optimal, belanja barang secara online melalui e-purchasing

membutuhkan waktu yang lama (barang lama datang). Kepala

Puskesmas Kagok menjelaskan kendalanya pada aturan

administrasinya.

c. Bendahara Kapitasi JKN di Puskesmas

Wawancara dengan Bendahara Kapitasi JKN di Puskesmas

dilaksanakan pada minggu keempat bulan Oktober 2016 sampai

dengan minggu kedua bulan Nopember 2016. Wawancara dengan

Bendahara Kapitasi JKN dilaksanakan untuk mengetahui teknis

penggunaan dana kapitasi dan permasalahan dalam pelaksanaan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Uraian wawancara

kepada bendahara Kapitasi JKN di Puskesmas dibedakan menjadi

kelompok Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap

sebagai berikut :

73

1) Puskesmas Rawat Inap

Bendahara kapitasi Puskesmas Tlogosari Kulon,

Gunungpati dan Srondol menjelaskan bahwa pelaksanaan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

dilaksanakan di Puskesmas mulai bulan Juni 2016 sesuai dengan

ketentuan pada Keputusan Walikota Semarang Nomor :

440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang

Tahun 2016 yang merupakan peraturan teknis dari Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan

Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa

Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar 60% (enam

puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan 40% (empat

puluh persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan.

Bendahara kapitasi JKN selalu dilibatkan dalam

menentukan penggunaan dana kapitasi JKN sesuai kebutuhan

Puskesmas. Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

telah digunakan oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati

dan Srondol untuk meningkatkan sarana prasarana di

Puskesmas, pembelian bahan cetak dan alat tulis kantor serta

74

pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

Namun kendalanya adalah pembelian obat, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai melalui e-purchasing lama dan terdapat

obat serta alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar

Farmasi (PBF).

Bentuk pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas

Kesehatan Kota Semarang terhadap penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas berupa evaluasi penyerapan dana kapitasi

JKN di Puskesmas yang dilakukan Subbagian Keuangan Dinas

Kesehatan Kota Semarang setiap bulan, pelatihan petugas

Puskesmas dalam pengadaan obat, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai melalui e-purchasing.

2) Puskesmas Non Rawat Inap

Bendahara Kapitasi Puskesmas Tlogosari Wetan,

Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok

menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21

Tahun 2016 mulai dilaksanakan bulan Juni 2016 sesuai dengan

ketentuan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun

2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya

Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah Daerah dan Keputusan Walikota Semarang Nomor :

440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

75

Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang

Tahun 2016. Penggunaan dana kapitasi JKN ditetapkan sebesar

60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan kesehatan dan

40% (empat puluh persen) untuk dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan.

Sub-bagian Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang

melakukan pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi JKN

di Puskesmas setiap bulan melalui kegiatan rekonsiliasi

(pencocokan) data dengan Bendahara Kapitasi dan evaluasi

penyerapan dana kapitasi JKN di Puskesmas.

Dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan telah

digunakan oleh Puskesmas untuk meningkatkan sarana

prasarana di Puskesmas dan pembelian obat, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan masing-

masing Puskesmas. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan

dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain dijelaskan oleh

Bendahara Kapitasi Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari,

Tambakaji, Genuk, Kagok dan Gayamsari bahwa dengan sistem

pembelian obat dan alat kesehatan melalui e-purchasing

membutuhkan waktu lama.

76

B. Pembahasan

Dalam pembahasan akan diuraikan mengenai pengaturan,

pelaksanaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan dana

kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa

Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Pembahasan

disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dan

hasil temuan di lapangan yang kemudian dianalisa dengan ketentuan

perundang-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan. Adapun

pembahasan sebagai berikut:

1. Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggunaan dana

kapitasi JKN di sembilan Puskesmas Kota Semarang setelah

berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional

Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah,

maka ada beberapa pengaturan perundang-undangan sebagai

berikut:

77

a. Dasar Hukum Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN

didasari oleh ketentuan hukum yang dijadikan sebagai pedoman

dalam menggunakan dana kapitasi di Puskesmas. Ketentuan

perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengaturan

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas antara lain :

1) Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 menjadi salah satu dasar

hukum tentang penggunaan dana kapitasi JKN pada

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah. Hal ini nunjukkan

bahwa dengan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor

32 Tahun 2014 merupakan amanat Undang-Undang Dasar

1945. Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar

hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN terdapat

pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pada

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

dijelaskan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang

kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 merupakan salah

78

satu bentuk pelaksanaan atribusi presiden pada Pasal 4 ayat

(1) Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah

merupakan bentuk amanat dari ketentuan Pasal 12 ayat (5)

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014. Perlunya

ketentuan hukum dalam penggunaan dana kapitasi JKN di

Puskesmas agar penggunaan dana kapitasi efektif, efisien

dan dapat memenuhi kebutuhan implementasi program JKN.

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 19 ayat (2)

menyebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan

dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan. Dana kapitasi program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) digunakan agar peserta

mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan di dokter

praktek, klinik maupun Puskesmas sehingga dapat terpenuhi

kebutuhan dasar kesehatan. Pasal 23 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 juga mengatur bahwa manfaat

79

jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau

swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan

Penelenggara Jaminan Sosial yakni salah satunya

Puskesmas. Pada Pasal 24 ayat (1) diatur pula tentang sistem

pembayaran yakni besarnya pembayaran kepada fasilitas

kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan

kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merupakan

salah satu dasar hukum pelaksanaan pelayanan kesehatan di

fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni Puskesmas. Pada

Pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 diatur tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

menurut jenisnya dibedakan atas pelayanan kesehatan

perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari : pelayanan

kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat

kedua dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Pada Pasal

30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diatur pula

fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan

kesehatan perorangan dan masyarakat dilaksanakan oleh

80

pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.

Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat

pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan perorangan atau

pelayanan primer pada program JKN.

4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pasal 11 huruf

d diatur tentang salah satu kewenangan BPJS dalam

pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk membuat

kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar

tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. BPJS Kesehatan

membayar Puskesmas atas pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada peserta JKN dengan sistem kapitasi sesuai

dengan tarif kapitasi yang ditetapkan melalui peraturan

menteri kesehatan.

5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

Pada Pasal 39 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dijelaskan bahwa

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas

kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan

kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di fasilitas

81

kesehatan tingkat pertama. Pada Pasal 39 ayat (2) diatur

apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu daerah

tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi,

maka BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk

melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih

berhasil guna. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

tentang Jaminan Kesehatan saat ini telah diubah dengan

Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Jaminan Kesehatan, dimana pada Pasal 38 diatur

tentang BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas

Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta

paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan

bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menggunakan

cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi. Apabila

terjadi keterlambatan pembayaran kapitasi, BPJS Kesehatan

wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan

sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan

untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. Adanya ganti rugi

atas keterlambatan pembayaran kapitasi dari BPJS

Kesehatan kepada Puskesmas dapat mendorong adanya

tertib pembayaran kapitasi sehingga Puskesmas dapat

menggunakan secara tepat waktu dan sesuai kebutuhan

82

Puskesmas. Ketentuan pengelolaan dan pemanfaatan dana

kapitasi bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik

Pemerintah Daerah (Puskesmas) ditetapkan dalam bentuk

peraturan presiden untuk mewujudkan tertib administrasi

pengelolaan keuangan daerah di Puskesmas yakni tentang

pembayaran dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada

Puskesmas.

6) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama Milik Pemerintah Daerah merupakan bentuk tindak

lanjut pemerintah dalam rangka tertib administrasi

pengelolaan keuangan daerah terkait dengan pembayaran

dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas

sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan

Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden

Nomor 111 Tahun 2013.

Pada Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun

2014 mengatur tentang pengelolaan dana kapitasi JKN yaitu

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran dana kapitasi

kepada FKTP milik Pemerintah Daerah didasarkan pada

83

jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS

Kesehatan dan kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS

Kesehatan kepada Bendahara Dana Kapitasi JKN pada

FKTP. Pemanfaatan dana kapitasi JKN diatur pada Pasal 12

ayat (1) yakni dana kapitasi JKN di FKTP dimanfaatkan

seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan

kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60%

(enam puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN,

dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan.

7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5)

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama Milik Pemerintah Daerah maka ditetapkan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya

Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah Daerah.

84

Ketentuan tentang penggunaan dana kapitasi JKN

untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya

operasional pada Puskesmas sebelumnya telah ditetapkan

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014

tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan

Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan

Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Milik Pemerintah Daerah. Namun ketentuan atau pengaturan

penggunaan dana kapitasi JKN dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 belum dapat menampung

perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan

JKN sehingga diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 21 Tahun 2016.

Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi

Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah

dijelaskan bahwa penggunaan dana kapitasi yang diterima

oleh Puskesmas dari BPJS Kesehatan dimanfaatkan

seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Pada

Pasal 3 ayat (2) dijelaskan bahwa alokasi untuk pembayaran

85

jasa pelayanan kesehatan untuk setiap Puskesmas

ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen)

dari penerimaan dana kapitasi. Sedangkan pada Pasal 3 ayat

(3) dijelaskan bahwa alokasi untuk pembayaran dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar

selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar

alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan seperti

yang diatur pada Pasal 3 ayat (2).

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan dana

kapitasi di sembilan Puskesmas yang dijadikan sebagai

obyek penelitian (Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati,

Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari,

Tambakaji dan Kagok) telah sesuai dengan ketentuan Pasal

3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

21 Tahun 2016 yakni dana kapitasi yang diterima sembilan

Puskesmas di Kota Semarang dari BPJS Kesehatan

digunakan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa

pelayanan kesehatan dan sisanya sebesar 40% (empat puluh

persen) untuk dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan.

Pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa alokasi dana

kapitasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan dimanfaatkan untuk dua hal yakni biaya

86

obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta

biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Berdasarkan

hasil penelitian, alokasi dana kapitasi untuk pembayaran

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan sebesar

40% (empat puluh persen) digunakan untuk pembelian obat,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai minimal sebesar

10% (sepuluh persen) dan kegiatan operasional pelayanan

kesehatan lainnya maksimal sebesar 30% (tiga puluh

persen), sehingga penggunaan dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5

ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang

menjadi dasar hukum pengaturan penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

Puskesmas menurut ketentuan perundang-undangan

diberikan kewenangan untuk mengelola / menggunakan dana

kapitasi JKN sehingga pelaksanaan penggunaan dana

kapitasi JKN di Puskesmas tidak bertentangan dengan

ketentuan perundang-undangan tersebut.

87

b. Bentuk Pengaturan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Bentuk pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di

Puskesmas Kota Semarang setelah berlakunya Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dituangkan

dalam Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016

tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada

Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.

Penjelasan mengenai bentuk pengaturannya yaitu :

1) Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya

Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah, Walikota Semarang menetapkan alokasi dana

kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang yang diatur dalam

Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016

tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

88

Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota Semarang Tahun

2016. Keputusan Walikota Semarang tersebut merupakan

peraturan kebijaksanaan/enunsiatif atau peraturan teknis

yang dibuat untuk melaksanakan Pasal 3 ayat (4) Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016.

Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

21 Tahun 2016 menjelaskan bahwa besaran alokasi dana

kapitasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala

Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tiga hal antara

lain : tunjangan yang telah diterima dari Pemerintah Daerah,

kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka

mencapai target kinerja di bidang pelayanan kesehatan dan

kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai.

Pada diktum kedua Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi

sebesar 60% (enam puluh persen) untuk jasa pelayanan

kesehatan dan 40% (empat puluh persen) untuk dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan. Ketentuan pada

diktum kedua tersebut telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dimana

diatur alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan

89

untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60%

(enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi.

Pengaturan penggunaan 40% (empat puluh persen) untuk

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan pada

diktum kedua Keputusan Walikota Semarang Nomor :

440/196/2016 telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) yakni

alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional

pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar

dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk

pembayaran jasa pelayanan kesehatan.

Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 mengatur alokasi dana kapitasi untuk

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

selanjutnya ditetapkan minimal sebesar 10% (sepuluh persen)

untuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan

untuk kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya

maksimal sebesar 30% (tiga puluh persen). Diktum ketiga

Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 telah

sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 21 Tahun 2016.

Berdasarkan hasil penelitian, Puskesmas Tlogosari

Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari,

Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah

90

melaksanakan ketentuan yang tercantum Keputusan Walikota

Semarang Nomor : 440/196/2016, meskipun dalam

pelaksanaannya masih menemui kendala misalnya dalam

penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan yakni pembelian obat melalui e-purchasing yang

lama maupun ketersediaan obat dan alat kesehatan

terkadang kosong di pabrik sehingga dapat mempengaruhi

pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Tujuan pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN di

Puskesmas Kota Semarang melalui Keputusan Walikota

Semarang Nomor : 440/196/2016 adalah memberikan

kepastian hukum bagi Puskesmas dalam menggunakan dana

kapitasi JKN, untuk memenuhi kebutuhan Puskesmas akan

dana operasional pelayanan kesehatan serta untuk

mewujudkan tertib administrasi pengelolaan keuangan

daerah tentang pembayaran dana kapitasi kepada

Puskesmas sehingga penggunaan dana kapitasi dapat efektif

dan efisien sesuai kebutuhan Puskesmas serta diharapkan

Puskesmas dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

kepada peserta JKN.

91

2. Pelaksanaan Penggunaan Dana Kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

Dari hasil penelitian di Puskesmas Tlogosari Kulon,

Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari, Tambakaji dan Kagok dapat diketahui pelaksanaan

penggunaan dana kapitasi JKN yang dibahas dari beberapa aspek

antara lain pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan.

a. Pembayaran Jasa Pelayanan Kesehatan

Penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Tlogosari

Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari, Tambakaji dan Kagok untuk pembayaran jasa

pelayanan kesehatan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Dalam

Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun

2016 diatur bahwa alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan

kesehatan untuk tiap FKTP (Puskesmas) ditetapkan sekurang-

kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan dana

kapitasi. Pada Pasal 4 diatur bahwa alokasi dana kapitasi untuk

pembayaran jasa pelayanan kesehatan tersebut dimanfaatkan

92

untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan bagi tenaga

kesehatan dan tenaga non kesehatan yang melakukan pelayanan

pada Puskesmas. Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan

meliputi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja, dan pegawai tidak tetap, yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan

Kota Semarang dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan

tingkat pertama di Puskesmas karena Puskesmas merupakan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan. Dana kapitasi

yang diterima oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati,

Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari,

Tambakaji dan Kagok digunakan sebesar 60% dari total dana

kapitasi yang diterima untuk pembayaran jasa pelayanan

kesehatan. Pembayaran jasa pelayanan kesehatan diberikan

kepada tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter

gigi, perawat, bidan, apoteker, tenaga kesehatan lainnya serta

tenaga non kesehatan yang bekerja di masing-masing

Puskesmas. Hal ini menunjukkan sembilan Puskesmas di Kota

Semarang telah mengimplementasikan Pasal 3 ayat (2) Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 sesuai dengan

ketentuan.

93

Pembayaran jasa pelayanan kesehatan

mempertimbangkan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan

kehadiran. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 4 ayat (3)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang

menjelaskan bahwa pembagian jasa pelayanan kesehatan

kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan

dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagaan dan/atau

jabatan dan kehadiran. Teknis penghitungan pembayaran jasa

pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dan non kesehatan di

Puskesmas diatur pada Pasal 4 ayat (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan

(10) yang mempertimbangkan beban kerja yakni bagi yang

merangkap tugas administratif dan penanggungjawab program

diberikan tambahan nilai sesuai jenis ketenagaannya. Selain

mempertimbangkan beban kerja, penghitungan pembayaran jasa

pelayanan kesehatan juga mempertimbangkan masa kerja dari

masing-masing pegawai. Untuk variabel kehadiran, diberikan

sanksi yakni apabila terlambat hadir atau pulang sebelum

waktunya maka akan dikurangi satu poin dalam perhitungan

pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Penghitungan

pembayaran jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas Tlogosari

Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari, Tambakaji dan Kagok telah melakukan penghitungan

pembagian jasa pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuan

94

Pasal 4 ayat (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) dan (10) Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dan Dinas Kesehatan

Kota Semarang (Subbagian Keuangan) melakukan pengawasan

penggunaan dana kapitasi melalui monitoring penyerapan dana

kapitasi dengan pencocokan (rekonsialiasi) data setiap bulan dan

memberikan umpan balik setiap enam bulan sekali. Pembinaan

dan pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui

pertemuan rutin Kepala Puskesmas setiap dua minggu sekali.

b. Pembayaran Dukungan Biaya Operasional Pelayanan

Kesehatan

Pada Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

21 Tahun 2016 diatur alokasi untuk pembayaran dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan sebesar selisih dari besar dana

kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa

pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari

Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok

menggunakan dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan

untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan sebesar 40% (empat puluh persen). Mengingat

penggunaan dana kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan

kesehatan digunakan sebesar 60% (enam puluh persen), maka

95

penggunaan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk

pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

oleh Puskesmas Tlogosari Kulon, Gunungpati, Srondol, Tlogosari

Wetan, Gayamsari, Genuk, Padangsari, Tambakaji dan Kagok

telah sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (3).

Pada diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kota

Semarang Tahun 2016 ditetapkan penggunaan dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan untuk obat, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai minimal sebesar 10% (sepuluh persen)

dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya maksimal

sebesar 30% (tiga puluh persen). Puskesmas Tlogosari Kulon,

Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari, Tambakaji dan Kagok menggunakan dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan untuk meningkatkan sarana

prasarana di Puskesmas sebesar 30% (tiga puluh persen) dan

pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sebesar 10% (sepuluh persen) dengan jenis obat dan alat

kesehatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas.

Penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan untuk obat, bahan medis habis pakai dan alat

kesehatan ditentukan minimal sebesar 10% (sepuluh persen)

96

karena Dinas Kesehatan Kota Semarang telah memiliki stok obat-

obatan melalui pengadaan yang dilakukan Dinas Kesehatan

sehingga untuk tahun 2016 masih mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan Puskesmas apabila terdapat kekurangan obat di

Puskesmas wilayah Kota Semarang atau pada keadaan tertentu

kebutuhan obat-obatan melebihi 10% (sepuluh persen) dari

alokasi dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan

sehingga Puskesmas tetap dapat mematuhi ketentuan Pasal 3

ayat (3) dan diktum ketiga Keputusan Walikota Semarang Nomor

: 440/196/2016.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas Tlogosari Kulon dan Srondol bahwa ada obat

dan alat kesehatan yang tidak tersedia di Pedagang Besar

Farmasi (PBF) dan pembelian melalui e-purchasing lama.

Sedangkan di Puskesmas Gunungpati tidak ada kendala dalam

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas. Kendala yang juga

dihadapi Puskesmas Tlogosari Wetan, Padangsari, Tambakaji

dan Gayamsari adalah dengan sistem pembelian obat dan alat

kesehatan melalui e-purchasing membutuhkan waktu lama dan

masih perlu dilakukan pelatihan petugas Puskesmas dalam

pembelian obat melalui e-purchasing.

Untuk mengatasi kendala penggunaan dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan khususnya kemampuan

97

petugas dalam pembelian obat dan alat kesehatan melalui sistem

e-purchasing, maka Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan

pembinaan dalam bentuk pelatihan kepada petugas Puskesmas

dalam pembelian obat, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai melalui e-purchasing. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat

(2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

dijelaskan bahwa dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan dapat digunakan untuk belanja barang operasional

meliputi : pelayanan kesehatan dalam gedung dan luar gedung,

operasional dan pemeliharaan kendaraan puskesmas keliling,

bahan cetak atau alat tulis kantor, administrasi dan sistem

informasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia

kesehatan; dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana. Untuk

mengoptimalkan penggunaan dana kapitasi, pelatihan petugas

Puskesmas tentang teknis pembelian obat dan alat kesehatan

melalui e-purchasing dapat menggunakan dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan.

Dinas Kesehatan Kota Semarang juga melakukan

persetujuan terhadap permohonan pembelian obat, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai (diluar pengadaan obat

oleh Dinas Kesehatan) diluar daftar e-catalog / formularium obat,

dimana pelaksanaan ini telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (6)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang

98

menjelaskan apabila obat dan bahan medis habis pakai yang

dibutuhkan tidak tercantum dalam formularium nasional maka

Puskesmas dapat menggunakan obat lain termasuk obat

tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara

terbatas, dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

Dalam penggunaan dana kapitasi khususnya dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan perlu diwaspadai

terjadinya potensi kecurangan misalnya dalam pengadaan sarana

prasarana di Puskesmas seperti : belanja kursi tunggu pasien, AC,

lemari obat, genset dan lain-lain dapat terjadi pembiayaan ganda

(double funding) dengan alokasi Anggaran dan Pendapatan

Belanja Daerah (APBD) sehingga apabila dana kapitasi telah

mencukupi untuk pembelian sarana prasarana maka alokasi

APBD dapat digunakan untuk kebutuhan Puskesmas lainnya. Di

samping itu, dalam pembelian obat dan alat kesehatan dapat

terjadi potensi kecurangan dimana karena proses pembelian

melalui e-purchasing lama atau alasan kekosongan obat di PBF

sehingga terjadi pembelian obat dan bahan medis habis pakai

tidak tercantum dalam formularium nasional secara terus-

menerus. Untuk mengatasi potensi kecurangan tersebut, Dinas

Kesehatan perlu melakukan pengawasan untuk meyakinkan

proses yang terjadi untuk mencapai tujuan organisasi terlaksana

99

dengan baik dan tidak terjadi kecurangan. Adanya ketentuan pada

Pasal 5 ayat (7) yang menjelaskan secara teknis penggunaan

alokasi dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan beserta

contoh-contoh penggunaannya dapat mencegah kesalahan

pengunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dan mengurangi

kekhawatiran terjadinya penggunaan pembiayaan ganda dengan

alokasi anggaran APBD.

Selain Dinas Kesehatan, pengawasan juga dilaksanakan

oleh Kepala Puskesmas. Bentuk pengawasan yang telah

dilaksanakan adalah pengawasan fungsional (struktural) yang

melekat pada jabatan seorang Kepala Puskesmas. Pengawasan

penggunaan dana kapitasi dapat dilakukan melalui pengawasan

preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif

merupakan pengawasan sebelum rencana kegiatan dilaksanakan

dengan maksud agar tidak ada kesalahan atau penyimpangan

data. Pengawasan preventif telah dilaksanakan oleh Dinas

Kesehatan Kota Semarang melalui pengaturan penggunaan dana

kapitasi yang dituangkan dalam Keputusan Walikota Semarang

Nomor : 440/196/2016 sehingga memberikan kepastian hukum

dalam pelaksanaannya. Di samping itu, Dinas Kesehatan Kota

Semarang dan Kepala Puskesmas juga telah melaksanakan

pengawasan represif yakni pengawasan setelah dana kapitasi

digunakan oleh Puskesmas untuk menjamin sesuai dengan

100

aturan yang ditetapkan. Dinas Kesehatan Kota Semarang menilai

dan membandingkan penggunaan dana kapitasi dengan alokasi

yang telah diberikan kemudian dilakukan evaluasi apabila tidak

berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas dilakukan

melalui umpan balik penyerapan alokasi dana kapitasi setiap

enam bulan sekali.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 terhadap penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas Kota Semarang

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Tlogosari Kulon,

Gunungpati, Srondol, Tlogosari Wetan, Gayamsari, Genuk,

Padangsari, Tambakaji dan Kagok dapat diketahui bahwa ketentuan

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional

Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah

telah dilaksanakan oleh pihak Puskesmas. Faktor-faktor yang

mempengaruhi merupakan hal-hal yang ikut berpengaruh di dalam

pelaksanaan dan penerapan hukum. Dalam pelaksanaan ketentuan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain faktor yuridis dan faktor teknis.

101

a. Faktor Yuridis

Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa

hukum yang dibuat telah tercapai maksudnya. Pelaksanaan

hukum dikatakan efektif atau berhasil dalam implementasinya

apabila peraturan tersebut ditaati dan dilaksanakan oleh

masyarakat maupun penegak hukum. Keberhasilan dalam

pelaksanaan hukum dapat dipengaruhi oleh faktor substansi

hukum, struktur, kultur dan fasilitasnya. Pelaksanaan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 berhasil dilaksanakan

di sembilan Puskesmas di Kota Semarang karena ketentuan-

ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun

2016 yakni Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) tentang penggunaan

dana kapitasi untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan telah diimplementasikan

sesuai dengan ketentuan.

Faktor-faktor yuridis yang mempengaruhi keberhasilan

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

antara lain : faktor substansi hukum, struktur hukum, kultur hukum

dan fasilitasnya. Faktor substansi hukum merupakan aturan atau

norma yang merupakan pola perilaku manusia dalam masyarakat

yang berada dalam sistem hukum tersebut. Substansi hukum

yang mengatur penggunaan dana kapitasi adalah Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yakni pada Pasal 3 ayat

102

(2) tentang alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan

untuk setiap Puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60%

(enam puluh persen) dari penerimaan dana kapitasi, Pasal 3 ayat

(3) dijelaskan alokasi untuk pembayaran dukungan biaya

operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari

besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk

pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan Pasal 5 ayat (7) telah

diatur teknis penggunaan dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan antara lain untuk belanja barang operasional dan

belanja modal beserta contoh-contoh penggunaannya. Hal ini

diharapkan mengurangi kekhawatiran petugas Puskesmas dalam

pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan dana kapitasi

JKN. Pada Pasal 3 ayat (4) juga diatur bahwa besaran alokasi

dana kapitasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala

Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan tunjangan yang

telah diterima dari Pemerintah Daerah, kegiatan operasional

pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di

bidang pelayanan kesehatan dan kebutuhan obat, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai. Dinas Kesehatan Kota Semarang

menindaklanjuti ketentuan Pasal 3 ayat (4) melalui Keputusan

Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang Alokasi Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pusat Kesehatan

103

Masyarakat di Kota Semarang Tahun 2016. Faktor substansi

hukum tersebut di atas memberikan kepastian hukum bagi

Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi JKN sehingga

ketentuan-ketentuan tersebut dapat diimplementasikan oleh

Puskesmas.

Faktor struktur hukum merupakan lembaga-lembaga yang

terlibat dalam penggunaan dana kapitasi JKN terdiri dari

Puskesmas, Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan sebagai

lembaga yang membayar dana kapitasi JKN. Berdasarkan hasil

penelitian, Puskesmas sebagai lembaga yang menerima dana

kapitasi dapat mendukung keberhasilan implementasi Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan

dana kapitasi karena ketentuan perundang-undangan yang

mendasari pelaksanaan penggunaan dana kapitasi memberikan

kewenangan kepada Puskesmas untuk mengelola dana kapitasi

JKN. Dinas Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan berdasarkan Pasal 9 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 sehingga melalui

pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan

maka akan mendukung keberhasilan implementasi penggunaan

dana kapitasi JKN sesuai dengan ketentuan. BPJS Kesehatan

sebagai lembaga publik diberikan kewenangan berdasarkan

Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

104

Penyelenggara Jaminan Sosial untuk melakukan pembayaran

khususnya kepada Puskesmas dengan sistem kapitasi. Hal ini

memberikan kepastian hukum kepada BPJS Kesehatan untuk

membayar dana kapitasi kepada Puskesmas sehingga

Puskesmas dapat mengelola dana kapitasi tersebut sesuai

dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

21 Tahun 2016.

Faktor kultur atau budaya hukum merupakan sikap dan

nilai-nilai yang terkait dengan tingkah laku bersama yang

berhubungan dengan hukum dan lembaga-lembaganya. Faktor

budaya hukum merupakan gagasan, sikap, kepercayaan,

pandangan-pandangan mengenai hukum dan dapat dipengaruhi

oleh peran pemimpin dalam suatu lembaga. Berdasarkan hasil

penelitian, faktor pemahaman tentang ketentuan penggunaan

dana kapitasi, pandangan atau sikap Kepala Puskesmas,

bendahara kapitasi JKN dan petugas Puskesmas terhadap

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dan

Keputusan Walikota Semarang Nomor : 440/196/2016 tentang

penggunaan dana kapitasi JKN yang mematuhi ketentuan yang

telah ditetapkan merupakan budaya hukum yang mendukung.

Peranan dari Kepala Puskesmas sebagai pimpinan Puskesmas

dan bendahara kapitasi JKN sebagai petugas yang khusus

ditunjuk dalam mengelola dana kapitasi mempengaruhi

105

implementasi penggunaan dana kapitasi JKN sesuai ketentuan

yang berlaku. Bentuk peranan yang dilakukan Kepala Puskesmas

adalah selalu melibatkan bendahara kapitasi JKN dan petugas

Puskesmas dalam perencanaan, penggunaan dan evaluasi

penggunaan dana kapitasi di Puskesmas.

Faktor terakhir yang mendukung keberhasilan

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

dari aspek yuridis adalah adanya sarana atau fasilitas di

Puskesmas yang mendukung untuk pelaksanaan penggunaan

dana kapitasi JKN yakni tenaga kesehatan dan non kesehatan di

Puskesmas yang memiliki keahlian di bidangnya, adanya

bendahara dana kapitasi yang khusus ditunjuk untuk mengelola

dana kapitasi di Puskesmas agar tertib administrasi dan sesuai

ketentuan.

Kegagalan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa

ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak berhasil

dalam implementasinya. Faktor-faktor yuridis yang

mempengaruhi kegagalan pelaksanaan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 antara lain : adanya norma

hukum yang kabur atau tidak jelas. Dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 belum diatur tentang sanksi

bagi Puskesmas apabila tidak melaksanakan ketentuan yang

telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21

106

Tahun 2016. Ketentuan tentang sanksi perlu dicantumkan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 untuk

menghindari atau mencegah terjadinya penyalahgunaan

wewenang dan ketidaktepatan penyerapan dana kapitasi serta

mencegah adanya potensi kecurangan penggunaan dana kapitasi

JKN di Puskesmas. Selain itu, belum diatur pula tentang evaluasi

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas baik periode

evaluasi dan lembaga terkait yang melakukan evaluasi, misal

BPJS Kesehatan sebagai pembayar kapitasi dan Dinas

Kesehatan sebagai pengawas dan pembina Puskesmas.

Faktor-faktor yuridis yang mempengaruhi kegagalan

pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016

tersebut diatas dapat berakibat pada tingkat kepatuhan

Puskesmas dalam menggunakan dana kapitasi sesuai dengan

ketentuan dan belum dapat diukur tentang peningkatan kualitas

atau mutu pelayanan yang diberikan Puskesmas kepada peserta

JKN dari pemanfaatan dana kapitasi JKN di Puskesmas.

b. Faktor Teknis

Terkait dengan pelaksanaan penggunaan dana kapitasi

JKN di sembilan Puskesmas Kota Semarang maka terdapat faktor

teknis yang mendukung dan yang menghambat. Faktor teknis

yang mendukung adalah adanya dukungan yang telah dilakukan

Dinas Kesehatan Kota Semarang berupa pembinaan dan

107

pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas.

Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan pembinaan kepada

seluruh Puskesmas setiap dua minggu sekali melalui pertemuan

Kepala Puskesmas, dimana salah satunya membahas tentang

penggunaan dana kapitasi JKN. Di samping itu, Subbagian

Keuangan Dinas Kesehatan Kota Semarang melakukan

pengawasan penyerapan anggaran dana kapitasi JKN setiap

bulan melalui kegiatan rekonsiliasi (pencocokan) data dan

evaluasi penyerapan dana kapitasi JKN melalui umpan balik

penyerapan dana kapitasi setiap enam bulan sekali.

Pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota

Semarang berperan untuk melakukan deteksi dini kemungkinan

terjadinya penyimpangan terhadap standar, mencegah,

mengendalikan atau mengurangi. Tanpa pengawasan atau jika

pengawasan yang dilaksanakan lemah, maka akan memunculkan

berbagai penyalahgunaan wewenang. Pembinaan dan

pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Semarang

telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 9 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa

pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 dilakukan oleh Kepala SKPD

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala FKTP secara

berjenjang dan secara fungsional oleh Aparatur Pengawas

108

Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Faktor kepemimpinan Kepala Puskesmas yang selalu

melibatkan bendahara kapitasi Puskesmas dan pegawai

Puskesmas lainnya dalam merencanakan, menganalisis

permasalahan dan mencari solusi bersama-sama terhadap

permasalahan penggunaan dana kapitasi juga menjadi faktor

pendukung teknis. Fungsi kepemimpinan yang dilakukan Kepala

Puskesmas bersifat pengambilan keputusan yakni memutuskan

penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas, bersifat

interpersonal yakni selalu melibatkan bendahara kapitasi dan

petugas Puskesmas dalam perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN, dan bersifat

informasional yakni selalu memberikan informasi kepada tim di

Puskesmas terkait penggunaan dana kapitasi sehingga

mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan dana kapitasi.

Kepala Puskesmas juga melakukan fungsi perencanaan dan

pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas.

Faktor teknis yang dapat menghambat penggunaan dana

kapitasi JKN di Puskesmas adalah kemampuan petugas

Puskesmas untuk pembelian obat, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai melalui e-purchasing yang masih memerlukan

pelatihan dalam proses pengadaannya merupakan faktor teknis

109

yang kurang mendukung dalam penggunaan dana kapitasi JKN.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Puskesmas dapat

menggunakan alokasi dukungan biaya operasional pelayanan

kesehatan untuk pelatihan pembelian obat dan peningkatan

kapasitas sumber daya manusia kesehatan lainnya di

Puskesmas.