BAB III

33
BAB III PELAKSANAAN PROYEK 3.1 Waktu Pelaksanaan Proyek Dalam suatu proyek konstruksi, tentunya terdapat pengaturan waktu pekerjaan agar suatu proyek dapat diselesaikan sesuai rencana dengan penggunaan biaya sesuai rencana pula tanpa mengurangi mutu hasil bangunan tersebut. Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan proyek konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Bagian kecil dari suatu perencanaan proyek konstruksi adalah suatu penjadwalan. Penjadwalan adalah kegiatan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dan urutan kegiatan serta menentukan waktu proyek dapat diselesaikan. Penjadwalan merefleksikan perencanaan dan oleh karena itu, dalam menyusun penjadwalan, harus dilakukan perencanaan yang matang terlebih dahulu. Bentuk-bentuk perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi dituangkan dalam berbagai bentuk seperti kurva-S, diagram batang dan lain sebagainya. Jangka waktu pelaksanaan proyek konstruksi umumnya dilakukan dimulai saat dikeluarkannya surat perintah 21

description

Metode Kerja Gedung

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB III

PELAKSANAAN PROYEK

3.1 Waktu Pelaksanaan Proyek

Dalam suatu proyek konstruksi, tentunya terdapat pengaturan waktu

pekerjaan agar suatu proyek dapat diselesaikan sesuai rencana dengan penggunaan

biaya sesuai rencana pula tanpa mengurangi mutu hasil bangunan tersebut.

Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan proyek

konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak

pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Bagian kecil dari suatu perencanaan

proyek konstruksi adalah suatu penjadwalan.

Penjadwalan adalah kegiatan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan

dan urutan kegiatan serta menentukan waktu proyek dapat diselesaikan.

Penjadwalan merefleksikan perencanaan dan oleh karena itu, dalam menyusun

penjadwalan, harus dilakukan perencanaan yang matang terlebih dahulu. Bentuk-

bentuk perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi dituangkan dalam

berbagai bentuk seperti kurva-S, diagram batang dan lain sebagainya.

Jangka waktu pelaksanaan proyek konstruksi umumnya dilakukan dimulai

saat dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK) dari pemilik proyek hingga saat

waktu diselesaikannnya pekerjaan itu. Dalam proyek pembangunan Hotel Citra

Batavia ini direncanakan dapat terselesaikan dalam waktu 6 (enam) bulan

terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK) dari pemilik proyek

pada tanggal 22 Juli 2011.

3.2 Lingkup Pekerjaan

Adapun lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh PT. Sarana Bangun Ragam

Cipta pada proyek pembangunan Hotel Citra Batavia ini adalah pekerjaan struktur

utama bangunan. Dalam penyusunan laporan kerja praktek (KP) ini, lingkup

21

Page 2: BAB III

pekerjaan yang diamati oleh penulis dibagi menjadi 3 yaitu lingkup pekerjaan

sebelum kerja praktek, selama kerja praktek dan setelah kerja praktek.

3.2.1 Lingkup Pekerjaan Sebelum Kerja Praktek

Pekerjaan yang dilakukan pada proyek pembangunan Hotel Citra

Batavia sebelum penulis melaksanakan kerja praktek (KP) sifatnya masih

pekerjaan awal atau persiapan. Pekerjaan tersebut antara lain:

1. Pekerjaan pondasi tiang pancang.

2. Pekerjaan persiapan, yang terdiri atas:

a. Pekerjaan pembersihan lahan.

b. Pekerjaan pembuatan gudang, kantor proyek, WC, serta barak-barak

untuk para pekerja(tukang).

c. Pekerjaan pembuatan instalasi listrik dan air untuk di lokasi proyek.

d. Pekerjaan pembuatan pagar pembatas antara lokasi proyek dengan

lingkungan di luar proyek.

e. Pekerjaan pembuatan nomor-nomor atau tanda untuk grid-grid

bangungan sesuai gambar kerja.

3.2.2 Lingkup Pekerjaan Selama Kerja Praktek

Selama kurang lebih 3 bulan penulis melaksanakan kerja praktek (KP)

dari bulan Agustus sampai bulan Nopember pekerjaan yang diamati oleh

penulis sepenuhnya merupakan pekerjaan struktur utama bangunan.

Pekerjaan yang diamati tersebut antara lain:

1. Pekerjaan tanah, yang terdiri atas:

a. Pekerjaan galian.

b. Pekerjaan buangan.

c. Pekerjaan urugan tanah kembali.

2. Pekerjaan beton, yang terdiri atas:

a. Pekerjaan lantai kerja.

b. Pekerjaan pile cap.

c. Pekerjaan tie beam(sloof).

d. Pekerjaan kolom.

22

Page 3: BAB III

e. Pekerjaan balok.

f. Pekerjaan pelat.

g. Pekerjaan tangga.

h. Pekerjaan pit lift.

i. Pekerjaan dinding batu bata.

3.2.3 Lingkup Pekerjaan Setelah Kerja Praktek

Setelah berakhirnya masa kerja praktek penulis, terdapat beberapa

pekerjaan yang dilakukan antara lain:

1. Pekerjaan beton, yang terdiri atas:

a. Pekerjaan kolam renang.

b. Pekerjaan GWT (Ground Water Tank).

c. Pekerjaan STP (Sewage Treatment Plant).

3.3 Teknik Pelaksanaan Pekerjaan

Untuk mewujudkan suatu hasil pekerjaan, diperlukan suatu cara atau

teknik pelaksanaan tertentu. Tujuan dari teknik pelaksanaan ini antara lain agar

segala sesuatu yang dikerjakan dapat lebih terarah sehingga didapatkan hasil yang

optimal. Dalam setiap proses pelaksanaan pembangunan, seluruh teknik

pelaksanaan pekerjaan tidak boleh menyimpang dari rencana kerja dan syarat-

syarat (RKS) yang telah disepakati sebelumnya. Penggunaan bahan, peraturan

yang digunakan hingga teknik pekerjaan sepenuhnya harus mengacu pada RKS

tersebut. Teknik pelaksanaan tiap item pekerjaan dalam proyek pembangunan

Hotel Citra Batavia yang diamati penulis selama kerja praktek (KP) antara lain

sebagai berikut:

1. Pekerjaan Tanah.

Pekerjaan tanah meliputi pekerjaan galian dan pekerjaan pengurugan

kembali. Pekerjaan galian bertujuan untuk spasi struktur tie beam atau

sloof, sedangkan pekerjaan pengurugan kembali digunakan untuk

pembuatan lantai kerja.

Galian tanah dilakukan sesuai skema penempatan pile cap dan tie beam.

23

Page 4: BAB III

Ukuran galian yang dilakukan yaitu selebar 70 cm dengan kedalaman 100

cm.

Gambar 3.1

Gambar 3.2

Pekerjaan Galian Hasil Galian Sesuai Denah Pile Cap

Dalam proses pekerjaan galian, setelah tanah digali sedalam 1 m, maka

sisa-sisa bagian tiang pancang yang tersisa akan diporong. Teknik

pemotongan dilakukan secara manual dengan menggunakan palu besar.

Gambar 3.3 Gambar 3.4

Tiang Pancang Yang Tersisisa Proses Penghancuran Sisa Tiang Pancang

Setelah dilakukan proses pekerjaan galian, maka dibuatkan bekesting

untuk tie beam atau sloof pada galian tersebut sekaligus dilakukan

pengurugan tanah kembali dan pemadatannya. Bekesting sloof dibuat

dengan pasangan batako yang dipasang langsung pada galian tersebut.

24

Page 5: BAB III

Gambar 3.5 Gambar 3.6

Proses Pembuatan Bekesting Sloof Proses Pembuatan Bekesting Sloof

Gambar 3.7

Hasil Pembuatan Bekesting Sloof

Dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan pembuatan bekesting sloof,

dilakukan juga pembuatan lantai kerja yaitu berupa beton rabat yang dicor

bebas pada daerah yang akan menjadi lantai dasar. Nantinya, di atas lantai

kerja ini akan dipasang tulangan praktis pelat lantai dasar yang akan

disatukan dengan tulangan sloof, pile cap dan kolom.

2. Pekerjaan Struktur.

Pekerjaan struktur meliputi komponen-komponen utama struktur

bangunan yang dikerjakan antara lain sloof, pile cap, balok, kolom, pelat,

tangga dan pit lift.

a. Pekerjaan Tie Beam atau Sloof

Setelah dilakukan pekerjaaan galian hingga dibuatnya bekesting sloof,

maka dilakukan instalasi atau pemasangan tulangan sloof tersebut.

Dimensi sloof struktur yaitu 500 x 800 mm dan untuk sloof praktis

berdimensi 400 x 600 mm. Tulangan yang digunakan untuk sloof

25

Page 6: BAB III

(struktur dan praktis) adalah tulangan D19 untuk tulangan utama, D13

untuk tulangan dukungan dan D10 untuk tulangan sengkang. Mutu

tulangan baja yang digunakan fy = 400 MPa sedangkan mutu betonnya

adalah beton K350 atau fc’ = 29,05 MPa (ready mix). Setelah

dilakukan perakitan tulangan sloof, maka tulangan tersebut

dimasukkan ke dalam bekesting pasangan batako yang telah dibuat.

Gambar 3.8 Gambar 3.9

Proses Pemasangan Tulangan Sloof Sloof Terpasang

Setelah dilakukan pemasangann tulangan sloof, dilakukan pemasangan

tulangan pile cap pada masing-masing titik pile cap yang telah

direncanakan.

b. Pekerjaan Pile Cap

Pile cap digunakan sebagai tempat berdirinya kolom pada lantai dasar

dan pile cap sendiri ditopang oleh pondasi tiang. Struktur pile cap

disusun di atas titik pemancangan tiang yang telah dilakukan. Struktur

tulangan pile cap sendiri terdiri atas tulangan D16 sebagai tulangan

utama dan D13 sebagai tulangan pendukung dengan mutu tulangan fy

= 400 MPa. Tulangan pile cap di susun menjadi dua lapis, lapis

pertama di bagian bawah dengan pile cap menghadap ke atas dan lapis

kedua di bagian atas dengan pile cap menghadap ke bawah.

26

Page 7: BAB III

Gambar 3.10

Tulangan Pile Cap Lapis 1(atas) dan Lapis 2(bawah)

Pertama-tama, pile cap lapis 1 dipasang terlebih dahulu, kemudian

diatur sedemikian rupa untuk pertemuan dengan tulangan sloof.

Setelah itu dilakukan pemasangan tulangan pile cap lapis dua

kemudian diikut dengan pengikatan atau penyatuan dengan tulangan

sloof.

Gambar 3.11

Pemasangan Tulangan Pile Cap (lapis 1)

c. Pekerjaan Lantai Kerja dan Kolom Lantai Dasar

Lantai kerja digunakan sebagai lantai dasar bangunan. Setelah urugan

kembali tanah dicor beton rabat, maka dipasanglah tulangan praktis

untuk lantai kerja. Tulangan menggunakan besi baja D10-150 mm

dengan mutu fy = 400 MPa. Tulangan ini dirangkai sedemikian rupa

dan diikat pada sloof.

27

Page 8: BAB III

Gambar 3.12 Gambar 3.13

Proses Pemasangan Tulangan Lantai Kerja Detail Penulangan Lantai Kerja

Setelah dilakukan pemasangan tulangan sloof, pile cap, dan lantai

kerja, maka langkah berikutnya adalah pemasangan tulangan kolom

lantai dasar di atas pile cap. Setelah tulangan kolom dipasang, maka

dilakukan pengecoran.

Gambar 3.14 Gambar 3.15

Proses Pemasangan Tulangan Kolom Tulangan Utama Kolom Terpasang

Gambar 3.16

Pertemuan Tulangan Sloof, Pile Cap, Lantai dan Kolom

Sebelum dilakukan pengecoran, kolom dipasangkan bekesting. Dalam

proyek ini bekesting kolom yang digunakan adalah bekesting baja, di

28

Page 9: BAB III

mana bekesting ini terdiri atas beberapa pelat baja yang disatukan

sesuai ukuran kolom dan kemudian dikencangkan dengan baut.

Setelah bekesting kolom dipasang, maka dilakukan pengecoran

kolom. Pengecoran dilakukan dengan thermy dan mobil crane. Dalam

bangunan ini, terdapat 4 jenis kolom (K1, K2, K3, dan K4). Dengan

spesifikasi masing-masing yaitu K1(400 x 650 mm), K2(300 x 400

mm), K3(250 x 500 mm) dan K4(250 x 400 mm). Tulangan terpasang

masing-masing kolom cenderung seragam yaitu dengan dimensi

tulangan utama D22 (K1, K2, K3) dan D19 (K4); tulangan pendukung

D10; tulangan sengkang D10. Mutu baja tulangan yang digunakan

adalah fy = 400 MPa dan mutu beton untuk pengecoran adalah K350

atau fc’ = 29,05 MPa (ready mix). Setelah beberapa hari saat beton

mengeras, maka bekesting kolom dapat dibuka dan dilakukan

perawatan beton dengan menyiram beton yang mengeras tersebut

dengan air secara berkala.

Gambar 3.17 Gambar 3.18

Pemasangan Bekesting Kolom Proses Pengecoran Kolom

Gambar 3.19

Bekesting Yang Telah Dibuka

d. Pekerjaan Pelat dan Balok Struktur

29

Page 10: BAB III

Pekerjaan ini dilakukan setelah pekerjaan kolom lantai sebelumnya

telah diselesaikan. Dalam pelaksanaan pekerjaan pelat dan balok

struktur, pertama-tama yang dilakukan adalah menyusun penyangga.

Pada proyek ini digunakan Scapeholding sebagai penyangga struktur

yang akan disusun. Di atas Scapeholding dipasanglah balok-balok

penyangga yang dipasang secara memanjang dan diantara balok

dipasang pengaku yang terbuat dari baja. Di seluruh pinggir dari

struktur yang akan dibangun, dipasanglah bekesting balok beserta

tulangannya.

Gambar 3.20 Gambar 3.21

Pemasangan Scapeholding Pemasangan Bekesting dan Tulangan Balok

Gambar 3.22

Pengaku

Setelah dipasangnya bekesting dan tulangan balok, maka langkah

berikutnya adalah pemasangan bekesting dan tulangan pelat. Seluruh

bekesting balok dan pelat menggunakan papan plywood. Pemasangan

tulangan pelat. Akan dirangkaikan dengan tulangan balok dan

tulangan kolom.

30

Page 11: BAB III

Gambar 3.23 Gambar 3.24

Pemasangan Bekesting Pelat Pemasangan Tulangan Pelat

Gambar 3.25

Pertemuan Tulangan Balok, Pelat dan Kolom

Setelah dipasang seluruh tulangan untuk balok dan pelat, maka

dilakukan pengecoran. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan

Concrete Pump Truck. Pengecoran dilakukan menyeluruh dengan

beton ready mix K350 atau fc’ = 29,05 MPa. Teknik pengecoran

dilakukan dengan menyemprotkan beton ke bekesting dan kemudian

dilakukan perataan.

Gambar 3.26

Proses Pengecoran Pelat dan Balok

Adapun ukuran-ukuran balok dalam struktur ini ada bermacam-

macam yaitu ukuran 300 x 600 mm, 250 x 500 mm, 200 x 400 mm,

31

Page 12: BAB III

dan 150 x 300 mm. Ukuran tulangan pun beraneka ragam, namun

umumnya tulangan utama menggunakan besi baja D22 dan D19,

kemudian tulangan pendukung menggunakan besi baja D13 dan D10

dan untuk sengkang menggunakan besi baja D10. Sedangkan untuk

pelat, seluruh ketebalan adalah seragam yaitu setebal 13 cm untuk

pelat lantai dan 12 cm untuk pelat atap. Besi baja yang digunakan

untuk pelat adalah besi baja D10 dengan jarak antar besi baja 200 mm.

e. Pekerjaan Struktur Pit Lift

Pit lift dapat dikatakan sebagai tampat berjalannya lift secara vertical.

Struktur pit lift terdiri dari dinding pelat beton bertulang dan kolom.

Daalm proyek ini,ukuran kolom yang digunakan adalah kolom 400 x

650 mm. Teknik pelaksanaan nya pertama kali adalah pemasangan

tulangan kolom dan pelat tembok dari pit lift. Setelah pemasangan

tulangan, dipasanglah bekestingnya. Bekesting ini menggunakan

papan plywood. setelah pemasangan bekesting baik pelat dan kolom,

maka ruang yang bakal jadi jalur lift dipasang pengaku agar saat

pengecoran pelat tembok, tidak terjadi kerusakan bekesting.

Gambar 3.27 Gambar 3.28

Struktur Pit Lift Pengaku Pada Jalur Lift

f. Pekerjaan Dinding Pasangan Bata Merah

Setelah berdirinya struktur utama bangunan, maka dilakukan

pemasangan tembok. Pada proyek ini, tembok menggunakan pasangan

bata merah. Dengan campuran semen di tempat atau bukan ready mix.

Penyampuran semen, pasir dan batu menggunakan molen. Sebagai

penguat pasangan batu bata, maka digunakan juga kolom praktis.

32

Page 13: BAB III

Gambar 3.29 Gambar 3.30

Proses Penyampuran Semen Proses Pengerjaan Dinding

3. Alat Berat Yang Digunakan

Dalam suatu proyek konstruksi, khususnya proyek yang berskala besar,

keberadaan alat berat jelas sangat besar manfaatnya. Alat-aalat berat ini

membantu pekerjaan-pekerjaan yang sulit seperti mengangkat dan

memindahkan material, pengecoran dan penggalian. Adapun alat berat

yang digunakan dalam proyek ini antara lain:

a. Tower Crane

Tower Crane merupakan alat yang digunakan untuk mengangkat

material secara vertical dan horizontal ke suatu tempat yang tinggi pada

ruang gerak yang terbatas.

Gambar 3.31

Tower Crane

b. Mobile Crane

33

Page 14: BAB III

Mobile Crane adalah suatu kendaraan berupa truk yang dilengkapi

fasilitas crane. Fungsinya hampir mirip dengan tower crane namun

jangkauan alat ini tak sebaik tower crane. Akan tetapi, keunggulan

mobile crane adalah mobilitasnya yang sangat tinggi karena alat ini

dapat berpindah Dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Gambar 3.32

Mobile Crane

c. Concrete Pump Truck

Concrete Pump Truck adalah alat berat berupa kendaraan yang

dilengkapi denagn alat pemompa campuran beton. Fungsi dari alat ini

adalah sebagai alat untuk melakukan pengecoran suatu areal, dalam hal

ini adalah pengecoran pelat dan balok secara monolit. Alat ini

dilengkapi selang sebagai tempat aliran beton.

Gambar 3.33

Concrete Pump Truck

d. Excavator

34

Page 15: BAB III

Excavator merupakan alat penggali tanah. Alat ini biasanya digunakan

untuk menggali tanah dengan volume serta kedalaman yang sangat

tinggi agar tidak memakan waktu yang lama.

Gambar 3.34

Excavator

e. Truck

Truck digunakan untuk mengangkut material dari suatu tempat ke

tempat lainnya. Truck biasanya memuat pasir, kerikil dan semua

material yang dibutuhkan dalam proyek. Selain itu truck juga dapat

digunakan untuk mengangkut material yang tidak terpakai untuk

dibuang ke suatu tempat pembuangan. Selain dari fungsinya secara

umum, terdapat pula truck yang berfungsi khusus yaitu truck

pengangkut semen atau truck mollen. Truck ini dilengkapi mollen untuk

mengduk campuran beton yang diperlukan dalam volume yang sangat

besar.

Gambar 3.35

Truck

35

Page 16: BAB III

Gambar 3.36

Mollen Truck

3.4 Teknik Pengawasan Pekerjaan

Untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang optimal atau sesuai dengan

harapan, maka dilakukanlah suatu pengawasan dalamproses pekerjaan. Cukup

banyak aspek-aspek yang diawasi dalam setiap pekerjaan mulai dari penggunaan

bahan hingga teknik pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan RKS yang telah

disepakati. Pengawasan umumnya dilakukan secara berkala oleh pihak yang

ditugaskan sebagai pengawas proyek. Secara umum pihak yang melaukan

pengawasan adalah konsultan pengawas, pemilik proyek itu sendiri dan pihak

kontraktor.

Dalam proyek pembangunan Hotel Citra Batavia, pihak yang melakukan

pengawasan langsung di lapangan adalah pihak pemilik proyek itu sendiri yaitu

PT. Citra Batavia. Frekuensi pengawasan yang dilakukan pun sangat intensif

(setiap hari). Dalam pelaksanaannya, pengawasan dilakukan terhadap setiap

detail-detail pekerjaan. Selain itu komunikasi dan koordinasi antara pihak

pengawas dan pelaksana juga terus dijaga agar tidak terjadi penyimpangan dalam

pelaksanaan demi tercapainya hasil sesuai yang diharapkan. Bidang-bidang yang

dijadikan fokus pengawasan oleh pemilik proyek dan kontraktor terdapat beberpa

perbedaan. Berikut ini bidang-bidang yang dijadikan fokus pengawasan, antara

lain:

1. Pengawasan Oleh Pemilik Proyek

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemilik proyek berperan juga sebagai

pengawas. Adapun lingkup pengawasan yang dilakukan oleh pemilik

proyek antara lain:

36

Page 17: BAB III

a. Pengawasan struktural dan arsitektural. Pemilik proyek memastikan

kesesuaian bentuk struktur bangunan yang diinginkan dan yang sesuai

dengan gambar kerja.

b. Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas pekerjaan. Pengawasan

terhadap kualitas pekerjaan mencakup kualitas bahan yang dipakai

seperti beton, pasir, kerikil, besi baja, bekesting dan lain sebagainya.

Tujuannya agar pemakaian bahan dan material tersebut sesuai dengan

yang diisyaratkan baik mengenai jenis, jumlah dan mutu yang

digunakan. Sedangkan lingkup pengawasan kuantitas pekerjaan

meliputi volume pekerjaan yang dilakukan. Diharapkan volume

pekerjaan yang dilakukan tiap periodenya serupa dengan yang

direncanakan pada time schedule yang telah direncanakan. Hal ini

perlu dilakukan secermat mungkin karena volume pekerjaan berkaitan

dengan kontrak tentang pembiayaan terhadap kontraktor.

c. Pengawasan terhadap waktu pelaksanaan. Lingkup pengawasan ini

bertujuan agar waktu pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan

waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan

planning dari pemilik proyek terhadap hasil dari pembangunan tersebut

seperti planning dalam soft opening atau untuk grand opening.

d. Pengawasan terhadap administrasi. Lingkup dari pengawasan ini

berupa pengecekan mengenai laporan kemajuan proyek atau realisasi

proyek tiap bulannya.

2. Pengawasan Oleh Pihak Kontraktor

Pihak kontraktor turut serta melakukan pengawasan agar tidak terjadi

penyimpangan dari surat kontrak yang telah disepakati. Tujuan dari

pengawasan oleh kontraktor umumnya untuk menghindari denda akibat

berbagai hal sesuai dengan kontrak. Adapun lingkup pengawasan yang

dilakukan oleh pihak kontraktor antara lain:

a. Pengawasan terhadap mutu pekerjaan. Lingkup pengawasan ini

bertujuan agar dihasilkan mutu bangunan yang optimal. Maka dari itu

perlu diadakan pengawasan yang dilakukan seperti mutu bahan yang

digunakan, penggunaan peralatan dan teknik pelaksanaan pekerjaan.

37

Page 18: BAB III

Bahan bangunan yang digunakan harus sesuai yang dibutuhkan dengan

mutu yang diisyaratkan dalam perencanaannya. Penyimpangan dari

penggunaan mutu bangunan akan menyebabkan terkenanya sanksi

kepada pihak kontraktor. Selain itu, pengawasan terhadap penggunaan

peralatan juga mutlak dilakukan agar penggunaan peralatan dilakukan

secara optimal dan sesuai kebutuhan sehingga tidak terjadi

pembengkakan biaya pemakaian peralatan tersebut. Pemakaiaan

peralatan sangat berkaitan dengan teknik pelaksanaan pekerjaan.

Teknik pelaksanaan pekerjaan sendiri harus diawasi sedemikian rupa

agar teknik pelaksanaan yang dilakukan adalah teknik pelaksanaan

yang efektif dan tepat. Efisiensi penggunaan alat dan bahan sangat

tergantung dari teknik pelaksanaan pekerjaan.

b. Pengawasan terhadap waktu pelaksanaan. Dalam hal ini, kontraktor

sangat berperan penting. Harapan dari seluruh pihak adalah pekerjaan

dapat selesai tepat waktu sesuai dengan time schedule yang telah

direncanakan. Akan tetapi, apabila terjadi kemoloran dalam waktu

pelaksanaan pekerjaan, maka pihak kontraktor yang memikirkan jalan

keluar untuk meminimalisasi atau mengejar waktu molor tersebut.

Demi tercapainya komunikasi yang jelas, maka pembuatan laporan

pekerjaan harian, mingguan dan bulanan mutlak dilakukan oleh

kontraktor sehingga dapat dievaluasi dengan mudah apakah bobot

pekerjaan yang dilakukan telah sesuai dengan time schedule atau

belum sesuai.

c. Pengawasan terhadap biaya pelaksanaan. Pengawasan terhadap biaya

merupakan pengawasan yang sangat vital dilakukan. Diharapkan

dengan pengawasan biaya pelaksanaan ini, pemakaian biaya tidak

melebihi dari RAB yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengawasan ini

tidak lain adalah untuk mengindari pemborosan dan kebocoran dalam

hal pemakaian biaya yang menyebabkan kerugian bagi pihak

kontraktor. Lingkup dari pengawasan ini antara lain pemakaian biaya

untuk gaji pegawai, pekerja, biaya material dan bahan, biaya peralatan,

biaya perlangkapan kantor hingga biaya listrik dan pajak.

38

Page 19: BAB III

d. Pengawasan terhadap keamanan dan keselamatan kerja. Keamanan

berkaitan dengan pemberian batas areal proyek, penempatan pos

keamanan serta tenaga keamanan dalam proyek tersebut. Sedangkan

keselamatan kerja berkaitan dengan alat-alat dan perlengkapan

keselamatan kerja yang wajib dikenakan oleh seluruh pekerja

lapangan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kecelakan kerja yang

sangat fatal.

3.5 Evaluasi Pelaksanaan dan Pengawasan Konstruksi

3.5.1 Evaluasi Pelaksanaan Konstruksi

Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan, umumnya terdapat hal-hal yang di

luar perencanaan pekerjaan. Ketidaksesuaiaan ini biasanya terjadi akibat

beberapa kesalahan baik sengaja maupun tidak dalam setiap proses

pelaksanaan konstruksi. Permasalahan seperti ini sangat berpengaruh

terhadap pelaksanaan proyek sehingga pengaruhnya akan dapat dilihat pada

hasil pekerjaan. Dalam lingkup pelaksanaan konstruksi, umumnya terdapat

dua permasalahan yaitu permasalahan teknis dan permasalahan non-teknis.

Permasalahan teknis berkaitan dengan perencanaan, persiapan serta

pelaksanaan pekerjaan. Secara umum, dalam proyek pembanguan Hotel Citra

Batavia tidak terlalu nampak masalah teknis dalam pelaksanaan proyek. Hal

ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan proyek baik dari teknik pelaksanaan

dan pemakaian sumber daya yang sangat rapi serta hasil bangunan yang

dikerjakan tidak terdapat cacat fisik ataupun cacat lainnya. Namun terdapat

beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah teknis yaitu:

a. Terjadinya retak-retak rambut pada beberapa kolom dan balok yang telah

dicor.

Penyebab:

Gempa bumi pada bulan Oktober 2011.

b. Terlambatnya pelaksanaan beberapa pekerjaan seperti pekerjaan galian,

buangan, urugan tanah dan lantai kerja, pemotongan kepala tiang

pancang, pekerjaan pile cap, pekerjaan sloof dan pekerjaan pelat lantai 1.

39

Page 20: BAB III

Penyebab:

Mundurnya pelaksanaan pekerjaan tersebut dikarenakan libur Idul

Fitri yang tidak sesuai dengan time schedule. Dalam time schedule

libur Idul Fitri direncanakan selama 2 minggu, akan tetapi setelah 2

minggu para pekerja belum kunjung tiba dari pulang kampong

sehingga libur diperpanjang selama 1 minggu penuh.

Akibat:

Terlambatnya pelaksanaan pekerjaan yang lainnya karena saat tidak

ada pekerja, proyek ini benar-benar tidak melakukan pekerjaan.

c. Terhambatnya pekerjaan GWT (Ground Water Tank)

Penyebab:

Terjadi kesalahan penggambaran struktur GWT. Kesalahan

penggambaran terjadi pada penentuan elevasi-elevasi bagian struktur

GWT. Hal ini menyebabkan terjadinya revisi gambar struktur GWT

dengan elevasi-elevasi yang benar setelah mendapat persetujuan dari

pengawas. Pengerjaan revisi gambar ini dibantu oleh mahasiswa

Universitas Udayana dan Politeknik Negeri Bali yang melakukan

kerja praktek di proyek tersebut.

Akibat:

Dampak dari revisi gambar struktur GWT adalah pekerjaan ini harus

dipending hingga pelaksanaan revisi gambar selesai dilakukan.

d. Terlambatnya pekerjaan struktur bangunan utama (balok, pelat, kolom)

Penyebab:

Pada beberapa bulan terakhir pada tahun 2011, terjadi musim

penghujan yang terjadi setip hari. Hal ini menyebabkan pekerjaan

terhambat karena para pekerja tidak bisa melakukan pekerjaan

pembesian, pembuatan bekesting dan pemasangannya.

Selain masalah faktor cuaca, terhambatnya pekerjaan struktur utama

juga dikarenakan metode pelaksanaan yang sifatnya sangat

konvensional. Proyek pembangunan Hotel Citra Batavia adalah

proyek hotel dengan volume pekerjaan yang besar dengan struktur

yang teratur dan sifatnya repetitif sehingga lebih efisien menggunakan

40

Page 21: BAB III

metode precast. Menurut presentasi dalam proyek gedung PT. Pelni

Surabaya oleh PT. Pembangunan Perumahan (persero), untuk

pekerjaan volume besar, sistem struktur yang teratur dan repetitif akan

lebih efisien apabila dilakukan dengan sistem precast dibandingkan

sistem konvensional.

Akibat:

Pekerjaan proyek secara umum akan mengalami keterlambatan dari

yang direncanakan dalam time schedule.

e. Terlambatnya pelaksanaan pekerjaan pit lift

Penyebab:

Pekerjaan pit lift terlambat dilaksanakan akibat dari terlambatnya

pekerjaan galian, buangan, urugan tanah dan lantai kerja, pemotongan

kepala tiang pancang, pekerjaan pile cap, pekerjaan sloof dan

pekerjaan pelat lantai 1.

Akibat:

Pekerjaan pit lift ini diundur jauh dari time schedule. Pekerjaan pit lift

ini direncanakan pada awal-awal pelaksanaan proyek, namun karena

masalah tersebut, pekerjaan ini dilakukan pada saat proyek sudah

melakukan pemasangan tembok batu bata.

f. Terlambatnya pekerjaan kolam renang

Penyebab:

Pekerjaan kolam renang yang sedianya direncanakan pada

pertengahan pelaksanaan proyek, dipindah menjadi akhir proyek

karena terjadi kesalahan dalam memperkirakan site. Di sekitar tempat

akan dibangun kolam renang, telah dipasang tower crane sehingga

menyulitkan pelaksanaan pekerjaan kolam renang. Hal tersebut

ditambah dengan sibuknya aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut

sehingga pekerjaan kolam renang dipindah ke akhir proyek.

Akibat:

Pekerjaan kolam renang yang dipindah pelaksanaannya (sama seperti

pekerjaan pit lift) membuat time schedule menjadi berubah.

41

Page 22: BAB III

Permasalahan non-teknis berkaitan dengan administrasi serta

pengelolaan proyek terutama pengelolaan sumber daya yang ada. Dalam

proyek pembangunan Hotel Citra Batavia ini, terdapat permasalahan non-

teknis yaitu ketika memasuki hari libur Idul Fitri pada bulan Agustus-

September 2011. Dalam perencanaan time schedule, direncanakan kegiatan

proyek libur selama dua minggu, akan tetapi setelah dua minggu libur seluruh

buruh/pekerja proyek belum ada yang mulai bekerja dikarenakan kurang

tersosialisasinya mengenai waktu untuk libur hari raya Idul Fitri. Hal tersebut

berlangsung selama 1 minggu dan hal ini telah menghambat proses

pelaksanaan pekerjaan. Demi mengejar waktu yang telah tertinggal, pihak

proyek telah menambah jadwal lembur untuk para buruh atau pekerjanya.

3.5.2 Evaluasi Pengawasan Proyek

Selain dari pelaksanaan proyek, terdapat pula sedikit permasalahan

dalam pengawasan proyek. Dalam proyek pembangunan Hotel Citra Batavia,

pengawasan terhadap biaya, mutu dan waktu pekerjaan sangat baik

dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari pihak-pihak yang bertugas untuk

mengawasi selalu melakukan pekerjaannya setiap hari sehingga pengawasan

terhadap mutu pekerjaan tetap terjaga. Penyediaan laporan pekerjaan juga

sangat rutin sekali dilakukan. Laporan pelaksanaan pekerjaan dilakukan

setiap hari dan dilakukan secara objektif. Namun terdapat aspek pengawasan

yang kurang baik dari proyek ini yaitu pengawasan terhadap keamanan dan

keselamatan kerja.

Keamanan dan keselamatan kerja dalam proyek ini terlihat sangat

kurang baik atau rendah. Hal ini dapat dilihat dari seluruh pekerja/buruh tidak

menggunakan perlengkapan keselamatan seperti helm proyek, sepatu boot,

sarung tangan dan lain sebagainya. Alat-alat keselamatan tersebut hanya

dipakai oleh pihak-pihak kontraktor dan owner saja sehingga dapat dikatakan

bahwa proyek ini sangat tidak memenuhi standar K3.

Selain dari rendahnya pengawasan terhadap keselamatan kerja,

keamanan untuk lingkungan sekitar proyek juga tidak diperhatikan. Hal ini

terlihat tidak adanya papan peringatan agar hati-hati kaarena adanya proyek

42

Page 23: BAB III

di depan lokasi proyek. Mengingat lokasi di depan proyek merupakan jalan

raya (Jl. Imam Bonjol), maka papan peringatan ini dirasa perlu dipasang agar

masyarakat yang melintasi areal proyek bisa lebih hati-hati. Papan peringatan

ini dapat berupa peringatan bahwa sedang ada proyek, peringatan bahwa

lokasi sangat licin, atau peringatan mengenai keluar-masuk kendaraan

proyek.

43