BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto -...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai kajian gejala bahasa, berbeda dengan penelitian sejenis yang ahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Gejala Bahasa telah ada. Untuk membuktikannya , peneliti membedaka penelitian yang telah ada sebelumnya, maka peneliti meninjau dua laporan penelitian, antara lain skripsi m Kosa Kata Tidak Baku Pada Status Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian Sintaksis dan Semantik) pada tahun 2015 dan Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal pada tahun 2017. 1. Penelitian yang berjudul “Gejala Bahasa Kosa Kata Tidak Baku Pada Status Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian Sintaksis dan Semantik) Tahun 2015”. Oleh Deryl Candra Pradana Tahun 2015 Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui proses pembentukan ragam bahasa tidak baku dalam status tweeple di jejaring sosial twitter. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, penerapannya melalui tiga tahap, yaitu tahap: (a) tahap penyediaan data, dalam hal ini penyediaan data digunakan metode simak dan catat; (b) tahap analisis data, dalam hal ini penelitian menggunakan metode BUL (Bagi Unsur Langsung) dan metode padan; (c) tahap penyajian hasil analisis data, pada tahap ini, peneliti menggunakan metode penyajian formal dan informal. 6 GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai kajian gejala bahasa, berbeda dengan penelitian sejenis

yang ahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Gejala Bahasa

telah ada. Untuk membuktikannya , peneliti membedaka penelitian yang telah ada

sebelumnya, maka peneliti meninjau dua laporan penelitian, antara lain skripsi m

Kosa Kata Tidak Baku Pada Status Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian

Sintaksis dan Semantik) pada tahun 2015 dan Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di

Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal pada tahun

2017.

1. Penelitian yang berjudul “Gejala Bahasa Kosa Kata Tidak Baku Pada Status

Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian Sintaksis dan Semantik) Tahun

2015”. Oleh Deryl Candra Pradana Tahun 2015

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui proses pembentukan ragam

bahasa tidak baku dalam status tweeple di jejaring sosial twitter. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, penerapannya melalui tiga

tahap, yaitu tahap: (a) tahap penyediaan data, dalam hal ini penyediaan data digunakan

metode simak dan catat; (b) tahap analisis data, dalam hal ini penelitian menggunakan

metode BUL (Bagi Unsur Langsung) dan metode padan; (c) tahap penyajian hasil

analisis data, pada tahap ini, peneliti menggunakan metode penyajian formal dan

informal.

6

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

7

Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka penelitan yang berjudul Analisis

Gejala Bahasa dalam Harian Radar Banyumas Edisi, berbeda dengan penelitian

terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan. Adapun yang

membedakannya adalah data dan sumber data. Data penelitian terdahulu berupa ragam

bahasa tidak baku yang terdapar pada status Tweeple pada jejaring sosial twitter.

Sedangkan penelitian analisis gejala bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar

Banyumas edisi Januari, Februari dan Maret 2019 datanya berupa ragam bahasa rubrik

Intermezo dan sumber datanya berupa harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari

dan Maret 2019.

2. Penelitian dengan judul “Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan

Remaja Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Tahun 2017” Oleh M.

Alfin Fauzan Tahun 2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala bahasa prokem dialek tegal di

lingkungan remaja kalisapu kecamatan slawi kabupaten tegal. Metode yang digunakan

dalam peneliian ini adalah deskriptif kualitatif, penerapannya melalui tiga tahap, yaitu:

(a) tahap penyediaaan data, dalam penyediaan data peneliti menggunakan simak dan

merekam sebagai teknik dasarnya, ysng diwujudkan dengan teknik sadap sebagai

teknik dasarnya. (b) tahap analisis data, dalam analisis data peneliti menggunakan

metode agih. (c) tahap penyajiaan hasil analisis, peneliti menggunakan metode

penyajian informal dan penyajian formal.

Berdasarkan kajian pustaka berikut, maka penelitian dengan judul Analisis

Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari

dan Maret 2019, berbeda dengan penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini

perlu dilakukan. Adapun yang membedakannya adalah data dan sumber datanya. Data

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

8

penelitian terdahulu beruba bahasa daerah Tegal sedangkan penelitian yang berjudul

Analisis Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari,

Februari, dan Maret 2019 adalah ragam bahasa rubrik Intermezo.

B. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota

suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama makhluk

sosial. Berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjoyo,

2010:16). Berkaitan dengan pengertian oleh pakar diatas, menurut Keraf (1984:16)

bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia. Depdiknas (2007:116) mendifinisikan bahasa

sebagai sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota

suatu masyarakat untuk berkerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dari

pengertian yang dikemukakan para pakar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang arbiter yang dihasilkan oleh alat

ucap manusia, sebagai alat untuk berinteraksi sesama anggota pengguna bahasa.

2. Ragam Bahasa

Dalam ragam bahasa atau variasi bahasa, terdapat dua pandangan. Pertama,

variasi dilihat sebagai akibat adanya keragaman sumber sosial penutur bahasa dan

keragama fugsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa sudah ada untuk memenuhi

fungsinya sebagai alat interaksi dalam masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan

Leonie Agustina, 2004:62). Chaer dan Leonie Agustina mengemukaka ada empat

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

9

macam jenis variasi bahasa, yaitu (1) variasi dari segi penutur, (2) variasi dari segi

pemakaian, (3) variasi dari segi keformalan dan (4) variasi dari segi sarana.

a. Variasi Dari Segi Penutur

1) Idiolek yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep ideolek,

setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.

2) Dialek yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang

berada pada satu tempat, wilayah atau era tempat tinggal penutur. Misalnya,

bahasa Jawa dialek Banyumas, Pekalongan, Tegal dan lain sebagainya.

3) Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh

kelompok sosial pada masa tertentu.

4) Sosiolek atau dialke sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status,

golongan dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua

masalah pribadi masalah penuturnya, seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan lain

sebagainya.

b. Variasi dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakai menyangkut bahasa itu digunakan

untuk apa, dalam bidang apa, sehingga muncullah beberapa ragam bahasa seperti

ragam bahasa sastra, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa militer, ragam bahasa

ilmiah dan ragam bahasa niaga atau perdagangan. Variasi bahasa dari segi pemakai ini

paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya

mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain,

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

10

c. Variasi dari Segi Keformalan (situasi)

Berdasarkan tingkat keformalannya. Martin Joos (1967) dalam bukunya Five

Clock (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2014:70) membagi variasi bahasa atas lima

macam ragam,yaitu (a) ragam bahasa baku, (b) ragam resmi, (c) ragam usaha atau

ragam konsultatif, (d) ragam santai, dan (e) ragam akrab.

1) Ragam baku yaitu variasi bahasa yang palinng formal, yang digunakan dalam

situasi-situasi khikmat. Misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah dan

sebagainya.

2) Ragam resmi yaitu variasi bahasa yang digunkan dalam pidato kenegaraan, rapat

dinas, surat menyurat dan sebagainya.

3) Ragam usaha atau ragam konsultatif yaitu variasi bahasa yang lazim digunakan

dalam pembicaraan biasa di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang

berorientasi kepada hasil produksi.

4) Ragam bahasa santai yaitu variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak

resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga, teman karib pada waktu

istirahat, berolahraga, berekreasi dan sebagainya.

5) Ragam akrab yaitu variasi bahasa yang biasa digunakan oleh penutur yang

hubungannya sudah akrab. Ragam bahasa ditandai dengan penggunaan bahasa

yang tidak lengkap, pendek-pendek dan artikulasi yang seringkali tidak jelas.

d. Variasi dari Segi Sarana

1) Ragam lisan, menyampaikan informasi secar lisan dan dibantu dengan nada suara,

gerak-gerik tanda julah fisik lainnya.

2) Ragam tulis, dalam bahasa tulis lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat

yang di susun bisa dipahami pembaca.

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

11

3. Ragam Bahasa tidak Baku

a. Ragam bahasa tidak baku dapat digolongkan dalam dua ragam bahasa yaitu

ragam bahasa santai dan ragam bahasa akrab. Ragam bahasa santai adalah variasi

bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang

dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolahraga, berekreasi

dan sebagainya. Sedangkan ragam bahasa akrab adalah variasi bahasa yang biasa

digunakan oleh para penutur yang hubungannya sangat akrab, seperti antar

anggota keluarga atau teman yang sudah karib (Chaer dan Agustina, 2004:71).

b. Ragam bahasa remaja termasuk dalam ragam ahasa santai atau akrab. Ragam

bahasa remaja digunakan oleh para remaja sebagai suatu kelompok memang

harus memiliki perbedaan dengan kelompok-kelompok lainnya, seperti kelompok

orang tua, anak-anak, cendikia (intelektual), ibu-ibu, dsb. Ada berbagai identitas

yang membedakan mereka dengan kelompok masyarakat lainnya, seperti cara

berpakaian, cara bergaul, bertingkah laku, dsb. Salah satu yang cukup menonjol

yang mencirikannya dengan kelompok lain adalah bahasa yang digunakannya.

Sebagai akibat di dalam masyarakat mana pun yang memiliki kelompok remaja,

akan ditemui jenis bahasa yang lazim digunakan di antara mereka sebagai bahasa

pergaulan di ruang lingkup situasi yang formal (Wijana, 2010:1-2).

C. Gejala Bahasa

1. Pengertian Gejala Bahasa

Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut

bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.

Terkait dengan pembentukan kata, gejala bahasa dibagi menjadi beberapa macam,

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

12

meliputi: (a) gejala analogi, (b) gejala kontaminasi, (c) gejala pleonasme, (d)

hiperkorek (e) penambahan fonem, (f) penghilangan fonem, (g) gejala kontraksi, (h)

gejala metatesis dan (i) gejala adaptasi. Sedangkan menurut Muslich (2008:101-109).

Gejala bahasa dapat diuraikan sebagai berikut: (a) analogi, (b) adaptasi, (c)

kontaminasi, (d) hiperkorek, (e) varian, , (f) adisi, (g) reduksi, (h) adisi, (i) reduksi, (j)

metatesis, (k) diftongisasi, (l) monftogisasi, (m) anaptiksis, (n) haplology, dan (o)

kontraksi. Dari ke dua pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa dibagi

menjadi beberapa macam yaitu gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme,

gejala hiperkorek, penambahan fonem (adisi), penghilangan fonem (reduksi),

kontraksi, metatesis, adaptasi, varian, asimilasi, disimilasi, diftongisasi,

monoftongisasi, anaptikis.

2. Jenis-Jenis Gejala Bahasa

Telah kita maklumi bahwa bahasa, terutama bahasa Indonesia, selalu tumbuh

dan berkembang. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan itu, wajarlah bila

terdapat peristiwa perubahan, terutama perubahan bentuk kata. Pada umumnya,

perubahan bentuk kata itu disebabkan oleh adanya perubahan beberapa kata asli

karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya perubahan

bentuk kata-kata pinjaman (Masnur Muslich, 2009;101). Adapun macam-macam

gejala bahasa dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Gejala Analogi

Analogi merupakan salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu

bahasa yang disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

13

yang sudah ada. Dalam suatu bahasa yang sedang tumbuh dan berkembang,

pembentukan kata-kata baru (analogi) sangat penting sebab bentukan kata baru dapat

memperkaya perbendaharaan bahasa (Muslich; 2008). Sedangkan menurut (Badudu;

1985) analogi adalah suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada.

Sedangkan menurut Kridalaksana (2008; 15) analogi merupakan proses atau hasil

pembentukan unsur bahasa karena pengaruh pola lain dalam bahasa. Berdasarkan tiga

pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa analogi adalah bahasa

atau bentuk kata baru dengan meniru bahasa yang telah ada.

Contoh:

1) Siswa – Siswi

2) Saudara-Saudari

Pada contoh di atas, kata siswa-siswi terdapat bentukan kata baru, yaitu kata siswi

yang menggambarkan pelajar perempuan, dengan kata dasar siswa, pada kata siswa

mendapat perubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/ pada akhir kata. Pada kata saudara –

saudari terdapat bentukan kata baru, sedangkan kata saudara pada Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang seibu seayah (atau kakak; orang yang

bertalian keluarga). Terdapat bentukan baru pada kata saudara – saudari yaitu kata

saudari yang menyatakan perbedaan jenis kelamin. Pada kata saudara mengalami

pearubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/.

b. Kontaminasi

Dalam bahasa indonesia, kata kontaminasi sama dengan kerancuan. Kata rancu

berarti „campur aduk‟, „tumpang-tindih‟, „kacau‟. Dalam bidang bahasa, kata rancau

(kerancauan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

14

unsur bahasa (imbuhan, kata, frase, atau kalimat) yang tidak wajar. Ketidakwajaran

yang menunjukkan bentuk rancu itu (khususnya bentukan kata) (Muslich; 2008).

Sedangkan menurut (Badudu: 1985) gejala kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang

dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya „kacau‟, jadi

kerancuan artiya kekacauan, yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian,

penggabungan. Dua kata yang harusnya berdiri sendiri disatukan dalam satu

perserangkaian baru yang tidak berpasangan atau berpadanan. Sedangkan menurut

Kridalaksana (2008; 134) kontaminasi adalah proses atau hasil pengacauan atau

penggabungan dua bentuk yang secara tidak sengaja atau tidak lazim dihubung-

ubungkan. Berdasarkan tiga pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala

bahasa kontaminasi adalah bentukan kata yang rancu atau kacau karena

pencampuradukan dua unsur bahasa yang tidak wajar.

Contoh:

1) Berulang-ulang

2) dinasionalisirkan

Kata berulang-ulang memiliki kata dasar ulang, yang dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) memiliki arti sesuatu yang dilakukan lagi atau sesuatu yang

dilakukan secara terus menerus. Sedangkan paa contoh ke dua, kata dinasionalisirkan,

kita melihat kerancuan akhiran {-ir} (Belanda) dengan akhiran {-kan}. Baik akhiran

{-ir} maupun akhiran {-kan} berfungsi memebentuk kata kerja. Pada bentuk rancu

dinasionalisirkan, terjadi dua kali proses pembentukan kata kerja; pertama, dengan

akhiran {-ir}, dan kedua, dengan akhiran {-kan}. Hal tersebut tentunya menimbulkan

kerancuan. Bentuk dinasionalisirkan berasal dari tumpang tindih dua kata:

dinasionalisir dan dinasionalisirkan, kedua bentuk terakhir ini sama artinya.

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

15

c. Pleonasme

Menurut (Badudu; 1985) pleonasme berasal dari bahasa Latin “pleonasmus”

dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata-kata berleih-lebihan. Oleh karena itu,

gejala pleonasme dalam bahasa Indonesia memiliki arti kaya yang berlebih-lebihan,

yang sebenarnya tidak perlu. Sesuatu ucapan disebut “pleonastis” apabila ucapan itu

mengandung sifat berlebih-lebihan. Menurut Kridalaksana (2008: 195) pleomasme

merupakan pemakaian kata-kata lebih dari pada yang diperlukan. Jadi, dapat

disimpulkan gejala pleonasme merupakan pemakaian kata yang berlebihan atau

pemakaian kata yang tak seharusnya dipakai. Dari dua pendapat ahli diatas dapat

disimpukan bahwa gejala bahasa pleonasme adalah penggunaan kata yang berlebih-

lebihan dan sebenarnya tidak diperlukan atau dipakai.

Contoh:

1) Pada zaman dahulu kala banyak oarang menyembah berhala

(zaman=kala. Sebenarnya cukup: pada zaman dahulu, atau dahulu kala).

2) Para guru-guru sedang berapat.

Kata-kata: para, segala, semua, beberapa, mengandung pengertian-pengertian jamak,

oleh karenanya kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tak perlu lagi

dijamakkan dengan perulangan.

d. Hiperkorek

Gejala hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu

menjadi salah. Maksudnya, sesuatu yang sudah betul dibetulkan lagi. Yang akhirnya

malah menjadi salah, setidaknya dianggap bentuk yang tidak baku (Muslich; 2008).

Sedangkan menurut (Badudu; 1985) gejala Hiperkorek adalah gejala yang timbul

sebagai proses bentuksn betul dibalik betul. Maksudnya, yang sudah betul dibetul-

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

16

betulkan lagi dan akhirnya menjadi salah. Gejala Hiperkorek selalu menunjukkan

sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan). Sedangkan menurut

Kridalaksana (2008; 83) hiperkorek bersangkutan dengan bentuk atau pemakaian kata

secara salah karena mengindari pemakaian sub standard. Dari tiga pendapat ahli

tersebut dapat disimpulkan gejala bahasa hiperkorek adalah proses perbaikan bentuk

kata yang sudah ada akan tetapi perbaikan tersebut justru menjadi salah.

Contoh:

1) sehat→syehat

2) Ahli →akhli

Kata sehat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah baik seluruh badan

serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit). Pada contoh diatas kata sehat mengalami

perubahan yaitu penambahan fonem yang membuat kata ini menjadi rancu, kata sehat

mendapat penambahan fonem /s/ menjadi /sy/, menjadi kata syehat. Pada contoh

kedua, kata ahli pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang

mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). Pada contoh diatas kata ahli

mendapat perbaikan bentuk kata yang malah menjadikan kata ini tidak baku lahi. Kata

ahli mendapatkan perubahan fonem, yaitu fonem /h/ menjadi /kh/, menjadi akhli.

e. Penambahan Fonem (Adisi)

Gejala adisi ialah perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai

oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gejala

bahasa proteis, gejala bahasa epentesis, dan gejala bahasa paragog, proteis adalah

penambahan fonem di awal katam epentesis adalah penambahan fonem di tengah kata,

dan gejala bahasa paragog adalah penambahan fonem di akhir kata, berikut penjelasan

lengkapnya:

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

17

1) Proteis

Proteis adalah proses penambahan fonem pada awal kata (Muslich; 2008).

Sedangkan menurut (Badudu; 1985) penambahan fonem di depan kata. Depdiknas

(2007; 1107) protesis adalah penambahan okal atau konsonan di depan kata.

Contoh:

1) mas→emas

2) lang →elang

Pada kata mas mendapat penambahan fonem /e/ pada awal kata, mas menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kata sapaan untuk saudara laki-laki atau

laki-laki yang dianggap lebih tua. Sedangkan kata emas menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) adalah logam mulia berwarna kuning yang dapat ditempa dan

dibentuk, biasa dibuat perhiasan seperti cincin, kalung. Sedangkan pada contoh yang

kedua, kata lang mendapat penambahan fonem yaitu fonem /e/ pada awal kata,

menjadi elang, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata elang adalah

burung buas yang mempunyai daya penglihatan tajam, paruhnya bengkok dan

cengkeramannya kuat, menangkap mangsanya dengan menyabar.

2) Epentesis

Epentesis adalah penambahan fonem di tengah kata (Badudu; 1985),

sedangkan menurut (Muslich; 2008) Epentesis adalah proses penambahan fonem di

tengah kata. Depdiknas (2007; 377) epentesis adalah penambahan vokal ayau

konsonan di tengah kata.

Contoh:

1) iya→iyha

2) kapak → kampak

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

18

Pada kata iya yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memili arti setuju

(ya), mendapat penambahan fonem ditengah kata yaitu fonem /h/ iyha, yang membuat

kata ini menjadi rancu atau tidak baku lagi. Sedangkan pada contoh yang kedua, kata

kapak mengalami penambahan fonem di tengah kata, yaitu fonem /m/, menjadi kata

kampak, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kapak adalah alat terbuat

dari logam , bermata dan bertangkai panjang; berliung besar untuk menebang pohon

(membelah kayu dsb).

3) Paragog

Paragog menurut (Muslich; 2008) adalah proses penambahan fonem pada

akhir kata, sedangkan menurut (Badudu; 1985) pargog adalah penamahan fonem di

akhir kata. Depdiknas (2007; 1020) paragog adalah penambahan fonem atau bunyi di

akhir kata.

Contoh:

1) aku→akuh

2) lamp →lampu

Kata aku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai kata ganti orang

pertama yang berbicara atau yang menulis (dalam ragam akrab); diri saya sendiri;saya.

Pada kata aku mendapat penambahan fonem pada akhir kata yaitu fonem /h/ akuh.

Dan dapat dikatakan kata akuh merupakan gejala bahasa paragog. Sedangkan pada

contoh yang ke dua, kata lampu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lampu

adalah alat untuk menerangi; pelita.. kata lamp mendapat penambahan fonem /u/ pada

akhir kata, menjadi lampu.

f. Penghilangan Fonem (Reduksi)

Gejala reduksi adalah peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala

reduksi dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu gejala bahasa afresia, gejala

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

19

bahasa sinkop, dan gejala bahasa apokop, gejala bahasa afresia yaitu penghilangan

fonem pada awal kata, sinkop yaitu penghilangan fonem pada tengah kata, sedangkan

gejala bahasa apokop yaitu penghilangan fonem di akhir kata, berikut penjelasan

lengkapnya:

1) Afresia

Menurut (Muslich; 2008) Afresia adalah proses penghilangan fonem pada

awal kata, sedangkan menurut (Badudu; 1985) Afresia adalah penghilangan fonem

pada awal kata. Kridalaksana (1992; 161) afaresis adalah penghilangan fonem suku

awal kata termasuk dalam pemendekan atau penggalan.

Contoh:

1) sayang→ayang

2) Tetapi → tapi

Kata sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian kasih sayang

(kepada); cinta (kepada);kasih (kepada). Pada contoh di atas kata sayang mengalami

penghilangan fonem /s/ ayang pada awal kata. Maka dapat dikatakan kata sayang

mengalami gejala bahasa afresia, yaitu penghilangan fonem pada awal kata.

Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata tetapi dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia memiliki arti sebagai kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal

yang bertentangan atau tidak selaras atau penghubung antar kalimat atau antarparagraf

untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras. Kata tetapi mengalami

penghilangan fonem pada awal kata, yaitu fonem /te/ menjadi tapi.

2) Sinkop

Menurut ( Badudu; 1985) sinkop adalah penghilangan fonem di tengah kata,

sedangkan menurut (Muslich; 2008) Sinkop adalah proses penghilanga fonem di

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

20

tengah kata. Depdiknas (2007; 1314) sinkop merupakan pengilangan fonem vokal

atau konsonan di tengah kata.

Contoh:

1) Bangun→banun

2) sahaya → saya

Kata bangun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian

bangkit; berdiri (dari duduk, tidur, dan sebagainya). Pada contoh dia atas kata bangun

memiliki penghilangan fonem pada tengah kata, yaitu fonem /g/ menjadi banun, maka

dapat disimpulkan bahwa kata banun merupakan gejala bahasa sinkop atau

penghilangan fonem di tengah kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata saya

pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berbicara atau

menulis (dl ragam resmi atau biasa). Kata sahaya mengalami penghilangan fonem /ha/

di tengah kata, sehingga dapat disimpulkan bahwa kata sahaya mengalami proses

gejala bahasa sinkop atau penghilangan fonem pada tengah kata.

3) Apokop

Menurut (Badudu; 1985) apokop adalah penghilangan fonem di akhir kata,

sedangkan menurut (Muslich; 2008) Apokop adalah proses penghilangan fonem di

akhir kata. Depdiknas (2007; 82) apokop adalah hilangnya satu bunyi atau lebih pada

akhir sebuah kata.

Contoh:

1) Tidak→tida

2) import →impor

Kata tidak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian untuk

menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan, dan sebagainya. Pada contoh

diatas kata tidak mendapatkan penghilangan fonem /k/ tida, pada akhir kata. Maka

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

21

dapat disimpulkan kata tidak mengalami gejala bahasa apokop atau penghilangan

fonem pada akhir kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata impor dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti pemasukan barang dsb dari luar negeri,

kata impor merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu import, mengalami

penghilangan fonem /t/ pada akhir kata dalam bentuk bahasa indonesia (impor). Jadi

dapat disimpulkan bahwa kata import mengalami gejala bahasa apokop, yaitu gejala

bahasa penghilangan fonem pada akhir kata.

g. Kontraksi

Kontraksi yaitu proses pemendekan yang meringkas leksem dasar atau

gabungan dari leksem (Kridalaksana, 1992: 162) atau gejala yang memperlihatkan

adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau

penggantian fonem. (Muslich, 2008: 101-109). Menurut Badudu( 1985:64) kontraksi

memiliki gejala adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan kadang-kadang ada

penambahan atau penggalan fonem. Kontraksi adalah proses atau hasil pembentukan

suatu bentuk kebahasaan (Depdiknas, 2007:729). Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala

kontraksi adalah pemendekan leksem dasar atau gabungan leksem dengan cara

menghilangkan satu atau lebih fonem yang ada.

Contoh:

1) Tidak ada →tiada

2) Perlahan-lahan → pelan-pelan

Kata tidak ada pada hakikatnya memiliki makna yang sama dengan tiada, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tiada/ti-a-da/v1 tak ada; tidak ada yaitu

penabdian yang tiada hentinya; tiada seorangpun yang dapat membantunya; 2 tidak;

nasionalisme yang tidak tergoyahkan, meniada/me-ni-a-da/v1 menjadi tidak ada. Pada

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

22

contoh diatas kata tidak ada mengalami penghilangan fonem /d/, /k/, /a/. Sehinga

dapat disimpulkan bahwa contoh diatas merupakan gejala bahasa kontraksi, yaitu

penghilangan satu atau fonem pada suatu kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua,

kata perlahan-lahan atau pelan-pelan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki

arti bergerak dengan perlahan-lahan; lambat-lambat. Pada kata perlahan-lahan

mengalami perubahan dan penghilangan fonem, yaitu hilangnya fonem /r/, /a/, /h/, dan

berubahnya fonem /l/ menjadi /p/, a/ menjadi /e/, dan fonem /h/ menjadi /l/. Hal ini

sesuai dengan apa yang dikemukakkan oleh . (Muslich, 2008: 101-109) dalam Tata

Bentuk Bahasa Indonesia, bahwa kontraksi adalah gejala bahasa yang memerlihatkan

adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau

penggantian fonem.

h. Metatesis

Metatesis adalah pertukaran tempat satu atau beberapa fonem (Badudu, 1985:

64). Menurut Muslich (2008: 101-108) perubahan kata yang fonem-fonemnya

bertukar tempat. Kridalaksana (2009: 153) perubahan letak huruf, bunyi, atau suku

dalam kata. Dapat disimpulkan bahwa metatesis adalah pertukaran fonem-fonem dari

kata yang sudah ada.

contoh:

1) Sapu→Usap

2) almari → lemari

Kata sapu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah alat rumah tangga

dibuat dari ijuk (lidi, sabut, dan sebagainya) yang diikat menjadi berkas, diberi tangkai

pendek atau panjang untuk membersihkan debu, sampah, dan sebagainya. Kata usap

mengalami proses pertukaran fonem penuh dari kata sapu menjadiusap. Sedangkan

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

23

pada contoh yang ke dua, kata almari atau lemari dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) adalah peti besar (untuk) menyimpan sesuatu (seperti buku,

pakaian). Pada kata almari mengalami pertukaran fonem, yaitu pada fonem /l/

bertukan dengan fonem /a/.

i. Adaptasi

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia selalu dipengaruhi oleh bahasa

asing dan bahasa daerah. Dari pengaruh itu bahasa Indonesia diperkaya oleh kata-kata

asing dan daerah untuk melengkapi perkembangannya. Kata-kata yang diambil dari

bahasa asing selalu mengalami penyesuaian (adaptasi) dengan penerimaan

pendengaran, ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya, dan struktur

bahasanya. Oleh sebab itu, yang disebut adaptasi ialah perubahan bunyi dan struktur

bahasa asing menjadi bunyi bahasa struktur yang sesuai dengan penerimaan

pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya (Muslich;

2008). Sedangkan menurut (Badudu; 1985) Adaptasi memiliki arti penyesuaian. Kata-

kata pungut yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesuai dengan lidah

orang Indonesia. Dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala

bahasa adaptasi adalah bentuk kata baru yang berasal dari bahasa asing, dengan

meniru pendengaran dan ucapan lidah Indonesia.

Contoh:

1) riset→research (Inggris)

2) lemari →almari

Pada kata riset merupakan bentuk kata baru, yang berasal dari kata research (Inggris)

yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu penelitian. Menjadi bentuk kata baru

“riset” sesuai dengan pendengaran dan ucapan lidah orang Indonesia. Kata riset pada

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

24

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu penyelidikan (penelitian) suatu masalah

secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian,

mendapatkan fakta baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Sedangkan pada

contoh yang ke dua, kata lemari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

peti besar (untuk) menyimpan sesuatu (seperti buku, pakaian). Kata lemari merupakan

proses dari adaptasi dari kata almari ( dari bahasa Portugis).

j. Varian

Menurut Muslich (2008: 101-108) gejala varian sering kita jumpai dalam

ucapan pejabat Orde Baru. Vokal /a/ pada sufiks-kan menjadi /ǝ/. Sedangkan

Kridalaksana (2008: 253) varian adalah nilai tertentu dari suatu variable. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa gejala Varian merupakan perubahan fonem pada sufiks tertentu

atau suatu tuturan yang dianggap sistematis karena merupakan interaksi antara faktor

sosial dan bahasa.

contoh:

1) Direncanakan→direncanaken

2) diambilkan → diambilken

Kata direncanakan yang merupakan kata dasar rencana, pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) memiliki arti sesuatu yang akan dikerjakan, pada contoh di atas,

kata direncanakan mengalami perubahan vokal /a/ pada sufiks –kan menjadi /ǝ/, dan

menjadi direncanaken. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata Diambilkan

mempunyai bentuk dasar ambil, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ambil

yaitu pegang lalu dibawa, diangkan, dsb. Kata diambilkan mengalami perubahan

vokal /a/ pada sufiks -kan menjadi vokal /ǝ/ pada akhir kalimat, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kata diambilken merubapakan proses daripada gejala bahasa

varian.

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

25

k. Diftongisasi

Menurut Muslich (2008: 101-108) diftongisasi adalah proses perubahan suatu

monoftong jadi diftong. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 50) diftongisasi

merupakan proses perubahan vokal menjadi diftong. Jadi dapat disimpulkan bahwa

diftongisasi merupakan perubahan vokal menjadi dua bunyi vokal rangkap.

Contoh:

1) Sodara→saudara

2) pulo → pulau

Pada kata sodara yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti

orang yang seibu seayah (atau hanya seibu atau seayah saja); adik atau kakak,

mengalami perubahan monoftong menjadi diftong pada monoftong /o/ menjadi

diftong /au/ menjadi saudara. Diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong

dalam satu suku kata (seperti ai dalam kata rantai, au dalam kata gurau). Sedangkan

pada contoh yang ke dua, kata pulau pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

yaitu tanah (daratan) yang dikelilingi air ( di laut, di sungai, atau di danau), pada

contoh diatas kata pulo mengalami perubahan monoftong /o/ menjadi diftong /au/.

Diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata (seperti ai

dalam kata rantai, au dalam kata gurau). Jadi, dapat disimpulkan bahwa contoh diatas

merupakan gejala bahasa diftongisasi yaitu proses perubahan suatu monoftong

menjadi diftong.

l. Monoftongisasi

Menurut Muslich (2008:101-108), monoftongisasi adalah proses perubahan

suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Menurut Kridalaksana (2009: 157),

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

26

monoftongisasi merupakan proses perubahan dari sebuah diftong menjadi monoftong.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa monoftongisasi merupakan perubahan dua buah vokal

rangkap menjadi vokal tunggal.

Contoh:

1)Gurau→guro

2) Sungai →sunge

Kata gurau pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah percakapan untuk

bermain-main saja; kelakar;lelucon. Kata gurau mengalami perubahan diftong

menjadi monoftong, yaitu ditong /au/menjadi monofotong /o/menjadi kata guro.

Peristiwa ini dapat disebut sebagai gejala bahasa monoftongisasi. Sedangkan pada

contoh yang ke dua, kata sungai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

memiliki makna aliran air yang besar (biasanya buatan alam). Pada contoh diatas kata

sungai mengalami perubahan diftong menjadi monoftong, yaitu diftong /ai/ menjadi

monoftong /e/ menjadi kata sunge. Dapat disimpulkan bahwa contoh diatas

merupakan proses gejala bahasa monoftongisasi, yaitu proses perubahan suatu diftong

(gugus vokal) menjadi monoftong.

m. Anaptikis

Menurut Muslich (2008-101-108), anaptikis adalah proses penambahan suatu

bunyi dalam satu kata guna melancarkan ucapannya. Menurut Kridalaksana (2008:

15), anaptikis merupakan penyisipan vokal pendek diantara dua konsonan atau lebih

untuk mensederhanakan struktur suku kata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gejala

bahasa anaptikis merupakan penyisipan fonem pada suatu suku kata.

Contoh:

1)Putra → putera

2) srigala → serigala

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

27

Pada kata Putra yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki

pengertian anak laki-laki, mengalami penyisipan fonem /e/ diantara dua konsonan,

menjadi kata putera dan menjadi kata tidak baku. Peristiwa ini dapat disebut gejala

bahassa abaptikis. Sedangkan pada contoh ke dua, kata serigala dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) adalah binatang liar yang bentuknya seperti anjing dan

warna belunya kuning kelabu. Pada contoh diatas kata srigala mendapat penyisipan

fonem /e/ diantara konsonan /s/ dan /r/ guna melancarkan ucapannya. Pertanyaan ini

sesuai dengan gejala bahasa anaptiksis, yaitu proses penambahan suatu bunyi dalam

satu kata guna melancarkan ucapannya.

n. Hapologi

Menurut Muslich (2008: 101-108) hapologi adalah proses penghilangan suku

kata yang ada di tengah-tengah kata. Menurut Kridalaksana (2008:80) hapologi

merupakan penghilangan satu atau dua bunyi yang sama dan berurutan. Jadi, dapat

disimpulkan gejala hapologi merupakan penghilangan suku kata pada suatu kata.

Contoh:

1) Budidaya→budaya

2) mahardhika → merdeka

Pada kata budidaya yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti

usaha yang bermanfaat dan memberi hasil, mengalami penghilangan satu kata yang

ada di tengah-tengah kata yaitu kata di, menjadi kata budaya yang memiliki arti

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sesuatu yang menjadi kebiasaan dan

sukar untuk diubah. Sedangkan pada contoh ke dua, kata merdeka dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia memiliki pengertian bebeas (dari perhambaan, penjajahan, dsb);

berdiri sendiri. Mengalami penghilangan satu katu yang ada di tengah-tengah kata

yaitu kata aha, menjadi bentuk baru yaitu merdeka, pada contoh diatas merupakan

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto - Bab...Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan

28

gejala bahasa hapologi, yaitu proses penghilangan suku kata yang ada di tengah-

tengah kata.

D. Surat Kabar Radar Banyumas

Surat Kabar adalah sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media

massa tercetak berupa lembaran berisi tentang berita-berita, karangan-karangan dan

iklan secara umum, isinya pun harus aktual, juga harus bersifat universal, maksudnya

pemberitaanya harus bersangkut-paut dengan manusia dan berbagai golongan dan

kalagan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lembaran-lembaran

kertas bertuliskan berita dan sebagainya; koran. Dari beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa surat kabar adalah lembaran kertas yang berisi berita faktual yang

memuat berita secara universal dan diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan,

bulanan serta diedarkan secara umum.

Salah satu surat kabar yang beredar di Banyumas adalah surat kabar Radar

Banyumas. Surat kabar Radar Banyumas dijadikan sebagai sumber data dalam

penelitian yang berjudul Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas

edisi Januari, Februari dan Maret 2019. Surat Kabar Radar Banyumas merupakan

surat kabar yang terbit harian yaitu Senin sampai Minggu. Radar Banyumas

menyajikan berita dari lima kabupaten/kota meliputi Banjarnegara, Purbalingga,

Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Selain ini harian Radar Banyumas juga memuat

berita Olahraga, Infotaiment/Intermezo. Rubrik Intermezo adalah rubrik yang meliput

berita terkait dengan public figure atau artis baik itu nasional maupun Internasional.

Pada hal ini rubrik Intermezo dijadikan sebagai data pada penelitian yang berjudul

Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari,

dan Maret 2019.

GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019