BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan...

23
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam setiap penelitian ilmiah tinjauan pustaka penting untuk diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan sebagai tolak ukur untuk membangun kerangka berpikir serta menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam bab ini akan diuraikan teori yang mendasari pembahasan yang terdiri dari pengertian, aspek-aspek variabel bebas (independent variable) adalah kemampuan penguasaan musik (X), dan Self-esteem (harga diri) (Y) yang memenuhi variabel terikat (dependent variable) dengan variabel moderator yaitu jenis kelamin. 2.1. Self-Esteem 2.1.1. Pengertian Self-Esteem Ada pernyataan yang menyatakan bahwa harga diri merupakan tindakan untuk mencapai keberhasilan atau kompetensi, harga diri tergantung pada dua hal: individu, keinginan atau aspirasi yang disebut pretensi, dan atau kemampuannya untuk mewujudkan mereka, yang pada gilirannya memerlukan kompetensi. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh James (1983), sebagai berikut that price action seen from it is determined that the actions were successful or competent. In this case, we see that self-esteem depends on two things: Individuals, desire or aspiration called pretension, and or the ability to realize them, which in turn requires competence; Definisi James cenderung berfokus pada hasil perilaku dan tingkat

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam setiap penelitian ilmiah tinjauan pustaka penting untuk

diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan

sebagai tolak ukur untuk membangun kerangka berpikir serta

menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan

dengan hal tersebut, dalam bab ini akan diuraikan teori yang

mendasari pembahasan yang terdiri dari pengertian, aspek-aspek

variabel bebas (independent variable) adalah kemampuan

penguasaan musik (X), dan Self-esteem (harga diri) (Y) yang

memenuhi variabel terikat (dependent variable) dengan variabel

moderator yaitu jenis kelamin.

2.1. Self-Esteem

2.1.1. Pengertian Self-Esteem

Ada pernyataan yang menyatakan bahwa harga diri merupakan

tindakan untuk mencapai keberhasilan atau kompetensi, harga diri

tergantung pada dua hal: individu, keinginan atau aspirasi yang

disebut pretensi, dan atau kemampuannya untuk mewujudkan

mereka, yang pada gilirannya memerlukan kompetensi. Pernyataan

tersebut dijelaskan oleh James (1983), sebagai berikut that price

action seen from it is determined that the actions were successful or

competent. In this case, we see that self-esteem depends on two

things: Individuals, desire or aspiration called pretension, and or

the ability to realize them, which in turn requires competence;

Definisi James cenderung berfokus pada hasil perilaku dan tingkat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

11

dari perbedaan antara seseorang “ideal” diri dan “nyata” diri.

Kompetensi dalam bidang yang penting bagi seorang individu

mengingat sejarah perkembangannya, karakteristik kepribadian,

nilai-nilai, dan lain sebagainya. Sebaliknya, kompetensi umum atau

derajat bahkan tinggi sukses di daerah yang tidak penting bagi

individu tertentu tidak selalu berhubungan dengan harga diri ketika

didefinisikan dengan cara ini. Self esteem adalah evaluasi diri

menurut James (dalam Baron, 2003). Sementara itu, penilaian

terhadap diri positif adalah menerima diri atau memiliki

penghargaan yang baik terhadap diri sendiri, maka individu tersebut

memiliki self-esteem yang tinggi ( Frey & Carlock, 1984).

2.1.2. Teori Self-Esteem

Pada suatu kesempatan Minchinton (1993), menyatakan

bahwa self-esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, jadi dapat

dikatakan bahwa harga diri merupakan suatu pedoman yang

didasarkan pada kekuatan penerimaan diri dan perilaku dia sendiri

ataupun sebaliknya. Apa yang disebut sebagai perasaan mengenai

diri sendiri atau dapat juga dideskripsikan sebagai penghormatan diri

sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada

keyakinan mengenai apa dan siapa diri sebenarnya. Self-esteem

merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter dan

perilaku dan merupakan inti diri yang dibangun dalam hidup.

Perasaan mengenai diri sendiri dapat memengaruhi bagaimana cara

berhubungan dengan orang lain.

Branden (1992), menyatakan self-esteem merupakan

kepercayaan diri pada kemampuan individu dalam manghadapi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

12

tantangan kehidupan, keyakinan akan dirinya memiliki hak untuk

bahagia, perasaan berharga, berjasa, berhak untuk menyatakan

kebutuhan dan keinginannya dan menikmati buah dari usahanya.

Senada dengan itu, Gufron (2010) menjelaskan bahwa harga diri

merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakuan orang

lain terhadap dirinya dan menunjukan sejauh mana individu

memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna.

Sejalan dengan itu, Frey & Carlock (1984) menyatakan bahwa

harga diri adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri

yang menunjukkan bahwa sejauh mana individu itu meyakini

dirinya sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga yang

berpengaruh dalam perilaku seseorang. Kesadaran tentang diri dan

perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan penilaian

terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Apakah mereka

menerima atau menolak diri inilah yang menunjukan harga diri

seseorang. Jika penilaiannya terhadap dirinya positif atau dengan

kata lain bahwa ia menerima diri, atau memiliki penghargaan yang

baik terhadap dirinya, maka individu tersebut memiliki self-esteem

yang tinggi atau sebaliknya.

Ada ungkapan menyatakan bahwa tanpa self-esteem yang

sehat, individu akan sulit untuk mengatasi tantangan hidup dan

merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Pernyataan tersebut

dinyatakan oleh; Branden (2007), equipped explained that without a

healthy self-esteem, individuals will find it difficult to cope with life's

challenges and to feel the happiness in his life.

Selanjutnya, siswa yang memiliki self-esteem positif

memperoleh prestasi belajar yang memuaskan (Hore

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

13

dalam//www.educationworld.com/a_ urr/shore/shore095.shtml,

2007) dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa self-esteem

berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Rendahnya self-esteem

dapat menurunkan hasrat belajar, mengaburkan fokus pikiran dan

takut mengambil risiko. Sebaliknya, self-esteem yang positif dapat

membangun pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar.

Anak yang memiliki self-esteem tinggi mampu bertindak

mandiri, bertanggungjawab, menghargai hasil kerjanya, tingkat

frustasi rendah, senang dengan tantangan baru, mampu

mengendalikan emosi positif maupun negatif, dan tidak segan-segan

menawarkan bantuannya kepada orang lain. Sebaliknya, anak

dengan self-esteem rendah akan menolak kehadiran sesuatu yang

baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, lebih sering

menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri, secara emosional

merasa berbeda dengan orang lain, tidak mampu mengendalikan

tingkat frustasinya, enggan menunjukkan bakat dan kemampuannya,

dan mudah terpengaruh.

2.1.3. Aspek-Aspek Self-Esteem

Ada ungkapan yang menyatakan bahwa self-esteem bukan

sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari

beragam sifat dan perilaku. Pernyataan tersebut di jelaskan oleh

Minchinton (1993) “self-esteem is not the nature of the or aspect

only a single, but a combination of multiple personality and

behavior”; Minchinton menjabarkan tiga aspek self-esteem, yaitu

perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, serta

hubungan dengan orang lain.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

14

1. Perasaan mengenai diri sendiri seseorang haruslah menerima

dirinya secara penuh, apa adanya. Mampu menilai diri kita

sebagai manusia. Dengan begitu, perasaannya tentang dirinya

sendiri tidak bergantung pada kondisi eksternal. Apapun yang

terjadi kita dapat merasa nyaman dengan diri kita sendiri dan

dapat menilai keunikan yang ada di dalam diri kita. Ada di

dalam diri kita tanpa menghiraukan karakter atau kemampuan

yang kita punya.

2. Perasaan terhadap hidup. Perasaan terhadap hidup menerima

tanggung jawab atas sebagian hidup yang dijalaninnya.

Maksudnya, seseorang dengan self-esteem tinggi akan

menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan

dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas segala masalah

yang dihadapinya.

3. Hubungan dengan orang lain. Seseorang dengan toleransi dan

penghargaan yang sama terhadap semua orang berarti memiliki

self-esteem yang bagus. Ia percaya bahwa setiap orang termasuk

dirinya mempunyai hak yang sama dan patut dihormati. Oleh

sebab itu, seseorang dengan self-esteem tinggi mampu

memandang hubungannya dengan orang lain secara lebih

bijaksana. Saat seseorang merasa nyaman, ia pun akan

menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka.

Aspek- Aspek self-esteem menurut Tafarodi dan Swann (2001) :

mengelompokan menjadi 2 aspek self-competence dan self-liking

1. Self-competence merupakan penilaian pengalaman diri tiap

individu sebagai suatu hasil dari latihan-latihan yang telah

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

15

dilakukan. Penilaian ini mengacu kepada seluruh orientasi

positif maupun negatif terhadap diri sendiri sebagai sumber

kekuatan dan juga efikasi. Kompetensi diri berkaitan erat

dengan kekuatan dan efikasi, tetapi menurut Bandura,

kompetensi diri berbeda dengan efikasi diri. Efikasi diri

menurut Bandura (dalam Tafarodi & Swann, 2001) adalah

keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk

melakukan kontrol atas peristiwa-peristiwa yang mengendalikan

kehidupan mereka. Sejalan dengan hal tersebut, self-competence

adalah penilaian individu bahwa dirinya memiliki kemampuan,

mampu bertindak efektif dan mengontrol diri sendiri. Individu

dengan kompetensi diri yang tinggi memiliki karakter afektif

dan penilaian yang positif terhadap dirinya.

2. Self-liking merupakan bagian dari self-esteem yang secara sosial

terkait. Dimana proses itu muncul untuk memandang diri sendiri

seperti penilaian yang digambarkan orang lain. Menurut

Damon, Hart, Popper, & Eccles (dalam Tafarodi & Swann,

1995) penilaian itu menginternalisasi sebagai kemampuan

individu untuk memandang dan menilai dirinya sebagai individu

sosial yang berkembang. Self-liking merupakan penilaian afektif

kita tentang diri kita, persetujuan atau ketidaksetujuan diri

terhadap dirinya sendiri, sebagai hasil nilai internalisasi nilai

sosial.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek self-

esteem yang penulis gunakan adalah menurut Minchinton (1993)

oleh karena merupakan kombinasi dari beragam sifat dan perilaku

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

16

individu, sedangkan aspek self-esteem yang lain hanya melihat

kepada diri sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri melalui self-

competence (kemampuan diri) dan juga self-liking (menyukai diri).

Dimana, self-competence merupakan evaluasi diri secara positif

maupun negatif terhadap kemampuan yang dimilikinya dan

berkaitan erat dengan kekuatan individu yang menjadi sumber

keberhasilanya. Kemudian aspek self-liking hanya untuk melihat

dirinya.

2.1.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Self-Esteem

1) Faktor jenis kelamin. Menurut Ancok, dkk. (1988) bahwa

wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pria seperti

perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu,

atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena

peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-

beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama

dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan

bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pria.

2) Inteligensi (Intelligence). Menurut kamus Lenglap Psikologi

Chaplin (2011) Inteligensi penguasaan musik adalah

kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif dan

kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan

cepat sekali. Kaitannya Inteligensi dan kemampuan penguasaan

musik, itu di dukung dengan (Source: Thirteen ed-online, 2004)

Gardner’s Theory of Multiple Intelligences pada item yang ke 5

Musik inteligensi. Contohnya kemampuan untuk menghasilkan

irama musik yang benar, bernyanyi yang baik dan dapat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

17

menguasai instrument musik. Sementara itu, kaitannya dengan

self-esteem, dalam kamus tersebut mengartikan bahwa,

Inteligensi adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan

diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

3) Kondisi fisik. Coopersmith (1967) menemukan adanya

hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi

badan dengan harga diri. individu dengan kondisi fisik yang

menarik cenderung memilki harga diri yang lebih baik

dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik

4) Lingkungan keluarga. Coopersmith (1967) berpendapat bahwa

perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan

mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga

diri yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut, Savary (1994)

sependapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan

perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering

memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat

menyebabkan anak merasa tidak berharga

5) Lingkungan sosial. Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa

ubahan dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-

konsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahan diri.

Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam

lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan

nilai kebaikan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

18

2.2. Kemampuan Penguasaan Musik

2.2.1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,

sanggup) melakukan sesuatu , sedangkan kemampuan berarti

kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 1989). Kemampuan (ability) berarti kapasitas

seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu

pekerjaan. (Robbins & Judge, 2009). Pengertian Kemampuan adalah

menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau

pekerjaan. Kemampuan itu mungkin dimanfaatkan atau mungkin

juga tidak. Kemampuan berhubungan erat dengan kemampuan fisik

dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan dan

bukan yang ingin dilakukannya (Gibson, 1994).

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu

dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan

beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Lebih lanjut, Robbins & Judge (2009) menyatakan bahwa

kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas

dua kelompok faktor, yaitu :

a. Kemampuan intelegensi (intelectual Ability), merupakan

kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai

aktifitas mental (berpikir, menalar dan memecahkan masalah).

b. Kemampuan fisik (physical Ability), merupakan kemampuan

melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan,

kekuatan dan karakteristik serupa.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

19

2.2.2. Teori Kemampuan Penguasaan Musik

Kemampuan penguasaan musik di awali dengan aktivitas

musik, oleh karena aktivitas musik merupakan kegiatannya, dimana

seseorang yang banyak melakukan aktivitas musik secara rutin akan

membuat mereka mempunyai rasa percaya diri serta kemampuan

menguasai musik baik praktek maupun teoritis. Untuk

meningkatkan musikalitas anak. Dengan demikian Alat ukurnya

dapat dilihat dari perkembangan presentasinya. Musikalitas yang

dimaksud disini didasarkan pada landasan teori tentang musik dalam

pendidikan (music in education), dan bukan semata-mata pendidikan

musik (music education) seperti yang sudah dikenal selama ini,

karena pendidikan musik lebih menitikberatkan pada kemampuan

anak untuk menguasai alat musik. Kesalahan yang sering terjadi

selama ini adalah menganggap bahwa pendidikan musik berupa

pengetahuan tentang notasi musik, sementara dasar-dasar musik

yang disebut musikalitas (rasa musikal) lebih banyak terabaikan.

Selanjutnya Anak yang mempunyai kemampuan musikal yang baik

berarti memiliki keterampilan bermain musik yang baik pula. Seperti

yang dikatakan George & Hodges (dalam Djohan, 2009) bahwa

kemampuan musikal adalah kepekaan untuk merespon atau

sensifisitas stimuli musikal yang di dalamnya termasuk apresiasi dan

pemahaman musik tanpa harus memiliki keterampilan memainkan

alat musik.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hallam ( 2006) yaitu:

kemampuan musikal dianggap berkaitan dengan kepekaan irama,

diikuti oleh kemampuan untuk memahami dan menafsirkan

musik,pikiran dan (perasaan melalui ekspresi nada, mampu

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

20

berkomunikasi melalui suara, motivasi untuk terlibat dengan musik,

dan mampuberhasil terlibat musik dengan orang lain. Sementara itu

Sumaryanto (2000) mendefinisikan kemampuan musikal adalah

sebagai berikut: segala sesuatu yang berhubungan dengan konsep

pemikiran dan ingatan musik, komposisi nada dan irama,

penghayatan emosi, kualitas nyanyian, pendengaran dan jangkauan

suara yang semuanya mengarah pada pengetahuan, potensi dan sikap

yang bersifat timbal balik terhadap musik itu sendiri.

Bersdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan musikal adalah kepekaan tentang musik atau

yang besifat musik tanpa harus memiliki keterampilan musik.

2.2.3. Aspek Kemampuan Penguasaan Musikal

Menurut Seashore (1919), aspek yang dapat dikembangkan

dalam kemampuan musikal yaitu:

a) Sens of pitch yaitu kepekaan dalam membedakan nada. Pitch

adalah ketetapan nada dengan frekuensi tertentu, contohnya

sebelum bernyanyi harus menyamakan suara dengan instrument

pengiring seperti, piano atau gitarendo

b) Sens of intensity yaitu Kepekaan dalam membedakan kuat

lemahnya nada. Intensitas adalah bunyi kekuatan nada, contoh

1) Intensitas nada ditentukan oleh amplitudo jadi Amplitudo

adalah lebar getar suara. Jarak getar yakni jarak terjauh dari

keadaan semula sebelum bergetar., 2) Intensitas nada pp

pianissimo, p piano, mp Mezzo Piano, mf Mezzo Forte, f

Forte, ff Fortissimo, < Crescendo, > Decrescendo, dim

Diminuendo

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

21

c) Sens of time yaitu kepekaan dalam membedakan interval nada

lebih jauh atau pendek. Tempo atau gaya adalah ukuran, sukat,

metrum. Contoh sejumlah ritmik dalam suatu birama musik

dengan jarak yang sama (6/8) memiliki satuan hitungan yang

tiap-tiap hitungan senilai nada perdelapan.

d) Sens of consonance yaitu kepekaan dalam harmoni yang

terdengar lebih baik atau tidak. Konsonan adalah suara yang

enak didengar. Huruf-huruf mati dalam olah suara selain huruf

vokal a-i-u-e-o contohnya berbagai pembentukan konsonan:

Bilabial hambatanya, pada kedua bibir (labium); Labio dental:

suara dari hasil pertemuan bibir atas dengan bibir bawah; apiko

interdental: pertemuan bibir bawah dengan gigi atas; apiko

alveolar: pertemuan ujung lidah dengan celah gigi; palatal:

pertemuan lidah bagian tengah dengan langit-langit; velar:

pertemuan pangkal lidah dengan langit-langit bagian belakang;

spiran: rintangan udara yang dihembuskan dari paru-paru;

likwida: celah samping lidah pada saat lidah ditempelkan di

langit-langit; trill: getaran lidah

e) Tonal memory yaitu ingatan tentang suara. Dalam mendengar

musik, satu hal penting untuk diperhatikan adalah apa yang

membuat seseorang pendengar dapat mengingat kejadian

lampau melalui musik. Untuk itu perlu disadari betapa kita

dapat mengingat sebuah kejadian musikal sebelumnya dan

mengetahui faktor yang membantu kerja memori. Kamus Musik

Banoe (2003).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

22

Menurut Gunarsa (2008) yang diadaptasi dari Bessom,

Tatarunis, & Forcucci (1974) mengutarakan bahwa:

1. Pengetahuan: (a) Mengenal bermacam-macam karya musik

atau yang mewakili dari semua macam-macam karya musik.

(b) Mengetahui tentang sejarah dan perkembangan artistik

musik, termasuk implikasi sosial, gaya musikal dan

sebagainya. (c) Mempunyai pengetahuan tentang komponis

dan komposisinya yang dihubungkan dengan perkembangan

musik. Mempunyai kemampuan gaya musikal berdasarkan

konteks sosialnya.

2. Pemahaman: (a) Memahami atau merasakan konsep

musikal yang dihubungkan dengan bunyi musikal dan

penotasian (simbol). (b) Mengenal perbedaan kriteria yang

digunakan untuk menggambarkan dan menilai beberapa gaya

musik, dan memahami permasalahan penyajian yang

meliputi interpretasi musik, instrument, kombinasi

instrumental, vocal atau kombinasi vokal. (c) Memahami

hubungan lain antara seni dengan seni lainnya.

3. Keterampilan: (a) Mempunyai keterampilan mengenal

secara aural dan visual elemen-elemen musik, kemudian

dapat mengaplikasikannya ketika mendengar karya musik

yang lain baik yang dikenal atau tidak dikenal. (b)

Mempunyai kecapan dan kebebasan untuk berekspresi secara

musikal, secara individu atau berkelompok, melalui vokal

atau instrument atau melalui karya musik. (c) Bereksperimen

dengan interpretasinnya sendiri melalui eksplorasi bunyi.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

23

4. Sikap: (a) Mempunyai kesadaran dalam membedakan” rasa”

musik dan perhatian terhadap perbedaan pilihan-pilihan

musik yang lain. (b) Respek dan terdorong untuk merasakan

karya musik yang lain. (c) Terdorong untuk meningkatkan

kemampuan musikalitasnya melalui belajar informal atau

formal. (d) Mencari kenikmatan personal melalui

pengalaman musikal. (e) Terdorong untuk membaca buku

yang berhubungan dengan musik, dan mengikuti pertunjukan

musik. (f) Mempunyai kesadaran untuk mengikuti suatu

komunitas musikal di sekolah (ekstrakurikuler)

5. Apresiasi: (a) Mempunyai kesadaran untuk lebih merasakan

aspek musikal. (b) Respek terhadap pertunjukan musikal dan

seni lainnya.

6. Kebiasaan: (a) Adanya keinginan mencari komunitas musik

untuk bermain musik atau bernyanyi. (b) Mengembangkan

kebiasaan dan berlatih yang baik. (c) selektif terhadap

berbagai pertunjukan musik, selektif dalam mengoleksi karya

musik, selektif ketika akan hadir dalam pertunjukan musik

dan ketika mendengarkan musik. (d) Mendengarkan semua

jenis musik dengan melihat semua perbedaan interpretasi,

perbedaan bunyi, kecermatan dan sebagainya.

Berdasarkan paparan di atas, Penulis memilih menggunakan

aspek kemampuan penguasaan musik menurut Gunarsa (2008),

maka dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk peserta didik

yang mampu mengembangkan diri atau berpikir kritis dalam musik,

diperlukan pengimplementasian dari keenam aspek tersebut dalam

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

24

musik yang tersebar melalui indikator-indikator kemampuan

penguasaan musik dan dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai

perguruan tinggi dengan menggunakan model-model pembelajaran

yang bervariasi sesuai dengan keperluan indikator dari setiap

aspeknya.

2.3. Jenis Kelamin

2.3.1. Pengertian Jenis Kelamin dan Gender

Menurut Hungu (2007), Jenis kelamin (seks) adalah

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seorang lahir. Seks

berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel

telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan

menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan

perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan

fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras

yang ada di muka bumi.

2.3.1.1. Jenis Kelamin

Hungu (2007) mengatakan bahwa jenis kelamin adalah

perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan

yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan

upaya meneruskan garis keturunan.1 Lebih dari 2000 tahun yang

lalu, seorang filsuf Yunani, Aristoteles, menyatakan bahwa

perempuan lebih lemah dan pasif daripada laki-laki karena jenis

kelamin perempuan adalah “suatu ketidak sempurnaan”. Ia mencoba

menemukan bukti untuk menunjukan bahwa laki-laki dan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

25

perempuan tidak hanya secara alamiah tidak sama, tetapi juga tidak

sederajat. Dugaan inferioris perempuan dihubungkan dengan kondisi

kosmis, sepeti menstruasi, ukuran kepala, dan bahkan struktur otak

yang lebih kecil dibandingkan laki-laki. Berikut beberapa perbedaan

laki-laki dan perempuan menurut Hungu (2007):

a. Bukti Biologis. Laki-laki dan perempuan memiliki gen yang

berbeda, yang mempengaruhi perkembangan fisik mereka.

Perempuan memiliki dua kromosom yang sama (XX),

sedangkan laki-laki memiliki krosom yang berbeda (XY). Laki-

laki dan perempuan juga memiliki hormone yang berbeda.

Diyakini ada pengaruh spesifik hormone ini terhadap

perkembangan fisik dan emosi. Kedua jenis kelamin masing-

masing memiliki hormone “kelelakian” dan hormone

“kewanitaan”. Proporsi hormone kelelakian lebih besar pada

laki-laki dan hormone kewanitaan lebih banyak pada

perempuan. Selain itu juga perbedaan anatomi atau struktur fisik

antara laki-laki dan perempuan yang dalam hal ini adalah

system reproduksi dan konsekuensinya.

b. Bukti Psikologis. Perbedaan yang tampak dari pengamatan

sehari-hari adalah bahwa laki-laki lebih agresif, sedangkan

perempuan lebih emosional dan afektif. Perbedaan ini terutama

terdapat pada orang dewasa. Akan tetapi, persoalannya adalah

apakah perbedaan-perbedaan itu dipelajari ataukah bersifat

alamiah. Jika pada orang dewasa rasanya tidak tepat karena

mereka sudah mengalami sosialisasi yang mempengaruhi

perkembangan biologisnya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

26

2.3.1.2. Gender

Gender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan

perempuan dari segi sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis

kelaminnya (Hungu, 2007). Sedangkan relasi gender

mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian

sumber daya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, dan

kekuasaanya. Berbicara tentang gender berarti berbicara tentang

laki-laki dan perempuan. Namun gender tidak memiliki asal usul

biologis. Hubungan antara jenis kelamin dan gender tidak benar-

benar alamiah. Kemudian dilanjutkan bahwa gender adalah

perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan

biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat

Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat

Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan melalui

proses sosial dan budaya yang panjang. Gender dan jenis kelamin

sangat berbeda sekali, karena jenis kelamin bersifat alamiah,

sedangkan gender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan

masyarakat, sosial dan budayanya (Hungu, 2007). Untuk lebih

jelasnya, dapat dilihat perbedaan antara jenis kelamin dan gender

sebagai berikut:

2.3.1.3. Jenis Kelamin (Seks)

Gender (1) Jenis kelamin bersifat alamiah, (2) Jenis kelamin

bersifat biologis. Ia merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat

kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran (3) Jenis

kelamin bersifat tetap, ia akan sama dimana saja (4) Jenis kelamin

tidak dapat diubah. (1) Gender bersifat sosial budaya dan merupakan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

27

buatan manusia (2) Gender bersifat sosial budaya, dan merujuk

kepada tanggung jawab peran, pola perilaku dan lain-lainya yang

bersifat maskulin dan feminim (3) Gender bersifat tidak tetap, ia

berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan

yang lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya (4)

Gender dapat berubah. Gender memiliki perbedaan-perbedaan

bentuk antara satu masyarakat dengan masyarakat lain karena

norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat

yang berbeda. Misalnya: Menjadi tukang batu dianggap tidak pantas

dilakukan oleh perempuan, tetapi di Bali perempuan biasa menjadi

tukang batu, tukang cat. Di kebanyakan masyarakat petani, bekerja

kebun adalah tugas laki-laki; sedangkan di sejumlah masyarakat

Papua, kerja kebun merupakan tugas utama perempuan, karena

berburu adalah tugas utama laki-laki. Gender berubah dari waktu ke

waktu karena adanya perkembangan yang mempengaruhi nilai-nilai

dan norma-norma masyarakat tersebut. Misal: Di Jawa Barat, sudah

ada perempuan yang menjadi kepala desa karena meningkatnya

pendidikan. Di Sumba, laki-laki bantu-membantu „tugas

perempuan‟ di rumah tangga.

Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa gender dan

jenis kelamin mempunyai perbedaan arti. Agar dapat memahami

konsep gender lebih menitikberatkan pada konstruksi sosial yang

ditanamkan oleh masyarakat seperti peran, perilaku, kegiatan, dan

atribut yang suatu masyarakat tertentu dianggap tepat untuk pria dan

wanita, sedangkan jenis kelamin (seks) adalah perbedaan biologis

dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan.

Dalam penulisan ini, hanya di fokuskan pada jenis kelamin.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

28

2.4. HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

2.4.1. Hubungan Antara Kemampuan Penguasaan Musik

terhadap Self-Esteem

Djohan (2009), yang dalam penelitiannya bertujuan untuk

mengembangkan instrumen kepekaan musikalitas sehingga dapat

memberikan kontribusi terhadap perkembangan peran musik

dalam pendidikan serta peningkatan keterampilan sosial pada

siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan terhadap 381 siswa

kelas 3, 4, dan 5 sekolah dasar di Jakarta dan Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepekaan musikalitas siswa

dapat diukur melalui instrumen kepekaan terhadap musik dan

kemampuan ini memiliki korelasi yang signifikan dengan skor

kecerdasan sosial yang akan berdampak pada harga diri orang

tersebut.

Horenstein (2008) dalam penelitian mengenai “promothing

values througt and arts” pada pemuda di Israel, ditemukan bahwa

melalui suatu seni tarik suara dapat menimbulkan harga diri seorang

pemuda menjadi lebih baik, sehingga membuatnya mampu tampil

dengan baik. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Tim

Nasional Coalition For Core Arts Standards (2012), yang dalam

penelitian menemukan bahwa anak dalam usia perkembangannya

haruslah diberikan pendidikan musik, sehingga berdampak baik

pada tumbuh kembang anak, skill dan performance anak, rasa

percaya diri dan harga diri (self-esteem) anak. Hal inilah yang

mampu menjadi modal buat anak untuk mampu bersaing dengan

teman-temannya kelak.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

29

Sementara itu, Werdani (2016) yang meneliti kemampuan

musik anak-anak Tuna Grahita Ringan SLB –C1 Darma Rena Ring

Putra I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. Didapati bahwa

permainan musik angklung sangat berperan dalam meningkatkan

kepercayaan diri karena harga diri setiap siswa dinilai sangat baik.

Pada kesempatan yang lain, Kokotsakia & Hallamb (2007)

dalam penelitiannya mengenai penilaian terhhadap dampak apakah

yang dirasakan siswa ketika terlibat aktif dalam kegiatan music yang

berdampak pada peningkatam self-esteemnya. Temuannya jatuh

dalam tiga kategori yakni Musik sebagai kekuatan bertindak, Musik

untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman, Musik sebagai

aksi sosial masyarakat. Musik untuk mengembangkan rasa yang kuat

dan bila mendapat popularitas dapat membuat teman-teman

berpandangan yang sama untuk meningkatkan keterampilan sosial

mereka dan membangun upaya rasa yang kuat dari self-esteem dan

kepuasan. Musik mempengaruhi siswa dalam meningkatkan

keterampilan pribadi seperti mempertahankan identitas pribadi dan

mendorong perkembangan self-achievement , motivasi dari dalam

keyakinan diri.

Penelitian Giomi (2013), menunjukkan bahwa siswa yang

belajar piano terlihat self-esteem dalam kemampuan aktivitas Sejalan

dengan itu Sudewo, (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa

proses pembelajaran praktik bernyanyi dengan model pembelajaran

langsung dapat meningkatkan kemampuan bernyanyi siswa namun

tidak berpengaruh langsung terhadap self-esteemnya. Sementara itu,

Chan (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

30

pemain musik dalam penampilan setiap usia jenis kelamin dan self-

estem, tidak ada hubungan signifikan secara langsung.

Melihat dari hasil-hasil penelitian sebelumnya di atas, yang

menunjukkan masih ada penelitian-penelitian yang pro dan kontra

mengenai kemampuan penguasaan musik dengan self-esteem maka

penulis sangan tertarik untuk melanjutkan meneliti hubungan kedua

variabel dengan karakteristik subjek dan tempat penelitian yang

berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.4.2. Perbedaan Self-Esteem Ditinjau Dari Jenis kelamin

Putra, (2009) menggambarkan bagaimana Self-esteem pada

remaja yang tinggal di Panti Asuhan, juga menyebutkan tidak

terdapat perbedaan self-esteemyang signifikan antara remaja laki-

laki dengan remaja perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian

Bhardwaj & Agrawal (2013) mengenai harga diri pada anak usia

awal, dimana melihat perbedaan jenis kelamin sampel di dapatkan

dari sebuah sekolah di India utara. Hasil yang ditemukan ada

perbedaan yang signifikan dalam keseluruhan hidup baik

secara sosial, belajar dan harga diri orang tua laki-laki maupun

perempuan , dan secara harga diri perempuan didapati lebih tinggi

daripada laki-laki.

Adedokun & Balschweid (2008) dalam penelitiannya

menggunakan sebuah data dari perwakilan secara nasional pada

sekolah di pedesaan yakni remaja laki-laki dan perempuan,

ditemukan bahwa ada perbedaan self-esteem antara laki-laki dan

perempuan. Sejalan dengan itu, Al-Khatib (2012) dalam

penelitiannya mengenai hubungan antara kesepian, self-esteem, self-

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

31

efficacy, dan jenis kelamin di antara mahasiswa di Universitas Al

Ain Emirat Arab, ditemukan bahwa perempuan lebih tinggi self-

esteemnya dibandingkan laki-laki yang lebih rendah .

El Rafei (2008) dalam penelitianya diditujukan pada beberapa

sekolah di Libanon untuk menyelidiki hubungan antara self-esteem

dengan jenis kelamin dalam prestasi akademik pelajar pada tingkat

sekolah. Hasil menunjukan tidak ada perbedaan gender dalam

masyarakat, akademik, orang tua ditinjau dari self-esteem sub scales

social. Sejalan dengan itu, Erol dan Orth, (2011) meneliti

perkembangan self-esteem pada laki-laki dan perempuan remaja,

dimana hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan self-esteem selama

masa remaja terus meningkat lebih perlahan pada usia dewasa muda.

Perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam lintasan diri mereka.

Bleidorn et al. (2016), yang meneliti mengenai self-esteem

pada laki-laki dan perempuan di Amerika, menemukan bahwa

peningkatan keterkaitan usia self-esteem dari remaja akhir ke masa

dewasa pertengahan gender ada kesenjangan yang signifikan dengan

laki-laki secara konsisten pelaporan self-esteem laki-laki lebih

tinggi dibandingkan jumlah perempuan meskipun ini cross-cultural

persamaan luas, namun budaya secara signifikan berbeda dalam

besarnya gender, usia, dan jenis kelamin. Perbedaan ini terkait baik,

efek usia pada self-esteem.

Dengan demikian, maka penulis menyimpulkan bahwa masih

banyak sekali penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa ada

dan tidak adanya perbedaan self-esteem jika ditinjau dari jenis

kelamin baik yang di luar maupun di Indonesia. Maka dari itu,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16257/2/T2...menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas

32

penulis ingin meneliti lebih lanjut self-esteem ditinjau dari jenis

kelamin pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.

2.5. Model Penelitian

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu, maka model penelitian

yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti

dibawah ini:

Keterangan :

Variabel X : Kemampuan Penguasaan Musik

Variabel Y : Self-Esteem

Variabel Moderator : Jenis Kelamin (siswa SD)

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:

1. Ada hubungan antara kemampuan penguasaan musik dengan

Self-esteem pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI

Salatiga.

2. Ada perbedaan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin siswa SD

Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.