BAB III (Autosaved)

27
BAB III PEMBAHASAN 1. KLASIFIKASI BAYI MENURUT BERAT LAHIR DAN MASA GESTASI Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan menjadi: a. Sesuai masa kehamilan b. Kecil masa kehamilan Bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 percentil) menurut grafik Lubchenco. c. Besar masa kehamilan Bayi dilahirkan dengan berat lahir (> 10 percentil) menurut grafik Lubchenco. - Klasifikasi menurut berat lahir yaitu : a. Bayi berat lahir rendah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. b. Bayi berat lahir cukup/normal Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 gram – 4000 gram.

description

crs

Transcript of BAB III (Autosaved)

Page 1: BAB III (Autosaved)

BAB III

PEMBAHASAN

1. KLASIFIKASI BAYI MENURUT BERAT LAHIR DAN MASA

GESTASI

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.

Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah

persalinan.

Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Sesuai masa kehamilan

b. Kecil masa kehamilan

Bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 percentil) menurut grafik

Lubchenco.

c. Besar masa kehamilan

Bayi dilahirkan dengan berat lahir (> 10 percentil) menurut grafik

Lubchenco.

- Klasifikasi menurut berat lahir yaitu :

a. Bayi berat lahir rendah

Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa

memandang masa gestasi.

b. Bayi berat lahir cukup/normal

Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 gram – 4000 gram.

c. Bayi berat lahir lebih

Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.

- Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan, yaitu:

a. Bayi kurang bulan

Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu.

b. Bayi cukup bulan

Page 2: BAB III (Autosaved)

Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 - 42 minggu.

c. Bayi lebih bulan

Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu.

2. ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan gawat bayi berupa kegagalan

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia,

hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama

terjadi pada asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat sehingga asfiksia

merupakan penyebab kematian bayi baru lahir.

Keadaan asidosis, gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai

akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi

baru lahir. Kegagalan ini juga berakibat pada terganggunya fungsi dari masing-

masing jaringan dan organ yang akan menjadi masalah pada hari-hari pertama

perawatan setelah lahir.

ETIOLOGI

American Heart Association (AHA) dan American Academy of Pediatrics

(AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang

terdiri dari :

1. Faktor ibu

- Hipoksia ibu : berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi

karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi lain.

- Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus

akan menyebabkab berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.

2. Faktor plasenta

Pertukaran antara gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas

dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

Page 3: BAB III (Autosaved)

mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta

dan lain-lain.

3. Faktor janin

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas

antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat

menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain.

4. Faktor neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

beberapa hal, yaitu:

- Pemakaian obat anastesi dan analgesia yang berlebihan.

- Trauma persalinan.

- Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran

pernapasan, hipoplasia paru dna lain-lain.

PATOFISIOLOGI

Page 4: BAB III (Autosaved)

DIAGNOSIS

Pada neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan

riwayat gangguan lahir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban

bercampur mekonium. Temuan klinis yang didapatkan pada neonatus dengan

asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak bernapas / megap-megap, denyut

jantung < 100 x/menit, kulit sianosis atau pucat, tonus otot yang lemah.

APGAR Score

Tanda 0 1 2

Appearance

(Warna Kulit)

Pucat Biru Kemerahan

Pulse(Nadi) 0 < 100 kali/menit > 100 kali/menit

Grammice

(Mimik Wajah)

Tidak ada respon Menyeringai Menangis

Activity (Tonus

Otot)

Layuh/lunglai Fleksi sebagian Fleksi penuh

Respiration

(Pernapasan)

Tidak ada Grunting, merintih Menangis

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah x-foto thoraks untuk

mengetahui adanya kelainan dari pulmonal bayi, pemeriksaan analisis gas darah,

dimana pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50

mmH2O, PaCO2 < 55 mmH2O, pH < 7,3.

Page 5: BAB III (Autosaved)

DJ >100 & kemerahan

DJ >100 & kemerahan

DJ > 50

apnu

Tidak

30 detik

Perkiraan Waktu

30 detik

30 detik

30 detik

30 detik

Lahir

Perawatan selanjutnya

Berikan epinefrin

DJ < 50

Beri ventilisasi tekanan positifLakukan Kompresi dada

Beri Ventilasi tekanan positif

Ketuban bersih tidak ada mekoneumBarnafas/ menangis?Tonus otot baik?

Cek respirasi, denyut jantung, dan warna kulit.

Hangatkan bayi.Posisikan, bebaskan jalan nafas (bila perlu).Keringkan, rangsang taktil, reposisi.Beri O2 (bila Perlu).

Uji kembali efektivitas:VentilasiKompresi dadaIntubasi endotrakealPemberian epinefrinPertimbangkan kemungkinan:HipovolemiaAsidosis metabolik berat

Perawatan berkelanjutan

Perawatan suportif

PENATALAKSANAAN

Diagram alur resusitasi BBL

Page 6: BAB III (Autosaved)

Gambar 1. Diagram Alur vResusitasi Neonatus

Sumber : American Heart Association and American Academy of Pediatrics

3. INFEKSI NEONATAL / SEPSIS

a. Definisi

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan

pascanatal dan infeksi dapat berlanjut menjadi sepsis.

Neonatal sepsis adalah sindroma klinik dari penyakit sistemik yang

disertai bakteremia selama satu bulan pertama kehidupan.

b. Insiden

Insiden sepsis primer adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup dan 13-

27 per 1000 bayi dengan berat lahir < 1500 gram. Mortalitas tinggi ( 13 -

50 % ) dan lebih tinggi pada bayi preterm serta pada penyakit fulminan.

c. Patofisologi

1). Penyakit dengan onset awal ( early-onset disease).

Terjadi pada 5 – 7 hari pertama, biasanya merupakan penyakit

multisistem dengan gejala respirasi yang menonjol, seringkali bayi

terinfeksi pada periode intra partum dari traktus genitourinarius

ibu. Beberapa agen infeksius seperti treponema, virus, listeria dan

mungkin kandida, dapat ditularkan secara hematogen

transplacental. Organisme laian berhubungan dengan proses

kelahiran. Dengan adanya ruptur membran, flora normal vagina

atau bakteri lain secara ascenden mencapai cairan amnion dan fetus

yang akan mengakibatkan chorioamnionitis. Aspirasi cairan

amnion yang terinfeksi o;eh fetus akan mengakibatkan gejala

respirasi. Adanya vernix atau meconium akan mempengaruhi

kondisi natural bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi

terpapar flora vagina saat melewati jalan lahir. Bagian yang sering

terkena adalah kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva dan tali

pusat, dan trauma mukosa bagian-bagian tersebut akan

mengakibatkan infeksi. Early-onset disease ditandai dengan onset

Page 7: BAB III (Autosaved)

yang tiba-tiba dan fulmina, cepat menjadi syok septik dengan

angka kematian yang tinggi.

2). Late-onset disease.

Dapat terjadi pada hari ke 5, biasanya setelah minggu pertama.

Biasanya terdapat fokus infeksi yang dapat diidentifikasi,

seringkali meningitis. Bakteri yang bertanggung jawab pada late-

onset disease dan meningitis adalah bakteri yang didapat setelah

lahir baik dari traktus genital ibu maupun kontaminan dari tempat

lain. Dengan demikian yang berperan pada late-onset disease

adalah transmisi horizontal.

3). Sepsis nosokomial

Terjadi pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi.

Patogenesisnya berhubungan dengan penyakit yang mendasari dan

kondisi bayi yang lemah, floran dilingkungan NiCU dan

monitoring serta teknik lain yang invasif selama peratawan NICU.

Hilangnya barier kulit dan intestinal menyebabkan berlebihnya

organisme oportunistik. Bayi, terutama prematur akan lebih mudah

terkena infeksi karena adanya penyakit yang mendasari dan

mekanisme pertahanan tubuh yang imatur.

4). Organisme penyebab

Organisme patogen penyebab neonatal sepsis cenderung

berubag seiring waktu. Sepsis primer tidak sama dengan sepsis

nosokomial. Bakteri yang berhubungan dengan sepsis primer

biasnaya adalah flora vagina. Beberapa center melaporkan

streptococcus grup B, kemudian diikuti organisme enterik gram

negatif, khususnya escherichia coli. Bakteri patogen lainnya adalah

listeris monocytogenes, staphylococcus, streptococcus lain,

termasuk enterococci, bakteri anaerob, dan haemophilus

influenzae. Flora penyebab sepsis nosokomial barvariasi yang

menonjol adalah staphylococcus khususnya staphylococcus

Page 8: BAB III (Autosaved)

epidermidis, kuman bentuk batang gram negatif, termasuk

pseudomonas, klibsiella, serratia dan proteus.

d. Faktor risiko

- Prematuritas dan berat lahir rendah

Prematuritas merupakan faktor signifikan utama yang berhubungan

dengan sepsis. faktor risiko meningkat seiring dengan makin

rendahnya berat badan.

- Pecahnya kulit ketuban

KPD > 18 jam.

- Demam atau infeksi pada ibu menjelang kelahiran

Meliputi chorioamnionitis, infeksi saluran kemih, streptococcus grup B

pada vagina, koloni perineum E. Coli dan komplikasi obstetrik lainnya.

- Masalah pada cairan amnion

Adanya mekoneum, cairan amnion berbau busuk atau keruh.

- Resusitasi saat lahir

Bayi dengna fetal distres, dengan trauma lahir atau membutuhkan

intubasi.

- Kehamilan kembar

- Prosedur invasif

Monitoring invasif dan suport respirasi atau metabolik

- Bayi dengan galaktosemia

Predisposisi sepsis E. Coli, defek imun atau asplenia

- Terapi besi

Besi yang diberikan pada serum secara in vitro akan meningkatkan

pertumbuhan berbagai organisme.

- Faktor lain

Laki-laki 4 kali lebih rentan daripada perempuan dan kemungkinan

keterkaitan faktor genetik yang berhubungan dengan sex-linked. Juga

adanya fungsi sistem imun yang bervariasi.

Page 9: BAB III (Autosaved)

e. Klinis

Diagnosis awal sepsis didasarkan pada keadaan klinis, karena

pentingnya dimulai terapi sebelum didapatkan hasil kultur. Gejala dan

tanda klinis sepsis tidak spesifik, diagnosis banding diantaranya adalah

RDS, penyakit metabolik, penyakit hematologi, penyakit SSP,

penyakit jantung, dan proses infeksi yang lain. Gejala dan tanda klinis

harus diperhatikan adalah :

1. Iregularitas temperatur

Hipo atau hipertermia

2. Perubahan perilaku

Letargi, iritabilitas atau perubahan tonus.

3. Kulit

Perfusi yang kurang, sianosis, mottle, pucat, ptekie, ruam, sklerem

atau ikterik.

4. Masalah makan

Intoleransi, muntah, diare, distensi abdomen.

5. Kardiopulmoner

Takipnea, distress respirasi (merintih, retraksi), apnea dalam 24

jam pertama setelah lahir atau onset baru (khususnya setelah usia 1

minggu), takikardi atau hipotensi.

6. Metabolik

Hipo atau hiperglikemia atau asidosis metabolik.

f. Diagnosis

1. Laboratorium

- Kultur

Diambil dari darah dan cairan tubuh yang lain yang steril.

Pada neonatus yang berumur < 24 jam, tidak diperlukan

spesimen urin steril. Kultur bakterial yang positif menunjang

diagnosis sepsis. hasilnya bervariasi tergantung dari beberapa

faktor termasuk diantaranya adalah pemakaian antibiotika ibu

Page 10: BAB III (Autosaved)

sebelum partus, organisme yang sulit tumbuh dan terisolasi

(seperti anaerob) dan sampling yang salah.

- Tes deteksi antigen

Terutama untuk streptococcus grup B, neisseria meningitis, H.

Influenzae dan streptococcus pneumonia. Spesimen biasanya

diambil dari urin dan LCS. Urin yang diambil ,melalui kateter

atau aspirasi supra pubik lebih efektif.

- Pengecatan gram

Berguna dalam pemeriksaan LCS.

- Tes laboratorium yang lain

a. Hitung lekosit

Netropenia mungkin signifikan dengan prognodid sepsis.

hitung lekosit serial setiap beberapa jam berguna dalam

menilai kecenderungan penyakit.

b. Hitung trombosit

Penurunan jumlah trombosit tidak terjadi dengan segera dan

tidak spesifik.

c. Reaktan fase akut

Konsentrasinya meningkat dalam serum yang merupakan

respon terhadap tissue injury.

d. C-reactive protein (CRP)

Yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan

jaringan, meningkat pada 50-90 % pasien sepsis neonatal.

Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi

sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi

sampai infeksi teratasi.

2. Pemeriksaan radioligis

- X foto thorax

Page 11: BAB III (Autosaved)

Diperiksa pada kasus dengan gejala respirasi. Streptococcus

grup B pneumonia biasanya berhubungan dengan adanya efusi

pleura.

- Pemeriksaan traktus urinarius dengan kontras

Dilakukan jika sepsis disertai dengan UTI.

3. Pemeriksaan lain

Pemeriksaan plasenta dan membran fetus untus melihat adanya

chorioamnionitis, dan peningkatan risiko neonatal infeksi.

g. Pengelolaan

1. Profilaksis streptococcus grup B (GBS)

Merupakan penyebab terbanyak early-onset disease 10 – 30 % wanita

hamil mengalami GBS dalam vagina atau rektum. Bayi yang

dilahirkan diantaranya 1 – 2 % akan mengalami penyakit invasif.

2. Standard

Perhatian terhadap pencegahan luka saat menggunakan alat-alat

termasuk jarum suntuk dan peralatan tajam lainnya. Proteksi diri,

termasuk penggunaan sarung tangan, goggles,penutup muka, dan lain-

lain. Tangan dan permukaan kulit segera dicuci setelah terkontaminasi

dengan darah atau cairan tubuh lainya.

3. Terapi awal

Terapi sering diberikan sebelum agen penyebab dapat diidentifikasi.

Antibiotik yang digunakan adalah penisilin, ampisilin ditambah

aminoglikosida seperti gentamicin. Pada sepsis nosokomial, flora

NICU harus dipertimbangkan. Biasnaya untuk staphylococcuc dapat

digunakan vancomycin dengan aminoglikosida lain atau sefalosporin

generasi ketiga.

4. Terapi selanjutnya

Berdasarkan kultur dan tes sensitivitas, jika GBS merupakan agen

penyebab, penisilin merupakan terapi pilihan.

5. Komplikasi terapi suportif

Page 12: BAB III (Autosaved)

a. Respirasi

Oksigenasi adekuat dan analisa gas darah serta ventilator mekanik

jika diperlukan.

b. Kardiovaskuler

Perhatikan tensi dan perfusi jaringan untuk mencegah syok.

c. Hematologi

- DIC

Terapi penyakit yang mendasai, FFP, vitamin K, komponen

trombosit dan jika perlu trasfusi tukar.

- Netropeni

d. Susuna saraf pusat

Perhatikan kejang (gunakan phenobarbital 20 mg/kgBB loading

dose) dan monitor terjadinya SIADH (penurunan jumlah urin,

hiponatremia, penurunan osmolaritas serum dan peningkatan BJ

serta osmolaritas urin).

e. Metabolik

Monitoring dan pengelolaan hipo atau hiperglikemia. Asidosis

metabolik dapat menyertai sepsis dan diterapi dengan bicnat dan

cairan.

Page 13: BAB III (Autosaved)

4. CAPUT SUCCEDANEUM dan CEPHALHEMATOMA

1. caput succedaneum

Caput succedaneum adalah oedema dari kulit kepala anak yang terjadi

karena tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak. Karena tekanan ini vena

tertutup, tekanan dalam capiilair veneus meninggi hingga cairan masuk kedalam

jaringan longgar di bawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.

Kelainan ini akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada

kepala bayi sebatas caput. Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan

dan biasanya menghilang dalam 2-5 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan

dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan.

Caput succedaneum adalah Pembengkakan yang terjadi karena adanya

tekanan yang berlebihan letaknya diatas periosteum  atau karena adanya timbunan

serum dibawah lapisan aponerose diluar garis periostium, sehingga kepala bayi

terlihat bengkak / edema. Hal ini terjadi karena adanya tekanan pada kepala oleh

jalan lahir. Yang disebabkan karena partus lama dan persalinan dengan bantuan

alat yaitu facum ekstraksi, bisa juga dengan forcep. Pada umumnya, caput ini

menghilang dalam kurun waktu 1 hari.

 Pembengkakan akan melewati garis tengah kepala dan menyeberangi

ubun-ubun. Akan tetapi, benjolan ini tidak berbahaya dan akan menghilang

dengan sendirinya. Kepala yang tidak rata bisa juga disebabkan pecahnya

pembuluh darah akibat proses persalinan, ciri-cirinya benjolan tidak akan

melewati garis ubun-ubun. Bila darahnya banyak, bayi bisa kekurangan darah dan

kulitnya menjadi kuning. Maka meminimalisasikan penggunaan alat bantu pada

proses persalinan.

Caput succdaneum itu terjadi apabila ketuban sudah pecah, his cukup kuat

(makin kuat his, makin besar capu succedaneum), anak hidup dan tidak terjadi

pada anak yang mati, dan selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.

Page 14: BAB III (Autosaved)

2. Cephalhematoma

Cephalhematoma adalah Pengumpulan darah dibawah periost dan

biasanya terjadi pada os parietal. Cephalhematoma yaitu Pembengkakan pada

kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub

periosteum. Perdarahan sub periostium akibat ruptur pembuluh darah antara

tengkorak dan periosteum. kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau

tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Tulang

tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan

pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Selain itu

Etiologi Caput Succedaneum dan Cephalhematoma

Caput succedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala

pada saat memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan

limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler.

Keadaan ini bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan Vaccum ektrasi.

Cephalhematoma dapat terjadi karena :

1.      Persalinan lama

Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebab kan adanya tekanan

tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya

pembuluh darah.

2.      Tarikan vakum atau cunam

Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat

menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang

melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.

3.      Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Page 15: BAB III (Autosaved)

Gejala-gejala Caput Succedaneum dan Cephalhematoma

Gejala terjadinya Caput succedaneum antara lain:

1. Udema di kepala

2. Terasa lembut dan lunak pada perabaan

3. Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah

4. Udema melampaui tulang tengkorak

5. Batas yang tidak jelas

6. Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan

7. Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan.

Gejala terjadinya Cephalhematoma antara lain:

1. Adanya fluktuasi

2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi

lahir

3. Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietal, Berupa

benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba.

Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.

4. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah.

5. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang

tengkorak

6. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak.

7. Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir

8. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga

9. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.

Page 16: BAB III (Autosaved)

Patofisiologi

1. Caput succedaneum

      Pada kala II lama terjadi penekanan otot diafragma pelvis mengakibatkan

spasme pintu panggul. Dengan adanya gaya berat, mengakibatkan kontraksi uterus

sehingga tulang kepala tertekan. Sehingga fontanel meregang dan CSS (Central

Canal of Spinal cord) tidak bisa mengalir ke seluruh otak. Sehingga CSS

menerobos ke jaringan atau intraviber. Sehingga potensial (cairan) tedorong ke

bagian ubun-ubun besar dan terjadi timbunan CSS dibawah kulit kepala. Sehingga

menyebabkan Caput Succedaneum.

      Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki

jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai

pengeluaran cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan

serum dan sering bercampur dengan

sedikit darah.

Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala

di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk

mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya

moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir.

Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri

dalam satu sampai dua hari.

2. Cephalhematoma

Cephalhematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi

tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi

pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini, timbul timbunan darah di

daerah subperiosteal yang dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang

hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang

perdarahan sub periosteum.

Page 17: BAB III (Autosaved)

Penanganan

1. Caput Succedaneum

Untuk melakukan penanganan pada kasus caput succedaneum sebagai

berikut:

a. Bayi dirawat seperti bayi normal

b. Awasi keadaan umum bayi

c. Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi, masuk sinar

matahari (agar tidak terjadi hipotermi).

d. Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekan dengan

tiduran untuk mengurangi anak jangan sering diangkat, agar benjolan

tidak meluas karena tekanannya meninggi dan cairan serebrospinalis

meningkat keluar.

e. Stimulus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe dibawah

kulit.

f. Memberikan konseling kepada orang tua tentang:

1) Keadaan trauma pada bayi, tidak usah cemas karena benjolan akan

menghilang dalam 2 – 5 hari.

2) Perawatan bayi sehari-hari.

3) Manfaat dan cara pemberian ASI (bisa dengan sendok)

o Mencegah terjadinya infeksi dengan cara:

o Perawatan tali pusat dengan baik.

o Personal hygiene yang baik pada daerah luka.

o Pemberian ASI yang adekuat.

2. Cephalhematoma

Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus.

Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar

kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak

lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :

1. Menjaga kebersihan luka

2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma

Page 18: BAB III (Autosaved)

3. Pemberian vitamin K Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung

disusui oleh ibunya karena Pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah

yang mulai pulih

Perbedaan Caput Succedaneum dan Cephalhematoma

Perbedaan caput succedaneum dan cephalhematoma yaitu sbb:

Caput Succedaneum Chepalhematoma

Muncul waktu lahir dan mengecil

setelah lahir

Muncul atau ada pada waktu lahir

atau sesudah lahir dan dapat

membesar setelah lahir

Lunak dan tidak berfluktuasi Lunak dan tidak berfluktuasi

Melewati batas sutura dan teraba

moulase

Batas tidak melampaui sutura

Bisa hilang dalam beberapa jam atau

2-5 hari

Hilang lama (beberapa minggu atau

bulan)

Berisi cairan getah bening Berisi darah