BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/55524/3/BAB II.pdf · aluminium antara...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/55524/3/BAB II.pdf · aluminium antara...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Literatur
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, ada beberapa penelitian yang
dipelajari oleh penulis untuk dijadikan literatur atau sebagai pembanding dan
pedoman dalam melakukan penelitian. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh (Yulian Faizal, 2011), yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
gerak makan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan pada proses
pembubutan rata baja aisi 1045. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
semakin besar feeding yang digunakan maka semakin besar nilai kekasaran
permukaan yang dihasilkan. Dimana salah satu faktor lain kekasaran permukaan
yang besar dipengaruhi oleh penggunaan media pendingin yaitu semakin kecil
nilai viskositas media pendingin yang digunakan maka semakin halus kekasaran
permukaan yang dihasilkan begitu juga sebaliknya. Selain itu ada juga penelitian
yang dilakukan oleh (Luki Agung Prayitno, 2015) yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi campuran cairan pendingin terhadap konsumsi
energy dan kekasaran permukaan AL 6061 pada proses bubut kasar. Cairan
pendingin yang digunakan yaitu cairan emulsi minyak goreng curah dengan
variasi campuran Dari hasil penelitian didapat bahwa semakin banyak nilai
volume minyak didalam air yaitu pada perbandingan emulsi minyak goreng 1:20
menghasilkan nilai konsumsi energi dan kekasaran permukaan paling rendah. Hal
ini disebabkan karenaperbandingan 1:20 memiliki viskositas cairan paling tinggi
yang mengakibatkan penurunan gaya gesek dan gaya potong sehingga konsumsi
energi dan kekasaran permukaan menurun. Nilai konsumsi energi paling rendah
yaitu 14,308 kWs dan nilai kekasaran permukaan terendah 0,584 µm.
2.2 Jatropha Curcas Linn
Penggunaan fluida pemotong pada bubut konvensional mempunyai
kelebihan tersendiri, tetapi juga memiliki dampak negatif yang memiliki resiko
tinggi seperti memburukya kesehatan karyawan, polusi lingkungan dan lain-lain.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menghindari penggunaan cairan
pemotong atau pendingin dalam pemesinan, dan munculah banyak alternatif yang
6
ditemukan seperti pemesinan kering atau penggunaan minyak nabati sebagai
pengganti cairan pemotong pemesinan.
Pelumas berbasis minyak nabati dari penemuan ini terutama berasal dari
tumbuhan, yang mudah terurai melalui α- dan β-oksidasi menggunakan mikroba
yang secara alami ada di lingkungan dan tidak beracun bagi flora dan fauna.
Pelumas berbasis nabati dari penemuan ini mencakup minyak basa mono-, di- dan
trigycerol yang membentuk sebagian besar komposisi, aditif minyak nabati yang
mengandung asam lemak hidroksi dan lilin nabati cair (Patent US5888947A,
1999).
Minyak Jarak (Jathropa Curcas L oil) adalah salah satu bio-oil yang
memiliki kandungan FFA dan trigliserida yang memiliki profil asam lemak dan
profil regiospesifik atau stereospesifik yang berfungsi untuk meningkatkan
stabilitas oksidatif atau termal dan juga dapat berfungsi sebagai lubricants (Patent
USOO9719114B2, 2017).Ditemukan juga bahwa Jatropha Curcas Oil merupakan
salah satu komposisi metal working fluid (Patent CN105296060A, 2014).
Disamping itu, telah dikembangkan di Universitas Muhammadiyah Malang bibit
unggul jathropa curcas yang tahan kekeringan, produktifitas tinggi, dan
mengandung free fatid acid FFA< 4% (Maftuchah, dkk, 2011) serta kandungan
minyaknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit. Kandungan
minyak jarak pagar sekitar 32 – 35% sedangkan kelapa sawit sekitar 24% (Dini
Kurniawati, 2017). Metode dan komposisi yang berkaitan dengan bio-oil cutting
fluid seperti Jatropha Curcas L dapat diterapkan pada logam seperti besi cor
aluminium atau besi cor abu-abu dalam operasi milling, tapping dan/atau drilling
(Patent WO2013134358A2, 2012). Bahkan suatu komposisi fluida pendingin
proses permesinan yang didalamnya terdapat minyak jathropa curcas disebutkan
cocok digunakan untuk proses permesinan yang sulit seperti titanium (Patent
US20120184475A1,2012). Jatropha Curcas L yang di emulsikan dengan variasi
air menunjukkan bahwa penggunaan jatropha curcas oil sebagai cutting fluid
proses permesinan titanium dengan kecepatan sedang menghasilkan nilai
kekasaran yang masih cukup tinggi. Pencampuran air sebagai sebagai emulsi
dengan minyak jatropha dapat memperkecil nilai kekasaran,menstabilkan
7
termal,mengurangi kecenderungan oksidasi dan bentuk geram yang bergerigi,
semi continue. (Rusdianto,dkk,2016).
2.3 Panduan alumunium
Aluminium adalah logam yang sangat ringan (berat jenis 2,56 atau 1/3
berat jenis tembaga), mempunyai tahanan jenis 2,8 x 10 –8 atau 1,25 x tahanan
jenis tembaga. Sifat ketahanan tarik maksimum dalam keadaan dingin 17÷20
Kg/mm2 (Sumanto, 1996). Material ini banyak dipergunakan dalam bidang
yang sangat luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga banyak
dipakai 11 untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut,
kontruksi dan peralatan yang lainnya, hal ini disebabkan oleh sifat-sifat
aluminium antara lain : Kekuatan besar, Ringan,Tahan korosi, Mudah
dibentuk, Konduktifitas panas dan listrik yang tinggi. Namun Penggunaan Al
murni hanya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor
Kekuatan seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia,
lembaran plat, dan sebagainya. Penggunaan Al untuk keperluan material
pesawat terbang, mobil, kapal laut memerlukan penanganan tersendiri agar
kekuatan aluminium dapat meningkat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kekuatan Al murni adalah dengan melakukan proses
pengerasan regang atau dengan perlakuan panas (heat treatment), tetapi cara ini
tidak senantiasa dapat menuakan bila tujuan utama adalah untuk menaikkan
kekuatan material. Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan nyata dari
kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan unsur-unsur paduan ke
dalam aluminium. Unsur-unsur paduan tersebut dapat berupa tembaga,
mangan, silisium, magnesium, seng dan lain-lain. Kekuatan aluminium paduan
ini pun juga dapat ditingkatkan lagi dengan pengerasan regang atau dengan
perlakuan panas (heat treatment).Beberapa tahun ini paduan aluminium
cenderung lebih banyak digunakan sebagai bahan baku beberapa komponen
penting antara lain piston, blok silinder, katup, dan lain-lain.
Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak
kehilangan sifat ringan, sifat – sifat mekanisnya, sifat mampu cornya yang
dapat diperbaiki dengan menambah unsur–unsur lain. Unsur–unsur paduan itu
adalah tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel, dan sebagainya yang
8
dapat merubah sifat paduan aluminium. Macam–macam Unsur paduan
aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Paduan Al-SI
Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. paduan Al-Si
yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin
sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur
paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% – 0,4%Mn dan 0,5
% Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment),
quenching, dan aging dinamakan silumin , dan yang hanya mendapat
perlakuan aging saja dinamakan silumin . Paduan Al-Si yang
memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga Cu serta Ni untuk
memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini biasa dipakai
untuk torak motor. (Tata & Saito, 1992).
b. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan
0,5% Mg serta dapat mengeras dalam beberapa hari oleh penuaan, dalam
temperatur biasa atau natural aging setalah solution heat treatment dan
quenching. Studi tentang logam paduan ini telah banyak dilakukan salah
satunya adalah Nishimura yang telah berhasil dalam menemukan senyawa
terner yang berada dalam keseimbangan dengan Al, yang kemudian
dinamakan senyawa S dan T. Ternyata senyawa S (AL2CuMg)
mempunyai kemampuan penuaan pada temperatur biasa. Paduan Al-Cu
dan Al-Cu-Mg dipakai sebagai bahan dalam industri pesawat terbang (Tata
& Saito, 1992).
c. Paduan Al-Mn
Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat Alumunium tanpa
mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang
tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah
paduan Al 3003 dan Al 3004. Komposisi standar dari paduan Al 3003
adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2
9
% Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan
tahan korosi tanpa perlakuan panas.
d. Paduan Al-Mg
Paduan dengan 2 – 3 % Mg dapat mudah ditempa, dirol dan
diekstrusi, paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai
bahan tempaan. Paduan Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam
sistem ini, dipakai setelah 10 dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila
diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083 yang dianil adalah paduan
antara ( 4,5 % Mg ) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai
sebagai bahan untuk tangki LNG (Tata & Saito, 1992).
e. Paduan Al-Mg-Si
Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat
diperoleh paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini
mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan
paduan – paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya
untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan
untuk rangka – rangka konstruksi, karena paduan dalam sistem ini
mempunyai kekuatan yang cukup baik tanpa mengurangi hantaran listrik,
maka selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk
kabel tenaga (Tata & Saito, 1992).
f. Paduan Al-Mn-Zn
Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan
mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan
penambahan kira – kira 0,3 % Mn atau Cr dimana butir kristal padat
diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan
tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD atau duralumin
super ekstra. Selama perang dunia ke dua di Amerika serikat dengan
maksud yang hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan yaitu
suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 %
Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al-7075. Paduan ini
mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya.
Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi
10
pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi
(Tata & Saito,1992).
2.4 Mesin Bubut
Mesin Bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk
memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan
benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja
kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan
sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak
potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan. Dengan
mengatur perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat
maka akan diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal
ini dapat dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubung-
kan poros spindel dengan poros ulir.
Prinsip kerja mesin bubut ialah menghilangan bagian dari benda kerja
untuk memperoleh bentuk tertentu dimana benda kerja diputar dengan kecepatan
tertentu bersamaan dengan dilakukannya proses pemakanan oleh pahat yang
digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar benda kerja. Gerakan putar
dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat
disebut gerak makan (feeding).
Dilihat cara pengoperasian mesin bubut dibagi menjadi dua jenis yaitu
mesin bubut manual/mesin bubut konvensional dan mesin bubut otomatis/mesin
bubut cnc. Mesin bubut manual adalah mesin bubut yang proses pengoperasian-
nya secara manual dilakukan oleh manusia secara langsung, sedangkan mesin
bubut atomatis adalah mesin bubut yang perkakasnya secara otomatis memotong
benda kerja dan mundur setelah proses diselesaikan, dimana semua pegerakan
sudah diatur atau diprogram secara otomatis dengan mengunakan komputer.
Mesin bubut yang otomatis sepenuhnya dilengkapi dengan tool magazine
sehingga sejumlah alat potong dapat diletakan dimesin secara berurutan dengan
hanya sedikit pengawasan dari operator. Mesin bubut otomatis ini lebih dikenal
dengan sebutan CNC (Computer Numerical Control) Lathe Machine (mesin bubut
dengan sistem komputer kontrol numerik)
11
Dasar dari proses pemesinan menyatakan spesifikasi geometris suatu
produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan harus
dipilih sebagai suatu proses atau urutan yang digunakan untuk membuatnya. Bagi
suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang
sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut dicapai. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum
terpotong) selain itu setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan
pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang
dikehendaki. Situasi seperti ini timbul pada setiap perencanaan proses pemesinan.
Menurut Rochim (1993) terdapat beberapa elemen dasar pemesinan yang harus
diketahui :
a. Kecepatan potong (cutting speed) : V (m/min)
b. Kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min)
c. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
d. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)
e. Kecepatan penghasil geram : Z (cm3/min)
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan mesin bubut konvensional
dengan nomor seri C6136B yang ada di laboratorium mesin Universitas
Muhammadiyah Malang.
Gambar 2.1 Mesin Bubut Konvensional
Mesin bubut kovensional dengan nomor seri C6136B ini memiliki
spesifikasi sebagai berikut :
panjang mesin bubut : 2170 mm
tinggi mesin bubut : 1260 mm
lebar mesin bubut : 800 mm
diameter maksimum benda kerja : 360 mm
12
panjang maksimum benda kerja : 800 mm
putaran minimum mesin bubut : 18 rpm
putaran maksimum mesin bubut : 1800 rpm
2.4.1 Parameter yang dapat Diatur pada Mesin Bubut
Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah kecepatan putar
spindel (speed), gerak makan (feed) dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor
yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki
pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa
diatur oleh operator langsung pada mesin bubut.
1. Kecepatan putar, n (speed), selalu dihubungkan dengan sumbu utama
(spindel) dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai putaran per
menit (rotations per minute, rpm). Akan tetapi, yang diutamakan dalam
proses bubut adalah kecepatan potong (cutting speed atau v) atau
kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda kerja. Secara
sederhana, kecepatan potong dapat digambarkan sebagai keliling benda
kerja dikalikan dengan kecepatan putar atau;
v =π. d. n
1000
dimana:
v = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter benda kerja (mm)
n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja.
Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja faktor
bahan benda kerja dan bahan pahat sangat menetukan harga kecepatan
potong. Pada dasarnya, proses bubut kecepatan potong ditentukan
berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah
tertentu, misalnya benda paduan titanium 6246 dengan pahat HSS,
kecepatan potongnya memiliki bakunya sendiri.
2. Gerak makan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda
kerja berputar satu kali, sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak
makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja,
13
material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang
diinginkan. Gerak makan biasanya ditentukan dalam hubungan dengan
kedalaman potong a. Gerakan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a,
atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki.
3. Kedalaman potong, a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang
dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong
terhadap permukaan yang belum terpotong. Ketika pahat memotong
sedalam a, maka diameter benda kerja akan berkurang 2a, karena bagian
permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda
kerja yang berputar.
2.4.2 Material Pahat Mesin Bubut
Pahat bubut merupakan salah satu alat potong yang sangat diperlukan pada
proses pembubutan, karena pahat bubut dengan berbagai jenisnya dapat membuat
benda kerja dengan berbagai bentuk sesuai tututan pekerjaan misalanya, dapat
digunakan untuk membubut permukaan, rata, bertingkat, alur, champer, tirus,
memperbesar lubang, ulir, dan memotong. Kemampuan pahat bubut dalam
melakukan pemotongan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya,
jenis bahan/material yang digunakan, geometris pahat bubut, sudut potong pahat
bubut dan teknik penggunaanya sudah sesuai petunjuk dalam petunjuk pengunaan,
akan tetapi pahat bubut juga harus memiliki sifat sebagai berikut :
1. Keras. Sifat paling utama yang dibutuhkan oleh alat potong adalah keras.
Agar dapat memotong/ menyayat bahan benda kerja/ material dengan baik,
alat potongharus memilki sifat lebih keras dari benda kerja/ row material.
Pemotongan/ penyayatan dengan alat potong keras, selain dapat
melakukan pemotongan dengan baik juga alat potong tidak lentur/ stabil.
2. Ulet. Sifat ulet sangat diperlukan pada suatu alat potong, terutama untuk
mengatasi/ menetralisir adanya beban kejut dan getaran yang mungkin
muncul sewaktu pemotongan/ penyayatan terjadi. Sifat ulet ini
menyebabkan pahat mampu untuk mengalami pelenturan atau defleksi
yang bersifat elastis. Meskipun dapat melentur pahat diharapkan tetap
stabil dan kokoh, defleksi hanya diperlukan untuk mengurangi efek dari
beban kejut.
14
3. Tahan panas. Setiap alat potong pada saat digunakan untuk melakukan
pemotongan/ penyayatan akan timbul panas, hal ini tarjadi karena adanya
gesekan akibat pemotongan). Besarnya panas yang ditimbulkan secara
dominan tergantung dari kecepatan potong (cutting speed), kecepatan
pemakanan (feed), kedalaman pemakanan (depth of cut), putaran mesin
(Revolution per menit – Rpm), jenis bahan benda kerja yang dikerjakan
dan penggunaan air pendingin.
4. Tahan aus. Penampang ujung pahat bubut yang kecil dan runcing, mudah
sekali untuk mengalami keausan. Sifat ini tidak bias terlepas atau erat
kaitanya dengan sifat yang lain yaitu kekerasan, keuletan dan tahan panas,
akan tetapi merupakan hal yang berdiri sendiri. Umur pakai pahat secara
normal menunjukkan tingkat ketahanan terhadap keausan. Keausan yang
timbul pada mata sayat pahat bubut, dapat disebabkan terjadinya gesekan
maupun getaran yang terjadi pada saat pemotongan/penyayatan. Sifat
tahan aus dapat diperbaiki dengan penambahan unsur paduan ataupun
perbaikan pada geometri sudut pada pahat bubut.
Jarang ada jenis material tunggal yang dapat memenuhi semua sifat-sifat
atau kualitas yang diinginkan untuk membuat alat potong yang ideal. Sebagai
contoh, alat potong keramik memiliki ketahanan panas yang tinggi, tetapi
ketahanan tumbukan dan ketahanan kejutnya rendah. Jenis-jenis material yang
umum digunakan untuk membuat pahat bubut antara lain: baja karbon, baja
kecepatan tinggi, paduan tuang, karbida, keramik, cubic boron nitride, dan intan.
Ada dua tipe pahat bubut, yaitu: solid tool dan tool bit. Solid tool adalah
pahat bubut yang terbuat dari baja perkakas paduan (HSS), pahat jenis ini
digunakan dalam pekerjaan lunak. Penggunaanya dijepit ke tool post, namun ada
juga yang ukuran kecil (1/4") dipasang ke tool holder. Tool bit adalah nama lain
dari mata pahat dan harus menggunakan tool holder dalam penggunaanya.
Penelitian ini menggunakan pahat/alat potong HSS solid toll. Pahat HSS
merupakan salah satu perkakas penting yang dipergunakan dalam proses bubut.
Untuk menjamin proses ini, diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada
material benda kerja (Rochim, 1993). Beberapa unsur paduan W, Cr, V, Mo dan
Co meningkatkan sifat keras dan kuat pada temperatur kerja yang tinggi (hot
15
hardness). Pengaruh unsur-unsur tersebut dengan unsur dasarnya besi (Fe) dan
karbon (C) adalah (Rochim, 1993):
1. Tungsen / Wolfram (W) Unsur ini dapat membentuk karbida yaitu paduan
yang sangat keras (Fe4W2C) yang menyebabkan kenaikan temperatur untuk
proses hardening dan tempering. Dengan demikian hot hardeness dipertinggi.
2. Chromium (Cr) Menaikkan hardenability dan hot hhardness. Chrom
merupakan elemen pembentuk karbida, akan tetapi juga menaikkan sensitifitas
terhadap overheating.
3.Vanadium (V) Menurunkan sensitifitas terhadap overheating serta
menghaluskan butir. Vanadium juga merupakan elemen pembentuk karbida.
4. Molybdenum (Mo) Mempunyai efek yang hampir sama seperti Wolfram
tetapi lebih terasa. Lebih liat sehingga mampu menaikkan beban kejut. Lebih
sensitif terhadap beban kejut., seperti pada gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.2 Pahat Bubut HSS (solid tool)
2.4.3 Cutting Fluid
Proses produksi pengerjaan logam membutuhkan pelumas atau pendingin
yang digunakan sebagai cairan pemotong. Ada beberapa jening cutting fluid,
yaitu: emulsi (minyak+air), minyak nabati, aerosol (kabut), pasta/gel, dan lain-
lain. Penggunaan cairan pemotong tergantung benda kerja yang dikerjakan,
seperti besi cor bahan ini membutuhkan cairan pemotong yang kemampuan baik.
16
Pada proses pemesinan pahat dan benda kerja yang saling bergesekan akan
menimbulkan panas yang tinggi. Oleh karena itu, media pendingin berfungsi
sebagai pengatur temperatur sekaligus tekanan dari keduanya. Cairan pemotong
juga berfungsi untuk memperpanjang umur pahat, mengurangi terjadinya korosi
pada mesin bubut, mencegah penyatuan geram, dan mempermudah pengambilan
benda kerja.
Cutting fluid pada umumnya memiliki berbagai macam jenis, tergantung
kebutuhan. Berdasarkan itu, cutting fluid terbagi menjadi dua, yakni neat oil dan
water mixable cutting fluid. Neat oil adalah oli atau cairan sejenis yang tanpa
tambahan air dalam komposisinya. Ciran pendingin ini digunakan untuk benda
kerja berbahan metal yang membutuhkan fungsi pelumasan tinggi. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4 dibawah ini:
Gambar 2.3 Pelumasan oli pada proses permesinan
Water mixable cutting fluid ini pada komposisinya ditambahkan air
sebagai emulsinya. Pada cutting fluid ini terdapat bakteri anaerob yang hidup di
dalamnya, sehingga pada proses pengerjannya akan menimbulkan bau. Dalam
prakteknya, ada beberapa bahan media pendingin pada proses permesinan,
diantaranya yaitu bahan padat, cair, dan gas.
2.5 Kekasaran Permukaan
2.5.1 Kekasaran Permukaan
Kekasaran permukaan merupakan ketidakteraturan konfigurasi dan
penyimpangan karakteristik permukaan berupa guratan yang nantinya akan
terlihat pada profil permukaan. Adapun penyebabnya beberapa macam faktor,
diantaranya yaitu; mekanisme parameter pemotongan, geometri dan dimensi
17
pahat, cacat pada material benda kerja dan kerusakan pada aliran geram. Kualitas
suatu produk yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kekasaran permukaan
benda kerja. Kekasaran permukaan dapat dinyatakan dengan menganggap jarak
antara puncak tertinggi dan lembah terdalam sebagai ukuran dari kekasaran
permukaan. Dapat juga dinyatakan dengan jarak rata-rata dari profil ke garis
tengah. (Rochim, 2007)
Maksud dari para perancang terhadap konfigurasi permukaan harus di
nyatakan dalam gambar kerja dengan cara-cara yang telah di tentukan secara
internasional. Pada dasarnya konfigurasi permukaan tidak di perlukan jika proses
pembuatan biasa dapat menjamin hasil pengerjaan akhir (finishing) yang dapat di
terima. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini akan menggunakan ketentuan-
ketentuan dan cara-cara penunjukkan dari konfigurasi permukaan menurut ISO/R
1997 (tentang kekasaran permukaan) yang menekan.
2.5.2 parameter kekasaran permukaan
Untuk mendapatkan nilai kekasaran permukaan harus menentukan profil
permukaan dahulu. Sensor peraba pada alat ukur akan bergerak mengikuti profil
permukaan yang diinginkan. Sehingga sensor akan membaca panjang sampel
permukaan, sekaligus sensor akan berhenti secara otomatis dan menghasilkan nilai
kekasaran permukaan. Berikut adalah contoh hasil pengukuran kekasaran permukaan:
Gambar 2.4 profil kekasaran permukaan
Pada gambar 2.4 terdapat keterangan parameter yang bertuliskan Ra, Rt,
dan Rp. Ra adalah rata – rata aritmatik yang nilainya diantara garis terukur dengan
garis tengah. Pada gambar diatas, nilai Rt adalah jarak antara profil refrensi dan
garis alas. Sedangakan Rp adalah jarak profil refrensi dengan garis terukur.
Pada gambar teknik kekasaran permukaan biasanya dilambangkan dengan
simbol yang berupa segitiga sama sisi dengan salah satu ujungnya menempel pada
18
permukaan. Pada segitiga ini juga terdapat beberapa angka dan symbol yang
memiliki beberapa arti yang terlihat pada Gambar 2.5 berikut:
Keterangan:
A. Nilai kekasaran permukaan (Ra)
B. Cara pengeerjaan produksi
C. Panjang sample
D. Arah pengerjaan
E. Kelebihan ukuran
F. Nilai kekasaran lain jika diperlukan.
Gambar 2.5 Lambang kekasaran
permukaan
Angka yang ada pada symbol kekasaran permukaan merupakan nilai dari
kekasaran permukaan aritmatik (Ra). Nilai Ra telah dikelompokan menjadi 12
kelas kekasaran menurut ISO roughness number sebagaimana terlihat pada Tabel
2.3 dibawah ini (Rochim, T. 2001) :
Tabel 2.3 angka kekasaran permukaan (ISO roughnes number)
Kelas
Kesasaran
Harga Ra
(µm)
Toleransi (µm)
(+50% & -25%)
Panjang Sampel
(mm)
N1 0,025 0,02 - 0,04 0,08
N2 0,05 0,04 - 0,08
N3 0,1 0,08 - 0,15 0,25
N4 0,2 0,15 - 0,03
N5 0,4 0,03 - 0,06
N6 0,8 0,6 - 1,2 0,8
N7 1,6 1,2 - 2,4
N8 3,2 2,4 - 4,8
N9 6,3 4,8 - 9,6 2,5
N10 12,5 9,6 - 18,75
N11 25 18,75 - 37,5 8
N12 50 37,5 - 75,0