BAB III
-
Upload
anonymous-291pwog -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of BAB III
BAB III
PELAKSANAAN PROYEK
3.1 Waktu Pelaksanaan Proyek
Dalam suatu proyek konstruksi, tentunya terdapat pengaturan waktu
pekerjaan agar suatu proyek dapat diselesaikan sesuai rencana dengan penggunaan
biaya sesuai rencana pula tanpa mengurangi mutu hasil bangunan tersebut.
Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan proyek
konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak
pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Bagian kecil dari suatu perencanaan
proyek konstruksi adalah suatu penjadwalan.
Penjadwalan adalah kegiatan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan
dan urutan kegiatan serta menentukan waktu proyek dapat diselesaikan.
Penjadwalan merefleksikan perencanaan dan oleh karena itu, dalam menyusun
penjadwalan, harus dilakukan perencanaan yang matang terlebih dahulu. Bentuk-
bentuk perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi dituangkan dalam
berbagai bentuk seperti kurva-S, diagram batang dan lain sebagainya.
Jangka waktu pelaksanaan proyek konstruksi umumnya dilakukan dimulai
saat dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK) dari pemilik proyek hingga saat
waktu diselesaikannnya pekerjaan itu. Dalam proyek pembangunan Hotel Citra
Batavia ini direncanakan dapat terselesaikan dalam waktu 6 (enam) bulan
terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK) dari pemilik proyek
pada tanggal 22 Juli 2011.
3.2 Lingkup Pekerjaan
Adapun lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh PT. Sarana Bangun Ragam
Cipta pada proyek pembangunan Hotel Citra Batavia ini adalah pekerjaan struktur
utama bangunan. Dalam penyusunan laporan kerja praktek (KP) ini, lingkup
21
pekerjaan yang diamati oleh penulis dibagi menjadi 3 yaitu lingkup pekerjaan
sebelum kerja praktek, selama kerja praktek dan setelah kerja praktek.
3.2.1 Lingkup Pekerjaan Sebelum Kerja Praktek
Pekerjaan yang dilakukan pada proyek pembangunan Hotel Citra
Batavia sebelum penulis melaksanakan kerja praktek (KP) sifatnya masih
pekerjaan awal atau persiapan. Pekerjaan tersebut antara lain:
1. Pekerjaan pondasi tiang pancang.
2. Pekerjaan persiapan, yang terdiri atas:
a. Pekerjaan pembersihan lahan.
b. Pekerjaan pembuatan gudang, kantor proyek, WC, serta barak-barak
untuk para pekerja(tukang).
c. Pekerjaan pembuatan instalasi listrik dan air untuk di lokasi proyek.
d. Pekerjaan pembuatan pagar pembatas antara lokasi proyek dengan
lingkungan di luar proyek.
e. Pekerjaan pembuatan nomor-nomor atau tanda untuk grid-grid
bangungan sesuai gambar kerja.
3.2.2 Lingkup Pekerjaan Selama Kerja Praktek
Selama kurang lebih 3 bulan penulis melaksanakan kerja praktek (KP)
dari bulan Agustus sampai bulan Nopember pekerjaan yang diamati oleh
penulis sepenuhnya merupakan pekerjaan struktur utama bangunan.
Pekerjaan yang diamati tersebut antara lain:
1. Pekerjaan tanah, yang terdiri atas:
a. Pekerjaan galian.
b. Pekerjaan buangan.
c. Pekerjaan urugan tanah kembali.
2. Pekerjaan beton, yang terdiri atas:
a. Pekerjaan lantai kerja.
b. Pekerjaan pile cap.
c. Pekerjaan tie beam(sloof).
d. Pekerjaan kolom.
22
e. Pekerjaan balok.
f. Pekerjaan pelat.
g. Pekerjaan tangga.
h. Pekerjaan pit lift.
i. Pekerjaan dinding batu bata.
3.2.3 Lingkup Pekerjaan Setelah Kerja Praktek
Setelah berakhirnya masa kerja praktek penulis, terdapat beberapa
pekerjaan yang dilakukan antara lain:
1. Pekerjaan beton, yang terdiri atas:
a. Pekerjaan kolam renang.
b. Pekerjaan GWT (Ground Water Tank).
c. Pekerjaan STP (Sewage Treatment Plant).
3.3 Teknik Pelaksanaan Pekerjaan
Untuk mewujudkan suatu hasil pekerjaan, diperlukan suatu cara atau
teknik pelaksanaan tertentu. Tujuan dari teknik pelaksanaan ini antara lain agar
segala sesuatu yang dikerjakan dapat lebih terarah sehingga didapatkan hasil yang
optimal. Dalam setiap proses pelaksanaan pembangunan, seluruh teknik
pelaksanaan pekerjaan tidak boleh menyimpang dari rencana kerja dan syarat-
syarat (RKS) yang telah disepakati sebelumnya. Penggunaan bahan, peraturan
yang digunakan hingga teknik pekerjaan sepenuhnya harus mengacu pada RKS
tersebut. Teknik pelaksanaan tiap item pekerjaan dalam proyek pembangunan
Hotel Citra Batavia yang diamati penulis selama kerja praktek (KP) antara lain
sebagai berikut:
1. Pekerjaan Tanah.
Pekerjaan tanah meliputi pekerjaan galian dan pekerjaan pengurugan
kembali. Pekerjaan galian bertujuan untuk spasi struktur tie beam atau
sloof, sedangkan pekerjaan pengurugan kembali digunakan untuk
pembuatan lantai kerja.
Galian tanah dilakukan sesuai skema penempatan pile cap dan tie beam.
23
Ukuran galian yang dilakukan yaitu selebar 70 cm dengan kedalaman 100
cm.
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Pekerjaan Galian Hasil Galian Sesuai Denah Pile Cap
Dalam proses pekerjaan galian, setelah tanah digali sedalam 1 m, maka
sisa-sisa bagian tiang pancang yang tersisa akan diporong. Teknik
pemotongan dilakukan secara manual dengan menggunakan palu besar.
Gambar 3.3 Gambar 3.4
Tiang Pancang Yang Tersisisa Proses Penghancuran Sisa Tiang Pancang
Setelah dilakukan proses pekerjaan galian, maka dibuatkan bekesting
untuk tie beam atau sloof pada galian tersebut sekaligus dilakukan
pengurugan tanah kembali dan pemadatannya. Bekesting sloof dibuat
dengan pasangan batako yang dipasang langsung pada galian tersebut.
24
Gambar 3.5 Gambar 3.6
Proses Pembuatan Bekesting Sloof Proses Pembuatan Bekesting Sloof
Gambar 3.7
Hasil Pembuatan Bekesting Sloof
Dalam pelaksanaan pekerjaan galian dan pembuatan bekesting sloof,
dilakukan juga pembuatan lantai kerja yaitu berupa beton rabat yang dicor
bebas pada daerah yang akan menjadi lantai dasar. Nantinya, di atas lantai
kerja ini akan dipasang tulangan praktis pelat lantai dasar yang akan
disatukan dengan tulangan sloof, pile cap dan kolom.
2. Pekerjaan Struktur.
Pekerjaan struktur meliputi komponen-komponen utama struktur
bangunan yang dikerjakan antara lain sloof, pile cap, balok, kolom, pelat,
tangga dan pit lift.
a. Pekerjaan Tie Beam atau Sloof
Setelah dilakukan pekerjaaan galian hingga dibuatnya bekesting sloof,
maka dilakukan instalasi atau pemasangan tulangan sloof tersebut.
Dimensi sloof struktur yaitu 500 x 800 mm dan untuk sloof praktis
berdimensi 400 x 600 mm. Tulangan yang digunakan untuk sloof
25
(struktur dan praktis) adalah tulangan D19 untuk tulangan utama, D13
untuk tulangan dukungan dan D10 untuk tulangan sengkang. Mutu
tulangan baja yang digunakan fy = 400 MPa sedangkan mutu betonnya
adalah beton K350 atau fc’ = 29,05 MPa (ready mix). Setelah
dilakukan perakitan tulangan sloof, maka tulangan tersebut
dimasukkan ke dalam bekesting pasangan batako yang telah dibuat.
Gambar 3.8 Gambar 3.9
Proses Pemasangan Tulangan Sloof Sloof Terpasang
Setelah dilakukan pemasangann tulangan sloof, dilakukan pemasangan
tulangan pile cap pada masing-masing titik pile cap yang telah
direncanakan.
b. Pekerjaan Pile Cap
Pile cap digunakan sebagai tempat berdirinya kolom pada lantai dasar
dan pile cap sendiri ditopang oleh pondasi tiang. Struktur pile cap
disusun di atas titik pemancangan tiang yang telah dilakukan. Struktur
tulangan pile cap sendiri terdiri atas tulangan D16 sebagai tulangan
utama dan D13 sebagai tulangan pendukung dengan mutu tulangan fy
= 400 MPa. Tulangan pile cap di susun menjadi dua lapis, lapis
pertama di bagian bawah dengan pile cap menghadap ke atas dan lapis
kedua di bagian atas dengan pile cap menghadap ke bawah.
26
Gambar 3.10
Tulangan Pile Cap Lapis 1(atas) dan Lapis 2(bawah)
Pertama-tama, pile cap lapis 1 dipasang terlebih dahulu, kemudian
diatur sedemikian rupa untuk pertemuan dengan tulangan sloof.
Setelah itu dilakukan pemasangan tulangan pile cap lapis dua
kemudian diikut dengan pengikatan atau penyatuan dengan tulangan
sloof.
Gambar 3.11
Pemasangan Tulangan Pile Cap (lapis 1)
c. Pekerjaan Lantai Kerja dan Kolom Lantai Dasar
Lantai kerja digunakan sebagai lantai dasar bangunan. Setelah urugan
kembali tanah dicor beton rabat, maka dipasanglah tulangan praktis
untuk lantai kerja. Tulangan menggunakan besi baja D10-150 mm
dengan mutu fy = 400 MPa. Tulangan ini dirangkai sedemikian rupa
dan diikat pada sloof.
27
Gambar 3.12 Gambar 3.13
Proses Pemasangan Tulangan Lantai Kerja Detail Penulangan Lantai Kerja
Setelah dilakukan pemasangan tulangan sloof, pile cap, dan lantai
kerja, maka langkah berikutnya adalah pemasangan tulangan kolom
lantai dasar di atas pile cap. Setelah tulangan kolom dipasang, maka
dilakukan pengecoran.
Gambar 3.14 Gambar 3.15
Proses Pemasangan Tulangan Kolom Tulangan Utama Kolom Terpasang
Gambar 3.16
Pertemuan Tulangan Sloof, Pile Cap, Lantai dan Kolom
Sebelum dilakukan pengecoran, kolom dipasangkan bekesting. Dalam
proyek ini bekesting kolom yang digunakan adalah bekesting baja, di
28
mana bekesting ini terdiri atas beberapa pelat baja yang disatukan
sesuai ukuran kolom dan kemudian dikencangkan dengan baut.
Setelah bekesting kolom dipasang, maka dilakukan pengecoran
kolom. Pengecoran dilakukan dengan thermy dan mobil crane. Dalam
bangunan ini, terdapat 4 jenis kolom (K1, K2, K3, dan K4). Dengan
spesifikasi masing-masing yaitu K1(400 x 650 mm), K2(300 x 400
mm), K3(250 x 500 mm) dan K4(250 x 400 mm). Tulangan terpasang
masing-masing kolom cenderung seragam yaitu dengan dimensi
tulangan utama D22 (K1, K2, K3) dan D19 (K4); tulangan pendukung
D10; tulangan sengkang D10. Mutu baja tulangan yang digunakan
adalah fy = 400 MPa dan mutu beton untuk pengecoran adalah K350
atau fc’ = 29,05 MPa (ready mix). Setelah beberapa hari saat beton
mengeras, maka bekesting kolom dapat dibuka dan dilakukan
perawatan beton dengan menyiram beton yang mengeras tersebut
dengan air secara berkala.
Gambar 3.17 Gambar 3.18
Pemasangan Bekesting Kolom Proses Pengecoran Kolom
Gambar 3.19
Bekesting Yang Telah Dibuka
d. Pekerjaan Pelat dan Balok Struktur
29
Pekerjaan ini dilakukan setelah pekerjaan kolom lantai sebelumnya
telah diselesaikan. Dalam pelaksanaan pekerjaan pelat dan balok
struktur, pertama-tama yang dilakukan adalah menyusun penyangga.
Pada proyek ini digunakan Scapeholding sebagai penyangga struktur
yang akan disusun. Di atas Scapeholding dipasanglah balok-balok
penyangga yang dipasang secara memanjang dan diantara balok
dipasang pengaku yang terbuat dari baja. Di seluruh pinggir dari
struktur yang akan dibangun, dipasanglah bekesting balok beserta
tulangannya.
Gambar 3.20 Gambar 3.21
Pemasangan Scapeholding Pemasangan Bekesting dan Tulangan Balok
Gambar 3.22
Pengaku
Setelah dipasangnya bekesting dan tulangan balok, maka langkah
berikutnya adalah pemasangan bekesting dan tulangan pelat. Seluruh
bekesting balok dan pelat menggunakan papan plywood. Pemasangan
tulangan pelat. Akan dirangkaikan dengan tulangan balok dan
tulangan kolom.
30
Gambar 3.23 Gambar 3.24
Pemasangan Bekesting Pelat Pemasangan Tulangan Pelat
Gambar 3.25
Pertemuan Tulangan Balok, Pelat dan Kolom
Setelah dipasang seluruh tulangan untuk balok dan pelat, maka
dilakukan pengecoran. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan
Concrete Pump Truck. Pengecoran dilakukan menyeluruh dengan
beton ready mix K350 atau fc’ = 29,05 MPa. Teknik pengecoran
dilakukan dengan menyemprotkan beton ke bekesting dan kemudian
dilakukan perataan.
Gambar 3.26
Proses Pengecoran Pelat dan Balok
Adapun ukuran-ukuran balok dalam struktur ini ada bermacam-
macam yaitu ukuran 300 x 600 mm, 250 x 500 mm, 200 x 400 mm,
31
dan 150 x 300 mm. Ukuran tulangan pun beraneka ragam, namun
umumnya tulangan utama menggunakan besi baja D22 dan D19,
kemudian tulangan pendukung menggunakan besi baja D13 dan D10
dan untuk sengkang menggunakan besi baja D10. Sedangkan untuk
pelat, seluruh ketebalan adalah seragam yaitu setebal 13 cm untuk
pelat lantai dan 12 cm untuk pelat atap. Besi baja yang digunakan
untuk pelat adalah besi baja D10 dengan jarak antar besi baja 200 mm.
e. Pekerjaan Struktur Pit Lift
Pit lift dapat dikatakan sebagai tampat berjalannya lift secara vertical.
Struktur pit lift terdiri dari dinding pelat beton bertulang dan kolom.
Daalm proyek ini,ukuran kolom yang digunakan adalah kolom 400 x
650 mm. Teknik pelaksanaan nya pertama kali adalah pemasangan
tulangan kolom dan pelat tembok dari pit lift. Setelah pemasangan
tulangan, dipasanglah bekestingnya. Bekesting ini menggunakan
papan plywood. setelah pemasangan bekesting baik pelat dan kolom,
maka ruang yang bakal jadi jalur lift dipasang pengaku agar saat
pengecoran pelat tembok, tidak terjadi kerusakan bekesting.
Gambar 3.27 Gambar 3.28
Struktur Pit Lift Pengaku Pada Jalur Lift
f. Pekerjaan Dinding Pasangan Bata Merah
Setelah berdirinya struktur utama bangunan, maka dilakukan
pemasangan tembok. Pada proyek ini, tembok menggunakan pasangan
bata merah. Dengan campuran semen di tempat atau bukan ready mix.
Penyampuran semen, pasir dan batu menggunakan molen. Sebagai
penguat pasangan batu bata, maka digunakan juga kolom praktis.
32
Gambar 3.29 Gambar 3.30
Proses Penyampuran Semen Proses Pengerjaan Dinding
3. Alat Berat Yang Digunakan
Dalam suatu proyek konstruksi, khususnya proyek yang berskala besar,
keberadaan alat berat jelas sangat besar manfaatnya. Alat-aalat berat ini
membantu pekerjaan-pekerjaan yang sulit seperti mengangkat dan
memindahkan material, pengecoran dan penggalian. Adapun alat berat
yang digunakan dalam proyek ini antara lain:
a. Tower Crane
Tower Crane merupakan alat yang digunakan untuk mengangkat
material secara vertical dan horizontal ke suatu tempat yang tinggi pada
ruang gerak yang terbatas.
Gambar 3.31
Tower Crane
b. Mobile Crane
33
Mobile Crane adalah suatu kendaraan berupa truk yang dilengkapi
fasilitas crane. Fungsinya hampir mirip dengan tower crane namun
jangkauan alat ini tak sebaik tower crane. Akan tetapi, keunggulan
mobile crane adalah mobilitasnya yang sangat tinggi karena alat ini
dapat berpindah Dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Gambar 3.32
Mobile Crane
c. Concrete Pump Truck
Concrete Pump Truck adalah alat berat berupa kendaraan yang
dilengkapi denagn alat pemompa campuran beton. Fungsi dari alat ini
adalah sebagai alat untuk melakukan pengecoran suatu areal, dalam hal
ini adalah pengecoran pelat dan balok secara monolit. Alat ini
dilengkapi selang sebagai tempat aliran beton.
Gambar 3.33
Concrete Pump Truck
d. Excavator
34
Excavator merupakan alat penggali tanah. Alat ini biasanya digunakan
untuk menggali tanah dengan volume serta kedalaman yang sangat
tinggi agar tidak memakan waktu yang lama.
Gambar 3.34
Excavator
e. Truck
Truck digunakan untuk mengangkut material dari suatu tempat ke
tempat lainnya. Truck biasanya memuat pasir, kerikil dan semua
material yang dibutuhkan dalam proyek. Selain itu truck juga dapat
digunakan untuk mengangkut material yang tidak terpakai untuk
dibuang ke suatu tempat pembuangan. Selain dari fungsinya secara
umum, terdapat pula truck yang berfungsi khusus yaitu truck
pengangkut semen atau truck mollen. Truck ini dilengkapi mollen untuk
mengduk campuran beton yang diperlukan dalam volume yang sangat
besar.
Gambar 3.35
Truck
35
Gambar 3.36
Mollen Truck
3.4 Teknik Pengawasan Pekerjaan
Untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang optimal atau sesuai dengan
harapan, maka dilakukanlah suatu pengawasan dalamproses pekerjaan. Cukup
banyak aspek-aspek yang diawasi dalam setiap pekerjaan mulai dari penggunaan
bahan hingga teknik pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan RKS yang telah
disepakati. Pengawasan umumnya dilakukan secara berkala oleh pihak yang
ditugaskan sebagai pengawas proyek. Secara umum pihak yang melaukan
pengawasan adalah konsultan pengawas, pemilik proyek itu sendiri dan pihak
kontraktor.
Dalam proyek pembangunan Hotel Citra Batavia, pihak yang melakukan
pengawasan langsung di lapangan adalah pihak pemilik proyek itu sendiri yaitu
PT. Citra Batavia. Frekuensi pengawasan yang dilakukan pun sangat intensif
(setiap hari). Dalam pelaksanaannya, pengawasan dilakukan terhadap setiap
detail-detail pekerjaan. Selain itu komunikasi dan koordinasi antara pihak
pengawas dan pelaksana juga terus dijaga agar tidak terjadi penyimpangan dalam
pelaksanaan demi tercapainya hasil sesuai yang diharapkan. Bidang-bidang yang
dijadikan fokus pengawasan oleh pemilik proyek dan kontraktor terdapat beberpa
perbedaan. Berikut ini bidang-bidang yang dijadikan fokus pengawasan, antara
lain:
1. Pengawasan Oleh Pemilik Proyek
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemilik proyek berperan juga sebagai
pengawas. Adapun lingkup pengawasan yang dilakukan oleh pemilik
proyek antara lain:
36
a. Pengawasan struktural dan arsitektural. Pemilik proyek memastikan
kesesuaian bentuk struktur bangunan yang diinginkan dan yang sesuai
dengan gambar kerja.
b. Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas pekerjaan. Pengawasan
terhadap kualitas pekerjaan mencakup kualitas bahan yang dipakai
seperti beton, pasir, kerikil, besi baja, bekesting dan lain sebagainya.
Tujuannya agar pemakaian bahan dan material tersebut sesuai dengan
yang diisyaratkan baik mengenai jenis, jumlah dan mutu yang
digunakan. Sedangkan lingkup pengawasan kuantitas pekerjaan
meliputi volume pekerjaan yang dilakukan. Diharapkan volume
pekerjaan yang dilakukan tiap periodenya serupa dengan yang
direncanakan pada time schedule yang telah direncanakan. Hal ini
perlu dilakukan secermat mungkin karena volume pekerjaan berkaitan
dengan kontrak tentang pembiayaan terhadap kontraktor.
c. Pengawasan terhadap waktu pelaksanaan. Lingkup pengawasan ini
bertujuan agar waktu pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan
planning dari pemilik proyek terhadap hasil dari pembangunan tersebut
seperti planning dalam soft opening atau untuk grand opening.
d. Pengawasan terhadap administrasi. Lingkup dari pengawasan ini
berupa pengecekan mengenai laporan kemajuan proyek atau realisasi
proyek tiap bulannya.
2. Pengawasan Oleh Pihak Kontraktor
Pihak kontraktor turut serta melakukan pengawasan agar tidak terjadi
penyimpangan dari surat kontrak yang telah disepakati. Tujuan dari
pengawasan oleh kontraktor umumnya untuk menghindari denda akibat
berbagai hal sesuai dengan kontrak. Adapun lingkup pengawasan yang
dilakukan oleh pihak kontraktor antara lain:
a. Pengawasan terhadap mutu pekerjaan. Lingkup pengawasan ini
bertujuan agar dihasilkan mutu bangunan yang optimal. Maka dari itu
perlu diadakan pengawasan yang dilakukan seperti mutu bahan yang
digunakan, penggunaan peralatan dan teknik pelaksanaan pekerjaan.
37
Bahan bangunan yang digunakan harus sesuai yang dibutuhkan dengan
mutu yang diisyaratkan dalam perencanaannya. Penyimpangan dari
penggunaan mutu bangunan akan menyebabkan terkenanya sanksi
kepada pihak kontraktor. Selain itu, pengawasan terhadap penggunaan
peralatan juga mutlak dilakukan agar penggunaan peralatan dilakukan
secara optimal dan sesuai kebutuhan sehingga tidak terjadi
pembengkakan biaya pemakaian peralatan tersebut. Pemakaiaan
peralatan sangat berkaitan dengan teknik pelaksanaan pekerjaan.
Teknik pelaksanaan pekerjaan sendiri harus diawasi sedemikian rupa
agar teknik pelaksanaan yang dilakukan adalah teknik pelaksanaan
yang efektif dan tepat. Efisiensi penggunaan alat dan bahan sangat
tergantung dari teknik pelaksanaan pekerjaan.
b. Pengawasan terhadap waktu pelaksanaan. Dalam hal ini, kontraktor
sangat berperan penting. Harapan dari seluruh pihak adalah pekerjaan
dapat selesai tepat waktu sesuai dengan time schedule yang telah
direncanakan. Akan tetapi, apabila terjadi kemoloran dalam waktu
pelaksanaan pekerjaan, maka pihak kontraktor yang memikirkan jalan
keluar untuk meminimalisasi atau mengejar waktu molor tersebut.
Demi tercapainya komunikasi yang jelas, maka pembuatan laporan
pekerjaan harian, mingguan dan bulanan mutlak dilakukan oleh
kontraktor sehingga dapat dievaluasi dengan mudah apakah bobot
pekerjaan yang dilakukan telah sesuai dengan time schedule atau
belum sesuai.
c. Pengawasan terhadap biaya pelaksanaan. Pengawasan terhadap biaya
merupakan pengawasan yang sangat vital dilakukan. Diharapkan
dengan pengawasan biaya pelaksanaan ini, pemakaian biaya tidak
melebihi dari RAB yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengawasan ini
tidak lain adalah untuk mengindari pemborosan dan kebocoran dalam
hal pemakaian biaya yang menyebabkan kerugian bagi pihak
kontraktor. Lingkup dari pengawasan ini antara lain pemakaian biaya
untuk gaji pegawai, pekerja, biaya material dan bahan, biaya peralatan,
biaya perlangkapan kantor hingga biaya listrik dan pajak.
38
d. Pengawasan terhadap keamanan dan keselamatan kerja. Keamanan
berkaitan dengan pemberian batas areal proyek, penempatan pos
keamanan serta tenaga keamanan dalam proyek tersebut. Sedangkan
keselamatan kerja berkaitan dengan alat-alat dan perlengkapan
keselamatan kerja yang wajib dikenakan oleh seluruh pekerja
lapangan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kecelakan kerja yang
sangat fatal.
3.5 Evaluasi Pelaksanaan dan Pengawasan Konstruksi
3.5.1 Evaluasi Pelaksanaan Konstruksi
Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan, umumnya terdapat hal-hal yang di
luar perencanaan pekerjaan. Ketidaksesuaiaan ini biasanya terjadi akibat
beberapa kesalahan baik sengaja maupun tidak dalam setiap proses
pelaksanaan konstruksi. Permasalahan seperti ini sangat berpengaruh
terhadap pelaksanaan proyek sehingga pengaruhnya akan dapat dilihat pada
hasil pekerjaan. Dalam lingkup pelaksanaan konstruksi, umumnya terdapat
dua permasalahan yaitu permasalahan teknis dan permasalahan non-teknis.
Permasalahan teknis berkaitan dengan perencanaan, persiapan serta
pelaksanaan pekerjaan. Secara umum, dalam proyek pembanguan Hotel Citra
Batavia tidak terlalu nampak masalah teknis dalam pelaksanaan proyek. Hal
ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan proyek baik dari teknik pelaksanaan
dan pemakaian sumber daya yang sangat rapi serta hasil bangunan yang
dikerjakan tidak terdapat cacat fisik ataupun cacat lainnya. Namun terdapat
beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah teknis yaitu:
a. Terjadinya retak-retak rambut pada beberapa kolom dan balok yang telah
dicor.
Penyebab:
Gempa bumi pada bulan Oktober 2011.
b. Terlambatnya pelaksanaan beberapa pekerjaan seperti pekerjaan galian,
buangan, urugan tanah dan lantai kerja, pemotongan kepala tiang
pancang, pekerjaan pile cap, pekerjaan sloof dan pekerjaan pelat lantai 1.
39
Penyebab:
Mundurnya pelaksanaan pekerjaan tersebut dikarenakan libur Idul
Fitri yang tidak sesuai dengan time schedule. Dalam time schedule
libur Idul Fitri direncanakan selama 2 minggu, akan tetapi setelah 2
minggu para pekerja belum kunjung tiba dari pulang kampong
sehingga libur diperpanjang selama 1 minggu penuh.
Akibat:
Terlambatnya pelaksanaan pekerjaan yang lainnya karena saat tidak
ada pekerja, proyek ini benar-benar tidak melakukan pekerjaan.
c. Terhambatnya pekerjaan GWT (Ground Water Tank)
Penyebab:
Terjadi kesalahan penggambaran struktur GWT. Kesalahan
penggambaran terjadi pada penentuan elevasi-elevasi bagian struktur
GWT. Hal ini menyebabkan terjadinya revisi gambar struktur GWT
dengan elevasi-elevasi yang benar setelah mendapat persetujuan dari
pengawas. Pengerjaan revisi gambar ini dibantu oleh mahasiswa
Universitas Udayana dan Politeknik Negeri Bali yang melakukan
kerja praktek di proyek tersebut.
Akibat:
Dampak dari revisi gambar struktur GWT adalah pekerjaan ini harus
dipending hingga pelaksanaan revisi gambar selesai dilakukan.
d. Terlambatnya pekerjaan struktur bangunan utama (balok, pelat, kolom)
Penyebab:
Pada beberapa bulan terakhir pada tahun 2011, terjadi musim
penghujan yang terjadi setip hari. Hal ini menyebabkan pekerjaan
terhambat karena para pekerja tidak bisa melakukan pekerjaan
pembesian, pembuatan bekesting dan pemasangannya.
Selain masalah faktor cuaca, terhambatnya pekerjaan struktur utama
juga dikarenakan metode pelaksanaan yang sifatnya sangat
konvensional. Proyek pembangunan Hotel Citra Batavia adalah
proyek hotel dengan volume pekerjaan yang besar dengan struktur
yang teratur dan sifatnya repetitif sehingga lebih efisien menggunakan
40
metode precast. Menurut presentasi dalam proyek gedung PT. Pelni
Surabaya oleh PT. Pembangunan Perumahan (persero), untuk
pekerjaan volume besar, sistem struktur yang teratur dan repetitif akan
lebih efisien apabila dilakukan dengan sistem precast dibandingkan
sistem konvensional.
Akibat:
Pekerjaan proyek secara umum akan mengalami keterlambatan dari
yang direncanakan dalam time schedule.
e. Terlambatnya pelaksanaan pekerjaan pit lift
Penyebab:
Pekerjaan pit lift terlambat dilaksanakan akibat dari terlambatnya
pekerjaan galian, buangan, urugan tanah dan lantai kerja, pemotongan
kepala tiang pancang, pekerjaan pile cap, pekerjaan sloof dan
pekerjaan pelat lantai 1.
Akibat:
Pekerjaan pit lift ini diundur jauh dari time schedule. Pekerjaan pit lift
ini direncanakan pada awal-awal pelaksanaan proyek, namun karena
masalah tersebut, pekerjaan ini dilakukan pada saat proyek sudah
melakukan pemasangan tembok batu bata.
f. Terlambatnya pekerjaan kolam renang
Penyebab:
Pekerjaan kolam renang yang sedianya direncanakan pada
pertengahan pelaksanaan proyek, dipindah menjadi akhir proyek
karena terjadi kesalahan dalam memperkirakan site. Di sekitar tempat
akan dibangun kolam renang, telah dipasang tower crane sehingga
menyulitkan pelaksanaan pekerjaan kolam renang. Hal tersebut
ditambah dengan sibuknya aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut
sehingga pekerjaan kolam renang dipindah ke akhir proyek.
Akibat:
Pekerjaan kolam renang yang dipindah pelaksanaannya (sama seperti
pekerjaan pit lift) membuat time schedule menjadi berubah.
41
Permasalahan non-teknis berkaitan dengan administrasi serta
pengelolaan proyek terutama pengelolaan sumber daya yang ada. Dalam
proyek pembangunan Hotel Citra Batavia ini, terdapat permasalahan non-
teknis yaitu ketika memasuki hari libur Idul Fitri pada bulan Agustus-
September 2011. Dalam perencanaan time schedule, direncanakan kegiatan
proyek libur selama dua minggu, akan tetapi setelah dua minggu libur seluruh
buruh/pekerja proyek belum ada yang mulai bekerja dikarenakan kurang
tersosialisasinya mengenai waktu untuk libur hari raya Idul Fitri. Hal tersebut
berlangsung selama 1 minggu dan hal ini telah menghambat proses
pelaksanaan pekerjaan. Demi mengejar waktu yang telah tertinggal, pihak
proyek telah menambah jadwal lembur untuk para buruh atau pekerjanya.
3.5.2 Evaluasi Pengawasan Proyek
Selain dari pelaksanaan proyek, terdapat pula sedikit permasalahan
dalam pengawasan proyek. Dalam proyek pembangunan Hotel Citra Batavia,
pengawasan terhadap biaya, mutu dan waktu pekerjaan sangat baik
dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari pihak-pihak yang bertugas untuk
mengawasi selalu melakukan pekerjaannya setiap hari sehingga pengawasan
terhadap mutu pekerjaan tetap terjaga. Penyediaan laporan pekerjaan juga
sangat rutin sekali dilakukan. Laporan pelaksanaan pekerjaan dilakukan
setiap hari dan dilakukan secara objektif. Namun terdapat aspek pengawasan
yang kurang baik dari proyek ini yaitu pengawasan terhadap keamanan dan
keselamatan kerja.
Keamanan dan keselamatan kerja dalam proyek ini terlihat sangat
kurang baik atau rendah. Hal ini dapat dilihat dari seluruh pekerja/buruh tidak
menggunakan perlengkapan keselamatan seperti helm proyek, sepatu boot,
sarung tangan dan lain sebagainya. Alat-alat keselamatan tersebut hanya
dipakai oleh pihak-pihak kontraktor dan owner saja sehingga dapat dikatakan
bahwa proyek ini sangat tidak memenuhi standar K3.
Selain dari rendahnya pengawasan terhadap keselamatan kerja,
keamanan untuk lingkungan sekitar proyek juga tidak diperhatikan. Hal ini
terlihat tidak adanya papan peringatan agar hati-hati kaarena adanya proyek
42
di depan lokasi proyek. Mengingat lokasi di depan proyek merupakan jalan
raya (Jl. Imam Bonjol), maka papan peringatan ini dirasa perlu dipasang agar
masyarakat yang melintasi areal proyek bisa lebih hati-hati. Papan peringatan
ini dapat berupa peringatan bahwa sedang ada proyek, peringatan bahwa
lokasi sangat licin, atau peringatan mengenai keluar-masuk kendaraan
proyek.
43