BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. -...

24
1 BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN Dalam bab III ini, penulis akan membahas hasil penelitian yang dimulai dengan deskripsi umum daerah penelitian yakni kabupaten Biak-Numfor, dilanjutkan dengan deskripsi tentang makna piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor. A. Gambaran Umum Tentang Wilayah Kabupaten Biak-Numfor A.1 Keadaan Georgafi Biak-Numfor Biak merupakan sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Cenderawasih dan berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik. Secara geografis kabupaten Biak Numfor terletak antara 134 0 47-136 0 Bujur Timur dan 0 0 55-1 0 27 Lintang Selatan, sedangkan secara administratif kabupaten Biak Numfor, di bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan Selat Yapen, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Manokwari dan sebelah timur berbatasn dengan Lautan Pasifik. 1 Secara umum, pola iklim dipengaruhi oleh monsoon dan maritime, yang mana porsi besaran pengaruhnya adalah pada maritimnya. Sebagai akibatnya, curah hujan yang jatuh relative merata sepanjang tahun, sehingga batas antara musim kemarau dan musim penghujan di Kabupaten Biak Numfor tidak tampak tegas. Secara umum curah hujan tahunan di Biak Numfor rata-rata 309,3 mm. Suhu rata-rata di 1 Sekky, “Gambaran Umum Biak,” dalam http://www.biakkab.go.id/default.php?dir=pages&file=main&hal=gambaranumumBiak, diunduh pada tanggal 30 Mei 2012, pukul 14.42 WIB.

Transcript of BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. -...

Page 1: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

1

BAB III

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Dalam bab III ini, penulis akan membahas hasil penelitian yang dimulai dengan

deskripsi umum daerah penelitian yakni kabupaten Biak-Numfor, dilanjutkan dengan

deskripsi tentang makna piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor.

A. Gambaran Umum Tentang Wilayah Kabupaten Biak-Numfor

A.1 Keadaan Georgafi Biak-Numfor

Biak merupakan sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Cenderawasih dan

berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik. Secara geografis kabupaten Biak Numfor

terletak antara 134047-1360 Bujur Timur dan 0055-1027 Lintang Selatan, sedangkan secara

administratif kabupaten Biak Numfor, di bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik,

sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan Selat Yapen, sebelah barat berbatasan dengan

kabupaten Manokwari dan sebelah timur berbatasn dengan Lautan Pasifik.1

Secara umum, pola iklim dipengaruhi oleh monsoon dan maritime, yang mana

porsi besaran pengaruhnya adalah pada maritimnya. Sebagai akibatnya, curah hujan

yang jatuh relative merata sepanjang tahun, sehingga batas antara musim kemarau

dan musim penghujan di Kabupaten Biak Numfor tidak tampak tegas. Secara umum

curah hujan tahunan di Biak Numfor rata-rata 309,3 mm. Suhu rata-rata di

1 Sekky, “Gambaran Umum Biak,” dalam

http://www.biakkab.go.id/default.php?dir=pages&file=main&hal=gambaranumumBiak, diunduh pada tanggal 30

Mei 2012, pukul 14.42 WIB.

Page 2: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

2

Kabupaten Biak Numfor mencapai 25.5 derajat C dengan iklim kisaran rata-rata

antara 21 derajat C sampai dengan 32 derajat C. Tingkat Kelembababn udara di

wilayah Kabupaten Biak Numfor sangat tinggi, yaitu berkisar antara 85 persen - 88

persen dengan kecepatan angin 3.2 knot. Penyinaran matahari rat-rata mencapai 49

persen - 62 persen sehingga Kabupaten Biak Numfor termasuk dalam daerah dengan

iklim panas sedang.2

A.2 Keadaan Sosial dan Budaya dari Masyarakat Kabupaten Biak-Numfor

Kesatuan masyarakat terkecil yang secara politis dan ekonomis mempunyai

otonomi penuh dikalangan suku bangsa Biak adalah Mnu atau kampung. Kampung

merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi dalam keret-keret atau klen-klen kecil dan

selanjutnya dalam keluarga batih. Dasar-dasar yang menyatukan para warga kampung

adalah karena faktor kesamaan keturunan dan kepentingan ekonomi, sebuah kampung juga

mempunyai batas-batas wilayh yang jelas berdasarkan kesamaan tersebut.3

Suatu kampung tentunya ada pemimpin, dalam kepemimpinan tradisional Papua,

suku bangsa Biak menganut sistem kepemimpinan campuran. Oleh sebab itu dalam budaya

Biak terdapat 4 bentuk kepemimpinan tradisional berdasarkan fungsi tugas dari pada

komunitas tersebut. Keempat bentuk kepemimpinan itu adalah; Mananwir Mnu atau kepala

kampung, Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan, mon atau konor pemimpin

yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat majic dan pemimpin yang berikut adalah

mambri atau pemimipin dalam dunia perang. Mananwir Mnu adalah pemimipin yang

bertugas dan bertanggung jawab atas seluruh isi kampung, serta semua keret yang ada

dikampung itu, sebagai Mananwir Mnu di tuntut untuk pandai dalam soal adat, pandai

2 Ibid. 3 J.R. Mansoben, Bahasa dan Adat Istiadat (Biak: Departemen Pendidikan & Kebudayaan Pemerintahan

Daerah Kabupaten Biak, 2008), 8-9

Page 3: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

3

berbicara cepat dalam soal pengambilan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak,

disamping Mananwir Mnu terdapat juga Mananwir Keret atau kepala keret, mananwir keret

bertugas dan bertanggung jawab kepada manawir mnu.4

Kepemimpinan tradisional yang berikut adalah Manibob atau pemimpin dalam

dunia perdagangan disuatu kampung tertentu berdasarkan kemampuanya, sebagai seorang

Manibob dituntut untuk mampu menjalankan tanggung jawabnya dalam mengusahakan

hasil-hasil yang ada dikampung itu untuk dijual ke luar, dengan bentuk penjualan yakni;

barang ditukar dengan barang atau barter. Kepemimpinan tradisional yang ketiga adalah

Konor, kepimpinan konor kekuasaannya didasarkan pada hal religius, kepemimpinan konor

biasanya diawali dengan suatu pengalaman yang luar biasa yang dirasakan ajaib oleh seorang

tokoh itu. Kepemimpinan seorang Konor biasanya bersifat pergerakan yang menginginkan

suatu kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Oleh sebab itu gerakan-gerakan

seperti ini bertujuan untuk mendirikan suatu kerajaan yang adil, makmur dan abadi serta

mendatangkan kekayaan materi bagi para pengikutnya, karena itu gerakan ini sering di sebut

sebagai gerakan mesianik atau ratu adil. Pemimpin konor biasanya tidak terbatas pada satu

kampung saja, tetapi bersifat totalitas pada seluruh masyarakat suku bangsa Biak. Hal ini

dapat nampak pada gerakan kebatinan Koreri yang terjadi di daerah Biak Numfor.5

Pemimpin yang keempat adalah pemimpin dalam dunia perang atau Mambri,

pemimpin ini dapat mengambil alih kepemimpinan apabila situasi di kampung tidak aman,

dengan demikian orang yang menduduki jabatan ini adalah orang yang berani dan kejam.

Pemimpin ini harus mempunyai cukup pengetahuan dalam bidang perang, terutama strategi,

tetapi juga harus mampu memobilisasi dan membangkitkan semangat pengikut-pengikutnya.

4 Ibid. 5 Ibid.

Page 4: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

4

Sebelum menjadi seorang Mambri biasanya para pemimpin perang sejak masih remaja di

beri makan sejenis daun yang disebut Ui Mambri. Seorang Mambri dapat diakui warga

kampungnya atau keretnya apabila ia mampu menjalankan semua yang telah ditentukan

diatas, selain itu juga ia harus mempunyai sifat-sifat seorang Mambri atau pemimpin

perang.6

Selain bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional, didalam kehidupan sosial budaya,

masyarakat Biak telah mengenal berbagai macam upacara-upacara adat, sejak seorang lahir

hingga meninggal ia berada dalam lingkaran adat itu. Oleh sebab itu ada ungkapan yang

sering diucapkan dalam hal upacara-upacara adat yakni; “Nggowor ba ido nari nggomar”

yang artinya “jika kami tidak mengadakan upacara adat maka kami akan mati,” namun

demikian upacara-upacara adat kini sudah jarang di laksanakan, termakan oleh zaman yang

telah berkembang dengan pesat.7

Masyarakat adat Biak mempunyai satu lembaga adat yang disebut “kainkain

karkara Byak,” lembaga ini berfungsi untuk mengatur masalah-masalah adat yang terjadi di

kalangan suku Biak, termasuk mengatur besarnya pembayaran mas kawin, sehingga

masalah adat yang terjadi di kalangan suku Biak dapat diatasi dengan baik. Dewan ini

pertama kali dibuka pada tanggal 10 November 1959 dan terakhir kali dilaksanakan pada

tanggal 28-31 Oktober 2009 di Biak.8

A.3 Keadaan Ekonomi dari Masyarakat Kabupaten Biak-Numfor

6 Ibid. 7 Ibid.,10 8 Ibid.

Page 5: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

5

Mata pencaharian hidup masyarakat Biak terbagi dalam beberapa bagian yaitu

petani dan nelayan:9

1. Masyarakat Biak lebih banyak tinggal di kampung-kampung dan menggantungkan

hidupnya pada kegiatan perladangan, berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan,

sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam berdasarkan

perhitungan dua konstalasi bintang. Ladang yang sudah di bersihkan di tanami dengan

talas ataupun keladi, biasanya setelah di panen di buka lagi ladang yang baru, hasil dari

kebun tersebut hanya cukup untuk menghidupi keluarga.

2. Nelayan (Menangkap Ikan)

Penduduk yang tersebar dipesisir kepulauan Biak juga banyak menggantungkan hidupnya

pada hasil-hasil laut. Dalam hal menangkap ikanpun orang Biak dapat menghitung

musim di mana musim yang tepat untuk mencari sebab, musim itu laut banyak dengan

ikan. Sebelum ada pengaruh asing masuk di Biak, bentuk jual beli yang dilakukan oleh

orang Biak adalah dengan cara barter yaitu barang di tukar dengan barang, biasanya

petani menukar hasil kebunnya berupa keladi, sayur-mayur kepada nelayan dan

sebaliknya nelayan menukarkan hasil-hasil kepada petani. Proses barter ini telah

berlangusung lama dikalangan suku bangsa Biak hingga masuknya pengaruh asing

khususnya bangsa Eropa.

Kontak-kontak dagang seperti ini di sebut “Manibob” ( kawan dagang) sistem

barter pada orang Biak ini telah menciptakan suatu institusi Manibob atau rekanan dagang

diberbagai daerah baik di teluk cenderawasih maupun di daerah kepala burung sampai ke

daerah kepulauan Raja Ampat. Sistim Manibob adalah sistim dimana dua individu yang

9 Achamd Rochani & Naftali Mansim, Kabupaten Biak-Numfor: Upaya Bangkit dari Keterpurukan, (Makasar: Penerbit Pustaka Refleksi, 2006), 3-5

Page 6: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

6

berasal dari dua lokasi atau kampung yang berbeda, kedua individu saling ketemu dan

melakukan hubungan dagang. Pertemuan Manibob dapat pula mempererat hubungan

pertemanan kedua individu. Dengan demikian maka terjadilah suatu transaksi antara kedua

individu yang melakukan hubungan dagang berdasarkan barter.10

A.4 Kepercayaan Masyarakat Biak-Numfor

Menurut Bapak Elon Korwa, sebelum masuknya agama Kristen ke Papua

khususnya di Biak, masyarakat Biak telah mengenal “manseren nanggi” atau Tuhan langit.

Menurut pandangan dan penghayatan tradisional orang Biak maka pusat kekuatan atau

kekuasaan yang mengatur alam semesta adalah “ nanggi.” Orang Biak selalu melakukan

ritual memberi makan sang langit atau fan nanggi. Istilah manseren nanggi memiliki arti

yang sangat khas yakni tuhan yang maha tinggi yang dapat di percayai, orang berseru ketika

mengucapkan janji atau sumpah.11

Upacara–upacara fan nanggi atau memberi makan tuhan langit dilakukan oleh

tokoh tertentu yang disebut mon atau dukun. Orang Biak dapat melakukan upacara-upara fan

nanggi apabila terjadi situasi kritis, orang kehabisan atau kekurangan makanan pada waktu

kemarau panjang, wabah penyakit dan yang serupa dengan itu. Selain itu juga orang Biak

dapat melakukan upacara fan nanggi apabila situasi dalam keadaan sejahtera, mendapatkan

makanan yang berlimpah, hendak melaksanakan perjalanan jauh. Sebelum upacara fan

nanggi dilaksanakan orang lebih dulu meletakkan alat penangkapan ikan dan alat pertanian,

kemudian mon mempersembahkan makanan di atasnya dan disamping makanan itu, mon

berdiri dengan tangan terbuka menyerukan nanggi, kalau mon merasakan tangannya bergetar,

maka itu berarti nanggi telah turun dan nanggi akan memberikan petunjuk-petunjuk tentang

10 Ibid. 11 Wawancara dengan Bpk. Elon Korwa (Tokoh Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 19 April 2012.

Page 7: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

7

peristiwa yang akan terjadi dengan melalui perantaraan itu. Petunjuk-petunjuk tersebut

berupa ramalan-ramalan tentang baik dan buruknya nasib seseorang dimasa yang akan

datang, selain itu alat-alat pertanian yang berada ditempat upacra itu pun di berkati oleh sang

nanggi. Di samping kepercayaan orang Biak kepada sang tuhan langit, ada juga kepercayaan

terhadap dunia orang mati, praktek-praktek magis.12

Selain itu orang Biak juga mempercayai serta menghayati cerita suci atau mitologi

yakni mengenai manarmakeri dan koreri. Manarmakeri merupakan tokoh karismatik orang

Biak yang menjanjikan koreri kepada orang Biak namun orang-orang Biak tidak

mengidahkan apa yang telah disampaikan oleh manarmakeri, sehingga manarmakeri marah

dan berangkat kearah barat dan berjanji akan kembali suatu saat membawa kehidupan yang

berkelimpahan. Gerakan koreri ini timbul di biak dalam beberapa gelombang tahun yakni

pada tahun 1906, 1920, 1921, 1923, 1926,1927, 1928, 1938, 1942 dan 1960. Pada tahun 1938

gerakan inilah yang menentang penjajahan Belanda, gerakan koreri yang terjadi pada tahun

1938 adalah gerakan yang dipimpin oleh Angganita Manufandu di pulau insumbabi sebelah

selatan Supiori, sedangkan gerakan yang terjadi pada tahun 1942 adalah gerakan yang

menentang penjajahan Jepang, gerakan ini berpusat di Mansuam, Biak Selatan dan di pimpin

oleh Stevanus Simopiaref.13

Setelah tanggal 5 Februari 1955 injil dibawah oleh Ottow dan Geissler mendarat di

pulau Mansinam, dan kedua pendeta inilah yang menyebarkan agama Kristen di pulau

Mansinam dan sekitarnya. Dengan berjalannya waktu dan usaha penginjilan yang dilakukan

oleh zending terutama kedua rasul tersebut mulai tersebar ke seluruh tanah papua termasuk

Biak. Di Biak injil di bawah oleh Guru Petrus Kafiar, seorang yang berasal dari Maudori.

12 Ibid. 13 Ibid.

Page 8: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

8

Yang ketika itu terjadi penyerangan di kampungnya Maudori, Petrus Kafiar lalu ditangkap

dan dijadikan budak di Korido, dari Korido Petrus Kafiar kemudian di bawah ke Mansinam

untuk dijual kepada para zending. Petrus Kafiar lalu belajar di Mansinam dan disekolahkan

di Depok, sekembalinya Petrus Kafiar dari Depok, ia mendapat tugas mulia yaitu kembali ke

kampung halamannya untuk menyebarkan agama Kristen. Pada tanggal 26 April 1908 Petrus

Kafiar tiba di kampung halamannya dan menjadi guru injil dikampung halamannya,

semenjak saat itu orang-orang Biak lambat-laun mulai menjadi Kristen.14

A.5 Nama dan Latar Belakang Sejarah Biak-Numfor

Saat melakukan wawan cara dengan Bapak Spenyel Rumbiak, beliau mengatakan

bahwa pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an

nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden,

menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini

pada awal abad ke 17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua

untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak

sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata

Biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan

menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu

sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk

menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara

Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama

Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas.15

14 Ibid. 15 Wawancara dengan Bpk. Spenyel Rumbiak (Sekretaris Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada

tanggal 17 April 2012

Page 9: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

9

Menurut Bapak Korwa, kata Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk

menyebut daerah dan penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga kainkain karkara

Biak pada tahun 1947. Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga adat

kainkain karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan

bersama dalam suatu komnunitas yang disebut mnu atau kampung. Penjelasan lebih luas

tentang kedua lembaga itu diberikan pada pokok yang membicarakan organisasi

kepemimpinan di bawah. Nama Numfor berasal dari nama pulau dan golongan penduduk asli

Pulau Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan pemakaiannya

secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah di Kepulauan Schouten

yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor pada tahun 1959.16

Dalam tulisan ini saya menggunakan nama Biak-Numfor untuk menyebut daerah

geografisnya dan daerah administrasi pemerintahannya. Nama Biak digunakan untuk

menyebut bahasa dan orang yang memeluk kebudayaan Biak yang bertempat tinggal di

daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri maupun yang bertempat tinggal di daerah-daerah

perantauan yang terletak di luar kepulauan tersebut.

Selanjutnya menurut hasil wawancara dengan Bapak Apolos Sroyer, yang juga

memiliki jabatan sebagai Ketua Dewan Adat mengatakan bahwa, tentang sejarah orang Biak,

baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya dengan dunia luar, tidak diketahui banyak

karena tidak tersedia keterangan tertulis. Satu-satunya sumber lokal yang memberikan

keterangan tentang asal-usul orang Biak seperti halnya juga pada suku-suku bangsa lainnya

di Papua, adalah mite. Menurut mite moyang orang Biak berasal dari satu daerah yang

terletak di sebelah timur, tempat matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah

16 Wawancara dengan Bpk. Elon Korwa (Tokoh Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 26 April 2012.

Page 10: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

10

kepulauan ini dengan menggunakan perahu. Ada beberapa versi ceritera kedatangan moyang

pertama itu. Salah satu versi mite itu menceriterakan bahwa moyang pertama dari orang Biak

terdiri dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan

ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua

pasang suami isteri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak (di

sebelah selatan kampung Korem sekarang). Dari bukit sarwambo, moyang pertam itu

bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah

mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor.17

Kontak orang Biak dengan orang luar itu terjadi terutama melalui hubungan

perdagangan dan ekspedisi-ekspedisi perang. Bukti terlihat pada adanya pemukiman-

pemukiman orang Biak yang sampai sekarang dapat dijumpai di berbagai tempat seperti

tersebut di atas. Rupanya pada masa sebelum kedatangan orang Eropa di Kepulauan Maluku

dan daerah Papua awal abad ke-16, orang Biak telah menjelajah ke berbagai wilayah

Indonesia lainnya baik melalui ekspedisi-ekspedisi perdagangan dan perang yang dilakukan

oleh orang-orang Biak sendiri maupun bersama dengan sekutu-sekutunya, misalnya dengan

Kesultanan Tidore atau dengan Kesultanan Ternate. Kejayaan orang Biak untuk melakukan

berbagai ekspedisi itu menghilang pada akhir abad ke-15. Tidak lama sebelum kedatangan

orang Eropa pertama di kawasan Maluku dan Kepulauan Raja Ampat pada awal abad ke-

16.18

17 Wawancara dengan Bpk. Apolos Sroyer (Ketua Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 27

April 2012. 18 J.R. Mansoben, “Nama dan Latar Belakang Sejarah” dalam

http://www.biakkab.go.id/default.php?dir=pages&file=main&hal=sejarah, diunduh pada tanggal 30 Mei 2012,

pukul 14.42 WIB.

Page 11: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

11

B. Deskripsi tentang Makna Piring sebagai Mas Kawin dalam Masyarakat Adat Biak-

Numfor

B.1 Jenis-jenis Perkawinan dalam Masyarakat Biak-Numfor

Orang Biak-Numfor mengenal beberapa jenis perkawinan adat yang disesuaikan

dengan status sosial dan gaya hidupnya. Perkawinan bagi orang biak tidak semata-mata

untuk memperoleh keturunan dan pemenuhan biologis akan tetapi berkaitan erat dengan

peran dan fungsi yang disandang oleh seseorang dalam kelompok masyarakatnya serta

keberlangsungan marga.

Menurut Bapak D. Mansoben ada beberapa jenis-jenis perkawinan adat yang pada

umumnya terjadi dikalangan masyarakat Biak, antara lain:19

1. Perkawinan Murni (Farbakbuk Bekaku)

Jenis perkawinan ini dipandang sangat terhormat dikalangan masyarakat Biak-

Numfor karena memenuhi syarat-syarat utama norma adat Biak-Numfor.

2. Perkawinan Kenalan (Farbakbuk Manibow)

Jenis perkawinan ini adalah sebagai wujud dan tindak lanjut dari niat dua orang

yang berkenalan baik, artinya sebagai balas jasa dari kedua kenalan yang saling

menguntungkan misalnya ketika salah satu kenalan (teman) yang lain dari himpitan

kesulitannya. Dengan demikian, maka kedua kenalan atau teman baik itu berikrar untuk

saling mengawinkan anaknya kelak sebagai tanda persahabatan itu agar berlangsung terus.

3. Kawin Lari (Farbakbuk Bebur)

Jenis perkawinan ini terlaksana sebagai wujud dari niat seorang laki-laki atau

perempuan yang tidak direstui oleh pihak keluarga karena pihak keluarga mempunyai calon

19 Wawancara dengan Bpk. D. Mansoben, (Tokoh Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 20 April 2012.

Page 12: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

12

lain diluar keinginan kedua orang tersebut. Bila terjadi seperti itu, maka wanita yang

bersangkutan mengambil keputusan lari kawin dengan calon suami yang telah menjadi

pilihannya dengan penuh resiko. Perkawinan ini disebut Farbakbuk Bin Berbur (perempuan

yang lari kawin). Sebaliknya kalau wanita (perempuan) tidak berani lari kawin, maka laki–

laki yang mengambil inisiatif merampas wanita tersebut dari keluarganya untuk dijadikan

istri, sudah jelas penuh resiko.

4. Perkawinan Pergantian Tungku (Farbakbuk Kinkafar)

Jenis perkawinan ini dapat di setujui kalangan masyarakat adat Biak untuk

diberlakukan khusus bagi seseorang laki-laki yang apabila istri pertamanya telah meninggal

(wafat), maka adik kandung yang sudah genap usia kawin, dibenarkan kawin dengan kakak

iparnya agar hubungan kekeluargaan yang ada tetap berlangsung terus.

5. Perkawinan Pengganti Korban Pembunuhan (Farbakbuk Bin Babyak)

Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat Biak termasuk perkawinan luar biasa,

karena wanita diberikan oleh keluarga pihak pelaku pembunuhan kepada pihak keluarga

yang menjadi korban sebagai pengganti dengan maksud agar wanita tersebut kelak dalam

perkawinannya melahirkan seorang anak sebagai pengganti korban dan selain dari itu

berfungsi sebagai alat perdamaian dan sekaligus mengikat hubungan kekeluargaan diantara

kedua keluarga yang bersangkutan serta menghilangkan dendam kusumat.

B.2 Proses Perkawinan dalam Masyarakat Biak-Numfor

Proses perkawinan ini adalah suatu tatacara yang berproses secara teratur dan

terorganisir untuk menyatakan suatu perkawinan adat sah dan mendapat legitimasi publik.

Page 13: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

13

Dengan demikian maka, sistem perkawinan orang Biak-Numfor pada dasarnya berproses

dalam suatu sistem yang saling terkait dimulai dari:20

1. Peminangan (Fakfuken)

Pada tahap awal ini paman dan tante dan anak laki-laki calon suami melakukan

pendekatan dengan keluarga pihak perempuan calon istri untuk menyampaikan niat keluarga

laki-laki, dan aturannya harus 3 (tiga) kali datang meminang, karena kali I (pertama) baru

bersifat pemberitahuan niat keluarga laki-laki pada pihak keluarga perempuan, sehingga

pihak keluarga perempuan harus berunding terutama dengan pihak anggota keluarga

perempuan yang diberi hak istimewa atau hak khusus (Binaw). Orang tua kandung

perempuan tidak punya hak untuk memutuskan sendiri kemauannya, karena soal mas kawin

bagi orang Biak adalah hak keluarga (Hak marga).

2. Mas Kawin (Ararem)

Pada tahap kedua peminangan, nilai nominal serta sejumlah piring antik (Ben-

bepon) dan sejumlah piring besar dan piring makan disepakati jumlahnya. Besarnya mas

kawin pada masyarakat Biak disesuaikan dengan beberapa kriteria, yaitu:

a. Jumlah besar atau kecilnya keluarga perempuan sebagai pihak yang akan menerima mas

kawin dan pada laki-laki.

b. Status sosial yang disandang keluarga perempuan (Kepala keret/keluarga berada atau

status terhormat lainnya dalam marga).

c. Kecantikan, kepribadian, gadis murni (Perawan).

Pada waktu upacara penyerahan mas kawin diantar ke keluarga perempuan, mas

kawin dibagi 2 (Dua) bagian yaitu:

20 J.R. Mansoben, Bahasa dan Adat Istiadat, 15-18

Page 14: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

14

a. Bagian mas kawin untuk lepas gendong (Abobes kapar) khusus untuk orang tua ibu dan

anak perempuan yang di minang bagian mas kawin lepas gendong ini akan dibagikan

kepada pihak keluarga orang tua ibu dan sebagian ditahan sebagai modal mas kawin

saudara laki-laki bila kelak akan kawin.

b. Bagian mas kawin untuk marga atau keret disebut mas kawin inti, karena itu akan dibagi

habis untuk seluruh anggota keluarga keret atau marga dengan prosentase yang berbeda

nilai uang dan barang (piring) sesuai status anggota keluarga atau keret.

3. Pernikahan (Wafwofer)

Pada tahap ini segala sesuatu yang menyangkut kepentingan keluarga yang

bersangkutan (Pihak lak-laki, maupun perempuan) sudah terpenuhi sesuai ketentuan adat

Biak yang berlaku (Mas kawin).

Upacara inisiasi tersebut dilakukan oleh pihak Om dan tante kedua belah pihak

secara terpisah. Setelah tahap ini, kedua mempelai laki-laki dan perempuan dipersatukan dan

upacara penikahan (Waiwofer) diberlakukan oleh sesorang tua adat atau keret atau oleh

seseorang mananwir (Kepala keret atau marga atau klan) dengan cara meniup asap rokok

keatas tangan calon suami-isteri yang sedang berjabat tangan sambil mengucapkan kata-kata

pengukuhan nikah adat di hadapan kedua calon suami-isteri, dihadapan keluarga kedua

pihak. Nikah adat (Wafwofer) ini dinyatakan sah dan tidak dibenarkan untuk dibubarkan oleh

siapapun dengan alasan apapun. Dengan selesainya upacara pernikahan (Wafwofer) ini, maka

sebuah rumah tangga telah terbentuk dan secara sah dapat melakukan kegiatan

kemasyarakatan sebagaimana lazimnya dilakukan keluarga lainnya.21

4. Upacara Pesta Adat (Wor)

21 Ibid.

Page 15: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

15

Tahap ini adalah tahap akhir dari proses perkawinan (Farbakbuk) adat Biak-

Numfor dilalui setelah “rumah tangga baru” ini berlangsung beberapa waktu lamanya.

Biasanya kedua pasang suami isteri sudah mendapat anak-anak maka kepada laki-

laki (Suami) dan keluarganya wajib memberi ongkos tertentu berupa “makanan dan

minuman” khas Biak-Numfor (keladi, bete, petatas, sayuran, ikan, daging babi, dan lain-lain

sejenis) serta pula benda berharga lain (pinang, gelang, perahu dan lain-lain sejenis) kepada

pihak keluarga perempuan. Upacara adat ini bisa dilakukan namun bisa juga tidak dilakukan.

Menurut Bapak Sergius Dimara, upacara pesta adat ini mengandung nilai–nilai

dasar yang sangat spesifik dalam kehidupan masyarakat Biak-Numfor, dikarenakan22:

1. Pesta adat ini dilaksanakan untuk unjuk kekuatan dan kemampuan

a. Harga diri keluarga pihak laki-laki

b. Derajat atau satatus sosial yang disandang keluarga laki-laki

c. Sebagai pameran kekayaan keluarga laki-laki

2. Pesta adat ini dibuat untuk menghormati arwah para leluhur sekaligus mendapat restu

agar dalam kehidupan keluarga laki-laki senantiasa terhindar dari mara bahaya.

3. Pesta adat ini dibuat untuk mengekalkan nama keluarga sepanjang sejarah kehidupan

masyarakat Biak dan biasanya akhir dari upacara pesta adat ini, keluarga pihak

perempuan menobatkan gelar-gelar kehormatan adat misalnya: ‘Mambri, Korano,

Kapisa, Mayor, Sanadi, Mananwir, Binsyowi dan lain-lain (sebagai wujud legitimasi

terhadap bobot dari pesta adat yang bersangkutan).

B.3 Makna Piring sebagai Mas Kawin dalam Masyarakat Adat Biak-Numfor

22 Wawancara dengan Bpk. Sergius Dimara, (Anggota Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada

tanggal 22 April 2012.

Page 16: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

16

Piring merupakan salah satu pemberian penting sebagai mas kawin dalam

masyarakat adat Biak-Numfor. Piring yang diberikan dalam pemberian mas kawin tersebut

bukanlah piring biasa, karena piring yang diberikan sebagai mas kawin adalah Ben-bepon.

Menurut Spenyel Rumbiak, berdasarkan cerita penduduk Raja Ampat, Ben-bepon adalah

piring yang berasal dari tanah. Piring tersebut berasal dari daerah Raja Ampat. Disana ada

suatu teluk yang bernama teluk Aljui, disitu ada sebuah gua yang di dalamnya terdapat

piring-piring tersebut (Ben-bepon). Piring-piring tersebut setiap tahunnya lahir dari tanah.

Banyak orang yang mengincar piring-piring tersebut, namun jika ada orang yang ingin

berniat jahat atau ingin mencuri piring-piring tersebut mereka akan mendapat bencana atau

musibah. Namun ada juga orang yang datang dengan niat baik dan meminta dengan baik-

baik pula kepada ketua adat atau kepala kampung maka piring tersebut akan diberikan.23

Ada juga pendapat lain dari Spenyel Rumbiak bahwa, piring-piring (Ben-bepon) ini

juga diduga merupakan harta karun peninggalan bangsa Cina yang terpendam dalam gua

tersebut sudah dari beribu-ribu tahun yang lalu. Karena piring-piring tersebut telah tertanam

selama berabad-abad maka kemungkinan besar piring tersebut bentuknya sudah tidak rapi

lagi.

Arkeolog Belanda, de Flins, telah menemukan alat-alat tembikar Dinasti Han

Tiongkok (206 SM-220 M) di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Irian

Jaya.24 Tergalinya alat-alat tembikar Dinasti Han, Tiongkok, di Indonesia membuktikan

23 Wawancara dengan Bpk. Spenyel Rumbiak (Tokoh Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 14

April 2012.

24 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia, 2005), 429

Page 17: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

17

bahwa jauh 2.000 tahun yang silam, bangsa Tiongkok dan Indonesia sudah mengadakan

kontak.25

Melalui wawancara dengan Bapak Markus Wakum, beliau mengatakan bahwa,

dalam pernikahan masyarakat Biak-Numfor, mas kawin memiliki fungsi sebagai, 1) Mas

kawin merupakan alat pengabsahan terhadap suatu perkawinan, 2) Merupakan media yang

disatu pihak menuntut sang istri untuk tetap setia melayani suami dan memelihara anak-

anaknya yang lahir dari perkawinan tersebut. Dilain pihak menuntut suami untuk

memperlakukan isterinya dengan baik agar mas kawin yang telah dibayar oleh pihaknya

tidak hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian, 3) Mas kawin

merupakan alat pengikat antara dua kelompok kekerabatan, yaitu antara kelompok

kekerabatan pihak perempuan dengan kelompok kekerabatan pihak pria. Biasanya ikatan

kekerabatan tersebut diperkuat melalui upacara-upacara yang melibatkan kedua kelompok.

Misalnya upacara turun tanah (Sababu), upacara pengguntingan rambut (kapaknik), dan

upacara inisiasi (workbor) yang dilakukan bagi anak-anak, terutama laki-laki sulung dari

suatu perkawinan. Sedangkan bagi anak-anak perempuan dilakukan juga kapaknik dan

upacara inisiasi, 4) Mas kawin, menimbulkan hubungan timbal balik atau resiprokal antara

kelompok-kelompok kekerabatan yang berbeda. Biasanya saat mengumpulkan benda mas

kawin, semua penduduk warga kampung terlibat. Tidak terbatas pada kelompok klen atau

marga tertentu saja. Tradisi Biak-Numfor menuntut semua warga di kampung merasa

berkewajiban untuk saling membantu sesama warga guna mendukung prosesi ini. Hal ini

jelas akan menimbulkan rasa kebersamaan sesama warga kampung termasuk keret atau klen

di kampung, 5) Pembagian mas kawin di kampung terutama keret perempuan juga

25 Ibid., 431

Page 18: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

18

menimbulkan rasa solidaritas antar klen untuk saling membantu dalam pembayaran mas

kawin berikutnya bagi warga di kampung.26

Dalam pemberian mas kawin, Ben-bepon adalah piring yang harus diberikan.

Biasanya Ben-bepon ini dalam pemberian mas kawin disebut piring kepala. Pemberian mas

kawin ini minimal harus ada satu Ben-bepon yang diberikan dan piring-piring yang lain

hanyalah sebagai pelengkap dalam pemberian mas kawin tersebut. Piring-piring yang

digunakan sebagai piring pelengkap, yaitu piring makan dan juga piring porselen lainnya.

Piring-piring porselen lainnya memiliki kesamaan dengan Ben-bepon. Ukuran besarnya

hampir sama, hanya saja Ben-bepon hanya berwarna putih polos dan bagian bawahnya tidak

rata atau rapi sedangkan piring porselen bentuknya agak lebih besar, lebih rapi dan memiliki

banyak ukiran-ukiran.27 Ukiran-ukiran seni dekor penduduk Biak-Numfor yang

mengandalkan motif-motif spiral (motif ular naga) menampakkan anasir-anasir kebudayaan

Cina.28

Guci-guci keramik dan perunggu, piring-piring porselin, kain celopan, mata uang

perak, kalung dan gelang-gelang perhiasan telah memainkan peranan pentingnya sebagai

ruil-middel atau alat tukar menukar. Peranan benda-benda asing tersebut masih berlaku

sampai sekarang dan telah memperoleh kedudukan sarta fungsi yang amat penting dalam

adat perkawinan suku Biak-Numfor.29

Piring (Ben-bepon) dalam masyarakat adat Biak Numfor merupakan benda yang

sangat berharga dan memiliki nilai yang sangat tinggi. Piring tersebut dipercaya memiliki

26 Wawancara dengan Bpk. Markus Wakum (Anggota Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada

tanggal 27 April 2012. 27 Ibid. 28 August Kafiar, Arsitektur Tradisional Daerah Irian Jaya (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1986) 11 29 Ibid.

Page 19: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

19

nilai history dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Itu sebabnya pada saat

orang tua dulu ingin melakukan upacara perkawinan, mereka memakai piring (Ben-bepon)

yang dianggap benda yang paling berharga sebagai salah satu benda dalam mas kawin.

Mereka menganggap bahwa perempuan yang akan di ambil oleh si laki-laki merupakan

sesuatu yang berharga sehingga sebagai gantinya untuk orang tua si perempuan mereka dari

pihak laki-laki juga menberikan benda yang dianggap paling berharga untuk menggantikan

anak perempuan mereka yang akan diambil oleh kelurga laki-laki. Fungsi dari piring itu

sendiri yaitu sebagai pengganti dari anak perempuan yang pindah ke keluarga atau keret laki-

laki.30

Selain piring tesebut dipercaya dapat menyembuhkan sakit penyakit, piring tersebut

juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat untuk makan bersama saat mengadakan acara

adat atau acara pernikahan. Biasanya dalam piring-piring tersebut ditaruh nasi, kaladi, ikan,

sayur dan lain sebagainya. Kemudian makanan-makanan tersebut dihidangkan. Hampir sama

dengan kebudayaan bangsa Cina, yang saat mengadakan makan bersama, mereka menaruh

makanan dan lauk pauk mereka di sebuah piring besar dan kemudian dihidangkan dan

mereka melakukan makan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa piring tersebut sebenarnya

juga mau menunjukkan nilai kebersamaan dari suku Biak-Numfor.

Menurut Bapak Apolos Sroyer, masyarakat adat Biak-Numfor piring (Ben-bepon)

merupakan benda berharga yang harus dijaga baik-baik. Piring tersebut memiliki nilai sakral

dalam menjaga sebuah ikatan pernikahan. Piring dianggap sakral karena dalam masyarakat

Biak-Numfor, piring tersebut dianggap memiliki kekuatan yang mampu menyembuhkan

30 Wawancara dengan Bpk. Markus Wakum (Anggota Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada

tanggal 27 April 2012.

Page 20: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

20

penyakit pada manusia dan menghindarkan orang dari malapetaka, dan juga piring tersebut

dapat menyatukan hubungan antara kedua keret atau kedua kampung dimana keret tersebut

berada. Karena itulah piring ini dijadikan mas kawin agar dapat menjaga pernikahan tersebut

dari bencana dan juga kebahagiaan yang dirasakan oleh kedua keluarga juga dirasakan oleh

orang-orang yang ada di sekitar mereka. Dalam masyarakat Biak-Numfor, saat pemberian

mas kawin piring tersebut harus disertakan, tanpa piring tersebut maka laki-laki yang

memberikan mas kawin tersebut belum dianggap sudah memberikan mas kawin dan masih

berhutang kepada keluarga si perempuan. Hal ini bisa menjadi pemicu retaknya atau bahkan

hancurnya suatu ikatan pernikahan. Dari pihak keluarga perempuan akan terus menuntut agar

mas kawin tersebut dilunaskan. Apabila dalam keluarga tersebut suami dan istri bertengkar

dan si suami belum lunas membayar mas kawin kepada sang istri maka sang istri akan

meminta mas kawinnya agar segera di lunaskan dan selama mas kawin tersebut belum

dilunaskan, maka keluarga dari suaminya dan suaminya sendiri tidak dapat bersikap

sewenang-wenang kepada istrinya. Ben-bepon hanya memiliki satu warna saja yaitu warna

putih dan tidak memiliki gambaran motif apapun. Ben-bepon memiliki postur yang hampir

mirip dengan piring-piring porselen lainnya, namun piring tersebut selain dapat dibedakan

dari warna dan bentuknnya yang kurang rapi, piring tersebut juga dapat dibedakan dari

bunyinya. Jika bagian pinggir piring tersebut dibunyikan dengan cara mengutik maka piring

tersebut akan menghasilkan bunyi yang sangat nyaring. Dalam masyarakat Biak Numfor,

memiliki banyak piring porselen dan juga Ben-bepon bukanlah ukuran untuk menentukan

status sosial seseorang dalam masyarakat. Ben-bepon adalah mas kawin yang wajib diberikan

Page 21: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

21

dalam pemberian mas kawin, dan Ben-bepon tersebut tidak dapat diganti dengan pemberian

lain seperti, binatang, emas, dan lain sebagainya.31

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa piring (Ben-bepon) tersebut di

samping memiliki nilai sakral ternyata piring tersebut juga memiliki nilai kebersamaan dan

kekeluargaan yang sangat tinggi dalam masyarakat Biak-Numfor. Saat pemebrian piring

tersebut dilakukan, itu mendakan bahwa keluarga dari kedua belah pihak sudah menjadi satu

dalam rumpun keluarga besar. Hal ini dapat dilihat dari pemberian mas kawin yang

melibatkan seluruh anggota kampung dimana keret laki-laki dan perempuan berada. Dari

keluarga laki-laki dalam pemberian mas kawin hasur disertakan seluruh anggota kampung

dengan tujuan bahwa kebahagiaan yang dirasakan oleh keluarga laki-laki dapat juga

dirasakan oleh seluruh anggota kampung yang ikut serta, dan bukan hanya itu saja tetapi

seluruh anggota kampung ikut serta dalam memberikan piring tersebut. Sedangkan dari

keluarga perempuan, seluruh anggota kampung juga harus diikut sertakan dalam acara

tersebut. Mereka ada yang pergi untuk membantu di dapur, ada yang membuat tenda dan lain

sebagainya. Dari keluarga perempuan mereka menyediakan makanan untuk para tamu yang

datang, dan tempat yang mereka pakai untuk menaruh makanan-makanan tersebut adalah

piring-piring porselen. Biasanya dalam piring-piring tersebut ditaruh nasi, kaladi, ikan, sayur

dan lain sebagainya dan kemudian disantap bersama. Yang jelas bahwa kehadiran setiap klen

dan kaum kerabat dalam peristiwa pembayaran mas kawin bisa menumbuhkan rasa

solidaritas dan meningkatkan perasaan solidaritas antar keret di dalam masyarakat.

31 Wawancara dengan Bpk. Apolos Sroyer (Ketua Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 27

April 2012.

Page 22: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

22

Hal ini menjukkan nilai kebersamaan dan rasa solidaritas yang sangat tinggi yang di

jaga dan di pelihara secara turun temurun oleh suku bangsa Biak-Numfor. Hal ini juga untuk

mengingatkan kepada mereka akan penghormatan mereka kepada para leluhur mereka yang

selalu menjaga nilai kebersamaan, kekeluargaan dan rasa solidaritas mereka kepada

sesama.32

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Daeng Hans. J. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Dhavamony Mariasuai. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995.

Dillistone F. W. Daya kekuatan Simbol – The Power Of Symbols. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002

Gordon Anselm. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2003.

Kafiar August, dkk. Arsitektur Tradisional Daerah Irian Jaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1986.

32 Wawancara dengan Bpk. Apolos Sroyer (Ketua Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor), pada tanggal 29

Juni 2012.

Page 23: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

23

Kamma. F. C. Soal Perkawinan dan Mas Kawin Ditanah Kita. Biak-Numfor: Balai Buku GKI,

1963.

Koenjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Gramedia, 1967.

Mampioper A. M. Mithologi dan Pengharapan Masyarakat Biak-Numfor. Jayapura: S.N, 1976.

Mansoben J. R. Bahasa dan Adat Istiadat. Biak: Departemen Pendidikan & Kebudayaan Pemerintahan

Daerah Kabupaten Biak, 2008.

Nawani Harawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1991.

Rochani Achamd & Mansim Naftali. Kabupaten Biak-Numfor: Upaya Bangkit dari Keterpurukan,

Makasar: Penerbit Pustaka Refleksi, 2006.

Wospakrik Yosina O. Peran Mas Kawin dalam Perkawinan Adat Biak-Numfor. Salatiga: Fakultas

Teologi Universitas Satya Wacana Press, 1999.

Yuanzhi. Kong. Silang Budaya Tiongkok Indonesia. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia, 2005.

Internet

Karodalet, “Segala Hal Tentang, Pengertian, Arti, Makna, Definisi atau Istilah,” dalam

http://adaalah.blogspot.com/2010/10/piring.html, diunduh pada tanggal 31 Januari 2012, Pukul

11.45 WIB

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2tesis/0810921036.pdf di unduh pada hari selasa 7 Februari 2012,

pukul 13.55 WIB

Page 24: BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6849/3/T1_712008029_BAB II… · sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam

24

Sekky. “Gambaran Umum Biak” dalam

http://www.biakkab.go.id/default.php?dir=pages&file=main&hal=gambaranumumBiak, diunduh pada

tanggal 30 Mei 2012, pukul 14.42 WIB.

J.R. Mansoben, “Nama dan Latar Belakang Sejarah” dalam

http://www.biakkab.go.id/default.php?dir=pages&file=main&hal=sejarah, diunduh pada

tanggal 30 Mei 2012, pukul 14.42 WIB.