BAB III
-
Upload
maulia-wisda-era-chresia -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of BAB III
BAB III
ANALISIS KASUS
Tn. S, berusia 48 tahun datang ke RSMH dengan keluhan perut semakin membesar
± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Tiga bulan SMRS os mengeluh perut membesar,
pembesaran merata pada seluruh bagian perut. Perut terasa penuh. Dua bulan SMRS, Os
mengeluh perut semakin besar dan perut terasa penuh. Satu bulan SMRS, Os mengeluh
perut semakin besar, perut terasa penuh, buang air kecil seperti teh tua dan buang air besar
kurang lancar. Tujuh hari SMRS os mengeluh perut semakin membesar disertai nyeri ulu
hati, perut terasa penuh, mata kuning, buang air kecil seperti teh tua, buang air besar kurang
lancar warna seperti dempul, os kemudian ke RSMH dan dirawat.
Dari anamnesis, pasien mengeluh perut membesar. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan perut membesar adalah adanya masa dalam abdomen, sirosis hepatis, sindrom
nefrotik, dan penyakit jantung. Bila terisi massa, pembesaran perut bersifat asimetris
tergantung letak massa tersebut. Pada sindrom nefrotik, edema yang terjadi biasanya
dimulai dengan edema palpebra kemudian disusul dengan edema seluruh tubuh. Pada
penyakit jantung, edema awalnya terjadi pada ekstremitas inferior disusul perut membesar
dan disertai rasa berdebar-debar dan sesak nafas. Diagnosis penyakit mengarah pada adanya
kecurigaan kelainan pada organ hati yaitu dengan adanya keluhan perut membesar disertai
mata kuning dan buang air kecil seperti teh tua.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah 100/70 mmHg, pada mata
terdapat sklera ikterik, pada dada terdapat spider naevi, pada abdomen didapatkan asites,
pada ekstremitas superior didapatkan palmar eritem, dan pada ekstremitas inferior didapatkan
edema pretibia. Data yang didapatkan pada pemeriksaan fisik ini mendukung kecurigaan
yang telah diperoleh pada anamnesa yaitu adanya gangguan pada organ hepar, dengan
diagnosis sementara sirosis hepatis dekompensata.
Secara Klinis, Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan ikterus.
21
22
Pada kasus ini, pembesaran perut yang terjadi merupakan asites. Asites adalah
penimbunan cairan intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Faktor utama
patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatatik pada kapiler usus (hipertensi
porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hipoalbuminemia. Beberapa faktor yang
terlibat dalam pathogenesis asites pada sirosis hepatis: (1) hipertensi porta, (2)
hipoalbuminemia, (3) meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati, (4) retensi natrium,
(5) gangguan ekskresi air. Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena
porta yang menetap diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanisme primer
penginduksi hipertensi porta adalah retensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal.
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang
terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan osmotik koloid. Kombinasi
antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam
jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudai cairan dari ruang
intravaskuler ke jaringan intertisial. Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan
limfe hepatik, yang “menyeka” dari hati kedalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat
turut menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan
tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi
cairan dari rongga intravaskuler keperitoneum. Retensi natrium dan gangguan ekskresi air
merupakan faktor penting dalamberlanjutnya asites retensi air dannatrium disebabkan oleh
hiper aldosteronisme skunder (penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan
mekanisme renin angiostensin-aldosteron). Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh
hati juga dapatnterjadi akibat kegagalan hepato seluler.
Pada kasus didapatkan adanya mata kuning dan buang air kecil seperti teh tua. Mata
kuning dan buang air kecil seperti teh tua menunjukkan adanya hiperbilirubinemia. Pada
sirosis hepatis, ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalannan penyakitnya
dan biasanya hanya minimal. Hiperbilirubunemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Penderita
dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai gangguan reversible fungsi hati.3
Spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasi) adalah suatu lesi vaskular
yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Spider nevi banyak dijumpai di daerah yang
mendapat vaskularisasi dari vena cava superior dan sangat jarang terdapat di bawah garis
yang menghubungkan kedua areola mammae. Lokasi terbanyak adalah muka, leher, bahu,
dada, dan punggung. Spider nevi terdiri atas arteriola sentral yang memancarkan banyak
pembuluh darah halus. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
23
peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat dengan ukuran lesi yang kecil pada
umumnya.2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema palmaris. Eritema Palmaris adalah warna
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan
perubahan metabolisme estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.2
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung untuk
ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis dekompensata yaitu adanya peningkatan SGOT (70
U/l), SGPT (49 U/l), SGOT>SGPT, GGT meningkat (38 U/l), bilirubin meningkat (bilirubin
direk=2,21), rasio albumin:globulin terbalik (2,2:4,5), dan adanya kelainan hematologi
berupa trombositopenia (trombosit=60.000/mm3).
Pada pasien sirosis hepatis, bisa dijumpai kadar SGOT (serum glutamil oksalo asetat)
atau AST (aspartat aminotransferase), dan SGPT (serum glutamil piruvat transaminase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat
dibanding ALT.2,9
Gamma glutamil transpeptidase (GGT) akan menunjukkan peningkatan tetapi tidak
terlalu tinggi. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena
alkohol dapat menginduksi GGT mikrosomal hepatik dan menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat
pada sirosis inaktif.2
Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada
sirosis yang lebih lanjut (dekompensata). Albumin konsentrasinya menurun karena
sintesisnya terjadi di hati. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi
imunoglobulin. Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati
yang kurang.2,10
Pada kasus ini terjadi trombositopenia. Trombositopenia merupakan salah satu
kelainan darah yang paling sering ditemukan pada pasien sirosis hepatis. Penelitian-penelitian
terdahulu mendapatkan hingga 70% pasien sirosis hepatis stadium lanjut dengan hipertensi
porta meperlihatkan trombositopenia. Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring
sel-sel darah merah, leukosit, dan trombosit yang sudah tua. Darah dari limpa akan bergabung
dengan aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan tekanan vena
porta karena sirosis, terjadi peningkatan blockade aliran darah dari limpa. Akibatnya terjadi
24
aliran darah kembali ke dalam limpa, dan limpa membesar sehingga terjadilah splenomegali.
Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap sel-sel darah dan trombosit ikut
meningkat, sehingga jumlah sel-sel darah dan trombosit akan menurun.11
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan sero-imunologi HbSAg (+) yang
mengindikasikan pasien adalah pengidap hepatitis B kronik. Dengan demikian, tiologi yang
menyebabkan terjadinya sirosis hepatis pada pasien ini adalah infeksi virus hepatitis kronik
(hepatitis B).
Pada saat ini penegakan diagnosa sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG. Pada saat ini pemeriksaa USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaan rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografia karena
banyak faktor subyektif. Yang dilihat adalah pinggir hati, permukaan, pembesaran,
homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran
empedu/IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupying lession).
Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hepatis, terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dan lain-lain.2
Kesan pada pemeriksaan USG pasien ini adalah sirosis hepatis, splenomegali, dan acites.
Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah
dapat menegakkan diagnosa sirosis hepatis dekompensasi, yaitu:
1. asites
2. splenomegali
3. perdarahan varises (hematemesis)
4. albumin yang merendah
5. spider nevi
6. eritema palmaris
7. vena kolateral
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi
empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises5 :
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,
Stadium 2: varises, tanpa ascites,
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3
dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan adanya
ascites sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata.
25
Penatalaksanaan
Sirosis merupakan penyakit yang ireversibel. Oleh karena itu, terapinya ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.1 Penatalaksanan terhadap sirosis yang
dilakukan pada pasien ini antara lain:
1. Istirahat
2. Diet Hati III
3. IVFD dextrose 5% gtt x/m mikro
4. Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat diuretik. Pada
tahap pertama hanya diberikan spironolakton 1 x 100mg, lalu dilanjutkan dengan
penambahan furosemid 1x 20mg untuk meningkatkan laju diuresis.
5. Preparat propanolol 2 x 10 mg diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi
portal dan mencegah terjadinya perdarahan gastrointestinal
6. Lactulac Syrup 3x1 C
Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak (laktulosa)
karena dapat membantu mengeluarkan amonia dari tubuh pasien.
7. Curcuma 2x1 tablet diberikan sebagai hepatoprotector
Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis bersifat reversibel.
Sebaiknya sirosis hepatis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi,
minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, hipertensi portal, dan penyakit lain yang menyertai.
Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan fase kompensasi
dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang waktu timbulnya komplikasi.
Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis.
Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati.
Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka harapan hidup selama 1 tahun
berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100, 80, dan 45%.2
Klasifikasi Child-Pugh
26
Pada pasien ini didapat keadaan tidak ada ensefalopati, asites mild/moderate, bilirubin
>3 (3,53), albumin < 2,8 (2,2) dan PT (-). Maka berdasarkan klasifikasi Child-Pugh pasien ini
tergolong Child B/C (nilai 9+x) yang berarti angka kelangsungan hidup selama satu tahun
kedepan kira-kira 45-80%. Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam dan prognosis
quo ad functionam adalah malam.