BAB II UNSUR-UNSUR PEMBENTUK WACANA A. · PDF filedihubungkan dengan alat kewacanaan atau...

download BAB II UNSUR-UNSUR PEMBENTUK WACANA A. · PDF filedihubungkan dengan alat kewacanaan atau unsur-unsur pragmatik seperti deiksis, ... dan dapat mewakili keseluruhan isi wacana, jelas,

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II UNSUR-UNSUR PEMBENTUK WACANA A. · PDF filedihubungkan dengan alat kewacanaan atau...

  • 1

    BAB II

    UNSUR-UNSUR PEMBENTUK WACANA

    A. PENDAHULUAN

    1. DESKRIPSI

    Pada bab ini akan dibahasa tentang unsur-unsur pembentuk wacana. Sebagai

    satuan bahasa terlengkap, wacana tersusun dari untaian kalimat-kalimat yang

    berkesinambungan, erat, dan kompak sesuai dengan konteks situasi. Artinya, dalam

    menganalisis wacana terlibat dua unsur pokok, yakni (1) unsur internal bahasa

    (intralinguistik) yang berkaitan dengan kaidah bahasa seperti sintaksis, morfologi,

    dan fonologi; serta (2) unsur eksternal bahasa (ekstralinguistik), yang berkaitan

    dengan konteks situasi. Serasi tidaknya kaidah bahasa dan konteks situasi

    dihubungkan dengan alat kewacanaan atau unsur-unsur pragmatik seperti deiksis,

    praduga, implikatur.

    2. RELEVANSI MATERI

    Materi unsur-unsur pembentuk wacana sangat berkaitan dengan materi pada bab

    sebelumnya yaitu hakikat wacana dan teks. Untuk memahami materi pada bab ini

    diperlukan pemahaman mendalam dari materi sebelumnya yaitu hakikat wacana.

    Oleh karena itu, kita perlu membaca dan memahami terlebih dahulu materi pada bab

    sebelumnya agar pemahaman pada bab II ini lebih tercukupi.

    3. KOMPETENSI DASAR

    Mampu menjelaskan dan mengidentifikasi unsur-unsur internal dan eksternal

    pembentuk wacana.

    4. Indikator

    a. Mampu mengidentifikasi unsur-unsur internal pembentuk wacana

    b. Mampu mengidentifikasi unsur-unsur eksternal pembentuk wacana

    c. Mampu menjelaskan hubungan antara unsur internal dan unsur eksternal

    pembentuk wacana

    d. Mampu menjelaskan kedudukan unsur internal dan unsur eksternal dalam

    pembentukan sebuah wacana

  • 2

    B. PENYAJIAN

    1. URAIAN MATERI

    Sebagai satuan bahasa terlengkap, wacana tersusun dari untaian kalimat-kalimat

    yang berkesinambungan, erat, dan kompak sesuai dengan konteks situasi. Artinya,

    dalam menganalisis wacana terlibat dua unsur pokok, yakni (1) unsur internal bahasa

    (intralinguistik) dan (2) unsur eksternal bahasa (ekstralinguistik).

    a. Unsur Internal

    Unsur-unsur internal pembentuk wacana adalah unsur-unsur yang membangun

    wacana dari dalam wacana tersebut atau biasa disebut dengan unsur intralinguistik

    wacana. Unsur internal wacana terdiri atas topik tema, judul, kata dan kalimat.

    (1) Topik, Tema, Judul

    Topik, tema, dan judul erat kaitannya. Topik merupakan pokok persoalan yang

    disampaikan. Topik adalah pokok gagasan yang dikembangkan menjadi sebuah

    wacana. Dalam sebuah wacana hanya ada sebuah topik. Ganti topik berarti ganti

    wacana. Untuk membentuk sebuah wacana, topik dikembangkan dengan sebuah

    kalimat atau lebih.

    Tema merupakan amanat utama yang ingin disampaikan oleh pembicara dalam

    wacana sebagai rumusan dari topik dan menjadi dasar untuk mencapai tujuan. Tema

    lebih sempit dan abstrak daripada topik. Tema merupkan topik yang dibatasi.

    Misalnya, topiknya ialah Bahaya Narkoba, sedangkan temanya ialah Cara

    Menanggulangi Bahaya Narkoba. Judul atau titel merupakan etiket, label, merek, atau

    nama yang dikenakan pada sebuah wacana. Judul berguna untuk menarik kepenasaran

    pesapa terhadap persoalan yang dibicarakan. Judul merupakan slogan yang

    menuangkan topik dalam bentuk yang lebih menarik. Karena itu, judul harus sesuai

    dan dapat mewakili keseluruhan isi wacana, jelas, dan singkat. Judul dapat dibuat

    sebelum maupun sesudah wacana selesai. Judul dapat juga bersifat simbolis. Judul

    besar sekali manfaatnya. Wacana yang sama segala-galanya, jika diberi judul berbeda,

    akan dibayangkan atau ditafsirkan berbeda pula.

    Misalnya:

  • 3

    Di Stasiun Kareta Api

    Entah berapa lama, neng Santi menanti-nanti di sana. Tapi, belum juga

    datang. Selama duduk, mukanya cemberut, tanda marah. Sebentar-sebentar

    melihat ke arah timur. Sementara yang dinantikannya belum juga datang.

    Neng Santi kesal, mau marah tak bisa. Kemudian ia berdiri, karena

    pantatnya terasa kaku. Akhirnya, ia berdiri, berjalan-jalan ke sana ke mari

    sambil menggerutu.

    Wacana tersebut menjelaskan bahwa seorang sedang menanti kareta api di stasiun.

    Tentu saja kita tidak akan membayangkan hal lain, tetapi akan tertuju kepada kekesalan

    Santi karena dia menanti kereta api yang tidak kunjung tiba. Wacana itu akan

    ditafsirkan berbeda apabila diberi judul yang lain. Bandingkan wacana di atas dengan

    wacana berikut.

    Malam Minggu

    Entah berapa lama, neng Santi menanti-nanti di sana. Tapi, belum juga

    datang. Selama duduk, mukanya cemberut, tanda marah. Sebentar-sebentar

    melihat ke arah timur. Sementara yang dinantikannya belum juga datang.

    Neng Santi kesal, mau marah tak bisa. Kemudian ia berdiri, karena

    pantatnya terasa kaku. Akhirnya, ia berdiri, berjalan-jalan ke sana ke mari

    sambil menggerutu.

    Dengan judul yang berbeda, wacana pertama berubah menjadi wacana kedua yang

    isinya menjelaskan bahwa Santi sedang menantikan pacarnya yang tidak kunjung tiba.

    Disini membuktikan bahwa judul wacana dapat memberikan imajinasi yang berbeda

    pula terhadap isi wacana.

  • 4

    (2) Kalimat

    Kalimat termasuk unit dalam wacana. Untuk memproduksi sebuah wacana,

    sekurang-kurangnya digunakan satu kalimat. Hal ini dapat dipahami karena wacana

    secara konkret merujuk pada realitas penggunaan bahasa yang disebut teks. Teks

    sebagai perwujudan konkret wacana terbentuk dari untaian kalimat-kalimat. Sebuah

    kalimat diakhiri dengan intonasi final. Kalimat sering diandaikan seperti sebuah

    bangunan yang terdiri atas beberapa ruang. Padahal, bisa saja sebuah kalimat hanya

    terdiri atas satu kata. Namun, kalimat satu kata itu harus merupakan pengungkapan atau

    tuturan pendek yang memiliki esensi sebagai kalimat (satu ruang itu harus dianggap

    sebuah rumah). Kalimat pendek seperti itu sering terdapat pada dialog atau percakapan

    karena pada tempat dan situasi tertentu orang cenderung bertanya jawab dengan kalimat

    pendek, bahkan mungkin tidak berbentuk kalimat.

    b. Unsur Eksternal

    Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana,

    namun tidak nampak secara implisit. Sesuatu itu berada di luar satuan lingual wacana

    atau sering disebut unsur ekstralinguistik wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai

    pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas konteks,

    implikatur, presuposisi, referensi, dan inferensi. Analisis dan pemahaman terhadap

    unsur-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana.

    (1) Konteks Konteks berarti yang berkenaan dengan teks, yakni benda-benda atau hal-hal

    yang ikut bersama teks dan menjadi kesatuan. Menurut Brown dan Yull (1983), konteks

    adalah lingkungan atau keadaan tempat bahasa digunakan. Dapat pula dikatakan bahwa

    konteks adalah lingkungan teks.

    Konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang

    secara eksternal melingkupi sebuah wacana (Sumarlam, 2003 : 47). Konteks wacana

    secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks verbal dan

    konteks nonverbal.

    a. Konteks verbal

    Konteks verbal yaitu hubungan dengan satuan bahasa yang melingkupinya contoh:

    kalimat-kalimat dalam percakapan

  • 5

    b. Konteks nonverbal

    Konteks nonverbal yaitu hubungan yang berkaian dengan hal-hal di luar bahasa.

    Konteks nonverbal meliputi situasi sosial,dan budaya. Pemahaman konteks situasi dan

    budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbagai prinsip penafsiran dan analogi.

    Prinsip-prinsip tersebut yaitu: prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran

    lokasional, prinsip penafsiran temporal, dan prinsip analogi (Sumarlam, 2005 : 47-54).

    Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesuangguhnya yang menjadi

    partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur

    sangat menentukan makna sebuah tuturan. Prinsip penafsiran lokasional berkenaan

    dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan

    proses) dalam rangka memahami wacana. Penafsiran temporal berkaitan dengan

    pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapat menafsirkan kapan

    atau berapa lama waktu terjadinya suatu situasi (peristiwa, keadaan, proses).

    Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur,

    untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau keseluruhan)

    sebuah wacana. Interensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan

    (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak

    terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/ penulis/

    penutur).

    Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana

    adalah situasi kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak tutur.

    Sejalan dengan pandangan Dell Hymes (1972) yang menyebut komponen tutur dengan

    singkatan SPEAKING.

    S = setting and scene (latar dan suasana tutur)

    P = participants (peserta)

    E = ends (hasil)

    A = act sequence (pokok tuturan)

    K = key (nada tutur)

    I = instrumentalities (sarana)

    N = norms (norma)

    G = genres (jenis)

    Settings dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu terjadinya

    tuturan, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi

  • 6

    psikologis pe