BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1....

19

Click here to load reader

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1....

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Phlebitis

1. Pengertian

Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya

komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi

intravena adalah komplikasi sistemik dan komplikasi lokal.

Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi seringkali lebih serius

dibanding komplikasi lokal seperti kelebihan sirkulasi, emboli udara

dan infeksi. Komplikasi lokal dari terapi intravena antara lain

infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi

(Potter and Perry, 2005)

Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh

iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan

atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan

lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat

yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat

kanula dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan

masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan

Sudarth, 2002).

Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) phlebitis

merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, yang

sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi infus.

Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada

endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area

tersebut.

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

8

2. Klasifikasi Phlebitis

Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor

penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis yaitu

kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus (INS, 2006)

a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)

Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon

yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang

menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi

akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter

yang digunakan.

PH darah normal terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung

basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7

yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan diperlukan

konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya

karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi

larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang

biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat

flebitogenik.

Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan

atau jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan. Pada orang

sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ± 10 mOsm/kg H20

(Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan sebagai larutan

isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas

total larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma.

Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas total

sebesar 280 – 310 mOsm/L, larutan yang memliki osmolalitas

kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi

disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya

berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga

berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding

tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

9

hiperosmoler yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600

mOsm/L. Terlebih lagi pada saat pemberian dengan tetesan cepat

pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isototonik akan menjadi

lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit

maupun nutrisi (INS, 2006). Menurut Imam Subekti vena perifer

dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900 mOsm/L.

Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah

terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis,

trombophebitis, dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama

harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat

hipertonis dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui vena

sentral aliran darah menjadi cepat sehingga tidak merusak

dinding.

Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap

salah satu penyebab utama kejadian phlebitis. Pada pemberian

dengan kecepatan rendah mengurangi irritasi pada dinding

pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan

pada kejadian phlebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil

klorida atau polietelin (teflon) mempunyai resiko terjadi phlebitis

lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau poliuretan

(INS,2006).

Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat

yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko

terjadinya phlebitis. Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai

dengan 5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau

meminimalkan resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk

tersebut. (Darmawan, 2008)

b. Mechanical Phlebitis (phlebitis mekanik)

Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan

atau penempatan katheter intravena. Penempatan katheter pada

area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian phlebitis, oleh karena

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

10

pada saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut

bergerak dan meyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan

ukuran katheter yang besar pada vena yang kecil juga dapat

mengiritasi dinding vena. (The Centers for Disease Control and

Prevention, 2002)

c. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)

Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan

dengan adanya kolonisasi bakteri. Berdasarkan laporan dari The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2002

dalam artikel intravaskuler catheter – related infection in adult and

pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter

infus adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan

epidemic HIV / AIDS infeksi oleh karena jamur dilaporkan

meningkat.

Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah

Pathogen 1986 - 1989 1992 - 1999

Coagulase-negatif Staphylococcus 27 37

S Aureus 16 13

Enterococcus 8 13

Gram-negatif rods 19 14

E coli 6 2

Enterobacter 5 5

P aeruginosa 4 4

K pneumoniae 4 3

Candida species 8 8 CDC. National Nosocomial Infection Surveillance(NNIS) dipublikasikan 2001.

Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius

sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor –

faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :

1) Tehnik cuci tangan yang tidak baik.

2) Tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan.

3) Tehnik pemasangan katheter yang buruk.

4) Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2002)

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

11

Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah

kontaminasi dari petugas kesehatan dalam tindakan pemasangan

infus. Dalam pesan kewaspadaan universal petugas kesehatan yang

melakukan tindakan invansif harus memakai sarung tangan.

Meskipun telah memakai sarung tangan, tehnik cuci tangan yang

baik harus tetap dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan sarung

tangan robek, dan bakteri mudah berkembang biak di lingkungan

sarung tangan yang basah dan hangat, terutama sarung tangan yang

robek ( CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan sendiri adalah

menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan

kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci

tangan menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya dengan

cuci tangan menggunakan sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan

Wade, 1990).

Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus

menggunakan tehnik aseptic. Area yang akan dilakukan penusukan

harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan mikroorganisme

yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan

sabun dan air sebelum diberikan larutan antiseptic.

Lama pemasangan katheter infus sering dikaitkan dengan

insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan hasil, di

mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap

hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji

kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster

disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih

dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease

Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-

96 jam untuk membatasi potensi infeksi (Darmawan, 2008)

d. Post Infus Phlebitis

Phlebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya

sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

12

peradangan pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah

pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post

infus, antara lai :

1) Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.

2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.

5) Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.

3. Diagnosa dan Pengenalan tanda Phlebitis

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual

yang dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan

skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu :

Tabel 2.2 VIP Score ( Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson.

SKOR KEADAAN AREA

PENUSUKAN

PENILAIAN

0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda phlebitis

1 Salah satu dari berikut jelas

a. Nyeri area penusukan

b. Adanya eritema di area

penusukan

Mungkin tanda dini

phlebitis

2 Dua dari berikut jelas ;

a. Nyeri area penusukan

b. Eritema

c. pembengkakan

Stadium dini phlebitis

3 Semua dari berikut jelas ;

a. nyeri sepanjang kanul

b. eritema

c. indurasi

Stadium moderat

phlebitis

4 Semua dari berikut jelas ;

a. nyeri sepanjang kanul

b. eritema

c. indurasi

d. venous chord teraba

Stadium lanjut atau awal

thrombophlebitis.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

13

5 Semua dari berikut jelas ;

a. nyeri sepanjang kanul

b. eritema

c. indurasi

d. venous chord teraba

e. demam

Stadium lanjut

thrombophlebitis

INS (Infusion Nursing Society)2006.

4. Tindakan Pencegahan Phlebitis

Kejadian phlebitis merupakan hal yang masih lazim terjadi pada

pemberian terapi cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat

melalui intravena maupun pemberian nutrisi parenteral. Oleh karena itu

sangat diperlukan pengetahuan tentang faktor – faktor yang berperan

dalam kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah

dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak hal yang dapat dilakukan

untuk mencegah terjadinya phlebitis yang telah disepakati oleh para ahli,

antara lain ;

a. Mencegah phlebitis bakterial

Pedoman yang lazim dianjurkan adalah menekankan pada

kebersihan tangan, tehnik aseptik, perawatan daerah infus serta

antisepsis kulit. Untuk pemilihan larutan antisepsis, CDC

merekomendasikan penggunaan chlorhexedine 2 %, akan tetapi

penggunaan tincture yodium, iodofor atau alcohol 70 % bisa

digunakan.

b. Selalu waspada dan tindakan aseptic.

Selalu berprinsip aseptic setiap tindakan yang memberikan

manipulasi pada daerah infus. Studi melaporkan Stopcock (yang

digunakan sebagai jalan pemberian obat, pemberian cairan infus atau

pengambilan sampel darah ) merupakan jalan masuk kuman.

c. Rotasi katheter.

May dkk (2005) melaporkan hasil pemberian Perifer

Parenteral Nutrition (PPN), di mana mengganti tempat (rotasi)

kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

14

menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang

dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa

kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak

ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention

menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk

membatasi potensi infeksi.

d. Aseptic dressing

INS merekomendasikan untuk penggunaan balutan yang

transparan sehingga mudah untuk melakukan pengawasan tanpa

harus memanipulasinya. Penggunaan balutan konvensional masih

bisa dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24 jam.

e. Kecepatan pemberian

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus

larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun,

ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan

osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika

durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam

untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan

dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 –

330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang

sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus

yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila

terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih

relevan dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan

terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.

f. Titrable acidity

Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan

untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi phlebitis dari larutan

infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity

sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang

menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat rendah

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

15

(0.16 mEq/L). Dengan demikian makin rendah titrable acidity

larutan infus makin rendah risiko phlebitisnya.

g. Heparin dan hidrokortison

Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai

kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu

pasang katheter. Risiko phlebitis yang berhubungan dengan

pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan

antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV

tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit

koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan

phlebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau

antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau

dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan

phlebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung

lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.

B. Jenis cairan infus

Pembagian jenis cairan infus tergantung pada konteks apa cairan

tersebut yang akan dibedakan, bisa berdasarkan tonisitas suatu larutan, besar

molekul suatu cairan, atau dibedakan pada komposisi atau kandungan dalam

suatu larutan infus (PT Otsuka Indonesia, 2009)

Pembagian cairan infus menurut tonisitas suatu larutan, berdasarkan

pada tekanan osmotik yang terdapat dalam larutan tersebut, antara lain :

1. Larutan isotonik.

Adalah cairan infus yang mempunyai tekanan osmotik sama seperti cairan

tubuh normal. Sebagai contoh : normal saline (Na Cl0,9%), Ringer Laktat

(RL).

2. Larutan hipotonik

Larutan dikatakan hipotonik apabila mempunyai tekanan osmotic lebih

rendah dari cairan tubuh, misalnya : D5%, dan cairan rumatan.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

16

3. Larutan Hipertonik

Cairan infus yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma darah

disebut hipertonik. Contohnya adalah cairan manitol.

Berdasarkan besar molekul yang terkandung dalam suatu larutan,

cairan infus dapat dibedakan menjadi :

1. Cairan koloid.

Mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak akan keluar dari

membrane kapiler. Contohnya adalah larutan albumin dan steroid.

2. Cairan kristaloid.

Ukuran molekulnya lebih kecil disbanding cairan koloid. Cairan ini

berfungsi untuk mengisi sejumlah volume cairan kedalam plasma (volume

expander). Misalnya cairan NaCl 0,9% dan RL.

Sedangkan berdasarkan komposisi yang terkandung dalam suatu

cairan infus, dapat dibedakan menjadi :

1. Cairan elektrolit

Cairan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan akan beberapa elektolit

tubuh yang mengalami kekurangan, misalnya NaCl, RL, Ringer Asetat.

2. Cairan nutrisi

Untuk cairan ini komposisi yang ada dalam larutan diberikan untuk

memberikan dukungan nutrisi (PT Otsuka Indonesia, 2009).

C. Nutrisi Parentral

1. Pengertian

Istilah untuk pemberian cairan nutrisi yang diberikan secara

parenteral ada bermacam – macam. Istilah Intravenous Hyperalimentasion

(IVH) sering dihubungkan dengan pemberian asam amino dan cairan

hiperosmoler dekstrosa yang banyak, yang menghasilkan produksi

nitrogen dalam proses katabolisme. Total Parenteral Nutrition (TPN)

sering diartikan pemberian semua kebutuhan nutrisi melalui jalur

intravena. Suplemental Parenteral Nutrition (SPN) adalah pemberian

beberapa substrat nutrisi yang diperlukan. Ada lagi istilah central

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

17

parenteral nutrition (CPN) dan peripher parenteral nutrition (PPN), yang

dihubungkan dengan rute atau cara yang digunakan dalam memberikaan

cairan nutrisi parenteral, apakah melalui akses vena perifer ataukah

melalui akses vena sentral. Dari semua istilah tersebut TPN lebih sering

digunakan sebagai pengertian pemebrian nutrisi melalui jalur vena,

walaupun para ahli lebih menyukai penggunaan istilah Parenteral

Nutrition atau PN ( Hamilton, Helen. 2000).

2. Indikasi pemberian

Setiap pasien yang masuk RS harus dinilai status nutrisinya

dengan cepat (quick nutritional assesment) untuk dapat memberikan

informasi tentang kebutuhan akan dukungan nutrisi yang diperlukan.

Pengkajian yang dilakukan bisa melalui parameter penampilan klinis

ataupun melalui pemeriksaan biokimia.

Untuk penampilan klinis dapat dilakukan asessmen tentang total

kehilangan berat badan, riwayat vomitus, anoreksia, diare dan penilaian

klinis pada otot dan jaringan lemak. Pemeriksaan biokimia bisa dilakukan

mulai dari yang sederhana, misalkan pemeriksaan yang sering dilakukan

adalah penilaian terhadap serum albumin. Nilai kadar albumin kurang dari

3,5 gr/dl mengindikasikan adanya malnutrisi moderat, sedangkan nilai

albumin kurang dari 3 gr/dl dikatakan sebagai kondisi malnutrisi berat.

Penilaian biokimia dapat dilakukan yang lebih akurat dengan pemeriksaan

serum pre-albumin dan retinol, akantetapi pemeriksaan ini jarang

dilakukan dan butuh biaya mahal. (Labeda, 2001)

Sebagai contoh pasien yang didapatkan keadaan malnutrisi berat

harus segera mendapatkan dukungan nutrisi, melalui jalur intravaskuler

apabila jalur enteral tidak memungkinkan. Beberapa keadaan yang

diindikasikan untuk pemberian nutrisi parenteral, antara lain :

Tabel 2.3 Indikasi pemberian nutrisi parenteral

Absolut

Kondisi saluran pecernaan yang tidak adekuat.

Short Bowel Syndrome ( oleh karena prosedur operasi)

Illeus paralitik.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

18

Adanya obstruksi mekanik non-operatif.

Relative

Severe radiation enteritis.

Diarhe refractory.

Kelainan serum elektrolit, glukosa dan mineral.

Intoleran pemberian makanan enteral.

Vomiting refractory. American Dietetic Association (ADA), 2007

3. Komposisi nutrisi parenteral

a. Larutan dextrose hipertonik.

Larutan Dextrosa Hypertonik adalah larutan awal yang

digunakan untuk TPN. Larutan dektrosa hipertonik ini harus di infus

melalui jalur sentral vena besar, high-flow untuk menghindari

thrombophlebitis.

b. Larutan lemak (lipid)

Lemak menghasilkan 9 kalori/gram sedangkan dextrosa

menghasilkan 4 kalori/gram. Keuntungan tambahan dari larutan lemak

adalah isotonis, sehingga dapat di infus lewat perifer. Lemak sangat

dibutuhkan oleh pasien-pasien yang mengalami stress, karena

metabolisme lebih banyak penggunaan lemak daripada glukosa selama

stress phase. Larutan lemak juga mengandung asam lemak esensial

seperti acid Arachidonic, acid Linolenic, dan acid Linoleic meskipun

kandungannya sangat kecil.

Larutan lemak untuk TPN berupa emulsi (minyak dalam air)

yang stabil tapi tidak dapat bertahan dengan beberapa zat tambahan.

Penambahan dextrosa konsentrasi tinggi atau larutan acidic/obat-obatan

dapat merusak emulsi ini, lemak akan membentuk lapisan pemisah.

Infus dengan larutan yang telah terurai ini dapat berakibat fatal.

Meskipun hal seperti ini jarang ditemukan, tetapi tetap harus

diperhatikan bila mencampur emulsi lemak dengan larutan lain.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

19

c. Larutan asam amino

Larutan asam amino harus dibedakan dari larutan protein

tersedia lainnya misalnya Albumin atau Plasma. Larutan Albumin dan

Plasma mengandung molekul protein yang lebih besar yang akan

dipecah menjadi asam amino sebelum digunakan untuk menyusun

komposisi protein baru. Sebaliknya asam amino sederhana dapat

digunakan secara langsung untuk menyusun komposisi protein baru.

Larutaan asaam amino tidak menimbulkan resiko transmisi infeksi

seperti pada larutan Albumin atau Plasma. Asam amino jika dioxidasi

menghasikan 4 kal/gr. Walaupun demikian larutan ini, harus dilindungi

dari oxidasi yang tidak perlu dan harus murni digunakan untuk

penyusunan protein. Hal ini dapat dicapai dengan menyediakan

sejumlah substrat energi yang adekuat secara bersamaan (dextrose,

lemak). Untuk itu, sebelum infus asam amino diberikan, ketersediaan

kalori yang adekuat harus dipastikan dulu.

Ada beberapa macam larutan asam amino yang bersifat khusus

dalam penggunaannya, yang biasaanya disesuaikan dengan penyakit

dasarnya. Pada pasien-pasien dengan penyakit hati lebih baik

menggunakan asam amino Branched-chain. Larutan asam amino yang

diperkaya dengan Glutamine terbukti meningkatkan survivalitas pada

pasien-pasien dengan stress. Arginine memperbaiki fungsi imun.

Larutan asam amino yang diperkaya dengan asam amino esensial

terbukti bermanfaat pada pasien-pasien dengan gagal ginjal.

Sediaan asam amino biasanya dalam larutan 10%. Ini terlalu

hyperosmolar untuk penggunaan perifer. Tersedia juga larutan 5%

yang dapat digunakan secara perifer untuk beberapa hari. Asam amino

tidak mempunyai efek samping yang berat. Meskipun demikian asam

amino dosis tinggi harus dihindari pada Encephalopathy hepatis.

(Labeda.Ibrahim, 2001)

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

20

d. Multivitamin dan Trace elemen

Kebanyakan pasien telah mengalami defesiensi vitamin dan

trace elemen saat diberikan TPN, sehingga harus diberikan suplemen

sesegera mungkin. Larutan multivitamin dan Trace Elemen keduanya

relatif tidak stabil bila dicampur dan tidak tersedia dalam komposisi

larutan TPN siap pakai serta digunakan hanya sebelum larutan yang

lain diberikan. Trace Elemen oral dapat diberikan jika pasien mampu

untuk intake oral walaupun dengan jumlah yang sangat sedikit.

e. Zat additive lainnya.

Pada pasien diabetes cenderung terjadi hyperglicaemi karena

penggunaan larutan hypertonis dengan volume yang besar. Bahkan

pasien non-diabetes harus memerlukan insulin jika terdapat glycosuria

selama infus dextrosa hypertonis. Suplemen Calcium diberikan secara

khusus karena merusak larutan TPN dan jika dibutuhkan diberikan

lewat jalur vena lainnya. Jika bercampur dengan larutan TPN, calcium

dapat menyebabkan presipitasi dari setiap phosphate inorganik dalam

larutan tersebut dan infus seperti ini sangat berbahaya. Dengan adanya

lemak dalam larutan TPN akan mengganggu perkiraan presipitasi yang

terjadi. Larutan-larutan TPN khusus yang mengandung phophate

organik yang tidak dapat terpresipitasi juga mengandung calcium.

Heparin kadang-kadang juga ditambahkan pada larutan all-in-

one dengan kadar yang kecil untuk mengurangi terjadinya

thrombophlebitis dan thrombosis vena. Juga memperlancar

metabolisme lemak.

f. Larutan All in one

Larutan-larutan all-in-one (juga disebut dengan larutan Three-

in-one) merupakan pengembangan terapi TPN yang paling besar saat

ini. Larutan asam amino, larutan dextrosa hypertonik dan emulsi lemak

dicampur didalam satu komposisi dan diberikan sebagai infus.

Keuntungan dari jenis ini adalah:

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

21

1) Mengurangi resiko infeksi. Setiap penggantian botol infus di

bangsal membawa resiko infeksi melalui jalur sentral. Dengan

penambahan semua larutan ke dalam satu wadah yang aseptik akan

mengurangi jumlah penggantian infus menjadi sekali sehari,

mengurangi angka kejadian infeksi.

2) Larutan yang diberikan menjadi lebih cair. Dengan penambahan

larutan asam amino dan larutan lemak akan melarutkan larutan

dextrosa dan sebaliknya. Sehingga 250 gr glukosa (rata-rata

kebutuhan perhari) dapat diberikan seperti halnya 1000 ml dextrosa

25% atau seperti halnya 2.500 ml dextrosa 10%. 2.500 ml larutan,

pada contoh ini, dapat dicapai dengan mencampurkan 1000 ml

dextrosa 25% dengan 500 ml larutan lemak, 500 ml larutan asam

amino dan 500 ml normal saline. Ini akan melarutkan dextrosa dan

larutan asam amino hypertonis. Dengan campuran kadar lemak yang

tinggi dari larutan Three-in-one, infus lewat vena perifer dapat

diberikan.

4. Komplikasi pemberian nutrisi parenteral

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat pemberian cairan

nutrisi parenteral harus selalu menjadi perhatian, baik komplikasi

metabolik maupun komplikasi terkait dengan jalur pemberian cairan

nutrisi parenteral. Komplikasi metabolik akibat pemberian cairan nutrisi

parenteral bisa menjadi serius, tetapi bisa diminimalkan dengan

pemantauan yang adekuat. Komplikasi metabolic mencakup defisiensi

metabolic, khususnya kalium, magnesium fosfor dan magnesium. Dengan

pemberian dektrosa bisa menimbulkan kejadian hiperglikemia, yang dapat

memperburuk prognosa penyakit yang diderita misalkan mikoard infark,

stroke, dan pasien post operasi jantung. Keadaan hiperglikemia juga bisa

mengganggu fungsi leukosit sehingga meningkatkan angka kejadian

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

22

infeksi nosokomial. Hipertrigliseridemia bisa meningkatkan resiko

perlemakan hati (steatosis hepatis).

Tabel 2.4 Komplikasi metabolik terkait pemberian nutrisi parenteral

Komplikasi Bukti

Hiperglikemia Lebih dari 12 mmol/L

Hipoglikemia Kurang dari 3 mmol/L

KAD pH arteri kurang dari 7,3 ditambah bendo keton urin

atau serum

HONK Glukosa darah sangat tinggi, osmolaritas serum lebih

dari 350 mOsm/L, tanpa benda keton

Kelainan elektrolit Nilai serum diluar kisaran normal

Hipertrigliseridemia Lebih dari 150% pagu atas normal

Asidosis Hiperkloremik Serum Chlorida lebih 115 mmol/L, pH kurang 7,3

Hiperazotemia Lebih dari dua kali pagu atas normal.

Disfungsi hati Hasil ALT,AST,ALP, dan bilirubin lebih dari dua kali

pagu atas normal.

Kelebihan cairan Gagal jantung, edema

Koagulopati Waktu protrombin atau parsial tromboplastin time

lebih dari150% pagu atas normal.

ADA (American Dietetic Association)2007

Sedangkan komplikasi pada jalur pemberian nutrisi parenteral

antara lain ;

a. Jalur vena sentral

Jenis komplikasinya ialah trauma pada saraf-saraf dan pembuluh

darah yang berdekatan, pneumothorax, emboli udara, masuknya

larutan TPN kedalam cavum pleura karena salah penempatan jalur dan

infeksi. Letak dari pemasangan pada semua jalur vena sentral harus

dipastikan dengan x-ray sebelum diberikan infus. Harus dengan

prosedur aseptik.

b. Jalur vena perifer.

Thrombophlebitis merupakan komplikasi tersering dari TPN perifer.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

23

D. Kerangka Teori

Faktor Kimia

1. pH cairan.

2. Osmolaritas

cairan.

KEJADIAN PHLEBITIS

Faktor Mekanik

1. Bahan Kateter

2. Ukuran kateter.

3. Lama pemasangan

(time in situ)

4. Lokasi pemasangan.

5. Tehnik Pemasangan

Faktor Bakteri

1. Tindakan aseptic tidak

adekuat.

2. Peralatan infus yang

tidak steril.

3. Perawatan balutan

Post Infus

1. Kondisi vena

2. Tehnik

pemasangan

3. Pasien

Retardasi

Mental

Gambar 2.1

INS, 2006 ; CDC, 2002.

Faktor Lain

1. Jenis Kelamin.

2. Status nutrisi.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

24

E. Kerangka Konsep

Keterangan

Kejadian Phlebitis

: area penelitian

Gambar 2.2

1. Osmolaritas

cairan.

2. Lokasi

pemasangan.

3. Perawatan

balutan.

4. Jenis Kelamin

Variabel Independen Variabel Dependen

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-debiariyan... · tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan . 9

25

F. Variabel Penelitian

1. Variabel dependen : kejadian phlebitis.

2. Variabel independen : Jenis kelamin, osmolaritas cairan, lokasi

pemasangan, perawatan balutan.

G. Hipotesa

Pada penelitian diskriptif tidak diperlukan adanya hipotesa karena

penelitian ini bertujuan mendiskripsikan mengenai fenomena yang

ditemukan, baik berupa faktor resiko maupun efek atau hasil. Data hasil

penelitian disajikan apa adanya (Sastroasmoro, 2008).