Bab II Tinjauan Pustaka Jamban
-
Upload
hoho-nienda -
Category
Documents
-
view
221 -
download
3
description
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka Jamban
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),
rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya.
Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia untuk terwujudnya kesehatan yang
optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.8
Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit
berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat.
Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada
upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik
Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif
dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung. 9
11
12
1. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi
Standar prosedur operasional (Standard Operational Procedur / SOP)
klinik sanitasi secara umum meliputi SOP di dalam gedung (puskesmas) dan di
luar gedung (lapangan);10
a. Dalam Gedung
Di dalam gedung puskesmas, petugas klinik sanitasi malakukan langkah-
langkah kegiatan terhadap penderita/pasien dan klien.
1) Menerima kartu rujukan status dari petugas poliklinik
2) Mempelajari kartu status/rujukan tentang diagnosis oleh petugas
poliklinik
3) Manyalin dan mencatat nama penderita atau keluarganya, karakteristik
penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat,
serta diagnosis penyakitnya ke dalam buku register
4) Melakukan wawancara atau konseling dengan penderita/keluarga,
penderita tentang kejadian penyakit, keadaan lingkungan, dan perilaku
yang diduga berkaitan dengan kejadian penyakit dengan mengacu pada
buku ‘Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk Puskesmas dan Panduan
Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas’
5) Membantu menyimpulkan permasalahan lingkungan atau perilaku
yang berkaitan dengan kejadian penyakit yang diderita
6) Memberikan saran tindak lanjut sesuai permasalahan
13
7) Bila diperlukan, membuat kesepakatan dengan penderita atau
keluarganya tentang jadwal kunjungan lapangan
b. Luar Gedung
Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara penderita / klien atau
keluarganya dengan petugas, petugas klinik sanitasi melakukan kunjungan
lapangan/rumah dan diharuskan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mempelajari hasil wawancara atau konseling di dalam gedung
(Puskesmas)
2) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan
lapangan yang diperlukan seperti formulir kunjungan lapangan, media
penyuluhan, dan alat sesuai dengan jenis penyakitnya
3) Memberitahu atau menginformasikan kedatangan kepada perangkat
desa/kelurahan (kepala desa/lurah, sekretaris, kepala dusun, atau ketua
RW/RT) dan petugas kesehatan / bidan di desa.
4) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan lingkungan dan perilaku
dengan mengacu pada Buku Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk
Puskesmas, sesuai dengan penyakit/masalah yang ada.
5) Membantu menyimpulkan hasil kunjungan lapangan.
6) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga penderita
dan keluarga sekitar)
7) Apabila permasalahan yang ditemukan menyangkut sekelompok
keluarga atau kampung, informasikan hasilnya kepada petugas
14
kesehatan di desa / kelurahan, perangkat desa/kelurahan (kepala desa /
lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT), kader kesehatan
lingkungan serta lintas sektor terkait di tingkat kecamatan untuk dapat
di tindaklanjuti secara bersama
2. Tindak Lanjut dan Penyelesaian Masalah10
a. Tindak Lanjut
Tujuan tindak lanjut adalah untuk mengetahui perkembangan
penyelesaian permasalahan kesehatan lingkungan sesuai dengan rencana dan
saran. Kegiatan tindak lanjut ini dapat dilakukan secara insidentil dan berkala.
Kegiatan tindak lanjut diarahkan untuk :
Mengetahui realisasi atau kesesuaian antara rencana tindak lanjut
penyelesaian masalah kesehatan lingkungan dengan kenyataan
Keterlibatan masyarakat, lintas program dan lintas sektor dalam
perbaikan / penyelesaian masalah kesehatan lingkungan
Perkembangan kejadian penyakit dan permasalahan kesehatan
lingkungan
b. Pencatatan dan Pelaporan
Data kegiatan klinik sanitasi dicatat ke dalam buku register untuk
kemudian diolah dan dianalisis. Selain berguna untuk bahan tindak lanjut
kunjungan lapangan serta keperluan monitoring dan evaluasi, data yang ada
dapat dibuat bahan perencanaan kegiatan selanjutnya. Seluruh kegiatan klinik
15
sanitasi dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan format laporan yang ada.
c. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan, terutama masalah yang
menimpa sekelompok keluarga atau kampung dapat dilaksanakan secara
musyawarah dan gotong royong oleh masyarakat dengan bimbingan teknis
dari petugas sanitasi dan lintas sektor terkait.
Apabila dengan cara demikian tidak tuntas dan atau untuk perbaikannya
memerlukan pembiayaan yang cukup besar, maka penyelesaian dianjurkan
untuk mengikuti mekanisme perencanaan yang ada, mulai perencanaan di
tingkat desa, perencanaan tingkat kecamatan dan perencanaan tingkat
kabupaten/kota. Petugas sanitasi juga dapat membantu mengusulkan kegiatan
perbaikan kesehatan lingkungan tersebut kepada sektor terkait.
B. Pembuangan Tinja
Yang dimaksud tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi
oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan
karbon dioksida (CO2) sebagai hasil dari proses pernapasan.
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (faeces) adalah
16
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara antara lain
lewat air, tangan, lalat, dan tanah. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh
tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, cacingan (cacing gelang, kremi,
pita, dan tambang) serta schistosomiasis.8
C. Pengelolaan Pembuangan Tinja
Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah
pedesaan apabila memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut : 11
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan
tanah liat atau diplester.
b. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut
17
Gambar 2. Jarak Jamban dengan sumber air bersih
2. Tidak mencemari tanah permukaan
a. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
1. Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk
demam berdarah
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang 17amb
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
1. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air
18
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran
d. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan
harus dilakukan secara teratur
1. Aman digunakan oleh pemakainya
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lain yang terdapat di daerah setempat
1. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
a. Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang sampah, rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal
2:100
1. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan
D. Bangunan Jamban (Latrine / water closet)
Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : 12
19
1. Rumah kakus : Syarat – syarat rumah kakus antara lain; Sirkulasi udara
cukup, Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar,
Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas
maupun musim hujan), Kemudahan akses di malam hari, Ketersediaan
fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan.
2. Lantai kakus : Sebaiknya diplester agar mudah dibersihkan
3. Slab : Berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan
tempat berpijak. Pada jamban cemplung, slab dilengkapi dengan penutup,
sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi
penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang secara otomatis tertinggal
di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang
penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah
dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata,
dan sebagainya.
4. Closet : Lubang tempat faeces masuk
5. Pit : Sumur penampung faeces / cubluk
6. Bidang resapan
20
Gambar 3. Bangunan Jamban
E. Jenis – jenis jamban keluarga 8
1. Jamban Cemplung (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan tapi kurang
sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Pada jamban ini, kotoran langsung
masuk ke jamban dan tidak boleh terlalu dalam sebab bila terlalu dalam akan
mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 – 3
meter saja. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
Gambar 4. Jamban Cemplung
2. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilation Improved Pit Latrine)
21
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih
lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa
ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.
3. Watersealed latrine (Angsa Trine)
Jamban ini bukanlah merupakan tipe kakus tersendiri. Pada kakus ini
closetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini
sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan
rumah kakus. Bila dipakai, faecesnya tertampung sebentar dan bila disiram
air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat
penampungannya (pit). Model ini dilengkapi dengan lubang atau sumur
resapan yang disebut septic tank. Kakus ini yang terbaik dan dianjurkan
dalam kesehatan lingkungan.
Keuntungan dari jamban ini antara lain :
a. Dapat menghindarkan atau mengurangi adanya gangguan lalat maupun
serangga lainnya
b. Dapat mengurangi timbulnya bau
c. Dapat dipasang di luar maupun di dalam rumah
d. Kebersihan akan mudah terjaga
e. Dapat dipakai secara aman oleh anak-anak
22
Gambar 5. Leher Angsa
4. Septic Tank
Latrine jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi
syarat. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, di mana tinja
dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki ini tinja
akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan
mengalami dua proses,yakni :
a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran, tinja akan direduksi dan sebagian besar (60%-70%)
zat-zat padat akan mengendap di dalam tanki sebagai sludge. Zat-zat yang
tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung
dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut.
Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob
dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan
fakultatif anaerob dapat tumbuh subur yang akan berfungsi pada proses
berikutnya.
b. Proses biologis
23
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan
fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam sludge dan scum.
Hasilnya, selain terbentuknya gas dan cair lainnya, adalah juga
pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak
cepat penuh. Kemudian cairan enfluent yang tidak mengandung bagian-
bagian dari tinja yang memiliki BOD rendah akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke dalan tempat perembesan.
F. Jamban Keluarga di Pedesaan 13
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di
Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Jamban tanpa leher angsa. Terdapat 2 jenis antara lain :
a.. Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah
b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan ke empang atau
kolam
2. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung
diatas lubang galian penampungan kotoran
b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang
galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi
dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke
dalam lubang galian penampungan kotoran.
24
G. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang
baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu : 8,13
1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.
5. Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan
masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Azwar,
2000)
H. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :13
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering. 1x seminggu
bersihkan lantai dan tempat jongkok dengan air dan sabun, sapu lidi
dan sikat ijuk.
2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih
3. Tidak ada genangan air di sekitar jamban
4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat dan kecoa
5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban
7. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki.