BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN - · PDF fileyang menyerupai bentukan huruf “U”...

21
10 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Pengamatan geomrofologi daerah penelitian dilakukan dengan dua tahapan, yaitu tahapan pengamtan menggunakan data sekunder yang berasal dari citra satelit Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM Image) serta peta kontur tofografi yang dibuat dari data SRTM, tahap berikutnya yaitu dengan observasi secara langsung ke lapangan. Tahapan geomorfik pada daerah penelitian merupakan tahapan geomorfik dewasa hingga tua dimana terlihat adanya proses kartisifikasi lanjut pada batugampingnya, seperti adanya sinkhole- sinkhole dan gua- gua, selain itu terlihat dari lembah sungai yang menyerupai bentukan huruf “U” dan berkelok dengan lebar sungai yang realtif besar, terlihat dari adanya sungai yang berada di bagian selatan daerah penelitian selain itu di sungai sudah terdapat endapan travertin (Foto 3.1). Foto 3.1 Sungai yang ada di daerah penelitian, Lebar sungai relatif besar serta adanya endapan travertin di dasar sungai

Transcript of BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN - · PDF fileyang menyerupai bentukan huruf “U”...

10

BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 Geomorfologi

3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian

Pengamatan geomrofologi daerah penelitian dilakukan dengan dua tahapan, yaitu

tahapan pengamtan menggunakan data sekunder yang berasal dari citra satelit Shuttle

Radar Topographic Mission (SRTM Image) serta peta kontur tofografi yang dibuat dari

data SRTM, tahap berikutnya yaitu dengan observasi secara langsung ke lapangan.

Tahapan geomorfik pada daerah penelitian merupakan tahapan geomorfik dewasa

hingga tua dimana terlihat adanya proses kartisifikasi lanjut pada batugampingnya,

seperti adanya sinkhole- sinkhole dan gua- gua, selain itu terlihat dari lembah sungai

yang menyerupai bentukan huruf “U” dan berkelok dengan lebar sungai yang realtif

besar, terlihat dari adanya sungai yang berada di bagian selatan daerah penelitian

selain itu di sungai sudah terdapat endapan travertin (Foto 3.1).

Foto 3.1 Sungai yang ada di daerah penelitian, Lebar sungai relatif besar serta

adanya endapan travertin di dasar sungai

11

3.1.2 Pola Kelurusan

Untuk menganalisis pola kelurusan daerah ini penulis menggunkan pengamatan

secara tidak langsung, baik dengan menggunakan data peta tofografi dan SRTM

(Shuttle Radar Topographic Mission). Kelurusan yang teramati didominasi oleh

kelurusan berarah utara- selatan dan berikutnya diikuti oleh kelurusan yang berarah

NW- SE (Gambar 3.1), kelurusan yang diambil merupakan kelurusan dari gawir dan

beberapa kelurusan sungai.

3.1.3 Satuan Geomorfologi

Secara regional daerah penelitian merupakan bagian dari satuan tinggian Karst,

karena secara umum daerah penelitian di dominasi oleh batugamping yang umumnya

berhubungan dengan proses karstifikasi. Dari hasil analisis data SRTM (Shuttle Radar

Topographic Mission) dan dari hasil observasi di lapangan, menurut klasifikasi Lobeck

(1939) satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan

geomorfologi, yaitu: Satuan Perbukitan Karst Gunung Antu dan Satuan Lembah

Antiklin Gunung Antu (lampiran E-2).

Gambar 3.1 Diagram Roset daerah penelitian (atas). Kelurusan diambil

dari data peta topografi dan citra SRTM (bawah). Memperlihatkan pola

struktur yang berkembang di daerah penelitian.

12

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.2 Citra SRTM regional (a), lokasi penelitian (b) dan tiga dimensi daerah

penelitian (c)

13

3.1.3.1 Satuan Perbukitan Karst Gunug Antu

Satuan ini menempati ± 67% dari luas daerah penelitian yang berada di bagian

utara daerah penelitian (Lampiran E-2) . Satuan ini berada pada elevasi ± 219 - 675

mdpl. Satuan ini tersusun oleh batugamping bioklastik yang telah mengalami proses

karstifikasi (Foto 3.3) dan tentunya sudah terdeformasi dimana pada peta geologi

(Lampiran E-3) terdapat struktur sesar mendatar dan juga sesar naik yang ada pada

daerah satuan ini.

Foto 3.2 Geomorfologi berupa perbukitan karst dibatasi. Foto diambil dari Teluk

Sumbang mengarah ke selatan.

Foto 3.3 Singkapan IA7/6. Proses karstifikasi yang terjadi pada Satuan Perbukitan

Karst Gunung Antu yang membentuk gua dengan stalaktit di bagian atasnya.

14

3.1.3.2 Satuan Lembah Antiklin Gunung Antu

Satuan ini meliputi ± 33% dari luas daerah penelitian , sataun ini berada di

bagian selatan daerah penelitian (lampiran E-2). Elevasi dari satuan ini berada di

ketinggian ±135 - 219 mdpl, topografi berupa lembah (Foto 3.4). Satuan ini tersusun

dari litologi berupa napal dan batugamping klastik, namun di bagian selatan lebih di

dominasi oleh napal, pada satuan ini terdapat struktur antiklin dengan sumbu lipatan

realtif berarah barat baratdaya- timur timurlaut.

3.1.4 Pola aliran Sungai

Foto 3.4 Geomorfologi berupa

lembah. Foto diambil dari

perkampungan Sima Agung (Km

8) mengarah ke utara.

U

Gambar 3.3 Peta pola

dan tipe genetik sungai

(berwarna biru) daerah

penelitian yang

menunjukkan Pola

Dendritik

15

Pola aliran sungai yang terdapat pada daerah penelitian berupa Pola Dendritik

(Gambar 3.3). Pola ini terlihat dari percabangannya yang tidak teratur dengan arah

dan sudut yang beragam, lebih dikontrol oleh litologi dan morfologi daerah penelitian

yang relatif datar.

3.2 Stratigrafi

Gambar 3.4 Profil umum daerah penelitian

16

Berdasarkan hasil dari pengamatan lapangan dan analisis sayatan petrografi

disimpulkan bahwa pada daerah penelitian ini dibagi menjadi empat satuan

litostratigrafi tidak resmi, dengan urutan satuan dari tua ke muda adalah Satuan

Batugamping Terumbu, Satuan Batugamping Kalkarenit, Satuan Napal dan Satuan

Endapan Aluvial (Gambar 3.4).

3.2.1 Satuan Batugamping Terumbu

3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 60% dari luas daerah penelitian dengan penyebaran

yang berada di bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari barat hingga

timur daerah penelitian. Pada peta geologi ( lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan

warna biru tua. Pada daerah penelitian, singkapan- singkapan dari satuan ini umunya

di temukan di sekitar Gunung Antu, umumnya pada singkapan satuan batugamping

ini tidak menunjukkan kedudukannya namun di beberapa tempat terdapat singkapan

batugamping yang memiliki kedudukan relatif barat-timur dengan arah kemiringan ke

selatan, satuan ini merupakan batugamping bioklastik yang terdiri dari fasies

Wackestone- Packestone. Satuan ini membentuk suatu bukit. Berdasarkan penampang

geologi XY (gambar 3.5) yang ada dalam peta geologi (Lampiran E-3) daerah

penelitian ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai +/- 1210 m.

Gambar 3.5 Penampang Geologi XY

3.2.1.2 Ciri Litologi

Satuan batugamping bioklastik ini terdiri dari tiga jenis batuan, yaitu :

Wackestone- Packestone, Packestone- Grainstone, berwarna putih kecoklatan, ciri-

ciri terpilah buruk, kemasnya terbuka dan umumnya masif tapi sebagian ada yang

berlapis, terdapat banyak fosil foraminifera besar, foraminifera kecil, koral dan fosil

alga.

U S

17

Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan batuan (Lampiran B) batugamping

ini memiliki komponen utama berupa pecahan koral, pecahan alga dan foraminifera

yang didominasi oleh foraminifera besar dan kelompok Miliolidae .

Foto 3.5 Singkapan IA5/1a. Satuan Batugamping Terumbu yang berlapis, antara

Batugamping Packstone dan Batugamping Grainstone (kiri), Batugamping

Grainstone berwarna abu terang (kanan).

Gambar 3.6 Sayatan tipis batugamping dari Satuan Batugamping Terumbu dengan kode

sampel IA7/10, memeperlihatkan butirannya terdiri dari pecahan foraminifera besar (B4) dan

fosil Quinqueloculina sp (C8).

3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan sayatan tipis batuan ini ditemukan fosil foraminifera besar,

berdasarkan mikrofosil yang ditemukan yang kemudian dianalisis (lampiran A) dapat

18

disimpulkan umur satuan ini yaitu berumur Te5 hingga Tf2 (van der Vlerk dan

Umbergrove, 1927 dalam Pringgoprawiro dan Kapid 2000) pada kala Miosen Awal –

Tengah dan dengan melimpahnya fosil-fosil foraminifera bentik Quenqueloculina sp

diperkirakan satuan ini diendapkan pada linkungan Neritik Tepi (laut dangkal)

(Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000) .

3.2.1.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi

Kontak bagian bawah satuan ini tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah

penelitian.

Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan

Batugampnig Terumbu ini dapat disetarakan dengan Formasi Tendenhantu (Djamal

dkk, 1995).

3.2.2 Satuan Batugamping Kalkarenit

3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan batugamping kalkarenit menyebar di tengah daerah penelitian memanjang

dari barat ke timur daerah penelitian, menempati sekitar 17% dari luas daerah

penelitian. Pada peta geologi ( lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan warna biru

muda. Pada daerah penelitian, Singkapan dari satuan ini umunya ditemukan di sungai

yang berada di sekitar lereng Gunung Antu, kedudukan yang ada pada satuan ini

berjurus barat timur namun memiliki arah kemiringan yang berlawanan sehingga

satuan ini membentuk antiklin, namun di beberapa tempat, kedudukan dari satuan ini

ada yang berjurus realtif utara- selatan hal di perkirakan karena adanya sesar yang

merubah kedudukan tersebut. Ketebalan dari satuan ini yang berdasarkan penampang

yang ada dalam peta geologi (Lampiran E-3) daerah penelitian, diperkirakan

mencapai sekitar 590 m.

3.2.2.2 Ciri Litologi

Satuan terdiri dari batugamping kalkarenit, dan memiliki perselingan yang baik

antara batugamping kalkarenit dengan napal (Foto 3.6), dimana lapisan batugamping

kalkarenit lebih dominan.

Dengan cirri litologi bertekstur klastik, warna kuning kecoklatan, berlapis dengan

napal, bentuk butir menyudut tanggung - membundar, kemas terbuka, porositas cukup

baik, memiliki komposisi pecahan fosil foraminifera, fragmen litik dan cangkang

moluska.

19

Gambar 3.7 Sayatan tipis batugamping dari Satuan Batugamping Kalkarenit dengan kode

sampel IA8/13, memperlihatkan butiran penyusunnya didominasi oleh mineral karbonat

berbentuk menyudut tanggung dengan masadasar berupa lumpur karbonat yang sudah

termikritisasikan.

Foto 3.6 Singkapan IA11/6. Singkapan Satuan Batugamping Kalkarenit yang

tersingkap di dinding sungai di sekitar lembah Gunung Antu, batugamping yang

berlapis dengan napal, memiliki perlapisan yang relatif baik.

20

3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Dari hasil analisis mikrofosil (Lampiran A) terhadap kandungan fosil

foraminifera kecil planktonik yang dilakukan pada contoh batuan di lokasi IA2/3

menunjukkan kisaran umur dari Satuan Batugamping Kalkarenit adalah N12 hingga

N15 (Blow, 1969 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000) pada Kala Miosen Tengah.

Dan dengan melimpahnya fosil-fosil foraminifera bentonik Amphistegina lesonii.

Textularia sp dan Cibides praevintus, diperkirakan lingkungan pengendapannya

merupakan Neritik Tengah (Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid, 2000).

Mekanisme pengendapan dari Satuan Batugamping Kalkarenit memiliki

mekanisme yang mirip dengan proses pengendapan sedimen klastik yaitu

memerlukan arus yang cukup besar. Selain itu,terdapat struktur perlapisan sedimen

yang baik berupa perlapisan sejajar.

3.2.2.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi

Satuan ini diendapkan secara selaras di atas Satuan Batugamping Terumbu. Pada

peta geologi (Lampiran E-3) batas antara satuan ini dengan Satuan Batugamping

Terumbu adalah sesar naik.

Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan

Batugamping Kalakrenit ini dapat disetarakan dengan Formasi Golok (Djamal dkk,

1995).

3.2.3 Satuan Napal

3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 23% daerah penelitian. Satuan Napal berada di

bagain selatan daerah penelitian, sama seperti halnya Satuan Batugamping Terumbu

dan Satuan Batugamping Kalakarenit satuan ini memanjang dari barat hingga timur

daerah penelitian. Pada peta geologi (Lampiran E-3) satuan ini ditandai dengan warna

hijau. Singkapan- singkapan dari satuan ini terdapat di sungai- sungai yang berada di

selatan daerah penelitian yaitu di sekitar lembah yang ada di bagian selatan Gunung

Antu. Satuan ini memiliki jurus relatif barat- timur dengan kemiringan ke arah

selatan. Berdasarkan penampang dari peta geologi (Lampiran E-3) ketebalan satuan

ini diperkirakan mencapai sekitar 620 meter.

21

3.2.3.2 Ciri Litologi

Satuan ini merupakan perselingan antara batugamping kalkarenit dan napal

dengan dominasi dari napal, terlihat dari adanya singkapan napal yang masif

(Foto3.7).

Napal berwarna abu- abu kekuningan, friable, mengandung foraminifera kecil

mengandung karbonat kurang lebih sebanyak 34% berdasarkan analisis kalsimetri

(Lampiran C).

Gambar 3.8 Sayatan tipis napal dengan kode sampel IA6/3, terlihat adanya fosil

foraminifera sebagai butir dari batuan (E5).

Foto 3.7 Singkapan IA6/6, napal masif. Singkapan Satuan Napal yang tersingkap di

dinding sungai yang ada di bagian selatan daerah penelitian.

22

3.2.3.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Dari contoh batuan di lokasi IA8/10 dilakuakan analisis mikrofosil (Lampiran A)

terhadap kandungan fosil foraminifera kecil planktonik menunjukkan kisaran umur

dari Satuan Napal adalah N12 hingga N17 (Blow, 1969 dalam Pringgoprawiro dan

Kapid, 2000), yaitu kala Miosen Tengah – Miosen Akhir.

Berdasarkan adanya foraminifera bentonik Uvigerina schwagerii, Eponides

umbonatus, Giroidina soldanii dan Nodosaria sp, satuan ini diendapkan pada

lingkungan Neritik Luar- Batial Atas (Bandy, 1967 dalam Pringgoprawiro dan Kapid,

2000).

3.2.3.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi

Satuan ini diendapkan secara selaras di atas Satuan Batugamping Kalkarenit

dengan kontak gradual dengan Satuan Batugamping Kalkarenit yang berada di

bawahnya.

Berdasarkan ciri litologi dan analisis batuan yang telah dilakukan, Satuan Napal

ini dapat disetarakan dengan Formasi Golok ( Djamal dkk, 1995).

3.2.4 Satuan Alluvial

3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati daerah penelitian namun tidak terpetakan pada peta

geologi skala 1:12500, daerah yang terdapat satuan ini berada di bagian selatan daerah

penelitian dimana terdapat sungai yang relatif besar.

Foto 3.8 Singkapan IA8/1. Singkapan Satuan Alluavial, terlihat adanya material

lepas- lepas yang merupakan hasil erosi dari batuan yang lebih tua.

23

3.2.4.2 Ciri Litologi

Satuan ini terdiri dari material lepas seperti lempung dan batugamping kalkarenit

(Foto 3.8).

3.2.4.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Satuan ini berumur Resen karena proses pembentukannya masih berlangsung

hingga saat ini, dan di endapkan di lingkungan darat.

3.2.4.4 Kedudukan dan Kesebandingan Stratigrafi

Satuan Aluvial memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan batuan yang

lebih tua.

3.3 Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari sesar – sesar

mendatar yang berkembang pada daerah penelitian ini secara umum memiliki pola

berarah utara – selatan yang terdiri dari Sesar Mendatar Antu 1 dan Sesar Mendatar

Antu 2, hal ini juga dapat dibuktikan dengan pola kelurusan yang berkembang pada

daerah ini yang tergambarkan pada SRTM dimana memiliki trend kelurusan utara-

selatan, selain itu berkembang juga sesar- sesar geser lainya yang berarah timurlaut-

barat daya dan baratlaut- tengara yang terdiri atas sesar mendatar Antu 5 dan sesar

mendatar Antu 6 (Gambar 3.9), selain itu terdapat struktur sesar naik Antu dan

struktur lipatan , kedua strukutr ini terpotong oleh sesar- sesar mendatar Antu, secara

umum antiklin dan sesar naik tersebut berarah realtif timur timurlaut –barat baratdaya

serta barat baratlaut – timur tenggara. Diperkirakan pembentukan struktur- struktur ini

terbentuk pada Kala Pliosen-Pleistosen.

3.3.1 Jurus dan Kemiringan Lapisan

Kedudukan dari batuan yang ada di daerah penelitian relatif berarah barat

baratdaya- timur timurlaut dengan arah kemiringan ada yang berarah relatif ke utara

dan ada juga yang berarah ke selatan, dengan besar kemiringan anatara 90- 65

0,

sehingga di daerah penelitian terbentuk struktur antiklin.

24

Gambar 3.9 Penyebaran struktur daerah penelitian, adanya sesar- sesar mendatar

yang memotong sesar naik dan sumbu antiklin.

Sesar Mendatar Antu 1

Sesar Mendatar Antu 6

Antiklin Antu

Sesar Mendatar Antu 5

Sesar Mendatar Antu 4

Sesar Mendatar Antu 3

Sesar Mendatar Antu 2

Sesar Naik Antu

Antiklin Antu

25

3.3.2 Antiklin

3.3.2.1 Antiklin Antu

Foto 3.9 Singkapan IA11/2. Singkapan yang diinterpretasikan sebagai sumbu

Antiklin Antu yang tersingkap di dinding sungai.

Sturktur Antiklin Antu diinterpretasikan dari adanya perbedaan arah kemiringan

dari Satuan Batugamping Kalkarenit serta dari adanya singkapan sumbu lipatan di

lokasi penelitian (Foto 3.9). Sama seperti halnya struktur sesar naik, struktur ini

terpotong- potong juga oleh Sesar- sesar Mendatar Antu. Diperkirakan antiklin ini

terbentuk akibat adanya tegasan utama yang berarah baratlaut- tenggara.

3.3.3 Sesar

Struktur sesar yang terdapat pada daerah penelitian ini terdiri atas sesar mendatar

dan sesar naik, sesar- sesar tersebut adalah :

3.3.3.1 Sesar Naik Antu

Sesar ini dapat diamati di beberapa lokasi observasi dengan adanya zona

hancuran dan dari singkapan yang ada diperkirakan sesar ini memiliki kemiringan

sebesar 450

(Foto 3.10). Sesar ini terpotong- potong oleh sesar mendatar Antu 2, 4, 5

dan 6, menandakan sesar ini terbentuk terlebih dahulu dibanding sesar – sesar

mendatar yang ada di daerah penelitian. Sesar ini terbentuk oleh adanya tegasan utama

yang berarah baratlaut- tenggara.

26

Foto 3.10 Singkapan IA12/5. Zona hancuran akibat adanya Sesar Naik Antu.

3.3.3.2 Sesar Mendatar Antu 1

Sesar Mendatar Antu 1 ditemukan pada bagian utara daerah penelitian berada di

sekitar Gunung Antu yang memanjang ke arah selatan, yang terbentuk akibat tegasan

utama yang berarah baratlaut – tenggara. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya

struktur sesar pada daerah ini adanya zona hancuran,dan adanya kekar gerus (Foto

3.11), dan dari SRTM terlihat adanya kelurusan berarah utara- selatan. Berdasarkan

analisis kinematika dari data-data struktur yang ditemukan di lapangan (lampiran D)

didapatkan arah breksiasinya N 1750E, didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N

1750 E/ 87

0 dengan pitch 6

0, dengan kedudukan slip-nya 5

0, N 355

0 E. Disimpulkan

berdasarkan hasil analisis kinematika bahwa sesar ini adalah sesar mengiri naik.

Foto 3.11 Singkapan IA5/4. Zona hancuran akibat Sesar Mendatar Antu 1, terlihat

adanya orientasi butiran hasil hancuran.

27

3.3.3.3 Sesar Mendatar Antu 2

Sesar Mendatar Antu 2 berada di bagian utara daerah penelitian berada di

sebalah barat Sesar Mendatar Antu 1 sesar ini memanjang dari Gunung Antu hingga

sungai yang berada di bagian selatan Gunung Antu, yang terbentuk akibat tegasan

utama yang berarah baratlaut – tenggara, jka menggunakan konsep Simple Shear

(Harding, 1965 dalam Sapiie dan Harsolumakso, 2006) trend dari sesar ini memiliki

arah dan pergerakan yang sesuai. Bukti lapangan yang menunjukkan adanya struktur

geologi berupa sesar yaitu adanya sungai yang mengikuti arah dari sesar, adanya

breksiasi (Foto 3.12) dan adanya perubahan kedudukan dari litologi batugamping

kalakarenit yang arahnya mengikuti arah sesar dibagian selatan daerah penelitian yang

masih merupakan jalur dari sesar ini, serta dari data SRTM yang menunjukkan adanya

kelurusan berarah utara- selatan. Berdasarkan data- data yang didapat mulai dari

penyebaran kedudukan batuan, pergeseran sesar naik Antu dan pergeseran sumbu

antiklin Gunung Antu, pergerakan sesar ini relatif menganan.

Foto 3.12 Adanya zona hancuran (kiri, singkapan IA5/7) dan adanya kedudukan

batugamping yang realtif tegak (kanan, singkapan IA5/10) dengan jurus yang

mengikuti jurus Sesar Mendatar Antu 2.

28

3.3.3.4 Sesar Mendatar Antu 3

Foto 3.13 Zona beksiasi dari Sesar Mendatar Antu 3, dengan arah N 3150 E

(singkapan IA7/4).

Di bagian utara selaian terdapat Sesar Mendatar Antu 1 dan 2 masih terdapat

Sesar Mendatar Antu 3, sesar ini memiliki arah yang berbeda dengan Sesar Mendatar

Antu 1 dan 2, sesar ini relatif berarah baratlaut- tenggara yang memanjang dari sekitar

puncak Gunung Antu sampai berhenti di Sesar Mendatar Antu 2, yang terbentuk

akibat tegasan utama yang berarah baratlaut – tenggara. Bukti yang menunjukan

adanya sesar ini adalah adanya breksiasi berarah N 3150

E dan kekar gerus di

lapangan (Foto 3.13). Dari hasil analisis kinematika dari data struktur (Lampiran D)

yang didapatkan dari lapangan diperkirakan kedudukan sesarnya adalah N 3150 E /82

0

dengan kedudukan slip-nya adalah 10, N 316

0 E dengan pitch: 2

0, pergerakan dari

sesar ini adalah menganan naik.

3.3.3.5 Sesar Mendatar Antu 4

Sesar ini terdapat di bagian baratdaya daerah penelitian, trend dari sesar ini adalah

baratlaut- tenggara dengan arah tegasan utamanya baratlaut - tenggara, diinterpretasikan dari

adanya penyebaran kedudukan batuan yang tidak beraturan, dan adanya pergeseran dari

sumbu lipatan yang ada di sekitar Gunung Antu. Diperkirakan juga sesar ini memotong sesar

naik Gunung Antu. Trend dari sesar ini memiliki arah dan pergerakan yang sesuai jika

menggunakan konsep Simple Shear (Harding, 1965 dalam Sapiie dan Harsolumakso,

2006 ).

29

3.3.3.6 Sesar Mendatar Antu 5

Foto 3.14 Singkapan kedudukan batuan yang berubah secara acak akibat adanya

sesar (singkapan IA11/3).

Di sebelah timur sesar mendatar antu 4 terdapat sesar mendatar Antu 5 yang

berarah timurlaut- baratdaya, diinterpretasikan sesar mendatar ini merupakan

pasangan dari Sesar Mendatar Antu 4 maka tegasan utama sesar ini diperkirakan

memiliki arah yang sama yaitu baratlut- tenggara. Bukti di lapangan untuk struktur ini

adalah adanya penyebaran kedudukan batuan secara acak (Foto 3.14).

3.3.3.7 Sesar Mendatar Antu 6

Sesar mendatar ini diinterpretasikan dari adanya perubahan kedudukan bataun

yang diukur pada saat observasi dilapangan, lintasan ynag dilalui saat observasi

melewati jalur sesar ini, dari adanya penyebaran kedudukan batuan yang arah

kemringannya berbeda namun memiliki strike yang relatuf searah maka sesar ini

dinterpretasikan sebagai sesar mendatar, dan dari adanya pergeseran sumbu Antiklin

Antu pergerakan sesar ini relatif mengiri.

30

3.3.4 Mekanisme Struktur Daerah Penelitian

Daerah penelitian berada diantara dua sesar mendatar yaitu Sesar Mangkalihat

dan Sesar Sangkulirang (Satyana et al., 1999), akibat kedua pergerakan sesar ini

daerah penelitian berada pada zona transpresi.

Mekanisme pembentukan struktur yang ada di daerah penelitian diakibatkan oleh

adanya gaya kompresi yang relatif berarah utara baratlaut – selatan tenggara yang

terbentuk akibat adanya pergerakan Sesar Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang,

diawali oleh pembentukan Sesar Naik Antu, kemudian di ikuti oleh pembentukan

Antiklin Antu yang keduanya memliki arah yang sama relatif barat baratdaya-timur

timurlaut, setelah itu diikuti oleh terbentuknya Sesar- sesar Mendatar Antu.

Gambar 3.10 Mekanisme pembentukan struktur daerah penelitian yang terbentuk

akibat adanya pergerakan Sesar Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang.

Sesar Sangkulirang

Sesar Mangkalihat