BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB...

24
Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pelayanan Kegawatdaruratan Menurut Permenkes RI Nomor 19 tahun 2016, gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. Sedangkan pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. Korban atau pasien gawat darurat yang dimaksud disini adalah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis segera (Kemenkes, 2016). Emergency Medical Services (EMS) atau Layanan Kegawatdaruratan Medis dapat didefinisikan sebagai sistem yang komprehensif yang menyediakan pengaturan personil, fasilitas dan peralatan untuk pengiriman yang efektif, terkoordinasi dan tepat waktu dari layanan kesehatan dan keselamatan untuk korban penyakit mendadak atau cedera. Tujuan EMS berfokus pada pemberian perawatan tepat waktu kepada korban kecelakaan atau keadaan darurat yang tiba-tiba dan mengancam jiwa untuk mencegah kematian yang tidak perlu atau morbiditas jangka panjang. Fungsi EMS dapat disederhanakan menjadi empat komponen utama yaitu mengakses 13

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pelayanan Kegawatdaruratan

Menurut Permenkes RI Nomor 19 tahun 2016, gawat darurat adalah

keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk

penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. Sedangkan pelayanan

gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien

gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan

pencegahan kecacatan. Korban atau pasien gawat darurat yang dimaksud

disini adalah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan

yang memerlukan tindakan medis segera (Kemenkes, 2016).

Emergency Medical Services (EMS) atau Layanan Kegawatdaruratan

Medis dapat didefinisikan sebagai sistem yang komprehensif yang

menyediakan pengaturan personil, fasilitas dan peralatan untuk pengiriman

yang efektif, terkoordinasi dan tepat waktu dari layanan kesehatan dan

keselamatan untuk korban penyakit mendadak atau cedera. Tujuan EMS

berfokus pada pemberian perawatan tepat waktu kepada korban kecelakaan

atau keadaan darurat yang tiba-tiba dan mengancam jiwa untuk mencegah

kematian yang tidak perlu atau morbiditas jangka panjang. Fungsi EMS

dapat disederhanakan menjadi empat komponen utama yaitu mengakses

13

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

14

perawatan darurat, perawatan di masyarakat, perawatan dalam perjalanan,

dan perawatan saat tiba untuk menerima perawatan di fasilitas perawatan

kesehatan (Al-Shaqsi, 2010).

Agar terwjudnya pelayanan kegawatdaruratan yang optimal dibuatlah

suatu sistem yaitu Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang

kemudian disingkat SPGDT. Selanjutnya, SPGDT diwujudkan dalam

bentuk layanan Public Safety Center/Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu

(PSC) yang dikomandoni oleh National Command Center/Pusat Komando

Nasional yang kemudian sering disebut NCC (Kemenkes, 2016).

a. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu/SPGDT

SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien

gawat darurat yang terintgrasi dan berbasis call center dengan

menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan

masyarakat. SPGDT bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu

pelayanan kegawatdaruratan serta mempercepat waktu penanganan

(response time) korban/pasien Gawat Darurat dan menurunkan angka

kematian serta kecacatan. Ruang lingkup dari SPGDT meliputi

penyelenggaraan kegawatdaruratan medis sehari-hari. Penyelenggaraan

SPGDT terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, sistem

penanganan korban/pasien gawat darurat dan sistem transportasi gawat

darurat. Kesemuanya harus saling terintegerasi agar didapat pelayanan

berbasis SPGDT yang baik dan optimal. Pelayanan SPGDT saat ini

diwujudkan dalam bentuk Pusat Komando Nasional/National

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

15

Command Center (NCC) dan Pusat Pelayanan Keselamatan

Terpadu/Public Safety Center (PSC). Didalam SPGDT dibentuk suatu

sistem komunikasi gawat darurat yang terintegerasi antara NCC, PSC

dan fasilitas kesehatan. Sistem komunikasi ini nantinya dikelola oleh

NCC (Kemenkes, 2016).

b. Pusat Komando Nasional/National Command Center (NCC)

Pusat Komando Nasional/National Command Center (NCC)

merupakan pusat panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan

nomor kode akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia.

NCC memiliki fungsi sebagai pemberi informasi dan panduan terhadap

penanganan kasus kegawatdaruratan. Dalam menjalankan fungsinya

NCC memiliki tugas sebagai berikut:

(1) Memilah panggilan gawat darurat/non gawat darurat.

(2) Meneruskan panggilan ke PSC.

(3) Dokumentasi, monitoring, pelaporan dan evaluasi.

Masyarakat yang mengetahui dan mengalami kegawatdaruratan

medis dapat melaporkan dan/atau meminta bantuan melalui Call Center

119 (Kemenkes, 2016).

c. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center (PSC)

PSC merupakan pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan

masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan

yang berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak

pelayanan untuk mendapatkan respon cepat. PSC ini berada dibawah

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

16

komando NCC. PSC dapat berupa unit kerja sebagai wadah koordinasi

untuk memberikan pelayanan gawat darurat secara cepat, tepat, dan

cermat bagi masyarakat. Dalam prosesnya, PSC melayani masyarakat

selama 24 jam sehari secara terus menerus. Penyelenggaraan PSC dapat

dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit teknis lainnya di luar

bidang kesehatan seperti kepolisian atau pemadam kebakaran

tergantung kekhususan dan kebutuhan daerah. PSC bagian utama dari

rangkaian kegiatan SPGDT prafasilitas pelayanan kesehatan yang

berfungsi melakukan pelayanan kegawatdaruratan dengan

menggunakan algoritme kegawatdaruratan yang ada dalam sistem

aplikasi Call Center 119. PSC berlokasi di tempat-tempat seperti dinas

kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit atau lokasi lain yang ditetapkan

oleh Pemerintah Daerah kabupaten kota (Kemenkes, 2016).

(1) Fungsi PSC

Berikut beberapa fungsi dari PSC, antara lain:

(a) Pemberi pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat dan/atau

pelapor melalui proses triase (pemilahan kondisi

Korban/Pasien Gawat Darurat)

(b) Pemandu pertolongan pertama (first aid)

(c) Pengevakuasi Korban/Pasien Gawat Darurat

(d) Pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan

(2) Tugas PSC

Selain fungsi diatas, PSC juga memiliki tugas sebagai berikut:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

17

(a) Menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari

Pusat Komando Nasional (National Command Center)

(b) Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan

menggunakan algoritme kegawatdaruratan

(c) Memberikan layanan ambulans

(d) Memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan

(e) Memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di

rumah sakit

(3) Ketenagaan di PSC

Penyelenggaraan PSC dalam SPGDT tentu membutuhkan

ketenagaan yang berkompeten. Ketenagaan tersebut meliputi

koordinator, tenaga kesehatan,operator call center dan tenaga lain.

Berikut penjelasan dari masing-masing ketenagaan di PSC:

(a) Koordinator

Koordinator memiliki tugas menggerakkan tim ke lapangan jika

ada informasi adanya kejadian kegawatdaruratan dan

mengoordinasikan kegiatan dengan kelompok lain diluar bidang

kesehatan.

(b) Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan yang dimaksud disini termasuk tenaga medis,

tenaga perawat, dan tenaga bidan yang terlatih

kegawatdaruratan. Tenaga kesehatan memiliki tugas

memberikan pertolongan gawat darurat dan stabilisasi bagi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

18

korban dan mengevakuasi korban ke fasilitas pelayanan

kesehatan terdekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

sesuai dengan tingkat kegawatdaruratanya.

(c) Operator Call Center

Operator Call Center di PSC merupakan petugas penerima

panggilan dengan kualifikasi minimal tenaga kesehatan.

Operator Call Center bekerja dengan pembagian waktu sesuai

dengan kebutuhan. Operator Call Center memiliki tugas

menerima dan menjawab panggilan yang masuk ke call center,

mengoperasionalkan komputer dan aplikasinya dan menginput

di sistem aplikasi call center 119 untuk panggilan darurat.

(d) Tenaga lain

Tenaga lain yang dimaksud disini adalah tenaga yang

mendukung penyelenggaraan PSC (Kemenkes, 2016).

(4) Sistem Penanganan Pasien Gawat Darurat

Penanganan korban atau pasien gawat darurat telah dituliskan

didalam suatu sistem yaitu sistem penanganan korban/pasien gawat

darurat. Sistem ini terdiri dari 3 penanganan, yakni:

(a) Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan

Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan merupakan

tindakan pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat

yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan

tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Tindakan pertolongan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

19

dilakukan oleh tenaga kesehatan dari PSC. Penolong harus

memperhatikan kecepatan penanganan korban/ pasien dan

selama penolong belum sampai di lokasi pasien maka

pemberian pertolongan hanya dapat diberikan dengan panduan

operator call center.

(b) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan

Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan merupakan

pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada pasien di dalam

fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan gawat

darurat. Pelayanan ini dilakukan melalui suatu sistem dengan

pendekatan multidisiplin dan multiprofesi.

(c) Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan

Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan merupakan

tindakan rujukan terhadap korban/pasien gawat darurat dari

suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan

kesehatan lain yang lebih mampu.

(5) Sistem Transportasi Gawat Darurat

Sistem transportasi gawat darurat dapat diselenggarakan oleh

PSC dan/ fasilitas pelayanan kesehatan. Transportasi yang digunakan

merupakan ambulans gawat darurat. Pelayanan ambulans gawat

darurat yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

20

(6) Alur Penyelenggaraan SPGDT Melalui Call Center (NCC dan PSC)

Adapun alur Penyelenggaraan SPGDT melalui call center 119

dan PSC adalah:

(a) Operator call center di Pusat Komando Nasional (National

Command Center) akan menerima panggilan dari masyarakat di

seluruh Indonesia.

(b) Operator call center akan menyaring panggilan masuk tersebut.

(c) Operator call center akan mengindentifikasikan kebutuhan

layanan dari penelepon.

(d) Telepon yang bersifat gawat darurat akan diteruskan/dispatch ke

PSC kabupaten/kota.

(e) Selanjutnya penanganan gawat darurat yang dibutuhkan akan

ditindak lanjuti oleh PSC kabupaten/kota.

(f) Telepon yang bersifat membutuhkan informasi kesehatan lainnya

dan pengaduan kesehatan akan diteruskan/dispatch ke Halo

Kemkes (021-500567).

(g) Penanganan gawat darurat di PSC kabupaten/kota meliputi

penanganan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritma,

kebutuhan informasi tempat tidur, informasi fasilitas kesehatan

terdekat, dan informasi ambulans.

(h) PSC berjejaring dengan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat

dengan lokasi kejadian untuk mobilisasi ataupun merujuk pasien

guna mendapatkan penanganan gawat darurat.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

21

(i) NCC

National Command Center

Panggilan

darurat 119

Gambar 2.1. Alur Penyelenggaraan SPGDT (NCC dan PSC)

(Kemenkes, 2016)

PSC memberikan

penanganan

Merujuk pasien

ke faskes

jejaring SPGDT

PSC

kota/kabupaten

Aplikasi Call Center

1. Call Tracker 2. Algoritma Gadar

3. Informasi faskes

4. Informasi TT

5. Halo Kemkes

6. Informasi

Ambulans

7. Aplikasi reporting

dan dashbord

monitoring

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

22

2. Public Safety Center (PSC) 119 Satria

Public Safety Center (PSC) 119 Satria dibentuk sesuai dengan instruksi

Presiden nomor 4 tahun 2013, yang mengamanahkan setiap

Kabupaten/Kota harus membentuk 1 (satu) PSC yang berfungsi sebagai

pusat koordinasi layanan kegawatdaruratan di suatu daerah. PSC 119 Satria

sudah memulai soft opening sekitar bulan September 2016 namun baru

diresmikan pada tanggal 5 Mei 2017 oleh Bupati Banyumas. Pada saat itu

peresmian PSC 119 Satria ditandai dengan keluarnya Berita Acara

Peresmian Nomor: 440/1640/V/2017. PSC 119 Satria saat ini memiliki total

7 personil. Terdiri dari 5 petugas medis yang berpendidikan S1

Keperawatan sebanyak 2 orang dan yang berpendidikan D3 Keperawatan

sebanyak 3 orang. Kemudian, ada 2 orang tenaga Informasi dan Teknologi

(IT) sebanyak 2 orang, masing-masing berpendidikan S1 Komputer dan D3

Komputer (I.As’ari, komunikasi personal, 24 September 2018).

PSC 119 Satria dilengkapi dengan fasilitas alat kesehatan dan obat-

obatan standar untuk pelayanan kegawatdaruratan. Obat-obatan yang ada

di PSC 119 Satria didapat melalui Unit Pelayanan Kesehatan dan Farmasi

(UPKF). Selain itu, dalam menanggapi panggilan kegawatdaruratan saat ini

PSC 119 Satria telah dilengkapi dengan mobil ambulans dan motor

ambulans. Motor ambulans itu sendiri baru diadakan pada bulan Mei 2018.

Penggunaan motor ambulans ini digunakan untuk mendapatkan response

time ambulans serta agar petugas bisa sampai di TKP lebih cepat.

Sedangkan, mobil ambulans akan mengikuti dari belakang motor ambulans.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

23

Mobil ambulans ini dibutuhkan ketika pasien membutuhkan stabilisasi dan

evakuasi ke fasilitas kesehatan (I.As’ari, komunikasi personal, 24

September 2018).

3. Triase

Triase adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan

suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,

peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih

atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan

menetapkan prioritas penanganannya (Oman, 2008).

Triase berasal dari bahasa Perancis trier bahasa Inggris triage dan

diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir, yaitu proses

khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk

menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim

digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan

berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya

manusia, peralatan sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang

yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya (Zimmermann dalam

Oman, 2008). Jadi, triase merupakan pengelompokan pasien berdasarkan

kondisi keparahan pasien.

Pada umumnya untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan

suatu sistim penilaian kondisi medis dan klasifikasi keparahan dan

kesegeraan pelayanan berdasarkan keputusan yang diambil dalam proses

triase. Penilaian kondisi medis triase tidak hanya melibatkan komponen

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

24

topangan hidup dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan

sirkulasi (circulation) atau disebut juga ABC approach, tapi juga melibatkan

berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut

dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala (syndromic

approach) (Habib, et al, 2016).

Sistem triase menurut Oman, et al (2008), yaitu sistem triase spot check,

komprehensif, two-tier, expanded dan bedside.

a. Triase spot check atau quick look

Pada sistem ini perawat mengkaji dan menggolongkan pasien dalam

waktu 2-3 menit. Sistem ini memungkinkan identifikasi segera terhadap

pasien dengan akuitas tinggi.

b. Triase Komprehensif

Triase komprehensif merupakan triase standar yang didukung oleh

Emegency Nurses Association (ENA). Triae komprehensif meliputi

pengkajian ‘UGD’ awal dengn memperhatikan keadaan umum pasien,

jalan napas (A, airway), pernafasan (B, breating), sirkulasi (C,

circulation) dan tingkat kesadaran/disabilitas (D, disablity). Semua ini

merupakan unsur penting dalam survei primer. Dokumentasi mulai

dilakukan. Kemudian dilakukan pengkajian riwayat pasien dan

pemeriksaan fisik yang lebih mendalam, termasuk ekspos (E) dan tanda

vital secara lengkap (F, full-set of vital signs).

Agar lebih tepat, perawat dapat pula menilai tanda vital kelima yang

berupa pemeriksaan oksimetri nadi (pulse oximetry) dan melaksanakan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

25

pegnkajian nyeri. Pelbagai aspek dalam survei sekunder diselesikan jika

memungkinkan. Kemudian pasien dikaji kembali dengan interval waktu

yang tepat, sambil menunggu tindakan kedaruratan selanjutnya.

c. Triase two-tier

Pada sistem two-tier, orang kedua yang bertindak sebagai ‘petugas

sortir’, melakukan penapisan untuk menetapkan prioritas pasien yang

memerlukan pengkajian lebih rinci. Petugas ini juga membantu dengan

mengurutkan pemeriksaan diagnostik dan masalah

keluarga/pengunjung. Bergantung pada rumah sakitnya, kasus-kasus

yang ringan dapat langsung dipindahan ke jalur cepat/bagian perawatan

kasus ringan.

Keuntungan sistem ini (yang biasanya digunakan di UGD yang lebih

besar) adalah proses identifikasi yang lebih cepat untuk pasien-pasien

kritis dan menderita penyakit menular. Sistem ini juga memungkinkan

alur pasien yang lebih baik dan kewaspadaan yang terus-menerus

terhadap situasi keseluruhan unit tersebut.

d. Triase expanded atau tingkat lanjut

Sistem ini dapat ditambahakan ke dalam sistem komprehensif atau

sistem two-tier, mencakup protokol untuk memulai penanganan di area

triase. Protokol yang lazim dilakukan mencakup pertolongan pertama

(misalnya pembidaian, pengompresan, dan perwatan luka), pemeriksaan

sinar-X pada ekstremitas, pemberian obat antipiretik tanpa resep dokter,

imunisasi tetanus, urinalisis, tes kehamilan, tes dipstick untuk

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

26

mendeteksi darah dalam urin, tes gula darah dengan menusuk ujung jari

tangan, dan penilaian ketajaman pengihatan.

Menurut National Health Services/NHS (2017) sistem triase pada

setting ambulans digolongkan menjadi 4 kategori yaitu pasien dengan

kondisi life-threatening, emergency, urgent dan less urgent.

Pengelompokan ini merupakan pengembangan dari Australian Triage Scale

(ATS).

a. Life-trheatening

Kasus atau kondisi yang mengancam jiwa dan kritis membutuhkan

intervensi segera dan / atau resusitasi, seperti pada kasus-kasus serangan

jantung, gangguan pada pernafasan, obstruksi saluran napas, pernapasan

tidak efektif, pasien yang tidak sadar dengan pernapasan abnormal atau

bising.

b. Emergency

Kondisi yang berpotensi serius (masalah ABCD) yang mungkin

memerlukan penilaian cepat, intervensi di tempat yang mendesak dan /

atau transportasi mendesak. Beberapa contoh kasus cedera/sakit dalam

kondisi emergency yaitu gangguan pernafasan akut, stroke, nyeri dada,

infark miokardium, luka bakar yang luas, cedera serius, sepsis dan

kejang.

c. Urgent

Masalah mendesak yang membutuhkan penilaian (tatap muka atau

telepon) dan perawatan untuk mengurangi penderitan, misalnya kontrol

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

27

nyeri, serta mungkin membutuhkan transportasi dalam jangka waktu

yang tepat secara klinis. Beberapa contoh kasus cedera/sakit dalam

kondisi ini yaitu serangan, kejadian jatuh, luka bakar yang tidak luas,

masalah kehamilan dan persalinan yang terlambat non-darurat serta

cedera ringan.

d. Less urgent

Masalah yang tidak mendesak tetapi membutuhkan penilaian baik

secara tatap muka atau telepon dan mungkin transportasi dalam

kerangka waktu yang tepat secara klinis. Beberapa contoh kasus

sakit/cedera pada kategori ini adalah mual/muntah, demam dan hidung

berdarah (mimisan) (NHS, 2017).

4. Response Time (Waktu Tanggap)

Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan

penanganan cepat, tepat, dan cermat dalam menentukan prioritas

kegawatdaruratan pasien untuk mencegah kecacatan dan kematian

(Mahyawati dan Widaryati, 2015).

Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita

gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai

kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau

sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau response time sangat

tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian

pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

28

tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit

(Haryatun dan Sudaryanto, 2008 dalam Apriana, 2017).

Response time merupakan salah satu indikator kuantitatif yang paling

umum digunakan untuk menilai kinerja pelayanan kegawatdaruratan.

Response time didefinisikan sebagai interval waktu dari munculnya

kejadian sampai dengan kedatangan ambulan ke lokasi kejadian tersebut.

Semenjak dahulu, kualitas pelayanan kegawatdaruratan pra-hospital sering

sekali dipusatkan pada cepat tanggap (Hosseini, et al, 2017). Menurut

Prince Edward Island (2018) response time pada setting ambulan

didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan ambulan dan paramedis untuk

sampai di lokasi semenjak pangilan call center diterima.

Ada dua pendekatan untuk menilai response time. Rata-rata (mean) dari

response time dan persentase waktu tanggap dalam batas waktu yang telah

ditentukan. Mean tidak bisa menjadi kriteria yang baik dalam menunjukan

suatu keberhasilan. Hal tersebut dikarenakan ketika mean dianggap sebagai

waktu yang diperlukan untuk menyelamatkan korban, hal ini berarti tidak

lebih dari setengah korban menerima perawatan pada golden time,

sementara setengah yang lain menerima perawatan yang tidak efisien dan

cenderung tertunda. Sehingga untuk menunjukan gambaran yang kredibel

bahwa pasien telah menerima perawatan dalam rangka mengetahui kualitas

pelayanan kegawatdaruratan maka selain mean response time, dibutuhkan

juga persentase dari response time tersebut (Hosseini, et al, 2017).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

29

Kecepatan dan ketepatan dalam menolong pasien gawat darurat

memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya

sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response

time yang cepat dan penanganan yang tepat. Waktu tanggap yang baik bagi

pasien yaitu ≤ 5 menit (Kepmenkes RI, 2009).

Sedangkan menurut NHS, ambulan diharapkan dapat menjangkau

pasien-pasien mengancam jiwa atau cedera dalam waktu rata-rata 8 menit

dimulai dari keberangkatan ambulans hingga tiba di lokasi pasien.

Sedangkan response time menurut pengkategorian panggilan ambulans

adalah 7-15 menit untuk Kategori 1, 18-40 menit untuk Kategori 2, tidak

lebih dari 120 menit untuk Kategori 3 dan tidak lebih dari 180 menit untuk

Kategori 4 (NHS, 2017).

Namun, dalam mencapai response time yang sesuai dengan standar

bukanlah hal mudah. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi response time ambulan yaitu lalu lintas, cuaca dan lokasi

kejadian. Lalu lintas kadang tidak bisa diprediksi kemacetannya. Serta

cuaca yang buruk akan menghambat laju ambulans yang berdampak pada

response time yang lebih lama. Lokasi kejadian yang jauh dari pusat layanan

turut meyumbangkan faktor penghambat tercapainya waktu respon yang

ideal (Lam, et al, 2015).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

30

5. Penanganan di Ambulans

NHS (2017) menyebut penanganan ambulans sebagai respon (response)

yang diberikan oleh petugas ambulans kepada pasien berdasarkan

kondisinya. Penanganan di ambulans dilakukan sesuai kondisi pasien.

Namun secara garis besar penangannya dibagi menjadi assess, treat, dan

transport.

a. Assess

Assess merupakan penilaian terhadap kondisi pasien atau disebut

juga sebagai pengkajian. Pengkajian dalam hal in dapat berbentuk

primary survey dan apabila memungkinkan dan waktunya cukup

dilanjutkan dengan secondary survey. Proses assess biasanya dilakukan

pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital

atau pemeriksaan GCS (NHS, 2017).

Tujuan dilakukan primary survey adalah untuk mengidentifikasi

pasien dengan kondisi mengancam jiwa. Urutan survei primer telah

diubah dari ABCD menjadi DRABC untuk membawanya sesuai dengan

praktikklinis kontemporer. DRABC tersebut meliputi Danger,

Response, Airway, Breathing, Circulation. Pada pasien yang dicurigai

mengalami cardiac arrest maka prioritas survei primer berubah menjadi

DRCAB (Queensland Ambulances Services/QAS, 2016).

b. Treat

Treat merupakan tindakan pemberian perawatan dan/ pengobatan.

Tindakan diberikan ketika petugas telah melakukan pemeriksaan dan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

31

mengetahui kondisi riil pasien. Jenis tindakan yang mungkin dilakukan

seperti pemberian oksigen, perawatan luka, first aid, pemeriksaan gula

darah dan lain sebagainya tergantung pada kondisi pasien (NHS, 2017).

c. Transport

Transport atau evakuasi merupakan proses pemindahan

pasien/korban ke fasilitas kesehatan. Apabila kondisi pasien tidak stabil

dan tidak memungkinkan dirawat di rumah maka pasien akan dirujuk ke

fasilitas kesehatan terdekat (NHS,2017).

Sebelum ditransfer, persiapan dan stabiisasi pasien harus dilakukan

secara tepat dan teliti. Mengingat pada proses ini pasien renta

mengalami efek samping atau penurunan kondisi klinis pasien. Selama

persiapan, faktor A, B, C, D pasien harus diperiksa dan apabila terdapat

masalah yang dapat diperbaiki, maka masalah tersebut harus diperbaiki

segera. Mode transportasi yang biasanya digunakan untuk mentransfer

pasien bisa dalam bentuk transportasi darat yaitu ambulans dan Mobile

Intensive Care Units (MICUs). Serta transportasi udara yaitu helikopter

atau pesawat (Kulshrestha & Singh, 2016).

6. Pengkategorian Panggilan Ambulans

Proses peninjauan panggilan ambulans berdasarkan data yang diperoleh

pada saat panggilan berlangsung, lalu mengelempokannya menjadi kategori

tertentu didasarkan pada kondisi atau penyakit pasien. Pengkategorian

panggilan dilakukan agar memudahkan petugas ambulans dalam

menentukan response time ideal yang harus dicapai dan penanganan yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

32

sekiranya akan dilakukan pada pasien. Pada saat melakukan pengkategorian

panggilan, petugas dituntut untuk memiliki skill komunikasi agar dapat

menggali lebih dalam gambaran kondisi pasien, mengingat pengkategorian

panggilan didasarkan pada triase yang prosesnya berlangsung via telepon

(NHS, 2017).

Panggilan yang masuk ke layanan ambulans menurut NHS (2017)

dikategorikan menjadi 4 berdasarkan triase pasien. Empat kategori tersebut

diantaranya:

a. Kategori 1 / Category 1 (C1)

Kategori 1 menggambarkan kondisi pasien yang mengalami sakit

atau cedera yang mengancam jiwa (immediately life-threatening injury

or illness). Kasus atau kondisi yang mengancam jiwa dan kritis

membutuhkan intervensi segera dan / atau resusitasi, seperti pada kasus-

kasus serangan jantung, gangguan pada pernafasan, obstruksi saluran

napas, pernapasan tidak efektif, pasien yang tidak sadar dengan

pernapasan abnormal atau bising.

Response time pada kategori 1 idealnya adalah dalam waktu antara

7-15 menit. Respon dan sumber daya yang harus disediakan khususnya

pada panggilan kategori ini diantaranya defibrillator, orang yang terlatih

untuk menggunakan defibrillator, petugas ambulans yang dapat menilai

dan memberikan dukungan kehidupan lanjutan atau advance life

support, menyediakan kendaraan di mana transportasi diperlukan,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

33

merencanakan tanggap operasional untuk memberikan sumber daya

yang sesuai dan tercepat

b. Kategori 2 / Category 2 (C2)

Kategori 2 menggambarkan pasien yang berada dalam kondisi

darurat (emergency). Kondisi yang berpotensi serius (masalah A

(airway), B (breathing), C (circulation), D (disability)) yang mungkin

memerlukan penilaian cepat, intervensi di tempat yang mendesak dan /

atau transportasi mendesak. Beberapa contoh kasus cedera/sakit dalam

kondisi emergency yaitu gangguan pernafasan akut, stroke, nyeri dada,

infark miokardium, luka bakar yang luas, cedera serius, sepsis dan

kejang.

Semua keadaan tersebut diharapkan mendapatkan respon dalam

waktu antara 18-40 menit. Pada kondisi ini pasien dilakukan assess

(penilaian/pengkajian), treat (tindakan perawatan dan/ pengobatan) dan

transport (membawa pasien ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit

atau klinik terdekat). Pada beberapa kasus di Kategori 2 ada pasien yang

tidak perlu di-transport seperti pada pasien yang kehilangan kesadaran

(pingsan) dengan pernafasan normal.

c. Kategori 3 / Category 3 (C3)

Kategori 3 menggambarkan pasien dengan kondisi urgent. Masalah

mendesak yang membutuhkan penilaian (tatap muka atau telepon) dan

perawatan untuk mengurangi penderitan, misalnya kontrol nyeri, serta

mungkin membutuhkan transportasi dalam jangka waktu yang tepat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

34

secara klinis. Beberapa contoh kasus cedera/sakit dalam kondisi ini

yaitu serangan, kejadian jatuh, luka bakar yang tidak luas, masalah

kehamilan dan persalinan yang terlambat non-darurat serta cedera

ringan. Pada kasus-kasus tersebut pasien akan dilakukan assess, treat

dan transport.

Dalam beberapa kasus cedera/sakit di kategori 3, pasien mungkin

ditangani secara in situ atau ditempat yaitu pasien tidak dilakukan

transport atau evakuasi. Misalnya, pada pasien hiper/hipoglikemia

tanpa komplikasi, cedera non-darurat dan sakit perut. Pada kategori ini

pasien akan direspon dalam kurun waktu paling lama 120 menit.

d. Kategori 4 / Category 4 (C4)

Kategori 4 menggambarkan pasien less urgent. Masalah yang tidak

mendesak tetapi membutuhkan penilaian baik secara tatap muka atau

telepon dan mungkin transportasi dalam kerangka waktu yang tepat

secara klinis. Beberapa contoh kasus sakit/cedera pada kaetegori ini

adalah mual/muntah, demam dan hidung berdarah (mimisan). Dalam

beberapa kasus, pasien mungkin diberikan saran melalui telepon atau

dirujuk ke layanan lain seperti dokter umum atau apoteker. Pada

kategori ini pasien akan direspon paling lama 180 menit (NSH, 2017).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

35

Ket:

= variabel yang tidak diteliti

= variabel yang diteliti

Penatalakasanaan:

1. Triase

2. Pengkategorian Panggilan

3. Response Time

4. Penanganan

Faktor-faktor yang

mempengaruhi:

• Kondisi pasien

• Jarak

• SDM

• Sistem informasi

• Kerjasama

• Respon

masyarakat

B. Kerangka Teori

Standar Pelayanan

Ambulans: Pengkate-

gorian Panggilan Am-

bulans, yang terdiri

dari:

1. Kategori 1 (C1)

2. Kategori 2 (C2)

3. Kategori 3 (C3)

4. Kategori 4 (C4)

Tujuan pelayanan ambulans:

agar layanan ambulans dapat

memberikan penanganan yang

cepat dan tepat.

Public Safety

Center (PSC)

Gambar 2.2. Kerangka teori (Asman, 2017; BUKD, 2013; NHS, 2017)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9613/3/Ratna Maryantika BAB II.pdf · gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat

Gambaran Triase, Response..., Ratna Maryantika, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

36

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka konsep

D. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini tidak terdapat hipotesis penelitian. Hal ini dikarenakan

pada penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif tidak memerlukan

hipotesis (Sugiyono, 2007; dalam Hamdi dan Bahruddin, 2014). Selain itu pada

penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan triase, response time,

penanganan pasien dan penggolongan panggilan tanpa mencari hubungan antar

variabel tersebut. Sehingga pada penelitian ini tidak ada hipotesis penelitiannya.

PSC 119 Satria

Triase

Response time

Penanganan

Pengkategorian Panggilan

Ambulans