BAB III
-
Upload
putrimeilissa -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of BAB III
-
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober 2013, bertempat
di Laboratorium Biologi FMIPA UNS, Laboratorium pusat FMIPA UNS,
Laboratorium Histologi FK UNS, dan Laboratorium Pusat Universitas Setia Budi,
Surakarta.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Alat pemeliharaan hewan uji: kandang mencit dari plastik dengan tutup
kawat, dan timbangan analitik,
b. Alat pemberian perlakuan: Sonde lambung atau oral gavage ukuran 10ml,
c. Alat ekstraksi: Rotary evaporator, water bath, bejana, timbangan, oven,
blender,
d. Alat bedah: Bak bedah/ bak parafin, disectting set, gelas arloji,
e. Alat pembuatan irisan preparat: mikrotom, beaker glass, oven, kuas, pinset,
f. Alat pengamatan: Gelas objek dan penutup, mikroskop digital.
2. Bahan
Bahan yang digunakan meliputi:
a. Hewan uji: 25 ekor mencit (Mus musculus) jantan sehat strain BALB/C,
berumur 10-12 minggu dengan berat badan 30-40 g.
-
30
b. Pakan hewan uji: pelet, jagung, dan sayuran,
c. Bahan uji perlakuan: serbuk plumbum (Pb) asetat , dan aquades,
d. Bahan ekstraksi: daun kumis kucing baik yang daun muda, sedang, dan tua,
kertas saring, alumunium foil, dan etanol 70%
e. Bahan pembuatan preparat irisan: hematoxylin Erlich, eosin Y, alkohol
30%, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 96%, aquades, xylol,
toluol, parafin, gliserin, enthelan, kertas label, alumunium foil.
C. Cara Kerja
1. Desain dan Rancangan Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental terhadap
hewan uji, dengan 3 (tiga) kelompok perlakuan ekstrak kumis kucing dan 2 (dua)
kelompok kontrol dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun
hewan uji dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) sehat.
Pada penelitian ini sampel terdiri dari 25 mencit jantan yang dibagi
dalam 5 kelompok, yaitu K1, K2, P1, P2, dan P3. Masing-masing kelompok
terdiri atas 5 mencit yang dipilih secara acak. Kelompok kontrol K1 diberi air saja
selama 8 minggu, kontrol K2 diberi Pb asetat selama 4 minggu dan selanjutnya air
selama 4 minggu, sedangkan untuk P1, P2, dan P3 diberi perlakuan berupa
pemberian Pb asetat selama 4 minggu dan selanjutnya ekstrak etanol daun kumis
kucing berbagai dosis selama 4 minggu.
-
31
2. Persiapan Hewan Percobaan
Mencit dipelihara dalam kandang plastik dengan anyaman kawat sebagai
penutup. Kandang ditempatkan dalam ruangan yang memiliki ventilasi dan
mendapat cahaya matahari secara tak langsung. Kandang, tempat makan, dan
minum dibersihkan sedikitnya tiga kali dalam seminggu. Sebelum perlakuan,
mencit diaklimasi selama seminggu. Pemberian makan dan minum dilakukan
setiap hari secara ad libitum.
Sebelum perlakuan, lebih dulu dilakukan penimbangan berat badan
mencit dan diamati kesehatannya secara fisik (gerakannya, berat badan, makan
dan minum). Jika ada mencit yang sakit pada saat aklimasi ini, maka diganti
dengan mencit yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.
3. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing
Daun kumis kucing dipetik dari tangkainya hingga didapatkan bobot total
daun 5kg untuk dikeringkan di dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 370C.
Daun tanaman kumis kucing yang sudah dikeringkan, dihaluskan dengan blender
kemudian dibuat ekstrak. Pembuatan ekstrak dengan menggunakan simplisia daun
kumis kucing dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%.
Maserasi dilakukan selama satu hari dengan pengadukan dua kali sehari
(Sukmawati, 2010). Maserat yang diperoleh disaring dengan kertas saring
kemudian dikumpulkan. Ampas yang tersisa dimaserasi lagi 2 hari, disaring dan
dikumpulkan dalam botol. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu tak lebih dari 500C, hingga konsistensi terbentuk masa yang
-
32
kental (Prayoga, 2008). Maserat di-water bath hingga diperoleh masa yang benar-
benar kental dengan suhu tidak lebih dari 50oC.
4. Perlakuan Hewan Percobaan
Setelah persiapan selesai maka hewan percobaan diberi perlakuan
berikut:
1. K1= kelompok perlakuan air (kontrol) selama 8 minggu,
2. K2= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari selama 4
minggu dan dilanjutkan pemberian air selama 4 minggu,
3. P1= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari selama 4
minggu dan dilanjutkan pemberian ekstrak kumis kucing 62
mg/KgBB/hari selama 4 minggu (dosis rendah),
4. P2= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari selama 4
minggu dan dilanjutkan pemberian ekstrak kumis kucing 123
mg/KgBB/hari selama 4 minggu (dosis sedang),
5. P3= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari selama 4
minggu dan dilanjutkan pemberian ekstrak kumis kucing
246mg/KgBB/ekor/hari selama 4 minggu (dosis tinggi).
Dalam penelitian ini Pb asetat yang diberikan dalam bentuk serbuk yang
dilarutkan dengan aquades 0,3ml, hal ini didasarkan pada volume lambung mencit
yang hanya 0,5ml. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/ekor/hari atau
3mg/ekor/hari jika diasumsikan berat mencit 30g. Pb asetat diberikan secara oral
dengan menggunakan sonde lambung/kanul (oral gavage), yaitu alat injeksi
dengan jarum yang ujungnya tumpul. Sonde dimasukkan dengan hati-hati kira-
-
33
kira mencapai lambung. Perlakuan ini dilakukan selama 4 minggu (Anggraini,
2008). Adapun rumus konversi dosis, baik dosis Plumbum maupun dosis ekstrak,
yaitu: imana:
D: dosis setelah dikonversi (mg),
d: dosis awal (sebelum dikonversi) (mg),
B: berat mencit (g).
Setelah perlakuan dengan Pb asetat selama 4 minggu, perlakuan
selanjutnya adalah pemberian ekstrak kumis kucing dengan berbagai dosis selama
4 minggu berdasarkan penelitian Prayoga (2008) mengenai efek antiinflamasi
ekstrak daun kumis kucing pada kulit tikus putih. Ekstrak etanol kumis kucing
yang berupa massa kental dilarutkan dalam 0,3ml aquades. Pada perlakuan P1,
ekstrak yang diberikan adalah 1,9mg/ekor/hari; P2 3,7mg/ekor/hari; sedangkan P3
5,6mg/ekor/hari. Pemberian kadar ekstrak kumis kucing dilakukan berdasarkan
perhitungan dengan asumsi berat mencit 30gr, ekstrak diberikan sama seperti pada
pemberian Pb asetat, yaitu secara oral dengan alat sonde lambung (oral gavage).
Pada kelompok K1, mencit hanya diberikan air 0,3ml/ekor/hari selama 12
minggu, sedangkan pada K2 diberikan 0,3ml/ekor/hari air selama 4 minggu
setelah pemberian Pb asetat.
5. Pengamatan Anatomi Ginjal
Di akhir penelitian, seluruh mencit dieutanasia dengan dislokasi serviks,
kemudian dibedah untuk diambil organ ginjal kanannya. Pembuatan preparat
dilakukan dengan metode parafin dan pewarnaan H.E (Herawati dan Handari
-
34
(2004), pengamatan makroskopis dilihat dari struktur eksternal yang terlihat,
sedangkan pengamatan struktur histologis dilakukan di bawah mikroskop.
Pengamatan makroskopis ginjal mencit meliputi warna, permukaan dan
konsistensi. Ginjal yang normal bewarna merah kecoklatan, permukaannya licin
dan konsistensinya kenyal. Ginjal dinyatakan normal bila tidak ditemukan :
a. Perubahan warna
b. Perubahan struktur permukaan
c. Perubahan konsistensi
Pengamatan histologi ginjal meliputi pelebaran ruang Bowman,
kerusakan sel-sel epitel tubulus proksimalis dan sel-sel pelapis corpusculum
malphigi renalis berupa nekrosis. Sedangkan untuk disebut kriteria normal bila
tidak ditemukan pelebaran ruang Bowman, kerusakan sel tubulus proksimal dan
sel corpusculum malphigi renalis (Anggraini, 2008).
6. Analisis Data
Data kuantitatif diperoleh dengan mengukur lebar ruang Bowman
masing-masing kelompok dan menghitung persentase corpusculum malphigi
renalis ginjal yang mengalami kerusakan di bawah mikroskop dengan perbesaran
400X. Tingkat kerusakan corpusculum malphigi renalis ginjal dilakukan dengan
klasifikasi berdasarkan penelitian Herawati dan Handari (2004), yaitu tingkat 1
(normal, kerusakan 0%), tingkat 2 (rusak ringan, 1-40%), tingkat 3 (kerusakan
sedang, 41-70%), dan tingkat 4 (kerusakan berat, >70%). Data yang diperoleh
berupa lebar ruang Bowman dan persentase kerusakan corpusculum malphigi
renalis diuji menggunakan uji statistik One-Way ANOVA ( = 0,05) untuk
menguji variabel dependen (terikat) dengan cara membandingkannya pada
-
35
kelompok-kelompok sampel independen (variabel bebas) yang diamati. Jika
terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji DMRT. Derajat
kemaknaan yang digunakan adalah = 0,05 (Riwidikdo, 2007).
Data kualitatif diperoleh dengan pengamatan preparat jaringan ginjal di
bawah mikroskop, mula-mula dilakukan dengan perbesaran 100 kali untuk
mengamati seluruh bagian irisan, kemudian ditentukan tubulus proksimal yang
terletak pada pars konvulata korteks ginjal dan corpusculum malphigi renalis yang
letaknya tidak jauh dari tubulus proksimalis. Pengamatan dilanjutkan dengan
perbesaran 400 kali untuk mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal dan
sel-sel penyusun corpusculum malphigi renalis. Pengamatan dilakukan dengan
perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dengan lebih jelas pada tubulus proksimalis (Maulana,
2010).