BAB III

16
BAB III TELAAH JURNAL 3.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Konsep triage berasal dari kata kerja Perancis “trier” , yang berarti memilah atau menyeleksi. Konsep pertama dikenal selama Perang Dunia Pertama, ketika korban diurutkan atau diprioritaskan sesuai dengan cedera yang diderita dan kondisi fisiknya , dengan tujuan memprioritaskan korban mana yang sebaiknya diberikan perawatan terlebih dulu. Hal tersebut memberikan pemikiran bahwa triage dapat digunakan dalam perawatan kesehatan masyarakat . Bagian gawat darurat (Emergency Departement), terutama di Amerika Serikat (AS ) , mulai menggunakan triage pada awal tahun 1960-an . Alasan untuk ini adalah adanya peningkatan jumlah pasien yang langsung dibawa ke bagian gawat darurat , meskipun pasien yang dirawat lebih banyak karena masalah narkoba, tindakan kekerasan dan trauma daripada kondisi pasien yang urgen. Proses triage dikembangkan untuk memilah pasien yang memerlukan perawatan segera dari pasien yang tidak akan terancam jiwanya jika mereka harus menunggu lebih lama untuk pengobatan . Triage saat ini sangat penting dalam sistem perawatan darurat , dan diharapkan bahwa perawat dapat bekerja dengan metode profesional ( Grossman , 1999) . Triage adalah suatu proses dinamis dalam pengambilan keputusan , ketika pasien harus

description

bab 3 triage

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB III

TELAAH JURNAL

3.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Konsep triage berasal dari kata kerja Perancis “trier” , yang berarti

memilah atau menyeleksi. Konsep pertama dikenal selama Perang Dunia

Pertama, ketika korban diurutkan atau diprioritaskan sesuai dengan cedera yang

diderita dan kondisi fisiknya , dengan tujuan memprioritaskan korban mana yang

sebaiknya diberikan perawatan terlebih dulu. Hal tersebut memberikan pemikiran

bahwa triage dapat digunakan dalam perawatan kesehatan masyarakat .

Bagian gawat darurat (Emergency Departement), terutama di Amerika

Serikat (AS ) , mulai menggunakan triage pada awal tahun 1960-an . Alasan

untuk ini adalah adanya peningkatan jumlah pasien yang langsung dibawa ke

bagian gawat darurat , meskipun pasien yang dirawat lebih banyak karena

masalah narkoba, tindakan kekerasan dan trauma daripada kondisi pasien yang

urgen. Proses triage dikembangkan untuk memilah pasien yang memerlukan

perawatan segera dari pasien yang tidak akan terancam jiwanya jika mereka

harus menunggu lebih lama untuk pengobatan . Triage saat ini sangat penting

dalam sistem perawatan darurat , dan diharapkan bahwa perawat dapat bekerja

dengan metode profesional ( Grossman , 1999) . Triage adalah suatu proses

dinamis dalam pengambilan keputusan , ketika pasien harus diprioritaskan

sesuai dengan kondisi medis dan kesempatan untuk bertahan hidup pada saat

datang di ED ( Gerdtz dan Bucknall 2001 , Cooper et al . , 2002). Handysides

(1996) mendefinisikan triage sebagai suatu proses di mana pasien dikategorikan

sesuai prioritasnya. Keputusan perawat di dasarkan pada masalah

pasien,riwayat kesehatan, tanda dan gejala , keadaan umum , tanda-tanda vital

dan kondisi fisik . Grossman ( 1999) menyatakan bahwa triage juga mengatur

masuknya pasien ke bagian gawat darurat dan bahwa perawat triase , dengan

kemampuannya dalam memprioritaskan, mampu mengarahkan dan

menyediakan tenaga yang diperlukan sesuai kondisi pasien dan memberikan

informasi . Namun, ada banyak komponen yang harus dipertimbangkan supaya

sistem triase dapat berjalan secara efektif . Salah satu komponen yang paling

Page 2: BAB III

penting adalah staf terlibat dalam tindakan triage . Kualifikasi dan kualitas pribadi

sangat penting untuk pelaksanaan triage yang efektif.

3.2 METODE PENELITIAN

a. Pengaturan Klinis

Penelitian ini dilakukan pada Departemen Gawat Darurat (ED) dari rumah

sakit di daerah bagian utara Swedia , yang memiliki paien sekitar 37 000 pasien

per tahun . ED ini melayani sekitar 134 000 jiwa di daerah yang jarang

penduduknya. Saat penelitian , departemen Gawat Darurat ini memiliki ruang

penerimaan atau triage seperti yang terdiri dari dua kamar konsultasi , satu ruang

untuk pasien yang dapat berjalan dan satu ruang untuk pasien sakit kritis atau

trauma yang datang ke departemen gawat darurat dengan ambulans . Pada

ruang untuk pasien yang dapat berjalan, perawat memiliki meja resepsionis

tradisional dan sebuah ruangan kecil untuk konsultasi sederhana. Tim perawat

triage resepsionis hanya berjaga dari jam 07.00-22:00. Lebih dari jam tersebut

ruang triage resepsionis ditutup dan pasien dirawat di UGD , dengan pengaturan

staf yang berbeda dan diseleksi oleh perawat triage. Perawat triage harus

mengikuti atau menentukan prioritas pasien sesuai dengan kondisinya, dan

tujuannya adalah bahwa semua pasien harus diprioritaskan dalam 10 menit

setelah tiba di ED. Setelah perawat telah menetapkan prioritas , maka tindakan

tersebut akan teregistrasi dalam komputer . Sistem ini tersedia untuk semua staf

Selama penelitian ini dibagi menjadi dua bagian . Satu bagian menangani pasien

dengan prioritas 2 dan yang lain menangani prioritas 1 dan 3 .

b. Pengumpulan Data

Para perawat di ED yang dipilih terdiri dari 45 perawat . Dari jumlah

tersebut , 19 dipilih ( 3 laki-laki dan 16 perempuan ) yang memiliki pengalaman

lebih dari 6 bulan di triage , dan dilatih khusus untuk situasi darurat , kesediaan

untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pengalaman profesional antara peserta

berkisar 2-33 tahun ( rata-rata = 15 ). Peserta secara individual diamati dan

diwawancarai ketika melakukan tindakan triage , kecuali bila berhubungan

dengan prioritas 1 ( Table1 ). Sebuah model observasi partisipan terinspirasi oleh

Polit dan Beck ( 2004) digunakan , dan peserta diamati dalam praktek klinis rutin

Page 3: BAB III

Tujuan dari pengamatan adalah untuk mencatat situasi sekitarnya dan

bagaimana perawat sebenarnya bertindak ketika memprioritaskan pasien.

Semua informasi yang diberikan baik secara verbal maupun yang tertulis harus

memperhatikan tujuan penelitian untuk semua terlibat dalam pengamatan .

Penulis kedua – bukan perawat gawat darurat - melakukan observasi sebagai

penonton , dengan gangguan minimal terhadap peserta dan selanjutnya tidak

berpartisipasi dalam setiap pasien manajemen sama sekali . Interval waktu untuk

pengamatan berlangsung sekitar 10 menit . Para pasien yang terlibat dalam

pengamatan telah diberikan informed consent. Setelah observasi, wawancara

semi terstruktur direkam, menurut pengamatan kami, di mana perawat itu diminta

untuk merenungkan keputusan prioritasnya . Wawancara berlangsung selama

sekitar 10 menit.

PRIORITAS DEFINISI

Prioritas 1 Kondisi yang mengancam jiwa, kecelakaan, dengan tanda-tanda vital yang tidak adekuat. Membutuhkan penanganan segera.

Prioritas 2 Akut, tetapi tidak mengancam jiwa, nyeri berat.Prioritas 2a Dalam 1 jamPrioritas 2b Dalam 1-3 jam

Prioritas 3Sebaliknya,dapat menunggu sampai pasien dengan prioritas tinggi sudah tertangani. Adanya “waiting time” (waktu tunggu) tidak berefek pada kondisi pasien.

Prioritas 3a Dalam 3-6 jamPrioritas 3b Dalam 6-12 jamPrioritas 3c Dalam 3 hari

Tabel 1: Panduan untuk prioritas pasien dan waktu tunggu maksimal sebelum diperiksa

oleh dokter di departemen gawat darurat

c. Pertimbangan Etik

Para pasien dan perawat yang berpartisipasi dalam penelitian ini dijamin

kerahasiaan dan anonimitas . Komite Etika dari Fakultas Kedokteran di

Universitas Umeå , Swedia , menyetujui proyek tersebut .

3.3 TEMUAN

Dari pengamatan yang sudah dilakukan selama penelitian didapatkan

pemahaman beberapa aspek yang mempengaruhi proses pengambilan

keputusan oleh perawat triage dalam menentukan prioritas pasien adalah

Page 4: BAB III

a. Skill (ketrampilan)

Merupakan fungsi dari perawat triage yang sangat penting dalam

membuat prioritas klinik yang tepat dalam waktu yang terbatas. Skill ini

meliputi:

1) Experience atau pengalaman

Beberapa perawat dengan pengalaman kerja yang lama dapat

memberikan nasehat atau dukungan bila kesulitan dalam menentukan

prioritas pasien oleh perawat yang kurang pengalamannya.

2) Knowledge atau pengetahuan

Pengetahuan perawat merupakan alat penting dalam menentukan

prioritas pasien yang tepat. Karena sering kurangnya pengetahuan

perawat menyebabkan prioritas pasien tidak akurat. Contohnya

perawat sering memprioritaskan pasien anak dengan prioritas tinggi

padahal sesuai pemeriksaan yang didapat semestinya anak tersebut

tidak perlu prioritas tinggi.

3) Intuisi

Dari hasil wawancara didapatkan bahwa sering perawat dalam

menentukan prioritas menggunakan intuisinya bila didapatkan hasil

pemeriksaan pasien tidak ada parameter yang abnormal.

b. Kapasitas personal

Dari hasil penilitian ini didapatkan penentuan prioritas yang berbeda

terkait dengan kapasitas personal perawat. Yang meliputi:

1) Courage atau keteguhan hati/keberanian

2) Uncertainty atau tidak tentu

3) Confidence atau percaya diri

4) Rationality atau rasional

c. Lingkungan kerja

Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi keputusan seorang perawat

triage dalam menentukan prioritas pasien. Antara lain:

1) Beban kerja yang tinggi

2) Practical arrangement atau urutan praktek

Sistem pengkategorian atau prioritas pasien dalam sistem triage suda

ditetapkan. Tetapi sering perawat triage mendapatkan bahwa dia

harus menguptriage kan pasien karena kondisi-kondisi tertentu.

Page 5: BAB III

Misalnya anak yang menderita autism, pasien dengan kawalan polisi

dll.

d. Assessment atau pengkajian

Penentuan prioritas perawat harus berdasarkan status klinis pasien

sehingga diharapkan perawat dapat berkomunikasi secara terapeautik

dalam melakukan pemeriksaan pada pasien. Yang meliputi :

1) Kondisi umum

Kondisi umum pasien merupakan salah satu dasar perawat triage

dalam membuat keputusan prioritas. Pasien dengan kondisi umum

yang baik akan mendapatkan prioritas yang rendah

2) Faktor waktu

Waktu merupakan hal penting ketika perawat membuat keputusan

triage. Seperti “ berapa lama masalah itu terjadi atau sejak kapan

bapak mengalami nyeri?” sehingga pasien yang menderita penyakit

atau masalah dalam waktu lama tanpa ada tanda dan gejala akut

akan diberikan prioritas yang rendah dibandingkan dengan yang

mengalami gejala akut.

3) Resiko/ancaman

Agar supaya perawat triage tidak salah dalam memprioritaskan

pasien dengan kasus mengancam jiwa atau kasus yang serius maka

perawat perlu menggunakan tehnik penyusunan pertanyaan yang

sistematik dengan parameter klinik untuk mendapatkan data pasien

yang akurat. Dalam hal ini perawat perlu menggunakan pengalaman

dan intuisinya dalam mengambil keputusan triage. Pasien dengan

tanda gejala yang mengancam merupakan pertanda adanya penyakit

atau kondisi yang serius. Misalnya pasien dengan keluhan DVT (deep

vein thrombosis) dapat menyebabkan terjadinya emboli pada paru.

4) Nyeri

Pengkajian tentang nyeri merupakan bagian integral dalam membuat

keputusan prioritas pasien. Bila didapatkan pasien ada keluhan nyeri

maka perlu diketahui bagaimana tipe nyerinya, durasi, lokasi dan

kapan nyeri itu timbul dll. Dalam hal ini perawat sering menggunakan

Visual Analog Scale (VAS) untuk menggambarkan intensitas dari

keluhan nyeri pasien. Pasien dengan nyeri berat akan diberikan

prioritas yang tinggi.

Page 6: BAB III

5) Test Result Atau Pemeriksaan Penunjang

Untuk memudahkan perawat dalam menentukan prioritas pasien

diperlukan adanya parameter atau alat untuk mengukur. Seperti

tensimeter, mesin ekg dll. Pasien dengan ekg patologis diberikan

prioritas tinggi.

6) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan oleh seorang perawat triage

sebelum dia memutuskan prioritas pasien. Misalnya pasien dengan

kasus trauma, maka perawat triage perlu memperhatikan penampilan

pasien, mobilitas/motorik, adanya edema dan posisi pasien.

7) Comprehensive view

Untuk memutuskan prioritas pasien perawat triage juga memerlukan

informasi yang bervariasi terkait dengan komplikasi,tanda dan gejala

pada pasien dengan kasus yang kompleks.

3.4 KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah

a. Triage merupakan aktifitas yang komplek. Beberapa faktor penting sangat

mempengaruhi perawat triage dalam membuat keputusannya pada pasien

yang datang ke pelayanan gawat darurat. Faktor-faktor ini tidak dapat

diranking mana yang lebih dulu dikerjakan tetapi disesuaikan dengan

kebutuhan pasien. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan dalam dua

area yaitu faktor internal menggambarkan ketrampilan dan kapasitas

seorang perawat triage. Faktor eksternal menggambarkan lingkungan

kerja termasuk didalamnya beban kerja, urutan atau alur kerja. Dengan

faktor-faktor ini sebagai dasar, maka pengkajian yang dibuat harus

berdasarkan kondisi klinis pasien,bermacam-macam pemeriksaan fisik

dan test penunjang, sehingga keputusan prioritas pasien akan akurat.

b. Perawat triage memiliki posisi yang penting dalam pelayanan gawat

darurat karena keputusan yang dibuat oleh seorang perawat triage akan

menentukan bagaimana kelanjutan dari proses perawatan atau treatment

yang akan diterima pasien selanjutnya. Menurut Handysides (1996)

mendefinisikan triage sebagai suatu proses di mana pasien dikategorikan

sesuai prioritasnya. Keputusan perawat di dasarkan pada masalah pasien,

riwayat kesehatan, tanda dan gejala, keadaan umum, tanda-tanda vital

Page 7: BAB III

dan kondisi fisik . Grossman ( 1999) menyatakan bahwa triage juga

mengatur masuknya pasien ke bagian gawat darurat dan bahwa perawat

triage, dengan kemampuannya dalam memprioritaskan, mampu

mengarahkan dan menyediakan tenaga yang diperlukan sesuai kondisi

pasien dan memberikan informasi yang dibutuhkan baik oleh keluarga

pasien maupun tim medis.

c. Tujuan dari pekerjaan triage adalah pasien harus ditetapkan prioritasnya

dalam waktu 10 menit.

d. Namun, ada banyak komponen yang harus dipertimbangkan supaya

sistem triase dapat berjalan secara efektif . Salah satu komponen yang

paling penting adalah staf yang terlibat dalam tindakan triage . Kualifikasi

dan kualitas pribadi sangat penting untuk triage yang efektif. Selain itu

ketersediaan sarana dan prasarana di ruang triage juga diperlukan oleh

perawat triage dalam membuat keputusan dan memberikan pelayanan

gawat darurat.

Page 8: BAB III

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kelebihan Jurnal

a. Memberikan informasi tentang pentingnya sistem triage dalam pelayanan

gawat darurat.

b. Jurnal mampu menggambarkan masalah tujuan, metode dan

pembahasannya secara jelas dan mudah di pahami.

c. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 19 perawat yang

mewakili dari 45 perawat yang ada di departemen gawat darurat.

d. Penelitian ini sesuai dengan etika penelitian dimana para peneliti menjaga

identitas dan kerahasian hasil pemeriksaan, menjaga hak responden

dengan memberikan informed consent dan memberikan reward bagi para

responden.

e. Jurnal ini memberikan informasi yang penting tentang bagaimana proses

triage dilakukan oleh perawat.

f. Jurnal mampu memberikan gambaran tentang latar belakang penelitian

tujuan, pembahasan dan hasil dengan jelas dan mudah dipahami.

4.2 Kekurangan Jurnal

a. Dalam penelitian ini tidak disebutkan model triage yang dipergunakan

oleh RS di negara Swedia ini.

b. Kriteria inklusi dan eksklusi dari partisipan tidak dijelaskan dengan detil.

c. Tidak dijelaskan secara khusus kompetensi yang dimiliki oleh perawat

yang menjadi partisipan dalam penelitian ini.

d. Penelitian ini tidak merekomendasikan adanya penelitian lanjutan

sehingga apabila ada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

dengan tema yang sama akan kesulitan.

e. Pada latar belakang penelitian tidak dijelaskan atau dibahas tentang

penelitian sebelumnya yang dapat memperkuat masalah penelitian.

Page 9: BAB III

4. 3 PERBANDINGAN JURNAL

No Judul penelitian Peneliti Tahun Isi Jurnal

1 Pemahaman Perawat Dalam Penerapan TriageDi IGD RSI Sakinah Mojokerto 2014

Khairul Ikhsan 2014 Triage adalah cara pemilahan penderita korban gawat darurat berdasarkanskala prioritas yang didasarkan kepada kebutuhan terapi korban dan sumber dayayang tersedia. Kebutuhan terapi setiap korban didasarkan pada penilaian kondisiABC (Airways, Breathing, Circulation) pasien tersebut dimana penilaian tersebutakan menggambarkan derajat keparahan kondisi korban.

2 Triage in emergency departments: national survey

1. Katarina E Gorransson

2. Anna Ehrenberg

3. Margaretha Ehnfors

2004 Pelaksanan triage di departemen gawat darurat di negara swedia

3 Hubungan Jumlah Kunjungan Pasien Dengan Ketepatan Pelaksanaan Triase Di Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado

1. Prissy thalia nonutu

2. Mulyadi3. Reginus

malara

2015 Pelaksanaan prosedur triage di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado yang sesuai dengan SOP yang berlaku

4. An overview of triage in the emergency department

1. Ganley I,Gloster

2011 Departemen gawat darurat di Inggris sering mendapatkan peningkatan jumlah pasien sehingga perlu untuk penentuan prioritas yang tepat dengan menggunakan model triage MTS

Page 10: BAB III

4.4 Aplikasi Jurnal Di Indonesia Dan Pelaksanaan Triage Di RSUD Dr. Soedarsono Pasuruan.

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan

suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan

serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau

menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan

prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008). Dalam Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2010 dilaporkan bahwa penerapan triage di Indonesia dengan

prosentase 68 % ke 72 % (tahun 2011) dari 1.722 rumah sakit yang ada di

Indonesia. Data yang didapat pada tahun 2005 sampai 2011 mengalami

peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena

sudah banyak perawat yang diikutkan dalam pelatihan penanganan kegawat

daruratan berdasarkan sistem triage (Riskesdas, 2010).

Menurut Khairul Ikhsan dalam penelitiannya tentang pemahaman perawat

dalam penerapan triage di IGD Sakinah Mojokerto 2014 Triage adalah cara

pemilahan penderita korban gawat darurat berdasarkan skala prioritas yang

didasarkan kepada kebutuhan terapi korban dan sumber daya yang tersedia.

Kebutuhan terapi setiap korban didasarkan pada penilaian kondisi ABC (Airway,

breathing, Circulation) pasien tersebut dimana penilaian tersebut akan

menggambarkan derajat keparahan korban..

Dari hasil wawancara sejak 1 November -1 Desember 2015 di ruang IGD

RSUD Pasuruan kepada beberapa perawat, pemahaman perawat tentang triage

kurang dan belum ada perawat yang mengikuti pelatihan triage. Hampir seluruh

perawat di IGD RSUD Pasuruan telah mengikuti pelatihan PPGD dan beberapa

pernah mengikuti pelatihan BCLS. Sesuai standar DepKes RI perawat yang

melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan PPGD

(Penanggulangan Pasien Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic Trauma Cardiac

life support) (Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Rumah Sakit,

2005). Selain itu perawat triage sebaiknya mempunyai pengalaman dan

pengetahuan yang memadai karena harus trampil dalam pengkajian serta harus

mampu mengatasi situasi yang komplek dan penuh tekanan sehingga

memerlukan kematangan professional untuk mentoleransi stress yang terjadi

dalam mengambil keputusan terkait dengan kondisi akut pasien dan menghadapi

keluarga pasien (Elliott et al, 2007, hlm 466).

Page 11: BAB III

Dari standar DepKes RI diatas kualifikasi dari perawat IGD RSUD

Pasuruan kurang memadai dalam melakukan triage dan tentunya akan lebih baik

bila perawat dapat meningkatkan kemampuanya.

Triage akan memiliki manfaat yang besar di bila didapatkan masalah

lonjakan jumlah pasien yang besar melebihi kapasitas sumber daya yang ada.

Berdasarkan studi dokumen pada Buku Laporan Triage sejak 1 November – 1

Desember 2015 di IGD Dr.Soedarsono Pasuruan, didapatkan jumlah total

keseluruhan pasien berjumlah 1.291 orang, dengan jumlah pasien pershift di

Prioritas 1 yaitu 88 (6,82%) pasien, Prioritas 2 yaitu 823 (63,75%) pasien, dan

Prioritas 3 yaitu 380 (29,43%) pasien. Untuk rata-rata jumlah pasien per hari

berjumlaj 43 pasien terdiri atas P1 yaitu 3 (6,9%) pasien, P2 yaitu 27 (62,79%)

pasien, dan P3 yaitu 13 (30,23%). Sedangkan jumlah perawat yang ada

berjumlah 45 orang, sehingga dapat dikatakan dari segi ketenagaan cukup untuk

dapat melakukan triage secara kontinyu.