BAB III (Autosaved)
-
Upload
mufti-muttaqin -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
description
Transcript of BAB III (Autosaved)
BAB III
PEMBAHASAN
1. KLASIFIKASI BAYI MENURUT BERAT LAHIR DAN MASA
GESTASI
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah
persalinan.
Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Sesuai masa kehamilan
b. Kecil masa kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 percentil) menurut grafik
Lubchenco.
c. Besar masa kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir (> 10 percentil) menurut grafik
Lubchenco.
- Klasifikasi menurut berat lahir yaitu :
a. Bayi berat lahir rendah
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi.
b. Bayi berat lahir cukup/normal
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 gram – 4000 gram.
c. Bayi berat lahir lebih
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.
- Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan, yaitu:
a. Bayi kurang bulan
Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu.
b. Bayi cukup bulan
Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 - 42 minggu.
c. Bayi lebih bulan
Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu.
2. ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan gawat bayi berupa kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia,
hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama
terjadi pada asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat sehingga asfiksia
merupakan penyebab kematian bayi baru lahir.
Keadaan asidosis, gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai
akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi
baru lahir. Kegagalan ini juga berakibat pada terganggunya fungsi dari masing-
masing jaringan dan organ yang akan menjadi masalah pada hari-hari pertama
perawatan setelah lahir.
ETIOLOGI
American Heart Association (AHA) dan American Academy of Pediatrics
(AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang
terdiri dari :
1. Faktor ibu
- Hipoksia ibu : berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi lain.
- Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus
akan menyebabkab berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
2. Faktor plasenta
Pertukaran antara gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas
dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta
dan lain-lain.
3. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu:
- Pemakaian obat anastesi dan analgesia yang berlebihan.
- Trauma persalinan.
- Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernapasan, hipoplasia paru dna lain-lain.
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS
Pada neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan
riwayat gangguan lahir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban
bercampur mekonium. Temuan klinis yang didapatkan pada neonatus dengan
asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak bernapas / megap-megap, denyut
jantung < 100 x/menit, kulit sianosis atau pucat, tonus otot yang lemah.
APGAR Score
Tanda 0 1 2
Appearance
(Warna Kulit)
Pucat Biru Kemerahan
Pulse(Nadi) 0 < 100 kali/menit > 100 kali/menit
Grammice
(Mimik Wajah)
Tidak ada respon Menyeringai Menangis
Activity (Tonus
Otot)
Layuh/lunglai Fleksi sebagian Fleksi penuh
Respiration
(Pernapasan)
Tidak ada Grunting, merintih Menangis
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah x-foto thoraks untuk
mengetahui adanya kelainan dari pulmonal bayi, pemeriksaan analisis gas darah,
dimana pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50
mmH2O, PaCO2 < 55 mmH2O, pH < 7,3.
DJ >100 & kemerahan
DJ >100 & kemerahan
DJ > 50
apnu
Tidak
30 detik
Perkiraan Waktu
30 detik
30 detik
30 detik
30 detik
Lahir
Perawatan selanjutnya
Berikan epinefrin
DJ < 50
Beri ventilisasi tekanan positifLakukan Kompresi dada
Beri Ventilasi tekanan positif
Ketuban bersih tidak ada mekoneumBarnafas/ menangis?Tonus otot baik?
Cek respirasi, denyut jantung, dan warna kulit.
Hangatkan bayi.Posisikan, bebaskan jalan nafas (bila perlu).Keringkan, rangsang taktil, reposisi.Beri O2 (bila Perlu).
Uji kembali efektivitas:VentilasiKompresi dadaIntubasi endotrakealPemberian epinefrinPertimbangkan kemungkinan:HipovolemiaAsidosis metabolik berat
Perawatan berkelanjutan
Perawatan suportif
PENATALAKSANAAN
Diagram alur resusitasi BBL
Gambar 1. Diagram Alur vResusitasi Neonatus
Sumber : American Heart Association and American Academy of Pediatrics
3. INFEKSI NEONATAL / SEPSIS
a. Definisi
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan
pascanatal dan infeksi dapat berlanjut menjadi sepsis.
Neonatal sepsis adalah sindroma klinik dari penyakit sistemik yang
disertai bakteremia selama satu bulan pertama kehidupan.
b. Insiden
Insiden sepsis primer adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup dan 13-
27 per 1000 bayi dengan berat lahir < 1500 gram. Mortalitas tinggi ( 13 -
50 % ) dan lebih tinggi pada bayi preterm serta pada penyakit fulminan.
c. Patofisologi
1). Penyakit dengan onset awal ( early-onset disease).
Terjadi pada 5 – 7 hari pertama, biasanya merupakan penyakit
multisistem dengan gejala respirasi yang menonjol, seringkali bayi
terinfeksi pada periode intra partum dari traktus genitourinarius
ibu. Beberapa agen infeksius seperti treponema, virus, listeria dan
mungkin kandida, dapat ditularkan secara hematogen
transplacental. Organisme laian berhubungan dengan proses
kelahiran. Dengan adanya ruptur membran, flora normal vagina
atau bakteri lain secara ascenden mencapai cairan amnion dan fetus
yang akan mengakibatkan chorioamnionitis. Aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi o;eh fetus akan mengakibatkan gejala
respirasi. Adanya vernix atau meconium akan mempengaruhi
kondisi natural bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi
terpapar flora vagina saat melewati jalan lahir. Bagian yang sering
terkena adalah kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva dan tali
pusat, dan trauma mukosa bagian-bagian tersebut akan
mengakibatkan infeksi. Early-onset disease ditandai dengan onset
yang tiba-tiba dan fulmina, cepat menjadi syok septik dengan
angka kematian yang tinggi.
2). Late-onset disease.
Dapat terjadi pada hari ke 5, biasanya setelah minggu pertama.
Biasanya terdapat fokus infeksi yang dapat diidentifikasi,
seringkali meningitis. Bakteri yang bertanggung jawab pada late-
onset disease dan meningitis adalah bakteri yang didapat setelah
lahir baik dari traktus genital ibu maupun kontaminan dari tempat
lain. Dengan demikian yang berperan pada late-onset disease
adalah transmisi horizontal.
3). Sepsis nosokomial
Terjadi pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi.
Patogenesisnya berhubungan dengan penyakit yang mendasari dan
kondisi bayi yang lemah, floran dilingkungan NiCU dan
monitoring serta teknik lain yang invasif selama peratawan NICU.
Hilangnya barier kulit dan intestinal menyebabkan berlebihnya
organisme oportunistik. Bayi, terutama prematur akan lebih mudah
terkena infeksi karena adanya penyakit yang mendasari dan
mekanisme pertahanan tubuh yang imatur.
4). Organisme penyebab
Organisme patogen penyebab neonatal sepsis cenderung
berubag seiring waktu. Sepsis primer tidak sama dengan sepsis
nosokomial. Bakteri yang berhubungan dengan sepsis primer
biasnaya adalah flora vagina. Beberapa center melaporkan
streptococcus grup B, kemudian diikuti organisme enterik gram
negatif, khususnya escherichia coli. Bakteri patogen lainnya adalah
listeris monocytogenes, staphylococcus, streptococcus lain,
termasuk enterococci, bakteri anaerob, dan haemophilus
influenzae. Flora penyebab sepsis nosokomial barvariasi yang
menonjol adalah staphylococcus khususnya staphylococcus
epidermidis, kuman bentuk batang gram negatif, termasuk
pseudomonas, klibsiella, serratia dan proteus.
d. Faktor risiko
- Prematuritas dan berat lahir rendah
Prematuritas merupakan faktor signifikan utama yang berhubungan
dengan sepsis. faktor risiko meningkat seiring dengan makin
rendahnya berat badan.
- Pecahnya kulit ketuban
KPD > 18 jam.
- Demam atau infeksi pada ibu menjelang kelahiran
Meliputi chorioamnionitis, infeksi saluran kemih, streptococcus grup B
pada vagina, koloni perineum E. Coli dan komplikasi obstetrik lainnya.
- Masalah pada cairan amnion
Adanya mekoneum, cairan amnion berbau busuk atau keruh.
- Resusitasi saat lahir
Bayi dengna fetal distres, dengan trauma lahir atau membutuhkan
intubasi.
- Kehamilan kembar
- Prosedur invasif
Monitoring invasif dan suport respirasi atau metabolik
- Bayi dengan galaktosemia
Predisposisi sepsis E. Coli, defek imun atau asplenia
- Terapi besi
Besi yang diberikan pada serum secara in vitro akan meningkatkan
pertumbuhan berbagai organisme.
- Faktor lain
Laki-laki 4 kali lebih rentan daripada perempuan dan kemungkinan
keterkaitan faktor genetik yang berhubungan dengan sex-linked. Juga
adanya fungsi sistem imun yang bervariasi.
e. Klinis
Diagnosis awal sepsis didasarkan pada keadaan klinis, karena
pentingnya dimulai terapi sebelum didapatkan hasil kultur. Gejala dan
tanda klinis sepsis tidak spesifik, diagnosis banding diantaranya adalah
RDS, penyakit metabolik, penyakit hematologi, penyakit SSP,
penyakit jantung, dan proses infeksi yang lain. Gejala dan tanda klinis
harus diperhatikan adalah :
1. Iregularitas temperatur
Hipo atau hipertermia
2. Perubahan perilaku
Letargi, iritabilitas atau perubahan tonus.
3. Kulit
Perfusi yang kurang, sianosis, mottle, pucat, ptekie, ruam, sklerem
atau ikterik.
4. Masalah makan
Intoleransi, muntah, diare, distensi abdomen.
5. Kardiopulmoner
Takipnea, distress respirasi (merintih, retraksi), apnea dalam 24
jam pertama setelah lahir atau onset baru (khususnya setelah usia 1
minggu), takikardi atau hipotensi.
6. Metabolik
Hipo atau hiperglikemia atau asidosis metabolik.
f. Diagnosis
1. Laboratorium
- Kultur
Diambil dari darah dan cairan tubuh yang lain yang steril.
Pada neonatus yang berumur < 24 jam, tidak diperlukan
spesimen urin steril. Kultur bakterial yang positif menunjang
diagnosis sepsis. hasilnya bervariasi tergantung dari beberapa
faktor termasuk diantaranya adalah pemakaian antibiotika ibu
sebelum partus, organisme yang sulit tumbuh dan terisolasi
(seperti anaerob) dan sampling yang salah.
- Tes deteksi antigen
Terutama untuk streptococcus grup B, neisseria meningitis, H.
Influenzae dan streptococcus pneumonia. Spesimen biasanya
diambil dari urin dan LCS. Urin yang diambil ,melalui kateter
atau aspirasi supra pubik lebih efektif.
- Pengecatan gram
Berguna dalam pemeriksaan LCS.
- Tes laboratorium yang lain
a. Hitung lekosit
Netropenia mungkin signifikan dengan prognodid sepsis.
hitung lekosit serial setiap beberapa jam berguna dalam
menilai kecenderungan penyakit.
b. Hitung trombosit
Penurunan jumlah trombosit tidak terjadi dengan segera dan
tidak spesifik.
c. Reaktan fase akut
Konsentrasinya meningkat dalam serum yang merupakan
respon terhadap tissue injury.
d. C-reactive protein (CRP)
Yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan
jaringan, meningkat pada 50-90 % pasien sepsis neonatal.
Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi
sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi
sampai infeksi teratasi.
2. Pemeriksaan radioligis
- X foto thorax
Diperiksa pada kasus dengan gejala respirasi. Streptococcus
grup B pneumonia biasanya berhubungan dengan adanya efusi
pleura.
- Pemeriksaan traktus urinarius dengan kontras
Dilakukan jika sepsis disertai dengan UTI.
3. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan plasenta dan membran fetus untus melihat adanya
chorioamnionitis, dan peningkatan risiko neonatal infeksi.
g. Pengelolaan
1. Profilaksis streptococcus grup B (GBS)
Merupakan penyebab terbanyak early-onset disease 10 – 30 % wanita
hamil mengalami GBS dalam vagina atau rektum. Bayi yang
dilahirkan diantaranya 1 – 2 % akan mengalami penyakit invasif.
2. Standard
Perhatian terhadap pencegahan luka saat menggunakan alat-alat
termasuk jarum suntuk dan peralatan tajam lainnya. Proteksi diri,
termasuk penggunaan sarung tangan, goggles,penutup muka, dan lain-
lain. Tangan dan permukaan kulit segera dicuci setelah terkontaminasi
dengan darah atau cairan tubuh lainya.
3. Terapi awal
Terapi sering diberikan sebelum agen penyebab dapat diidentifikasi.
Antibiotik yang digunakan adalah penisilin, ampisilin ditambah
aminoglikosida seperti gentamicin. Pada sepsis nosokomial, flora
NICU harus dipertimbangkan. Biasnaya untuk staphylococcuc dapat
digunakan vancomycin dengan aminoglikosida lain atau sefalosporin
generasi ketiga.
4. Terapi selanjutnya
Berdasarkan kultur dan tes sensitivitas, jika GBS merupakan agen
penyebab, penisilin merupakan terapi pilihan.
5. Komplikasi terapi suportif
a. Respirasi
Oksigenasi adekuat dan analisa gas darah serta ventilator mekanik
jika diperlukan.
b. Kardiovaskuler
Perhatikan tensi dan perfusi jaringan untuk mencegah syok.
c. Hematologi
- DIC
Terapi penyakit yang mendasai, FFP, vitamin K, komponen
trombosit dan jika perlu trasfusi tukar.
- Netropeni
d. Susuna saraf pusat
Perhatikan kejang (gunakan phenobarbital 20 mg/kgBB loading
dose) dan monitor terjadinya SIADH (penurunan jumlah urin,
hiponatremia, penurunan osmolaritas serum dan peningkatan BJ
serta osmolaritas urin).
e. Metabolik
Monitoring dan pengelolaan hipo atau hiperglikemia. Asidosis
metabolik dapat menyertai sepsis dan diterapi dengan bicnat dan
cairan.
4. CAPUT SUCCEDANEUM dan CEPHALHEMATOMA
1. caput succedaneum
Caput succedaneum adalah oedema dari kulit kepala anak yang terjadi
karena tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak. Karena tekanan ini vena
tertutup, tekanan dalam capiilair veneus meninggi hingga cairan masuk kedalam
jaringan longgar di bawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
Kelainan ini akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada
kepala bayi sebatas caput. Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan
dan biasanya menghilang dalam 2-5 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan
dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan.
Caput succedaneum adalah Pembengkakan yang terjadi karena adanya
tekanan yang berlebihan letaknya diatas periosteum atau karena adanya timbunan
serum dibawah lapisan aponerose diluar garis periostium, sehingga kepala bayi
terlihat bengkak / edema. Hal ini terjadi karena adanya tekanan pada kepala oleh
jalan lahir. Yang disebabkan karena partus lama dan persalinan dengan bantuan
alat yaitu facum ekstraksi, bisa juga dengan forcep. Pada umumnya, caput ini
menghilang dalam kurun waktu 1 hari.
Pembengkakan akan melewati garis tengah kepala dan menyeberangi
ubun-ubun. Akan tetapi, benjolan ini tidak berbahaya dan akan menghilang
dengan sendirinya. Kepala yang tidak rata bisa juga disebabkan pecahnya
pembuluh darah akibat proses persalinan, ciri-cirinya benjolan tidak akan
melewati garis ubun-ubun. Bila darahnya banyak, bayi bisa kekurangan darah dan
kulitnya menjadi kuning. Maka meminimalisasikan penggunaan alat bantu pada
proses persalinan.
Caput succdaneum itu terjadi apabila ketuban sudah pecah, his cukup kuat
(makin kuat his, makin besar capu succedaneum), anak hidup dan tidak terjadi
pada anak yang mati, dan selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.
2. Cephalhematoma
Cephalhematoma adalah Pengumpulan darah dibawah periost dan
biasanya terjadi pada os parietal. Cephalhematoma yaitu Pembengkakan pada
kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub
periosteum. Perdarahan sub periostium akibat ruptur pembuluh darah antara
tengkorak dan periosteum. kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau
tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Tulang
tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan
pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Selain itu
Etiologi Caput Succedaneum dan Cephalhematoma
Caput succedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala
pada saat memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan
limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler.
Keadaan ini bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan Vaccum ektrasi.
Cephalhematoma dapat terjadi karena :
1. Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebab kan adanya tekanan
tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya
pembuluh darah.
2. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat
menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Gejala-gejala Caput Succedaneum dan Cephalhematoma
Gejala terjadinya Caput succedaneum antara lain:
1. Udema di kepala
2. Terasa lembut dan lunak pada perabaan
3. Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
4. Udema melampaui tulang tengkorak
5. Batas yang tidak jelas
6. Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan
7. Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan.
Gejala terjadinya Cephalhematoma antara lain:
1. Adanya fluktuasi
2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi
lahir
3. Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietal, Berupa
benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba.
Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.
4. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah.
5. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang
tengkorak
6. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak.
7. Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir
8. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga
9. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.
Patofisiologi
1. Caput succedaneum
Pada kala II lama terjadi penekanan otot diafragma pelvis mengakibatkan
spasme pintu panggul. Dengan adanya gaya berat, mengakibatkan kontraksi uterus
sehingga tulang kepala tertekan. Sehingga fontanel meregang dan CSS (Central
Canal of Spinal cord) tidak bisa mengalir ke seluruh otak. Sehingga CSS
menerobos ke jaringan atau intraviber. Sehingga potensial (cairan) tedorong ke
bagian ubun-ubun besar dan terjadi timbunan CSS dibawah kulit kepala. Sehingga
menyebabkan Caput Succedaneum.
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki
jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan
serum dan sering bercampur dengan
sedikit darah.
Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala
di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk
mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya
moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir.
Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri
dalam satu sampai dua hari.
2. Cephalhematoma
Cephalhematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi
tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi
pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini, timbul timbunan darah di
daerah subperiosteal yang dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang
hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang
perdarahan sub periosteum.
Penanganan
1. Caput Succedaneum
Untuk melakukan penanganan pada kasus caput succedaneum sebagai
berikut:
a. Bayi dirawat seperti bayi normal
b. Awasi keadaan umum bayi
c. Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi, masuk sinar
matahari (agar tidak terjadi hipotermi).
d. Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekan dengan
tiduran untuk mengurangi anak jangan sering diangkat, agar benjolan
tidak meluas karena tekanannya meninggi dan cairan serebrospinalis
meningkat keluar.
e. Stimulus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe dibawah
kulit.
f. Memberikan konseling kepada orang tua tentang:
1) Keadaan trauma pada bayi, tidak usah cemas karena benjolan akan
menghilang dalam 2 – 5 hari.
2) Perawatan bayi sehari-hari.
3) Manfaat dan cara pemberian ASI (bisa dengan sendok)
o Mencegah terjadinya infeksi dengan cara:
o Perawatan tali pusat dengan baik.
o Personal hygiene yang baik pada daerah luka.
o Pemberian ASI yang adekuat.
2. Cephalhematoma
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus.
Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar
kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak
lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :
1. Menjaga kebersihan luka
2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma
3. Pemberian vitamin K Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung
disusui oleh ibunya karena Pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah
yang mulai pulih
Perbedaan Caput Succedaneum dan Cephalhematoma
Perbedaan caput succedaneum dan cephalhematoma yaitu sbb:
Caput Succedaneum Chepalhematoma
Muncul waktu lahir dan mengecil
setelah lahir
Muncul atau ada pada waktu lahir
atau sesudah lahir dan dapat
membesar setelah lahir
Lunak dan tidak berfluktuasi Lunak dan tidak berfluktuasi
Melewati batas sutura dan teraba
moulase
Batas tidak melampaui sutura
Bisa hilang dalam beberapa jam atau
2-5 hari
Hilang lama (beberapa minggu atau
bulan)
Berisi cairan getah bening Berisi darah