BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang …repository.ump.ac.id/9241/3/Afrinaldi Rezha Yunanto -...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai kajian gejala bahasa, berbeda dengan penelitian sejenis
yang ahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Gejala Bahasa
telah ada. Untuk membuktikannya , peneliti membedaka penelitian yang telah ada
sebelumnya, maka peneliti meninjau dua laporan penelitian, antara lain skripsi m
Kosa Kata Tidak Baku Pada Status Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian
Sintaksis dan Semantik) pada tahun 2015 dan Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di
Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal pada tahun
2017.
1. Penelitian yang berjudul “Gejala Bahasa Kosa Kata Tidak Baku Pada Status
Tweeple di Jejaring Sosial Twitter (Kajian Sintaksis dan Semantik) Tahun
2015”. Oleh Deryl Candra Pradana Tahun 2015
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui proses pembentukan ragam
bahasa tidak baku dalam status tweeple di jejaring sosial twitter. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, penerapannya melalui tiga
tahap, yaitu tahap: (a) tahap penyediaan data, dalam hal ini penyediaan data digunakan
metode simak dan catat; (b) tahap analisis data, dalam hal ini penelitian menggunakan
metode BUL (Bagi Unsur Langsung) dan metode padan; (c) tahap penyajian hasil
analisis data, pada tahap ini, peneliti menggunakan metode penyajian formal dan
informal.
6
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
7
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka penelitan yang berjudul Analisis
Gejala Bahasa dalam Harian Radar Banyumas Edisi, berbeda dengan penelitian
terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan. Adapun yang
membedakannya adalah data dan sumber data. Data penelitian terdahulu berupa ragam
bahasa tidak baku yang terdapar pada status Tweeple pada jejaring sosial twitter.
Sedangkan penelitian analisis gejala bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar
Banyumas edisi Januari, Februari dan Maret 2019 datanya berupa ragam bahasa rubrik
Intermezo dan sumber datanya berupa harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari
dan Maret 2019.
2. Penelitian dengan judul “Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan
Remaja Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Tahun 2017” Oleh M.
Alfin Fauzan Tahun 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala bahasa prokem dialek tegal di
lingkungan remaja kalisapu kecamatan slawi kabupaten tegal. Metode yang digunakan
dalam peneliian ini adalah deskriptif kualitatif, penerapannya melalui tiga tahap, yaitu:
(a) tahap penyediaaan data, dalam penyediaan data peneliti menggunakan simak dan
merekam sebagai teknik dasarnya, ysng diwujudkan dengan teknik sadap sebagai
teknik dasarnya. (b) tahap analisis data, dalam analisis data peneliti menggunakan
metode agih. (c) tahap penyajiaan hasil analisis, peneliti menggunakan metode
penyajian informal dan penyajian formal.
Berdasarkan kajian pustaka berikut, maka penelitian dengan judul Analisis
Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari
dan Maret 2019, berbeda dengan penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini
perlu dilakukan. Adapun yang membedakannya adalah data dan sumber datanya. Data
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
8
penelitian terdahulu beruba bahasa daerah Tegal sedangkan penelitian yang berjudul
Analisis Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari,
Februari, dan Maret 2019 adalah ragam bahasa rubrik Intermezo.
B. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota
suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama makhluk
sosial. Berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjoyo,
2010:16). Berkaitan dengan pengertian oleh pakar diatas, menurut Keraf (1984:16)
bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Depdiknas (2007:116) mendifinisikan bahasa
sebagai sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk berkerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dari
pengertian yang dikemukakan para pakar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang arbiter yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia, sebagai alat untuk berinteraksi sesama anggota pengguna bahasa.
2. Ragam Bahasa
Dalam ragam bahasa atau variasi bahasa, terdapat dua pandangan. Pertama,
variasi dilihat sebagai akibat adanya keragaman sumber sosial penutur bahasa dan
keragama fugsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa sudah ada untuk memenuhi
fungsinya sebagai alat interaksi dalam masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan
Leonie Agustina, 2004:62). Chaer dan Leonie Agustina mengemukaka ada empat
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
9
macam jenis variasi bahasa, yaitu (1) variasi dari segi penutur, (2) variasi dari segi
pemakaian, (3) variasi dari segi keformalan dan (4) variasi dari segi sarana.
a. Variasi Dari Segi Penutur
1) Idiolek yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep ideolek,
setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.
2) Dialek yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah atau era tempat tinggal penutur. Misalnya,
bahasa Jawa dialek Banyumas, Pekalongan, Tegal dan lain sebagainya.
3) Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh
kelompok sosial pada masa tertentu.
4) Sosiolek atau dialke sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua
masalah pribadi masalah penuturnya, seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan lain
sebagainya.
b. Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakai menyangkut bahasa itu digunakan
untuk apa, dalam bidang apa, sehingga muncullah beberapa ragam bahasa seperti
ragam bahasa sastra, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa militer, ragam bahasa
ilmiah dan ragam bahasa niaga atau perdagangan. Variasi bahasa dari segi pemakai ini
paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya
mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain,
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
10
c. Variasi dari Segi Keformalan (situasi)
Berdasarkan tingkat keformalannya. Martin Joos (1967) dalam bukunya Five
Clock (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2014:70) membagi variasi bahasa atas lima
macam ragam,yaitu (a) ragam bahasa baku, (b) ragam resmi, (c) ragam usaha atau
ragam konsultatif, (d) ragam santai, dan (e) ragam akrab.
1) Ragam baku yaitu variasi bahasa yang palinng formal, yang digunakan dalam
situasi-situasi khikmat. Misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah dan
sebagainya.
2) Ragam resmi yaitu variasi bahasa yang digunkan dalam pidato kenegaraan, rapat
dinas, surat menyurat dan sebagainya.
3) Ragam usaha atau ragam konsultatif yaitu variasi bahasa yang lazim digunakan
dalam pembicaraan biasa di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang
berorientasi kepada hasil produksi.
4) Ragam bahasa santai yaitu variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak
resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga, teman karib pada waktu
istirahat, berolahraga, berekreasi dan sebagainya.
5) Ragam akrab yaitu variasi bahasa yang biasa digunakan oleh penutur yang
hubungannya sudah akrab. Ragam bahasa ditandai dengan penggunaan bahasa
yang tidak lengkap, pendek-pendek dan artikulasi yang seringkali tidak jelas.
d. Variasi dari Segi Sarana
1) Ragam lisan, menyampaikan informasi secar lisan dan dibantu dengan nada suara,
gerak-gerik tanda julah fisik lainnya.
2) Ragam tulis, dalam bahasa tulis lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat
yang di susun bisa dipahami pembaca.
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
11
3. Ragam Bahasa tidak Baku
a. Ragam bahasa tidak baku dapat digolongkan dalam dua ragam bahasa yaitu
ragam bahasa santai dan ragam bahasa akrab. Ragam bahasa santai adalah variasi
bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang
dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolahraga, berekreasi
dan sebagainya. Sedangkan ragam bahasa akrab adalah variasi bahasa yang biasa
digunakan oleh para penutur yang hubungannya sangat akrab, seperti antar
anggota keluarga atau teman yang sudah karib (Chaer dan Agustina, 2004:71).
b. Ragam bahasa remaja termasuk dalam ragam ahasa santai atau akrab. Ragam
bahasa remaja digunakan oleh para remaja sebagai suatu kelompok memang
harus memiliki perbedaan dengan kelompok-kelompok lainnya, seperti kelompok
orang tua, anak-anak, cendikia (intelektual), ibu-ibu, dsb. Ada berbagai identitas
yang membedakan mereka dengan kelompok masyarakat lainnya, seperti cara
berpakaian, cara bergaul, bertingkah laku, dsb. Salah satu yang cukup menonjol
yang mencirikannya dengan kelompok lain adalah bahasa yang digunakannya.
Sebagai akibat di dalam masyarakat mana pun yang memiliki kelompok remaja,
akan ditemui jenis bahasa yang lazim digunakan di antara mereka sebagai bahasa
pergaulan di ruang lingkup situasi yang formal (Wijana, 2010:1-2).
C. Gejala Bahasa
1. Pengertian Gejala Bahasa
Menurut Badudu (1985: 47) gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut
bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.
Terkait dengan pembentukan kata, gejala bahasa dibagi menjadi beberapa macam,
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
12
meliputi: (a) gejala analogi, (b) gejala kontaminasi, (c) gejala pleonasme, (d)
hiperkorek (e) penambahan fonem, (f) penghilangan fonem, (g) gejala kontraksi, (h)
gejala metatesis dan (i) gejala adaptasi. Sedangkan menurut Muslich (2008:101-109).
Gejala bahasa dapat diuraikan sebagai berikut: (a) analogi, (b) adaptasi, (c)
kontaminasi, (d) hiperkorek, (e) varian, , (f) adisi, (g) reduksi, (h) adisi, (i) reduksi, (j)
metatesis, (k) diftongisasi, (l) monftogisasi, (m) anaptiksis, (n) haplology, dan (o)
kontraksi. Dari ke dua pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa dibagi
menjadi beberapa macam yaitu gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme,
gejala hiperkorek, penambahan fonem (adisi), penghilangan fonem (reduksi),
kontraksi, metatesis, adaptasi, varian, asimilasi, disimilasi, diftongisasi,
monoftongisasi, anaptikis.
2. Jenis-Jenis Gejala Bahasa
Telah kita maklumi bahwa bahasa, terutama bahasa Indonesia, selalu tumbuh
dan berkembang. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan itu, wajarlah bila
terdapat peristiwa perubahan, terutama perubahan bentuk kata. Pada umumnya,
perubahan bentuk kata itu disebabkan oleh adanya perubahan beberapa kata asli
karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya perubahan
bentuk kata-kata pinjaman (Masnur Muslich, 2009;101). Adapun macam-macam
gejala bahasa dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Gejala Analogi
Analogi merupakan salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu
bahasa yang disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
13
yang sudah ada. Dalam suatu bahasa yang sedang tumbuh dan berkembang,
pembentukan kata-kata baru (analogi) sangat penting sebab bentukan kata baru dapat
memperkaya perbendaharaan bahasa (Muslich; 2008). Sedangkan menurut (Badudu;
1985) analogi adalah suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada.
Sedangkan menurut Kridalaksana (2008; 15) analogi merupakan proses atau hasil
pembentukan unsur bahasa karena pengaruh pola lain dalam bahasa. Berdasarkan tiga
pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa analogi adalah bahasa
atau bentuk kata baru dengan meniru bahasa yang telah ada.
Contoh:
1) Siswa – Siswi
2) Saudara-Saudari
Pada contoh di atas, kata siswa-siswi terdapat bentukan kata baru, yaitu kata siswi
yang menggambarkan pelajar perempuan, dengan kata dasar siswa, pada kata siswa
mendapat perubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/ pada akhir kata. Pada kata saudara –
saudari terdapat bentukan kata baru, sedangkan kata saudara pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang seibu seayah (atau kakak; orang yang
bertalian keluarga). Terdapat bentukan baru pada kata saudara – saudari yaitu kata
saudari yang menyatakan perbedaan jenis kelamin. Pada kata saudara mengalami
pearubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/.
b. Kontaminasi
Dalam bahasa indonesia, kata kontaminasi sama dengan kerancuan. Kata rancu
berarti „campur aduk‟, „tumpang-tindih‟, „kacau‟. Dalam bidang bahasa, kata rancau
(kerancauan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
14
unsur bahasa (imbuhan, kata, frase, atau kalimat) yang tidak wajar. Ketidakwajaran
yang menunjukkan bentuk rancu itu (khususnya bentukan kata) (Muslich; 2008).
Sedangkan menurut (Badudu: 1985) gejala kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang
dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya „kacau‟, jadi
kerancuan artiya kekacauan, yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian,
penggabungan. Dua kata yang harusnya berdiri sendiri disatukan dalam satu
perserangkaian baru yang tidak berpasangan atau berpadanan. Sedangkan menurut
Kridalaksana (2008; 134) kontaminasi adalah proses atau hasil pengacauan atau
penggabungan dua bentuk yang secara tidak sengaja atau tidak lazim dihubung-
ubungkan. Berdasarkan tiga pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala
bahasa kontaminasi adalah bentukan kata yang rancu atau kacau karena
pencampuradukan dua unsur bahasa yang tidak wajar.
Contoh:
1) Berulang-ulang
2) dinasionalisirkan
Kata berulang-ulang memiliki kata dasar ulang, yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) memiliki arti sesuatu yang dilakukan lagi atau sesuatu yang
dilakukan secara terus menerus. Sedangkan paa contoh ke dua, kata dinasionalisirkan,
kita melihat kerancuan akhiran {-ir} (Belanda) dengan akhiran {-kan}. Baik akhiran
{-ir} maupun akhiran {-kan} berfungsi memebentuk kata kerja. Pada bentuk rancu
dinasionalisirkan, terjadi dua kali proses pembentukan kata kerja; pertama, dengan
akhiran {-ir}, dan kedua, dengan akhiran {-kan}. Hal tersebut tentunya menimbulkan
kerancuan. Bentuk dinasionalisirkan berasal dari tumpang tindih dua kata:
dinasionalisir dan dinasionalisirkan, kedua bentuk terakhir ini sama artinya.
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
15
c. Pleonasme
Menurut (Badudu; 1985) pleonasme berasal dari bahasa Latin “pleonasmus”
dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata-kata berleih-lebihan. Oleh karena itu,
gejala pleonasme dalam bahasa Indonesia memiliki arti kaya yang berlebih-lebihan,
yang sebenarnya tidak perlu. Sesuatu ucapan disebut “pleonastis” apabila ucapan itu
mengandung sifat berlebih-lebihan. Menurut Kridalaksana (2008: 195) pleomasme
merupakan pemakaian kata-kata lebih dari pada yang diperlukan. Jadi, dapat
disimpulkan gejala pleonasme merupakan pemakaian kata yang berlebihan atau
pemakaian kata yang tak seharusnya dipakai. Dari dua pendapat ahli diatas dapat
disimpukan bahwa gejala bahasa pleonasme adalah penggunaan kata yang berlebih-
lebihan dan sebenarnya tidak diperlukan atau dipakai.
Contoh:
1) Pada zaman dahulu kala banyak oarang menyembah berhala
(zaman=kala. Sebenarnya cukup: pada zaman dahulu, atau dahulu kala).
2) Para guru-guru sedang berapat.
Kata-kata: para, segala, semua, beberapa, mengandung pengertian-pengertian jamak,
oleh karenanya kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tak perlu lagi
dijamakkan dengan perulangan.
d. Hiperkorek
Gejala hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu
menjadi salah. Maksudnya, sesuatu yang sudah betul dibetulkan lagi. Yang akhirnya
malah menjadi salah, setidaknya dianggap bentuk yang tidak baku (Muslich; 2008).
Sedangkan menurut (Badudu; 1985) gejala Hiperkorek adalah gejala yang timbul
sebagai proses bentuksn betul dibalik betul. Maksudnya, yang sudah betul dibetul-
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
16
betulkan lagi dan akhirnya menjadi salah. Gejala Hiperkorek selalu menunjukkan
sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan). Sedangkan menurut
Kridalaksana (2008; 83) hiperkorek bersangkutan dengan bentuk atau pemakaian kata
secara salah karena mengindari pemakaian sub standard. Dari tiga pendapat ahli
tersebut dapat disimpulkan gejala bahasa hiperkorek adalah proses perbaikan bentuk
kata yang sudah ada akan tetapi perbaikan tersebut justru menjadi salah.
Contoh:
1) sehat→syehat
2) Ahli →akhli
Kata sehat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah baik seluruh badan
serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit). Pada contoh diatas kata sehat mengalami
perubahan yaitu penambahan fonem yang membuat kata ini menjadi rancu, kata sehat
mendapat penambahan fonem /s/ menjadi /sy/, menjadi kata syehat. Pada contoh
kedua, kata ahli pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang
mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). Pada contoh diatas kata ahli
mendapat perbaikan bentuk kata yang malah menjadikan kata ini tidak baku lahi. Kata
ahli mendapatkan perubahan fonem, yaitu fonem /h/ menjadi /kh/, menjadi akhli.
e. Penambahan Fonem (Adisi)
Gejala adisi ialah perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai
oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gejala
bahasa proteis, gejala bahasa epentesis, dan gejala bahasa paragog, proteis adalah
penambahan fonem di awal katam epentesis adalah penambahan fonem di tengah kata,
dan gejala bahasa paragog adalah penambahan fonem di akhir kata, berikut penjelasan
lengkapnya:
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
17
1) Proteis
Proteis adalah proses penambahan fonem pada awal kata (Muslich; 2008).
Sedangkan menurut (Badudu; 1985) penambahan fonem di depan kata. Depdiknas
(2007; 1107) protesis adalah penambahan okal atau konsonan di depan kata.
Contoh:
1) mas→emas
2) lang →elang
Pada kata mas mendapat penambahan fonem /e/ pada awal kata, mas menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kata sapaan untuk saudara laki-laki atau
laki-laki yang dianggap lebih tua. Sedangkan kata emas menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah logam mulia berwarna kuning yang dapat ditempa dan
dibentuk, biasa dibuat perhiasan seperti cincin, kalung. Sedangkan pada contoh yang
kedua, kata lang mendapat penambahan fonem yaitu fonem /e/ pada awal kata,
menjadi elang, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata elang adalah
burung buas yang mempunyai daya penglihatan tajam, paruhnya bengkok dan
cengkeramannya kuat, menangkap mangsanya dengan menyabar.
2) Epentesis
Epentesis adalah penambahan fonem di tengah kata (Badudu; 1985),
sedangkan menurut (Muslich; 2008) Epentesis adalah proses penambahan fonem di
tengah kata. Depdiknas (2007; 377) epentesis adalah penambahan vokal ayau
konsonan di tengah kata.
Contoh:
1) iya→iyha
2) kapak → kampak
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
18
Pada kata iya yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memili arti setuju
(ya), mendapat penambahan fonem ditengah kata yaitu fonem /h/ iyha, yang membuat
kata ini menjadi rancu atau tidak baku lagi. Sedangkan pada contoh yang kedua, kata
kapak mengalami penambahan fonem di tengah kata, yaitu fonem /m/, menjadi kata
kampak, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kapak adalah alat terbuat
dari logam , bermata dan bertangkai panjang; berliung besar untuk menebang pohon
(membelah kayu dsb).
3) Paragog
Paragog menurut (Muslich; 2008) adalah proses penambahan fonem pada
akhir kata, sedangkan menurut (Badudu; 1985) pargog adalah penamahan fonem di
akhir kata. Depdiknas (2007; 1020) paragog adalah penambahan fonem atau bunyi di
akhir kata.
Contoh:
1) aku→akuh
2) lamp →lampu
Kata aku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai kata ganti orang
pertama yang berbicara atau yang menulis (dalam ragam akrab); diri saya sendiri;saya.
Pada kata aku mendapat penambahan fonem pada akhir kata yaitu fonem /h/ akuh.
Dan dapat dikatakan kata akuh merupakan gejala bahasa paragog. Sedangkan pada
contoh yang ke dua, kata lampu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lampu
adalah alat untuk menerangi; pelita.. kata lamp mendapat penambahan fonem /u/ pada
akhir kata, menjadi lampu.
f. Penghilangan Fonem (Reduksi)
Gejala reduksi adalah peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala
reduksi dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu gejala bahasa afresia, gejala
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
19
bahasa sinkop, dan gejala bahasa apokop, gejala bahasa afresia yaitu penghilangan
fonem pada awal kata, sinkop yaitu penghilangan fonem pada tengah kata, sedangkan
gejala bahasa apokop yaitu penghilangan fonem di akhir kata, berikut penjelasan
lengkapnya:
1) Afresia
Menurut (Muslich; 2008) Afresia adalah proses penghilangan fonem pada
awal kata, sedangkan menurut (Badudu; 1985) Afresia adalah penghilangan fonem
pada awal kata. Kridalaksana (1992; 161) afaresis adalah penghilangan fonem suku
awal kata termasuk dalam pemendekan atau penggalan.
Contoh:
1) sayang→ayang
2) Tetapi → tapi
Kata sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian kasih sayang
(kepada); cinta (kepada);kasih (kepada). Pada contoh di atas kata sayang mengalami
penghilangan fonem /s/ ayang pada awal kata. Maka dapat dikatakan kata sayang
mengalami gejala bahasa afresia, yaitu penghilangan fonem pada awal kata.
Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata tetapi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki arti sebagai kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal
yang bertentangan atau tidak selaras atau penghubung antar kalimat atau antarparagraf
untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras. Kata tetapi mengalami
penghilangan fonem pada awal kata, yaitu fonem /te/ menjadi tapi.
2) Sinkop
Menurut ( Badudu; 1985) sinkop adalah penghilangan fonem di tengah kata,
sedangkan menurut (Muslich; 2008) Sinkop adalah proses penghilanga fonem di
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
20
tengah kata. Depdiknas (2007; 1314) sinkop merupakan pengilangan fonem vokal
atau konsonan di tengah kata.
Contoh:
1) Bangun→banun
2) sahaya → saya
Kata bangun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian
bangkit; berdiri (dari duduk, tidur, dan sebagainya). Pada contoh dia atas kata bangun
memiliki penghilangan fonem pada tengah kata, yaitu fonem /g/ menjadi banun, maka
dapat disimpulkan bahwa kata banun merupakan gejala bahasa sinkop atau
penghilangan fonem di tengah kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata saya
pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berbicara atau
menulis (dl ragam resmi atau biasa). Kata sahaya mengalami penghilangan fonem /ha/
di tengah kata, sehingga dapat disimpulkan bahwa kata sahaya mengalami proses
gejala bahasa sinkop atau penghilangan fonem pada tengah kata.
3) Apokop
Menurut (Badudu; 1985) apokop adalah penghilangan fonem di akhir kata,
sedangkan menurut (Muslich; 2008) Apokop adalah proses penghilangan fonem di
akhir kata. Depdiknas (2007; 82) apokop adalah hilangnya satu bunyi atau lebih pada
akhir sebuah kata.
Contoh:
1) Tidak→tida
2) import →impor
Kata tidak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian untuk
menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan, dan sebagainya. Pada contoh
diatas kata tidak mendapatkan penghilangan fonem /k/ tida, pada akhir kata. Maka
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
21
dapat disimpulkan kata tidak mengalami gejala bahasa apokop atau penghilangan
fonem pada akhir kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata impor dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti pemasukan barang dsb dari luar negeri,
kata impor merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu import, mengalami
penghilangan fonem /t/ pada akhir kata dalam bentuk bahasa indonesia (impor). Jadi
dapat disimpulkan bahwa kata import mengalami gejala bahasa apokop, yaitu gejala
bahasa penghilangan fonem pada akhir kata.
g. Kontraksi
Kontraksi yaitu proses pemendekan yang meringkas leksem dasar atau
gabungan dari leksem (Kridalaksana, 1992: 162) atau gejala yang memperlihatkan
adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau
penggantian fonem. (Muslich, 2008: 101-109). Menurut Badudu( 1985:64) kontraksi
memiliki gejala adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan kadang-kadang ada
penambahan atau penggalan fonem. Kontraksi adalah proses atau hasil pembentukan
suatu bentuk kebahasaan (Depdiknas, 2007:729). Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala
kontraksi adalah pemendekan leksem dasar atau gabungan leksem dengan cara
menghilangkan satu atau lebih fonem yang ada.
Contoh:
1) Tidak ada →tiada
2) Perlahan-lahan → pelan-pelan
Kata tidak ada pada hakikatnya memiliki makna yang sama dengan tiada, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tiada/ti-a-da/v1 tak ada; tidak ada yaitu
penabdian yang tiada hentinya; tiada seorangpun yang dapat membantunya; 2 tidak;
nasionalisme yang tidak tergoyahkan, meniada/me-ni-a-da/v1 menjadi tidak ada. Pada
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
22
contoh diatas kata tidak ada mengalami penghilangan fonem /d/, /k/, /a/. Sehinga
dapat disimpulkan bahwa contoh diatas merupakan gejala bahasa kontraksi, yaitu
penghilangan satu atau fonem pada suatu kata. Sedangkan pada contoh yang ke dua,
kata perlahan-lahan atau pelan-pelan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki
arti bergerak dengan perlahan-lahan; lambat-lambat. Pada kata perlahan-lahan
mengalami perubahan dan penghilangan fonem, yaitu hilangnya fonem /r/, /a/, /h/, dan
berubahnya fonem /l/ menjadi /p/, a/ menjadi /e/, dan fonem /h/ menjadi /l/. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakkan oleh . (Muslich, 2008: 101-109) dalam Tata
Bentuk Bahasa Indonesia, bahwa kontraksi adalah gejala bahasa yang memerlihatkan
adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau
penggantian fonem.
h. Metatesis
Metatesis adalah pertukaran tempat satu atau beberapa fonem (Badudu, 1985:
64). Menurut Muslich (2008: 101-108) perubahan kata yang fonem-fonemnya
bertukar tempat. Kridalaksana (2009: 153) perubahan letak huruf, bunyi, atau suku
dalam kata. Dapat disimpulkan bahwa metatesis adalah pertukaran fonem-fonem dari
kata yang sudah ada.
contoh:
1) Sapu→Usap
2) almari → lemari
Kata sapu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah alat rumah tangga
dibuat dari ijuk (lidi, sabut, dan sebagainya) yang diikat menjadi berkas, diberi tangkai
pendek atau panjang untuk membersihkan debu, sampah, dan sebagainya. Kata usap
mengalami proses pertukaran fonem penuh dari kata sapu menjadiusap. Sedangkan
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
23
pada contoh yang ke dua, kata almari atau lemari dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah peti besar (untuk) menyimpan sesuatu (seperti buku,
pakaian). Pada kata almari mengalami pertukaran fonem, yaitu pada fonem /l/
bertukan dengan fonem /a/.
i. Adaptasi
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia selalu dipengaruhi oleh bahasa
asing dan bahasa daerah. Dari pengaruh itu bahasa Indonesia diperkaya oleh kata-kata
asing dan daerah untuk melengkapi perkembangannya. Kata-kata yang diambil dari
bahasa asing selalu mengalami penyesuaian (adaptasi) dengan penerimaan
pendengaran, ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya, dan struktur
bahasanya. Oleh sebab itu, yang disebut adaptasi ialah perubahan bunyi dan struktur
bahasa asing menjadi bunyi bahasa struktur yang sesuai dengan penerimaan
pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya (Muslich;
2008). Sedangkan menurut (Badudu; 1985) Adaptasi memiliki arti penyesuaian. Kata-
kata pungut yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesuai dengan lidah
orang Indonesia. Dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala
bahasa adaptasi adalah bentuk kata baru yang berasal dari bahasa asing, dengan
meniru pendengaran dan ucapan lidah Indonesia.
Contoh:
1) riset→research (Inggris)
2) lemari →almari
Pada kata riset merupakan bentuk kata baru, yang berasal dari kata research (Inggris)
yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu penelitian. Menjadi bentuk kata baru
“riset” sesuai dengan pendengaran dan ucapan lidah orang Indonesia. Kata riset pada
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
24
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu penyelidikan (penelitian) suatu masalah
secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian,
mendapatkan fakta baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Sedangkan pada
contoh yang ke dua, kata lemari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
peti besar (untuk) menyimpan sesuatu (seperti buku, pakaian). Kata lemari merupakan
proses dari adaptasi dari kata almari ( dari bahasa Portugis).
j. Varian
Menurut Muslich (2008: 101-108) gejala varian sering kita jumpai dalam
ucapan pejabat Orde Baru. Vokal /a/ pada sufiks-kan menjadi /ǝ/. Sedangkan
Kridalaksana (2008: 253) varian adalah nilai tertentu dari suatu variable. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa gejala Varian merupakan perubahan fonem pada sufiks tertentu
atau suatu tuturan yang dianggap sistematis karena merupakan interaksi antara faktor
sosial dan bahasa.
contoh:
1) Direncanakan→direncanaken
2) diambilkan → diambilken
Kata direncanakan yang merupakan kata dasar rencana, pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) memiliki arti sesuatu yang akan dikerjakan, pada contoh di atas,
kata direncanakan mengalami perubahan vokal /a/ pada sufiks –kan menjadi /ǝ/, dan
menjadi direncanaken. Sedangkan pada contoh yang ke dua, kata Diambilkan
mempunyai bentuk dasar ambil, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ambil
yaitu pegang lalu dibawa, diangkan, dsb. Kata diambilkan mengalami perubahan
vokal /a/ pada sufiks -kan menjadi vokal /ǝ/ pada akhir kalimat, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kata diambilken merubapakan proses daripada gejala bahasa
varian.
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
25
k. Diftongisasi
Menurut Muslich (2008: 101-108) diftongisasi adalah proses perubahan suatu
monoftong jadi diftong. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 50) diftongisasi
merupakan proses perubahan vokal menjadi diftong. Jadi dapat disimpulkan bahwa
diftongisasi merupakan perubahan vokal menjadi dua bunyi vokal rangkap.
Contoh:
1) Sodara→saudara
2) pulo → pulau
Pada kata sodara yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
orang yang seibu seayah (atau hanya seibu atau seayah saja); adik atau kakak,
mengalami perubahan monoftong menjadi diftong pada monoftong /o/ menjadi
diftong /au/ menjadi saudara. Diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong
dalam satu suku kata (seperti ai dalam kata rantai, au dalam kata gurau). Sedangkan
pada contoh yang ke dua, kata pulau pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
yaitu tanah (daratan) yang dikelilingi air ( di laut, di sungai, atau di danau), pada
contoh diatas kata pulo mengalami perubahan monoftong /o/ menjadi diftong /au/.
Diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata (seperti ai
dalam kata rantai, au dalam kata gurau). Jadi, dapat disimpulkan bahwa contoh diatas
merupakan gejala bahasa diftongisasi yaitu proses perubahan suatu monoftong
menjadi diftong.
l. Monoftongisasi
Menurut Muslich (2008:101-108), monoftongisasi adalah proses perubahan
suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Menurut Kridalaksana (2009: 157),
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
26
monoftongisasi merupakan proses perubahan dari sebuah diftong menjadi monoftong.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa monoftongisasi merupakan perubahan dua buah vokal
rangkap menjadi vokal tunggal.
Contoh:
1)Gurau→guro
2) Sungai →sunge
Kata gurau pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah percakapan untuk
bermain-main saja; kelakar;lelucon. Kata gurau mengalami perubahan diftong
menjadi monoftong, yaitu ditong /au/menjadi monofotong /o/menjadi kata guro.
Peristiwa ini dapat disebut sebagai gejala bahasa monoftongisasi. Sedangkan pada
contoh yang ke dua, kata sungai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki makna aliran air yang besar (biasanya buatan alam). Pada contoh diatas kata
sungai mengalami perubahan diftong menjadi monoftong, yaitu diftong /ai/ menjadi
monoftong /e/ menjadi kata sunge. Dapat disimpulkan bahwa contoh diatas
merupakan proses gejala bahasa monoftongisasi, yaitu proses perubahan suatu diftong
(gugus vokal) menjadi monoftong.
m. Anaptikis
Menurut Muslich (2008-101-108), anaptikis adalah proses penambahan suatu
bunyi dalam satu kata guna melancarkan ucapannya. Menurut Kridalaksana (2008:
15), anaptikis merupakan penyisipan vokal pendek diantara dua konsonan atau lebih
untuk mensederhanakan struktur suku kata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gejala
bahasa anaptikis merupakan penyisipan fonem pada suatu suku kata.
Contoh:
1)Putra → putera
2) srigala → serigala
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
27
Pada kata Putra yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki
pengertian anak laki-laki, mengalami penyisipan fonem /e/ diantara dua konsonan,
menjadi kata putera dan menjadi kata tidak baku. Peristiwa ini dapat disebut gejala
bahassa abaptikis. Sedangkan pada contoh ke dua, kata serigala dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah binatang liar yang bentuknya seperti anjing dan
warna belunya kuning kelabu. Pada contoh diatas kata srigala mendapat penyisipan
fonem /e/ diantara konsonan /s/ dan /r/ guna melancarkan ucapannya. Pertanyaan ini
sesuai dengan gejala bahasa anaptiksis, yaitu proses penambahan suatu bunyi dalam
satu kata guna melancarkan ucapannya.
n. Hapologi
Menurut Muslich (2008: 101-108) hapologi adalah proses penghilangan suku
kata yang ada di tengah-tengah kata. Menurut Kridalaksana (2008:80) hapologi
merupakan penghilangan satu atau dua bunyi yang sama dan berurutan. Jadi, dapat
disimpulkan gejala hapologi merupakan penghilangan suku kata pada suatu kata.
Contoh:
1) Budidaya→budaya
2) mahardhika → merdeka
Pada kata budidaya yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
usaha yang bermanfaat dan memberi hasil, mengalami penghilangan satu kata yang
ada di tengah-tengah kata yaitu kata di, menjadi kata budaya yang memiliki arti
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sesuatu yang menjadi kebiasaan dan
sukar untuk diubah. Sedangkan pada contoh ke dua, kata merdeka dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki pengertian bebeas (dari perhambaan, penjajahan, dsb);
berdiri sendiri. Mengalami penghilangan satu katu yang ada di tengah-tengah kata
yaitu kata aha, menjadi bentuk baru yaitu merdeka, pada contoh diatas merupakan
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019
28
gejala bahasa hapologi, yaitu proses penghilangan suku kata yang ada di tengah-
tengah kata.
D. Surat Kabar Radar Banyumas
Surat Kabar adalah sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media
massa tercetak berupa lembaran berisi tentang berita-berita, karangan-karangan dan
iklan secara umum, isinya pun harus aktual, juga harus bersifat universal, maksudnya
pemberitaanya harus bersangkut-paut dengan manusia dan berbagai golongan dan
kalagan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lembaran-lembaran
kertas bertuliskan berita dan sebagainya; koran. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa surat kabar adalah lembaran kertas yang berisi berita faktual yang
memuat berita secara universal dan diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan,
bulanan serta diedarkan secara umum.
Salah satu surat kabar yang beredar di Banyumas adalah surat kabar Radar
Banyumas. Surat kabar Radar Banyumas dijadikan sebagai sumber data dalam
penelitian yang berjudul Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas
edisi Januari, Februari dan Maret 2019. Surat Kabar Radar Banyumas merupakan
surat kabar yang terbit harian yaitu Senin sampai Minggu. Radar Banyumas
menyajikan berita dari lima kabupaten/kota meliputi Banjarnegara, Purbalingga,
Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Selain ini harian Radar Banyumas juga memuat
berita Olahraga, Infotaiment/Intermezo. Rubrik Intermezo adalah rubrik yang meliput
berita terkait dengan public figure atau artis baik itu nasional maupun Internasional.
Pada hal ini rubrik Intermezo dijadikan sebagai data pada penelitian yang berjudul
Gejala Bahasa pada rubrik Intermezo harian Radar Banyumas edisi Januari, Februari,
dan Maret 2019.
GEJALA BAHASA PADA ...,AFRINALDI REZHA YUNANTO, FKIP UMP, 2019