BAB III Gambaran Umum
-
Upload
setyaning-prastiti -
Category
Documents
-
view
68 -
download
1
description
Transcript of BAB III Gambaran Umum
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
3.1 Aspek fisik dasar
3.1.1 Wilayah Administrasi dan Kondisi Geografis
Wilayah administrasi daerah perencanaan adalah kota Bandung secara keseluruhan yaitu kota Bandung sebagai ibukota propinsi daerah Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107°36’35.52’’ Bujur Timur dan 6°54’53.08’’ Lintang Selatan (www.bandung.go.id). Terletak di 140 km sebelah tenggara kota Jakarta. Kota Bandung mempunyai luas area sebesar 167,67 km2.
3.1.2 Kondisi topografi
Secara topografis Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terrendah di sebelah Selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kotamadya Bandung bagian Selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit sehingga merupakan panorama yang indah (www.bandung.go.id).
3.1.3 Kondisi geologi dan morfologi
Secara morfologi Kota Bandung dikelilingi pegunungan sehingga bentuknya bagaikan sebuah mangkok raksasa. Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, begitu juga dengan kawasan di bagian tengah dan bagian barat. Sedangkan kawasan di bagian selatan dan timur terdiri atas sebarab jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat.
3.1.4 Kondisi hidrologi dan air tanah
Kondisi air tanah di Bandung kian memprihatinkan. Meskipun masih bisa dimanfaatkan, tetapi
debit penggunaannya harus terus dibatasi. Selain itu, pembangunan ekonomi yang dijalankan
pemerintah pun harus tetap memerhatikan aspek pelestarian alam.
Kini air tanah di Cekungan Bandung banyak dimanfaatkan untuk keperluan industri, perniagaan,
dan apartemen. Akibatnya, permukaan air di cekungan Bandung, setiap tahun terus menurun.
Dan pasokan air tanah di Kota Bandung, sudah kritis.
Jika pengambilan air tanah ini terus berlangsung, maka pengaruhnya sangat buruk. Permukaan
air akan terus menurun, dan hal ini sudah terjadi di Rancaekek yang merupakan bagian dari
BAB III 1
Cekungan Bandung. Selain itu, pengambilan air tersebut akan mengakibatkan pergeseran tanah
dan mengakibatkan pengeroposan tanah. Menipisnya pasokan air tanah, di antaranya disebabkan
semakin banyaknya sumur artesis dan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang.
Akibatnya, penggunaan air sulit terkendali. Sekarang air tanah sangat diandalkan untuk kegiatan
perekonomian. Padahal, prioritas penggunaan air tanah ialah untuk pemakaian rumah tangga .Ini
terjadi karena Perusahaan Daerah Air Minum tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan industri,
sementara pasokan air permukaan terbatas dan sudah banyak yang tercemar serta pasokan air
tanah saat ini mengalami penurunan sekitar 60 persen dari debit air semula yang berkisar 20-40
liter per detik, menjadi sekitar lima liter per detik.
Saat ini pun air hujan sebagai sumber pengisi air tanah itu semakin berkurang curahannya dari
tahun ke tahun. Curah hujan yang mencapai 3000-an mm pada tahun 1800-an menjadi hanya
2000-an mm pada tahun 2000. Sebaliknya, yang menyedot air tanah semakin berlebihan. Para
penyedot air untuk kepentingan industri yang begitu boros air, serta semakin merebaknya bisnis
air bening dalam kemasan telah menyumbang semakin dalamnya muka air tanah.
Akibatnya, sumur harus dibor lebih dalam lagi karena muka air tanah dangkal (kedalaman 140
m) telah turun sekitar 1-10 m, muka akuifer tengah (40-150 m) turun sekitar 10-80 m, dan
akuifer dalam (150 m) turun sekitar 50-80 m. Fakta berikutnya dari penurunan muka air tanah itu
adalah adanya beberapa kawasan yang amblas di Cekungan Bandung, seperti terjadi di
Leuwigajah, Kota Cimahi; Rancaekek, Dayeuhkolot, dan Kopo.
Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka tanah, sebagai
akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah resapan air yang semakin
berkurang. Hal ini akan berdampak pada pencemaran air, adanya daerah yang amblas, dan
terjadinya kekeringan.
Kemampuan manusia untuk mencari sumber air tanah dalam purba begitu canggih, disertai
teknologi penyedotan air yang semakin luar biasa. Pompa air itu mampu menyedot air dalam
hitungan detik untuk sekian ribu kubik. Sementara perjalanan air hujan sejak meresap ke dalam
tanah hingga sampai di kedalaman lapisan tanah memakan waktu puluhan ribu tahun. Perjalanan
air tanah dari KBU sampai di kedalaman Gedebage dan Tegalluar memakan waktu sekitar
30.000-45.000 tahun.
BAB III 2
3.1.5 Kondisi klimatologi
Iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Pada tahun
1998 temperatur rata-rata 23,5 o C, curah hujan rata-rata 200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-
rata 21,3 hari perbulan
Cuaca untuk kota Bandung
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata
tinggi °F
(°C)
85
(29.3)
82
(27.7)
83
(28.6)
85
(29.5)
85
(29.7)
86
(29.8)
86
(30.0)
86
(29.9)
85
(29.7)
85
(29.4)
85
(29.2)
82
(28.0)
85
(29,2)
Rata-rata
rendah °F
(°C)
75
(23.9)
74
(23.3)
74
(23.4)
75
(24.1)
76
(24.2)
74
(23.5)
73
(22.9)
74
(23.4)
74
(23.6)
75
(23.7)
75
(23.7)
75
(23.7)
74
(23,6)
Hujan inci
(mm)
0.8
(19.7)
0.8
(20.3)
0.8
(19.5)
0.8
(19.6)
0.8
(19.4)
0.7
(17.3)
0.7
(16.7)
0.7
(17.7)
0.7
(17.9)
0.7
(18.8)
0.8
(19.7)
0.8
(19.4)
6,2
(156,4)
Sumber: Pemerintah kota Bandung[10] 15 Juli 2010
3.1.6 Penggunaan lahan
Lahan di kota Bandung terdiri dari berbagai variasi dikarenakan wilayahnya yang terdiri dari
pegunungan hingga lembah. Dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan konversi lahan menjadi
bangungan yang dapat mengakibatkan koefisien resapan air meningkat mendekati satu sehingga
mengurangi jumlah air yang masuk dalam tanah berkurang. Dominasi penggunaan lahan di kota
Bandung adalah tanah pekarangan dengan prosentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah
seluas 1.290 Ha atau 12,73%.
3.2 Aspek kependudukan
3.2.1 Jumlah dan perkembangan penduduk
Penduduk kota Bandung didominasi oleh etnis Sunda, kemudian etnis Jawa sebagai etnis minoritas terbesar dibandingkan etnis lain. Pada sejarahnya sekitar tahun 1941 tercatat penduduk sebanyak 226.877 jiwa dan pada tahun 1950 bertambah menjadi 1950 setelah peristiwa Long
BAB III 3
March Siliwangi. Penduduk kota Bandung menurut resgritasi penduduk tercatat bulan Maret 2011 adalah 2.394.783 jiwa. Komposisi penduduk laki-laki 1.215.348 jiwa dan perempuan 1.179.525 jiwa. Dengan komposisi penduduk per kecamatan adalah sebagai berikut
Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk per km2
District Area’s Region Total Population Population Density per Square
[1] [2] [3] [4]
1 Bandung Kulon 6.46 138,644 21,462
2 Babakan Ciparay 7.45 143,203 19,222
3 Bojongloa Kaler 3.03 117,218 38,686
4 Bojongloa Kidul 6.26 83,600 13,355
5 Astanaanyar 2.89 66,658 23,065
6 Regol 4.3 79,316 18,446
7 Lengkong 5.9 69,307 11,747
8 Bandung Kidul 6.06 57,398 9,472
9 Buah Batu 7.93 92,140 11,619
10 Rancasari 7.33 72,406 9,878
11 Gedebage 9.58 34,299 3,580
12 Cibiru 6.32 67,412 10,666
13 Panyileukan 5.1 37,691 7,390
14 Ujung Berung 6.4 72,414 11,315
15 Cinambo 3.68 23,762 6,457
16 Arcamanik 5.87 65,607 11,177
17 Antapani 3.79 72,006 18,999
18 Mandalajati 6.67 60,825 9,119
19 Kiaracondong 6.12 127,616 20,852
20 Batununggal 5.03 116,935 23,248
21 Sumur Bandung 3.4 34,446 10,131
22 Andir 3.71 94,361 25,434
23 Cicendo 6.86 96,491 14,066
24 Bandung Wetan 3.39 29,807 8,793
25 Cibeunying Kidul 5.25 104,575 19,919
26 Cibeunying Kaler 4.5 68,807 15,290
27 Coblong 7.35 127,588 17,359
28 Sukajadi 4.3 104,805 24,373
29 Sukasari 6.27 79,211 12,633
30 Cidadap 6.11 56,325 9,218
Jumlah 167.31 2,394,873 14,314
3.2.2 Kepadatan penduduk
Rata-rata kepadatan penduduk kota Bandung adalah 14.314 jiwa/km2. Namun jika dilihat dari kepadatan per kecamatan di kota Bandung, kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah kecamatan Bojongloa Kaler dengan kepadatan penduduk 36.686 jiwa/km2.
BAB III 4
3.2.3 Data kondisi fasilitas umum
Fasilitas umum di kota Bandung cukup lengkap mengingat kota Bandung sebagai ibukota Jawa Barat. Fasilitas umum terdiri dari sektor kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya. Mengingat sampah menjadi salah satu masalah paling utama di kota Bandung, salah satu perencanaan terbesar pemerintah Bandung tentang fasilitas umum adalah pembangunan Pusat Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di daerah gedebage pada tahun 2008 yang masih menjadi kontroversi hingga sekarang.
Pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, PDAM kota Bandung saat ini baru mampu mempasok air bersih sebanyak 66% dari total jumlah penduduk. Kondisi tersebut diperparah dengan berkurangnya air baku dari sumber sementara penggunaan air terus bertambah. Bahkan saat ini sebagian besar sumur artesis PDAM kota Bandung sudah tidak mampu berfungsi dengan baik, seperti Sungai Cisangkuy, Sungai Cilaki dan sebagainya.
3.2.4 Pendidikan
Kota Bandung dapat disebut sebagai salah satu kota pendidikan. Salah satu bukti nyatanya adalah presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah menempuh pendidikan di ITB yang terletak di kota ini. Jumlah sekolah yang berada di kota Bandung kurang lebih tercantum dalam tabel berikut
Pendidikan formal
SD/MInegeri dan swasta
SMPatauMTsnegeri dan swasta
SMAnegeri dan swasta
MAnegeri dan swasta
SMKnegeri dan swasta
Perguruan tinggi
Jumlah satuan
1023 250 184 25 96 130
Data sekolah di kota Bandung
Sumber:[19]
3.2.5 Kesehatan
Kota Bandung memiliki sarana pelayanan kesehatan terlengkap di Jawa Barat dikarenakan statusnya merupakan sebagai ibukota Jawa Barat. Hingga tahun 2007 kota Bandung telah berhasil memiliki 30 unit rumah sakit dan 70 unit puskesmas. Dari jumlah tersebut, 17 unit rumah sakit memiliki 4 pelayanan kesehatan dasar sedangkan selebihnya merupakan rumah sakit khusus. Pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan spesialis bedah, pelayanan spesialis penyakit dalam, pelayanan spesialis anak serta pelayanan spesialis kebidanan dan kandungan.
BAB III 5
Pelayanan untuk penduduk kota Bandung adalah pada tahun 2007 100000 penduduk terlayani oleh 86 orang tenaga medis.
3.2.6 Perekonomian
Sejarahnya sektor perekonomian utama kota Bandung dahulu adalah sektor pertanian yang seiring dengan laju urbanisasi merubah pertanian menjadi industri serta bisnis. Untuk sekarang, peran perekonomian terpenting dipegang oleh sektor perdagangan dan jasa seiring perkembangan sektor industri. Survei sosial Ekonomi Daerah tahun 2006 menyebutkan bahwa penyebaran angkatan kerja penduduk Badung sebagai berikut; 35,92 % sektor perdagangan, 28,16 % sektor jasa, 15,92 % sektor industri, sektor pertanian 0,82 % sedangakan 19,18 % sisanya merupakan sektor angkutan, bangunan, keuangan dan lainnya.
Kota Bandung mempunyai Dana Alokasi Utama sebesar Rp 1.485.941.032.000, 00 pada tahun 2013. Kebijakan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh laju inflasi. Secara umum laju inflasi kota Bandung masih dapat terkendali. Hal tersebut karena ada keseimbangan adanya deflasi pada sektor sandang, terutama emas dengan inflasi pada sektor transportasi yang disebabkan kenaikan hatga BBM non subsidi seiring harga minyak pasar dunia. Pendapatan Asli Daerah kota Bandung masih berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah.
3.2.7 Transportasi
Masalah transportasi di Bandung saat ini masih didominasi dengan masalah tingkat kemacetan yang tinggi, tingkat polusi tinggi, dan permasalahan parkir. Sebab munculnya berbagai permasalahan tersebut adalah pengelolaan transportasi oleh pihak-pihak berwenang seperti peraturan yang kurang jelas dan sebagainya. Beberapa solusi yang dilakukan pemerintah Bandung adalah dengan mendukungn fasilitas transportasi di kota Bandung. Contohnya adalah pembuatan jembatan Pasupati tahun 2005, pengembangan jalan tol cipularang, pengoperasian Trans Metro Bandung tahun 2009. Tranportasi di kota Bandung juga didukung dengan adanya sebuah bandara Bandar Udara Husein Sastranegara, Stasiun kereta api Bandung dan Kiaracondong.
3.2.8 Sanitasi
Kondisi sanitasi di kota Bandung bisa disimpulkan masih dapat disimpulkan kurang. Secara umum, kondisi lingkungan hidup di Bandung bahkan masih di bawah rata-rata Standar Indeks Lingkungan Hidup nasional menurut kementrian lingkungan hidup. Indeks tersebut dinilai dari tiga parameter yaitu penutupan lahan, kualitas air dan kualitas udara. Indeks kota Bandung mencapai 49,59 dari standar minimal nasional 60 dengan skala 0-100. Di kota Bandung ada tujuh kecamatan yang tergolong mempunyai sanitasi buruk. Berdasarkan hasil Environmental Health Risk Assessment, sumber air minum di kota Bandung yang mengandalkan sumur gali terbukti
BAB III 6
48,3 % tercemar bakteri E.coli. Salah satu usaha pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan sanitasi adalah pembangunan IPAL Bojongsoang yang melayani sebagian besar kebutuhan buangan limbah domestik di kota Bandung.
3.4 kondisi eksisting sistem pengolahan air buangan (tur)
3.4.1 evaluasi kondisi eksisting
Daerah perencanaan kami dibatasi di sebelah utara jalan…..di sebelah selatan Jln. RE
martadinta,di sebelah barat merupakan Jln.tamansari dan di sebelah timur merupakan Jln.
1. Wilayah 1A
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 1A adalah Jl. Taman Sari, Jl. Hariang Banga, Jl.
Sawunggaling, dan Jl. Pattimura.daeah ini didominasi lebih dari 65% berupa rumah tinggal
permanen. Sedangkan penggunaan lahannya sisanya berupa fasilitas publik. Sistem sewerage
yang digunakan berupa sistem tercampur antara drainase dan grey water. Sedangkan pengelolaan
limbah tinja mayoritas telah memilki septik tank untuk tiap rumah. namun daerah ini tidak
memiliki manhole. Selain itu terdapat kondisi kurang baik pada beberapa saluran drainase
seperti sampah yang dibuang sembarangan dan saluran yang rusak.
Tabel 3.1 Fasilitas atau bangunan di wilayah 1A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 45
2 Perkantoran 1
3 Penginapan 2
BAB III 7
4 Pertokoan atau tempat usaha 3
5 Restoran 8
6 Sekolah atau unit belajar 3
Total 62
Gambar 3.2 Drainase 1A (a), (b), (c)
2. Wilayah 1B
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 1B adalah daerah jalan Sulanjana, Ranggagading,
Ranggamalela, Sawunggalih, dan Dago. Bentuk saluran drainase pada daerah ini adalah persegi,
setengah lingkaran, dan trapesium. Di daerah ini juga terdapat saluran kecil yang
menghubungkan jalan dengan system drainase yang ada. Saluran ini berfungsi untuk
mengalirkan air agar tidak ada air yang menggenang di badan jalan. Saluran drainase berupa
saluran tertutup dan terbuka, namun sebagian besar menggunakan saluran terbuka dan hanya
jalan Dago yang menggunakan sistem saluran terututup. Arah aliran menuju jalan Ranggading
yang relative lebih rendah daripada jalan sulanjana. mayoritas rumah pada daerah tersebut
menggunakan sistem drainase yang terpisah dengan sewerage. Mayoritas daerah Sulanjana,
Ranggagading, Ranggamalela, Sawunggalih memilki perpipaan untuk membuang limbah padat
dan cair ke arah sungai Cikapundung sedangkan daerah dago yang didominasi tempat usaha
telah memilki septic-tank dan menyalurkan grey water ke saluran drainase. Tidak ada perbedaan
berarti pada saat kondisi kering atau basah. Kondisi fisik sistem sewerage dan drainase perlu
diperhatikan karena sebagian sudah mengalami kerusakan saluran.
Tabel 3.2 Fasilitas atau bangunan wilayah 1B
BAB III 8
No Jenis Jumlah
1 Rumah 30
2 Pertokoan atau tempat usaha 20
3 Restoran 18
4 Sekolah atau unit belajar 2
Total 70
Gambar 3.3 Sistem on-site Gambar 3.4 Sistem off-site Gambar 3.5 Drainase
wilayah
3. Wilayah 2A
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 2A meliputi Jl. Purnawarman, Jl. Gajah
Lumantung, Jl. Tamansari, Jl. Hariang Banga, dan Jl. R.E. Martadinata. Daerah ini mencakup
berbagai fasilitas dengan dominasi rumah tinggal permanen. Mayoritas sistem sewerage yang
digunakan mencampur antara grey water dengan air hujan. Penggunaan septic tank telah
diterapkan di setiap bangunan. Daerah ini masih mengadaptasi teknologi sewerage brandgang
yang terletak diantara bagian belakang rumah walaupun bukan menggunakan pipa roil hanya
saluran. Sistem drainase menggunakan saluran persegi dan bentuk U sedangkan kondisi
salurannya cukup terawat baik secara fisik dan jarang ditemukan sampah pada saluran
Tabel 3.3 Fasilitas atau bangunan wilayah 2A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 23
2 Perkantoran 5
BAB III 9
3 Pertokoan atau tempat usaha 7
4 Restoran 3
5 Sekolah atau unit belajar 4
6 Penginapan 2
Total 45
4. Wilayah 2B
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 3A meliputi Jl. Dago, Jl. purnawarman, Jl. R.E.
Martadinata.kondisi sistem drainase lancar
Tabel 3.4 Fasilitas atau bangunan wilayah 2B
No Jenis Jumlah
1 Rumah sakit 1
2 Perkantoran 14
3 Pertokoan atau tempat usaha 2
4 Restoran 4
5 Sekolah atau unit belajar 2
6 Penginapan 4
Total 27
BAB III 10
5. Wilayah 3A
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 3A meliputi Jl. Dago, Jl. Diponegoro, Jl. Maulana
Yusuf, dan Jl. Terusan Sultan Tirtayasa. Tipe drainase pada wilayah ini berbentuk bulat dan
persegi dan ada yang tertutup maupun terbuka. Kondisi saluran drainase di wilayah ini
diperlihatkan dengan banyaknya timbunan sampah yang menghambat laju aliran air. walaupun
ada beberapa yang kering, namun masih banyak saluran drainase yang digenangi air hitam, bau,
dan berbusa akibat percampuran grey water,airhujan dan sampah. Terdapat beberapa PKL
mengalirkan air buangannya langsung menuju sistem drainase. hal ini menimbulkan gangguan
pada saluran drainase. Penggunaan saluran drainase yang tertutup rapat dengan kondisi inlet
yang buruk menyebabkan sering terjadinya genangan air ketika hujan.
Tabel 3.5 Fasilitas atau bangunan wilayah 3A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 18
2 Perkantoran 3
3 Pertokoan atau tempat usaha 6
4 Penginapan 11
Total 28
Gambar 3.6 Drainase wilayah 3A (a), (b), (c)
6. Wilayah 3B
BAB III 11
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 3B meliputi Jl. Maulana Yusup, Jl. Rangga
Gempol, Jl. Trunojoyo, dan Jl. Diponegoro. Berbagai fasilitas dan bangunan yang ada di daerah
ini adalah sebagai berikut.
3.6 Fasilitas atau bangunan wilayah 3B
No Jenis Jumlah
1 Rumah 20
2 Perkantoran 4
3 Pertokoan atau tempat usaha 8
4 Rumah Sakit 2
5 Restoran 7
6 Tempat Ibadah (Gereja) 1
Total 42
Berikut merupakan arah aliran air saat kondisi basah.
BAB III 12
Gambar 3.7 Arah aliran air saat hujan di wilayah 3B
7. Wilayah 4A
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 4A meliputi daerah sekitar jalan Sulanjana, atau di
atas daerah R.E. Martadinata. Sistem drainase yang diterapkan merupakan sistem drainase
tercampur dimana grey water bercampur dengan air hujan. Grey water yang dihasilkan berasal
dari kegiatan cucian, misalnya mencuci kendaraan dan menyiram tanaman. Sedangkan Black
water dari tiap rumah dialirkan melalui pipa pembuangan khusus ke bawah tanah atau septik
tank. Septic tank juga menjadi bukti aplikasi sistem onsite. Kondisi kering memperlihatkan
drainase dalam keadaan kering dan tergenang air namun mengalir. Namun, ditemukan beberapa
sumbatan dari sampah dan timbunan tanah di saluran sehingga diperkirakan air akan meluap saat
hujan. Lokasi perencanaan masih memiliki ruang hijau dan beberapa lahan kosong sbagai
penyerap air hujan sehingga bisa mengurangi limpasan saat hujan.
Tabel 3.7 Fasilitas atau bangunan wilayah 4A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 33
2 Perkantoran 7
3 Pertokoan atau tempat usaha 39
4 Penginapan 2
5 Sekolah atau unit belajar 2
6 Tanah kosong 2
Total 84
Gambar 3.8 Saluran drainase wilayah 4A (a) dan (b) Gambar 3.9 Sewerage wilayah 4A
BAB III 13
8. Wilayah 4B
Area perencanaan yang ditinjau pada wilayah 4B meliputi Jl. RE Martadinata, Jl. Trunojoyo, Jl.
Sultan Agung, dan Jl. Ir. H. Djuanda. Sebagian besar tipe drainase didaerah ini berbentuk persegi
dengan keadaan terbuka dan tertutup. Aliran air saat kondisi basah cukup baik, namun
dibeberapa titik terdapat genangan air akibat sampah yang menyumbat. Selain itu, kurangnya
lahan kosong ,penggunaan aspal dan paving block menyebabkan berkurangnya penyerapan air
hujan. Sebagian besar sistem sewerage yang digunakan adalah sistem on site, bahkan rumah
sakit dan sekolah didaerah ini memiliki IPAL tersendiri untuk mengolah air buangan. Rumah
tinggal juga telah memilki sistem septic-tank. Penggunaan sistem tercampur pada ruas jalan ini
dibuktikan dengan pembuangan grey water dalam jumlah kecil dari hasil buangan cucian
ataupun hasil kegiatan PKL.
Tabel 3.8 Fasilitas atau Bangunan wilayah 4B
No Jenis Jumlah
1 Rumah 9
2 Perkantoran 2
3 Pertokoan atau tempat usaha 32
4 Penginapan 1
5 Sekolah atau unit belajar 4
6 Rumah Sakit 1
7 Restoran 1
8 Tanah kosong 1
Total 51
Gambar 3.10 Saluran drainase campuran di wilayah 4B
BAB III 14
9. Wilayah 5A
Area perencanaan yang ditinjau meliputi seluruh wilayah Jalan Gempol, sebagian Jalan
Tirtayasa, dan sebagian Jalan Trunojoyo. Sebagian besar saluran drainase yang ada di daerah ini
adalah saluran drainase campuran dimana air hujan bercampur dengan grey water. Tipe saluran
adalah saluran terbuka dan saluran tertutup. Kadang di badan jalan yang tidak memiliki saluran
drainase hanya memanfaatkan kemiringan kontur agar limpasan air hujan tidak meluap.
Ditemukan beberapa timbulan sampah di saluran dan terlihat ada beberapa genangan air yang
keruh dan bau. Tidak dapat dibedakan apakah daerah ini menggunakan sistem pengolahan on site
atau off site.
Tabel 3.9 Fasilitas atau bangunan wilayah 5A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 92
2 Perkantoran 1
3 Pertokoan atau tempat usaha 15
4 Restoran 14
5 Sekolah atau unit belajar 1
6 Tempat ibadah 1
Total 124
Gambar 3.11 Saluran drainase di wilayah 5A
BAB III 15
10. Wilayah 5B
Area perencanaan yang ditinjau meliputi daerah Jl. Banda, Jl. Cilamaya, dan Jl. Trunojoyo.
Bentuk saluran yang ada adalah setengah lingkaran dan saluran terbuka. Tidak ada manhole di
daerah ini.sistem tercampur antara grey water dan air hujan diterapkan pada daerah ini. Namun
pada beberapa jalan gang kecil tidak terdapat saluran drainase dan memanfaatkan badan jalan
untuk meyalurkan air hujan sehingga saat kondisi basah terdapat genangan air. kondisi ini juga
disebabkan penyumbatan sampah pada saluran drainase. Saluran yang dipakai berbentuk persegi
terbuka dan tertutup. Kondisi fisik saluran yang kurang baik akibat penyumbatan sampah dan
kerusakan bangunan.
Tabel 3.10 Fasilitas atau bangunan di wilayah 5B
No Jenis Jumlah
1 Rumah 28
2 Perkantoran 4
3 Pertokoan atau tempat usaha 19
4 Penginapan 5
5 Sekolah atau unit belajar 2
Total 48
Gambar 3.12 Saluran drainase di wilayah 5B
BAB III 16
11. Wilayah 6A
Area perencanaan meliputi daerah Jl. Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Wira Angun-Angun, Jl. Bahu
Reksa, dan Jl. Trunojoyo. Bentuk saluran yang ada disekitar adalah persegi dan trapesium.
Sistem tercampur antara grey water dan air hujan diterapkan sepanjang jalan ini. Penggunanan
lahan didominasi oleh rumah tinggal dan beberapa fasilitas public. Penerapan on-site seperti
septic-tank untuk pengelolahan limbah rumah tangga juga dapat ditemui di rumah tinggal
permanen. Dalam beberapa saluran, terdapat sampah yang menyumbat sehingga tidak dapat
mengalirkan air.
Tabel 3.11 Fasilitas atau bangunan di wilayah 6A
No Jenis Jumlah
1 Rumah 64
2 Tempat Ibadah 1
3 Rumah yang sedang dibangun 3
Total 68
Berikut arah aliran saat kondisi basah di wilayah 6A
Gambar 3.13 Arah aliran air saat hujan di wilayah 6A
BAB III 17
Gambar 3.14 Saluran drainase di wilayah 6A
12. Wilayah 6B
Area perencanaan meliputi daerah Jl. RE Martadinata, Jl. Banda, Jl. Badan Reksa, dan Jl.
Trunojoyo. Bentuk saluran drainase yang ada adalah persegi, trapesium, dan campuran antara
setengah lingkaran dengan trapesium. Tipe saluran adalah terbuka dan tertutup. Semua saluran
drainase pada daerah ini merupakan saluran campuran yaitu menampung limpasan air hujan
dengan grey water hasil cucian ataupun kegiatan PKL. Terdapat banyak sedimen, genangan air
yang menampung air keruh, berbau, dan berbuih dengan presentase saluran kering sedikit sekali.
Namun ditemukan lubang resapan pada jalan yang sangat sedikit tanahnya ataupun sekolah yang
sudah memasang lubang resapan guna mengurangi limpasan. Sistem sewerage di daerah ini pun
dengan sistem on site dan sistem off site dimana sistem on site menggunakan septik tank dan
biofilter, sedangkan sistem off site langsung mengalirkan air buangan menuju sungai tanpa
pengolahan.
Tabel 3.12 Fasilitas atau bangunan di wilayah 6B
No Jenis Jumlah
1 Rumah 11
2 Pertokoan 16
3 Perkantoran 4
4 Penginapan 2
5 Rumah sakit 4
6 Sekolah atau unit belajar 3
7 Restoran 4
BAB III 18
Total 44
Berikut arah aliran saat kondisi basah di wilayah 6B
Gambar 3.15 Arah aliran air saat hujan di wilayah 6B
Keterangan :
: Arah Aliran
: Genangan Air Kecil
: Genangan Air Menengah
: Genangan Air Besar
Arah aliran pada kondisi hujan dapat dilihat pada gambar diatas. Pada jalan R.E
Martadinata tidak terdapat genangan air, genangan air mulai terlihat pada jalan Banda dan Jalan
Trunojoyo, terutama didepan perumahan. Pada pertemuan Jalan Banda dan Jalan Trunojoyo
terdapat pembangunan sebuah klinik, dimana pada area pembangunan tersebut kecepatan aliran
air hujan pada selokan mengecil.
BAB III 19
Gambar 3.16 Drainase di wilayah 6B Gambar 3.17 Biofilter di
wilayah 6B
3.4.2 dasar dan periode perencanaan
Dalam upaya mendukung perkembangan Kota Bandung dibutuhkan prasarana sanitasi yang baik
dan sesuai karakteristik daerah serta kebutuhan penduduk kota Bandung. Fasilitas penyaluran air
buangan domestic merupakan salah satu sarana sanitasi yang dirasakan perlu dalam mendukung
aktifitas penduduk. Perencanaan sistem penyaluran air buangan kota Bandung didasrkan pada
beberapa pertimbangan yaitu :
1. Keberadaan sistem pengelolaan air buangan on-site yang belum memadai.
2. Peningkatan jumalh penduduk yang besar membutuhkan pengolahan air buanagn yang
tepat
3. Sebagai salah satu upaya mengurangi pencemaran air buangan domestic di sungai
cikapundung sebagai sumber air baku PDAM
4. Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Untuk menentukan periode perencanaan,beberapa hal harus diperhatikan yaitu rencana
umum pengembangan,aspek finansial dan ekonomi,umur pakai komponen struktur, dan
tingkat pertumbuhan penduduk. Maka sistem penyaluran air bunagan Kota Bandung akan
berlangsung selama ………tahun dengan pembagian zona.
3.5 daerah perencanaan
3.5.1 topografi
Kondisi topografi merupakan faktor yang penting dalam menentukan daerah pelayanan. karena
dari segi teknis dan ekonomi akan digunakan penyaluran yang berdasarkan sistem gravitasi.
Maka daerah pelayanan terpilih harus memiliki topografi yang memungkinkan
penyalurannya,baik dari segi teknis maupun hidrolis. Sistem penyaluran air buangan akan sangat
mahal bila kemiringan tanah kurang dari 2,5%. Secara topografis Kota Bandung terletak pada
BAB III 20
ketinggian 768 meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian
1.050 meter dan terrendah di sebelah Selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut
3.5.5 muka air tanah
Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka
tanah, sebagai akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah resapan air yang
semakin berkurang. Hal ini akan berdampak pada pencemaran air, adanya daerah yang amblas,
dan terjadinya kekeringan. Sejak tahun 1972, setiap tahun terjadi penurunan muka air tanah
antara 0,05 sampai 7,3 meter. Dengan penurunan muka air tanah sebanyak itu, disinyalir hingga
tahun 2002 muka air tanah turun lebih dari seratus meter. Akibatnya, air tercemar dan tahun
2007 mendatang Bandung terancam kekurangan air. Data yang diperoleh Kompas dari Direktorat
Tata Geologi Lingkungan menunjukkan, terjadi peningkatan pengambilan air tanah dari tahun ke
tahun. Tahun 1998 misalnya, air tanah yang diambil 41,7 juta meter kubik melalui 2.397 sumur
bor. Sementara volume air tanah yang diambil tahun 1999 mencapai 45,4 juta meter kubik
melalui 2.401 sumur bor. Kemudian tahun 2000 pengambilan air tanah diperkirakan 46,6 juta
meter kubik melalui 2.484 sumur bor Pompa air itu mampu menyedot air dalam hitungan detik
untuk sekian ribu kubik. Sementara perjalanan air hujan sejak meresap ke dalam tanah hingga
sampai di kedalaman lapisan tanah memakan waktu puluhan ribu tahun.
3.6 batasan daerah pelayanan
3.7 proyeksi penduduk
Penduduk menjadi subjek dan objek suatu daerah. Daerah dapat maju ataupun mundur
dapat dilihat dari kondisi penduduknya seperti tingkat pendidikan,tingkat kesejahteraan dan
tingkat kesehatan. Penduduk menjadi subjek dan objek untuk menggerakkan roda perokonomian
daerah tersebut. Jumlah infrastruktur kota juga disesuaikan kebutuhan penduduk. Sehingga
penduduk menjadi sumber daya utama daerah. Untuk daerah perencana telah terjadi
pertumbuhan positif penduduk dari tahun 2002 hingga 2012. Pertumbuhan positif ini menjadi
modal utama bergeraknya daerah rencana sehingga dapat dilihat daerah rencana telah menjadi
salah pusat perekonomian kota Bandung seperti menjamurnya distro dan rumah makan.
Penduduk ini merupakan representasi kebutuhan air bersih yang harus terlayani oleh PDAM dan
pengaturan air buangan yang terintegrasi.
BAB III 21
tahun
data
jumlah
penduduk
2002 1375
2003 1488
2004 1501
2005 1824
2006 1863
2007 1922
2008 1948
2009 1994
2010 2043
2011 2105
2012 2165
3.8 proyeksi fasilitas kota
Rumah tinggal permanen
Penggunaan lahan sebagai rumah tinggal merupakan kebutuhan primer manusia. Daerah
perencanaan memiliki sekitar 373 rumah. Konsentrasi rumah terbesar terletak pada daerah 5A
dikarenakan adanya perumahan sedangkan pada daerah 2B dapat dilihat tidak adanya satupun
rumah permanen disebabkan daerah 2B merupakan pusat hiburan (distro dan rumah makan) dan
beberapa perkantoran. Penggunaan lahan sebagai rumah tinggal menjadi tolak ukur jumlah
buangan limbah domestic suatu daerah.
Kelp
Jumlah fasilitas
rumah
1A 45
1B 30
2A 23
2B 0
BAB III 22
3A 18
3B 20
4A 33
4B 9
5A 92
5B 28
6A 64
6B 11
Pendidikan
Salah satu indicator untuk melihat tingkat kemajuan suatu negara/daerah adalah tingkat
pendidikan penduduk,sebagai faktor pendukung dari kemajuan tingkat pendidikan tersebut
adalah tersedianya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. SD merupakan
sekolah pertama untuk menempuh peindidikan formal dan dilanjutkan SMP untuk memenuhi
program pemerintah wajib belajar 9 tahun. setelah menempuh pendidikan SMP maka dapat
dilanjutkan ke SMA (Sekolah Menengah Atas). Perguruan tinggi menjadi suatu bentuk
pendidikan tingkat lanjut untuk meningkatkan penguasaan dan wawasan dalam ilmu dan
teknologi. Pada daerah perencanaan kami terdapat 343 institusi pendidikan baik yang dikelola
oleh MENDIKNAS ataupun yayasan. Mayoritas institusi pendidikan yang ada dikelola oleh
yayasan seperti kompleks SD-SMP-SMA St.Aloysius,UNISBA(Universitas Islam Bandung) dan
UNPAS(Universitas Pasundan). Sedangkan institusi pendidikan non formal juga dapat ditemui di
daerah rencana kami seperti bimbel (bimbingan belajar) dan kursus bahasa. Penyebaran letak
institusi pendidikan cukup menyebar walaupun masih beberapa terkonsentrasi di Jalan
Tamansari dan Jalan Sultan Agung.
kelp
jumlah
fasilitas
sekolah
1A 3
BAB III 23
1B 2
2A 4
2B 2
3A 0
3B 0
4A 2
4B 4
5A 1
5B 2
6A 0
6B 3
Kesehatan
Kesehatan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Tingkat kesehatan masyarakat
menjadi faktor penentu utama kesejahteraan masyarakat disamping ekonomi dan pendidikan.
Tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti sanitasi dan kondisi
lingkungan. Daerah perencana telah memiliki 7 pusat kesehatan berupa rumah sakit dan klinik.
Pusat kesehatan ini terletak di pusat kota yang mudah dijangkau dengan tranportasi oleh
masyarakat. Pusat kesehatan ini dikelola oleh pemerintah dan swasta. Pemerintah memilki rumah
sakit militer di sekitar riau junction sedangkan mayoritas klinik dimiliki oleh individu atapun
yayasan. Kuantitas pusat kesehatan bisa menjadi parameter tingkat kesehatan masyarakat namun
perlu adanya pengendalian lingkungan baik dari segi sanitasi dan infrastruktur.
Kelpjumlah fasilitas rumah sakit
1A 01B 02A 02B 03A 03B 24A 04B 15A 05B 0
BAB III 24
6A 06B 4
Hiburan dan olah raga
Manusia memiliki kecenderungan untuk melepaskan stress ataupun merefresh pikiran
melalui berbagai cara seperti olahraga dan hiburan. Olahraga menjadi salah satu alternatif untuk
menjaga kesehatan dan kebugaran. Sedangkan hiburan menjadi alternatif merekatkan hubungan
keluarga. Daerah rencana ini tidak memilki fasilitas olahraga tersendiri namun bergabung dengan
fasilitas lainnya seperti komplek SD-SMP-SMA st. Aloysius yang memilki fasilitas olahraga.
Fasilitas hiburan di daerah ini cukup lengkap ditandai 167 toko dan 59 restoran. Mayoritas
pertokoan merupakan distro atau factory outlet yang menjual berbagai sandang dengan mode
terbaru sedangkan restoran menyediakan berbagai macam varian mulai dari cake hingga
makanan daerah. Umumnya pertokoan dan restoran tersebar merata di seluruh daerah rencana
dan cukup terjangkau dengan moda transportasi. Jumnlah restoran dan pertokoaan menjadi salah
satu sektor penggerak perekonomian di daerah rencana.
kelpjumlah fasilitas pertokoan
jumlah fasilitas restoran
1A 3 81B 20 182A 7 32B 2 43A 6 03B 8 74A 39 04B 32 15A 15 145B 19 06A 0 0
BAB III 25
6B 16 4
Hotel dan penginapan
Salah satu daya tarik daerah rencana memilki hotel dan penginapan dengan variasi harga sesuai fasilitas
yang disediakan. Sehingga ketika ada pengunjung yang ingin menginap di kota bandung dan sekaligus
berbelanja maka wilayah ini menjadi salah satu tujuan untuk berwisata.
kelpjumlah fasilitas penginapan
1A 21B 02A 22B 43A 113B 04A 24B 15A 05B 56A 06B 2
Perkantoran
Dalam tata guna lahan daerah rencana dapat dijumpai fasilitas perkantoran. Aktivitas
perkantoran ini memberikan jasa yang terdiri dari:
Jasa keuangan (perbankan,money changer,penggadaian,dan lembaga keuangan bukan
bank lainnya)
Jasa wisata (travel biro,pusat informasi kepariwisataan, toko-toko cinderamata/souvenir)
Jasa konsultan (konsultan hukun,manajemen dan pengembangan wilayah)
Lokasi aktivitas jasa perkantoran cukup menyebar di beberapa wilayah rencana dengan total 60
gedung dengan pembagian fungsi yang berbeda . Namun terdapat daerah yang tidak memilki
BAB III 26
perkantoran yang disebabkan letak yang kurang strategis maupun fasilitas penunjang lain yang
terletak disekitar daerah tersebut.
Kelp
jumlah
fasilitas
perkantoran
1A 1
1B 0
2A 23
2B 14
3A 3
3B 4
4A 7
4B 2
5A 1
5B 4
6A 0
6B 4
Transportasi
Jalan merupakan prasarana untuk mempermudah mobilitas penduduk di samping itu mempunyai
fungsi untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Jalan nasional merupakan jalan yang
dikelola oleh pemerintah pusat yang keberadaannya sebagai sarana penghubung dari suatu
daerah dengan daerah lainnya atau suatu jalan. Sedangkan jalan kota merupakan jalan yang
tanngung jawabnya berada pada pemerintah kota dan daerah perencanaan ini terfasilitasi oleh
jalan kota. Kondisi jalan kota cukup baik walaupun ketika hujan ada sebagian daerah yang
tergenang akibat drainase yang kurang baik.
Tempat ibadah
BAB III 27
Mayoritas penduduk kota Bandung beragama islam dan sisanya sebagai pemeluk agama lain
seperti kristen,katolik,budha,dan hindu. Agama-agama ini saling menghargai sehingga timbul
kedamaian di daerah rencana. Selain itu penduduk terfasilitasi dengan adanya tempat ibadah
yang mudah dijangkau dan terawat.
kelp
jumlah fasilitas tempat ibadah
1A 01B 02A 22B 03A 03B 14A 04B 05A 15B 06A 06B 1
BAB III 28