Bab II Tinjauan Pustaka -...
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka -...
15
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Umum Investasi dan Hukum Investasi
1. Sejarah Investasi
Sejarah perkembangan investasi terdiri atas tiga gelombang21 yang
diawali pada abad ke-17. Gelombang pertama disebut dengan periode
kolonialisme kuno, dimana negara Belanda, Spanyol dan Inggris
mendirikan perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi negara jajahan
di Asia termasuk Indonesia. Periode kedua dimulai pada abad ke-19
dengan sebutan imperialisme baru, tidak berbeda jauh dengan periode
sebelumnya, selain beberapa negara di Asia, beberapa negara di Afrika-
pun turut menjadi sasaran jajah negara-negara Eropa. Para penjajah mulai
mendirikan infrastruktur baik berupa pelabuhan, jalan, maupun
infrastruktur lain yang penting bagi kelancaran eksploitasi dan sekaligus
menguntungkan negara jajahan (peningkatan pembangunan). Periode
terakhir dimulai pada tahun 1960-an, ketika negara-negara berkembang
mulai memperkenalkan strategi substitusi impor sebagai cara yang
dianggap tercepat untuk menuju industrialisasi.
Jika diamati dari sejarah singkat investasi diatas, negara Belanda,
Spanyol, dan Inggris (negara-negara maju) berusaha mendatangi negara-
negara berkembang yang pada dasarnya memiliki sumber daya yang lebih
banyak untuk dieksploitasi dan mereka berinvestasi (mulai tampak pada
21 Hendrik Budi Untung. Op.Cit. Hlm. 25.
16
periode kedua). Investasi yang dimaksud adalah penjajah dengan modal
dan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, hijrah ke negara jajahan dan
mengolah potensi ekonomi22 menjadi ekonomi riil. Pendapat mengenai
arus investasi dari negara maju ke negara berkembang didukung oleh
beberapa litelatur tentang hukum investasi, yang juga memunculkan dua
teori mengenai “mengapa negara maju menanamkan modalnya di negara
berkembang?” teori-teori tersebut adalah sebagai berikut23:
a. Teori Siklus Produksi (The Product Cycle Theory).
Teori ini dikembangkan oleh Raymond Vernon pada tahun 1966,
dan merupakan teori yang diterapkan dalam investasi secara langsung
(dengan mendirikan pabrik-pabrik cabang), yang membagi revolusi
produk kedalam tiga fase, yaitu: (1)fase permulaan atau inovasi,
(2)fase perkembangan proses dan (3)fase pematangan atau fase
standardisasi. Secara singkat, fase pertama dilakukan dinegara maju
yang memliki keunggulan komparatif (teknologi, sumber daya
manusia yang inovatif dan perekonomian) dalam pengembangan
produk baru, karena permintaan yang besar dari pasar perusahaan
mulai mengekspor produknya keluar negeri, dan terjadi persebaran
produk. Pada fase kedua produktifitas yang serupa mulai berkembang
di negara maju lainnya, sehingga fase ketiga diperlukan untuk
22 Potensi ekonomi merupakan potensi yang berupa sumber daya alam, maupun tenaga kerja, yang untuk mewujudkannya menjadi potensi riil (memiliki nilai ekonomi) membutuhkan dorongan berupa modal, tekhnologi dan pengetahuan. 23 Hendrik Budi Untung. Op.Cit. Hlm. 26-33. Penulis meringkas penjelasan atas kedua teori tersebut.
17
memungkinkan peralihan lokasi, dan teknologi produksi ke negara
berkembang yang memiliki keunggulan komparatif terutama dalam
tingkat upah yang rendah, yang menghasilkan produk serupa hasil
produksi pabrik di negara maju, dengan tujuan perusahaan induk tetap
dapat menguasai pasar, walaupun mendapat saingan setelah
melampaui fase kedua.
b. Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal (The Industrial
Organization Theory of Vertical Integration).
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Stephen Hymer dan
Charles Kindleberger dan dilaksanakan dengan menempatkan
beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di
seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan
berupa biaya produksi yang rendah (karena sumber daya alam lebih
banyak, upah tenaga lebih rendah dsb.), manfaat kebijakan pajak lokal
yang lebih menguntungkan dll, dan keadaan yang menguntungkan
tersebut biasanya terletak dinegara-negara berkembang yang belum
banyak tersentuh oleh investor.
2. Bentuk dan Manfaat Investasi Bagi Negara
Investasi merupakan kegiatan produktif yang erat kaitannya dengan
tujuan mencari keuntungan, meskipun dalam dunia usaha, resiko terpecah
menjadi dua kondisi yang berlawanan, yaitu resiko negatif dalam arti
18
merugi, atau resiko positif yaitu mendapat keuntungan yang masing-
masing memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi. Keuntungan
bukan saja akan dirasakan oleh para investor, tetapi juga negara tempat
berinvestasi, karena investasi dilakukan disuatu negara.
Dengan terjadinya investasi di suatu negara, keadaan eksploitasi
terhadap sumber daya dimungkinkan terjadi, dan menurut penulis untuk
menangani atau sebagai tindakan pencegahan negara harus intervensi
dalam penyelenggaraan investasi. Intervensi negara didukung dengan teori
intervensionis yaitu keadaan negara mengatur penyelenggaraan investasi
dengan suatu kebijakan yang tidak hanya mendorong akan tetapi juga
menghambat pada sisi lain. Hal yang mendorong terjadinya investasi
dilakukan dengan memberikan fasilitas-fasilitas kepada investor,
sedangkan yang menghambat salah satunya adalah memberikan
pengaturan tentang syarat-syarat untuk dapat berinvestasi, dengan
konsekuensi jika investor tidak dapat memenuhi persyaratan maka investor
tidak dapat melakukan investasi di negara tersebut. Kebijakan tersebut
berfungsi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-
cita dari welfare state termasuk negara Indonesia. Kebijakan yang
dimaksud diistilahkan dengan hukum investasi.
Apa yang dimaksud dengan hukum investasi? Ida Bagus Wyasa
Putra, dkk mengemukakan bahwa hukum investasi adalah:
“norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi,
19
perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat”24
Selain pendapat diatas, T.Mulya Lubis berpendapat demikian, hukum
investasi adalah:
“tidak hanya terdapat dalam undang-undang, tetapi dalam hukum dan aturan lain yang diberlakukan berikutnya yang terkait dengan masalah-masalah investasi asing (other the subsequent law and regulations coming into force relevan to foreign investment matters)”25
Dari kedua pendapat mengenai hukum investasi tersebut, terdapat
dua sudut pandang yang berbeda. Ida Bagus Wyasa Putra mendefinisikan
hukum investasi dengan unsur-unsur berupa kemungkinan
dilaksanakannya suatu investasi, prosedur, perlindungan dalam
pelaksanaan, dan tujuan utama investasi yaitu kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan pendapat dari T. Mulya Lubis menekankan pada sumber
hukum investasi. Hukum investasi di perlukan agar dalam
penyelenggaraannya dapat membatasi tindak-tanduk penyelenggaraan
investasi (ketertiban), memberikan kepastian hukum dan semangat dari
penyelenggaraan investasi dapat terwujud (kesejahteraan masyarakat).
Selain peraturan perundang-undangan yang dibuat sebagai hukum
investasi yang dibuat oleh para legislator, dalam hukum dikenal pula
perjanjian yang berasaskan pacta sunt servanda26. Perjanjian yang
24 Ida Bagus Wyasa Putra, dkk. Dalam Salim dkk. 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada. Hlm.9. 25 Ibid. Hlm.10. 26 Pacta sunt servanda berarti,apa yang disepakati wajib untuk dipatuhi atau ditaati oleh para pihak yang sudah menyepakati. Dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
20
dimaksud akan muncul dalam lingkup supra state. Mengapa demikian?
Investasi terkait dengan kegiatan produksi yang menghasilkan suatu
barang dan/ atau jasa, hal ini berarti investasi tidak dapat dipisahkan
dengan kegiatan perdagangan. Supra state atau lebih dari satu negara,
memiliki hubungan saling membutuhkan satu sama lain dalam
perdagangan barang maupun jasa.
Karena perdagangan internasional berkembang ke arah perdagangan
yang lebih luas, bebas dan terbuka, dimana negara melakukan penguasaan
yang luas terhadap urusan ekonomi, sehingga negara-negara cenderung
harus mengadakan kerjasama secara bilateral maupun multilateral dengan
negara lain agar pertumbuhan ekonomi dinegaranya dapat terjadi. Untuk
mengakomodir hubungan perdagangan diantara negara-negara didunia,
sebuah organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization) di
bentuk di Maroko (Marrakesh) pada tahun 199427. Negara yang menjadi
anggota organisasi harus taat pada perjanjian yang dibuat, salah satunya
adalah dalam GATT (General agreement on Tariffs and Trade) tepatnya
pada section 6 diatur mengenai keterkaitan antara perdagangan dengan
investasi (Trade Related Investment Masures, TRIMS).
Dalam perkembangannya, investasi terbagi pula dalam dua jenis, yaitu
investasi secara langsung dan tidak langsung. Secara singkat dari segi
keberadaan investor, investasi langsung membutuhkan kehadiran investor
disebutkan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Saleh Adiwinata dalam Sentosa Sembiring. Ibid. Hlm. 113. 27 WTO memiliki dua kesepakatan umum yaitu GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan GATS (General Agreement on Trade in Serice).
21
secara fisik hadir dalam menjalankan usahanya, contohnya seorang
investor mendirikan perusahaan di Indonesia. Sedangkan, investasi tidak
langsung investor tidak perlu hadir secara fisik, sebab pada umumnya
tujuan utama investor ini bukan untuk mendirikan perusahaan, melainkan
hanya membeli saham dengan maksud untuk dijual kembali, dengan
tujuan memperoleh hasil yang maksimal dengan rentan waktu yang tidak
terlalu lama. Dengan kata lain investor dalam proses investasi tidak
langsung mengharapkan keuntungan dari capital gain yaitu penghasilan
yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual di bursa efek28.
Senyatanya, selain perbedaan kedudukan investor dalam berinvestasi
masih terdapat berbagai perbedaan lainnya, misalnya mengenai pengelola
aset investasi, return on investment (ROI), faktor yang mempengaruhi
kegiatan investasi, dan juga salah satunya adalah rasio keuntungan untuk
negara tempat berinvestasi.
Dalam pembahasan pada bab sebelumnya, telah dinyatakan bahwa
investasi terkait dengan pembangunan nasional suatu negara. Bagi negara
berkembang seperti Indonesia, kehadiran jenis investai secara langsung
lebih menguntungkan bagi negara penerima modal, sebab kehadiran
investasi dapat menggerakkan roda perekonomian negara tersebut29, dan
memberikan efek berganda atau acap kali disebut dengan istilah multiplier
effect. Gunarto Suhardi30 menyatakan:
28 Sentosa Sembiring. Op.Cit. Hlm. 71. 29 Ida Bagus Wyasa Putra, dkk. Dalam Salim HS. dkk. Op.Cit. Hlm. 15. 30 Ibid. Hlm. 15-16.
22
“investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi
portofolio, karena investasi langsung lebih permanen. Selain itu investasi
langsung:
a. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk.
b. Mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.
c. Memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.
d. Apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran
yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika
memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara.
e. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.
f. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila
investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanannya juga
akan diberikan.”
Bila melihat dari pendapat diatas, tidak dipungkiri bahwa kehadiran
investasi langsung bagi negara berkembang akan lebih menguntungkan.
Efek penggandaan akan muncul baik pada sektor ekonomi mikro, kecil,
menengah dan koperasi, di Indonesia Pemerintah mengusahakan hal
tersebut dengan menegaskan pada konsideran UUPM yang menyatakan
bahwa “kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari
ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro,
kecil, menengah dan koperasi”, hal ini dilakukan agar usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi tetap mendapatkan pembinanaan, dapat
berkembang (dengan bermitra dengan investor besar) dan tetap memiliki
23
tempat/ kesempatan dalam dunia usaha. Efek investasi tak berhenti pada
posisi tersebut, ketika perekonomian masyarakat meningkat, masyarakat
menabungkan uangnya kebank-bank yang mereka percaya, disinilah
sumber pendanaan yang akan menyokong investasi-investasi baru,
mengingat lembaga perbankan merupakan lembaga intermedia (penyalur
dana) yang turut berperan dalam dunia investasi31.
Ulasan mengenai kelebihan investasi secara langsung bagi negara
penerima modal bukan berarti menyatakan bahwa investasi tidak langsung
tidak memberikan keuntungan bagi negara penerima modal, modal
(saham) tetap dapat digunakan untuk pengembangan usaha di negara
tersebut oleh pihak pengelola perusahaan, akan tetapi manfaatnya tidak
akan sebesar investasi secara langsung. Selain itu investasi secara tidak
langsung akan sangat mudah dipengaruhi oleh fluktuasi bunga, valuta
asing, dan harga emas, yang memungkinkan keengganan investor
berinvestasi pada negara tersebut dapat dengan cepat berubah, mengingat
pula modal dalam investasi tidak langsung dapat dengan mudah diperjual
belikan.
Keberadaan investasi sangat dibutuhkan bagi negara-negara
berkembang, karena dapat dikatakan dengan permodalan dari para investor
perekonomian suatu negara akan berjalan dan terus berkembang, sehingga
kesejahteraan rakyat maupun pembangunan nasional dapat terwujud.
31 Lihat Pasal 3, 4 dan 6 huruf b UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Tentang fungsi perbankan yang salah satunya adalah pemberi kredit, yang dapat digunakan sebagai modal usaha. Perbankan juga memiliki tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional... dst. Tujuan tersebut sejalan dengan alasan mengapa Indonesia butuhkan investasi (diungkapkan dalam halaman 4 skripsi ini).
24
3. Pengaturan Yang Menarik Investor
Indonesia secara tegas menyatakan dalam konstitusi atau tepatnya dalam
undang-Undang Dasar 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum.32 Hal ini
berarti seluruh aktivitas harus berlandaskan peraturan perundang-undangan
yang ada, termasuk kegiatan investasi. Namun pertanyaan yang timbul,
apakah peraturan perundang-undangan yang ada tentang investasi sudah
memadai untuk menarik minat investor? Peraturan perundang-undangan
harus dapat menarik minat para investor, baik investor dalam negeri maupun
asing, suatu negara harus mewujudkan iklim investasi yang kondusif. Lalu
bagaimana cara mewujudkannya? Iklim investasi yang kondusif dapat
tercipta apabila memenuhi beberapa syarat33, setidaknya adalah sebagai
berikut:
a. Syarat keuntungan ekonomi (Economic Opportunity)
Keuntungan ekonomi merupakan tujuan utama para investor
berinvestasi. Jika suatu negara memiliki sumber daya alam yang
melimpah, lokasi pendirian pabrik, pasar potensial dan tenaga kerja
dengan upah rendah, maka negara tersebut telah memenuhi syarat
keuntungan ekonomi sebagai negara tujuan investasi.
b. Stabilitas politik (Political Stability)
Terjadinya konflik politik maupun konflik masyarakat etnis
mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya di suatu
negara, hal ini akan mempengaruhi keamanan berinvestasi baik
32 Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. 33 Ida Bagus Wyasa Putra, dkk. Dalam Salim HS dkk. Op.Cit. Hlm. 48.
25
investasi yang dilakukan secara langsung, dan investasi secara tidak
langsung.
c. Kepastian hukum (legal certainty)
Para investor akan datang ke suatu negara, bila dirasakan negara
tersebut dalam situasi yang kondusif. Untuk menciptakan suatu
keadaan negara yang kondusif atau terciptanya ketertiban,
dibutuhkannya hukum yang dapat mengatur dan melindungi modal
dari para investor.
Dikaitkan dengan judul skripsi ini, yang menitik beratkan pada
dibutuhkannya hukum investasi yang dapat menciptakan iklim investasi yang
kondusif dengan ketiga syarat diatas. Maka penulis berpendapat, terdapat dua
pengaturan tentang investasi yang dibutuhkan oleh para investor, yaitu:
a. pengaturan yang menguntungkan.
Pengaturan yang menguntungkan yang dimaksud disini adalah,
pengaturan yang dapat menjamin bahwa investor memiliki hak-hak yang
dilindungi oleh hukum, untuk membuatnya dalam keadaan menguntung
(bukan keadaan yang terkait hasil dari kegiatan ekonomi). Contohnya
adalah pemberian fasilitas-fasilitas tentang perpajakan, kemudahan
mendapatkan lokasi pendirian pabrik serta perpanjangan hak atas tanah
dan sebagainya.
b. pengaturan yang memiliki daya prediksi.
Kepastian hukum, sekali lagi ditegaskan merupakan unsur yang harus
ada dalam penyelenggaraan. Pengaturan yang tidak cepat berubah,
26
memberikan investor kemudahan untuk melihat prospek modal yang
ditanamkan disuatu negara. Misalkan undang-undang tentang investasi
menjamin bahwa negaranya tidak akan melakukan nasionalisasi pada
perusahaan investor asing, pemberian kepastian tentang jangka waktu
penggunaan hak atas tanah untuk usaha investor, atau dapat pula berupa
jaminan yang ekstrim akan tetapi sangat mencerminkan keberanian dan
komitmen negara seperti yang dituangkan dalam Pasal 11 ayat (2) LIV
dinyatakan bahwa “jika kebijakan baru diumumkan merugikan atau
mempengaruhi manfaat yang dinikmati oleh investor sebelum tanggal
efektifitas hukum atau kebijakan, investor harus dijamin untuk
menikmati insentif sama seperti yang dinyatakan dalam sertifikat
investasi...”.
B. Perbandingan Hukum
Membanding-bandingkan, antara yang satu dengan yang lain merupakan
hal biasa yang dilakukan oleh orang-orang. Akan tetapi bagaimana dengan
membandingkan hukum? Hukum adalah sebagian dari kebudayaan suatu
bangsa. Sudah menjadi kenyataan bahwa setiap bangsa mempunyai
kebudayaan sendiri dan juga mempunyai hukumnya sendiri, yang berbeda
dari kebudayaan dan hukumnya bangsa lain.34
Terdapat berbagai istilah asing dari perbandingan hukum, antara lain:
comparative law, comparative jurisprudance foreign law (istilah Inggris);
34 R. Subekti.1974. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Hlm.5.
27
droit compare (istilah Perancis); rechtsgelijking (istilah Belanda) dan
rechverlreichung atau vergleichende rechlehre (istilah Jerman).
Balck’s law Dictionary mengemukakan, bahwa “Comparative
Jurisprudance ialah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan
melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum”. Pendapat lain
menyatakan comparative law adalah mempelajari berbagai sistem hukum
asing dengan maksud untuk membandingkannya.35
1. Perbandingan Hukum Sebagai Metode
Perbandingan hukum merupakan suatu ilmu yang usianya masih
relatif muda. Sejak dahulu memang perbandingan hukum telah
digunakan, akan tetapi baru secara insidental. Perbandingan hukum
berkembang secara nyata pada akhir abad ke-19 atau permulaan abad ke-
20. Lebih-lebih pada saat sekarang di mana negara-negara di dunia
mempunyai hubungan saling ketergantungan antara negara yang satu
dengan yang lain dan saling membutuhkan hubungan erat. Mengapa
perbandingan hukum menjadi lebih diperlukan? R.Soeroso dalam
bukunya tentang Perbandingan Hukum Perdata menyatakan36:
a. Dengan perbandingan hukum dapat diketahui jiwa serta pandangan
hidup bangsa lain termasuk hukumnya.
b. Dengan saling mengetahui hukumnya, sengketa dan kesalahpahaman
dapat dihindari, bahkan dapat “untuk mencapai perbandingan dunia” 35 Barda Nawawi Arief. 1998. Pebandingan Hukum Pidana. Jakarta: PT. RajaGrafndo Persada. Cetakan ke-3. Hlm.3. 36 R.Soeroso. Op.Cit. Hlm.1.
28
Perbandingan hukum tidak sama halnya dengan proses membandingkan
seperti pada umumnya, bukan hanya melihat hasil persamaan dan
perbedaan, akan tetapi melihat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
tersebut. Manfaat perbandingan hukum tidak hanya menghindari
sengketa dan kesalahpahaman dengan negara lain, akan tetapi hal itu
bermanfaat pula membantu dalam pembentukan hukum nasional agar
dapat menghasilkan pengaturan yang baik.
2. Berbagai Pandangan Mengenai Perbandingan Hukum
Terhadap perbandingan hukum itu ada berbagai pandangan atau
anggapan, yakni37:
a. sebagai sejarah umum dari pada hukum (general history of law)
Pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20, Joseph Kohler
berpendapat bahwa istilah “Universale Rechtsgeschiechte” itu sama
dengan “Vergleichende Rechtswissenchaft” (sejarah hukum sama
degan perbandingan ilmu hukum). Di samping itu Sir Frederick
Pollack menganggap bahwa tidak ada perbedaan antara historical
jurisprudance dan comparative jurisprudance. Kedua pandangan
tersebut sudah mengarah bahwa perbandingan hukum sama dnegan
sejarah umum dari pada hukum (the general history of law).
37 Ibid. Hlm.3.
29
b. Sebagai ilmu hukum
1) perbandingan hukum sebagai ilmu pengetahuan hukum yang
berdiri sendiri (akhir abad 19 dan permulaan abad 20).
Dilatarbelakangi oleh adanya konferensi-konferensi hukum
internasional di Den Haag (Belanda) dimana traktat yang
dihasilkan hanya mungkin dipersiapkan oleh pelajaran
perbandingan hukum yang merupakan ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri.
2) Perbandingan hukum sebagai ilmu (cabang ilmu yang berdiri
sendiri), para sarjana hukum meninjau dari segi ilmu hukum,
yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan hukum
termasuk perbandingan hukum didalamnya.
c. Sebagai metode dan ilmu.
Prof. Guteridge dalam buku kecilnya “Comparative of Law” yang
dipublikasikan pada tahun 1946 (2nd edition 1949) mengemukakan
bahwa “perbandingan hukum tidak lain dari pada suatu metode,
yaitu metode perbandingan yang dapat digunakan dalam semua
cabang ilmu hukum ........... tidak terbatas pada suatu sistem
saja...........”. Soenarjati38 menambahkan “perbandingan hukum itu
memang ada terutama sebagai metode penelitian yang dapat
digunakan untuk tujuan praktis tetapi juga untuk pengembangan
ilmu hukum secara teoretis”.
38 Soenarjati. Dalam R.Soeroso. Ibid. Hlm.7.
30
Berdasaran pandangan-pandangan diatas, R. Soeroso menyimpulkan
bahwa perbandingan hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan hukum
yang menggunakan metode perbandingan dalam rangka mencari jawaban
yang tepat atas problema hukum yang konkret.
3. Tujuan Perbandingan Hukum
Beberapa ahli berpendapat demikian:
a. Main dalam bukunya “The history of comparative jurisprudance”
mengatakan bahwa tujuan perbandingan hukum adalah membantu
menelusuri asal usul perkembangan dari pada konsepsi hukum yang
sama diseluruh dunia.
b. Randall
1) Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum
asing.
2) Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam
studi hukum asing dalam rangka pembaruan hukum.
c. Kongres ilmu pengetahuan hukum tahun 1900 muncullah gagasan
bahwa tujuan dari perbandingan hukum adalah untuk tercapainya
hukum perdata yang bersifat unniversal dan umum.
d. Prof. R. Soebekti. SH39
Dalam mempelajari perbandingan hukum, kita tidak semata-mata
ingin mengetahui perbedaan-perbedaan itu, tetapi yang penting
39 R. Subekti.Op.Cit. Hlm.6.
31
adalah untuk mengetahui sebab-sebab adanya perbedaan tersebut.
Untuk itu kita perlu mengetahui latar belakang dari peraturan-
peraturan hukum yang kita jumpai.
4. Fungsi Perbandingan Hukum
Pendekatan komparasi atau perbandingan hukum memiliki
berbagai fungsi. Fungsi perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: 40
a. Perbandingan hukum memberi manfaat bagi dunia pengembangan
ilmu hukum karena dengan metode ini akan menunjukkan bahwa
sistem hukum yang berbeda menunjukkan adanya kaidah-kaidah
hukum, asas-asas hukum, serta pranata hukum yang berbeda.
b. Perbandingan hukum memberikan manfaat yang besar bagi praktik
dan pembinaan hukum, khususunya dalam applied research dan
pembentukan hukum baru yang akan dirasakan manfaatnya oleh
praktisi hukum seperti lembaga legislatif, para hakim dan arbiter
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
c. Perbandingan hukum bagi perencanaan hukum (legal planing)
menyiapkan hukum pada masa yang akan datang.
d. Perbandingan hukum manfaatnya bagi pendidikan di fakultas hukum,
yaitu:
1) Memberikan pelajaran bagi mahasiswa, bahwa bagi setiap masalah
hukum terbuka lebih dari satu cara untuk mengatasinya; dan
40 Ibid. Hlm. 26.
32
2) Penyajian serta pembahasan mata kuliah dengan cara perbandingan
hukum akan membuat kuliah lebih hidup dan menarik.
5. Proses Perbandingan Hukum
Gutteridge dalam bukunya Comparative Law menyatakan bahwa
“No special form of technique seems to be called for if the comparison
is......”. 41 Apakah hal ini berarti, tidak ada bentuk baku tentang
bagaimana cara membandingkan hukum?
Yang dimaksud dengan proses perbandingan hukum adalah
membanding-bandingkan sesuatu dengan lainnya, dalam hal ini yang
dibandingkan adalah hal-hal di bidang hukum “Membandingkan itu
berarti : mencari persamaan dan perbedaan dari satu objek atau lebih”42.
Apa yang dibandingkan dalam perbandingan hukum sudah barang tentu
adalah hal-hal tentang hukum. Hukum yang dibandingkan adalah antara
sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain atau antara
lembaga hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lainnya, serta
cakupannya tidak terbatas pada hukum dinegara sendiri. Atau dengan
kata lain perbandingan hukum dapat berupa perbandingan hukum bersifat
nasional dan internasional. Bahkan menurut Prof. Tahir Tungadi SH.43
Membandingkan hukum nasional dengan hukum asing merupakan
pekerjaan terpenting.
41 Gutteridge dalam Glendon, Mary Ann et.all. 1994. Comparative Legal Traditions. St.Paul, MINN: West Publishing Co. Page.5. 42 Soenarjati. Dalam R. Subekti. Op.Cit. Hlm. 33. 43 Tahir Tungadi. Dalam Ibid. Hlm. 34.
33
Di dunia, terdapat beragam sistem hukum yang dipengaruhi oleh
masyarakat, kebudayaan, iklim, lingkungan dan cara kehidupan
masyarakat hukum yang bersangkutan. Dengan beragam sistem hukum
tersebut maka sangat berat untuk mengetahuinya secara keseluruhan.
Oleh karena itu comparatist harus mencari kemudahan dalam memproses
perbandingan hukum yakni dengan mencari lebih dahulu titik persamaan
dan titik perbedaan.
Pedoman pokok dalam memproses perbandingan hukum, harus
berpegang pada pedoman pokok tertentu:
a. Apakah suatu masalah hukum dapat bermanfaat apabila
dibandingkan?
Setiap kita akan melakukan perbandingan hukum kita perlu
memperhatikan dahulu apakah hukum yang kita bandingkan itu akan
memberikan dan membawa manfaat yang memuaskan atau tidak.
Untuk ini kita harus bertindak secara selektif dan membatasi ruang
lingkup permasalahannya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu
yang maksimal yakni mengungkapkan prinsip-prinsip hukum yang
relevan dalam mencapai tujuan.
Kesemua ini untuk mengurangi hambatan-hambatan yang
mungkin timbul pada waktu kita melakukan perbandingan, misalnya
tidak tersedianya bahan-bahan/ buku-buku hukum yang dapat
dibandingkan, kesulitan bahasa bila menyangkut hukum asing dan
sebagainya
34
b. Sumber-sumber manakah yang akan kita ambil untuk memperoleh
bahan yang akan diperbandingkan?
Untuk mendapatkan sumber-sumber hukum yang dimaksud, kita
mencari dulu persamaan (genus) kemudian unsur-unsur perbedaan
(spesiesnya) misalnya kita membandingkan keluarga hukum
Romawi-Jerman dengan keluarga hukum Common Law sebagai
genusnya. Kemudian kita mencari perbedaan-perbedaannya.
Perbedaan ini akan dapat ditemukan pada sumbernya yaitu pada
keluarga hukum romawi-germania bersumberkan pada kodifikasi,
sedangkan sumber hukum utama dari keluarga hukum common law
adalah yurisprudensi.
c. Sampai sejauh manakah sumber hukum yang akan kita bandingkan
itu dan apakah bahan pustaka yang akan kita pergunakan benar-
benar memberikan gambaran tentang hukum yang berlaku?
Untuk memperoleh hasil yang maksimal sebaiknya hukum yang
akan kita bandingkan adalah hukum yang mencerminkan keadaan
hukum yang berlaku pada waktu itu, sedangkan mengenai litelatur
supaya mengambil literatur yang terkini, karena terbitan-terbitan
lama mungkin sudah banyak yang ketinggalan.
35
d. Apakah ada sifat-sifat khusus dari hukum yang kita bandingkan?
Sifat-sifat khusus sangat membantu keberhasilan dari
perbandingan hukum, karena justru dengan sifat yang khusus itulah
kita mendapatkan penilaian yang lebih tepat. Akhirnya setelah kita
siap berdasarkan pedoman pokok tersebut, kita dapat mulai dengan
memproses perbandingan hukum yang kita kehendaki.
Selain pedoman pokok tersebut diatas, terdapat macam-macam
metode perbandingan hukum yang ditemukan dalam literatur. Soenarjati
dalam beberapa karangannya, diantaranya dalam buku kapita selekta
perbandingan hukum, mengatakan bahwa perbandingan hukum dapat
dibagi menjadi beberapa metode, yakni secara umum dan seccara khusus.
Dimana dalam beberapa penelitian Soenarjati dan Prof, Subekti SH., juga
mempergunakan perbandingan hukum secara khusus dan dogmatis dalam
penelitian perbandingan hukum yang membahas beberapa pranata hukum.
Disamping itu dalam perbandingan hukum juga dapat dipergunakan
metode:
a. Perbandingan hukum penalaran atau descriptive comparative law,
memberikan suatu ilustrasi deskriptif tentang bagaimana suatu
peraturan hukum itu diatur di dalam berbagai sistem hukum tanpa
adanya penganalisaan lebih lanjut. Prof. Soedargo Gautama dalam
karangan-karangannya menggunakan metode penalaran ini yang
36
ditulis oleh Gutteridge dinamakan “descriptive comparative law”
yang dibedakan dengan applied comparative law.
b. Perbandingan hukum terapan (applied comparative law) perbandingan
hukum terapan mempergunakan hasil perbandingan hukum deskriptif
untuk memilih mana dari pranata-pranata hukum yang diteliti itu
paling baik serta cocok untuk diterapkan. Jadi berbeda dengan
descriptive comparative law, dalam applied comparative law
diadakan pemilihan hukum mana yang dianggap paling cocok untuk
diterapkan pada masyarakat yang dihadapi berdasarkan hasil yang
diperoleh dari perbandingan yang telah dilakukan.
Applied comparative law diggunakan untuk kepentingan lembaga-
lembaga legislatif untuk menyusun rancangan undang-undang, oleh
pengacara dan notaris untuk membuat kontrak, oleh hakim untuk
menjatuhkan keputusan-keputusan yang tepat atau oleh pemerintah
untuk mengambil putusan yang adil.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pada skripsi ini metode yang akan
digunakan oleh penulis adalah perbandingan hukum penalaran. Tidak hanya
menilik persamaan dan perbedaan, akan tetapi juga ditujukan untuk melihat
secara kualitas dari kedua undang-undang, mana yang lebih baik, demi
terwujudnya pengaturan investasi yang lebih baik. Agar dapat memberikan
37
gambaran tentang perbandingan hukum yang akan dilakukan terhadap
UUPM dan LIV, penulis mendeskripsikan dalam skema sebagai berikut:
menentukan substansi
Kesimpulan kebijakan yang lebih baik
Analisis (Kelebihan dan kekurangan)
perbedaan
Perbandingan hukum penalaran
persamaaan