BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang...

30
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA PENGANIYAYAAN RINGAN 2.1 Pengertian Mediasi Penal Sebelum membahas mengenai mediasi penal maka akan dikaji pengertian dari mediasi. Mediasi adalah proses negoisasi pemecahan masalah, dimana para pihak yang tidak memihak bekerjasama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. 1 Menurut Muzlih MZ sebagaimana dikutip Ridwan Mansyur, mediasi merupakan suatu proses penyelesaian pihak- pihak yang bertikai untuk mencapai untuk memuaskan pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga yang netral (mediator). 2 Mediasi Penal dikenal dengan istilah mediation in criminal cases, mediation in penal matters, victim offenders mediation, offender victim arrangement (Inggris), strafbemiddeling (Belanda), der AuBergerichtliche Tatausgleich (Jerman), de mediation penale (Perancis). 3 Menurut Ms. Toulemonde (Menteri Kehakiman Perancis) Mediasi Penal (penal mediation) adalah “Sebagai suatu alternatif penuntutan yang memberikan kemungkinan 1 Khotbul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm.10 2 Ridwan Mansyur, Op.cit. hlm.137. 3 Barda Nawawi Arief, 2008, Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Pustaka Magister, Semarang, hlm.1

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang...

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL

DAN TINDAK PIDANA PENGANIYAYAAN RINGAN

2.1 Pengertian Mediasi Penal

Sebelum membahas mengenai mediasi penal maka akan dikaji pengertian

dari mediasi. Mediasi adalah proses negoisasi pemecahan masalah, dimana para

pihak yang tidak memihak bekerjasama dengan pihak yang bersengketa untuk

mencari kesepakatan bersama.1 Menurut Muzlih MZ sebagaimana dikutip

Ridwan Mansyur, mediasi merupakan suatu proses penyelesaian pihak- pihak

yang bertikai untuk mencapai untuk memuaskan pihak-pihak yang bertikai untuk

mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga yang netral

(mediator).2 Mediasi Penal dikenal dengan istilah mediation in criminal cases,

mediation in penal matters, victim offenders mediation, offender victim

arrangement (Inggris), strafbemiddeling (Belanda), der AuBergerichtliche

Tatausgleich (Jerman), de mediation penale (Perancis).3 Menurut Ms.

Toulemonde (Menteri Kehakiman Perancis) Mediasi Penal (penal mediation)

adalah “Sebagai suatu alternatif penuntutan yang memberikan kemungkinan

1Khotbul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Penerbit Pustaka Yustisia,

Yogyakarta, hlm.10

2Ridwan Mansyur, Op.cit. hlm.137.

3 Barda Nawawi Arief, 2008, Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Pustaka

Magister, Semarang, hlm.1

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

penyelesaian negosiasi antara pelaku tindak pidana dengan korban”.4 Sejalan

dengan itu Martin Wright mengartikan Mediasi penal sebagai;

“a process in which victim(s) and offender(s) communicate with the help of an

impartial third party, either directly (face- to-face) or indirectly via the third

party, enabling victim(s) to express their needs and feelings and offender(s) to

accept and act on their responsibilities”.5

Pengertian tersebut dapat diterjemahkan bahwa suatu proses di mana korban dan

pelaku kejahatan saling bertemu dan berkomunikasi dengan bantuan pihak ketiga

baik secara langsung atau secara tidak langsung dengan menggunakan pihak

ketiga sebagai penghubung, memudahkan korban untuk mengekspresikan apa

yang menjadi kebutuhan dan perasaannya dan juga memungkinkan pelaku

menerima dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Mediasi Penal merupakan dimensi baru yang dikaji dari aspek teoretis dan

praktik. Dikaji dari dimensi praktik maka mediasi penal akan berkorelasi dengan

pencapaian dunia peradilan. Seiring berjalannya waktu dimana semakin hari

terjadi peningkatan jumlah volume perkara dengan segala bentuk maupun

variasinya yang masuk ke pengadilan, sehingga konsekuensinya menjadi beban

bagi pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara sesuai asas peradilan

4 Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal dalam Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan, Makalah

yang disampaikan dalam Seminar Nasional Pertanggungjawaban Hukum korporasi dalam Konteks

Good Corporate Governance, 27 Maret 2007, hlm.1 dalam tesis I Made Agus Mahendra Iswara,2011,

Mediasi Penal Penerapan Asas-Asas Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali,

Universitas Indonesia.

5Martin Wright dalam Marc Groenhuijsen, 1999, Victim-Offender-Mediation: Lagal And

Procedural Safeguards Experiments And Legislation In Some European Jurisdictions, Leuven, hlm. 1.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

sederhana, cepat dan biaya ringan tanpa harus mengorbankan pencapaian tujuan

peradilan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.6 Adapun ide dan

prinsip dari Mediasi Penal, adalah :7

1. Penanganan konflik (Conflict Handling/ Konfliktbearbeitung) : Tugas

mediator adalah membuat para pihak melupakan kerangka hukum dan

mendorong mereka terlibat dalam proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada

ide, bahwa kejahatan telah menimbulkan konflik interpersonal. Konflik itulah

yang dituju oleh proses mediasi.

2. Berorientasi pada proses (Process Orientation/Prozessorientierung) :

Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu

menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebutuhan-kebutuhan

konflik terpecahkan, ketenangan korban dari rasa takut dan sebagainya.

3. Proses informal (Informal Proceeding/Informalität) : Mediasi penal

merupakan suatu proses yang informal, tidak bersifat birokratis, menghindari

prosedur hukum yang ketat.

Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autonomous

Participation - Parteiautonomie/Subjektivierung) : Para pihak (pelaku dan

korban) tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum pidana, tetapi lebih

6Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm.2.

7Stefanie Tränkle, The Tension between Judicial Control and Autonomy in Victim-Offender

Media-tion - a Microsociological Study of a Paradoxical Procedure Based on Examples of the

Mediation Process in Germany and France, http://www. iuscrim.mpg.de/forsch/krim/traenkle_ e.html.

dalam tesis I Made Agus Mahendra Iswara,2011, Mediasi Penal Penerapan Asas-Asas Restoratif

Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali, Universitas Indonesia.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk

berbuat. Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri.

1.2. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Ringan

Dalam pengertian hukum materiil, secara sederhana dapat dikemukakan

bahwa hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-

perbuatan yang dilarang oleh undang- undang beserta sanksi pidana yang dapat

dijatuhkan kepada pelaku. Menurut Satochid Kartanagara bahwa hukum pidana

materiil berisikan tperaturan-peraturan tentang berikut ini: 8

1. Perbuatan yang diancan dengan hukuman (strafbare feiten) misalnya:

a. Mengambil barang milik orang lain

b. Dengan sengaja merampas barang milik orang lain

2. Siapa- siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain: mengatur

pertanggungan jawab terhadap hukum pidana

3. Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan undang- undang. Atau disebut

dengan hukum penetentair.

Sebelum menginjak pada tindak pidana penganiayaan ringan, maka

penting untuk mengetahui mngenai pidana itu sendiri. Menurut Roeslan Saleh

pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang

8Bambang Waluyo, 2000, Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.6

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik. Berkaitan dengan itu R.

Soesilo sebagaimana dikutip oleh Bambang Waluyo merumuskan bahwa hukum

adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan

vonis, kepada orang- orang yang melanggar.9

Sedangkan tindak pidana adalah suatu pengertian dasar dalam hukum

pidana. Istilah tindak pidana adalah salah satu istilah dalam bahasa indonesia

yang biasa dipakai untuk menterjemahkan istilah “strafbaarfeit” atau “delict”

dalam bahasa belanda. Muljatno oleh Djoko Prakoso, memberikan pengertian

bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang

dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Selanjutnya dikatakan bahwa menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan

perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.

Perbuatan-perbuatan itu juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan

dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan di

masyarakat yang dianggap baik dana adil.10

Menurut Simon, pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut:11

Suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-

undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh

seseorang yang mampu bertanggungjawab.

9Ibid, hlm.9

10

Djoko Prakoso, 1984, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia, Ghalia Indonesia,

Jakarta,hlm.38

11

Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar,PT Rafika Aditama:

Bandung, hlm. 98

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Moeljatno berpendapat bahwa pengertian perbuatan pidana adalah sebagai

berikut:12

Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman (sanksi)

yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan

tersebut.

Beberapa penjabaran tentang pengertian tindak pidana tersebut di atas

maka mengarahkan pada satu intisari bahwa untuk menentukan adanya suatu

tindak pidana harus ada unsur-unsur antara lain:

1. Perbuatan (manusia)

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang- undang (syarat formil)

3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil)13

Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana

terhadap tubuh. Namun KUHP tidak memuat arti penganiayaan tersebut.

Penganiyaan berasal dari kata “aniaya” yang berarti perbuatan bengis. Hal

tersebut dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang merumuskan

bahwa penganiyaan berasal dari kata aniaya yang berarti melakukan perbuatan

sewenang-wenang seperti melakukan penyiksaan dan penindasan. Berdasarkan

batasan tersebut di atas, maka penganiayaan dapat diartikan sebagai perbuatan

yang dapat mengakibatkan orang lain menderita atau merasakan sakit.14

12

Moeljatno,2009, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm.59

13

Djoko Prakoso, Loc.cit.

14

W.J.S Poerwadarminta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka, Jakarta,

hlm.249

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Menurut Tirtaatmidjaja sebagaiamana dikutip oleh Leden Marpaung

menyatakan bahwa penganiayaan adalah:15

Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang

lain, akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada

orang lain tidaklah dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu

bertujuan untuk menambah kesehatan badan.

Sementara menurut R. Soesilo memberikan penjelasan pengertian

penganiayaan sebagai berikut:16

Perasaan tidak enak misalnya mendorong terjun jatuh sekali sehingga basah,

rasa sakit misalnya mencubit, memukul, dan merampas. Luka misalnya

mengiris, memotong, merusak dengan pisau dan merusak kesehatan misalnya

orang sedang tidur dan berkeringat dibukakan kamarnya sehingga

menyebabkan ia masuk angin, kesemua ini harus dilakukan dengan sengaja

dan tidak ada maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan.

Andi Hamzah menjelaskan bahwa pengaiayaan adalah dengan sengaja

merusak kesehatan orang. Penganiayaan itu tidak mesti berarti melukai orang.

Membuat orang tidak bisa bicara, membuat orang lumpuh termasuk dalam

pengertian ini.17

Selanjutnya Andi Hamzah mengemukakan bahwa:18

Dengan sengaja merusak kesehatan orang. Kalau demikian, maka

penganiayaan itu tidak mesti berarti melukai orang. Membuat orang tidak bisa

bicara, membuat orang lumpuh termasuk dalam pengertian ini. Penganiayaan

15

Leden Marpaung, 2005, Asas - Teori - Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5.

16

R.Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor,hlm.147

17

Andi Hamzah, 2010, Delik- Delik tertentu (Special Delicten) di dalam KUHP), Sinar Grafika,

Jakarta, hlm.69

18

Andi Hamzah, 2004, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 69.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

bisa berupa pemukulan, penjebakan, pengirisan, membiarkan anak kelaparan,

memberikan zat, luka, dan cacat.

Bertolak pada ketentuan Pasal 352 KUHP, penganiayaan ringan ini ada dan

diancam dengan maksimum hukuman penjara 3 (tiga) bulan atau denda tiga ratus

rupiah apabila tidak masuk rumusan Pasal 353 KUHP dan Pasal 356 KUHP, dan

tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau

pekerjaan. Pasal 352 KUHP tidak menjelaskan secara terperinci mengenai

pengertian dan batasan suatu perbuatan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana

penganiayaan ringan. Dalam praktek , ukuran ini adalah bahwa si korban harus

dirawat dirumah sakit atau tidak, Hukuman ini biasa ditambah dengan sepertiga

bagi orang yang melakukan penganiayaan ringan terhadap orang yang bekerja

padanya atau yang ada di bawah perintahnya. Sebagaimana dirumuskan dalam

Pasal 352 KUHP sebagai berikut:

1) - kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang

tidak menimbulkan penyakit atau halangan ntuk menjalankan pekerjaan

jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan

pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana penjara paling banyak

Rp.4.500,-

- pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

terhadap orang yang beertkaj padanya atau menjadi bawahannya.

2) percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Dalam rumusan ayat ke-1, terdapat dua ketentuan, yakni:

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

a. Mengenai ancaman dan batasan pidana bagi penganiayaan ringan

b. Alasan pemberat pidana pada penganiayaan ringan

batasan penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang:19

a. Bukan berupa penganiayaan berencana (353)

b. Bukan penganiayaan yang dilakukan :

1. terhadap ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya

2. terhadap pegamai negeri yang sedang dan/atau karena menjalankan

tugasnyya yang sah

3. dengan memasukkan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan

untuk dimakan atau diminum (356)

c. Tidak (1) menimbulkan penyakit atau (2) halangan untuk mmenjalankan

pekerjaan jabatan atau (3) pencaharian.

Tiga unsur itulah, dimana unsur b dan c terdiri dari beberapa alternatif, yang

harus dipenuhi untuk menetapkan suatu penganiayaan penganiayaan sebagai

penganiayaan ringan.

1.3. Mediasi Penal dari Pendekatan Restoratif Justice

Restoratif Justice atau keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran

yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan

pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan

19

Adam Chazawi., 2007, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hlm.22

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

mekanisme yang bekerja pada sitem peradilan pidana yang ada pada saat ini.20

Restoratif Justice merupakan suatu pendekataan yang muncul dalam era tahun

1960-an dalam upaya penyelesaiaan perkara pidana.21

Pada pertengahan tahun

1970-an, asas-asas tentang keadilan Restoratif dengan segala bentuk

partisipasinya seperti rekonsiliasi korban dan pelaku kejahatan telah dilakukan

oleh kelompok kecil aktivis kecil secara tersebar, personil Sistem Peradilan

Pidana dan beberapa ahli di Amerika Utara dan Eropa, yang sebenarnya secara

keseluruhan belum menampakkan dirinya sebagai gerakan reformasi yang

terorganisasi. Mereka tidak berfikir bahwa usahanya pada akhirnya akan

mempengaruhi dan mempromosikan serta menggerakan pembaharuan sosial

dalam pendekatan keadilan secara meluas dengan dampak internasional.22

Mengingat bahwa restoratif justice merupakan suatu konsep yang memiliki

banyak mekanisme dalam prakteknya sehingga masih sulit untuk ditemukan kata

sepakat di antara para ahli mengenai pengertian dari restoratif justice itu sendiri.

Namun beberapa ahli mencoba untuk memberikan definisi dari restoratif justice

antara lain sebagaimana dikutip oleh Eva Ahcjani Zulfa sebagai berikut:23

Dignan berpendapat tentang restoratif justice bahwa:

20

Eva Ahcjani Zulfa I, Op.cit. hlm.3

21

Ibid, hlm.2

22

Muladi, Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana, makalah yang disampaikan pada

Seminar Nasional “Peran Hakim dalam Meningkatkan Profesionalisme Menuju Peradilan yang

Agung”, hlm.1 dalam tesis I Made Agus Mahendra Iswara, 2011, Mediasi Penal Penerapan Asas-Asas

Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali, Universitas Indonesia.

23

Eva Ahcjani Zulfa,Op.cit, hlm.4.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

"Restoratif justice is a new framework for responding to wrongdoing and

conflick that is rapidly gaining acceptance and support by educational, legal,

social work, and counseling professionals and community groups".

Mark Umbreit memberikan pemahaman tentang restoratif justice sebagai

berikut:

"restoratif justice provides a very different framework for understanding and

responding to crime. Crime is understood as harm to individuals and

communities, rather than simply a violation of abstract laws against the state.

Those most directly affected by crime-victim, community members and

offenders-are therefore encouraged to play and active role in the justice

process. Rather than the current focus on offender punishment, restoration of

the emotional and material losses resulting from crime is far more important".

Sejalan dengan itu, Tony Marshall berpendapat sebagai berikut:

“A generraly accepted definition of restoratif justice is that of a process

whereby the parties with a stake in a particular offence come together to

resolve ccollectivelly how to deal with the aftermath of the offence and its

implications for the future”24

Keadilan restoratif dapat digambarkan sebagai suatu tanggapan kepada perilaku

kejahatan untuk memulihkan kerugian yang diderita oleh para korban kejahatan

untuk memudahkan perdamaian antara pihak-pihak saling bertentangan). dapat

24

Marshall, Loc.cit, hlm.1

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

diartikan secara bebas bahwa restoratif justice adalah proses dimana para pihak

yang terlibat dalam kejahatan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan

yang berkaitan dengan bagaimana cara menghadapi permasalahan pasca

kejahatan serta akibat-akibatnya di masa depan.25

Di Canada (Ontario) tahun 1974, gerakan terhadap keadilan Restoratif

ditandai dengan hadirnya Victim Offender Reconciliation Program (VORP),

Program ini awalnya dilaksanakan sebagai tindakan alternatif dalam menghukum

pelaku kriminal anak. Program ini menganggap pelaku akan mendapat perhatian

dan manfaat secara khusus, sehingga dapat menurunkan jumlah residivis

dikalangan pelaku anak dan jumlah pemberian ganti rugi kepada pihak korban.

Dari pelaksanaan program ini diperoleh tingkat kepuasan yang tinggi bagi korban

dan pelaku, dibandingkan penyelesaian pidana secara formal. Keberhasilan

program ini melahirkan program-program keadilan Restoratif eksperimental baik

di Amerika Utara maupun di Eropa, misal VORP di Indiana (Amerika Serikat)

dan di Inggris Tahun 1978. American Bar Association (ABA) pada tahun 1994

mendukung keberadaan mediasi antara korban dengan pelaku dan dialog di

pengadilan dan Dirumuskan pedoman penggunaannya yang bersifat sukarela.

Kemudian pada Tahun 1995 dibentuk The National Organization for Victim

Assistance) yang mempublikasikan “Restorative Community Justice : A Call to

Action” dalam bentuk monograf. Hasil yang luar biasa dari penyelesaian melalui

25

Ridwan Mansyur, Op.cit, hlm.120

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

pendekatan Keadilan Restoratif ini, berkembang luas keseluruh Amerika Serikat,

Australia, Afrika, Korea dan Rusia, termasuk, Dewan eropa dan Uni Eropa,

PBB.26

Dalam instrumen internasional, Deklarasi PBB tahun 2000 tentang

Prinsip-Prinsip Pokok tentang Penggunaan Prinsip-Prinsip Keadilan Restoratif

dalam Permasalahan-Permasalahan Pidana (United Nation, Basic Principles on

The Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters), telah

menganjurkan untuk mendayagunakan konsep restoratif justice secara lebih luas

pada suatu sistem peradilan pidana. Hal ini dipertegas oleh Deklarasi Wina

tentang Tindak Pidana dan Keadilan (Vienna Declaration on Crime and Justice ;

“Meeting the Challenges of The Twenty-First Century) dalam butir 27 dan 28.27

Program dari keadilan restoratif adalah program yang menggunakan

konsep keadilan restoratif dan menghasilkan tujuan dari konsep tersebut yaiitu

kesepakatan antara para pihak yang terlibat. Kesepakatan di sini adalah

kesepakatan para pihak yang didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan

korban dan masyarakat ataau kerugian yang timbul dari tindak pidana yang

terjadi. kesepakatan di sini juga dapat diartikan sebagai memicu upaya proses

reintegrasi antara korban dan pelaku, oleh karenanya kesepakatan tersebut dapat

26

I Made Agus Mahendra Iswara, Ibid.

27

Ridwan Mansyur, Op.Cit, hlm.124.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

berbentuk sejumlah program seperti reparasi (perbaikan) restitusi atau community

servis.28

Dalam pelaksanaan program keadilan restoratif, kegiatan yang dilakukan

harus didasarkan pada sejumlah asumsi yaitu:29

1. That the response to crime should repair as much a possible teh harm

suffered by the victim

Asumsi ini lahir dari tujuan utama pendekatan keadilan restoratif yaitu

terbukanya akses korban untuk menjadi salah satu pihak yang

menentukan penyelesaian akhir dari tindak pidana karena korban adalah

pihak yang paling dirugikan dan yang paling menderita.

2. That offender should be brought to understand that their behavior is not

acceptable and that it had some real consequences for the victim and

community

Asumsi ini berangkat dari tujuan restoratif justice untuk memunculkan

kerelaan pelaku untuk bertanggunngjawab atas tindakan yang

dilakukannya. makna kerelaan harus diartikan bahwa pelaku mampu

melakukan introspeksi diri atas apa yang telah dilakukannya dan mampu

melakukan evaluasi diri sehinga muncul akan kesadaran untuk menilai

perbuatan dengan pandangan yang benar. Pelaku digiring untuk

28

Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, CV. Lubuk Agung, bandung,

hlm.74. (selanjutnya disebut Eva Achjani Zulfa II)

29

Ibid

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

menyadari bahwa tindak pidana yang dilakukannya adalah suatu yang

tidak dapat diterima dalam masyarakat, merugikan korban dan pelaku

sehingga konsekwensi pertanggungjawaban yang dibebankan kepada

pelaku sebagai sesuatu yang memang seharusnya diterima dan dijalani.

3. That offender can and should accept responsibility for their action

Prinsip ini berangkat dari asumsi bahwa program penanganan tindak

pidana yang menggunakan pendekatan keadilan restoratif akan dapat

membawa pelaku ke arah kesadaran atas kesalahannya.

4. That victims should have opportunity to express their needs and to

participate in determining the best way for the offender to make

reparation

Partisipasi korban bukan hanya dalam rangka menyampaikan tuntutan

atas ganti kerugian, tapi tetapi juga mempengaruhi proses yang berjalan

termasuk pula membangkitkan kesadaran pelaku sebagaimana

dikemukakan pada asumsi kedua di atas.

5. That the commmunity has responsibility to contribute to this prosess.

Akses dalam penyelenggaraan bukan hanya milik korban atau pelaku

tetapi masyarakatpun dianggap memiliki tanggungjawab baik dalam

penyelenggaraan proses maupun pelaksanaaan proses.

Dari beberapa prinsip dasar sebagaimana diungkapkan oleh Eva Achjani

Zulfa dapat diamati bahwa dalam konsep restoratif justice, korban memiliki

peranan yang besar dalam terjadinya dialog dengan pelaku. Bukan hanya korban

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

namun pelaku serta masyarakat juga terlibat dalam proses dialog. Penanganan

perkara pidana dengan pendekatan restoratif justice menawarkan pandangan dan

pendekatan yang berbeda dalam menangani suatu tindak pidana. Dalam

pandangan restoratif justice makna tindak pidana pada dasarnya sama seperti

pandangan hukum pidana pada umumnya yaitu serangan terhadap individu dan

masyarakat serta hubungan kemasyarakatan. Akan tetapi dalam keadilan

restoratif, korban utama atas terjadinya suatu tindak pidana bukanlah negara,

sebagaimana yang ada dalam sistem peradilan pidana sekarang.30

Proses restorative justice dapat dilakukan dalam beberapa mekanisme

tergantung situasi dan kondisi yang ada bahkan ada yang mengkombinasikan

satu mekanisme dengan mekanisme yang lainnya. Menurut Stephenson, Giller,

dan Brown membagi bentuk keadilan Restoratif menjadi 4 (empat) bentuk, antara

lain:31

1. Victim Offender Mediation (Mediasi Penal)

Bentuk pendekatan Restorative Justice yang membentuk suatu forum yang

mendorong pertemuan antara para pihak yaitu korban, pelaku, dan pihak ketiga

(mediator) yang netral dan imparsial, yang membantu para pihak untuk

berkomunikasi satu sama lainnya dengan harapan mencapai sebuah kesepakatan.

Dalam pertemuan tersebut, korban dapat menggambarkan pengalamannya

30

Eva Achjani Zulfa I, Op.cit.hlm.3

31

Martin Stephenson, Henry Giller, dan Sally Brown, 2007, Effective Practice in Youth Justice,

Willan Publishing, Portland, hlm.163

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

berkaitan dengan tindak pidana yang dialaminya dan efek yang ditimbulkannya.

Pelaku menjelaskan perbuatan pidana apa dan latar belakang mengapa si pelaku

melakukan hal tersebut. Sedangkan mediator bertugas memberikan berbagai

masukan bagi tercapainya penyelesaian terbaik yang mungkin dilakukan.

Mediasi dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung (Shuttle

Mediation).

2. Restorative Conference (Conferencing)

Bentuk penyelesaian dengan model ini merupakan aplikasi keadilan

restoratif yang dikembangkan oleh Suku Maori (Selandia Baru), akan tetapi

pelaksanaannya banyak negara-negara mempergunakan aplikasi ini. Dalam

bentuk Conferencing, penyelesaian tidak hanya melibatkan pelaku dan korban

langsung saja (Primary Victim) namun juga melibatkan korban tidak langsung

(Secondary Victim), seperti keluarga, kawan dekat korban serta kerabat dari

pelaku.

3. Family Group Conference (FGC)

Model ini merupakan pengembangan dari model Conferencing, Model ini

dipergunakan dalam penanganan tindak pidana yang pelakunya anak. Fokus

penyelesaian model ini ialah upaya pemberian pelajaran atau pendidikan bagi

pelaku atas apa yang telah dilakukannya. Dimana kedua belah pihak (korban dan

pelaku) membuat sebuah action plan yang berasal dari informasi dari korban,

pelaku, dan kalangan profesional. Hal ini dilakukan dengan tujuan pencegahan

agar suatu kesalahan tidak terulang lagi.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

4. Community Panels Meetings

Pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pelaku, korban, dan orang

tua pelaku untuk mencapai sebuah kesepakatan perbaikan kesalahan. Tahap

penyidikan adalah tahap awal dari proses peradilan pidana. Pada tahap ini

dimungkinkan bagi penyidik untuk meneruskan atau tidak meneruskan tindak

pidana ke dalam proses peradilan pidana.32

Mediasi penal sebagai bentuk dari

prinsip-prinsip restoratif justice sangat penting dilakukan terutama dalam proses

penyidikan kepolisian dalam hal ini penyelesaian terhadap tindak pidana ringan

termasuk tindak pidana penganiyayaan ringan. Apabila mediasi penal di tingkat

penyidikan kepolisian berjalan dengan efektif, maka kasus yang masuk ke dalam

sistem peradilan pidana menjadi lebih selektif dan penyelesaian dari tindak

pidana memenuhi rasa keadilan baik bagi korban, pelaku maupun masyarakat.

2.3. Perbandingan Mediasi Penal dengan Mediasi Perdata

Telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa salah satu bentuk

aplikasi dari nilai-nilai keadilan restoratif (restoratif justice) adalah mediasi

penal. Berdasarkan Council of Europe Committee of Ministers dalam

recommendation no. R (99) 19 Of the Committee of Ministers to member states

Concerning Mediation in Penal di negara-negara eropa sebagai berikut:33

32

Agustinus Pohan, Op.cit, hlm.324 33

Agustinus Pohan, Loc.cit.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

“penal mediation is any process whereby the victim and the offender are

enabled, if they freely consent, to participate actively in the resolution of

matters arising from the crime through the help of an impartial third party

(mediator)”

Dalam terjemahan bebas dapat diartikan bahwa mediasi penal merupakan

suatu proses yang memungkinkan mempertemukan korban dan pelaku tindak

pidana, jika mereka menghendakinya secara bebas untuk secara aktif

berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari kejahatan melalui

bantuan pihak ketiga yang tidak memihak atau mediator.Muzlih MZ memberikan

pandangan tentang mediasi sebagai suatu proses penyelesaian pihak-pihak yang

bertikai untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga

yang netral.34

Samuel Tobing dalam Ridwan Mansyur mengungkapkan bahwa

secara umum cirri pokok mediasi dapat dilihat sebagai berikut:35

1. Proses atau metode

2. Terdapat para pihak yang relevan dan/atau perwakilannya

3. Dengan dibantu pihak ketiga, seorang mediator

4. Berusaha, melalui diskusi dan perundingan, untuk mendapatkan

keputusan

5. Yang dapat disetujui para pihak

34

Ridwan Mansyur, Op.cit, hlm.136

35

Ibid,hlm.137

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Mediasi sebenarnya sudah ada di masyarakat sebagai pencerminan nilai-

nilai kepatutan dalam adat maupun agama. Sebagaimana dikutip oleh Eva

Ahcjani Zulfa bahwa dalam berbagai literatur Kutara Manawa sebagai kitab

hukum pidana yang diterapkan masa pemerintahan Majapahit. Qonun Mangkuta

Alam yang dibuat semasa peerintahan Sultan Iskandar Muda merupakaan

cerminan keberlakuan hukum adat yang kini menjadi rujukan keberlakuan

hukum adat di beberapa daerah di Indonesia.36

Dalam Kepercayaaan yang dianut

oleh Umat Hindu dinyatakan bahwa proses reinkarnasi dari seorang dalam setiap

kehidupan yang dijalaninya merupakan gambaran dari perilaku yang dibuat pada

kehidupan sebelumnya. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya pemulihan pada

setiap dosa atau kejahataan yang terjadi untuk menghindari keburukan dalam

kehiduppan selanjutnya. Sementara konsep hukum Islam memungkinkan

pengubahaan hukuman terhadap seorang pelaku terhadap pelaku tidak

pidana(dalam hal ini pembunuhan) bila ada perdamaian dan pemaafan dari ahli

waris. Dalam pandangan Kristen, keadilan dan kebenaran dalam Injil Perjanjian

Lama merupakan terminology yang tak terpsahkan satu dengan yang lain, sama

halnya dengan istlah damai maaf dan cinta kasih yang merupakaan inti dari

ajaran Kristiani. Ajaran ini juga terdapat dalam ajaraan Budha, Thao dan

Confusian.37

36

Eva Achjani Zulfa I, Op.cit, hlm.11

37

Eva Ahcjani Zulfa I, Op.cit, hlm.13

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Mediasi dalam ranah hukum perdata dapat dilihat dalam Perma No.1 tahun

2008 Pasal 1 butir 6 yaitu penyelesaian sengketa melalui proses perundindingan

para pihak yang dibantu oleh mediator. Menekankan pada kata mediator, Pasal 1

ayat 5 disebutkan bahwa mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak

memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai

kemungkinan penyelesaian sengketa. Berdasarkan uraian di atas maka mediasi

dalam ranah hukum perdata merupakan suatu proses informal yang ditujukan

untuk memungkinkkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-

perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihaak ketiga yang netral.

Pihak yang netral tersebut tugas utamanya adalah membantu para pihak

memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang

disengketak, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang

obyektif dari keseluruhan situasi.38

Bila dibandingkan definisi mediasi penal

dengan mediasi perdata terdapat persamaaan bahwa paraa pihak yang

mempunyai kuasa untuk menentukan pprosess dan hasil mediasi serta adanya

adanya seorang mediator yang membantu perundingan tanpa kekuasaan

memutus, namun pada mediasi penal lebih diutamakan dialog dan pemecahan

masalah bersama-sama.

Mark Umbreit dalam Fatahillah A. Syukur diungkapkan mengenai

perbandingan mediasi secara umum (perdata) dengan pendekatan mediasi penal

38

Ridwan mansyur,Op.cit, hlm.159

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

yang diistilahkan dengan humanistic mediation. Perbandingan hal tersebut akan

dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :39

Tabel 4. Perbandingan Mediasi Perdata dan Mediasi Penal

Aspek Mediasi Perdata Mediasi Penal

Fokus

Utama Permasalahan dan kesepakatan Dialog dan hubungan

Persiapan

para pihak

dalam

konflik

Mediator tidak boleh

menghubungi para pihak

sebelum Mediasi dimulai.

Setidaknya sekali

pertemuan tatap muka

mediator dengan masing-

masing pihak sebelum

pertemuan bersama.

Peran Mediator

Mengarahkan dan membimbing

para pihak untuk mencapai

kesepakatan yang memuaskan.

Menyiapkan korban dan

pelaku agar mempunyai

harapan yang realistis dan

merasa cukup aman untuk

berdialog secara langsung.

Gaya Mediator

Aktif dan kadang sangat mengatur,

sering berbicara dan bertanya dalam

sesi Mediasi

Sangat tidak mengatur (Non-

directive) selama Mediasi.

Para pihak yang mengontrol

semuanya.

Menghadapi

Konteks Emosi

dalam Konflik

Toleransi yang rendah terhadap

curahan perasaan terkait latar

belakang konflik.

Mendorong curahan perasaan

dari para pihak dan

mendiskusikan latar belakang

konflik.

Jeda Hening Sedikit Banyak

Kesepakatan

Tertulis

Merupakan tujuan utama yang ingin

dicapai sebagai hasil Mediasi.

Merupakan target sekunder.

Yang primer adalah dialog dan

saling membantu.

Sumber: Fatahilllah A. Syukur

39

Fatahillah A. Syukur, 2001, Mediasi Perkara KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga): Teori

dan Praktek di Pengadilan Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm.68

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Dari tabel tersebut di atas dapat diamati bahwa mediasi penal lebih

terfokus pada terciptanya dialog demi pemulihan korban, tanggungjawab pelaku

serta perbaikan kerusakan yang telah terjadi serta pemulihan hubungan sosial

aantara pelaku dan korban, sedangkan mediasi perdata lebih menekankan pada

kesepakaatan para pihak.

2.4. Penyidikan sebagai Instrument Sistem Peradilan Pidana

Menurut Mardjono Reksodipoetro sistem peradilan pidana adalah sistem

pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, dan pemasyarakatan terpidana.40

Selanjutnya Hagan dalam Romli

Artasasmita memeberikan pengertian dari criminal justice proces yaitu setiap

tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses

yang membawanya kepada penentuan pidana baginya.41

Sebagaimana disebutkan

sebelumnya bahwa dalam sitem peradilan pidana (criminal justice siystem) terdiri

dari beberapa subsistem salah satunya adalah Kepolisian. Berjalannya sistem

peradilan pidana tidak terlepas dari interkoneksi dari keputusan-keputusan

masing-masing subsistem peradilan pidana. Kepolisian memiliki kewenangan

untuk melakukan tindakan baik itu penyidikan maupun penyelidikan.

40

Mardjono Reksodipoetro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia: Melihat kepada Kejahatan

dan Penegakan Hukum dalam batas-Batas Toleransi, Fakultas Hukum universitas Indonesia, hlm.1

41

Romli Artasasmita, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, hlm.2

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Mencermati lembaga Kepolisian, tidak terlepas dari dimensi sejarah.

Dipaparkan dalam buku Satjipto Rahardjo bahwa sejarah polisi atau lembaga

kepolisian dimulai sejak kedatangan para pedagang VOC di negeri ini pada abad

ke-16. Sejak saat itu (susunan) kepolisian mengalami penyempurnaan dari waktu

ke waktu. Dasar-dasarnya diletakkan pada masa pemerintahan Gubernur jendral

Inggris raffles. Pada tanggal 11 Februari 1814 dikeluarkan suatu “regulation”

dan peraturan tentang Tata Usaha dari Kehakiman dan Pengadilan-Pengadilan di

Jawa dan Tata Usaha Kepolisian.masing-masing peraturan tersebut menjadi dasar

dari Indische Reglement dan Reglement op de Rechtterlijk Organisatie. Perhatian

terhadap (pengorganisasian) kepolisian meningkat seiring dengan laporan tentang

meningkatnya kriminalitas di negeri ini yang terdengar sampai di negeri Belanda

dalam tahun 1904. Kepada Asisten-asisten Priester ditugaskan untuk memberikan

pemandangan dan usul tentanbg perbaikan kepolisian yang dituangkan dalam

suatu nota yang terkenal dengan “laporan Priester”.42

Demikian sejarah lembaga

kepolisian yang pada perkembangannya diberikan kewenangan untuk melakukan

fungsi penyelidikan maupun penyidikan terhadap suatu perkara.

Sebelum sampai pada tahap penyidikan, terhadap suatu perkara dimulai

dengan tahap penyelidikan. Hartono mengungkapkan bahwa penyelidikan atau

dengan kata lain sering disebut penelitian adalah lanngkah awal atau upaya

awwal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu peristiwa pidana itu

42

Satjipto Rahardjo, 2007, Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial dan

Kemasyarakatan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm.4 (Selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo II)

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

terjadi. dalam perkara pidana, penyelidikan atau penelitian itu adalah langkah-

lanngkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan

perundang-undangan untuk memastikan aapakah peristiwa pidana itu benar-

benar terjadi atau tidak terjadi.43

Pasal 1 ayat 5 KUHAP menyebutkan:

"Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk dan menemukan

suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut acara yang diatur dalam undang-undang

ini"

Setelah penyidikan dilakukan oleh penyelidik ditemukan hasil bahwa suatu

peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana maka penanganan perkara

dilanjutkan pada tahap penyidikan. Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian

perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari

ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada

tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan

hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada

tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau

diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat

penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”.

Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga

menentukan pelakunya.

43

Hartono,2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Sinar Grafika,Jakarta, hlm.18

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana Penyidikan Pasal 1 butir 2, penyidikan adalah

adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal. dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan

rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian

penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung

tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling

berhubungan;

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang

denganbukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan

menemukan tersangkanya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum

dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana

itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.44

Menurut M. Yahya Harapan pengertian penyidikan adalah suatu tindak lanjut

dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan dan pembatasan yang

ketat dalam penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan bukti permulaan yang

cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak

pidana.45

Dalam hal penyidik telah melakukan penyidikan sesuatu peristiwa

merupakan suatu tindak pidana, penyidik memberitahuan hal itu kepada penuntut

umum (sehari-hari dikenal dengan nama SPDP/ Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP). Setelah bukti-bukti

dikumpulkan dan diduga tersangka telah ditemukan, maka penyidik menilai

dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada penuntut umum

(kejaksaan) atau bukan merupakan tindak pidana. Jika penyidik berpendapat

bahwa peristiwa tersebut bukan mmerupakan tindak pidana maka penyidikan

dihentikan demi hukum "penghentian penyidikan" ini diberitahukan kepada

penuntu umum dan kepada tersangka/keluarganya.46

Penyidikan dalam bahasa Belanda disejajarkan dengan pengertian

opsporing. Menurut Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan

44

Adami Chazawi, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,: Bayumedia

Publishing, Malang, hlm. 380.

45

M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika,

Jakata, hlm. 99

46

Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana Buku I, Sinar Grafika, Jakarta,

hal.12

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah

mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa

ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.47

Berdasarkan beberapa pengertian

diatas dapat diamati bahwa penyidikan merupakan suatu tahapan yang sangat

penting untuk menentukan tahap pemeriksaan yang lebih lanjut dalam proses

administrasi peradilan pidana karena apabila dalam proses penyidikan tersangka

tidak cukup bukti dalam terjadinya suatu tindak pidana yang di sangkakan maka

belum dapat dilaksanakan kegiatan penuntutan dan pemeriksaan di dalam

persidangan. Oleh karena itu kerap kali proses penyidikan yang dilakukan oleh

penyidik membutuhkan waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin

pula dapat menimbulkan beban psikis bagi pelaku.

Penyidikan mulai dapat di laksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah

Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenag dalam instansi

penyidik,di mana penyidik tersebut telah menerima laporan mengenai terjadinya

suatu peristiwa tindak pidana. Maka berdasar surat perintah tersebut penyidik

dapat melakukan tugas dan wewenagnnya dengan menggunakan taktik dan

teknik penyidikan berdasarkan KUHAP agar penyidikan dapat berjalan dengan

lancar serta dapat terkumpulnya bukti-bukti yang diperlukan dan bila telah

dimulai proses penyidikan tersebut maka penyidik harus sesegera mungkin

memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

47

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1,Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hlm.118

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Setelah diselesaikannya proses penyidikan maka penyidik menyerahkan

berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada penuntut umum, dimana

penuntut umum nantinya akan memeriksa kelengkapan berkas perkara tersebut

apakah sudah lengkap atau belum, bila belum maka berkas perkara tersebut akan

dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi untuk dilakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum dan bila telah lengkap yang

dilihat dalam empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas

pemeriksaan atau penuntut umum telah memberitahu bahwa berkas tesebut

lengkap sebelum waktu empat belas hari maka dapat di lanjutkan prosesnya ke

persidangan.

Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan sangat mempengaruhi

berhasil tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum pada tahap pemeriksaan

sidang pengadilan nantinya. Apabila penyidikan harus dihentikan ditengah jalan

maka Undang-Undang memberikan wewenang penghentian penyidikan kepada

penyidik, yakni penyidik berwenang bertindak menghentikan penyidikan yang

telah dimulainya. Hal ini ditegaskan Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang memberi

wewenang kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan yang sedang

berjalan. Pasal 19 ayat (2) KUHAP berbunyi:

Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau

peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan

dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada

penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PENAL DAN TINDAK PIDANA ... II.pdf · sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat

Dengan demikian dapat disimpulkan alasan-alasan penyidik menghentikan

penyidikan sesuai dengan Pasal 19 ayat(2) KUHAP adalah sebagai berikut:

1. Karena tidak terdapat cukup bukti;

2. Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;

3. Penyidikan dihentikan demi hukum.