BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab...

58
75 BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK 3.1 Otonomi dalam Pengelolaan Keuangan PTN-BH Dalam UU Dikti, bentuk-bentuk otonomi dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yakni otonomi akademik dan otonomi non-akademik. Otonomi akademik merupakan otonomi yang secara kodrati dimiliki oleh PTN sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi. Otonomi akademik dapat berupa otonomi keilmuan, bahwa otonomi keilmuan diartikan bahwa PTN sebagai lembaga akademik dapat melaksanakan fungsi pendidikan secara mutlak tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Sedangkan dalam otonomi non-akademik dikenal beberapa bentuk yang diantaranya adalah otonomi pengelolaan keuangan, otonomi pengelolaan ketenagaan, otonomi pengelolaan struktur dan organisasi PTN. Bentuk-bentuk otonomi sebagaimana disebutkan diatas merupakan bentuk pemberian kewenangan peraturan perundang-undangan kepada PTN-BH. Bentuk-bentuk pemberian kewenangan peraturan perundang-undangan secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan 45 (UU Administrasi Pemerintahan). Dalam UU Administrasi Pemerintahan dikenal 3 (tiga) bentuk pemberian kewenangan yakni atribusi, delegasi, dan mandat yang diartikan sebagai berikut : 45 Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH) RYAN SURYA PRADHANA

Transcript of BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab...

Page 1: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

75

BAB III

AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN

PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK

3.1 Otonomi dalam Pengelolaan Keuangan PTN-BH

Dalam UU Dikti, bentuk-bentuk otonomi dapat dibagi menjadi 2 (dua)

jenis yakni otonomi akademik dan otonomi non-akademik. Otonomi akademik

merupakan otonomi yang secara kodrati dimiliki oleh PTN sebagai lembaga

penyelenggara pendidikan tinggi. Otonomi akademik dapat berupa otonomi

keilmuan, bahwa otonomi keilmuan diartikan bahwa PTN sebagai lembaga

akademik dapat melaksanakan fungsi pendidikan secara mutlak tanpa ada

intervensi dari pihak manapun. Sedangkan dalam otonomi non-akademik dikenal

beberapa bentuk yang diantaranya adalah otonomi pengelolaan keuangan,

otonomi pengelolaan ketenagaan, otonomi pengelolaan struktur dan organisasi

PTN. Bentuk-bentuk otonomi sebagaimana disebutkan diatas merupakan bentuk

pemberian kewenangan peraturan perundang-undangan kepada PTN-BH.

Bentuk-bentuk pemberian kewenangan peraturan perundang-undangan

secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan45 (UU Administrasi Pemerintahan). Dalam

UU Administrasi Pemerintahan dikenal 3 (tiga) bentuk pemberian kewenangan

yakni atribusi, delegasi, dan mandat yang diartikan sebagai berikut :

45 Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,

Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5601.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 2: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

76

1. Atribusi adalah pemberian kewenangan kepada Badan dan/atau pejabat

pemerintahan oleh UUD NRI 945 atau undang-undang.

2. Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau pejabat

pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau pejabat

pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung

gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.

3. Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat

pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau pejabat

pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung

gugar tetap berada pada pemberi mandat.

Tentunya, kewenangan otonomi yang diberikan kepada PTN-BH secara umum

sebagai bentuk dari otonomi merupakan suatu bentuk pemberian kewenangan

secara atribusi karena telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Terkait dengan

keberadaan otonomi masing-masing PTN-BH kewenangannya diberikan secara

delegasi, artinya kewenangan PTN-BH didapat dari kedudukan Statuta masing-

masing PTN-BH. Statuta PTN-BH dalam UU Dikti diberikan dalam bentuk

Peraturan Pemerintah sebagai landasan hukum utama dalam pengelolaan PTN-

BH. Pendelegasian kewenangan PTN-BH diartikan sebagai pelimpahan

kewenangan secara penuh dari Menteri Pendidikan Nasional sebagai pengelola

pendidikan tinggi kepada Rektor masing-masing PTN-BH. Dengan demikian

segala bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat sepenuhnya beralih kepada

Rektor masing-masing PTN-BH.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 3: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

77

Dalam pelaksanaan pengelolaan PTN-BH, otonomi diartikan sebagai

penyerahan kewenangan yang akan dikelola secara mandiri oleh PTN-BH. Dalam

hal otonomi akademik, penyerahan kewenangan pengelolaan bersifat benar-benar

mandiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Sedangkan dalam otonomi non-

akademik bentuk otonomi tidak dilakukan secara penuh melainkan masih terdapat

campur tangan pihak lain yakni pemerintah. Dapat dikatakan bahwa bentuk

penyerahan kewenangan ini lebih mencocoki sebagai istilah semi-otonom. Hal ini

dicontohkan dalam pengelolaan keuangan PTN-BH, Pemerintah tetap

memberikan anggaran senilai 20% (dua puluh persen) dalam pendidikan dengan

pertanggungjawaban yang disesuaikan dengan dengan peraturan perundang-

undangan yang ada. Pengelolaan keuangan PTN-BH dikatakan semi-otonom

karena PTN-BH tidak dapat secara mandiri mengelola keuangan yang diberikan

oleh Pemerintah dan harus sesuai dengan rambu-rambu UUKN sebagai peraturan

pokok terkait dengan keuangan negara.

3.2 Akibat Hukum Terkait Barang Milik Negara berupa Tanah dan

Bangunan serta Hak Atas Tanah

Pengelolaan tanah negara merupakan salah satu aspek yang diberikan

sebagai bentuk Otonomi PTN. Tanah sebagai aset yang dimiliki PTN terkait

dengan kepemilikan tanah negara yang dilakukan pengelolaan oleh PTN. Dalam

Pasal 65 ayat (3) huruf a UU Dikti jo. Pasal 24 ayat (1) PP Penyelenggaraan dan

Pengelolaan Pendidikan Tinggi menegaskan kekayaan PTN-BH adalah suatu

bentuk kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah. Dapat diartikan bahwa,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 4: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

78

dengan adanya otonomi PTN maka kekayaan negara yang semula melekat pada

PTN menjadi milik sepenuhnya dari PTN-BH kecuali tanah. Tanah sebagai salah

satu aset negara tidak dipisahkan dikarenakan kedudukan Hak Menguasai Negara

atas Tanah. Hak menguasai negara atas tanah hakikatnya merupakan salah satu

bentuk kewenangan negara untuk mengandung unsur hukum publik. Tugas

mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat

Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, rakyat Indonesia sebagai pemegang

hak tertinggi memberikan mandat pengelolaan tanah yang diberikan kepada

sebuah otoritas tertinggi yang dinamakan sebagai negara.

Dalam UU Perbendaharaan Negara, telah dijelaskan bahwa Tanah dan

Bangunan merupakan bagian dari kajian pengelolaan keuangan negara. Dapat

dikatakan bahwa keberadaan tanah dan bangunan sebagai bentuk barang milik

negara merupakan aset tidak bergerak yang pengaturannya selain bersumber pada

UU Perbendaharaan Negara juga bersumber pada Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria46 (UUPA). Pada UU

Perbendaharaan Negara mengatur terkait pengeloaan tanah yang dimiliki oleh

instansi-instansi pemerintah sedangkan pada UUPA hanya mengatur perihal

ketentuan perolehan tanahnya saja. Dapat dismpulkan bahwa pengaturan dalam

UU Perbendaharaaan Negara hanya terbatas pada pengelolaan tanah dan

bangunan yang menjadi milik negara dengan kata lain, UU Perbendaharaan

46 Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2043.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 5: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

79

Negara merupakan lex specialis dari UUPA sebagai lex generalis.

Mengenai konsep secara umum mengenai Hak Pakai atas tanah muncul

dalam Pasal 16 UUPA dan diaatur secara khusus dalam Pasal 41 sampai dengan

Pasal 43 UUPA. Selain UUPA, terdapat peraturan yang lebih spesifik yang

mengatur mengenai Hak Pakai atas tanah yakni dalam Pasal 39 sampai dengan

Pasal 58 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah47. Berdasarkan Pasal 41

ayat (1) UUPA, Hak Pakai atas Tanah adalah hak untuk menggunakan dan/atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik

orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau

dalam perjanjian dengan pemilik tanhanya yang bukan perjanjian sewa menyewa

atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan

jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. Dalam pengertian tersebut terdapat

beberapa peristilahan yang bermakna bias yakni kata “menggunakan tanah” dan

“memungut hasil dari tanah” dari 2 (dua) peristilahan tersebut daat dijelaskan

bahwa makna “menggunakan tanah” adalah Hak Pakai sebagai alas hak dalam

pendirian bangunan dan makna “memungut hasil dari tanah” adalah Hak Pakai

dapat digunakan sebagai alas hak selain pendirian bangunan misalnya,

47 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor

14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 6: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

80

perkebunan, pertanian, perikanan, dan peternakan48. Pengaturan lain adalah

terkait dengan subjek hukum dari Hak Pakai, berdasarkan Pasal 42 UUPA, subjek

hukum Hak Pakai adalah : (1) WNI, (2) orang asing yang berkedudukan di

Indonesia, (3) badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia, (4) badan hukum asing yang mempunyai perwakilan

di Indonesia. Ketentuan tersebut disempurnakan dalam peraturan pelaksana yang

menyebutkan bahwa subjek hukum hak pakai terdiri dari :

1. Warga Negara Indonesia

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

3. Departemen, Lembaga Pemerintah non-departemen, dan Pemerintah

Daerah

4. Badan-Badan Keagamaan dan Sosial

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

6. Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

7. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional

Sebagai Pemegang Hak Pakai, subjek hukum tersebut juga dikenakan

sebuah hak dan kewajiban atas penggunaan fasilitas Hak Pakai tersebut. Hak

Pemegang Hak Pakai antara lain :

48 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, hal 119

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 7: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

81

1. Menguasa dan menggunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan

pribadi dan usahanya;

2. Memindahkan Hak Pakai kepada pihak lain;

3. Membebaninya dengan Hak Tanggungan

4. Menguasai dan menggunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak

ditentukan selama kepentingannya digunakan untuk keperluan tertentu.

Selain pengaturan terkait hak pemegang Hak Pakai, kewajiban pemegang Hak

Pakai adalah sebagai berikut:

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya

ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan

tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas

Hak Milik;

2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai

atas Hak Milik;

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yanga ada diatasnya serta

menjaga kelestarian lingkungan hidup;

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada

negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemilik tanah sesudah Hak Pakai

tersebut hapus;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 8: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

82

5. Menyerahhkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat

6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi

pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah Hak Pakai.

Terdapat 3 (tiga) asal usul perolehan Hak Pakai atas Tanah yakni Hak

Pakai atas Tanah Negara, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, dan Hak Pakai

atas Tanah Hak Milik

Pengaturan terkait tanah dan bangunan dalam UU Perbendaharaan Negara

hanya terbatas pada pemindahtanganan yang meliputi :

1. Pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan

2. Tanah dan/atau Bangunan tidak termasuk tanah dan/atau bangunan,

yang :

1. sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau

penataan kota;

2. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti

sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;

3. diperuntukkan bagi pegawai negeri;

4. diperuntukkan bagi kepentingan umum;

5. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah

memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 9: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

83

perundang-undangan, jika status kepemilikannya dipertahankan

tidak layak secara ekonomis.

Dalam hal pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan kewenangannya dimiliki

oleh beberapa instansi yaitu :

1. Dewan Perwakilan Rakyat

2. Menteri Keuangan untuk tanah dan/atau bangunan yang nilainya

sampai dengan sepuluh miliar

3. Presiden untuk tanah dan/atau bangunan yang nilainya antara sepuluh

miliar hingga seratus miliar.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa keberadaan UU Perbendaharaan

Negara mengatur mengenai pengelolaan tanah dan/atau bangunan yang menjadi

aset yang telah dimiliki oleh PTN-BH. Pengelolaan tersebut hanya sebatas pada

status yang diberikan oleh negara kepada PTN-BH sebagai bentuk kekayaan

negara yang dipisahkan. Tentunya, pengelolaan tanah dan/atau bangunan ini

terbatas pada instansi yang memiliki kewenangan yang secara atribusi delegatif

diberikan oleh negara. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam UUPA

yang hanya mengatur mengenai cara perolehan hak atas tanah yang diberikan

kepada PTN-BH.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diklasifikasikan bahwa

penggunaan Hak Pakai atas Tanah yang digunakan oleh PTN-BH didasarkan pada

Hak Pakai atas Tanah Barang Milik Negara. Pemakaian atas tanah negara tersebut

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 10: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

84

terdapat dalam ketentuan Pasal 65 ayat (3) UU Dikti yang menyebutkan bahwa

tanah merupakan kekayaan negara yang tidak dipsahkan dari kekayaan awal PTN

BH. Dalam Penjelasan Pasal 65 ayat (3) tersebut dijelaskan bahwa kekayaan

berupa tanah tersebut dapat dimanfaatkan dan pendapatan dari tanah tersebut

dapat dijadikan kekayaan PTN-BH selain itu, kekayaan berupa tanah negara

tersebut tidak dapat dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak lain.

Ketentuan tersebut mencocoki bahwa tanah milik negara yang dimiliki oleh PTN-

BH memiliki alas hak Hak pakai atas Tanah Barang Milik Negara yang jelas tidak

bisa dipindahtangankan. Pengelolaan tanah hingga dapat menjadikan kekayaan

bagi PTN Badan Hukum merupakan imbas pemberian otonomi. Dengan

demikian, perolehan tanah yang digunakan oleh PTN-BH berdiri diatas alas Hak

Pakai yang pengelolaannya mengikuti ketentuan UU Perbendaharaan Negara

sebagai bentuk Barang Milik Negara. Dengan kata lain, yang dimiliki oleh PTN-

BH hanyalah hak pakai atas tanah saja sedangkan tanah yang dikenai hak pakai

tetap menjadi barang milik negara yang tidak dipisahkan dan masuk dalam

inventaris barang milik negara.

Terkait dengan pembanding, dalam PTN berbentuk pengelolaan BLU

status tanah tidak diatur secara khusus dalam statuta masing-masing PTN tersebut,

jika dikaitkan dengan status PTN dengan sistem pengeleloaan BLU yang masih

mendapatkan intervensi negara dalam pengelolaannya tetap menggunakan Hak

Pakai atas Tanah Barang Milik Negara yang sama-sama tidak dapat

dipindahtangankan dan tidak bisa dijaminkan. Sedangkan status tanah dalam

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 11: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

85

pengelolaan PTN tersebut masih menjadi tanggung jawab negara dan pengelolaan

serta hasil pengelolaannya menjadi bagian audit dari PTN tersebut oleh Negara.

Dalam sistem BLU seperti yang dipaparkan diatas , BLU merupakan bentuk

pendelegasian tugas dari instansi pemerintah yang lebih tinggi. Jadi, secara

atributif pendelegasian tugas dan wewenang PTN dengan sistem Pengelolaan

BLU menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional secara khusus

dan Negara secara umum, sehingga hasil tanah negara yang dimanfaatkan tersebut

tidak serta merta menjadi milik PTN dengan sistem pengelolaan BLU tersebut.

Selain itu, dalam perolehan tanah yang dilakukan oleh PTN-BH harus

mengikuti mekanisme yang terdapat dalam UU Keuangan Negara dengan melalui

pengajuan dalam APBN. Hal tersebut dikarenakan adanya ketentuan yang terdapat

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-

Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah49. Dalam Pasal 1

menjelaskan bahwa badan hukum yang berhak memiliki hak milik atas tanah

antara lain :

1. Bank-bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara)

2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar

atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun

1958 Nomor 139)

3. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria

49 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan

Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah , Lembaran Negara Republik Indonesia

tahun 1963 Nomor 61.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 12: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

86

setelah mendengar Menteri Agama

4. Badan-badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria

setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial

Dari keempat jenis badan hukum yang dapat memperoleh Hak Milik atas Tanah

tersebut, PTN-BH tidak termasuk salah satu diantaranya, artinya, PTN-BH tidak

termasuk dalam kriteria subjek pemegang Hak Milik atas Tanah..

3.3 Akibat Hukum Terkait Kedudukan Barang Milik Negara selain Tanah

dan Bangunan

Benda tak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya,

atau penetapan Undang-Undang dinyatakan sebagai benda tak bergerak. Benda

tak bergerak diatur dalam Pasal 306, 507, dan 508 BW. Sehingga terdapat 3 (tiga)

golongan benda tak bergerak yakni :

1. Benda yang menurut “sifatnya” memang tak bergerak. Benda tak

bergerak menurut sifatnya ini dibagi lagi menjadi 3 (tiga) macam :

1. Tanah

2. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan

berakar serat bercabang (seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan

yang belum dipetik , dan sebagainya)

3. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karenna didirikan diatas

tanah yaitu karena tertanam atau terpaku (bangunan)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 13: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

87

2. Benda yang menurut “tujuan pemakaiannya” supaya bersatu dengan

tanah, seperti

1. Pada Pabrik ; segala macam mesin-mesin, katel-katel, dan alat-alat

lain yang dimaksudkan supaya terus menerus berada disitu untuk

digunakan dalam menjalankan pabrik

2. Pada suatu perkebunan; segala sesuatu yang digunakan sebagai

rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam, dan lain lain

3. Pada rumah kediaman; segala bentuk kaca, tulisan-tulisan, dan

lain-lain serta alat-alat untuk menggantungkan barang-barang itu

sebagai bagian dari dinding, sarang burung yang dapat dimakan

(walet)

4. Barang-barang reruntuhan dari suatu bangunan, apabila

dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan

tersebut.

3. Benda yang menurut “penetapan Undang-Undang” sebagai benda tak

bergerak, antara lain :

1. Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak

(seperti hak postal, hak hipotek, hak tanggungan, dan sebagainya)

2. Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas (berdasarkan

WvK atau KUHD)

Benda Bergerak adalah benda-benda yang karena sifatmya, tujuannya,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 14: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

88

atau penetapan Undang-Undang dinyatakan sebagai benda bergerak. Benda

bergerak diatur dalam Pasal 509, 510, dan 511 BW. Terdapat 2 (dua) golongan

benda bergerak yakni :

1. Benda yang menurut “sifatnya” bergerak dalam arti benda tersebut

dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain misalnya

kendaraan bermotor, alat perkakas, perabot rumah tangga

2. Benda yang menurut “penetapan Undang-Undang” sebagai benda

bergerak ialah segala hak atas bnda-benda bergerak. Misalnya, Hak

atas kekayaan Intelektual, hak memetik buah-buahan, hak mengambul

hasil, hak atas surat berharga.

Perbedaan antara benda tak bergerak dan benda bergerak tersebut sangat penting

karena terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing

golongan benda tersebut misalnya :

1. Mengenai Hak Bezit; dalam Pasal 1977 ayat (1) BW menentukan

bahwa barangsiapa yang menguasai benda bergerak maka dialah yang

dianggap sebagai pemiliknya. Sedang dalam hukum benda tak

bergerak tidak bisa dianggap demikian.

2. Mengenai pembebanan (bezwaring); dalam BW dijelaskan bahwa

terhadap benda bergerak yang dapat dibebankan adalah jaminan gadai,

sedangkan pada benda tak bergerak adalah dengan lembaga jaminan

hipotek (Pasal 1150 dan Pasal 1162 BW). Seiring dengan berlakunya

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 15: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

89

UUPA hipotek atas tanah diganti dengan Hak Tanggungan.

3. Mengenai penyerahan (levering); berdasarkan Pasal 612 BW

penyerahan benda bergerak adalah melalui penyerahan langsung,

sedangkan benda tak bergerak berdasarkan Pasal 616 BW harus

dilakukan balik nama pada daftar umum.

4. Mengenai daluwarsa (verjaring); pada benda bergerak tidak mengenal

konsep daluwarsa sebab menguasai (bezit) sama dengan memiliki

(eigendom). Sedangkan benda tak bergerak mengenal daluwarsa 20

(dua puluh) tahun untuk benda dengan alas hak yang sah atau 30 (tiga

puluh) tahun untuk benda tak bergerak tanpa adanya alas hak.

5. Mengenai penyitaan (beslag); terhadap benda bergerak berlaku

revindicatoir beslag dengan menuntut kembali benda bergerak

miliknya yang berada dalam penguasaan orang lain. Sedangkan dalam

benda tak bergerak yang berlaku adalah excecutoir beslag yakni

penyitaan melalui putusan pengadilan.

Pembagian jenis benda bergerak maupun benda tak bergerak ini yang akan

dijadikan pedoman dalam menganalisis bentuk pengelolaan benda bergerak yang

merupakan bagian dari barang milik negara maupun barang milik daerah yang

terdapat dalam PTN-BH. Bentuk pengelolaan ini akan ditinjau dari sudut hukum

perbendaharaan negara yang terdapat dalam UU Perbendaharaan Negara.

Pengertian Perbendaharaan Negara yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UU

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 16: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

90

Perbendaharaan Negara adalah segala bentuk pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara termasuk investasi dan kekayaan negara

yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pada dasarnya

kedudukan hukum perbendaharaan negara dan hukum keuangan negara memiliki

kesetaraan kedudukan dan saling berhubungan. Keduanya memiliki kesamaan

yang membahas mengenai salah satu obyek vital dalam penyelenggaraan negara

yakni pengelolaan terhadap keuangan negara. Bedanya, hukum keuangan negara

mengatur terkait pelaksanaan dan prosedur pengelolaan keuangan negara secara

teknis sedangkan, hukum perbendaharaan negara mengatur mengenai penggunaan

uang negara yang prosedurnya telah diatur dalam UU Keuangan Negara.

Sehingga keduanya memiliki hubungan yang erat dalam penyelenggaraan negara.

Tentunya, kajian mengenai pengelolaan PTN-BH tidak akan terlepas dari kedua

hal tersebut. Pengelolaan PTN-BH dapat dikategorikan sebagai salah satu objek

kajian hukum perbendaharaan negara dikarenakan PTN-BH masih menggunakan

anggaran yang disediakan oleh negara dalam pengelolaannya selain itu,

kedudukan kelembagaan PTN-BH yang masih belum jelas juga menjadi salah satu

penyebab masuknya hukum perbendaharaan negara dalam kajian tersebut. Perlu

digaris bawahi bahwa PTN-BH juga memiliki kekayaan negara yang telah

dipisahkan sehingga juga masuk dalam kajian hukum perbendaharaan negara.

Kekayaan negara yang dipisahkan inilah yang berdasarkan Pasal 1 angka

10 dan Pasal 1 angka 11 UU Perbendaharaan Negara termasuk Badan Milik

Negara yang diartikan sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 17: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

91

APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah dan Barang Milik Daerah

yang diartikan sebagai barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau

berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan kekayaan negara

berdasarkan UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara meliputi 4

(empat) hal yang saling terkait yakni :

1. Pengelolaan Uang Negara

2. Pengelolaan Piutang Negara

3. Pengelolaan Investasi; dan

4. Pengelolaan Barang Milik Negara

Barang milik negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan

keuangan negara sehingga memerlukan pengelolaan agar dapat digunakan secara

maksimal untuk kepentingan negara. Dalam pengelolaan barang milik negara

memiliki beberapa pihak yang terkait dengan pengelolaan barang milik negara

yaitu :

1. Menteri Keuangan sebagai pengatur dan pengelola barang milik negara

2. Menteri/pimpinan lembaga negara non kementerian dan pimpinan

lembaga negara merupakan pengguna barang milik negara yang

disesuaikan dengan kepentingannya masing-masing

3. Kepala kantor dalam lingkungan kementerian berperan sebagai kuasa

pengguna barang milik negara.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 18: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

92

Landasan teori pelimpahan kewenangan dari ketiga jenis badan penyelenggara

negara tersebut merupakan salah satu bentuk wewenang secara atribusi.

Kewenangan secara atribusi tersebut adalah dampak dari pembagian kewenangan

yang diberikan oleh Undang-Undang. Dengan adanya pelimpahan kewenangan

secara atribusi tersebut maka tanggung jawab juga beralih secara penuh kepada

penerima penerima kewenangan.

Pada dasarnya barang milik negara dan/atau barang milik daerah terbagi

menjadi 2 (dua) jenis yaitu tanah dan/atau bangunan serta barang lainnya selain

tanah dan/atau bangunan. Secara yuridis, tanah dan/atau bangunan dapat

dikategorikan sebagai benda tetap atau biasa disebut benda tak bergerak

sedangkan benda non tanah dan/atau bangunan dapat diklasifikasikan secara

yuridis sebagai benda bergerak. Barang milik negara yang diperlukan dalam

penyelenggaraan negara tidak dapat dipindahtangankan kecuali mendapat

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemindahtanganan tersebut dapat

berupa beberapa cara, yakni :

1. Jual beli

2. Tukar menukar

3. Hibah

4. Penyertaan modal pemerintah.

Persetujuan yang diberikan oleh DPR ini digunakan dalam pemindahtanganan

barang milik negara yang berupa tanah dan/atau bangunan serta barang milik

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 19: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

93

negara selain tanah dan/atau bangunan yang nilainya lebih dari 10 (sepuluh)

miliar rupiah. Sedangkan untuk barang milik negara bukan tanah dan/atau

bangunan yang nilainya sampai dengan 10 (sepuluh) miliar rupiah dapat

dilakukan dengan persetujuan menteri keuangan. Hal tesebut pada dasarnya

digunakan sebagai bentuk pertanggung jawaban negara agar menimbulkan

kepastian hukum ketika dilakukan pemindahtanganan barang milik negara kepada

pihak lain. Pengalihan kepemilikan barang milik negara kepada pihak lain harus

dilakukan dengan cara-cara tersebut diatas dan tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, misal : penjualan barang milik

negara dapat dilakukan dengan cara lelang. Dalam pengalihan kepemilikan barang

milik negara terdapat beberapa instrumen hukum sebagai batasan yang berupai

larangan dalam pengelolaan barang milik negara, antara lain :

1. Larangan untuk menyerahkan barang milik negara kepada pihak lain

sebagai bentuk pembayaran atas tagihan.

2. Larangan untuk menggadaikan atau menjaminkan barang milik negara

untuk mendapatkan pinjaman

3. Larangan untuk melakukan penyitaan terhadap barang milik negara

yang berupa :

1) Barang bergerak milik negara yang berada pada instansi

pemerintah maupun pada pihak ketiga.

2) Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya yang menjadi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 20: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

94

milik negara.

3) Barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara yang

diperlukan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan.

Terkait dengan sistem kelembagaannya, PTN-BH merupakan sebuah

lembaga negara yang bersifat otonom yang masih mendapatkan sumber

pendanaan dari pemerintah maka tetap harus memberikan pertanggungjawaban

keuangannya kepada pemerintah. Selain itu, barang yang dimiliki PTN-BH

merupakan barang milik negara yang pertanggungjawaban penggunaannya tetap

kepada negara. Namun, dengan adanya ketentuan yang mengatur bahwa kekayaan

PTN-BH merupakan kekayaan negara yang dipisahkan maka barang milik negara

yang ada padanya hanya terbatas pada bentuk keikutsertaan/partisipasi negara

dalam penyelenggaraan pendidikan. Ketentuan ini dapat disamakan dengan

ketentuan yang terdapat dalam UU BUMN yang keduanya menyebutkan bahwa

BUMN maupun PTN-BH memiliki kekayaan negara yang terpisahkan. Terhadap

kekayaan negara yang dipisahkan tersebut inilah yang menjadikan masuknya

pengaturan UU Perbendaharaan Negara. Namun, dalam kajian terhadap kekayaan

negara yang dipisahkan pada BUMN tidak dikaji menurut UU Perbendaharaan

Negara melainkan menggunakan UU BUMN sebagai lex specialis dan UU

Perseroan Terbatas sebagai lex generalis. Setidaknya, konsep BUMN dan PTN-

Badan Hukum ini tetap memiliki perbedaan walalupun status yang diberikan

kepada keduanya sama-sama kekayaan negara yang dipisahkan.

Dalam UU BUMN, yang dimaksud sebagai kekayaan negara yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 21: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

95

dipisahkan merupakan suatu bentuk penyertaan uang negara yang nantinya

dikonversi menjadi suatu saham yang menjadi syarat mutlak berdirinya suatu

Perseroan Terbatas. Dari ketentuan diatas memiliki beberapa persepsi terkait

keberadaan uang negara yang dipisahkan tersebut. Dalam perbedaan persepsi

tersebut permasalahan pokok yang timbul adalah mengenai dikotomi uang negara

dan uang privat dalam BUMN. Wakil Ketua BPK RI, Hasan Bisri berpendapat50

bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan kekayaan negara yang dipisahkan

dalam UU Keuangan Negara tidak seutuhnya dipisahkan dari kepemilikan dan

pengelolaan keuangan negara, melainkan sebatas pemisahan dari APBN saja.

Berbeda dengan itu, Hikmahanto Juwana51 yang berpendapat bahwa terdapat 3

(tiga) hal yang mendasari bahwa kekayaan negara yang disetor dalam BUMN

bukan merupakan bagian dari keuangan negara, antara lain pertama bahwa uang

yang disetorkan oleh negara akan dikonversi menjadi saham oleh BUMN

sehingga kepemilikan saham itulah yang akan dicatatkan dala daftar kekayaan

negara yang dipisahkan. Kedua, konsep pengelolaan Keuangan Negara dengan

keuangan BUMN berbeda, dalam mengelola keuangan negara bukan merupakan

suatu instansi yang dapat menimbulkan akibat hukum laba dan rugi sedangkan

BUMN juga bisa menimbulkan kerugian akibat suatu akibat bisnis. Ketiga,

konsep menyamakan kondisi BUMN dengan negara menyalahi konsep uang

50 Penjelasan Hasan Bisri dalam sidang pengujian Undang-Undang 17 tahun 2003 terhadap UUD

1945 dalam Sidang MK September 2013 dalam Udin Silalahi, Kajian Seputar Problematika

Keuangan Negara, Aset Negara, dan Kekayaan Negara yang dipisahkan, Pusat Pengkajian,

Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia. Jakarta

bersama Azza Grafika , Yogyakarta, 2013, hal. 9 51 Hikmahanto Juwana, Uang BUMN, Uang Negara?, Harian Kompas 7 Juli 2013, Hal. 7, dalam

Op.Cit, Hal. 10-11

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 22: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

96

publik dan uang privat.

Dengan adanya konsep BUMN yang mengalami dikotomi seperti di atas,

terkait dengan pengelolaan PTN-BH akan menimbulkan kerancuan. Makna

kekayaan negara yang dipisahkan akan menjadi berbeda. PTN-BH sebelum

adanya UU Dikti merupakan instansi yang mendapatkan wewenang delegasi dari

Kementerian Pendidikan Nasional untuk menjalankan fungsinya sebagai penyalur

jasa pendidikan yang merupakan suprstruktur fungsi negara yang terdapat dalam

Konstitusi. Sedangkan BUMN murni merupakan penerapan fungsi entrepeneur

yang dilakukan oleh negara untuk mendapatkan suatu keuntungan bagi negara.

PTN-BH yang berada ditengah-tengah himpitan fungsi kelembagaan negara,

sehingga, dapat disimpulkan bahwa kedudukan PTN-BH merupakan suatu

lembaga otonom yang tidak lagi menjadi sub structure dari salah satu

Kementerian Negara dan sistem pengelolaan Keuangan Negara PTN-BH telah

dipisahkan dari sistem APBN yang menjadikan status uang negara yang diberikan

tetap menjadi milik negara.

Terkait dengan pengelolaan barang milik negara, sebelum adanya status

PTN-BH segala macam benda bergerak maupun benda tak bergerak tentunya

merupakan menjadi milik negara. Semenjak adanya UU Dikti maka secara

atribusi benda-benda yang semula menjadi milik negara tersebut beralih

pengelolaannya kepada PTN-BH. Peralihan status tersebut tentunya menimbulkan

polemik yang panjang. Polemik tersebut muncul karena adanya diskursus dasar

hukum yang dipakai dalam melakukan pengelolaan barang negara tersebut.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 23: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

97

Pengaturan terkait pengelolaan aset PTN-BH diatur dalam Pasal 14 Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan

Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PP Pendanaan PTN-BH)52, ketentuan

tersebut membagi jenis pengelolaan barang yang ada dalam PTN-BH yakni :

1. Barang yang diperoleh oleh PTN-Badan Hukum dicatat sebagai daftar

inventaris dan dikelola secara penuh oleh PTN-BH

2. Barang yang diperoleh PTN-BH dari kekayaan negara yang dipisahkan

menjadi hak pengelolaan PTN-BH.

3. Tanah yang berada dalam penguasaan PTN-BH yang diperoleh dari

APBN merupakan barang milik negara yang tetap dimasukkan dalam

daftar inventaris barang milik negara. Hal ini diartikan bahwa hak atas

tasnah yang dimiliki oleh PTN-BH tidak termasuk kekayaan negara

yang dipisahkan.

4. Secara a contrario, tanah yang diperoleh oleh PTN-BH diluar APBN

dapat dimasukkan sebagai inventarisasi aset yang dimiliki oleh PTN-

BH.

Pengelolaan PTN-BH sebelum adanya UU Dikti dikategorikan

lembaga/instansi yang diberikan wewenang delegasi oleh Kementerian

Pendidikan untuk menjalankan fungsi pendidikan tinggi. Demikian pula dengan

52 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme

Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, Lembaran Negara Republik Indonesia

tahun 2013 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5438.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 24: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

98

status barang milik negara yang terdapat pada PTN-BH. Barang milik negara pada

dasarnya merupakan inventaris negara yang dengan adanya UU Dikti menjadikan

barang inventaris negara tersebut dipisahkan dari negara dan menjadi beban

pengelolaan dari PTN-BH. Pemisahan pengelolaan barang yang semula menjadi

milik negara menjadi milik PTN-BH dapat disinyalir sebagai upaya mengubah

kedudukan PTN-BH yang semula badan hukum publik menjadi badan hukum

privat. Pemisahan kekayaan negara inilah yang disebut sebagai penyertaan

kekayaan negara kepada PTN-BH. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan

PTN-BH, seluruh bentuk barang milik negara kecuali tanah yang dikuasai

menjadi wewenang pengelolaan dari PTN-BH sehingga inventaris tersebut tidak

bisa dimasukkan dalam kajian hukum perbendaharaan negara.

3.4 Akibat Hukum Terhadap Pola Pengelolaan Keuangan Negara Pada

Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

Sebagai badan hukum publik, negara memiliki fungsi yang wajib

dilaksanakannya sebagaimana yang tercantum dalam alinea keempat UUD NRI

1945. Fungsi tersebut antara lain : (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, (2) untuk memajukan kesejahteraan umum, (3)

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdsarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dari

keempat hal tersebut tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila tidak ditipang

dengan keuangan negara sebagai sumber pembiayaan. Dengan demikian, posisi

keuangan negara sangat penting untuk mewujudkan tugas negara yang menjadi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 25: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

99

tanggung jawab pemerintah. Pengertian keuangan negara secara khusus terdapat

dalam Pasal 1 angka 1 UU Keuangan Negara, dalam Pasal tersebut keuangan

negara diartikan sebagai keseluruhan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut. Pengertian Keuangan Negara tersebut memiliki sebuah arti luas dan arti

sempit, dalam arti luas Keuangan Negara diartikan meliputi hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk barang milik negara yang tidak

tercakup dalam anggaran negara. Sedangkan dalam arti sempit, Keuangan Negara

hanya terbatas pada hak dan kewajiban negara, termasuk barang milik negara

yang tercantum dalam anggaran negara untuk tahun bersangkutan53. Penjelasan

sebagaimana tersebut diatas pada dasarnya didasarkan pada Penjelasan Umum

yang terdapat dalam UU Keuangan Negara yakni :

1. Dari sisi Obyek, yang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan

kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara

yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut;

2. Dari sisi subyek, yang dimaksud keuangan negara meliputi seluruh objek

sebagaimana tersebut diatas yang dimiliki oleh negara, dan/atau dikuasai

53 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara : Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2013, hal. 11

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 26: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

100

oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan

badan lain yang berkaitan dengan keuangan negara;

3. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan

yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas

mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan hingga

pertanggungjawaban;

4. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan,

dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau

penguasaan objek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sebagai badan hukum publik dan badan hukum privat, keduanya memiliki

perbedaan yang secara prinsipiil dalam pengelolaan keuangan negara. Badan

hukum publik jelas harus tunduk pada pengaturan UU Keuangan Negara sebagai

bentuk pertanggungjawaban atas konsekuensi yuridis tersebut, sedangkan badan

hukum privat termasuk BUMN tunduk pada hukum privat yakni tunduk akan

konsensus yang telah dibuat sebagai pedoman pelaksanaan perseroan. Dalam

Pasal 2 huruf I UU Keuangan Negara menegaskan bahwa kekayaan pihak lain

yang diperoleh dari kekayaan negara termasuk pula bagian dari kekayaan negara.

Sehingga, ketika terjadi kerugian atau bahkan dinyatakan pailit maka negara turut

serta bertanggung jawab atas beban yang dialami oleh pihak swasta tersebut.

Terkait dengan kedudukan BHMN, PTN-BH sesuai dengan UU Dikti

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 27: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

101

merupakan suatu kekayaan negara yang dipisahkan, kedudukannya dapat

diartikan memiliki kesamaan dengan BUMN. Dalam kajian keuangan negara,

kedudukan BHMN terdapat dalam ranah hukum privat sehingga kajian mengenai

keuangan negara tidak dapat diberlakukan dalam BHMN. Kajian tersebut

memang dibenarkan dalam teori akan tetapi dalam pelaksanaan pengelolaan PTN-

BH tetap melibatkan keuangan negara. Berdasarkan Pasal 83 UU Dikti disebutkan

bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan dana

kepada PTN-BH dalam setiap penganggaran APBN dan/atau APBD. Selain itu,

dalam Pasal 89 Ayat (1) UU Dikti diterangkan bahwa penggunaan dana dalam

APBN dan/atau APBD tersebut digunakan sebagai biaya operasional, dosen dan

tenaga kependidikan, serta investasi dan pengembangan. Dengan pola demikian

kedudukan badan hukum PTN-BH tidak murni merupakan Badan Hukum seperti

yang terdapat dalam UU BUMN dan/atau perusahaan negara lainnya karena PTN-

BH tidak murni sebagai badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan,

melainkan dalam pengelolaannya tetap didasarkan pada pemberian anggaran

negara. Dalam ketentuan yang lain, seperti yang terdapat dalam Pasal 89 ayat (5)

UU Dikti dijelaskan bahwa Pemerintah dapat memberikan dana bantuan

operasional PTN yang diambil dari anggaran pendidikan yang bersumber dari

Dana Kementerian diluat Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai bentuk

dukungan terhadap pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Hal ini dapat

diartikan bahwa penerimaan anggaran oleh PTN-BH merupaka bentuk

penerimaan pengangaran dari Pemerintah yang diberikan melalui fungsi Anggaran

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 28: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

102

dari Kementerian yang terkait sehingga PTN-BH bukan merupakan Badan

Hukum yang mandiri karena penerimaan dan pengelolaannya didasarkan pada

APBN.

Ketidakjelasan status hukum dari PTN-BH inilah yang menimbulkan

status uang negara yang dimiliki PTN-BH. Berbeda dengan kedudukan BLU

sebagai pendelegasi tugas pemerintah tetap menjadikan BLU sebagai Badan

Hukum Publik sehingga pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangannya

tunduk pada UU Keuangan Negara. Pengelolaan keuangan negara pada umunya

berada dalam tanggung jawab menteri keuangan sebagai bendahara umum negara.

Tugas menteri keuangan sebagai bendahara umum negara adalah menguasai

semua bentuk uang negara. Uang negara diartikan sebagai rupiah dan valuta asing

yang terdapat dalam kas negara dan uang pada bendahara penerimaan dan

bendahara pengeluaran kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian,

dan lembaga negara.

Dari penjelasan mengenai definisi uang negara diatas, keberadaan PTN-

BH merupakan suatu instansi pemerintah yang memberikan fungsi pelayanan

pendidikan yang sesuai dengan amanat konstitusi. Ditinjau dari kelembagaannya,

PTN-BH merupakan lembaga yang berada dalam pengawasan Menteri yang

mengurusi bidang pendidikan tinggi. Dalam Pasal 65 ayat (3) UU Dikti memiliki

hak untuk mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel. Keberadaan

hak tersebut merupakan imbas dari pemberian otonomi terhadap pengelolaan

suatu badan hukum. Otonomi pengelolaan keuangan pada PTN-BH bertentangan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 29: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

103

dengan konsep keuangan negara yang menegaskan bahwa setiap instansi

pemerintahan harus mengelola sesuai dengan koridor UU Keuangan Negara yang

menitikberatkan pada pertanggungjawaban yang akuntabel. Selain itu, kriteria

badan hukum yang digunakan oleh PTN-BH tidak seperti BUMN atau perseroan

terbatas lainnya karena pada PTN-BH tetap mendasarkan pembiayaan pada sistem

penganggaran APBN yang nantinya akan dikelola secara mandiri, sedangkan

dalam BUMN kekayaan negara hanya terdapat pada permulaan pendirian sebagai

bentuk penyertaan modal negara terhadap kepada BUMN.

Terlebih dalam Pasal 3 PP Pendanaan PTN-BH dijelaskan bahwa sumber

pendanaan PTN-BH berpangkal pada anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah

dalam APBN. Alokasi dana tersebut merupakan bagian dari 20% (dua puluh

persen) dari total anggaran fungsi pendidikan. Menurut pasal tersebut sumber

pendanaan PTN-BH dapat dibagi menjadi 6 (enam) jenis yakni:

1. Masyarakat; hal ini merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam

pendanaan PTN-BH yang dapat berupa sumbangan, hibah, dan/atau

sumber yang lain.

2. Biaya Pendidikan; biaya pendidikan merupakan contra prestatie atas jasa

yang diberikan oleh PTN-BH kepada mahasiswa sehingga biaya

pendidikan merupakan kewajiban mahasiswa.

3. Pengelolaan dana abadi dan usaha-usaha PTN-BH; inilah yang menjadi

legal standing pendirian badan usaha oleh PTN-BH.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 30: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

104

4. Pengelolaan kekayaan negara yang diberikan Pemerintah dan Pemerintah

daerah untuk kepentingan pengembangan pendidikan tinggi.

5. Sumber-sumber lain yang sah.

Kelima sumber pendanaan PTN-BH tersebut dikelola secara mandiri oelh PTN-

BH dengan otonomi non-akademik yang diberikan kepada PTN-BH. Cotoh

otonomi dalam pengelolaan keuangan negara inilah yang diartikan sebagai bentuk

otonomi semu yang diberikan oleh negara. Diartikan semu karena pada dasrnya

otonomi tersebut tidak serta merta dilakukan secara penuh melainkan hanya

sebagian yakni dalam pelaksanaannya saja akan tetapi, dalam

pertanggungjawaban tetap menganut asas yang sesuai dengan UUKN.

Pendapatan PTN-BH dikategorikan sebagai Pendapatan Negara Bukan

Pajak (PNBP). Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak54 (UU PNBP) yang dikategorikan

sebagai penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah

dalam bidang pendidikan. Pengelolaan PNBP ini menjadi penting karena dalam

UU PNBP mewajibkan bahwa instansi subjek PNBP wajib segera untuk menyetor

hasil PNBP tersebut kepada negara. Penentuan besaran PNBP ini dapat ditentukan

melalui penetapan pemerintah atau penghitungan instansi yang bersangkutan.

Dengan demikian terbukti bahwa otonomi pengelolaan keuangan yang diberikan

pada PTN-BH tidak mutlak.

54 Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak,

Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3687.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 31: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

105

Dengan demikian, keberadaan BHMN sebagai bentuk baru badan hukum

bukan merupakan suatu solusi yang tepat karena keberadaan BHMN tidak

memiliki landasan teori yang kuat, sehingga kedudukannya sangat lemah.

Kelemahan hal tersebut terlihat pada sistem keuangan dan pengelolaan keuangan

yang terdapat dalam BHMN umumnya dan PTN-BH khususnya. Berbeda dengan

kedudukan BLU sebagai bentuk pendelegasian tugas negara yang tetap

mendasarkan kewenangan pengelolaan keuangan negaranya atas dasar UU

Keuangan Negara. Pertanggungjawaban keuangan BLU dapat diartikan sama

seperti pertanggungjawaban Lembaga Negara lainnya.

3.5 Akibat Hukum dalam Pola Pengelolaan Sistem Kepegawaian Pada

Perguran Tinggi Negeri (PTN)

Dalam kajian teori, disebutkan bahwa terdapat hubungan antara Hukum

Administrasi dengan Hukum Kepegawaian yang disebut dengan openbare

dientsbetrekking (hubungan dinas publik) terhadap negara yang merupakan salah

satu bentuk hubungan subordinatie yakni hubungan antara atasan dengan

bawahan. Selain itu, dapat dikategorikan bahwa subjek hukum dari hukum

kepegawaian adalah PNS. Selain itu terdapat beberapa pendapat mengenai

hubungan dinas publik antara lain :

1. Menurut Logemaann hubungan dinas publik terjadi ketika seseorang

mengikatkan dirinya untuk tunduk pada perintah pemerintah untuk

melakukan suatu atau beberapa jabatan yang dihargai dengan pemberian

gaji dan beberapa keuntungan lain. Dalam hal ini yang diartikan sebagai

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 32: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

106

hubungan dinas publik adalah kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan

untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentu

yang berakibat bahwa pegawai yang bersangkutan tidak menolak

pengangkatannya dalam suatu jabatan yang telah ditentukan oleh

pemerintah atau sebaliknya pemerintah berhak mengangkat pegawai tanpa

harus ada persetujuan dari yang bersangkutan55

2. Kajian hubungan dinas publik ini berkaitan dengan segi pengangkatan

Pegawai Negeri. Hubungan antar pegawai negeri dengan negara dari segi

pengangkatan ini dikenal sebagai teori Contrac Suigeneris. Teori yang

didasarkan pada pendapat Buys ini mensyaratkan bahwa pegawai negeri

harus setia dan taat selama menjadi Pegawai Negeri, meskipun disetiap

saat dia bisa mengundurkan diri. Pendapat Buys berarti meniadakan hak

asasi pegawai negeri sehingga Pemerintah dapat menyatakan bahwa yang

bersangkutan bukanlah orang yang diperlukan bantuannya oleh

pemerintah. Pendapat tersebut ditentang oleh Y. Helskrek dengan

mengemukakan pendapat bahwa ketika Pemerintah membatasi hak

pegawai negeri berarti pemerintah melakukan perbuatan inkonstitusional.

Namun walaupun demikian, hukum kepegawaian di Indonesia cenderung

mengikuti pendapat Buys56.

3. Menurut Philipus M. Hadjon, kajian Hukum Administrasi lebih melihat

55 S.F. Marbun dan Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty, Yogyakarta,

1984, hal. 98-99 56 Ibid, hal. 99-100

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 33: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

107

bahwa hubungan kepegawaian sebagai bentuk hubungan Openbare

dienstbetrekking yang melekat pada hubungan antara atasan dengan

bawahan57.

Pengertian Pegawai sudah pernah diartikan oleh beberapa ahli hukum pada

abad 19-20 masehi. Kranenburg mendefinisikan Pegawai Negeri sebagai pejabat

yang ditunjuk. Pengertian Kranenburg tersebut tidak termasuk mereka yang

jabatannya merupakan fungsi perwakilan seperti Anggota Parlemen, Presiden, dan

sebagainya. Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materiil

mencermati hubungan antara negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan

pengertian bahwa Pegawai Negeri adalah setiap pejabat yang memiliki hubungan

dinas dengan Negara58. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara59 (UU ASN) menjelaskan beberapa pengertian terkait

keberadaan Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 1 angka 1 UU ASN menjelaskan

mengenai pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai berikut :

Pasal 1 angka 1 UU ASN

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi

Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja yang

bekerja pada instansi pemerintah.

Selain pengertian ASN, juga dijelaskan beberapa pengertian lain berkaitan dengan

pegawai pemerintahan yakni :

57 Philippus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, 1994, hal. 214 58 Sri Hartini, dkk.,Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal 31 59 Indonesia, Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 2014 No. 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.

5494.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 34: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

108

Pasal 1 angka 2 UU ASN

Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah

Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja yang oleh

pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan

pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 1 angka 3 UU ASN

Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN scara

tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Pasal 1 angka 4 UU ASN

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disebut PPPK

adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat

berdasarkan perjanjian kerja dengan jangka waktu tertentu dalam rangka

melaksanakan tugas pemerintahan.

Dari keempat pengertian tersebut diartikan bahwa terdapat 2 (dua) jenis

pegawai dalam lingkup pemerintahan yakni PNS dan Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua jenis pegawai tersebut tergabung dalam

pengertian Pegawai ASN guna menjalankan fungsi Aparatur Sipil Negara. Ketiga

makna tersebut itulah yang dinamakan pengertian secara stipulatif yakni

pengertian yang didasarkan pada penetapan oleh peraturan perundang-undangan.

Pembagian jenis-jenis Pegawai ASN ini didasarkan pada Pasal 6 dan Pasal

7 UU ASN yang menjelaskan pembagian Pegawai ASN adalah sebagai berikut :

1. PNS, yakni Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pegawai Tetao oleh

Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara

nasional

2. PPPK, yakni Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai melalui

Perjanjian Kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 35: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

109

kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan UU ASN.

Dalam pelaksanaan kewajiban sebagai PNS, Pegawai ASN sesuai dengan

Pasal 2 UU ASN beserta Penjelasan pasal tersebut harus mendasarkan

pelaksanaan manajemen dan kebijakan yang sesuai dengan asas-asas sebagai

berikut :

1. Kepastian Hukum; yakni dalam setiap penyelenggaraan kebijakan dan

Manajemen ASN harus mengutamakan landasan peraturan perundang-

undangan, kepatutan, dan keadilan.

2. Profesionalitas; yakni dalam penyelengaraan kebijakan dan manajemen

ASN harus mengutamakan keahlian yang berdasarkan kode etik dan

ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Proporsionalitas; yakni dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen

ASN mengutamakan keseimbangan hak dan kewajiban.

4. Keterpaduan; yakni dalam pengelolaan Pegawai ASN didasarkan pada satu

sistem pengelolaan yang terpadu secara nasional;

5. Delegasi; yakni dalam pembagian kewenangan pengelolaan manajemen

Pegawai ASN dapat didelegasikan pengelolaannya kepada Kementerian,

Lembaga Negara Non-Kementerian, dan Pemerintah Daerah.

6. Netralitas; bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk

pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

7. Akuntabilitas; bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Pegawai

ASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Efektif dan Efisien; bahwa dalam menyelenggarakan manajemen ASN

sesuai dengan target atau tujuan dengan tepat waktu sesuai dengan

perencanaan yang telah ditetapkan.

9. Keterbukaan; bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN bersifat

terbuka untuk publik.

10. Nondiskriminatif; bahwa dalam penyelenggaraan Manajemen ASN tidak

ada pembedaan perlakuan berdasarkan jender, suku, agama, ras, dan

golongan.

11. Persatuan dan Kesatuan; bahwa Pegawai ASN sebagai perekat Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 36: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

110

12. Keadilan dan Kesetaraan; bahwa penyelenggaraan ASN harus

mencerminkan rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh

kesempatan akan fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN.

13. Kesejahteraan; bahwa penyelenggaraan ASN diarahkan untuk

mewujudkan peningkatan kualitas hidup Pegawai ASN.

Perbedaan antara PNS dan PPPK adalah status kepegawaian yang melekat

pada ASN adalah adanyan Perjanjian Kerja atau tidak, dalam kaitannya dengan

Hukum Perburuhan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan60, Perjanjian Kerja diartikan sebagai perjanjian antara

pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,

hak, dan kewajiban para pihak. Dalam pengertian tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa PPPK merupakan pihak pekerja dengan Pejabat Pembina

Kepegawaian sebagai pemberi kerja sebagai bentuk pendelegasian tugas negara

kepada Pejabat tersebut. Hanya saja konsep Perjanjian Kerja yang terdapat dalam

UU Ketenagakerjaan berbeda dengan konsep yang terdapat dalam UU ASN.

Perbedaan tersebut terdapat pada kewenangan dan subyek yang dapat melakukan

Perjanjian Kerja. Lain lagi halnya dengan jenis Pegawai Negeri yang terdapat

dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(UU Pokok-Pokok Kepegawaian 1999)61 yang dibagi menjadi :

1. Pegawai Negeri Sipil

60 Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4279 61 Indonesia, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3890

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 37: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

111

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan, PNS sendiri dalam Pasal 2 ayat (2) dibagi menjadi 2 (dua) yakni :

1. PNS Pusat, yakni PNS yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja

pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan

Lembaga Negara, Instansi Vertikal di Daerah Provinsi Kabupaten/Kota,

Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan

tugas negara lainnya.

2. PNS Daerah, yakni PNS daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya

dibebankan pada APBD dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau

dipekerjakan diluar instansi induknya.

Berkaitan dengan jenis Pegawai pada lembaga Pemerintahan yang lain

dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian 1999 juga dijelaskan mengenai kedudukan

Pegawai Tidak Tetap yang diartikan sebagai pegawai yang diangkat oleh Pejabat

yang berwenang dan diangkat untuk waktu tertentu guna melaksanakan tugas

pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai Tidak Tetap ini

bukan termasuk dalam kategori Pegawai Negeri, penamaan Pegawai Tidak Tetap

ini mempunyai arti sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainnya. Penamaan

ini merupakan bentuk antisipasi pemerintah terhadap kebutuhan pegawai dan

terbentur dalam hal penggajiannya yang terdapat dalam APBN/APBD. Pada

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 38: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

112

dasarnya, kebutuhan dalam pengangkatan Pegawai Tidak Tetap diserahkan pada

masing-masing kebutuhan instansi. Perkembangan peraturan oerundang-undangan

tersebut diatas memiliki konsekuensi yuridis bahwa terdapat perubahan

penyebutan yang dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian 1999 disebut sebagai

Pegawai Tidak Tetap sedangkan dalam UU ASN disebut sebagai PPPK. Walaupun

demikian, pengertian keduanya tetap sama yakni sama-sama bukan PNS yang

mempunyai keterikatan dinas dengan Pemerintah maupun dengan negara.

Walaupun demikian, dalam UU ASN menjelaskan bahwa PPPK adalah bagian

dari ASN meskipun bukan PNS.

Dalam kajian kelembagaan pada Hukum Kepegawaian, Pasal 25 UU ASN

menjelaskan mengenai kedudukan ASN sebagai sebuah struktur organisasi

kedinasan sebagai berikut :

1. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi yang

diartikan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan

kebijakan, pembinaan profesi, dan pembinaan manajemen ASN.

2. Selanjutnya, Presiden mendelegasikan tugasnya dalam pengelolaan ASN

kepada beberapa instansi terkait diantaranya :

1. Kementerian yang mengurusi bidang pendayagunaan aparatur negara

(Kementerian-PAN) yang bertugas untuk menetapkan dan

merumuskan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta

mengawasi pelaksanaan kebijakan ASN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 39: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

113

2. Komisi ASN dengan kewenangan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk mewujudkan

Sistem Merit62 serta pengawasan terhadap penerapan asas, kode etik,

dan kode perilaku ASN.

3. Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan kewenangan untuk

melakukan penelitian, pengkajian kebijakan manajemen ASN,

pembinaan, dan penyelenggaraan pelatihan bagi ASN.

4. Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan kewenangan

penyelenggaraan manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria manajemen ASN.

Selanjutnya, terkait dengan kedudukan kepegawaian dalam UU Dikti

dijelaskan dalam Pasal 69 ayat (1) UU Dikti beserta penjelasan Pasal tersebut

disebutkan bahwa keteneagaan perguruan tinggi terdiri atas 2 (dua) jenis yakni :

1. Dosen; didefinisikan dalam Pasal 1 angka 14 UU Dikti sebagai

pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan

Pengabdian Masyarakat.

2. Tenaga Kependidikan; yang diartikan sebagai anggota masyarakat

62 Sistem Merit dalam Pasal 1 angka 22 UU ASN dijelaskan sebagai sistem kebijakan dan

manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan

wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal-usul,

jenis kelamin, status pernikahan, umur, dan kondisi kecacatan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 40: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

114

yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang

penyelenggaraan Pendidikan Tinggi antara lain, pustakawan, tenaga

administrasi, laboran, dan teknisim serta pranata teknik informasi.

Dalam Pasal 70 UU Dikti membagi kembali status kepegawaian yang ada dalam

PTN-Badan Hukum yakni :

1. Dosen dan Tenaga Kependidikan yang diangkat dan ditempatkan oleh

Pemerintah; dalam hal ini status kepegawaian yang diberikan kepada

keduanya adalah status Pegawai Negeri Sipil (PNS)

2. Dosen dan Tenaga Kependidikan yang diangkat dengan Perjanjian

Kerja atau Kesepakatan Kerja oleh Badan Penyelanggara. Badan

Penyelenggara dalam UU Dikti tidak dijelaskan secara spesifik

mengenai pengertian Badan Penyelenggara.

3. Dosen Tetap yang diangkat oleh Internal PTN-BH seperti yang

diuraikan dalam Pasal 71 ayat (1) UU Dikti.

Sesuai dengan konsep Perjanjian Kerja yang telah dijelaskan terlebih

dahulu diatas, maka berkaitan dengan gaji dan tunjangan Dosen dan Tenaga

Kependidikan dibebankan kepada Badan Penyelenggara pengangkatan Dosen dan

Tenaga Kependidikan. Namun, dalam UU Dikti tidak dejelaskan mengenai

pengertian Badan Penyelenggara tersebut. Berbeda dengan hal tersebut, Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen63 yakni dalam Pasal 1

63 Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Lembaran Negara

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 41: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

115

angka 5 disebutkan bahwa Penyelenggara Pendidikan adalah Pemerintah,

Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada

jalur pendidikan formal. Penyelenggara Pendidikan seperti yang disebut diatas

juga memiliki kewenangan atribusi untuk melakukan dan/atau membuat

Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama dengan guru dan/atau dosen

yang tetap memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan

prinsip kesetaraan dan prinsip kesewajaran berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Dikti, dalam Pasal 48

ayat (1) UU Guru dan Dosen membagi 2 (dua) jenis dosen yang terdapat dalam

Perguruan Tinggi, yakni :

1. Dosen Tetap; diartikan sebagai dosen yang bekerja penuh waktu yang

berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi

(PTN) tertentu.

2. Dosen Tidak Tetap; diartikan sebagai dosen yang bekerja paruh waktu

yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan

pendidikan tinggi (PTN) tertentu.

Selain itu, pembagian jenis dosen Satuan Pendidikan Tinggi juga dibagi

berdasarkan instansi yang melakukan pengangkatan terhadap dosen tersebut.

Pembagian instansi yang mengangkat tersebut juga berkaitan dengan kewajiban

Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4586

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 42: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

116

pemberian gaji dan tunjangan kepada dosen tersebut. Berdasarkan Pasal 52 UU

Guru dan Dosen terdapat 2 (dua) jenis instansi tersebut yakni :

1. Satuan Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah

memiliki kewajiban untuk memberikan gaji dosen yang diangkatnya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Satuan Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat

memiliki kewajiban untuk memberikan gaji dosen yang diangkatnya

sesuai dengan kesepakaran yang terdapat dalam klausula Perjanjian

Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.

Gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU Guru dan Dosen tersebut

meliputi beberapa hal yakni gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta

penghasilan lain yang meliputi tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan

khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas

sebagai dosen yang yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar

prestasi.

Jika dikaitkan dengan keberadaan UU ASN maka dapat disimpulkan

bahwa kedudukan dosen dan tenaga kependidikan adalah sama-sama sebagai

Aparatur Sipil Negara. Namun, pembagian dalam status kepegawaian dalam UU

Dikti terlihat berbeda karena terdapat pembagian kewenangan pengangkatan

antara Pemerintah dan Internal PTN-Badan Hukum sehingga dapat disimpulkan

menjadi seperti berikut :

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 43: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

117

(tabel 3.5.1) Pembagian Kewenangan Pengangkatan Dosen dan Tenaga

Kependidikan dalam UU Dikti

Pemerintah Internal PTN-Badan Hukum

Pemerintah berwenang mengangkat

Dosen dan tenaga kependidikan yang

diperlukan oleh PTN-BH untuk

menerapkan fungsi pendelegasian tugas

seperti yang terdapat dalam UU ASN

sebagai bentuk delegasi untuk

membantu dalam pelaksanaan tugas

yang terdapat dalam PTN-BH.

Selain itu, Badan Penyelanggara juga

dapat melakukan perjanjian kerja untuk

mengangkat dosen atau tenaga

kependidikan.

Dalam hal pengangkatan oleh

pemerintah tersebut Dosen dan Tenaga

Kependidikan berstatus sebagai PNS.

Sedangkan Dosen dan tenaga

kependidikan yang diangkat melalui

Perjanjian Kerja bukan merupakan PNS

namun juga termasuk dalam ASN.

Beban dalam hal gaji dan tunjangan

dosen dan tenaga kependidikan yang

berstatus PNS akan dibebankan pada

APBN/APBD.

Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71

PTN-BH berhak mengangkat dosen

tetap yakni dosen yang tidak diangkat

oleh Pemerintah melainkan diangkat

sesuai dengan Standart Nasional

Pendidikan oleh PTN-BH itu sendiri

dengan persetujuan oleh Pemerintah.

Status Dosen Tetap ini bukan menjadi

tanggung jawab pemerintah melainkan

kewenangan dari PTN-BH mengingat

kebutuhan internal dari PTN-BH

tersebut.

Status dosen tetap yang diangkat oleh

PTN-BH bukan merupakan PNS

maupun ASN.

Kewenangan Pengangkatan dosen tidak

tetap berada pada Pimpinan PTN-BH

atau Rektor Universitas dengan

memperhatikan persetujuan pemerintah.

Beban gaji pokok dan tunjungan atas

dosen tetap dibebankan kepada interlan

PTN-BH, sedangkan pemerintah dapat

memberikan tunjangan kepada dosen

tetap berupa tunjangan jabatan

akademik, tunjangan profesi, dan/atau

tunjangan kehormatan

Pada tabel diatas telah dijelaskan mengenai pembagian jenis status

kepegawaian yang terdapat dalam UU Dikti. Namun, selain hal tersebut akan juga

disertakan tabel terkait penbagian jenis dosen yang terdapat dalam UU Guru dan

Dosen dan UU Dikti. Pembagian tersebut perlu dijelaskan karena berkaitan

dengan keberlakuan kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut yang

keduanya sama-sama masih berlaku dan keduanya juga mengatur mengenai objek

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 44: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

118

yang sama yakni jenis-jenis status kepegawaian yang terdapat dalam PTN-BH

khususnya status kepegawaian dosen karena keduanya memiliki perbedaan dalam

pembagian status kepegawaian yang dapat dikenakan atas keberadaan Dosen

sebagai salah satu pilar dalam PTN-BH.

(tabel 3.5.2) Pembagian Jenis Dosen Berdasarkan Ketentuan UU Dikti dan

UU Guru dan Dosen

UU GURU DAN DOSEN UU DIKTI

Berdasarkan Status Kepegawaian

yang diberikan :

1. Dosen yang diangkat oleh

Pemerintah (PNS).

2. Dosen yang diangkat melalui

Perjanjian Kerja atau

Kesepakatan Kerja Bersama

yang dilakukan dengan

Penyelenggara Pendidikan atau

Satuan Pendidikan

Berdasarkan Instansi yang melakukan

pengangkatan :

1. Pemerintah dan ditempatkan ke

Satuan Pendidikan Tinggi milik

Negeri (PTN) tertentu

2. Satuan Pendidikan Tinggi

Negeri

3. Satuan Pendidikan Tinggi yang

diselenggarakan masyarakat

Selain itu, Dosen yang diangkat oleh

Satuan Pendidikan Tinggi terbagi 2

(dua) jenis :

1. Dosen Tetap

2. Dosen Tidak Tetap

Berdasarkan Status Kepegawaian yang

diberikan :

1. Dosen yang diangkan oleh

Pemerintah

2. Dosen yang diangkat melalui

Perjanjian Kerja yang dibuat

dengan Badan Penyelenggara

Berdasarkan Instansi yang melakukan

pengangkatan :

1. Pemerintah

2. Badan Penyelenggara

3. Internal PTN-BH melalui

kewenangan Pimpinan PTN-BH

(Rektor) dengan memperhatikan

persetujuan dari Pemerintah.

Dalam UU Dikti pengangkatan dosen

yang dilakukan oleh Internal PTN-

Badan Hukum mempunyai konsekuensi

bahwa dosen yang diangkat hanya

sebagai Dosen Tetap yang statusnya

bukan sebagai PNS maupun ASN

Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa ketentuan yang terdapat dalan UU

Guru dan Dosen mengalami tumpang tindih pengaturan terkait keberadaan status

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 45: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

119

kepegawaian eosen. Dalam UU Guru dan Dosen dalam pembuatan perjanjian

kerja dilakukan oleh calon dosen dengan Penyelenggara Pendidikan atau Satuan

Pendidikan, sedangkan dalam UU Dikti perjanjian kerja dibuat antara calon dosen

dengan Badan Penyelenggara. Dalam penjelasannya Badan Penyelenggara yang

disebutkan dalam UU Dikti tidak dijelaskan secara spesifik mengenai Instansi

mana yang memiliki kewenangan untuk melakukan perjanjian kerja. Selain itu,

dalam UU Guru dan Dosen membagi jenis dosen yang diangkat oleh Internal

Satuan Pendidikan Tinggi menjadi Guru Tetap dan Guru Tidak Tetap sedangkan

berdasarkan UU Dikti, dosen yang diangkat oleh Internal PTN-Badan Hukum

hanya dosen tetap saja. Ketentuan tersebut diatas jelas terdapat tumpang tindih

pengaturan karena keberadaan kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut

sama-sama masih berlaku.

Sebagai pembanding, tabel diatas merupakan pembagian jenis dosen yang

terdapat di Indonesia melalui pendekatan peraturan perundang-undangan maka

selanjutnya akan diperbandingkan juga ketentuan yang mengikat UU Dikti terkait

dengan status kepegawaian dengan ketentuan yang terdapat pada UU ASN

sebagai peraturan induk terkait dengan keberadaan Aparatur Sipil Negara sebagai

bentuk pelaksana tugas negara.

(tabel 3.5.3) Perbandingan UU ASN dan UU Dikti Terkait Kedudukan ASN

UU ASN UU DIKTI

Dalam UU ASN pembagian tenaga

kependidikan didasarkan pada

pembagian jenis ASN yakni PNS dan

Dikenal 2 (dua) macam tenaga

kependidikan dalam UU DIKTI yakni

tenaga kependidikan yang diangkat oleh

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 46: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

120

PPPK kedua jenis pegawai tersebut

termasuk kedalam kulifikasi sebagai

ASN yang diberi tugas untuk

menjalankan fungsi pemerintahan

dengan gaji yang dibebankan pada

negara.

Mekanisme pengangkatan PNS harus

didasarkan pada rekruitmen yang

didasarkan pada peraturan perundang-

undangan. Berakhirnya status PNS

adalah telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan.

Berbeda dengan konsekuensi yuridis

terkait keberadaan PPPK yang dalam

hal ini merupakan pegawai kontrak.

Kontrak kerja yang dibuat antara

instansi pemerintahan tersebut

merupakan landasan pengangkatan

PPPK tersebut.

Pemerintah dan/atau Badan

Penyelenggara

Pengangkatan tenaga kependidikan

yang diangkat oleh Pemerintah diangkat

berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Tenaga

kependidikan ini menjadi bagian dari

ASN

Pengangkatan tenaga kependidikan

yang diangkat oleh Badan

Penyelenggara diangkat berdasarkan

Perjanjian Kerja. Tenaga kependidikan

diatas bukan merupakan bagian dari

ASN.

Terkait dengan status kepegawaian tenaga kependidikan, antara UU ASN

dan UU Dikti tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena pada dasarnya

keberadaan tenaga kependidikan ini terdapat kesamaan pengaturan yakni adanya

status PNS dan status tenaga kependidikan yang didasarkan pada Perjanjian

Kerja. Namun, terdapat beberapa pengaturan yang berbeda yakni terkait

keberadaan instansi yang melakukan pengangkatan atas tenaga kependidikan

dengan Perjanjian Kerja. Jika dilihat dari UU ASN, maka instansi yang

melakukan pengangkatan dikatakan dengan istilah “Instansi Pemerintah yang

membutuhkan” sedangkan dalam UU Dikti instansi tersebut dikenal dengan istilah

“Badan Penyelenggara” perbedaan tersebut menimbulkan persepsi ganda bahwa

jika dilihat dari sudut pandang UU ASN, Pegawai dengan Perjanjian Kerja dapat

diadakan oleh Instansi Pemerintah jika terdapat kebutuhan terkait kinerja

Insatansi Pemerintah yang bersangkutan. Sedangkan dalam persepsi UU Dikti

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 47: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

121

proses pengangkatan Tenaga Kependidikan denga Perjanjian Kerja dapat

dilakukan kapan saja. Kedua hal tersebut dapat menimbulkan kekaburan hukum

jika keduanya sama-sama merupakan Peraturan yang berlaku di Indonesia.

Dalam Pasal 64 ayat (3) UU Dikti mengatur mengenai bentuk otonomi

PTN-BH yang salah satunya adalah otonomi dalam pengelolaan ketenagaan. Yang

dimaksud dengan pengelolaan ketenagaan adalah terkait dengan pengelolaan

tenaga kependidikan dan pengelolaan dosen. Berbeda dengan otonomi

pengelolaan dalam PTN-BH, PTN dengan sistem pengelolaan BLU memiliki

ciri-ciri bukan merupakan suatu badan hukum tersendiri dan tidak memiliki

otonomi pengelolaan secara khusus tidak mungkin melakukan pengelolaan

ketenagaan secara mandiri dan tetap mengikuti alur pengelolaan ketenagaan yang

dilakukan oleh Pemerintah. Dengan demikian maka dalam tulisan ini akan

disertakan tabel perbandingan berkaitan dengan pengelolaan ketenagaan dalam

PTN-BH dan PTN dengan sistem pengelolaan BLU.

(tabel 3.5.4) Perbandingan Pengelolaan Ketenagaan dalam PP Statuta Univ.

Airlangga sebagai PTN-Badan Hukum dan Statuta Univ.

Bengkulu sebagai PTN

STATUTA UNAIR

Dalam Pasal 67 PP Statuta UNAIR

menjelaskan bahwa Pegawai UNAIR

terdiri dari Dosen dan Tenaga

Kependidikan. Pegawai tersebut

dibagi menjadi beberapa jenis yakni :

1. PNS yang dipekerjakan yang

STATUTA UNIV. BENGKULU

Berdasarkan Pasal 103 Statuta Univ.

Bengkulu dijelaskan bahwa Dosen

dibagi menjadi 2 (dua) jenis yakni :

1. Dosen Tetap yakni dosen dengan

status PNS yang bekerja di Univ.

Bengkulu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 48: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

122

dengan melihat syarat-syarat

yang telah ditentukan Peraturan

Perundang-Undangan

2. Pegawai Tetap

3. Pegawai Tidak Tetap

Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak

Tetap dipekerjakan sesuai dngan

Peraturan Rektor.

Dalam Pasal 68 PP Statuta UNAIR

membagi jenis Dosen sebagai berikut :

1. Dosen Tetap; yang dibagi lagi

menjadi 2 (dua) jenis yakni :

Dosen Tetap yang berasal

dari PNS yang dipekerjakan

Dosen Tetap yang berasal

dari tenaga yang dilakukan

perekrutan oleh UNAIR

2. Dosen Tidak Tetap

Sedangkan, Tenaga Kependidikan

diatur dalam Pasal 69 PP Statuta

UNAIR dibagi menjadi :

1. Tenaga Kependidikan Tetap

2. Tenaga Kependidikan Tidak

Tetap.

Keduanya juga terbagi menjadi Tenaga

Kependidikan yang berasal dari PNS

maupun Tenaga Kependidikan yang

direkrut oleh internal UNAIR. Tenaga

Kependidikan berasal dari PNS

didasarkan pada Peraturan Perundang-

Undangan. Sedangkan Tenaga

Kependidikan Tidak Tetap

pengaturannya didasarkan pada

Perjanjian Kerja.

2. Dosen Tidak Tetap yakni dosen

yang bekerja paruh waktudan

diangkat sesuai dengan

kebutuhan.

Sedangkan terkait tenaga kependidikan

diatur dalam Pasal 108 Statuta Univ.

Bengkulu namun dalam hal ini tidak

diatur mengenai status kepegawaian dari

tenaga kependidikan tersebut. Namun,

pada dasarnya Tenaga Kependidikan

dapat berasal dari PNS maupun bukan

PNS

Dalam Pasal 109 Statuta Univ.

Bengkulu mengatur masalah

pengangkatan, penempatan,

pemindahan, dan pemberhentian dosen

dan tenaga kependidikan diatur dengan

Peraturan Rektor sesuai dengan

Peraturan Perundang-Undangan.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan terkait ketenagaan

diantara keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan namun walaupun

demikian, dalam pembagian jenis dosen dalam PTN tidak mengikuti aturan yang

terdapat dalam UU Dikti. Pengaturan mengenai dosen tersebut tunduk pada UU

Guru dan Dosen yang dibuktikan bahwa pembagian dosen dalam PP Statuta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 49: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

123

UNAIR dan Statuta Universitas Bengkulu mengenal istilah dosen tidak tetap

yang dalam UU Dikti tidak mengenal hal tersebut. Selain itu, dalam kedua Statuta

PTN tersebut tidak mengenal PPPK melainkan masih menggunakan istilah

Pegawai Tidak Tetap tentu saja hal ini secara teknis sudah tidak sesuai dengan UU

ASN sebagai Peraturan Perundang-Undangan Pokok terkait masalah

kepegawaian. Dari kedua hal tersebut terlihat jelas bahwa keberadaan UU Guru

dan Dosen dan UU Dikti terdapat tumpang tindih pengaturan khususnya

pengaturan terkait keberadaan Dosen.

Selain itu, terdapat kejanggalan dalam PP Statuta UNAIR mengenal istilah

Dosen Tetap yang merupakan tenaga yang direkrut oleh UNAIR. Kejanggalan

tersebut diartikan sebagai landasan hukum untuk melakukan pengangkatan secara

sendiri tersebut termasuk sebagai bentuk otonomi yang diberikan oleh UU Dikti

kepada UNAIR. Namun belakangan ini terlihat bahwa keberadaan dosen tetap

yang berada dalam lingkup PTN-BH seperti UNAIR tidak termasuk dalam kajian

hukum kepegawaian karena pada hakikatnya keberadaan dosen tetap adalah sama

saja dengan pekerja kontrak. Dengan kata lain, Dosen tetap ini nantinya akan

disamakan statusnya seperti karyawan BUMN. Pemberian status yang demikian

inilah dapat dikategorikan sebagai upaya pelepasan sektor pendidikan terutama

sektor pendidikan tinggi yang semula sektor publik demi penyelenggaraan fungsi

negara menjadi sektor negara yang menitikberatkan bahwa sektor pendidikan

merupakan jasa yang bisa diperjual-belikan.

3.6 Akibat Hukum Pendirian Badan Usaha dan/atau Penyertaan Modal

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 50: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

124

Badan Usaha oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

Secara umum badan usaha merupakan kesatuan yuridis dan ekonomi yang

mengggunakan faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dengan

tujuan untuk mencari keuntungan semata. Secara teoritis badan usaha dibagi

menjadi 2 (dua) jenis :

a) Badan Usaha yang Bukan Badan Hukum (Non-Badan Hukum)

Dikatakan sebagai badan usaha yang bukan badan hukum dikatakan

demikian karena beberapa hal yaitu tidak terdapat pemisahan harta

kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha. Selain itu,

pertanggungjawaban dalam badan usaha bukan badan hukum bisa

sampai kepada kekayaan pemiliknya. Dalam teori, badan usaha yang

bukan badan hukum dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Persekutuan Perdata

2. Firma

3. Comanditaire Venootschaap (CV)

b) Badan Usaha yang merupakan Badan Hukum

Pada Badan Usaha yang berbentuk badan hukum memiliki pmisahan

harta kekayaan pemilik dengan harta kekayaan badan usaha sehingga

pemilik bertanggumng jawab hanya sebatas pada modal yang disetor.

Terdapat 3 (tiga) jenis badan usaha ber badan hukum antara lain :

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 51: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

125

1. Perseroan Terbatas (PT)

Berdasrkan Pasal 1 angka 1 UU PT-2007 dijelaskan bahwa

Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal yang

didirikan berdasarkan perjanjian dimana seluruh modal

dasarnya terbagi atas saham. Dalam konsep Perseroan Terbatas,

kekayaan Perseroan Terbatas berbeda dengan kekayaan

pemilik. Pendirian Perseroan Terbatas dapat dilakukan oleh

subjek Hukum orang perseorangan baik Warga Negara

Indonesia maupun Warga Negara Asing yang dapat bertindak

sebagai pemilik perseroan dan pemegang saham perseroan,

begitu pula dengan Badan Hukum juga dapat bertindak sama

seperti halnya perseorangan.

2. Yayasan

Pada dasarnya, yayasan merupakan bentuk badan hukum yang

bukan merupakan ajang pencarian keuntungan atau ajang

berusaha. Yayasan lebih mengarah pada kegiatan keagamaan

dan kegiatan sosial. Dalam pengurusan yayasan kekayaan

pendiri atau kekayaan pengurus harus dibiuat terpisah dari

kekayaan yayasan. Pendirian yayasan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan64 dapat

64 Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 52: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

126

dilalukan oleh orang perseorangan baik Warga Negara

Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) dan

Badan Hukum.

3. Koperasi

Koperasi merupakan suatu badan usaha yang menjadi pilar

ekonomi rakyat yang didasarkan pada prinsip gotong royong

dan didirikan oleh orang perorang atau suatu badan hukum.

Pada dasarnya koperasi merupakan suatu badan usaha yang

bertumpu pada keberadaan anggota koperasi dengan Rapat

Anggota Tahunan yang menjadi forum tertinggi dalam

pengelolaan koperasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian65 dalam keanggotaan

koperasi hanya berlaku bagi Warga Negara Indonesia (WNI)

saja begitu pula bagi pengurus dan pengawas koperasi tersebut.

Pada dasarnya Peraturan Perundang-Undangan memberikan peluang bagi

PTN-BH untuk mendirikan dan/atau memiliki badan usaha sebagai bentuk

layanan penunjang untuk tridharma perguruan tinggi. Jika dilihat dari konsep

kedudukan kelembagaan maka, PTN-BH juga merupakan badan hukum yang

diperbolehkan untuk membuat suatu badan usaha. Pendirian dan/atau kepemilikan

Nomor 4132

65 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3502

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 53: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

127

badan usaha oleh PTN-BH tidak lain untuk melakukan fungsi entrepeneur. Fungsi

inilah yang termasuk dalam kewenangan otonomi pengelolaan yang diberikan

kepada PTN-BH. Dalam UU PT-2007 dijelaskan bahwa pendirian suatu Perseroan

Terbatas memiliki syarat sah sebagai berikut :

1. Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih

2. Pendirian harus berbentuk Akta Notaris

3. Dibuat dalam Bahasa Indonesia

4. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham yang diterbitkan

5. Mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM

Konteks pendirian badan usaha yang dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh

PTN-BH tidak hanya terbatas pada bentuk Perseroan Terbatas. Polemik yang

muncul adalah jika kedudukan PTN-BH jika dikaitkan subjek kepemilikan Badan

Hukum. Dalam Hukum Indonesia, subjek dalam hukum mengenal tidak hanya

orang secara natural/orang perseorangan saja (natuurlijke persoon) melainkan

juga mengenal suatu badan hukum (recht persoon). Dalam konsep Hukum

Keuangan Negara telah dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan yang dilakukan

oleh PTN-BH tetap mengikuti pengelolaaan keuangan negara, demikian pula

dalam konsep Hukum Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa

kedudukan PTN-BH merupakan lembaga negara yang diberikan otonomi khusus

berupa kekayaan negara yang dipisahkan. Hal tersebut menimbulkan persepsi

bahwa keberadaan PTN-BH menjadi suatu kewenangan yang terkesan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 54: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

128

“tanggung” karena ketidakjelasan posisi kelembagaannya.

Sebagai suatu lembaga negara yang dapat melakukan tindakan

pemerintahan yang berupa perbuatan hukum (rechthandelingen).yakni perbuatan

yang dapat menimbulkan akibat hukum secara langsung. Dalam hukum

Administrasi perbuatan hukum yang dilakukan pemerintah tersebut tidak boleh

menyimpang dan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan sehingga

tidak akan menimbulkan cacat substansi, wewenang, dan prosedur. Perbuatan

pemerintah tersebut dibagi menjadi 2 (dua) golongan66 yakni :

1. Perbuatan Publik

Dalam Perbuatan Publik yang dilakukan pemerintah terdapat 2 (dua)

macam yakni Perbuatan Publik Bersegi Satu dan Perbuatan Publik

Bersegi Dua. Perbuatan Publik Bersegi Satu diartikan sebagai

pengambilan keputusan yang secara sepihak dilakukan oleh

Pemerintah sebagai bentuk kebijakan publik dan bukan merupakan

suatu perjanjian yang didasarkan pada suatu perundang-undangan.

Sedangkan, Perbuatan Publik Bersegi Dua menurut Van Der Ppr.

Kranenberg, Vegting, Wiarda, dan Donner diartikan sebagai suatu

kebijakan pemerintah yang menganding perjanjian yang didasarkan

pada Hukum Publik. Sebagai contoh adalah Kortvartbend Contracten

yakni perjanjian kerja jangka pendek yang melibatkan seorang sebagai

66 M. Lutfi Chakim, Perbuatan Pemerintah, www.lutfichakim.com yang diakses pada Jum'at 3

April 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 55: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

129

pekerja dan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi pekerjaan. Pada

Kortvartbend Contracten terdapat persesuaian kehendak antara pekerja

dan pemberi pekerjaan yang diatur oleh Hukum Publik.

2. Perbuatan Privat

Pada Perbuatan Hukum Privat, Pemerintah diberikan kebebasan untuk

melakukan perjanjian dengan subyek hukum yang lain atas dasar asas

kebebasan berkontrak yang didasarkan pada ketentuan hukum privat.

Pendiran Badan Usaha yang dilakukan oleh PTN-BH dapat dikategorikan

sebagai perbuatan hukum privat, dikarenakan pendirian dan/atau kepemilikn

badan usaha pada pokoknya didasarkan pada kehendak untuk mengikatkan diri

suatu lembaga kepada lembaga lain dengan suatu perjanjian untuk membentuk

badan usaha. Ketentuan tersebut tetap berlaku apabila PTN-BH dianggap sebagai

salah satu bentuk instansi Pemerintah. Jika PTN-BH tidak dianggap sebagai salah

satu bentuk instansi Pemerintah maka tindakan pendirian badan usaha tersebut

tidak dianggap sebagai bentuk tindakan pemerintah yang bersifat privat melainkan

tindakan pendirian badan usaha tersebut merupakan suatu tindakan yang lazim

dilakukan oleh suatu badan hukum demi mengembangkan usahanya sekaligus

sebagai pengakuan eksistensi keberadaan badan hukum yang dapat melakukan

perbuatan hukum.

Keistimewaan otonomi pengelolaan kelembagaan menyebabkan PTN-BH

dapat mendirikan suatu badan usaha. Contohnya, Pasal 88-Pasal 91 PP Statuta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 56: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

130

UNAIR. Dalam Pasal-Pasal tersebut menyatakan bahwa sebagai PTN-BH,

UNAIR berhak mendirikan usaha yang dapat berbentuk badan hukum maupun

bukan badan hukum. Kegiatan usaha tersebut juga meliputi satuan usaha

akademik yang diartikan sebagai bentuk pelaksanaan Tridharma Perguruan

Tinggi. Pendirian Badan Usaha maupun satuan usaha akademik tersebut

dilakukan secara mandiri dalam internal UNAIR sebagai salah satu bentuk

otonomi pengelolaan PTN-BH. Bahwa pendirian Badan Usaha maupun satuan

usaha akademik ini dalam PP Statuta UNAIR dikategorikan sebagai bentuk dari

tindakan privat yang dilakukan demi menambah pemasukan dari UNAIR untuk

memajukan pelaksanaan Tridharma Pendidikan Tinggi sehingga pendirian

maupun kepemilikan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah kewjaran dari suatu

badan hukum maupun suatu instansi pemerintah.

Tak hanya itu, UNAIR sebagai suatu PTN-BH dapat melakukan

penyertaan modal terhadap suatu Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 91 PP Statuta

UNAIR dijelaskan bahwa UNAIR dapat mendirikan suatu badan usaha yang

berbentuk Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas yang didirikan oleh UNAIR

sebagai PTN-BH memiliki syarat pendirian sebagai berikut :

1. Penyertaan modal tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen)

dari kekayaan UNAIR

2. UNAIR harus memiliki 51% (lima puluh satu persen) dari saham

Perseroan Terbatas yang didirikan. Dengan demikian UNAIR harus

menjadi pemegang saham mayoritas dalam Pendirian Perseroan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 57: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

131

Terbatas

3. Pemegang Saham diwakili oleh Rektor UNAIR dalam setiap

pengambilan keputusan Perseroan Terbatas. Rektor bertindak sebagai

perwakilan pemegang saham UNAIR dalam suatu Perseroan Terbatas

yang mewakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Perseroan Terbatas yang didirikan

4. Perseroan Terbatas yang didirikan harus didasarkan pada kaidah-

kaidah tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance)

Syarat-syarat tersebut menjadi suatu syarat kumulatif terkait pendirian Perseroan

Terbatas yang dilakukan oleh UNAIR sebagai PTN-BH. Dapat diartikan bahwa

keempat syarat tersebut merupakan syarat tambahan selain syarat-syarat pendirian

Perseroan Terbatas yang terdapat dalam UU PT-2007. Adapun yang dimaksud

dengan tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) kekayaan UNAIR yang

boleh disetorkan inilah yang menimbulkan kerancuan. Kerancuan ini terkait

dengan status kekayaan UNAIR yang dapat dijadikan modal disetor dalam

Perseroan Terbatas yang didirikan oleh UNAIR. Jika dianalisis, keuangan PTN-

BH juga merupakan bagian dari keuangan negara. Telah dijelaskan sebelumnya,

bahwa terdapat pendapat yang berbeda mengenai bentuk keuangan negara.

Dengan demikian, jika beranjak pada pendapat yang menyatakan bahwa walaupun

kekayaan yang dimiliki oleh PTN-BH merupakan kekayaan negara yang

dipisahkan maka, pendirian Badan Usaha oleh PTN-BH disamakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA

Page 58: BAB III AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.unair.ac.id/13769/11/11. Bab 3.pdf · AKIBAT HUKUM OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN . PTN-BH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK.

132

kedudukannya sebagai Badan Usaha Negara. Jika didasarkan pada pendapat yang

lain, maka selain PTN-BH merupakan Badan Hukum tersendiri, Badan Usaha

yang didirikannya pula merupakan menjadi kewenangan PTN-BH seutuhnya dan

negara tidak mempunyai andil dalam pengelolaan Badan Usaha tersebut.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi OTONOMI PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN NEGERI BADAN HUKUM (PTNI-BH)

RYAN SURYA PRADHANA