BAB II TINJAUAN PUSTAKA - abstrak.uns.ac.id · harus memiliki kesempatan untuk berolahraga tanpa...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - abstrak.uns.ac.id · harus memiliki kesempatan untuk berolahraga tanpa...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakekat Olahraga
Olahraga saat ini sudah menjadi sebuah trend atau gaya hidup bagi
sebagian orang, bahkan untuk sebagian orang yang lain olahraga menjadi
sebuah kebutuhan mendasar dalam hidupnya. Olahraga yang sebelumnya
dipandang sebelah mata dan merupakan sebuah aktivitas rekreasi semata,
seiring perkembangan jaman dan kemajuan ilmu pengetahuan olahraga
menjelma menjadi sesuatu yang memiliki nilai vital dalam kehidupan sehari-
hari umat manusia. Olahraga menjadi sangat penting karena tidak terlepas dari
kebutuhan mendasar manusia itu sendiri yang pada prinsipnya selalu bergerak.
Olahraga itu sendiri merupakan serangkaian gerak raga yang teratur dan
terencana untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang
bertujuan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan kualitas hidup
seseorang. Tujuan seseorang berolahraga adalah untuk meningkatkan derajat
sehat dinamis (sehat dalam gerak), dan sehat statis (sehat dikala diam).
Prestasi melalui kegiatan olahraga pun menjadi suatu alasan sesorang
menekuni olahraga. Hal tersebut sejalan dengan isi Undang-undang RI nomor
3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang menyatakan bahwa
”Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina,
serta mengembangkanpotensi jasmani, rohani, dan sosial”.
Olahraga bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun tanpa
memandang dan jenis kelamin, suku, agama, ras, dan sebagainya.Olahraga
mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan bangsa. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Mutohir (2005), hakekat olahraga adalah
sebagai refleksi kehidupan masyarakat suatu bangsa. Di dalam olahraga
tergambar aspirasi serta nilai-nilai luhur suatu masyarakat, yang terpantul
lewat hasrat mewujudkan diri melalui prestasi olahraga. Kita sering
mendengar kata-kata bahwa kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat
tercermin dari prestasi olahraganya. Harapannya adalah olahraga di Indonesia
dijadikan alat pendorong gerakan kemasyarakatan bagi lahirnya insan manusia
9
10
unggul, baik secara fisikal, mental, intelektual, sosialnya serta mampu
membentuk manusia seutuhnya.
Pemahaman tentang konsep olahraga dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi. Menurut Engkos Kosasih (1980:20) istilah sport berasal dari
bahasa Latin ”disportare” atau ”deporate” didalam bahasa Itali menjadi
”diporte” yang artinya penyenangan, pemeliharaan atau menghibur untuk
bergembira.Istilah olahraga dan sport itu berubah sepanjang waktu, namun
mempunyai pengertian yang sama yaitu esensi pengertiannya kebanyakan
berkaitan dengan 3 unsur pokok yaitu bermain, latihan fisik, dan kompetisi.
Sedangkan menurut Ratal Wirjasantosa (1984:21) olahraga berarti
memperkembangkan, memasak, mematangkan, menyiapkan manusia
sedemikian rupa, sehingga dapat melaksanakan gerakan – gerakan dengan
efektif dan efisien”. Nuansa usaha keras mengandung ciri permainan dan
konfrontasi melawan tantangan tercermin dalam definisi UNESCO tentang
sport yaitu : setiap aktifitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan
melawan unsur-unsur dan orang lain ataupun diri sendiri. Dari beberapa uraian
di atas dapat ditarik kesimpulan. Olahraga (sport) tidak digunakan dalam
pengertian olahraga kompetitif yang sempit, karena pengertiannya bukan
hanya sebagai himpunan aktifitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan
tidak resmi (informal) yang tampak dalam kebanyakan cabang-cabang olahraga
namun juga dalam bentuk yang mendasar seperti senam,latihan kebugaran
jasmani atau aerobik.
Olahraga juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan dalam olahraga yang
dimaksud adalah adanya aturan-aturan yang harus dipatuhi, baik itu dalam
olahraga yang bersifat play (bermain), games maupun sport. Aturan dalam
olahraga yang bersifat play, tidak terlalu ketat, karena play merupakan
aktivitas fisik yang bersifat sukarela dan dilakukan secara bebas. Misalnya
ketika kita lari di sore hari/ jogging, yang kita perhatikan adalah kita harus
menggunakan pakaian dan lari di tempat yang tidak mengganggu aktivitas
orang lain. Kemudian,olahraga yang bersifat games, aturannya sudah mulai
ketat. Karena dibuat oleh pemain yang akan melakukan permainan untuk
ditaati bersama. Misalnya, pada waktu kita ingin bermain bola voli dengan
11
teman yang lain, sebelum permainan dimulai, kita sudah menentukan
kesepakatan atas aturan yang akan kita gunakan, baik itu penentuan set, skor,
jumlah pemain dan lain sebagainya. Olahraga dalam bentuk sport, aturan yang
harus dipatuhi sudah sangat kompleks, dibuat secaraformal oleh organisasinya.
Misalnya dalam permainan sepak bola atau pun permainan lainnya. Semua
sudah ada ketentuannya. Di situ sudah ada paraturan/ pembatasan ruang, luas,
jumlah pemain dan aturan-aturan lain yang harus dipakai sesuai dengan
kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Di dalam olahraga, aturan-
aturan yang telah dibuat bukan merupakan suatu hal yang dapat menghambat
pengembangan kemampuan dalam berekspresi atau juga bukan merupakan
pengekang kebebasan, melainkan suatu bentuk tindakan untuk menjadikan
olahraga itu menjadi lebih baik, penuh dengan seni dan etika.
Di zaman modern ini manusia telah berhasil mengembangkan berbagai
macam teknologi termasuk mengembangkan beberapa teknik olahraga,
namun dengan semakin berkembangnya teknologi justru sebagian manusia
menjadi korban dari perkembangan teknologi tersebut karena dengan semakin
berkembangnya teknologi maka akan mempermudah kinerja seseorang, dengan
kata lain teknologi akan mengurangi aktifitas fisik seseorang. Dengan
berkurangnya aktifitas fisik seseorang maka akan berpengaruh terhadap
kebugaran tubuhnya dan nantinya akan berpengeruh juga terhadap aktifitas
fisik lainnya. Oleh karena hal tersebut disarankan untuk tetap menjaga
kesehatan dan kebugaran dengan cara berolahraga secara baik dan benar.
Olahraga adalah gerak. Gerak merupakan kebutuhan hakiki bagi
manusia. Kebutuhan gerak ini adalah gerak spesifik dan dilakukan secara sadar
dan mempunyai tujuan. Gerak adalah kebutuhan dasar bagi manusia, sama
halnya seperti makan dan minum. Salah satu karakteristik makhluk hidup di
dunia ini,termasuk manusia adalah melakukan gerakan. Antara manusia dan
aktivitas fisik merupakan dua hal yang sulit atau tidak dapat dipisahkan. Hal
ini dapat dilihat bahwa sejak manusia pada jaman primitif hingga jaman
moderen, aktivitas fisik atau gerak selalu melekat dalam kehidupan sehari-
harinya. Neilson (1978:3) mengemukakan bahwa manusia berubah sangat
sedikit selama 50.000 tahun yang berkaitan dengan organisasi tentang struktur
12
dan fungsi yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa perubahan utama bukan pada manusianya, melainkan pada kebutuhan
dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan besar di
dalam lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia. Manusia berusaha
memodifikasi lingkungannya dengan mencoba-coba, eksplorasi dan dengan
eksploitasi. Pada jaman primitif gerakan pada mulanya merupakan gejala
emosional murni yang dilakukan manusia untuk kesenangan dan komunikasi
dengan dewa. Selanjutnya, gerakan berkembang dari pelaksanaan gerak yang
tidak terencana ke kondisi gerak yang hingar-bingar pada pacara seremonial
dan komunikasi untuk kerja seni.
Karena aktivitas gerak sangat penting baik untuk kelangsungan hidup
maupun komunikasi dengan dewa, maka aktivitas fisik tersebut merupakan
yang terpenting untuk eksistensi manusia. Oleh karena itu, mereka mulai
menyusun struktur geraknya ke dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat, tepat
dan sadar.Semua peristiwa penting dalam siklus kehidupan orang primitif yang
memiliki makna praktis dan religius disimbolkan dalam gerakan-gerakan tubuh
yang terstruktur. Di seluruh periode evolusinya, aktivitas fisik sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan tetap penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang optimum. Harrow (1977 : 5) mengemukakan bahwa ada
tujuh pola gerak yang sangat penting untuk eksistensi orang primitif yang
merupakan dasar gerakan keterampilan. Aktivitas gerak ini adalah inheren
dalam diri manusia,yakni lari, lompat/loncat, memanjat, mengangkat,
membawa, menggantung, danmelempar. Hingga kini aktivitas fisik atau gerak,
juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena gerak dipandang
sebagai kunci untuk hidup dan untuk keberadaan dalam semua bidang
kehidupan. Jika manusia melakukan gerakan yang memiliki tujuan tertentu,
maka ia mengkoordinasikan aspek-aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Secara internal, gerak manusia terjadi secara terus menerus, dan secara
eksternal, gerak manusia dimodifikasikan oleh pengalaman belajar,
lingkungan yang mengitari, dan situasi yang ada. Oleh karena itu, manusia
harus disiapkan untuk memahami fisiologis, psikologis dan sosiologis agar
dapat mengenali dan secara efisien menggunakan komponen-komponen gerak
13
secara keseluruhan.Dengan demikian, antara manusia dan aktivitas fisik tidak
dapat dipisahkan dari kehidupannya.
Olahraga merupakan kegiatan yang terbuka bagi semua orang sesuai
dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak,
status sosial atau derajat dimasyarakat. Dengan kata lain, olahraga dilakukan
oleh berbagai unsur lapisan masyarakat. Olahraga sebagai kegiatan fisik
mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha peningkatan derajat
sehat dan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Derajat sehat
yang tinggi dicerminkan oleh kemampuan melakukan kerja fisik yang lebih
berat.
Olahraga juga dapat berperan sebagai sarana untuk pertukaran budaya
dari berbagai negara, berbagi informasi dan mengembangkan pemahaman
budaya timbal balik. Ini berarti olahraga sering menjadi barang ekspor budaya
dari Negara maju dan menyatu dengan hidup sehari-hari orang di negara lain.
Partisipasi even olahraga internasional sering bermakna bahwa negara lemah
harus mencari negara tangguh atau yang disebut adikuasa dalam olahraga
untuk mendapat bimbingan dan sumber daya. Menurut Adolf Ogi, mantan
Presiden Swiss yang kini bertugas sebagai penasehat khusus Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai olahraga untuk
pembangunan dan perdamaian menyatakan bahwa,“Nilai-nilai olahraga
identik dengan nilai-nilai PBB. Kegiatan olahraga perlu terus dipromosikan
demi keselamatan umat manusia”. Lebih lanjut Piere De Cerbertin dalam
beberapa tulisannya menyatakan bahwa, “Olympic Games bukan hanya event
atletik saja, tetapi Olympic Games merupakan inti dari gerakan sosial yang
luas. Melalui kegiatan olahraga akan meningkatkan pengembangan kualitas
sumberdaya manusia dan saling pengertian secara Internasional” (IOC,2002;
Tode,2002; Ian Seagrave,1995 dalam Maksum, 2004). Moto Olimpik “Citius,
Altius, fortius” (lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat) telah menjadi suatu filsafat
hidup, mengagungkan dan mengkombinasi suatu keseluruhan yang
seimbang,kualitas tubuh, akal dan pikiran serta mencampur olahraga dengan
kultur dan pendidikan sedangkan Olympism mencari untuk menciptakan suatu
jalan hidup berdasar pada kegembiraan, nilai bidang pendidikan dari contoh
14
dan rasa hormat yang baik untuk prinsip etis pokok yang universal.
Adapun prinsip dasar paham Olimpik menurut Harsuki (2012 : 32-33)
sebagai berikut:
a. Paham Olimpik (Olympism) ialah suatu falsafah hidup yang mengagungkan
dalam suatu keseluruhan keseimbangan dan kualitas badan, kemauan, dan
jiwa (pikiran). Memadukan olahraga dengan budaya dan pendidikan,
paham olimpik mencari dan menciptakan suatu cara hidup yang didasarkan
atas kegembiraan berusaha, nilai pendidikan dengan suatu contoh yang baik
dan menghormati akan prinsip etis yang fundamental serta berlaku umum.
b. Tujuaa dari paham Olimpik adalah menempatkan olahraga sebagai
pelayanan dari pengembangan manusia yang harmonis, dengan visi untuk
mempromosikan suatu masyarakat yang damai yang terkait dengan
pemeliharaan martabat manusia.
c. Gerakan Olimpik (Olympic Movement) ialah kesepakatan bersama,
diorganisasi, semesta, dan kegiatan tetap, yang dilaksanakan di bawah
otoritas tertinggi dari IOC, bagi semua individu yang diilhami oleh nilai-
nilai dari paham Olimpik, yang kejadiannya meliputi lima benua. Hal
tersebut akan mencapai puncaknya dengan membawakan secara bersama-
sama atlet dunia dalam suatu festival olahraga yang besar yaitu Olympic
Games. Simbolnya berupa lima lingkaran yang saling berkaitan.
d. Praktik melakukan olahraga merupakan hak asasi manusia. Setiap individu
harus memiliki kesempatan untuk berolahraga tanpa ada diskriminasi
apapun dan dalam semangat olimpik yang mensyaratkan saling pengertian
dengan semangat persaudaraan, solidaritas, dan fairplay. Organisasi,
administrasi, dan manajemen olahraga harus dikontrol oleh organisasi
olahraga yang independen.
e. Segala bentuk diskriminasi yang berkaitan pada perorangan yang didasarkan
atas rasial, agama, politik, gender, atau lainnya yang bertentangan dengan
kepemilikan gerakan Olimpik.
f. Kepemilikan pada Gerakan Olimpik mewajibkan kepatuhan pada Piagam
Olimpik (Olympic Charter) dan pengakuan oleh IOC.
Dewasa ini perkembangan sport entertaint menunjukkan akselerasi luar
15
biasa, sehingga bila diamati, adakalanya bermunculan hal-hal yang sulit
diterima akal sehat, namun menjadi nyata di dunia olahraga.Yang paling
mutakhir dan fenomenal adalah beckham ology. Beckhamology adalah bidang
kajian baru dalam industri olahraga yang mempelajari bagaimana seorang
Beckham sejak usia dini telah diformat hingga menjadi sebuah ikon dalam
dunia olahraga, industri, dan hiburan. Setiap jengkal dari bagian tubuhnya,
gaya, dan geraknya mampu mendatangkan uang. Membentuk seorang dari
bukan siapa-siapa hingga menjadi seorang yang luar biasa tentu harus dengan
pendekatan teknologi canggih. Karena itu, dibutuhkan dana dan investasi yang
tidak kecil. Parkhouse dalam buku Sport Management menyatakan olahraga
adalah bisnis besar dan industri olahraga sudah menjadi fenomena di Amerika
Serikat. Semua kebutuhan mulai dari alat-alat/perlengkapan, keperluan atlet,
sampai penyiaran acara dikelola dalam format industri. Pendapat ini
memberikan pengertian bahwa olahraga telah dikelola selayaknya sebuah
industri yang berorientasi profit. Karena itu, diperlukan manajer yang
memiliki pemahaman dan kemampuan professional dalam bidang
keolahragaan.
Perkembangan olahraga Indonesia saat ini memang belum mampu
menghasilkan suatu perubahan pada masyarakat. Selain prestasi olahraga
Indonesia yang kian menurun sebagai dampak dari adanya krisis ekonomi yang
berkepanjangan, olahraga seakan-akan tidak mendapat perhatian secara serius
dari pemerintah dan apalagi masyarakat. Pemerintah dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) bersama-sama telah menyepakati Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Petikan perundang-
udangan keolahragaan itu mengamanatkan bahwa masyarakat harus ikut serta
dalam mengembangkan olahraga nasional, terutama industri olahraga.
Sumber utama yang sering menjadi penghalang pembinaan prestasi
adalah ketidakmampuan organisasi dalam memperoleh dana pembinaan yang
tidak kecil jumlahnya. Mungkin sudah saatnya kita bercermin pada negara-
negara lain yang telah mampu mengelola olahraga sebagai sebuah industri.
Salah satu kunci keberhasilan adalah kemampuan mengemas olahraga menjadi
tontonan menarik dan layak jual. Atau, menjadikan olahraga sebagai suatu
16
kebutuhan yang senantiasa dicari. Hal ini dikarenakan bahwa keberhasilan
olahraga tidak bisa diukur dari berhasil tidaknya meraih medali, tetapi lebih
kepada kemampuan untuk menggerakkan olahraga itu menjadi tontonan yang
menghibur,menggembirakan, dan yang paling puncak adalah menjadi industri
olahraga.
Semboyang yang dikumandangkan setiap tanggal 9 September
”memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” sangat baik
bila maknanya dapat diamalkan semua pihak. Bilamana olahraga benar-benar
memasyarakat dan masyarakat telah membutuhkan olahraga, institusi olahraga
dapat berharap akan memperoleh dana dari masyarakat. Dalam hal ini,
masyarakat tampaknya menjadi kata kunci keberhasilan pengelolaan olahraga
secara mandiri. Karena itu, masyarakat inilah yang harus digarap terlebih dulu.
Sebagian besar dari masyarakat kita lebih senang bila dapat menyaksikan
tontonan dengan gratis.Mereka yang biasa disebut kalangan atas gemar
dimanjakan dengan tiket gratis, sementara masyarakat bawah berupaya
menerobos pintu gerbang atau memanjat pagar agar dapat menikmati tontonan
secara gratis. Simpulannya, masyarakat kita masih sangat menikmati dan
merasa bangga apabila dapat menonton suatu pertandingan akbar dan
bergengsi secara gratis. Hal ini berbeda dengan yangterjadi di Hong Kong
sebuah negara kecil, saat klub sepakbola Real Madrid bertandang ke Hong
Kong, terlihat begitu besar antusias masyarakat Hong Konguntuk menyaksikan
langsung pertandingan tersebut meskipun harga tiket masuk relatif mahal.
Masyarakat Hong Kong benar-benar menempatkan sepakbola sebagai tontonan
menyenangkan, sehingga berapa pun biaya tiketnya, mereka tetap membeli.
Jenis masyarakat semacam inilah yang sangat potensial sebagai sumber dana.
Beberapa tahun silam masyarakat Indonesia telah memberikan andil
besar dalam penyandangan dana olahraga nasional melalui program undian.
Program ini tidak terus berjalan, karena penyimpangan kearah perbuatan yang
menurut agama dan adat kita berlawanan. Kurangnya partisipasi masyarakat
dalam menumbuhkan olahraga nasional kian terasa ketika Krisis multidimensi
menghinggapi bangsa Indonesia. Menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan industri olahraga memang bukan hal yang mudah di jaman
17
sekarang ini, tapi kita harus bisa berbangga hati karena potensi masyarakat
Indonesia yang begitu besar dalam menumbuhkan Industri olahraga. Sehingga
permasalahan sekarang adalah bagaimana menggerakkan masyarakat Indonesia
untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan industri olahraga
Indonesia.
Pengembangan olahraga di negeri ini harus dilaksanakan secara
berkesinambungan, terprogram, dan menuntut kerja keras agar tercapainya
prestasi dan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang baik. Pembinaan
olahraga dimulai sejak usia dini baik pada lembaga non formal maupun
lembaga formal, Karen telah dirasakan bahwa olahraga akan dapat memberikan
sumbangan yang berarti terhadap seluruh elemen kehidupan manusia.
Pemerintah bahkan menjadikan olahraga sebagai pendukung terwujudnya
manusia Indonesia yang sehat dengan menempatkan olahraga sebagai salah
satu arah kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1999 (GBHN) yaitu menumbuhkan budaya olahraga guna
meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan
dan kebugaran yang cukup.
Pembangunan olahraga pada dasarnya adalah upaya yang diarahakan
dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga
Sejalan dengan itu, pembangunan olahraga seyogyanya harus dilakukan sesuai
dengan kondisi serta karakteritik masyarakat dan lingkungan masyarakat yang
akan menjadi sasaran atau target pembangunan. Partisipasi masyarakat dapat
dilihat dari beberapa aspek, yaitu: tingkat dan pola partisipasi masyarakat
dalam berolahraga, tujuan dan motivasi berolahraga, dan karakteristik kegiatan
olahraga masyarakat yang meliputi jenis olahraga, jalur olahraga yang
digunakan dan frekuensi serta intensitas berolahraga.
Tujuan akhir pembinaan olahraga itu tidak lain untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, sehingga secara konsisten perlu menempatkan
olahraga sebagai bagian integral dari pembangunan. Dengan demikian,
olahraga ditempatkan bukan sekadar merespons tuntutan perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya, tetapi ikut bertanggung jawab untuk memberikan arah
18
perubahan yang diharapkan. Keteguhan terhadap komitmen ini didukung oleh
begitu banyak fakta dan pengalaman bahwa olahraga yang dikelola dan dibina
dengan baik akan mendatangkan banyak manfaat bagi warga masyarakat.
Seperangkat nilai dan manfaat dari aspek sosial, kesehatan, ekonomi,
psikologis dan pedagogis merupakan landasan yang kuat untuk mengklaim
bahwa olahraga merupakan instrumen yang ampuh untuk melaksanakan
pembangunan yang seimbang antara material, mental, dan spiritual.
Pengembangan bangsa Indonesia dewasa ini lebih diarahkan untuk
pencapaian hidup makmur, sejahtera, aman, tenteram dan berupaya
menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Namun hal ini sulit dikembangkan
dikarenakan oleh adanya kendala /fenomena yang ditemui di lapangan seperti
kemiskinan, kecemasan, ketidaknyamanan, keterlantaran dan konflik sosial
yang tidak kunjung reda, dan masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia
khususnya di luar Pulau Jawa. Hal ini sesuai dengan data yang menunjukkan
bahwa, angka tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga yang
setiap tahun cenderung semakin menurun, sebagai mana yang terdapat dalam
data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bahwa, “Angka tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga dari sebesar 35,3% pada tahun
1994 menurun tajam menjadi sebesar 22,6% pada tahun 2000”, (Badan Pusat
Statistik, 2002). Kecendrungan makin menurunnya minat dan keinginan
masyarakat untuk melakukan kegiatan olahraga merupakan hal yang sangat
memprihatinkan, dikarenakan tidak sebanding dengan upaya pemerintah yang
semakin serius dan konsisten dalam pembangunan olahraga. Sejalan dengan
hal tersebut, maka pemerintah melakukan upaya untuk mengidentifikasi
berbagai kendala dan masalah dalam masyarakat tentang latar belakang
terjadinya kondisi tersebut.
Menurut Direktorat Jendral Olahraga (2004) bahwa, ada beberapa
indikator yang menjadi dasar maju-mundurnya masyarakat untuk melakukan
kegiatan olahraga. Indikator-indikator tersebut meliputi partisipasi
(partisipation), ruang terbuka (open spece), kebugaran jasmani (physical
fitness), dan sumberdaya manusia (human resources). Keempat indikator
tersebut memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan, karena apabila salah
19
satu indikator ini tidak ada ataupun kurang memadai, maka akan terjadi
kepincangan dalam perkembangan olahraga di suatu daerah.
2. Olaraga Sebagai Sebuah Kebutuhan
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk
mencapai kemakmuran.Kebutuhan manusia dapat dikelompokkan menjadi 4
(empat) kelompok, yaitu antara lain sebagai berikut:
a. Jenis kebutuhan berdasarkan tingkat intensitas,dibagi dalam 3 (tiga ) jenis
kebutuhan yaitu kebutuhan primer,kebutuhan sekunder,kebutuhan tersier
b. Jenis kebutuhan berdasarkan sifat,dibagi dalam 2 (dua) jenis kebtuhan yaitu
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani
c. Jenis kebutuhan berdasarkan subjek yang membutuhkan, dibagi dalam 2
(dua) jenis kebutuhan yaitu kebutuhan individual dan kebutuhan umum
(sosial)
d. Jenis kebutuhan berdasarkan waktu, dibagi dalam 2 (dua) jenis kebutuhan
yaitu kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa datang
(http://id.shvoong.com/:2010, diakses pada tanggal, 8 September 2015).
Dewasa ini perkembangan sosial budaya dalam olahraga banyak
fenomena sosial yang berpengaruh terhadap dinamika interaksi sosial-budaya
masyarakat. Hal itu sejalan dengan perkembangannya olahraga akan terus
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak
pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap
peradaban manusia. Terkait tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia
yang mempunyai kesehatan secara lahiriah maupun rohaniah. Pendidikan
sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup,
pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga jika dipahami dan
dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan sangat penting,
yaitu memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat
langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani,
olahraga dan bersosial antar masyarakat yang satu dengan masyarkat yang
lain(http://agustsarengat.blogspot.com).
20
Suatu prestasi olahraga yang hebat tidaklah semata-mata ditentukan oleh
suatu kondisi fisik yang sempurna tetapi bahkan sebaliknya ditentukan oleh
suatu jumlah kontrol yang merupakan sebagian dari struktur sosial yang ada
dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, kalau
dijabarkan maka urutan-urutan dari suatu prestasi olahraga terjadi dari
kebudayaan yang merupakan faktor yang paling menentukan ke faktor faktor
sosial, lalu ke kepribadian dan yang terakhir adalah faktor-faktor organik dari
tubuh atlet yang bersangkutan(http://agustsarengat.blogspot.com). Olahraga
dalam kehidupan manusia selalu mejamin untuk memberikan kesehatan kepada
orang sering melakukannya. Jenis-jenis olahraga sudah dijelaskan pada
sebelumnya seperti olahraga rekreasi. Pada penelitian tentang pengaruh
olahraga rekreasi pada ibu-ibu pekerja menunjukkan hal tersebut sangat
berpengaruh. hal itu dibuktikan dengan memungkinkan wanita untuk
menumbuhkan energi biologis mereka, meningkatkan kebugaran dan bentuk
tubuh. Selain itu kebutuhan mental akan tubuh yang terus-terusan bekerja akan
sangat membantu dalam menghadapi tekanan dalam pekerjaan(Parnicka.
Urszula.2008). Sudah banyak penelitian yang meneliti tentang olahraga dalam
kehidupan manusia. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai macam-
macam olahraga yang menjadi ciri khas suku bangsa tersebut. Selain itu,
Indonesia yang mempunyai banyak aneka ragam suku bangsa dan mempunyai
persepsi sendiri-sendiri tentang olahraga.
Olahraga sendiri terkadang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh
masyarakat Indonesia, terutama di kalangan atlet Indonesia. Atlet sendiri
cenderung menjadikan olahraga sebagai pencaharian dikarenkan berbagai
banyak faktor, salah satunya adalah pendidikan yang tidak memadai untuk
medapatkan pekerjaan setelah pensiun menjadi seorang atlet. Dan apada
akhirnya ketika setelah pension para atlet tersebut menjadi tidak karuan dan
akhirnya menjadi pengangguran atau pekerjaan lain yang tidak layak padahal
meeka telah mengharumkan nama bangsa dengan medali atau juara pada
masing-masing cabang olahraga yang ditekuni. Hal ini perlu diperhatikan dan
dibuatkan sebuah rencana untuk masa depan agar para pensiunan atlet tetap
bisa hidup dengan layak sebagai bukti dari perhatian pemerintah atas semua
21
jasa yang telah diberikan untuk mengharumkan nama bangsa dalam bidang
olahraga. Tapi terkadang tidak semuanya atlet mengalami nasib yang kurang
beruntung setelah pension karena ada beberapa atlet yang berhasil mengolah
semua kebutuhan dengan baik dengan mengatur segala penghargaan yang telah
didapatkan selama menjadi atlet dengan baik.
Berolahraga Merupakan Bagian dan Kebutuhan Hidup Salah satu
karakteristik makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia adalah melakukan
gerakan. Antara manusia dan aktivitas fisik merupakan dua hal yang sulit atau
tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat bahwa sejak manusia pada jaman
primitif hingga jaman moderen, aktivitas fisik atau gerak selalu melekat dalam
kehidupan sehari-harinya. Berarti aktivitas fisik selalu dibutuhkan manusia.
Neilson (1978: 3) mengemukakan bahwa manusia berubah sangat sedikit
selama 50.000 tahun yang berkaitan dengan organi�sasi tentang struktur dan
fungsi yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
perubahan utama bukan pada manusianya, melainkan pada kebutuhan dan
kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan besar di dalam
ling�kungan alam dan lingkungan buatan manusia. Manusia berusaha
memodifikasi lingkungannya dengan mencoba-coba, eksplorasi dan dengan
eksploitasi.
3. Olahraga Pendidikan
Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang di
laksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan
untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan
kebugaran jasmani. Olahraga pendidikan diselenggarakan sebagai bagian
proses pendidikan, dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal maupun
non formal, biasanya dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan, guru pendidikan jasmani dengan dibantu oleh tenaga olahraga
membimbing terselenggaranya kegiatan keolahragaan.
Di sekolah atau satuan pendidikan, penjasorkes berperan penting, hal ini
terkait dari dua hal, yakni sisi pendidikan jasmani yang mengarah kepada aspek
edukatif dan sisi olahraga yang mengarah kepada aspek prestasi. Kedua hal ini
22
merupakan hal yang inheren dalam penjasorkes, karena disitulah ditempa
pribadi peserta didik agar memiliki jasmaniah dan rohaniah yang sehat, segar,
dan sekaligus memungkinkan untuk prestasi, tentu saja termasuk prestasi di
bidang olahraga. Disamping itu, masih ada dimensi terpendam pendidikan
jasmani yang bisa mengembangkan dan membentuk kemampuan serta
kepribadian setiap individu misalnya sikap, semangat, emosi, kejiwaan dan
sebagainya.
Penjasorkes merupakan pilar dalam membangun tingkat kebugaran
(kesehatan dan kesegaran), karena dimensi gerak sebagai aktivitas utamanya
memiliki implikasi nyata bagi penumbuhan kesehatan
individu/kelompok/masyarakat. Dengan demikian penjasorkes dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga tercapai manusia Indonesia
yang sehat . Sehat dalam konteks ini mengacu kepada definisi sehat dari World
Health Organization (WHO) yakni: “Holistic health extends the physical,
mental, and social aspects of the definition to include intellectual and spiritual
dimentions”. Di sisi lain, penjasorkes pada satuan pendidikan menjadi penting,
terutama jika dikaitkan dengan proses pembibitan dan pembinaan dalam
rangka peningkatan prestasi olahraga. Melalui satuan pendidikan ini, jenjang-
jenjang pembibitan dan pembinaan tersebut akan terukur, sistematis, dan
terfokus. Hal itu penting diperhatikan karena melahirkan juara dalam cabang
olahraga tersebut membutuhkan pembinaan yang berjenjang dan memerlukan
waktu yang cukup lama. Jika pembibitan dan pembinaan dilakukan sejak usia
dini, yakni sejak usia sekolah dasar secara konsisten dan terencana, bukan hal
yang mustahil dapat lahir olahragawan-olahragawan terbaik pada cabang-
cabang olahraga tersebut.
Adapun ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan (Penjasorkes) sesuai Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
a. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan.
eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor, dan manipulatif,
atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis
meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
23
b. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen
kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya.
c. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat,
ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya.
d. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic
serta aktivitas lainnya.
e. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan
bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya.
f. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan,
berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung.
g. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap
sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman
yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang
tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS.Aspek kesehatan
merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua
aspek.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menganggap Pendidikan Jasmani dan
Olahraga penting karena dapat mendukung bagi pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) di bidang kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan.
Dalam hal ini penjasorkes dapat menjadi instrumen yang efektif bagi
penanggulangan dan peningkatan secara tidak langsung masalah kesehatan dan
kemiskinan. Misalnya, olahraga dapat menyumbang atau berpengaruh kepada
meningkatnya kebugaran masyarakat. Di Indonesia lebih dikenal dengan nama
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes), hal tersebut sesuai
dengan yang diamanatkan dalam Standar Nasional Pendidikan (PP RI No. 19
Tahun 2005 pasal 7 ayat 8 dalam Sugiyanto 2012 ). Selanjutnya dijelaskan
bahwa Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan didalamnya terkandung
3 (tiga) komponen isi yang seharusnya ada, yaitu: Pendidikan Jasmani;
Pendidikan Olahraga; dan Pendidikan Kesehatan.
a. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani memiliki kajian tersendiri namun sebenarnya
24
merupakan satu kesatuan dalam konsep Penjasorkes. Definisi Pendidikan
Jasmani menurut Charles A. Bucher 1972 dalam Sugiyanto (2012)
menyatakan “Pendidikan Jasmani, suatu bagian integral dari proses
pendidikan total , adalah suatu bidang upaya yang bertujuan
mengembangkan warga negara yang segar (fit) secara fisik, mental, emosi
dan sosial melalui medium aktivitas fisik yang dipilih sesuai sudut pandang
perealisasian tujuan tersebut.
Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat
dalam program pendidikan umum. Pendidikan jasmani merupakan suatu
proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai
kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan
ketrampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan dan pembentukan watak.
Dengan demikian dapat dikatakan di sini bahwa pendidikan jasmani
sekolah, bukan semata-mata di tekankan pada pencapaian kesegaran fisik,
pengembangan ketrampilan, kemampuan motorik saja, namun menanamkan
gemar hidup sehat sejak anak-anak. Seseorang yang memiliki pemahaman
sejak usia dini tentang perencanaan program kesegaran, perilaku hidup sehat
yang pada gilirannya akan mampu berpartisipasi aktif dalam segala aktivasi,
termasuk aktivitas olahraga dalam masyarakat luas. Untuk itu pendidikan
jasmani di sekolah hendaknya mampu mengembangkan ketrampilan
motorik, fitness dan karakter secara bersamaan.
Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang melibatkan
aktifitas fisik dengan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Lutan
(1998:113), ”Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan via aktivitas
jasmani, permainan dan/atau cabang olahraga yang terpilih dengan maksud
untuk mencapai tujuan pendidikan”. Tujuan yang ingin dicapai bersifat
menyeluruh, mencakup aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan moral.
Berkenaan dengan aspek fisik, tujuan utama pendidikan jasmani adalah
untuk memperkaya perbendaharaan gerak dasar anak-anak dengan aktivitas
fisik, sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Sebagai alat pendidikan, pendidikan jasmani bukan hanya bertujuan
25
untuk mengembangkan kemampuan jasmani siswa, tetapi melalui aktivitas
jasmani dikembangkan pola potensi lainnya, seperti kognitif, afektif dan
psikomotor anak. Pendidikan jasmani berperan penting terhadap pencapaian
tujuan belajar mengajar secara keseluruhan. Melalui pendidikan jasmani
diharapkan dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan jasmani
siswa, merangsang perkembangan sikap, mental, sosial, emosi yang
seimbang serta keterampilan gerak siswa. Menurut Depdiknas, (2003)
mengemukakan bahwa “Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara
organik, neuromuskuler, perceptual, kognitif, dan emosional, dalam
kerangka sistem pendidikan nasional. Pendidikan jasmani lebih menekankan
proses pembelajarannya pada penguasaan gerak manusia. Pemahaman yang
lebih mendalam terhadap kecenderungan dan hakikat gerak ini, misalanya
melalui teori gerak dan teori belajar gerak, maka memungkinkan guru lebih
memahami tentang kondisi apa yang perlu disediakan untuk memungkinkan
anak belajar secara efektif.
Tidak dipungkiri bahwa dalam menjalankan proses pendidikan Jasmani
di sekolah, guru mengalami banyak kendala misalnya keterbatasan sarana
dan prasarana olahraga. Dengan kondisi tersebut, guru penjasorkes dituntut
untuk lebih kreatif dan inovatif. Model-model pembelajaranpun banyak
dibuat untuk menanggulangi keterbatasan tersebut. Salah satu bentuk
pembelajaran tersebut berkonsep pada joyful learning atau belajar yang
menyenangkan. Desain atau rancangan pembelajaran tersebut kemudian
dielaborasi konsepnya menjadi konsep PAIKEM yaitu Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (Kristiyanto 2012 : 15-16)
b. Pendidikan Olahraga
Pendidikan olahraga merupakan sebuah konsep hasil pengembangan dari
Penjasorkes dimana memiliki tujuan yang lebih spesifik yaitu mengarah
kepada prestasi olahraga dari peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Daryl Siedentop dalam Sugiyanto (2012) mengatakan bahwa
model pendidikan olahraga dinilai memiliki tujuan yang lebih ambisius
26
dibanding dengan program olahraga didalam pendidikan jasmani.
Pendidikan olahraga berusaha mendidik murid untuk menjadi pemain
olahraga yang sebenarnya dan membantu mereka untuk menjadi
olahragawan yang kompeten, pintar dan antusias. Selanjutnya dijelaskan
bahwa olahraga yang kompeten berarti memiliki keterampilan yang
memadai untuk berpartisipasi dalam pertandingan, memahami dan dapat
melaksanakan strategi sesuai dengan kompleksitas permainan dan sebagai
pemain yang berpengetahuan.
Olahragawan yang pintar berarti memahami nilai-nilai peraturan, tatacara
dan tradisi dalam olahraga dan dapat membedakan antara praktik olahraga
yang baik dan yang buruk baik pada anak-anak atau olahragawan
profesional. Olahragawan yang antusias berarti berpartisipasi dan
berperilaku dalam cara yang memelihara, melindungi dan mempertinggi
budaya olahraga. Sebagai anggota kelompok olahraga turut
mengembangkan olahraga pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
Jika mengevaluasi dan menganalisis dalam berbagai kejuaraan dunia
menunjukkan bahwa hanya atlet tertentu cocok untuk olahraga tertentu dan
harus juga memiliki karakteristik psikologi dan mental yang diperlukan.
Selain itu juga memiliki kondisi fisik yang handal, memiliki teknik dan
taktik yang baik serta memiliki pengalaman dalam berbagai kompetisi yang
dapat mencapai prestasi tinggi. Prestasi semacam ini akan dicapai dengan
mengembangkan aspek-aspek prasyarat pada masa anak-anak.
Pembinaan olahraga yang dilakukan secara sistematis, tekun dan
berkelanjutan pada pelajar SD, SMP dan SMA diharapkan akan
menghasilkan prestasi yang tinggi. Dengan dimulainya pembinaan olahraga
pada usia muda, akan terwujud dalam proses awal dari pembinaan olahraga
sendiri dimulai dari pembinaan pelajar yang salah satunya dengan cara
pemanduan bakat pada usia dini. Usia anak Sekolah Menegah Pertama
merupakan masa-masa yang strategis dalam upaya pembinaan olahraga,
karena pada masa ini anak-anak masih mempunyai waktu dan kesempatan
yang cukup panjang, sehingga dapat meraih prestasi yang maksimal
dikemudian hari.
27
Dalam penerapan olahraga pendidikan seorang guru Penjasorkes di
sekolah harus diperhatikan porsi latihan atau aktivitas fisik yang diberikan
kepada peserta didik. Pada usia anak-anak, aktivitas fisik harus benar-benar
diperhitungkan dengan baik karena jika porsi yang diberikan berlebihan
maka dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri.
Program latihan atau pembelajaran yang diberikan harus disesuaikan dengan
usia dan kemampuan masing-masing anak. Rekomendasi yang diberikan
oleh Federasi Sports Medicine Australia dalam Giriwijoyo dan Sidik
(2012:76) untuk olahraga (lari) aerobik bagi anak-anak sebagai berikut:
Tabel 2.1: Rekomendasi Aktivitas Fisik Aerobic (Lari)
Usia di bawah Jarak lari tidak boleh lebih dari
12 tahun 5 km
15 tahun 10 km
15-16 tahun 20 km
16-18 tahun 30 km
18 tahun Marathon
c. Olahraga Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap aktivitas kehidupan
dimana kesehatan harus selalu dijaga dan ditingkatkan. Cara termurah
untuk menjaga kesehatan adalah dengan berolahraga.Menurut Lutan dkk
(1995:50-51) bahwa upaya pembinaan kesehatan pada dasarnya hanya
terdiri atas dua bidang garapan yaitu:(1) pembinaan kesehatan pada faktor
manusia dan (2)pembinaan kesehatan pada faktor lingkungan.
Slogan yang berbunyi “kesehatan merupakan harta yang paling berharga
” adalah benar adanya. Banyak orang yang tidak perduli akan kesehatan
bahkan tidak mementingkan kesehatan untuk dirinya sendiri. Ketidaktahuan
akan cara yang benar untuk menjaga kesehatan menjadi salah satu faktor
penyebabnya. Kehidupan sekolah yang terlalu membebankan kepada tugas-
28
tugas kombinasi pula dengan kehidupan di rumah dan lingkungan luar
sekolah. Jika di sekolah anak kurang bergerak, di rumah keadaannya juga
demikian. Kemajuan teknologi yang dicapai pada saat ini, malah menjebak
anak-anak ke dalam lingkungan kurang gerak. Anak semakin asyik dengan
kesenangannya seperti menonton TV atau bermain video game. Tidak
mengherankan bila ada kerisauan bahwa kebugaran anak-anak semakin
menurun.
Seiring semakin rendahnya kebugaran jasmani, kian meningkat pula
gejala penyakit hipokinetik (kurang gerak) seperti kegemukan, tekanan
darah tinggi, kencing manis, nyeri pinggang bagian bawah, adalah contoh
dari penyakit kurang gerak. Akibatnya penyakit jantung tidak lagi menjadi
monopoli orang dewasa, tetapi juga sudah menyerang pada anak-anak.
Sejalan dengan itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang tidak sehatpun
semakin memperburuk masalah kesehatan anak-anak. Dengan pola gizi
yang tidak seimbang, mereka menghadapkan diri mereka sendiri pada resiko
penyakit degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang semakin besar.
Sangat penting untuk menjaga kesehatan baik jasmani maupun rohani oleh
karena itu pendidikan kesehatan menjadi sangat krusial khususnya untuk
pelajar di sekolah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Giriwijoyo dan
Sidik (2012 : 28) bahwa “Olahraga kesehatan meningkatkan derajat sehat
dinamis (sehat dalam gerak), pasti juga sehat statis (sehat dikala diam),
tetapi tidak pasti sebaliknya. Gemar berolahraga :mencegah penyakit, hidup
sehat dan nikmat. Malas berolahraga : mengundang penyakit. Tidak
berolahraga : menelantarkan diri”.
Sugiyanto (2012) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan pada
dasarnya merupakan kajian yang bersifat multidisiplin. Isinya diambil dari
banyak bidang ilmu antara lain kedokteran, kesehatan masyarakat,
kejasmanian, psikologi, biologi dan sosiologi. Lingkup kajiannyapun luas
yang mencakup antara lain hakekat sehat dan penyakit, kegizian,
pencegahan cedera, pertolongan pertama pada kecelakaan, pencegahan
penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, hakekat perilaku dan
kebiasaan hidup sehat dan pemeliharaan kesehatan. Aspek layanan yang
29
termasuk didalamnya meliputi penanganan kehidupan sekolah yang sehat,
layanan kesehatan dan pengajaran kesehatan.
4. Olahraga Prestasi
Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan
olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui ompetisi
untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan. Selain itu dalam pengembangan olahraga perlu dilakukan sebuah
pendekatan keilmuan yang menyeluruh dengan jalan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan dan
teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaedah dan teori ilmu pengetahuan
yang telah terbukti kebenarannya untuk peningkatan fungsi, manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan
teknologi baru bagi kegiatan keolahragaan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Kristiyanto (2012 : 12) yang menyatakan bahwa “Dalam lingkup
olahraga prestasi, tujuannya adalah untuk menciptakan prestasi yang setinggi-
tingginya. Artinya bahwa berbagai pihak seharusnya berupaya untuk
mensinergikan hal-hal dominan dalam menentukan prestasi gemilang”.
Sudut pandang teknologi berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip
teknik, termasuk mekanika gerak yang terbungkus dalam kajian biomekanika,
dalam bentuk analisis efisien gerak, momentum, akselerasi, dan sebagainya.
Teknologi juga berarti pemutakhiran peralatan-peralatan olahraga yang sesuai
dengan kaidah mekanika gerak tubuh manusia.Telaahan penting yang
diperlukan dalam peningkatan prestasi olahraga adalah dari bantuan teori-teori
sosiologi kedalam pengembangan olahraga. sosiologis perlu dilakukan dalam
upaya membantu men-osialisasikan olahraga kepada berbagai tingkatan usia
dan golongan.Teori struktural fungsionalisme, konflik, dan kritik perlu
dimanfaatkan untuk memantapkan posisi olahraga di masyarakat sehingga
masyarakat dapat mengakses dengan mudah segala kebutuhan untuk
berolahraga.Gerakan sosialisasi olahraga ini perlu dilakukan agar masyarakat
dapat memahami makna dan tujuan olahraga yang sebenarnya.
30
Teori-teori psikologi juga perlu dilakukan dalam peningkatan prestasi
olahraga nasional terutama mendorong atau memicu motivasi berprestasi
dalam bidang olahraga penampilan tingkat tinggi ini. Selain itu,pembelajaran
kepribadian atau personaliti atlet juga perlu dilakukan untuk dapat memahami
para atlet, sehingga pada saat yang sama atlet dapat dikokohkan
kepribadiannya melalui kekuatan fisik, emosional, dan intelektual secara utuh.
Pedagogi dapat diperbantukan dalam peningkatan prestasi olahraga melalui
penerapan kaidah-kaidah didaktik dan metodik yang akurat pada pembinaan
olahraga usia dini dan olahraga sekolah secara proporsional, selain juga perlu
penerapannya dalam olahraga masyarakat. Karena itu, perlu diproporsikan
secara tepat kedudukan aktivitas jasmani dan olahraga yang ada di sekolah dan
di masyarakat.
Olahraga dapat menjadi salah satu alat untuk mencapai kejayaan
bangsa. Kejayaan olahraga nasional yang pernah ditorehkan Indonesia yaitu
pada Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta dengan menduduki peringkat
kedua setelah Jepang. Namun beberapa tahun belakang ini,prestasi olahraga
Indonesia mengalami keterpurukan. Bahkan di tingkat Asia Tenggara, prestasi
Indonesia kurang menggembirakan. Prestasi olahraga Indonesia bukan semakin
meningkat, tetapi justru sebaliknya semakin merosot. Merosotnya prestasi
olahraga nasional tercermin dari peringkat Indonesia di ajang SEA Games.
Terakhir kali Indonesia menjadi Juara umum SEA Games pada tahun 1997 di
Jakarta. Tahun 2011 kita kembali menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar
se-Asia Tenggara dan telah berhasil merebut kembali gelar juara umum.
Untuk mendapatkankan atlet berprestasi, disamping proses latihan yang
harus di jalankan dengan baik, perlu juga dibarengi denganmenciptakan
kompetisi-kompetisi agar proses latihan yang diterapkan dapat diuji dan
dievaluasi melalui kompetisi-kompetisi yang ada. Oleh karena itu semakin
besar volume dan frekuensi kejuaraan/kompetisi, maka semakin besar peluang
untuk menghasilkan atlet berprestasi. Olahraga prestasi adalah olahraga yang
harus dibina dan ditangani secara serius dan terpantau. Pembinaan olahraga
prestasi bertujuan untuk mengembangkanolahragawan secara terencana,
berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi
31
dengan dukungan ilmu pengetahuanan teknologi keolahragaan. Keterbatasan
dana pemerintah menuntut cabang-cabang olahraga lain yang belum menjadi
prioritas pendanaan pemerintah perlu menggalang dana kolektif dari
masyarakat dan swasta.Para pemerhati olahraga Indonesia harus segera
menyatukan suara dalam membangun olahraga di Indonesia. Salah satunya
adalah menetapkan National Sport Policy yang akan menjadi acuan bersama,
tanpa melihat siapa yang menjadi penguasaannya, serta menciptakan situasi
konduksi funtuk efisiensi dan efektivitas penerapan kebijakan olahraga itu
sendiri.
Olahraga di Indonesia berpeluang untuk mengembangkan industri
olahraga, mengingat karakteristik masyarakat Indonesia yang masih
memfavoritkan televisi sebagai media informasi dan hiburan, kunci itu ada di
tangan televisi. Kita tidak bisa mengabaikan peran para wartawan yaitu media
cetak dan media elektronik lainya seperti radio dan internet yang semakin
global dan canggih sebagai kendaraan ampuh untuk memajukan aktivitas
pendidikan jasmani dan olahraga.
Model pembinaan prestasi olahraga bentuk segi tiga atau sering disebut
pola pyramid seharusnya berporos pada proses pembinaan yang bersinambung.
Dikatakan bersinambung (kontinum) karena pola itu harus didasari cara
pandang (paradigma) yang utuh dalam memaknai program pemassalan dan
pembibitan dengan program pembinaan prestasinya. Artinya, program tersebut
memandang penting arti pemassalan dan pembibitan yang bisa jadi
berlangsung dalam program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan
program pengembangannya dalam kegiatan klub olahraga sekolah,
dimatangkan dalam berbagai aktivitas kompetisi intramural dan idealnya
tergodok dalam program kompetisi interskolastik,serta dimantapkan melalui
pemuncakan prestasi dalam bentuk traininzcamp bagi para bibit atlet yang
sudah terbukti berbakat.
Corak ini dapat dipastikan agak berbeda dari yang ditempuh dalam
pembinaan olahraga di Indonesia umumnya, misalnya program PPLP dan
Ragunan, yang biasanya melupakan arti penting dari program penjas dan
program olahraga rekreasi, tetapi langsung diorientasikan kepada puncak
32
tertinggi dari model piramid. Yang ada bukan gambar pola piramid, tetapi lebih
berupa gambar sebuah pencil (orang lebih suka menyebutnya sebagai flag pole
model yang berarti model tiang bendera). Secara tradisional, program
pengajaran pendidikan jasmani digambarkan sebagai lantai dasardari sebuah
segitiga sama kaki, atau yang sering disebut sebagai bentuk piramid. Tepat di
atasnya terdapat program olahraga rekreasi, atau lajim pula disebut program
klub olahraga. Sedangkan di puncak segitiga terletak program olahraga
prestasi.
Membangun strategi pembinaan olahraga secara nasional memerlukan
waktu dan penataan sistem secara terpadu. Pemerintah dalam hal ini adalah
Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak dapat bekerjasendiri tanpa sinergi
dengan kelembagaan lain yang terkait dengan pembinaan sistem keolahragaan
secara nasional. Penataan olahraga prestasi harus dimulai dari permasalahan
olahraga di masyarakat yang diharapkan akan memunculkan bibit-bibit atlet
berpotensi dan ini akan didapat pada atlet yang dimulai dari usia sekolah.
Pembinaan olahraga prestasi harus berjangka waktu kehidupan atlet, dimulai
pada saat merekrut seorang anak untuk dikembangkan menjadi seorang atlet.
Dalam merekrut calon atlet, postur dan struktur tubuhnya harus dilihat apakah
tubuh (termasuk kemampuan jantung dan paru-paru) calon atlet itu bisa
dibentuk dengan latihan-latihan untuk menjadi kuat, cepat dan punya
endurance atau daya tahan.
Inteligensi juga harus diteliti pada saat merekrut calon atlet yang masih
anak-anak. Apakah anak itu cukup cerdas dalam mengambil keputusan singkat
pada saat bertanding dalam suasana menekan dan apakah aspek psikologinya
juga tangguh untuk mendukungnya mempunyai mental juara sejati, bukan
mental pecundang yang sombong dan angkuh dan hanya berorientasi uang.
Setelah aspek-aspek itu terpenuhi,pembinaan dilakukan menggunakan
teknologi olahraga untuk pembentukan fisik, psikologi dan rohani. Harus ada
keseimbangan juga antara latihan spartan dan istirahat. Oleh karena itu
penataan harus dilakukan secara terpadu dan berjenjang sehingga hasil yang
dicapai merupakan produk yang sangat optimal.
Untuk dapat menggerakkan pembinaan olahraga harus diselenggarakan
33
dengan berbagai cara yang dapat mengikut sertakan atau memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
olahraga secara aktif, berkesinambungan, dan penuh kesadaran akan tujuan
olahraga yang sebenarnya. Pembinaan olahraga yang seperti ini hanya dapat
terselenggara apabila ada suatu system pengelolaan keolahragaan nasional
yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam semangat
kebersamaaan dari seluruh lapisan masyarakat. Pembinaan atlet usia pelajar
sering kali tidak terjadi kesinambungan dengan pembinaan cabang olahraga
prioritas. Hal ini bisa dilihat dari berbagai cabang olahraga yang merupakan
andalan untuk meraih medali emas tidak dibina secara berjenjang. Untuk itu
perlu dilakukan penyusunan program pembibitan atlet dari usia dini dengan
cabang olahraga yang menjadi prioritas. Sebagai langkah berikutnya perlu
melakukan kerja sama antara Menteri Pemuda dan Olahraga dengan Komite
Olahraga Nasional Indonesia Pusat serta Induk Organisasi Cabang Olahraga
untuk membicarakan cabang-cabang olahraga yang menjadi prioritas utama
baik di daerah, nasional, maupun Internasional.kebugaran, dan kegembiraan.
Pada pasal 19 Bab VI UU nomor 3 tahun 2005 dinyatakan bahwa “olahraga
rekreasi bertujuan untuk memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani dan
kegembiraan, membangun hubungan sosial dan atau melestarikan dan
meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional”. Selanjutnya dinyatakan
bahwa Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat berkewajiban
menggali, mengembangkan dan memajukan olahraga rekreasi.Kristiyanto
(2012 : 6) menyatakan bahwa “olahraga rekreasi terkait erat dengan aktivitas
waktu luang dimana orang bebas dari pekerjaan rutin.Waktu luang merupakan
waktu yang tidak diwajibkan dan terbebas dari berbagai keperluan psikis dan
sosial yang telah menjadi komitmennya”.Sedangkan Menurut Aip Syaifuddin
(1990) olahraga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada
waktu senggang atau waktu-waktu luang. Kegiatan yang umum dilakukan
untuk rekreasi adalah pariwisata, olahraga, permainan, dan hobi dan kegiatan
rekreasi umumnya dilakukan pada akhir pekan. kegiatan rekreasi merupakan
salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Kegiatan tersebut
ada yang diawali dengan mengadakan perjalanan ke suatu tempat dan
34
sebagainya. Secara psikologi banyak orang di lapangan yang merasa jenuh
dengan adanya beberapa kesibukan dan masalah, sehingga mereka
membutuhkan istirahat dari bekerja, tidur dengan nyaman, bersantai sehabis
latihan, keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan, mempunyai teman
bekerja yang baik, kebutuhan untuk hidup bebas, dan merasa aman dari resiko
buruk. Melihat beberapa pernyataan di atas, maka rekreasi dapat disimpulkan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sebagai pengisi waktu luang untuk satu
atau beberapa tujuan, diantaranya untuk kesenangan, kepuasan, penyegaran
sikap dan mental yang dapat memulihkan kekuatan baik fisik maupun mental.
Beragam jenis olahraga rekreasi, yang merupakan kekayaan asli dan jati diri
bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dipelihara dan diperkenalkan kepada
generasi muda penerus, serta didokumentasikan dengan serius dan cermat,
sehingga asset budaya dan jati diri bangsa Indonesia tidak hilang atau diakui
oleh bangsa lain. Disamping itu, gerakan “Sport forAll” yang menjadikan
olahraga sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan kualitas sumber
daya manusia, pendidikan, kesehatan dan kebugaran masyarakat, serta aspek
lain yang dibutuhkan oleh pembentukan karakter dan jati diri suatu bangsa,
menjadikannya sebagai kekuatan yang ampuh dalam upaya
mempersatukan bangsa Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sejalan dengan itu, “Sport for All” di dunia internasional telah
semakin maju dan berkembang menjadi suatu gerakan global, yang
dampaknya secara langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi
perkembangan olahraga di Indonesia, yang terbukti dengan semakin subur dan
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan dan bentuk
olahraga, baik yang asli berakar dari budaya bangsa dan dalam negeri
Indonesia, maupun yang berasal dari budaya bangsa lain dari manca Negara.
Atas dasar pemikiran bahwa potensi, manfaat dan kekayaan dari olahraga
rekreasi dan gerakan "Sport for All", tidak hanya dari aspek olahraga,
kesehatan dan budaya, akan tetapi juga dari aspek terkait yang lain dalam
kehidupan bangsa Indonesia, maka pengembangan olahraga ekreasi dan
gerakan “Sport for All” di Indonesia, harus ditangani dengan serius, baik oleh
pemerintah di pusat dan daerah, maupun oleh organisasi olahraga dan
35
masyarakat sendiri, melalui penetapan Visi "Indonesia Bugar 2020". Guna
mendukung upaya dan semangat kebangkitan bangsa Indonesia yang dimulai
sejak peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun 2008, maka
Kebangkitan Olahraga Nasional melalui upaya pemberdayaan dan
pengembangan olahraga rekreasi dan gerakan “Sport for All” di Indonesia,
menjadi salah satu solusi dan cara yang tepat untuk mendorong percepatan
Kebangkitan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sehat, bugar, produktif,
kuat, mandiri, demokratis, berjati diri dan berdaya saing di era globalisasi. Atas
dasar pemikiran tersebut, Visi “Indonesia Bugar 2020” harus dapat dijabarkan
melalui penyelenggaraan event berskala nasional yaitu Kongres Nasional
Pengembangan Olahraga Rekreasi dan “Sport for All” di Indonesia dan
sekaligus didukung oleh seluruh jajran dan jejaring Olahraga Rekreasi di
Indonesia yang berhimpun dalam Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat
Indonesia (FORMI), yang akan mengindentifikasi dan menginventarisasi
segenap potensi yang terkait, serta menentukan peran, arah dan sasaran
pengembangan olahraga rekreasi dan “Sport for All” di Indonesia dalam
sepuluh tahun kedepan.
5. Olahraga Rekreasi
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan,
kebugaran, dan kegembiraan. Pada pasal 19 Bab VI UU nomor 3 tahun 2005
dinyatakan bahwa “olahraga rekreasi bertujuan untuk memperoleh kesehatan,
kebugaran jasmani dan kegembiraan, membangun hubungan social dan atau
melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional”.
Selanjutnya dinyatakan bahwa Pemerintah, pemerinta daerah dan masyarakat
berkewajiban menggali, mengembangkan dan memajukan olahraga rekreasi.
Kristiyanto (2012 : 6) menyatakan bahwa “olahraga rekreasi terkait erat
dengan aktivitas waktu luang dimana orang bebas dari pekerjaan rutin.Waktu
luang merupakan waktu yang tidak diwajibkan dan terbebas dari berbagai
keperluan psikis dan sosial yang telah menjadi komitmennya”.Sedangkan
36
Menurut Aip Syaifuddin (1990) olahraga rekreasi adalah jenis kegiatan
olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
Kegiatan yang umum dilakukan untuk rekreasi adalah pariwisata, olahraga,
permainan, dan hobi dan kegiatan rekreasi umumnya dilakukan pada akhir
pekan. kegiatan rekreasi merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Kegiatan tersebut ada yang diawali dengan mengadakan
perjalanan ke suatu tempat dan sebagainya. Secara psikologi banyak orang di
lapangan yang merasa jenuh dengan adanya beberapa kesibukan dan masalah,
sehingga mereka membutuhkan istirahat dari bekerja, tidur dengan nyaman,
bersantai sehabis latihan, keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan,
mempunyai teman bekerja yang baik, kebutuhan untuk hidup bebas, dan
merasa aman dari resiko buruk. Melihat beberapa pernyataan di atas, maka
rekreasi dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sebagai
pengisi waktu luang untuk satu atau beberapa tujuan, diantaranya untuk
kesenangan, kepuasan, penyegaran sikap dan mental yang dapat memulihkan
kekuatan baik fisik maupun mental.
Beragam jenis olahraga rekreasi, yang merupakan kekayaan asli dan jati
diri bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dipelihara dan diperkenalkan kepada
generasi muda penerus, serta didokumentasikan dengan serius dan cermat,
sehingga asset budaya dan jati diri bangsa Indonesia tidak hilang atau diakui
oleh bangsa lain. Disamping itu, gerakan “Sport for All” yang menjadikan
olahraga sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan kualitas sumber
daya manusia, pendidikan, kesehatan dan kebugaran masyarakat, serta aspek
lain yang dibutuhkan oleh pembentukan karakter dan jati diri suatu bangsa,
menjadikannya sebagai kekuatan yang ampuh dalam upaya
mempersatukan bangsa Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sejalan dengan itu, “Sport for All” di dunia internasional telah semakin
maju dan berkembang menjadi suatu gerakan global, yang dampaknya secara
langsung dan tidak langsung telah mempengaruhi perkembangan olahraga di
Indonesia, yang terbukti dengan semakin subur dan meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan dan bentuk olahraga, baik yang asli
37
berakar dari budaya bangsa dan dalam negeri Indonesia, maupun yang berasal
dari budaya bangsa lain dari manca Negara. Atas dasar pemikiran bahwa
potensi, manfaat dan kekayaan dari olahraga rekreasi dan gerakan "Sport for
All", tidak hanya dari aspek olahraga, kesehatan dan budaya, akan tetapi juga
dari aspek terkait yang lain dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka
pengembangan olahraga rekreasi dan gerakan “Sport for All” di Indonesia,
harus ditangani dengan serius, baik oleh pemerintah di pusat dan daerah,
maupun oleh organisasi olahraga dan masyarakat sendiri, melalui penetapan
Visi "Indonesia Bugar 2020".
Guna mendukung upaya dan semangat kebangkitan bangsa Indonesia
yang dimulai sejak peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun 2008,
maka Kebangkitan Olahraga Nasional melalui upaya pemberdayaan dan
pengembangan olahraga rekreasi dan gerakan “Sport for All” di Indonesia,
menjadi salah satu solusi dan cara yang tepat untuk mendorong percepatan
Kebangkitan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sehat, bugar, produktif,
kuat, mandiri, demokratis, berjati diri dan berdaya saing di era globalisasi.
Atas dasar pemikiran tersebut, Visi “Indonesia Bugar 2020” harus dapat
dijabarkan melalui penyelenggaraan event berskala nasional yaitu Kongres
Nasional Pengembangan Olahraga Rekreasi dan “Sport for All” di Indonesia
dan sekaligus didukung oleh seluruh jajran dan jejaring Olahraga Rekreasi di
Indonesia yang berhimpun dalam Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat
Indonesia (FORMI), yang akan mengindentifikasi dan menginventarisasi
segenap potensi yang terkait, serta menentukan peran, arah dan sasaran
pengembangan olahraga rekreasi dan “Sport for All” di Indonesia dalam
sepuluh tahun kedepan.
6. Sarana dan Prasarana Olaraga
Olahraga telah dijadikan sebagai gerakan nasional dan merupakan
implementasi dari pembangunan olahraga di Indonesia. Sejalan dengan
itu,makadicetuskanlah slogan “Tiada Hari Tanpa Olahraga” dengan harapan
olahraga dapat tumbuh dan mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
disegala lapisan, mulai dari perkotaan sampai ke pedesaan. Ketika olahraga
38
telah menjadi sebuah kebutuhan setiap orang dalam hidupnya maka timbulah
sebuah permasalahan yaitu kebutuhan akan sarana dan prasarana yang bisa
menunjang aktivitas olahraga. Demi kenyamanan dan kelancaran dalam
melakukan aktivitas olahraga tersebut maka diperlukan pula sarana dan
prasarana yang baik dan memenuhi standar keolahragaan. Dalam hal ini
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan mempunyai kewajiban dan
tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana tersebut
sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Sistem Keolahragaan
Nasional Nomor 3 Tahun 2005. Wirjasantosa (1984 : 157) mengungkapkan
bahwa, “Sarana dan prasarana olahraga adalah suatu bentuk yang permanen,
baik untuk ruangan didalam maupun di luar. Misalnya: gymnasium (ruang
senam), kolam renang,lapangan-lapangan permainan, dan sebagainya”.
Sarana dan prasarana olahraga didalamnya terdiri dari sarana dan
prasarana penunjang aktivitas olahraga. Sarana sendiri merupakan salah satu
unsur penting yang harus tersedia dalam olahraga. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001 : 999) dijelaskan bahwa Sarana adalah segala sesuatu
yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan”. Dalam
olahraga sendiri terdapat banyak alat yang digunakan baik untuk bermain,
berlatih maupun bertanding dalam event olahraga. Sedangkan Soepartono
(1999/2000 : 6) menyatakan bahwa : “Istilah sarana olahraga adalah
terjemahan dari facilitie yaitu sesuatu yang dapat digunakan atau dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani”. Sarana olahraga dapat
dibedakan menjadi dua kelompok: a. Peralatan (apparatus) Peralatan ialah
sesuatu yang digunakan contoh: peti lompat, palang tunggal, gelang-gelang dan
sebagainya. b. Perlengkapan (device) ialah: 1) Semua yang melengkapi
kebutuhan prasarana misalnya: net,bendera untuk tanda, garis batas 2) Sesuatu
yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki misalnya:
bola, raket, pemukul.
Prasarana olahraga pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat
permanen. Tanpa didukung dengan prasarana yang baik maka sulit untuk
melakukan aktivitas olahraga yang berkualitas dan bahkan sulit memperoleh
prestasi olahraga yang tinggi. Menurut Soepartono (1999/2000 : 5) bahwa
39
“Prasarana olahraga adalah sesuatu yang merupakan penunjang terlaksananya
suatu proses pembelajaran pendidikan jasmani. Sedangkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001 : 893) menjelaskan bahwa “Prasarana adalah segala
sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses
usaha, pembangunan proyek dan lain sebagainya”. Berdasarkan penjelasan
diatas maka penulis menyimpulkan bahwa prasarana olahraga adalah gedung
olahraga, ruang serbaguna, lapangan dan kolam renang yang digunakan
sebagai tempat pelaksanaan kegiatan olahraga. Sarana olahraga adalah alat
yang digunakan untuk mempraktekkan setiap cabang olahraga guna mencapai
ketrampilan tertentu atau prestasi. Kemudian sarana dan prasarana olahraga
adalah suatu alat dan bangunan yang dirancang sesuai dengan persyaratan
tertentu yang digunakan sebagai alat bantu dan tempat melaksanakan kegiatan
olahraga.
Dengan budaya berolahraga yang tinggi di lingkungan masyarakat maka
sarana dan prasarana olahraga merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat untuk melakukan aktivitas
olahraga. Beranja dari banyaknya sarana dan prasarana olahraga yang tersedia
disuatu wilayah, maka masyarakat semakin mudah untuk menggunakan dan
memanfaatkan dalam melakukan berbagai kegiatan olahraga sesuai dengan
hobi, kebutuhan dan keinginan mereka masing-masing dengan sarana dan
prasarana olahraga yang tersedia tersebut. Namun jika sarana dan prasarana
olahraga yang tersedia di daerah-daerah terbatas maka semakin terbatas pula
kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan atau menggunakan sarana dan
prasarana olahraga, yang berdampak pada menurunnya minat dan partisipasi
mereka untuk melakukan kegiatan olahraga.
Peningkatan minat masyarakat terhadap olahraga sering tidak diimbangi
dengan peningkatan kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana olahraga
bahkan terjadinya kecenderungan menurunnya kualitas sarana dan prasarana
olahraga karena kurangnya perawatan. Bahkan saat ini banyak klub-klub atau
kelompok-kelompok olahraga yang tidak tertampung kegiatannya, sehingga
mereka berlatih dengan sarana dan prasarana seadanya atau berlatih di tempat-
tempat yang kurang representatif. Hal tersebut dapat menghambat
40
perkembangan olahraga di Kota Kupang, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Menghadapi fenomena tersebut, atlit, klub maupun penggemar
olahraga memerlukan wadah yang representatif dimana mereka dapat
melakukan aktifitas-aktifitasnya seperti berlatih untuk meningkatkan prestasi,
meningkatkan kebugaran fisiknya sekaligus berekreasi.Karenanya muncul
suatu pemikiran untuk menyediakan sebuah sarana dan prasarana yang mampu
mewadahi kegiatan-kegiatan tersebut dalam satu lokasi yang terpadu misalnya
dengan dibangun Sport Center.
Sarana dan prasarana olahraga di Indonesia secara umum sangat lemah
baik dari sisi jumlah maupun mutu, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat
dikembangkan standar pelatihan bermutu tinggi. Indonesia telah merintis
pendirian sentra olahraga seperti pendirian Pusat Pendidikan dan Latihan
Pelajar (PPLP), Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM), yang
tersebar di seluruh Indonesia. Pusat pelatihan daerah yang idealnya ada di
setiap provinsi, memerlukan pembenahan. Tujuannya adalah untuk
menyediakan, mengadakan,dan membangun sarana dan prasarana olahraga
untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga, serta
pencapaian prestasi olahraga.
Pembangunan maupun pengembangan sarana dan prasarana olahraga
harus melalui kajian yang seksama agar kelak sarana dan prasarana tersebut
dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Berhubungan dengan fungsi
bangunan yaitu bangunan olahraga. Sarana dan prasarana Olahraga
memerlukan suatu ruang yang luas dan mengharuskan menggunakan system
struktur bentang Iebar agar kegiatan yang berlangsung,baik kegiatan fisik
maupun kegiatan visual tidak terganggu. Selain berfungsi untuk meningkatkan
minat masyarakat terhadap olahraga, Gedung Olahraga tertutup juga harus
dapat memberikan citra dan daya tarik visual bagi pengamatnya. Memberikan
keindahan (estetika) pada penampilan bangunannya, dengan menonjolkan
strukturnya tanpa ditutup-tutupi. Sistem struktur dan rangkaian elemen-
elemen yang sating terkait satu dengan yang lain harus mewujudkan kestabilan,
kekakuan dan kekuatan banguan serta menyalurkan gaya- gaya yang bekerja
dengan baik ke tanah, sehingga bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh.
41
Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
sebuah sarana dan prasarana olahraga di suatu tempat yaitu: (a) Tinjauan
Terhadap Iklim, (b) Tinjauan Terhadap Lokasi Tapak dan (c) Studi Banding.
Hal yang paling pokok dan dipahami oleh arsitek adalah iklim
setempat.Karena arsitektur yang baik adalah arsitektur yang dapat
memanfaatkan dampak positif dan mengatasi masalah iklim. Lokasi tapak
berada di daerah dengan iklim tropis, yang pada umumnya memiliki perbedaan
musim panas dan musim hujan yang kecil. Untuk daerah yang beriklim tropis
lembab hal yang perlu diperhatikan adalah curah hujan, penghindaran terhadap
radiasi matahari dan pemanfaatan angin untuk ventilasi. Bagaimana
menyesuaikan iklim terhadap bangunan,yaitu dengan cara Lay out
bangunan harus memperhatikan lintasan matahari, perlindungan panas
matahari dengan sistem bayangan, contoh diberikan kisi-kisi (sunscreen).
Keadaan alam disekitar tapak tidak menunjukkan adanya potensial alam
berupa pohon-pohon, dan sebagainya.
7. Jenis Sarana dan Prasarana Olaraga
Sarana dan prasarana olahraga secara keseluruhan meliputi sarana dan
prasarana fisik dan sarana dan prasarana nonfisik. Sarana dan prasarana
olahraga secara fisik mencakup sarana dan prasarana fisik antara lain berupa
stadion, gelanggang dan lapangan olahraga. Sedangkan sarana dan prasarana
olahraga nonfisik mencakup sarana dan prasarana seperti sasana/perkumpulan
olahraga, tenaga pelatih dan guru pendidikan jasmani/olahraga. Ketersediaan
kedua jenis sarana dan prasarana olahraga tersebut dalam jumlah yang cukup
memadai selain akan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
berolahraga, pada gilirannya juga akan mampu menggeser persepsi masyarakat
tentang berolahraga dari hanya sekedar kegiatan untuk berekreasi dan menjaga
kesehatan semata, menjadi kegiatan untuk ajang memperoleh prestasi.
Sarana dan prasarana olahraga merupakan salah satu item dalam sebuah
penjaminan mutu keberhasilan pembangunan olahraga. Keberadaan, jenis,
jumlah dan kualitas dari Sarana dan prasarana olahraga ini tergantung dari
kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah serta arah kebijakan Pemerintah
42
Daerah tersebut. Tidak semua sarana dan prasarana olahraga mampu
disediakan oleh suatu daerah, oleh karena itu perlu kecermatan dan kejelian
Pemerintah dalam menentukan kebijakan penyediaan sarana dan prasarana
olahraga disuatu daerah agar kebijakan yang ditetapkan dapat benar-benar tepat
sasaran sehingga dapat digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat yang
membutuhkan. Menurut Harsuki (2012 : 183) Sarana dan prasarana olahraga
dapat dibagi kedalam beberapa macam atau tipe, yaitu : 1) Sarana dan
prasarana tunggal, artinya sarana dan prasarana itu umumnya hanya digunakan
untuk satu cabang olahraga saja, misalnya stadion baseball, bowling
valley,kolam renang, lapangan golf, sirkuit motor dan rnobil, trek lapangan
balap kuda, dan lain-lain. 2) Sarana dan prasarana serba guna. Dapat dalam
kategori indoors maupun outdoors.Yang termasuk indoors, misalnya istana
olahraga (Istora) di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, dapat
dikategorikan serba guna,karena dapat untuk bermain dan bertanding, bola
basket, bola voli, bulu tangkis, sepak takraw, olahraga bela diri, dan lain-lain.
Untuk lapangan terbuka, misalkan dapat digunakan untuk motor cross, show
untuk kendaraan, rekreasi, konser, dan lain-lain. Termasuk dalam serba guna
ini juga antara lain Gedung Fitness Centre, yang dapat digunakan untuk senam,
tenis, renang, joging, dan lain-lain. 3) Sarana dan prasarana pada rumah klab
(club house), seperti yang banyak kita dapati di negara-negara Eropa,
diperlengkapi dengan sarana dan prasarana terbuka maupun tertutup, dan
diperlengkapi dengan kotak penyimpanan barang(locker), toilet, shower,
restoran, dan toko alat peralatan olahraga.4) Sarana dan prasarana olahraga
yang besar, tidak hanya menyediakan ruangan untuk berpraktik olahraga saja,
tetapi juga menyediakan ruangan untuk para penonton. Misalnya Stadion
Utama Gelora Bung Karno mempunyai kapasitas tempat duduk untuk 100.000
orang, sedangkan Istana Olahraga memiliki tempat duduk 10.000 orang,
Sedangkan Hall Basket di Senayan berkapasitas tempat duduk 3.000 orang.
Khusus untuk gedung olahraga, IAKS (Internationaler Arbeitskreis
Sport-und Freizeiteinrichtungen, Koln, 1990 dalam Harsuki, 2012 :
184),memperkenalkan tiga tipe gedung olahraga sebagai berikut: 1) Gedung
olahraga untuk Penggunaan Multifungsi (Sport Hall for Multi-Fungsional
43
Use), yaitu suatu gedung olahraga yang melayani berbagai macam
penggunaan.2) Gedung olahraga untuk penggunaan berbagai penggunaan
olahraga (Sport Hall for Games Use, atau Games Half), yaitu suatu gedung
olahraga yang dipergunakan terutama untuk olahraga seperti senam,latihan
fisik yang menggunakan perlengkapan kecil (seperti bangku Swedia, kotak
lompatan, parallel bar, uneven bar, ring, dan sebagainya), dan permainan guna
pengisian waktu luang. 3) Gedung olahraga yang serbaguna (Sport Hall with
Multi-Purpose Use, atau Multi Purpose Hall), yang adalah suatu gedung
multifungsi atau gedung permainan (games hall), khususnya untuk
masyarakat kecil, dengan sarana dan prasarana tambahan yang memadai dapat
digunakan dari waktu kewaktu untuk sosial dan artistik even serta even
kebudayaan lainnya.
Sarana dan prasarana penunjang gedung olahraga harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut.: 1) Ruang Ganti Atlet:Penempatannya harus dapat
langsung menuju lapangan melalui koridor yang berada dibawah tempat duduk.
Kelengkapan ruang ganti atlet antara lain berupa toilet, ruang bilas dan ruang
ganti pakaian. 2) Ruang Ganti Pelatih & Wasit : Lokasinya harus dapat
langsung menuju lapangan melalui koridor yang ada dibawah tempat duduk
penonton. Kelengkapan ruang sama dengan kelengkapan ruang ganti atlet 3)
Lokasi ruang P3K : Harus berada dekat dengan ruang ganti atau ruang bilas
dan direncanakan untuk tipe A, B dan C minimal 1 unit dapat melayani 2000
penonton dengan luasan minimal 15 m2 4) Ruang pemanasan: Direncanakan
untuk tipe A minimal 150 m2, tipe B minimal 81 m2 dan maksimal 196 m2
sedangkan tipe C minimal 81 m2.5) Toilet penonton: Direncanakan untuk tipe
A, B dan C dengan perbandingan penonton wanita dan pria adalah 1:4. 6)
Ruang mesin: Dengan luas ruangan sesuai dengan kapasitas mesin yang
dibutuhkan dan lokasi mesin tidak menimbulkan suara bising yang
mengganggu ruang arena dan penonton. 7) Ruang kantin: Direncanakan
hanya untuk tipe A8) Ruang pers:Harus disediakan kabin untuk awak TV dan
film. Perlu disediakan ruang telepon dan ruang telex 9) Tempat parker: Jarak
maksimal dari tempat parkir, pool atau tempat pemberhentian kendaraan
umum menuju pintu masuk gedung olahraga adalah 15 m.1 ruang parkir mobil
44
dibutuhkan minimal untuk 4 orang pengunjung pada saat jam sibuk.10) Toilet
penyandang cacat: Toilet untuk pria dipisahkan dengan toilet wanita. Toilet
harus dilengkapi dengan pegangan untuk perpindahan dari kursi roda ke kakus
duduk yang diletakkan didepan dan disamping kakus dudu setinggi 80 cm 11)
Jalur sirkulasi untuk penyandang cacat: Tanjakan harus mempunyai
kemiringan 8% dengan panjang maksimal 10 m. Permukaan lantai selasar
tidak boleh licin, harus terbuat dari bahan-bahan yang keras dan tidak boleh
ada genangan air. Pada ujung tanjakan harus disediakan bagian datar minimal
180 cm. Selasar harus cukup lebar untuk melakukan perputaran kursi roda
180o. 12) Kompartemensi penonton : Daerah penonton harus dibagi dalam
kompartemen masing-masing mampu menampung minimal 1000 orang
maksimal 3000 orang.Antara dua kompartemen yang bersebelahan harus
dipisahkan dengan pagar permanent transparan minimal setinggi 1,2 m
maksimal 2 m 13) Tata cahaya: Tingkat penerangan horizontal pada orang 1
m diatas permukaan untuk ketiga tipe. Untuk latihan dibutuhkan minimal 200
lux.Untuk pertandingan dibutuhin minimal 300 lux. Untuk pengambilan video
dokumen dibutuhkan minimal 300 lux. Sumber cahaya lampu atau bukaan
harus diletakkan dalam satu area pada langit-langit yang menghubungkan
sumber cahaya tersebut dengan titik yang terjauh dari arena setinggi 1,5 m
garis horisontalnya minimal 30o. Apabila menggunakan tata cahaya buatan,
harus disediakan generator set yang kapasitas dayanya minimum 10% dari
daya terpasang generator harus dapat bekerja maksimal 10 detik pada saat
aliran PLN padam.14) Tata Udara: Tata udara dapat mempergunakan ventilasi
alami atau mekanis dengan memenuhi ketentuan: apabila menggunakan
ventilasi alami harus diatur mengikuti pergerakan udara siang Luas bukan
minimum adalah 6% dari luas lantai efektif (http://27maret.blogspot.com).
8. Ruang Terbuka Olaraga
Ketika berbicara masalah sarana dan prasarana olahraga, maka yang ada
di benak kita adalah “sarana dan prasarana olahraga yang tersedia minim
kualitas dan kuantitas”. Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat misi
yang selalu diusung oleh Pemerintah yaitu Pembangunan Olahraga di
45
Indonesia. Namun kemudian muncul pertanyaan, seberapa jauh keberhasilan
pembangunan olahraga yang telah dilaksanakan. Melihat kenyataan
dilapangan, nampaknya sulit untuk mencapai tujuan tersebut dimana
kurangnya perhatian Pemerintah akan hal-hal yang mendukung terlaksananya
program bahkan yang kita rasakan yaitu semakin merosotnya dunia olahraga di
Indonesia jika kita lihat dari sudut pandang perkembangan prestasi olahraga
dan pola management keolahragaan yang ada saat ini. Menanggulangi hal
tersebut, para pelaku olahraga dan ahli olahraga di Indonesia telah melakukan
kajian mengenai Pembangunan Olahraga versi Sport Development Index
(SDI). Salah satu dimensi inti kajian dalam SDI yaitu Ruang Terbuka yang
dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan olahraga disuatu
wilayah.
Untuk melakukan aktivitas fisik maka dibutuhkan sebuah ruang terbuka
yang bisa diakses oleh masyarakat. Menurut Mutohir dan Maksum (2007 : 37)
bahwa : “Ruang terbuka merujuk pada suatu tempat yang diperuntukkan bagi
kegiatan olahraga oleh sejumlah orang (masyarakat) dalam bentuk bangunan
dan/atau lahan. Bangunan dan/atau lahan tersebut dapat berupa lapangan
olahraga yang standar atau tidak, yang tertutup (in-door) maupun terbuka (out-
door) atau berupa lahan yang memang diperuntukkan untuk kegiatan
berolahraga masyarakat. Angka ruang terbuka diukur berdasarkan rasio luas
rung terbuka dengan jumlah penduduk usia 7 tahun keatas di suatu wilayah”.
Sebagai bahan perbandingan, UNESCO juga telah merekomendasikan bahwa
“Ruang gerak statis yang ideal adalah lebih kurang 2m2 per orang. Jika
olahraga membutuhkan ruang gerak yangbukan statis melainkan dinamis,
maka dapat dianalogikan ruang gerak yang diperlukan adalah dua kali ruang
gerak statis yaitu lebih kurang 4m2.” Sementara itu, Clerici (1976) berpendapat
bahwa angka standar ruang terbuka adalah 3,5 m2 per orang (Kristiyanto, 2012
: 193). Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa kelompok penduduk yang
terdiri dari 3500 orang dapat menggunakan sekurang-kurangnya 12.000m2
ruang terbuka untuk kegiatan olahraga. Tampaknya pendapat Clerici inilah
yang kemudian diadopsi oleh Komite Olimpiade sebagai standar Internasional.
46
Seiring perkembangan jaman, keberadaan ruang terbuka saat ini semakin
terkikis sebagai dampak dari pembangunan gedung atau perumahan warga.
Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin bertambah pula
kebutuhan wilayah atau tempat untuk dijadikan daerah pemukiman. Disisi lain,
semakin berkurang pula wilayah terbuka atau lapangan-lapangan yang bisa
digunakan untuk aktivitas olahraga.Badan usaha yang bergerak dalam bidang
pembangunan perumahan dan permukiman berkewajiban menyediakan
prasarana olahraga sebagai sarana dan prasarana umum dengan standar dan
kebutuhan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Setiap orang dilarang
meniadakan atau mengalihfungsikan prasarana olahraga yang telah disediakan
tanpa rekomendasi dan persetujuan dari yang berwenang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.Oleh karenanya penting untuk meyediakan ruang
terbuka untuk aktivitas olahraga. Menurut Mutohir dan Maksum (2007 : 38)
bahwa : “Untuk dapat dikatakan sebagai ruang terbuka olahraga harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Didesain untuk olahraga Syarat
ini merujuk pada pengertian bahwa prasarana yang ada memang sengaja
dirancang untuk kegiatan olahraga. Banyak tmpat yang digunakan masyarakat
untuk melakukan aktivitas olahraga, tetapi sebenarnya tempat itu bukan
didesain untuk kegiatan olahraga. Misalnya, taman-taman di perkotaan, badan
jalan, lahan kosong di sekitar pemukiman dan sebagainya.Aktivitas olahraga
dilakukan bukan pada tempatnya, selain dapat merusak fungsi sebenarnya dari
tempat tersebut, juga bisa jadi berbahaya bagi pelaku olahraga sendiri 2)
Digunakan untuk olahraga Syarat ini sangat jelas bahwa tempat yang disebut
ruang terbuka tersebut digunakan untuk kegiatan olahraga.Pertanyaannya,
apakah ada tempat yang didesain untuk olahraga? Jawabannya ada, yaitu
tempat olahraga yang telah beralih fungsi. Meskipun secara fisik tidak berubah,
tetapi tempat tersebut lebih banyak digunakan untuk kegiatan selain olahraga.
Misalnya untuk kegiatan jual-beli atau pasar, tempat parkir dan lain-lain. 3)
Bisa diakses olah masyarakat luas Syarat ini pada hakikatnya melekat pada
makna dari ruang terbuka itu sendiri. Artinya tempat tersebut harus dapat
digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial,
ekonomi, budaya serta dapat diakses oleh berbagai kondisi fisik manusia.
47
Dengan syarat ini, tempat-tempat olahraga seperti lapangan golf, kolam renang
pribadi dan jogging track pribadi yang tidak dapat diakses oleh masyarakat luas
tidak termasuk dalam definisi ruang terbuka.
9. Penyediaan Sarana Dan Prasarana Olaraga
Mengkaji tentang pelayanan publik, maka tidak terlepas dari pembahasan
tentang teori-teori kebijakan secara umum maupun implementasi kebijakan
publik itu sendiri. Penyediaan sarana dan prasarana olahraga merupakan salah
satu bentuk kebijakan publik yang mana telah diatur dalam Undang-Undang
Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005. Kualitas pelayanan
publik yang semakin baik dapat diartikan bahwa implementasi kebijakan telah
dilakukan sesuai aturan dan sesuai dengan daya dukung atau sumber daya
yang disediakan dari apartur pemerintah yang meliputi prasarana-sarana
pelayanan yang memadai maupun transparansi pelayanan. Kebijakan publik
yang baik tidak terlepas juga dari proses perumusan kebijakan yang
mencerminkan kebutuhan masyarakat.Pemerintah sebagai pelaksana program-
program kegiatan pemerintahan berkewajiban untuk mampu meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat maupun kepada publik. Era otonomi
memberikan kesempatan bagi pemerintahan kabupaten/kota untuk lebih
mampu memberikan kualitas pelayanan yang semakin baik kepada masyarakat
di wilayahnya. Disamping itu, pemeritah kabupaten/ kota juga mempunyai
tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam membuat suatu kebijakan yang
mengatur tentang penyediaan sarana dan prasarana olahraga.
Hal ini sejalan dengan isi Undang-Undang Sistem Keolahragaan
Nasional (UUSKN) Nomor 3 Tahun 2005, Pasal 12 ayat 1dan 2 menyatakan:
1) Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
serta standardisasi bidang keolahragaan secara nasional 2) Pemerintah daerah
mempunyai tugas untuk melaksanakanke bijakan dan mengordinasikan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta melaksanakan standardisasi
bidang keolahragaan di daerah.UUSKN Nomor 3 Tahun 2005 juga
menjelaskan mengenai kewajiban pemerintah untuk menyediakan prasarana
olahraga. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 67 ayat 2 yang berbunyi
48
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga
sesuai dengan standar dan kebutuhan pemerintah dan pemerintah daerah”. Hal-
hal yang diatur dalam Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor
3 Tahun 2005 ini memperhatikan asas desentralisasi, otonomi, peran serta
masyarakat, keprofesionalan, kemitraan, transparansi, dan akuntabilitas.
Sistem pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan keolahragaan nasional
diatur dengan semangat kebijakan otonomi daerah guna mewujudkan
kemampuan daerah dan masyarakat yang mampu secara mandiri
mengembangkan kegiatan keolahragaan. Dengan demikian merupakan sebuah
keharusan bagi pemerintah Kabupaten Ketapang untuk menyusun suatu
kebijakan dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana olahraga Pendidikan
di Kota Kupang sesuai dengan UUSKN Nomor 3 Tahun 2005.
a. Perencanaan Sarana dan Prasarana
Perencanaan merupakan proses awal untuk memutuskan tujuan dan cara
pencapaiannya. Perencanaan merupakan hal yang sangat esensial karena
dalam kenyataanya perencanaan memegang peranan lebih bila dibanding
dengan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya,seperti pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan. Penyusunan sebuah rencana hendaknya
didasarkan pada latar belakang yang jelas misalnya menyangkut kebutuhan
dan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai oleh pembuat rencana.
Menurut Siagian (1994:108) dalam (http://id.shvoong.com), perencanaan
dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan
datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan
menurut Terry 1986 (dalam Harsuki 2012 : 85) bahwa: “Perencanaan yang
pada dasarnya adalah penyusunan sebuah pola tentang aktivitas-aktivitas
masa yang akan datang yang terintegrasi dan dipredeterminasi. Hal tersebut
mengharuskan adanya kemampuan untuk meramalkan, memvisualisasikan
dan melihat ke depan yang dilandasi dengan tujuan-tujuan tertentu”.
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun sebuah perencanaan.
Salah satu dimensi yang tidak terpisahkan dari perencanaan itu sendiri yaitu
dimensi waktu. Menurut Harsuki (2012:87-88) bahwa rencana yang
49
dikaitkan dengan waktu dapat dibagi sebagai berikut:a) Perencanaan jangka
pendek (SR = Short Range) biasanya mencakup waktu kurang dari 1 tahun
b) Perencanaan jangka menengah (IR = Intermediate Range) yang meliputi
waktu 1 tahun lebih, namun kurang dari 5 tahun.c) Perencanaan jangka
panjang (LR = Long Range) yang meliputi waktu lebih dari 5
tahun.Perencanaan jangka panjang dalam hal ini tentang penyediaan sarana
dan prasarana olahraga, hendaknya mengacu pada sebuah Grand Desain di
suatu daerah/wilayah yang didalamnya juga mencakup rencana
pengembangan wilayah atau perkotaan sehingga akan terjadi sinkronisasi
antara penyediaan sarana dan prasarana olahraga dan pengelolaan kota yang
baik. Perencanaan tipe ini biasanya lebih bersifat administratif dan
berkenaan dengan perencanaan strategik. Perencanaan jangka menengah
lebih bersifat penunjang yang diarahkan untuk mencapai tujuan utama yaitu
terlaksananya perencanaan jangka panjang.Sedangkan perencanaan jangka
pendek, didalamnya memuat tentang butir-butir operatif mengenai hal-hal
penting yang harus segera dilaksanakan/dilakukan sebagai langkah awal
mensukseskan rencana jangka menengah. Adapun tingkatan-tingkatan
perencanaan menurut Bangun, (2008 : 77) sebagai berikut: Menurut
Internasional Olympic Committee dalam Harsuki (2012 : 90)
Pengembangan sebuah perencanaan menggunakan terminologi/tipe-tipe
perencanaan sebagai berikut:a) Strategic Plan yang memberikan
pengertian misi (mission), maksud (goals) dan tujuan (objective) serta
tujuan taktis (tactical end) dengan apa mereka mencapai tujuannya dan
memberikan evaluasi. b) Business Plan yang menjabarkan suatu strategic
plan dengan cara menerangkan bagaimana melangkah ke depan,
memperhitungkan resiko, tantangan, aktivitas yang spesifik dan program,
biaya dari berbagai kegiatan, ketepatan waktu, tanggung jawab siapa
berbagai bagian yang harus melaksanakan perencanaan dan unsur lainnya
lagi. Rencana strategik atau yang biasa disebut renstra merupakan sebuah
rencana yang dibuat sebagai acuan dalam menentukan tujuan jangka
panjang dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki, oleh
karena itu para pembuat kebijakan harus menyiapkan berbagai rencana
50
strategik yang akan dilaksanakan. Pendekatan yang digunakan dalam proses
perencanaan tentunya harus melalui beberapa tahapan agar perencanaan
tersebut dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Menurut Bangun,
(2008 : 78-79) tahapan-tahapan perencanaan sebagai berikut:a) Menetapkan
tujuan b) Merumuskan keadaan sekarang c) Mengidentifikasi kemudahan-
kemudahan dan hambatan-hambatan d) Mengembangkan rencana Unsur-
unsur dalam sebuah perencanaan menurut Harsuki Kompleksitas dan
dinamika perencanaan penyediaan sarana dan prasarana (2012 : 91-93)
sebagai berikut: a) Pernyataan deskriptif (Deskriptive Statement) b)
Pernyataan visi (Vision Statement) c) Pernyataan misi (Mission Statement)
d) Filsafat yang jadi pedoman e) Prinsip-prinsip pengoperasian (Operating
Principles) f) Tujuan (Objectives) g) Tanda-tanda keberhasilan h)
Program olahraga semakin mengemuka pada era otonomi daerah yang
dewasa ini ditandai dengan pelimpahan kewenangan yang besar kepada
daerah Kabupaten /Kota. Dengan kata lain, kewenangan yang luas dan nyata
telah menimbulkan tantangan tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian
dalam perencanaan penyediaan sarana dan prasarana olahraga. Sarana dan
prasarana yang bermutu didukung dengan program berkualitas yang dimulai
dengan perencanaan yang seksama. Ada kriteria umum yang harus dipatuhi
dalam perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan. Kriteria umum untuk
perencanaan sarana dan prasarana olahraga menurut Handoko,(1999:32)
adalah:a) Melayani kebutuhan yang telah teridentifikasi b) Konstruksi yang
bermutu dan mempertimbangkan keselamatan. c) Multiguna d) Lokasi yang
strategis e) Mudah dijangkau f) Harga yang efektif g) Mudah disupervisi h)
Pemeliharaan/penjagaan yang efisien i)Bisa diperluas j) Memperhatikan
segi keindahan Perencanaan sarana dan prasarana olahraga yang dibuat oleh
Pemerintah suatu Kabupaten/Kota juga harus memperhatikan beberapa hal
diantaranya idasarkan pada potensi dan kemampuan yang dimiliki daerah
tersebut. Potensi setiap daerah berbeda-beda, karena secara khusus
Perencanaan sarana dan prasarana olahraga yang dibuat oleh Pemerintah
suatu Kabupaten/Kota juga harus memperhatikan beberapa hal diantaranya
didasarkan pada potensi dan kemampuan yang dimiliki daerah tersebut.
51
Potensi setiap daerah berbeda-beda, karena secara khusus karakteristik
daerahnya juga berbeda mulai dari letak geografis,kebudayaan masyarakat
sampai pola hidup masyarakat, sehingga menuntut pemerintah untuk jeli
melihat potensi-potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Dari
aspek kemampuan daerah juga perlu diperhatikan karena tidak mungkin
sebuah daerah mampu menyediakan semua jenis sarana dan prasarana yang
diperlukan oleh masyarakat.Oleh sebab itu perlu adanya suatu prioritas
pada cabang-cabang olahraga unggulan yang memang harus dipenuhi sarana
dan prasarananya dengan baik. Hal tersebut bisa berdasarkan pada minat
masyarakat maupuncabang olahraga yang diunggulkan. Prinsip dan garis
besar menejemen untuk perencanaan sarana dan prasarana yang akan
diaplikasikan dalam semua level pendidikan sertorganisasi menurut Bruce
dan Krotee, 2002 (dalam Harsuki, 2012 : 200-201) sebagai berikut: a)
Sarana dan prasarana harus dirancang terutama bagi peserta dan kelompok
pengguna.b)Sarana dan prasarana harus dirancang untuk penggunaan secara
bersama dengan mempertimbangkan pola dan arah secara potensial.c)
Semua perencanaan harus didasarkan pada tujuan bahwa pengenalan
lingkungan baik fisik maupun non fisik haruslah aman, terjamin, menarik,
nyaman, bersih, praktis, dapat dijangkau, dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan individu. d) Sarana dan prasarana haruslah ekonomis dan
mudah dioperasikan, dikontrol dan dipelihara.Banyak hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun sebuah perencanaan. Salah satu dimensi
yang tidak terpisahkan dari perencanaan itu sendiri yaitu dimensi waktu.
Menurut Harsuki (2012:87-88) bahwa rencana yang dikaitkan dengan waktu
dapat dibagi sebagai berikut:a) Perencanaan jangka pendek (SR = Short
Range) yang biasanya mencakup waktu kurang dari 1 tahun b) Perencanaan
jangka menengah (IR = Intermediate Range) yang meliputi waktu 1 tahun
lebih, namun kurang dari 5tahun. c) Perencanaan jangka panjang (LR =
Long Range) yang meliputi waktu lebih dari 5 tahun.
Perencanaan jangka panjang dalam hal ini tentang penyediaan sarana dan
prasarana olahraga, hendaknya mengacu pada sebuah Grand Desain di suatu
daerah/wilayah yang didalamnya juga mencakup rencana pengembangan
52
wilayah atau perkotaan sehingga akan terjadi sinkronisasi antara penyediaan
sarana dan prasarana olahraga dan pengelolaan kota yang baik. Perencanaan
tipe ini biasanya lebih bersifat administratif dan berkenaan dengan
perencanaan strategik. Perencanaan jangka menengah lebih bersifat
penunjang yang diarahkan untuk mencapai tujuan utama yaitu terlaksananya
perencanaan jangka panjang.Sedangkan perencanaan jangka pendek,
didalamnya memuat tentang butir-butir operatif mengenai hal-hal penting
yang harus segera dilaksanakan/dilakukan sebagai langkah awal
mensukseskan rencana jangka menengah. Adapun tingkatan-tingkatan
perencanaan menurut Bangun (2008:77) sebagai berikut; pengembangan
sebuah perencanaan menggunakanterminologi/tipe-tipe perencanaan sebagai
berikut:a) Strategic Plan yang memberikan pengertian misi (mission),
maksud (goals) dan tujuan (objective) serta tujuan taktis (tactical end)
dengan apa mereka mencapai ujuannya dan memberikan evaluasi. b)
Business Plan yang menjabarkan suatu strategic plan dengan cara
menerangkan bagaimana melangkah ke depan, memperhitungkan resiko,
tantangan, aktivitas yang spesifik dan program, biaya dari berbagai kegiatan,
ketepatan waktu, tanggung jawab siapa berbagai bagiayang harus
melaksanakan perencanaan dan unsur lainnya lagi.
Rencana strategik atau yang biasa disebut renstra merupakan sebuah
rencana yang dibuat sebagai acuan dalam menentukan tujuan jangka
panjang dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki, oleh
karena itu para pembuat kebijakan harus menyiapkan berbagai rencana
strategik yang akan dilaksanakan. Pendekatan yang digunakan dalam proses
perencanaan tentunya harus melalui beberapa tahapan agar perencanaan
tersebut dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Menurut Bangun,
(2008 : 78-79) tahapan-tahapan perencanaan sebagai berikut:a)Menetapkan
tujuan b) Merumuskan keadaan sekarang c) Mengidentifikasi kemudahan-
kemudahan dan hambatan-hambatan d) Mengembangkan rencana Unsur-
unsur dalam sebuah perencanaan menurut Harsuki (2012 : 91-93) sebagai
berikut: a)Pernyataan deskriptif (Deskriptive Statement) b) Pernyataan visi
(Vision Statement) c)Pernyataan misi (Mission Statement) d)Filsafat yang
53
jadi pedoman Prinsip-prinsip pengoperasian (Operating Principles) f)
Tujuan (Objectives) g) (Tanda-tanda keberhasilan).
Program Kompleksitas dan dinamika perencanaan penyediaan sarana
dan prasarana olahraga semakin mengemuka pada era otonomi daerah yang
dewasa ini ditandai dengan pelimpahan kewenangan yang besar kepada
daerah Kabupaten atau Kota. Dengan kata lain, kewenangan yang luas dan
nyata telah menimbulkan tantangan tersendiri yang perlu mendapatkan
perhatian dalam perencanaan penyediaan sarana dan prasarana olahraga.
Sarana dan prasarana yang bermutu didukung dengan program berkualitas
yang dimulai dengan perencanaan yang seksama. Ada kriteria umum yang
harus dipatuhi dalam perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan.
Kriteria umum untuk perencanaan sarana dan prasarana olahraga menurut
Handoko, (1999 : 32) adalah: a) Melayani kebutuhan yang telah
teridentifikasi b) Konstruksi yang bermutu dan mempertimbangkan
keselamatan. c) Multiguna d)Lokasi yang strategis e)Mudah dijangkau f)
Harga yang efektif g) Mudah disupervisi h) Pemeliharaan/penjagaan yang
efisien i) Bisa diperluas j)Memperhatikan segi keindahan Perencanaan
sarana dan prasarana olahraga yang dibuat oleh Pemerintah suatu
Kabupaten/Kota juga harus memperhatikan beberapa hal diantaranya
didasarkan pada potensi dan kemampuan yang dimiliki daerah tersebut.
Potensi setiap daerah berbeda-beda, karena secara khusus karakteristik
daerahnya juga berbeda mulai dari letak geografis,kebudayaan masyarakat
sampai pola hidup masyarakat, sehingga menuntut pemerintah untuk jeli
melihat potensi-potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Dari
aspek kemampuan daerah juga perlu diperhatikan karena tidak mungkin
sebuah daerah mampu menyediakan semua jenis sarana dan prasarana yang
diperlukan oleh masyarakat. Oleh sebab itu perlu adanya suatu prioritas
pada cabang-cabang unggulan yang memang harus dipenuhi sarana dan
prasarananya dengan baik. Hal tersebut bisa berdasarkan pada minat
masyarakat maupun cabang olahraga yang diunggulkan.
Prinsip dan garis besar menejemen untuk perencanaan sarana dan
prasarana yang akan diaplikasikan dalam semua level pendidikan serta
54
organisasi menurut Bruce dan Krotee, 2002 (dalam Harsuki, 2012 : 200-
201) sebagai berikut: (a) Sarana dan prasarana harus dirancang terutama
bagi peserta dan kelompok pengguna; (b) Sarana dan prasarana harus
dirancang untuk penggunaan secara bersama dengan mempertimbangkan
pola dan arah secara potensial; (c) Semua perencanaan harus didasarkan
pada tujuan bahwa pengenalan lingkungan baik fisik maupun non fisik
haruslah aman, terjamin, menarik, nyaman, bersih, praktis, dapat dijangkau,
dapat menyesuaikan dengan kebutuhan individu; (d) Sarana dan prasarana
haruslah ekonomis dan mudah dioperasikan, dikontrol dan dipelihara; (e)
Perencanaan harus memasukkan pertimbangan sarana dan prasarana
pendidikan jasmani dan olahraga bagi masyarakat secara terpadu. Program
dan sarana dan prasarana dari beberapa area bergabung secara berdekatan
dan perencanaan harus dikoordinasikan dan erat kaintannya, yaitu yang
berdasarkan pada kebutuhan dari masyarakat secara keseluruhan; (f)
Perencanaan sarana dan prasarana harus mempertimbangkan perlindungan
bagi masyarakat misalnya lalu lintas,pengeras suara dan lampu
penerangan. Sarana dan prasarana harus dapat dijangkau bagi kelompok
pengguna meskipun terisolasi sehingga aktivitas tidak terganggu oleh
program yang lain (g) Sarana dan prasarana harus dapat menggerakkan
kesehatan, keamanan dan serta kode standar legal yang sangat penting
dalam melindungi kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan para kelompok
pengguna dan juga lingkungan; (h) Sarana dan prasarana harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat diakses dengan mudah dan
aman bagi semua individu termasuk para penyandang cacat; (i) Perencanaan
sarana dan prasarana harus berjangka panjang penggunanya dan termasuk
kesanggupan untuk penyesuaian, mudah diubah, dan diperluas guna
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berubah; (j) Sarana dan prasarana
memainkan satu bagian dalam lingkungan yang sehat. Yang perluasannya
organisasi menyediakan ruang bermain yang cukup aman, dilengkapi
dengan situasi dan ventilasi yang memadai, serta kebersihan yang pada
gilirannya akan menentukan sebesar keefektifankesehatan dan kesejahteraan
dipromosikan.
55
a. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pada umumnya masyarakat cenderung lebih mementingkan
membangun prasarana perekonomian dari pada prasarana umum untuk
olahraga. Disisi lain masyarakat juga belum menjadikan kegiatan
olahraga sebagai kebutuhan hidup sehari-hari, apa lagi untuk berprestasi,
sehingga partisipasi masyarakat dalam keolahragaan masih terbilang
kurang. Tidak tersedianya prasarana umum untuk olahraga, belum
membudayanya olahraga, dan pasifnya masyarakat untuk berolahraga
mengakibatkan kebugaran penduduk yang rendah. Kegiatan positif
seperti olahraga merupakan salah satu upaya untuk melindungi generasi
muda dari aktifitas yang bersifat destruktif. Olahraga yang terarah dan
terbina memerlukan waktu dan keseriusan dari pihak-pihak yang
berkompeten di bidang olahraga baik pemerintah, praktisi olahraga
maupun pelaku olahraga, sehingga waktu luang pemuda dapat dialihkan
kepada kegiatan olahraga dengan didukung pengembangan sarana dan
prasarana olahraga.
Usaha untuk menyediakan sarana dan prasarana olahraga Pendidikan
oleh pemerintah hendaknya memperhatikan rasio penduduk dan konsep
ruang terbuka, dimana jumlah penduduk di suatu wilayah harus
diimbangi dengan ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai
tempat untuk beraktifitas olahraga bagi siswa. Setelah tersedianya ruang
terbuka maka pemerintah bisa melengkapi segala sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam aktivitas olahraga. Satu hal yang juga harus
menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyediakan sarana dan
prasarana Pendidikan untuk siswa yaitu bagaimana caranya agar
keberadaan sarana dan prasarana tersebut dapat mendongkrak animo
siswa untuk berperan secara aktif serta terlibat dalam aktifitas olahraga
misalnya dengan sosialisasi dan bukan sebaliknya membatasi siswa
untuk beraktifitas olahraga.
Dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana olahraga untuk siswa
dibutuhkan suatu perangkat yang disebut dengan evaluasi
kebutuhan.Menurut Harsuki (2012 : 188) bahwa“ secara ringkas
56
dijelaskan bahwa evaluasi kebutuhan ialah perangkat yang digunakan
untuk menentukan apakah sarana dan prasarana baru sudah diperlukan,
jika sudah diperlukan, bagaimana tipe dan spesifikasi sarana dan
prasarana tersebut”. Selanjutnya dijelaskan bahwa fokus dari evaluasi
kebutuhan adalah: a)Harapan siswa(1) Sejarah olahraga setempat (2)
Harapan dan kebutuhan siswa b) Akses dan kesempatan (1) Agar dikaji
bagaimana siswa dapat mengakses sarana dan prasarana (2) Memastikan
seluruh komponen masyarakat mempunyai kesempatan menggunakan
sarana dan prasarana.c) Demografi Mempertimbangkan angka
pertumbuhan penduduk yang dapat mempengaruhi penggunaan sarana
dan prasarana, misalnya : (1) Dalam 10 tahun mendatang bagaimana
perbandingan antara usia muda dan usia lanjut (2) Bagaimana
kecenderungan perpindahan pendudukdari desa ke ko d) Keberlanjutan
(1) Apakah dapat diperoleh pemasukan yang memadai untuk biaya
operasional (2) Memastikan bahwa peralatan yang rusak maupun
kadaluwarsa dapat diganti, sehingga sarana dan prasarana selalu dapat
digunakan sesuai desain yang telah dirancang.e) Mempertimbangkan
lingkungan lokal (1)Jika iklimnya panas, pertimbangkan pembangunan
sarana dan prasarana untuk aquatics.(2) Jika iklimnya berangin,
pertimbangkan sarana dan prasarana parasailing, layang-layang dan lain-
lain f) Perubahan iklim Selalu pertimbangkan pola cuaca, seperti banjir
tahunan,angin kencang dan lain-lain.Menurut Harsuki, (2003 : 384)
penyiapan prasarana olahraga selalu dikaitkan dengan kegiatan olahraga
yang mempunyai sifat: a)Horisontal, dalam arti bersifat menyebar atau
meluas yang sesuai dengan konsep “Sport For All” atau dengan
semboyan yang kita miliki “Memasyarakatkan Olahraga dan
Mengolahragakan Masyarakat” yang tujuannya untuk kebugaran dan
kesehatan b) Vertikal, dalam arti bersifat mengarah keatas dengan
tujuan mencapai prestasi tertinggi dalam cabang olahraga tertentu, baik
untuk tingkat daerah, nasional maupun internasional.Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa guna memenuhi dua arah kegiatan tersebut,
kebutuhan prasarana olahraga perlu memperhatikan tiga faktor, yaitu: a)
57
Kuantitas Guna menampung kegiatan pemassalan olahraga perlu
prasarana olahraga yang jumlahnya mencukupi sesuai dengan kebutuhan
seperti yang ditentukan didalam pedoman penyiapan prasarana. Tersebar
secara merata diseluruh wilayah.b) Kualitas. Guna menampung kegiatan
olahraga prestasi, prasarana olahraga yang disiapkan perlu memenuhi
kualitas sesuai dengan syarat dan ketentuan masing-masing cabang
olahraga: (1). Memenuhi standar ukuran internasional (2). Kualitas
bahan/material yang dipakai harus memenuhi syarat internasional c)
Dana. Untuk menunjang kedua faktor diatas, diperlukan dana yang cukup
sehingga dapat disiapkan prasarana yang mencukupi jumlahnya serta
kualitasnya memenuhi syarat.
Membangun sarana dan prasarana olahraga hendaknya disesuaikan
dengan perkembangan jaman. Selain kuantitas sarana dan prasarana
olahraga yang diperbanyak, kualitas juga harus ditingkatkan agar adanya
keselarasan antara kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana olahraga.
Kemudian pendanaan juga harus dirancang sedemikian rupa agar
rencana pembangunan sarana dan prasarana olahraga dapat terlaksana
secara terarah dan terprogram dengan maksimal. Oleh karena itu perlu
dikembangkang ketiga faktor diatas agar sarana dan prasarana olahraga
di Indonesia mampu mengikuti perkembangan jaman. Berdasarkan data
Podes 2008 dalam data kementerian Pemuda dan Olahraga (2008: 39-
42), untuk ketersediaan sarana dan prasarana lapangan olahraga,
lapangan sepakbola banyak terdapat didesa/kelurahan diwilayah Propinsi
Bangka Belitung (93,02%), Riau (85,72%),Kalimantan Barat (83,75%)
dan Kepulauan Riau (83,44%). Lapangan bola voli relatif lebih banyak
dibanding lapangan sepakbola. Terdapat 5 propinsi yang memiliki
persentase desa/kelurahan yang memiliki lapangan bola voli lebih dari
95 persen, yaitu Riau (97,92%), D.I. Yogyakarta (97,72%), Bangka
Belitung (96,57%) dan Kalimantan Barat (95,25%). Sedangkan
ketersediaan lapangan bulu tangkis paling banyak ditemui di
desa/kelurahan wilayah Propinsi DKI Jakarta. Sebanyak 96,25 persen
desa/kelurahan di DKI Jakarta terdapat lapangan bulu tangkis.
58
Terbanyak kedua adalah DKI Yogyakarta (94,52%), kemudian diikuti
Jawa Barat (82,52%). Sedangkan ketersediaan untuk lapangan bola
basket hanya menonjol di beberapa Provinsi. Persentase yang tinggi
untuk lapangan bola basket terdapat di DKI Jakarta (65,17%), DKI
Yogyakarta (24,66%) dan Sumatera Barat (21,75%).
Demikian pula untuk lapangan tenis dan renang yang tampak
menonjol di DKI Jakarta dan D.I. Yogyakarta. Berdasarkan data Podes
2008 bahwa lapangan yang banyak tersedia sampai ke tingkat
desa/kelurahan berturut-turut bola voli, sepakbola dan bulu tangkis.Pada
tahun 2008 sebanyak 78,10 persen, sedikit menurun dibandingkan
dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 79,35 persen desa/kelurahan
memiliki lapangan bola voli; 56,11 persen desa/kelurahan memiliki
lapangan sepak bola sama banyak dengan tahun 2005 dan 49,36 persen
desa/kelurahan memiliki lapangan bulu tangkis sedikit meningkat dari
tahun 2005 yang sebesar 47,3 persen.
Hal ini merupakan sinyalemen bahwa ketiga jenis olahraga tersebut
merupakan olahraga rakyat yang digemari dan dilakukan banyak orang.
Sementara lapangan/gelanggang untuk bola basket,tenis lapangan dan
kolam renang masih sangat terbatas. Ketiga jenis olahraga yang terakhir
ini pada umumnya dilakukan oleh masyarakat perkotaan sehingga wajar
apabila ketersediaan lapangan untuk olahraga tersebut sangat terbatas
hanya disebagian kecil desa/kelurahan. Keberadaan kelompok kegiatan
olahraga pada umumnya seiring dengan ketersediaan sarana dan
prasarana lapangan olahraga yang ada. Berdasarkan data Podes 2008,
untuk keberadaan kelompok kegiatan olahraga sepak bola banyak
terdapat di desa/kelurahan diwilayah Propinsi Bangka Belitung (96,22%)
hampir sama dengan tahun 2005 yang sebesar 96,57 persen, Jawa Barat
(91,23%), Banten (89,69%), Kepulauan Riau (88,65%), dan DKI
Yogyakarta (88,58%). Kelompok kegiatan bola voli relatif lebih banyak
disbanding kelompok kegiatan sepak bola. Hanya satu propinsi yang
memiliki persentase desa/kelurahan yang memiliki lapangan voli lebih
dari 95 persen, yaitu Kepulauan Riau (98,16%). Sedangkan kelompok
59
kegiatan bulu tangkis paling banyak ditemui di desa/kelurahan wilayah
Propinsi DKI Yogyakarta. Sebanyak 94,75 persen desa/kelurahan di DKI
Yogyakarta terdapat kelompok kegiatan bulu tangkis. Terbanyak kedua
adalah DKI Jakarta (89,51%), kemudiandiikuti Jawa Barat (83,43%).
Sedangkan ketersediaan untuk kelompok kegiatan bola basket hanya
menonjol di beberapa propinsi. Persentase yang tinggi untuk kelompok
kegiatan bola basket terdapat di DKI Jakarta (50,56%), DKI Yogyakarta
(19,63%) dan Kepulauan Bangka Belitung (18,02%). Demikian pula
untuk kelompok kegiatan tenis lapangan, renang, tenis meja dan bela diri
tampak menonjol di DKI Jakarta dan DKI Yogyakarta.
Adapun standar sarana dan prasarana atau sarana dan prasarana
olahraga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 pasal 89
tentang penyelenggaraan keolahragaan sebagai berikut : (1) Standar
prasarana dan sarana olahraga terdiri atas standar prasarana olahraga dan
standar sarana olahraga. (2) Standar prasarana olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup persyaratan : a. Ruang dan tempat
berolahraga yang sesuai persyaratan teknis cabang olahraga b.
Lingkungan yang terbebas dari polusi air, udara, dan suara c.
Keselamatan yang sesuai dengan persyaratan keselamatan bangunan d.
Keamanan yang dinyatakan dengan terpenuhinya persyaratan sistem
pengamanan e. Kesehatan yang dinyatakan dengan tersedianya
perlengkapan medik dan kebersihan (3) Standar Sarana Olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup persyaratan: a.
Perlengkapan dan peralatan yang sesuai persyaratan teknis cabang
olahraga b. Keselamatan yang sesuai dengan persyaratan keselamatan
perlengkapan dan peralatan c. Kesehatan yang dinyatakan dengan
dipenuhinya persyaratan kebersihan dan higienis d. Pemenuhan syarat
produk yang ramah lingkungan. Klasifikasi dan penggunaan bangunan
gedung olahraga sebagai sberikut: a) Type A, menyediakan minimal: 1
lapangan bola basket 1 lapangan bola voli 5 lapangan buku tangkis 1
lapangan tennis Ukuran minimal hall : 50 x 30 dengan tinggi 12,5 m
Kapasitas penonton : diatas 3.000 orang b) Type B, menyediakan
60
minimal: 1 lapangan bola basket 1 lapangan bola voli 3 lapangan buku
tangkis Ukuran minimal hall : 32 x 22 dengan tinggi 12,5 m Kapasitas
penonton : 1000 - 3.000 orang c) Type C, menyediakan minimal: 1
lapangan bola basket 1 lapangan bola voli Ukuran minimal hall :24 x16
dengan tinggi 9 m Kapasitas penonton : 000 orang. (http://
rinarchilicious.blogspot.com/2012/12/gedung-olah-raga.html)Selanjutnya
dijelaskan bahwa, berdasarkan skala pelayanannya, gedung olahraga
dibagi atas : a) Skala Nasional Sarana dan prasarana olahraga ini
menampung atau melayani kegiatan-kegiatan di antaranya kompetisi
utama, pertandingan, latihan dan mengajar dengan standar internasional
seperti PON, Sea Games, dan sejenisnya. Contoh : Gedung Istora
Senayan Jakarta b) Skala Regional Sarana dan prasarana olahraga yang
melayani satu atau beberapa daerah denga populasi sebesar 200.000
sampai dengan 350.000 penduduk dan merupakan sarana dan prasarana
pelengkap di suatu daerah atau wilayah. Contoh: Gelanggang Olahraga
Penjaringan, Gelanggang Olahraga Grogol. c) Skala Lingkungan Sarana
dan prasarana olahraga yang melayani satu lingkungan, dalam hal ini
lingkungan pemukiman dengan populasi 2.000 sampai dengan 10.000
orang, dan biasannya disediakan dalam suatu kompleks perumahan
sebagai satu pelengkap sarana. Contoh: Kelapa Gading Sport Club di
kompeks perumahan Kelapa Gading. Bimantara Sport Club di kompleks
perumahan Green Village. Persada Sport Centre di kompleks AURI
Halim d) Skala Sekolahan Sarana dan prasarana olahraga ini melayani
olah raga di suatu sekolahan, biasanya berbentuk aula, serbaguna dan
dapat berbentuk lapangan terbuka serta digunakan hanya untuk latihan
olahraga standar saja. e) Skala Khusus Sarana dan prasarana olahraga
yang menangani olahraga jenis tertentu yang sifatnya komersial atau
yang diperuntukkan khusus bagi penyandang cacat, biasanya dibentuk
oleh pihak swasta. (http://rinarchilicious.blogspot.com/2012/12/gedung-
olah-raga.html).
b. Penanfaatan Sarana dan Prasarana olaraga
61
Pembangunan sarana dan prasarana olahraga merupakan sebuah
keharusan agar dapat mendukung proses pemassalan olahraga bagi siswa.
Adanya sebuah perencanaan yang baik serta sistem penyediaan yang
maksimal harus diiringi pula dengan pola pemanfaatan yang tepat,karena
jika salah dalam pola pemanfaatannya maka akan berdampak negatif bagi
perkembangan olahraga itu sendiri. Kesalahan dalam pemanfaatan
sarana dan prasarana olahraga misalnya dengan mengeluarkan kebijakan
untuk memberikan ijin penggunaan sarana dan prasarana olahraga seperti
stadion sepakbola untuk kegiatan di luar olahraga misalnya untuk
kampanye atau hiburan. Kebijakan seperti ini tidak baik bagi
kelangsungan sarana dan prasarana olahraga karena sarana dan prasarana
yang digunakan tersebut bisa rusak bahkan beralih fungsi. Hal ini harus
disadari oleh pembuat kebijakan di suatu wilayah Daerah dalam Olaraga
Pendidikan.
Salah satu tujuan disediakannya sarana dan prasarana olahraga
yaitu agar dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan sehingga menunjang
perkembangan olahraga di suatu wilayah namun harus tetap
memperhatikan prosedur-prosedur dalam pemanfaatannya. Konsumen
sarana dan prasarana olahraga adalah pelaku olahraga itu sendiri, mulai
dari pelaku olahraga prestasi, olahraga rekreasi sampai olahraga
pendidikan. Pola pemanfaatan setiap ruang lingkup olahraga berbeda
tergantung dari hakekat dan tujuan masing-masing namun dengan satu
harapan bahwa olahraga dapat memasyarakat dan menjadi pola hidup
bagi setiap orang. a) Pemanfaatan Sarana dan prasarana Olahraga
Prestasi Olahraga prestasi yang cenderung menitik beratkan pada
pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya membutuhkan sarana dan
prasarana dengan kualitas yang baik pada setiap cabang olahraga yang
ada sehingga dapat menunjang pencapaian prestasi cabang olahraga
tersebut. Sarana dan prasarana olahraga prestasi lebih dikhususkan
untuk prestasi, dalam artian bukan untuk sarana dan prasarana yang bisa
diakses secara umum karena jika sarana dan prasarana tersebut salah
dalam penggunaannya maka sarana dan prasarana tersebut akan menjadi
62
rusak, sehingga tidak semua orang bisa mengakses sarana dan prasarana
olahraga prestasi kecuali mereka yang berkecimpung di olahraga
prestasi.b) Pemanfaatan Sarana dan prasarana Olahraga Rekreasi
Pemanfaatan sarana dan prasarana olahraga rekreasi memiliki keunikan
sendiri dimana sarana dan prasarana tersebut dirancang sedemikian rupa
dengan tujuan agar mampu menarik minat masyarakat sebanyak-
banyaknya sehingga mau melakukan olahraga yang aktifitasnya dikemas
dalam sebuah permainan atau bersifat rekreasi. Untuk sarana dan
prasarana olahraga rekreasi, semua orang memiliki kesempatan yang
besar untuk mengaksesnya dan semakin banyak masyarakat yang
memanfaatkannya maka semakin baik.c)Pemanfaatan Sarana dan
prasarana Olahraga Pendidikan Pemanfaatan sarana dan prasarana
olahraga pendidikan di sekolah disesuaikan dengan tujuan dari
pembelajaran. Dalam pemanfaatannya, sarana dan prasarana tersebut bisa
dimanfaatkan oleh siswa dan guru untuk mendukung proses belajar
mengajar.d) Pemanfaatan Sarana dan prasarana Olahraga bagi
Masyarakat Umum Untuk mendukung program memasyarakatkan
olahragadan mengolahragakan masyarakat maka hal yang harus menjadi
perhatian adalah tingkat kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses
dan memanfaatkan sarana dan prasarana olahraga yang ada. Tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk menciptakan sebanyak-banyaknya sarana dan
prasarana olahraga dan dapat memsarana dan prasaranai masyarakat
dalam berolahraga. Pola pemanfaatannya harus mengedepankan
kemudahan untuk mengakses tanpa harus dipersulit dengan prosedur
tertentu dan akan lebih baik lagi jika sarana dan prasarana tersebut bisa
diakses secara grati oleh masyarakat. Contohnya yaitu sebuah lapangan
terbuka, alun-alun dan Car Free Dayyang dapat menampung banyak
orang untuk beraktifitas olahraga.
Berbagai kemajuan pembangunan di bidang keolahragaan
bermuara pada meningkatnya budaya dan prestasi olahraga. Hal ini
antara lain ditunjukkan oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam
melakukan kegiatan olahraga terutama dalam lingkup satuan pendidikan
63
mengalami peningkatan sebagaimana ditunjukkan oleh data Susenas
2003 dan 2006 bahwa persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas
yang melakukan olahraga di sekolah meningkat dari 54,1% pada tahun
2003 menjadi 58,2% pada tahun 2006. Partisipasi masyarakat dalam
melakukan kegiatan olahraga semakin meningkat yang ditunjukkan
dengan peningkatan partisipasi masyarakat pada Indeks Pembangunan
Olahraga (SDI) dari 0,345 pada tahun 2005 menjadi 0,422 pada tahun
2006, dimana pengukuran SDI sesungguhnya meliputi perkembangan
banyaknya anggota masyarakat suatu wilayah yang melakukan kegiatan
olahraga, luasnya tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan berolahraga
bagi masyarakat dalam bentuk lahan, bangunan, atau ruang terbuka
yang digunakan untuk kegiatan berolahraga dan dapat diakses oleh
masyarakat luas,kebugaran jasmani yang merujuk pada kesanggupan
tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang
berarti, serta jumlah pelatih olahraga, guru Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan (Penjaskes), dan instruktur olahraga dalam suatu wilayah
tertentu. Hal ini tercermin dari tingkat kemajuan pembangunan olahraga
Indonesia yang hanya mencapai 34 persen (Sports Development Index
/SDI) pada tahun 2004. Indeks ini dihitung berdasarkan angka indeks
partisipasi, ruang terbuka, sumber daya manusia, dan kebugaran.
Dalam rangka menumbuhkan budaya olahraga untuk
meningkatkan kemajuan pembangunan olahraga, beberapa permasalahan
yang harus diatasi adalah belum terwujudnya peraturan perundang-
undangan tentang keolahragaan, rendahnya kesempatan untuk
beraktivitas olahraga karena semakin berkurangnya lapangan dan sarana
dan prasarana untuk berolahraga, dan lemahnya koordinasi lintas
lembaga dalam hal penyediaan ruang publik untuk lapangan dan sarana
dan prasarana olahraga bagi masyarakat umum dan tempat permukiman.
Kegiatan fisik (physical activity) yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan. Dari sekian banyak jenis dan
bentuk kegiatan fisik, kegiatan olahraga merupakan bentuk kegiatan
64
fisik yang paling banyak memiliki kelebihan. Selain berfungsi untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan, olahraga juga berolahraga (Dirjen
Olahraga 2004). Penelitian lainnya memperlihatkan bahwa ketersediaan
prasarana mempengaruhi motivasi mereka melakukan olahraga. hal ini
sekaligus menunjukkan bahwa partisipasi aktif olahraga tidak cukup
hanya menyerahkan sepenuhnya kepada kemauan orang per orang,
tetapi perlu didorong dengan menciptakan situasi yang memungkinkan
masyarakat melakukan olahraga, misalnya dengan memberikan sarana
dan prasarana yang memadai (Dirjen Olahraga 2004).
Badan Pusat Statistik dalam penelitiannya menemukan bahwa
struktur demografis masyarakat, pengetahuan masyarakat tentang
manfaat olahraga, selera atau preferensi, ketersediaan sarana dan
prasarana olahraga dan lingkungan tempat tinggal merupakan faktor-
faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
olahraga. Prestasi atlet terutama pada event internsional, motivasi
guru/pelatih,dan intervensi pemerintah juga diyakini sebagai faktor
eksternal yang dapat merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat
untuk berolahraga (Dirjen Olahraga 2004). Penelitian lainnya
memperlihatkan bahwa ketersediaan prasarana mempengaruhi motivasi
mereka melakukan olahraga. hal ini sekaligus menunjukkan bahwa
partisipasi aktif olahraga tidak cukup hanya menyerahkan sepenuhnya
kepada kemauan orang per orang, tetapi perlu didorong dengan
menciptakan situasi yang memungkinkan masyarakat melakukan
olahraga, misalnya dengan memberikan sarana dan prasarana yang
memadai (Dirjen Olahraga 2004).
c. Pengelolaan sarana dan Prasarana Olaraga
Sarana dan prasarana olahraga adalah daya pendukung yang terdiri
dari segala bentuk jenis peralatan dan tempat berbentuk bangunan yang
di gunakan dalam memenuhi persyaratan yang di tetapkan untuk
pelaksanaan program olahraga. Pengelolaan olahraga dapat menjadi
lahan bisnis dan menghasilkan keuntungan akan tetapi keuntunganyang
dapat diraih tergantung pada mutu sarana dan prasarana, produk,
65
pertandinganatau jasa yang dijual, memiliki daya tarik dan ditampilkan
pada saat yang tepat dan di tempat strategis. Menurut Harsoyo
(1977:121) dalam (http://id.shvoong.com. pengertian-pengelolaan),
pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”
mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk mengali dan
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
Pengelolaan sarana dan prasarana olahraga erat kaitannya dengan
bagaimana konsep managemen dalam pengelolaan itu sendiri.
Pengelolaan sarana dan prasarana olahraga sebagaimana terdapat
dalam managemen pada umumnya. Menurut Harsuki, (2012 : 206-207)
bahwa “Managemen olahraga pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu managemen olahraga pemerintah dan managemen
olahraga swasta”. Kemudian Terry 1977 (dalam Harsuki 2012 : 79)
menerangkan bahwa fungsi managemen diklasifikasikan dalam empat
bagian yaitu: Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing),
Penggerakan (Actuating), Pengawasan (Controlling).
Menurut Parks, Quarterman dan Thibault (dalam Harsuki, 2012 :
197-198) bahwa secara umum, tiga posisi yang terdapat dalam
manajemen sarana dan prasarana terdiri dari: a) Direktur Sarana dan
prasarana Direktur sarana dan prasarana seringkali disebut sebagai
manager sarana dan prasarana atau CEO (Chief executive Officer),
mempunyai tanggung jawab menyeluruh atas semua fasilitas. Pejabat ini
terutama bertanggung jawab atas pengadministrasian yang tepat dan
pembuatan prosedur operasi yang baku akan sarana dan prasarana
(fasility’s standard operating procedurs, SOPs) b) Manager Operasi
Manager operasi melapor langsung kepada direktur sarana dan
prasarana dan bertanggung jawab akan semua karyawan, prosedur dan
kegiatan yang terkait dengan fasilitas. Tugasnya yaitu merumuskan
peranan, tanggung jawab dan wewenang dari staf fasilitas. c)
Koordinator Event Koordinator even juga melapor kepada direktur
fasilitas, bertanggung jawab kepada pengelolaan even individual yang
66
dilaksanakan di dalam fasilitas. Tanggung jawabnya meliputi
transportasi, memasang, mendirikan dan menyimpan alat-alat;
menciptakan sistem kontrol untuk venue dan logistik peralatan;
perekrutan, pelatihan dan memberikan supervisi pada karyawan khusus,
memberikan bantuan dalam memelihara venue dan peralatannya selama
berlangsungnya even; memfasilitasi penjualan karcis dan pendistribusian
karcis di dalam venue; serta mengevaluasi pengoperasian venue dan
peralatannya.Sarana dan prasarana yang dipelihara dan diatur dengan
baik merupakan faktor yang menentukan untuk menarik kedatangan
pengguna atau konsumen. Beberapa hal yang juga harus diperhatikan
dalam pengelolaan sarana dan prasarana olahraga yaitu:a) Pedoman
Kebijakan. Sebuah pedoman kebijakan tertulis dalam dokumen
merupakan sesuatu yang perlu untuk menjalankan fasilitas. Persyaratan-
persyaratan yang mengatur hal-hal sebagai berikut perlu ditetapkan. (1)
kebijakan umum, (2) prosedur penjadwalan dan waktu penggunaan
fasilitas, (3) ketersediaan sarana dan prasarana dan peralatan, dan (4)
pengaturan penyewaan dan persetujuan kontrak. b) Supervisi dan
Keamanan Fasilitas. Untuk menjamin layanan yang efektif bagi setiap
pengguna perorangan dan kelompok besar, beberapa hal perlu
diperhatikan. Perangkat aturan tertulis yang mengatur pemanfaatan dan
keamanan fasilitas. Perangkat aturan terpampang di semua pintu masuk
dan tempat strategis. Tim supervisor dan keamanan mudah dikenali.
Sikap yang ramah dan membantu harus ditampilkan oleh anggota tim
supervisor dan keamanan. c) Pemeliharaan Fasilitas.Untuk
memperpanjang keawetan sarana dan prasarana dan menurunkan
keharusan perbaikan, pemeliharan yang tetap perlu dikerjakan. Agar
pekerjaan pemeliharaan berjalan dengan baik perlu dipilih koordinator
pemeliharaan yang tepat. d) Pengontrolan (inventory control). Melakukan
pengawasan yang cermat terhadap segala sarana dan prasarana dan
peralatan yang dimiliki oleh organisasi. e) Penjadwalan Fasilitas.
Jadwal pemakaian harus ditata dengan baik sehingga memberi
kenyamanan bagi pengguna. Contoh daftar prioritas penggunaan sarana
67
dan prasarana olehraga yang dimiliki oleh sekolah: (a) pelajaran
pendidikan jasmani terjadwal, (b) kegiatan latihan dan
perlombaan/pertandingan olahraga,(c) kegiatan olahraga rekreasi dan
intramural, (d) kelompok akademik dalam sekolah, (e) kelompok
nonakademik dalam kampus, (f) kelompok luar kampus. Undang –
undang Nomor 3 tahun 2005 tentang system keolahragaan Nasional Pasal
38 ayat 1, menyatakan bahwa “Pengelolaan olahraga pada tingkat
kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan
dibantu oleh komite olahraga kabupaten atau kota”. Dengan demikian,
pengelolaan sarana dan prasarana olahragayang dibangun dengan
menggunakan APBN perlu dikelola dengan baik karena sarana dan
prasarana olahraga merupakan aset yang dapat mendorong
perkembangan olahraga di suatu daerah dan sebagai cerminan seberapa
besar perhatian pemerintah daerah terhadap olahraga didaerahnya
masing-masing. Oleh karenanya sarana dan prasarana olahraga perlu
didokumentasikan dengan baik, dipelihara dan dimanfaatkan secara
efektif, efisien dan terintegrasi melalui sebuah sistem pengelolaan yang
jelas. Adapun ciri-ciri sarana dan prasarana yang dikelola dengan baik
menurut Harsuki, (2012 : 187) yaitu: a) Beroperasi pada jam yang
ditentukan setiap harinya denganmemberikan pelayanan yang ramah b)
Pelanggan baru diterima secara baik dan mereka mendapat petunjuk
sehingga dapat menggunakan sarana dan prasarana sebaik baiknya.c)
Karyawan yang terlatih dengan baik, peran dan tanggung jawabnya dapat
dikenali oleh setiap pengguna.d) Prosedur keselamatan, PPPK,
pertolongan darurat dan lain-lain telah didokumentasikan dan siap untuk
beroperasi.e) Melalui pengoperasiannya, sarana dan prasarana dapat
menghasilkan manfaat ekonomi.
Sarana dan prasarana olahraga perlu didayagunakan dan dikelola
untuk berbagai kepentingan olahraga. Pengelolaan tersebut bertujuan
memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan penggunaan
sarana dan prasarana olahraga agar dapat berjalan lancar, efektif dan
efisien dalam waktu yang lama. Adapun Administrasi atau pengelolaan
68
sarana dan prasarana olahraga meliputi:a) Pemeliharaan Sarana dan
prasarana Olahraga Menurut Hisyam, (1991 : 31-32) bahwa “Tujuan
pemeliharaan atau peralatan dalam kegiatan olahraga adalah untuk
menentukan dan meyakinkan bahwa alat-alat dalam keadaan aman dan
memuaskan untuk digunakan kegiatan-kegiatan tersebut”.Selanjutnya
dijelaskan bahwa prinsip-prinsip dalam pemeliharaan sarana dan
prasarana olahraga yaitu:(1) Kebijaksanaan dan tata cara memelihara
sarana olahraga harus direncanakan untuk memperpanjang umur
peralatan sedemikian rupa sehingga mungkin akan menghasilkan modal
lagi yang maksimal. (2) Pemeliharaan hendaknya direncanakan untuk
menjamin keselamatan bagi semua orang yang menggunakan alat-alat.
(3) Hanya orang-orang yang berhak hendaknya diberi kedudukan
sebagai pemimpin, kepala tata usaha. (4) Alat-alat seharusnya diawasi
secara periodik untuk memperoleh dan mencapai keselamatan dan
kondisi alat-alat. (5) Perbaikan dan pemulihan kembali kondisi
peralatan dibenarkan apabila alat alat atau bahan yang diperbaiki atau
dibangun dengan biaya yang murah. (6) Menutupi dan melindungi
peralatan yang layak akan menolong dan menjamin pemeliharaan secara
ekonomis dan aman. b) Inventarisasi Sarana dan prasarana Olahraga
Inventarisasi adalah upaya untuk mencatat dan membuat pembukuan
keberadaan sarana prasarana olahraga. Inventarisasi akan memudahkan
pengelolaan sarana prasarana olahraga dan mencegah hilang serta
rusaknya sarana prasarana olahraga. Langkah-langkah melakukan
inventarisasi sebagai berikut: (1) Siapkan buku inventarisasi (2)
Inventarisasi dilakukan seorang yang ahli dan teliti. (3) Lakukan
pelabelan dan tanda register semua sarana prasarana dengan teliti dan
Benar (4) Buat papan data keadaan sarana prasarana yang bisa diketahui
semua orang. (5) Pemeliharaan barang Pemeliharaan merupakankegiatan
penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu sarana prasarana
olahraga, sehingga sarana prasarana tersebut dalam kondisi baik dan siap
pakai.Pemeliharaan dilakukan secara kontinyu terhadap semua
barangbarang-barang inventaris. (http://didik02. blogspot.com/2011/10/
69
pengelolaan-sarana-prasarana olahraga.html) c) Perawatan Sarana dan
prasarana Olahraga Menurut Bucher (1997 : 187), petunjuk perawatan
seragam olahraga adalah sebagai berikut: (1) Bersihkan pakaiandengan
segera setiap habis digunakan, jika tidak mungkin gantungkan pada
ruangan yang cukup ventilasi. (2) Jika pakaian penuh dengan lumpur
dan pembersihanharus segera di lakukan, pisahkan baju yang banyak
dengan lumpurnya (3) Hindarkan terlalu banyak panas dalam mencuci
dan mengeringkan karena ini akan menyebabkan penyusutan. (4) Air
hangat sangat dianjurkan. Pakaian yang berwarna harus dipisahkan. (5)
Gunakan pemutih pada baju yang berwarna putih. (6) Cucilah baju
sebelum mengering untuk menghindari noda yang mengeplek. (7)
Lindungi baju dari kelembapan, dan keringkan secepatnya untuk
menghindari jamur. (8) Biasanya kain woll tidak disikat pada saat
mencucinya. (9) Lipat baju yang bersih dan pak di tempat penyimpanan
yang dingin, kering dan cukupventilasi. (10) Simpan baju berwarna
ditempat terpisah dengan lapisan neftalin atau kapur baru.
Dewasa ini, perkembangan olahraga cukup pesat dan sudah mulai
merambah ke dunia bisnis, hal ini dikarenakan olahraga sudah
merupakan konsumsi bagi masyarakat umum dan dengan sendirinya
bermunculan bisnis-bisnis baru dalam dunia olahraga untuk memenuhi
kebutuhan olahraga dalam berbagai jenis sehingga perlusebuah system
pemasaran yang baik akan produk-produk dan jasa yang dikomersilkan.
Begitu pula halnya dengan pengelolaan sarana dan prasarana olahraga,
demi menjaga kelangsungan dan keawetan sarana dan prasarana olahraga
yang sudah tersedia maka diperlukan sebuah sistem managemen
pemasaran olahraga yang baik. Di Indonesia istilah pemasaran olahraga
mulai dikembangkan khususnya pada cabang-cabang olahraga yang
popular di masyarakat. Mullin 1985 (dalam Harsuki,2012 : 210)
memberikan pengertian pemasaran olahraga sebagai berikut: “Pemasaran
olahraga terdiri dari semua aktivitas yang terencana untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan pada partisipasi pertama, kedua dan
ketiga dan penonton pertama, kedua dan ketiga melalui proses
70
pertukaran. Oleh karena itu, pemasaran olahraga telah berkembang
dengan dua arah yaitu: a. Pemasaran produk dan service olahraga kepada
pelanggan olahraga, dan b. Pemasaran yang menggunakan olahraga
sebagai suatu wahana promosi untuk pelanggan dan service serta produk
industri”.
Menurut Kotler & Armstrong (2008:62), (dalam http : //
husnuahmad. blogspot.com.) Bauran pemasaran (marketing mix) adalah
kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan
untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran
pemasaran terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk
mempengaruhi permintaan produknya.Berbagai kemungkinan ini dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang disebut “4P”
(Product, Price, Place,Promotion).
Proses pemasaran olahraga didalamnya memerlukan beberapa
komponen penting, diantaranya yaitu: strategi pemasaran, taktik olahraga
ada enam konsep yang pemasaran dan value pemasaran yang harus
disusun secara seksama dan baik. Strategi pemasaran olahraga adalah
cara untuk mencapai tujuan jangka panjang, dalam ruang lingkup
strategi pemasaran olahraga ada tiga konsep yang harus diperhatikan
diantaranya communitization, confirmation dan clarification. Taktik
pemasaran olahraga adalah rentetan dari pelaksanaan pekerjaan dari
suatu strategi, agar mencapai tujuan, dalam ruang lingkup taktik
pemasaran harus diperhatikan diantaranya codification, co-creation
,currency, communual activation, conversation and commercialization.
Value pemasaran olahraga adalah kemapuan yang dapat diberikan
produsen kepada konsumen untuk memuaskan konsumen itu sendiri.
Dalam ruanglingkup value yang harus diperhatikan antara lain
character, care and collaboration. Bila kita lihat dari sudut pandang
produk industri olahraga, maka yang menjadi ruang lingkup pemasaran
olahragaantara lain: sarana dan prasarana yang diproduksi,
diperjualbelikan dan/atau disewakan, barang-barang olahraga seperti
peralatan dan perlengkapan olahraga, dan Jasa penjualan kegiatan
71
olahraga. (Sumber: http://poernomojoko.blogspot.com)
d. Perencanaan professional Arsitektur Saraba dan Prasarana Olaraga
Perencana Profesional Arsitektur Sarana dan prasarana Olahraga
adalah perencana yang memenuhi kriteria dan aturan organisasi profesi.
Lingkup tugas pengembangan profesi perencana menjadi perencana
profesional sarana dan prasarana olahraga dimulai dari pengembangan
sebelum menjadi profesi, mulai mendapatkan pengakuan sebagai
profesional dan mengembangkan profesional lebih tinggi kelasnya,
antara lain sebagai berikut: (1) lingkup keanggotaan organisasi profesi,
dimana mendapatkan rekomendasi minmal 2 orang anggota profesional
kelas A untuk menjadi anggota IAI DKI Jakarta (belum profesional), (2)
lingkup pengembangan kemampuan profesional, dimana untuk
mengembangkan diri menjadi profesi dan profesional dibidangnya
mengikuti persyaratan yang diberlakukan organisasi profesi yaitu IAI
DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi setempat, dan (3) lingkup
profesional dibidang perencana arsitektur sarana dan prasarana olahraga.
Pengembangan perencana profesional sarana dan prasarana
olahraga menjadi suatu perencana yang profesional berdasarkan
perkembangannya ternyata melaui proses yang panjang. Salah satu tahap
yang harus dilalui adalah mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai
anggota organisasi profesi yang diminati (IAI DKI Jakarta, 1986).
Misalnya sebagai perencana profesional di bidang arsitektur, Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI), Perencana Konstruksi, Himpunan Ahli
Konstruksi Indonesia (HAKI) atau Perencana Mekanikal dan Elektrikal
(PME), Himpunan Mekanikal dan Elektrikal (HME). Karena dalam
pokok bahasan ini dibatasi sebagai perencana arsitektur sarana dan
prasarana olahraga, berarti peminat harus mendaftarkan dirinya kepada
organisasi IAI. Tahap berikutnya perencana sesuai peminatannya harus
mengikuti penataran sesuai kelasnya, yakni pemula masuk strata
1,apabila telah berpengalaman minimal 2 kali merencanakan sarana dan
prasarana olahraga dapat mendaftarkan kembali untuk mengikuti strata 2
dan berhak mendapatkan Sertifikat Ijin Bekerja Perencana Arsitektur
72
(SIBP) C, yang dikeluarkan untuk wilayah DKI Jakarta oleh Kepala
Dinas Pengawas dan Penataan Bangunan (P2B). Di sini perencana
arsitektur sarana dan prasarana olahragasudah dapat dikatakan
profesional. Selanjutnya setelah minimal dua kali lagi berhasil
merencanakan Sarana dan prasarana olahraga yang telah dinilai oleh
Majelis IAI dan Tim Penasehat Arsitektur (TPAK) DKI Jakarta, boleh
mengajukan lagi untuk menempuh strata 3. Setelah lulus dari Tim
Majelis IAI, maka perencana berhak mendapatkan SIBP B dengan
melunasi kewajiban iuran anggota profesional dan kewajiban yang
diberlakukan P2B, maka SIBP B dapat dimiliki. Selanjutnya setelah
setiap criteria menjadi arsitek yang profesional di bidang perencana
sarana dan prasarana olahraga dilalui semakin tinggi strata yang
diperoleh semakin berat tanggung jawabnya dan sudah tentu makin besar
imbalan yang didapat sesuai aturan organisasi profesi atau IRTA
(perhitungan imbalan jasa perencanaan bangunan-bangunan gedung)
yang telah diberlakukan (IAI DKI Jakarta, 1986). Selanjutnya apabila
perencana sudah benar-benar profesional dan minimal pernah menangani
proyek-proyek skala besar/nasional, 1 kali saja dan lolos dari penilaian
Tim TPAK dan Tim Majelis IAI, maka perencana berhak mendapatkan
sertifikat SIBP A dari P2B, merupakan SIBP yang paling tinggi.
Dikatakan perencana arsitektur yang profesional dibidang sarana
dan prasarana olahraga harus sudah memiliki kemampuan mendiagnosis
tugas-tugas yang di bebankan. Persyaratan-persyaratan perencanaan
sarana dan prasarana olahraga yang ditugaskan sudah harus menjadi
bahan pertimbangnya, dan tidak menjadi masalah dan hambatan setelah
pekerjaan dimulai, antara lain sebagai berikut: Legal aspek sudah tidak
bermasalah: (a) Surat-surat tanah bersertifikat, PBB lunas dibayar sesuai
tahun yang sudah berjalan dan tidak dalam keadaan sengketa; (b) Lokasi
sesuai dengan peruntukkan tata ruang, aksesbilitas tingkat kemudahan
tinggi, tidak dalam lokasi yang rawan bencana, aman, kondisi tanah tidak
mudah longsor, konus (daya tahan tanah) rendah tanah yang labil sulit
untuk dibangun, tidak banjir bukan pantai yang rawan tsunami dan
73
keamanan iklim serta pengaruh kondisi alam lainnya; (c) Terukur dengan
luas yang memadai, dan diukur oleh stakholder atau pihak terkait (Tata
Kota dan BPN), serta diikuti keterangan rencana kota yang berlaku jelas
perutukannya, besaran lebar jalanya, garis sempadan, intensitas
bangunannya, ada rencana site dan rencana blok (block plan).
Secara teknik teknologis, rencana sarana dan prasarana olaharaga
secara profesional dipersiapkan: (a) Desain perencanaan arsitektur
fasilitasolahraga harus direncanakan secara profesional, artinya telah
mempertimbangkan aspek wawasan identitas arsitektur, aspek
penampilan sebagai bangunan sarana dan prasarana olahraga memenuhi
persyaratan pemanfaatan sebagai kecabangan olahraga tertentu, aspek
lingkungan dan kondisi alam sekitarnya serta dampak multliplier efek
pembangunan maupun aspek ketahanan untuk pemeliharaan & aspek
keamanan bangunan ; (b) Perhitungan konstruksi bagungan sarana dan
prasarana olahraga harus dapat dipertanggung jawabkan dengan
mempertimbangkan bahan bangunan yang dipergunakan serta keamanan
teknik pelaksanan pembangunannya ; (c) Dokumen kontrak harus
dipersiapakan secara profesional. Artinya secara keseluruhan
terkoordinasi sejak kapan kegiatan perencanaan dilakukan, kapan
pelaksanaan dan pasca pembangunan bagaimana operasionalisasi.
Pemanfaatan bangunan sarana dan prasarana olahraga di kelola
juga secara profesional. Pengembangan Perencana Profesional Arsitektur
Sarana dan prasarana Olahraga ternyata satu disiplin keilmuan saja tidak
cukup untuk menangani perencanaan sarana dan prasarana olahraga
secara nasional. Pengalaman penulis membuktikan, ternyata ilmu yang
berkaitan dengan perencananaan arsitektur sarana dan prasarana olahraga
secara nasional begitu luas dan menarik untuk dipelajari, ditekuni dan di
terapkan serta dapat bermanfaat bagi bangsa dan umat manusia.
Ternyata, menurut pernyataan Sekjen PBB Kofianan dipembukaan
konferensi pendidikan jasmani sedunia di Thailand, bahwa olahraga
sudah menjadi kebutuhan hidup manusia, bahkan sebagai instrumen
kesejahteraan paripurna.
74
Perencanaan arsitektur sarana dan prasarana olahraga yang ada saat
ini secara nasional dan profesional memang sudah baik dan professional
pengembangannya, namun masih secara incremental (sporadis).
Nampaknya secara konfrehensif selama Republik ini berdiri belum
pernah disiapkanya secara holistik dan konfrehensif (Ditjora Depdiknas,
2004). Oleh karena itu untuk pengembangan perencanaan sarana dan
prasarana olahraga secara nasional masih diperlukan pula pengembangan
perencana profesional arsitektur sarana dan prasarana olahraga. Adapun
secara runtun dapat ditampilkan sebagai berikut : (1) Dari sisi disiplin
keilmuan teknik arsitektur, memerlukan teknik pengembangan
pengelolaan mekanisme perencanaan, maka diperlukan disiplin
manajemen konstruksi supaya perencanaan; (2) dapat terkelola dengan
lancar, hambatan dapat diminimalisir, penyelesaian dapat efektif dan
efisien mengingat cakupan perencanaan secara nasional memerlukan
sinkronisasi dan tehnis administrasi dan menejerial yangholistik, terpadu
dengan stakholder (pihak terkait); (3) Merencanakan sarana dan
prasarana olahraga secara nasional dengan dua disiplin: teknik arsitektur,
teknik sipil dan manejemen saja masih belum cukup, perencana harus
mengembangkan profesionalisme kemampuan dirinya dengan
mempelajari ilmu keolahragaan dan pendidikan jasmani. Berkaitan
dengan ilmu olahraga, sehingga dapat digabungkan dengan ilmu yang
dimiliki penulis yaitu tenical architechture dan spatial planning serta
manajemen, hingga lengkap menjadi suatu disiplin olahraga dan teknik
arsitekur serta tata ruang (Sports Engineering); (4) Sebagai profesional
yang handal secara disiplin keilmuan dapat diasumsikan cukup, namun
teknik dilapangan masih memerlukan pengembangan wawasan bagi
perencana secara internasional, baru ada input ( masukkan ) untuk
merencanakan lebih profesional betul. Untuk menyiapkan perencanaan
sarana dan prasarana olahraga nasional yang konprehensif atau holistik
membutuhkan proses pengembangan perencana dengan waktu yang
cukup memadai. Disamping itu memerlukan pengalaman yang panjang
tidak dapat didadak, baik teori dan praktek bertahun-tahun dalam
75
penanganan pembangunan sarana dan prasarana olahraga nasional.
Perencana sarana dan prasarana olahraga yang profesional harus
memperhatikan mekanisme prosedur perencanaan sarana dan prasarana
olahraga nasional (Ditjora Depdiknas, 2004): (a) Aspek perencanaan
macro spatial planning harus memahami wawasan nusantara dan rencana
tata ruang nasional; (b) Aspek perencanaan meso arsitektur tata kawasan
kota dan lingkungan perencana harus memahami desain bangunan
sarana dan prasarana olahraga, mengingat ciri dari bangunan
fasilitasolahraga dengan bentangan panjang dan pemanfaatannya spesifik
menurut kecabangan olahraganya; (c) Aspek perencanaan mikro yaitu
perencanaan teknik konstruksi harus memahami perhitungan konstruksi
beton, baja kayu dan batu; (d) Aspek pelaksanaan pembangunan harus
memahami administrasi bangunan dan perijinan; (e) Aspek pembiayaan
harus memahami analisa rencana biaya dan alokasi pendanaan yang tepat
guna serta berhasil guna, dengan memperhatikan iptek olahraga dan
material/bahan bangunan yang dipergunakan; (f) Aspek pengawasan dan
pengendalian harus mehami menejemen konstruksi supaya pelaksanaan
sesuai dengan perencanaan dan desain arsitektur yang estetis konstruksi
yang kokoh kuat dapat dipertangung jawabkan serta terjangkau.
Ketersediaan perencana profesional sarana dan prasarana olahraga
kunci untuk mewujudkan pembangunan yang berkualitas dan profesional
diperlukan profesionalitas sumberdaya manusia perencana arsitektur
sarana dan prasarana olahraga sangat menetukan keberhasilan kualitas
kerja yang profesional berpegangpada kode etik profesi yang telah
ditetapkan oleh organisasi profesi. Untuk menunjang peningktan kualitas
kinerja perencana profesional arsitektur sarana dan prasarana olahraga,
maka disarankan untuk: memiliki dan mengembangkan selalu keilmuan
bidang teknik, olahraga dan manajemen, serta tekun dan sabar. Untuk
pengembangan profesionalitas perlu mempersiapkan kemampuan dengan
menambah pendidikan pengembangan profesional, baik penjenjangan
strata yang diselenggarakan organisasi profesi maupun dengan
pendidikan secara formal. Pendidikan formal, member kesempatan
76
seluas-luasnya bagi para perencana arsitektur sarana dan prasarana
olahraga yang berstatus pejabat, swasta dan masyarakat seperti: strata
pendidikan S1, S2 dan S3
10. Kebijakan Pemerintah
a. Kebijakan
Setiap saat Pemerintah selalu dihadapkan pada berbagai macam
masalah mulai dari yang sederhana sampai permasalahan yang rumit.
Dibutuhkan sebuah kebijakan untuk mengatasi setiap masalah yang ada.
Syarat untuk memecahkan masalah yang rumit adalah tidak sama dengan
syarat untuk memecahkan masalah yang sederhana. Masalah yang
sederhana memungkinkan analisis menggunakan metode-metode
konvensional, sementara masalah yang rumit menuntut analisis untuk
mengambil bagian aktif dalam mendefenisikan hakekat dari masalah itu
sendiri. Gambaran tentang pemecahan masalah bertolak dari pandangan
bahwa kerja kebijakan bermula dari masalah-masalah yang sudah
terartikulasi dan ada dengan sendirinya. Semestinya, kebijakan bermula
ketika masalah-masalah yang telah diketahui kemudian membuat hipotesis
tentang serangkaian tindakan yang mugkin untuk dilakukan melalui kajian
yang cermat tentang masalah-masalah tersebut agar dapat merumuskan
kebijakan yang harus ditetapkan dan mengimplementasikan kebijakan
tersebut dalam sebuah tindakan nyata. Kebijakan dipelajari dalam ilmu
kebijakan (policy science), yaitu ilmu yang berorientasi kepada masalah
kontekstual, multi disiplin, dan bersifat normatif, serta dirancang untuk
menyoroti masalah fundamental yang sering diabaikan, yang muncul ketika
warga negara dan penentu kebijakan menyesuaikan keputusannya dengan
perubahan-perubahan sosial dan transformasi politik untuk melayani tujuan-
tujuan demokrasi (Lasswell dalam Kartodiharjo, 2009).
Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William Dunn,
Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah public
policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda.
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy
77
memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena
pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan
umum. Ini sejalan dengan pengertian public itu sendiri dalam bahasa
Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum. Kebijakan
(policy) adalah solusi atas suatu masalah. Kebijakan seringkali tidak efektif
akibat tidak cermat dalam merumuskan masalah. Dengan kata lain,
kebijakan sebagai obat seringkali tidak manjur bahkan mematikan, akibat
diagnosa masalah atau penyakitnya keliru (Dunn, 2000).
Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan (dalam Islamy, 2002 : 17)
memberi arti kebijakan sebagai “a projected program of goals, value and
practice” (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek
yang terarah). Sedangkan Carl Friedrich (dalam Wahab, 2001 : 3)
menyatakan bahwa “kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan”.
Kajian tentang ilmu kebijakan menjadi penting untuk dipahami karena
ilmu kebijakan salah satunya diimplementasikan untuk kepentingan publik.
James E. Anderson (dalam Bambang S, 1994 : 23) mengatakan bahwa
“publik policies are those policies developed by govermental bodies and
officials” (kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan
oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah). Selanjutnya Anderson
menjelaskan implikasi dari pengertian kebijakan publik adalah: 1) Bahwa
kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2) Bahwa kebijakan itu berisi
tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.3)
Bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan
melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.4) Bahwa
kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakanbeberapa
78
bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.5) Bahwa kebijakan pemerintah dalam arti yang positif
didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan
yang bersifat memaksa (otoritif).
b. Bentuk-bentuk Kebijakan
Seorang pimpinan dalam hal ini Pemerintah haruslah mampu
membuat sebuah kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi semua. Pada
prinsipnya Pemerintah ialah perwujudan rakyat yang mempunyai tugas
menjalankan pemerintahan atas dasar kehendak dan kebutuhan rakyat dalam
sebuah negara.Oleh karena itu, semua tindakan dan keputusan harus
dilatarbelakangi oleh kepentingan rakyat itu sendiri. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia arti Kebijakan adalah “kepandaian dan kemahiran.
Kebijakan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpian, dan cara
bertindak (Pemerintah/Organisasi), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip,
atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran atau garis haluan”. Easton (dalam Santosa, 2008 : 27)
menjelaskan bahwa kebijakan adalah “pengalokasian nilai-nilai kepada
seluruh masyarakat secara keseluruhan”. Pendapat ini memperkuat definisi
kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karena mengisyaratkan
adanya sifat otoritatif yang dimiliki pemerintah. Kebijakan pemerintah pada
dasarnya tidak hanya berupa sebuah tindakan yang diambil dalam sebuah
kasus namun bisa bermakna lebih luas lagi. Kebijakan tersebut bisa berupa
ucapan dari seorang pimpinan, dukungan, perhatian dan lain sebagainya.
Setiap respon atau tindakan yang dilakukan oleh seorang pimpinan bisa
diartikan sebagai kebijakan yang dia tetapkan bahkan meskipun pemerintah
tidak melakukan sesuatu terkait sebuah kasus namun hal itu akan tetap
menjadi sebuah kebijakan dimana akan sangat mempengaruhi atau memberi
dampak terhadap masyarakat. Hogwood dan Gunn1986 (dalam Wahab 2011
: 16), mengelompokkan kebijakan ke dalam sepuluh macam yaitu: 1) Policy
as a Label for a Feld of Activity (Kebijakan sebagai Sebuah Label atau
79
Merk bagi Suatu Bidang Kegiatan Pemerintah). 2) Policy as an Expression
of General Purpose or Desired State of (Kebijakan sebagai Suatu
Pernyataan Mengenai Tujuan Umum atau Keadaan Tertentu yang
Dikehendaki).3) Policy as Spesific Proposals (Kebijakan sebagai Usulan-
Usulan Khusus). 4) Policy as Decision of Government (Kebijakan sebagai
Keputusan-Keputusan Pemerintah ).5) Policy as Formal Authorization
(Kebijakan sebagai Bentuk Otorisasi atau Pengesahan Formal). 6) Policy
as Programme (Kebijakan sebagai Program). 7) Policy as Output
(Kebijakan sebagai Keluaran). 8) Policy as Outcome (Kebijakan sebagai
Hasil Akhir).9) Policy as a Theory or Model (Kebijakan sebagai Teori atau
Model).10) Policy as Process (Kebijakan sebagai Proses) Weimer &
Vining (1999 dalam Kartodiharjo, 2009) menjelaskan mengenai lingkup
kebijakan, yang terdiri dari: Riset Kebijakan dan Analisis Kebijakan. Riset
Kebijakan merupakan prediksi dampak perubahan beberapa variabel akibat
perubahan kebijakan, untuk aktor dalam arena kebijakan yang relevan
melalui metodologi yang formal. Sedangkan analisis kebijakan merupakan
perbandingan dan evaluasi dari solusi yang tersedia untuk memecahkan
masalah, untuk orang atau lembaga tertentu melalui sintesis, riset-riset dan
teori. Sutton (1999) menunjukkan bahwa dengan kajian kebijakan akan
dihasilkan pengetahuan mengenai baik atau buruknya kinerja kebijakan
yang dihasilkan saat ini melalui identifikasi arena kebijakan dengan
menggunakan metoda yang valid. Kebijakan pemerintah yang telah
disahkan, tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplimentasikan. Hal ini
disebabkan karena implimentasi kebijakan pemerintah berusaha untuk
mewujudkan kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata.
Suatu kebijakan pemerintah akan berhasil apabila dilaksanakan dan
menghasilkan dampak positif bagi masyarakat banyak. Kebijakan sendiri
secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu : 1) Kebijakan
Umum Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun bersifat negatif
yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Suatu
hal yang perlu diingat adalah pengertian umum di sini bersifat relatif.
80
Maksudnya, untuk wilayah negara, kebijakan umum mengambil bentuk
undang-undang atau keputusan presiden dan ebagainya. Sementara untuk
suatu provinsi, selain dari peraturan dan kebijakan yang di ambil pada
tingkat pusat juga ada keputusan gubernur atau peraturan daerah yang
diputuskan oleh DPRD. Agar suatu kebijakan umum dapat menjadi
pedoman bagi tingkatan kebijakan di bawahnya, ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi. Pertama, cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan
wawasannya. Artinya, kebijakan itu tidak hanya meliputi dan ditujukan pada
aspek tertentu atau sektor tertentu. Kedua, tidak berjangka pendek. Masa
berlakunya atau tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut berada
dalam jangka panjang ataupun tidak mempunyai batas waktu tertentu.
Karena itu tujuan yang digambarkan sebagai kebijakan sering kali dianggap
orang tidak jelas. Istilah “tidak jelas” ini tidak tepat. Tujuan jangka panjang
lebih dapat disebut “samar-samar” karena gambarannya yang bersifat
umum. Keadaan ini hampir dapat disamakan dengan penglihatan kita bila
melihat seorang wanita cantik dari jarak dua kilometer. Sosoknya tidak
akan terlihat dengan jelas. Kecantikannya hanya tergambar secara umum
dalam bentuk keseluruhan. Gambarannya jelas berada dari penglihatan
dalam jarak lima puluh meter. Bahkan dapat dikatakan aneh kalau dalam
jarak dua kilometer dia terlihat dengan jelas. Dengan kata lain, dalam suatu
kebijakan umum tidak tepat untuk menetapkan sasarannya secara sangat
jelas dan rumusanya secara teknis. Rumusan yang demikian akan
menghadapi kekakuan dalam perubahan waktu jangka panjang dan akan
mengalami kesulitan untuk diberlakukan dalam wilayah-wilayah kecil yang
berbeda.Ketiga, strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional. Seperti
halnya pada pengertian umum, pengertian operasional atau teknis juga
bersifat relatif. Sesuatu yang dianggap umum untuk tingkat kabupaten
mungkin dianggap teknis atau operasional untuk tingkat provinsi dan sangat
operasional dalam pandangan tingkat nasional. Namun, sekalipun suatu
kebijakan bersifat umum, tidak berarti kebijakan tersebut bersifat sederhana.
Makin umum suatu kebijakan,makin kompleks dan dinamis kebijakan
tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tingkat kebijakan umum banyak
81
aspek yang terlibat,banyak dimensi ilmu yang diperlukan untuk
menganalisisnya dan banyak pihak yang terkait. Sebaliknya semakin teknis
suatu kebijakan,semakin tidak kompleks kebijakan itu. 2) Kebijakan
Pelaksanaan Kebijaka pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang
pelaksanaan suatu undang-undang, atau keputusan menteri yang
menjabarkan pelaksanaan keputusan presiden adalah contoh dari kebijakan
pelaksanaan. Untuk tingkat provinsi, keputusan bupati atau keputusan
seorang kepala dinas yang menjabarkan keputusan gubernur atau peraturan
daerah bisa jadi suatu kebijakan pelaksanaan.3) Kebijakan Teknis
Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum dapat disebutkan bahwa kebijakan
umum adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan pelaksanaan adalah
kebijakan tingkat ke dua, dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ke
tiga atau yang terbawah.
Wewenang membuat kebijakan hanya ada pada jabatan-jabatan yang
tinggi. Ini bisa dimengerti karena pada jabatan-jabatan tersebut terdapat
fungsi mengatur (regulasi) masyarakat. Pada jabatan-jabatan yang lebih
rendah terdapat fungsi pelaksanaan atau teknis. Meskipun birokrasi harus
bersikap netral atau bebas dari politik, namun mereka yang menduduki
jabatan tinggi tidak boleh melepaskan diri dari pengaruh politik. Tanpa
pertimbangan politik dapat timbul kelemahan dalam memperoleh
dukungan masyarakat bagi kebijakan yang dibuatnya. Seorang birokrat
tidak boleh mewakili kepentingan sesuatu partai, namun dia harus dapat
memahami orientasi politik partai-partai yang ada,sehingga dapat
mengambil keputusan yang mewakili semua aspirasi dalam masyarakat.
Sikap netral seorang pejabat tidak boleh diartikan bahwa keputusan yang
diambil harus lepas dari semua kepentingan partai, karena ini akan berakibat
ruang gerak untuk mengidentifikasi alternatif kebijakan menjadi sempit,
bahkan mungkin menjadi tidak ada. Misalnya, jika dalam masyarakat ada
perbedaan pendapat antara dua atau tiga partai, supaya netral, maka dia
mengambil kebijakan di luar dari ketiga pendirian itu. Jika demikian halnya,
82
keadaan tentu saja akan menjadi semakin parah, karena dalam sistem multi
partai yang ada, variasi perbedaan pendapat makin banyak. Dalam keadaan
demikian, seorang pejabat harus mempunyai pertimbangan atas alasan
sendiri, terserah apakah alasan itu dekat dengan salah satu dari pendapat
partai tertentu. Dekat dengan salah satu partai tidak mesti bertentangan
dengan kepentingan rakyat. Dalam keadaan normal, partai-partai politik
juga cenderung mengambil keputusan yang merakyat (populer), sekurang-
kurangnya untuk menarik simpati dari masyarakat banyak.
c. Analisis Formulasi Kebijakan
Analisis kebijakan dapat dipandang sebagai ilmu yang menggunakan
berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi dan debat
politik untuk menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Dalam analisis kebijakan, kata
analisis digunakan dalam pengertian yang paling umum, termasuk
penggunaan intuisi dan mengungkapkan pendapat dan tidak hanya menguji
kebijakan dalam memilah-milah kedalam sejumlah komponen-komponen
tetapi juga perancangan dansintesis alternatif-alternatif baru. Menurut
Sabatier (dalam Wahab, 2012:34)bahwa:“Agar dapat menilai
perkembangan sebuah kebijakan dengan baik,seseorang harus mencermati
kebijakan itu setidaknya selama satu decade atau lebih. Dalam penelitian
seperti itu, unit analisisnya ialah subsistem kebijakan yang terdiri atas
koalisi advokasi yang saling bersaing atau interaksi antar aktor dari
beragam lembaga dan tingkatan pemerintahan yang tertarik terhadap bidang
kebijakan tersebut”.
Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk
membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-
masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-
informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen
tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau
masukan kepada pihak pembuat kebijakan(dalam
http://Bagusspurnama.blog.ub.ac.id). Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Wahab (2012 : 34-35) bahwa “Tujuan pokok melakukan analisis kebijakan
83
publik (public policy analysis) adalah untuk meramu secara sistematik
beragam gagasan yang berasal dari berbagai macam disiplin misalnya
sosiologi, politik, ekonomi, administrasi publik, psikologi sosial dan
antropologi,kemudian digunakan untuk menginterprestasikan sebab-sebab
dan akibat-akibat dari tindakan pemerintah”.
Adapun dimensi-dimensi Kebijakan Publik diantaranya adalah
pertama: proses kebijakan, mengkaji proses penyusunan kebijakan, mulai
dari indentifikasi dan perumusan masalah, implementasi kebijakan,
monitoring kebijakan serta evaluasi kebijakan. Dimensi kedua analisis
kebijakan meliputi: penerapan metodedan teknik analisis yang bersifat
multidisiplin dalam proses kebijakan. Evaluasi kebijakan mengkaji akibat-
akibat suatu kebijakan atau mencari jawaban atas pertanyaan “apa yang
terjadi sebagai akibat dari implementasi suatu kebijakan”. Analisis evaluasi
kebijakan sering juga disebut analisis dampak kebijakan, yang mengkaji
akibat-akibat implementasi suatu kebijkan membahas hubungan di antara
cara yang digunakan dan hasil yang dicapai. Analisis kebijakan publik
berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan
sebelum adanya kebijakan publik tertentu dansesudah adanya kebijakan
publik tertentu.
Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada
permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah
rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan
sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama
yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar
didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn 2000:117 (dalam Baguss
purnama.blog.ub.ac.id) membedakan tiga bentuk utama analisis
kebijakanpublik : 1) Analisis Kebijakan Prospektif Analisis Kebijakan
Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi
kebijakan dimulai dan diimplementasikan.Analisis kebijakan disini
merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam
merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara
komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai
84
landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.2) Analisis
Kebijakan Retrospektif Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai
penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan.
Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh
kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang
berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi.Tentu
saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.3)
Analisis Kebijakan yang Terintegrasi Analisis Kebijakan yang terintegrasi
merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para
praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi
sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap
penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis
untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap
saat.
d. Kebijakan Pemerintah dalam Olaraga
Kebijakan bidang keolahragaan diposisikan pada upaya-upaya
memotivasi dan memfasilitasi agar masyarakat dari berbagai lapisan usia
gemar berolahraga dan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup. Dalam
rangka meningkatkan budaya olahraga sebagai bagian dari proses dan
pencapaian tujuan pembangunan nasional,keberadaan dan peran olahraga
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus
mendapatkan kedudukan yang sejajar dengan sektor pembangunan lainnya
terutama untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, pergaulan sosial, dan
kesejahteraan individu, kelompok, atau masyarakat pada Dalam
pembangunan olahraga, hasil utama yang telah dicapai adalah
terumuskannya konsep kebijakan yang mendukung perkembangan olahraga
nasional dan pedoman mekanisme pembinaan olahraga dan kesegaran
jasmani ; dan tersusunnya Rancangan Undang-Undang Olahraga untuk
mendukung perkembangan olahraga nasional, dan tersusunnya Sport
Development Index (SDI). Selain itu, untuk meningkatkan upaya
pemanduan bakat dan pembibitan olahraga telah dilaksanakan pembinaan
85
olahraga di kalangan pelajar termasuk pelajar penyandang cacat, organisasi
olahraga dan masyarakat dan meningkatnya jumlah pelatih, peneliti,
praktisi, dan teknisi olahraga yang mengikuti pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan standar kompetensi serta meningkatnya jumlah dan mutu
bibit olahragawan. Selanjutnya, untuk meningkatkan prestasi olahraga
termasuk olahraga bagi penyandang cacat telah berhasil ditingkatkan
pembinaan peserta didik dalam cabang olahraga prestasi, dan meningkatnya
penyelenggaraan kompetisi olahraga secara berjenjang dan
berkesinambungan.
Sedangkan dalam pembangunan pemuda, hasil-hasil yang telah
dicapai adalah tersusunnya data dan informasi kepemudaan, meningkatnya
kemampuan manajerial usaha muda,meningkatnya jumlah wirausahawan
muda yang mengikuti pelatihan keterampilan dan manajemen, terlaksananya
upaya untuk meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan
narkoba, HIV/AIDS, kriminalitas termasuk tawuran dikalangan pelajar dan
pemuda dan terlaksananya upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
penghormatan terhadap supremasi hukum dan HAM.
Permasalahan dan tantangan program pembangunan pemuda dan
olahraga adalah lemahnya sumber daya manusia di bidang pemanduan
bakat, lemahnya manajemen olahraga, kurang intensifnya upaya-upaya
pembibitan, menurunnya pembinaan dan kurangnya penerapan dan
pemanfaatan iptek secara tepat dan benar dalam olahraga, minimnya sarana
dan prasarana umum untuk berolahraga sehingga masyarakat enggan
berolahraga, kurangnya kompetisi olahraga baik dalam skala nasional
maupun regional,masih rendahnya tingkat pendidikan dikalangan pemuda
dan minimnya ruang-ruang publik bagi kalangan pemuda untuk
mengekspresikan dirinya.
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda dan
olahraga adalah: melaksanakan peningkatan kapasitas (capacity building) di
bidang pembangunan olahraga, mengembangkan olahraga rekreasi, olahraga
lanjut usia,olahraga penyandang cacat, dan olahraga tradisional, melakukan
pembinaan olahraga usia dini, kelas olahraga, klub olahraga pelajar dan
86
mahasiswa, dan kelompok berlatih olahraga, melakukan bimbingan dan
kompetisi olahraga pelajar secara berjenjang dan teratur dalam rangka
menanamkan disiplin, nilai-nilai sportivitas, dan menggali bakat olahraga,
meningkatkan kepedulian masyarakat dan dunia usaha mengenai
pentingnya dukungan pendanaan olahraga terutama olahraga prestasi,
meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga
kerjanpemuda,mengembangkan kewirausahaan pemuda, meningkatkan
partisipasi lembaga kepemudaan dalam pembangunan ekonomi,
memperluas kesempatan pemuda terdidik untuk berpartisipasi dalam
pembangunan di pedesaan, mengembangkan jaringan kerjasama pemuda
antardaerah, antarpropinsi dan antarbangsa,meningkatkan peran aktif
pemuda dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba,
minuman keras (miras), penyebaran penyakit HIV/AIDS serta penyakit
menular seksual, dan kriminalitas di kalangan pemuda.
e. Peraturan Daerah
Otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos dan nomos. Autos
artinya sendiri, sedangkan nomos berarti hukum atau aturan. Sebagai istilah,
pengertianotonomi autos nomos atau autonomous dalam bahasa Inggris
kata sifat yang berarti: (1) keberadaan atau keberfungsian secara bebas atau
independen (functioning or existing independently); dan (2) memiliki
pemerintahan sendiri, sebagai negara atau kelompok dan sebagainya (of or
having self-government, as astate, group, etc.). Sedangkan pengertian
otonomi (autonomy) sebagai kata benda(noun) adalah (1) keadaan atau
kualitas yang bersifat independen, khususnya kekuasaan atau hak memiliki
pemerintahan sendiri (the power or right of havin self-government); dan
atau (2) negara, masyarakat, atau kelompok yang memiliki pemerintahan
sendiri yang independen (a self-governing state, community orgroup).
Beranjak dari rumusan pengertian otonomi tersebut dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah secara ringkas adalah daerah yang
menyelenggarakan pemerintahan sendiri, atau daerah yang memiliki
pemerintahan sendiri yang berdaulat atau independen.
Indonesia pada dasarnya menganut pemahaman otonomi daerah
87
yang bersifat administratif, yaitu kebebasan untuk menyelenggarakan
administrasi pemerintahan sendiri yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
(SANKRI). Dengan demikian dalam konteks Indonesia, pengertian Otonomi
Daerah menunjukkan hubungan keterikatan antara daerah yang memiliki
hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan kesatuan yang
lebih besar yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bukan
berarti daerah otonom yang merdeka dan berdiri sendiri bebas dari ikatan
dengan NKRI. Dengan berlakunya otonomi daerah maka Pemerintah daerah
berhak untuk mengatur daerahnya sendiri dan membuat kebijakan local
dengan tujuan pengembangan dan pembangunan daerah.Salah satunya yaitu
dengan menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA). Peraturan Daerah
merupakan bentuk nyata implementasi kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Daerah dalam mengatasi permasalahan yang ada maupun untuk
mengembangkan potensi daerahnya.
Sejak disahkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (yang kemudian direvisi pada tahun) yang
diimplementasikan sejak januari 2001, maka beberapa kewenangan daerah
dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah daerah (PEMDA). Mulai saat itulah
Pemda mempunyai kewenangan yang luar biasa untuk merencanakan,
merumuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang
sesuai dengan keperluan dan tuntutan masyarakat setempat (Agustino, 2011
: 69). Sejak masa itu pemerintah daerah (Pemda) tidak lagi sekedar sebagai
pelaksana operasional kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan
ditentukan oleh pusat seperti pada zaman Orde Baru yang bersifat top-down
policy, tetapi telah menjadi agen penggerak pembangunan. Sekarang,
melalui otonomi daerah apapun yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dapat dengan mudah dinilai bahkan dikritisi oleh masyarakat sendiri. Dalam
konteks kebijakan publik, misalnya, dapat ditanyakan apakah kebijakan
yang diformulasi dan diimplementasi mampu mengatasi persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh daerah atau justru sebaliknya memutarbalikan
keadaan masyarakat ke arah yang lebih buruk. Berbicara kebijakan publik
88
di daerah tentu saja dituangkan dalam bentuk peraturan daerah.
Peraturan daerah merupakan bentuk legitimasi Pemda untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah secara sah terhadap
masyarakat lokal. Tujuan-tujuan pembangunan daerah yang dilakukan salah
satunya ialah mengatasi persoalan masyarakat yang dianggap penting salah
satunya yaitu penyediaan sarana dan prasarana olahraga di Kota Kupang.
Dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
setidaknya ada 3 (tiga) jenis produk hukum daerah otonom. Dua produk
hukum hasil pengaturan dan sebuah produk hasil pengurusan. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh pakar Otonomi Daerah Hoessein (2009:151-
156), bahwa: “Produk hukum hasil pengaturan adalah peraturan daerah
(Perda) dan peraturan kepala daerah, sedangkan sebuah produk hukum hasil
pengurusan adalah keputusan kepala daerah. Perda adalah keputusan kepala
daerah dengan persetujuan DPRD, sedangkan peraturan kepala daerah
adalah keputusan kepala daerah tanpa persetujuan DPRD. Kedua produk
hukum tersebut sebagai norma hukum umum dan abstrak. Keputusan
kepala daerah sebagai produk hukum pengurusan adalah keputusan yang
bersifat penetapan”.
Dalam hukum positif di Indonesia dibedakan beberapa produk
hukumdaerah otonom, namun baik jenis maupun hierarkinya diatur secara
berbeda dalam peraturan perundang undangan. Jenis dan kedudukan Perda
dalam hierarki perundang-undangan diatur dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Dalam ayat (1)
Pasal 7 mengatur jenis hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagai
berikut:1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) 2) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang 3) Peraturan Pemerintah (PP)4) Peraturan Presiden (Perpres) 5)
Peraturan Daerah (Perda).
Kelima produk diatas merupakan bentuk pertama kebijakan publik,
yaitu peraturan perundangan yang terkodifikasi secara formal dan legal.
Setiap peraturan dari tingkat “Pusat” atau “Nasional” hingga tingkat “lokal”
desa atau kelurahan adalah kebijakan publik karena mereka adalah aparat
publik atau administrator yang dibayar oleh uang publik melalui pajak dan
89
penerimaan negara lainnya (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan
karenanya secara hukum formalbertanggung jawab kepada publik (Nugroho,
2008: 62). Pada hakekatnya peraturan daerah dan kebijakan publik itu
memiliki pengertian yang hampir sama. Dimana keduanya merupakan suatu
alat intervensi pemerintah (lokal) yang bertujuan untuk mengubah kondisi
yang ada atau mempengaruhi arah dan kecepatan dari perubahan yang
sedang berlangsung dalam masyarakat guna mewujudkan kondisi yang
dicita-citakan. Intervensi itu dilakukan melalui suatu atau serangkaian
strategi kebijakan dengan menggunakan berbagai peralatan atau instrumen
kebijakan. Dalam hal ini, kondisi yang ada dan perubahan yang
berlangsung yang ingin dipengaruhiserta kemungkinan perubahan dari
kecenderungan perubahan yang ada itu, sangat bersifat spesifiik.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Perda adalah
produk hukum daerah otonom yang bersifat pengaturan. Dalam hal ini perda
dibuat untuk mengatur orang atau sekelompok orang untuk mencapai ke
keadaan yang dinginkan. Secara prosedural, pembentukan perda di dahului
dengan penyampaian rancangan peraturan daerah (Raperda) atas prakarsa
kepala daerah atau prakasa DPRD.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penitian yang dilaksanakan oleh peneliti
mengenai Kebijakan Pemerintah tentang Ketersediaan Sarana dan prasarana
Olahraga adalah penelitian yang dilakukan oleh:
1. Nama : Agus Kristiyanto
Judul : Kajian Sarana dan prasarana Olahraga Prestasi “Warisan”
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII Tahun 2008 Di
Kalimantan Timur Tahun : 2010 Sumber : Buku Pembangunan Olahraga Untuk
Kesejahteraan Rakyat Dan Kejayaan Bangsa Penelitian tersebut bertujuan
untuk menyusun sebuah kebijakan manejemen berbasis keunggulan lokal.
Dalam pembahasannya penelitian tersebut mengulas tentang Dasar Yuridis
Pengembangan Sarana dan prasarana Olahraga dan Survey Kelayakan Sarana
dan prasarana Olahraga Prestasi “Warisan” Penyelenggaraan Pekan Olahraga
Nasional (PON) XVII Tahun 2008 Di Kalimantan Timur. Dari hasil penelitian
90
tersebut, terungkap bahwa tersedianya sarana dan prasarana olahraga
merupakan prasyarat aksi dalam mendorong terlaksananya aktivitas olahraga
dikalangan masyarakat dan merupakan sebuah keharusan terutama terkait
dengan penyelenggaraan Event Olahraga Nasional seperti Pekan Olahraga
Pelajar Nasional (POPNAS), Pekan Olahraga Nasional (PON), bahkan jika
memungkinkan Sea Games dan Asian Games. Dari hasil kajian yang
dilakukan, terbukti adanya beberapa bentuk Kebijakan Pemerintah yang
mendukung dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana olahraga di setiap
daerah. Selain itu, berdasarkan hasil analisis kelayakan pada 5 (lima ) sarana
dan prasarana olahraga di Balikpapan, terungkap dimana sarana dan prasarana
yang tersedia bisa dibilang representatif dan memenuhi kriteria Standar
Keolahragaan Nasional. Kemudian dari data yang ada, dapat diartikan bahwa
tingkat pendapatan lebih besar dari biaya perawatan yang dikeluarkan dalam
pengelolaan sarana dan prasarana tersebut.
2. Nama : Arnold Meka
Judul : Kebijakan Koni Dalam Bidang Olahraga (Studi tentang usaha KONI
Surakarta dalam pencapaian prestasi bidang olahraga) Tahun : 2011
Sumber : Skripsi (Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta) Penelitian tersebut bertujuan
untuk mengetahui implementasi kebijakan yang dilakukan KONI dan hal-hal
yang mempengaruhi kebijakan tersebut dalam pembinaan olahraga di
Surakarta. Dari hasil kajian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
Pemerintah Kota Surakarta melalui KONI telah mengimplementasikan UU
No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional kedalam berbagai
upaya untuk pembinaan olahraga di kota Surakarta. Dalam penelitian ini juga
dijelaskan bahwa implementasi dari UU No.3 Tahun 2005 belum berjalan
secara maksimal dimana masih terdapat kelemahan dalam pembinaan dan
pengawasan KONI kepada pengurus cabang olahraga. Pendanaan bidang
olahraga masih tertinggal dibanding daerah-daerah disekitarnya padahal Kota
Surakarta memiliki kondisi ekonomi yang cukup mendukung.
C. Kerangka Berpikir
91
Kebijakan Pemerintah tentang Olahraga diwujudkan dalam bentuk
Perundang-Undangan atau Peraturan Daerah (PERDA) yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan yang mengatur salah satunya tentang
penyediaan Sarana dan Prasarana Olahraga sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005. Di dalam
Perda tersebut diantaranya memuat tentang Perencanaan Sarana dan Prasarana
Olahraga, AnalisisTentang Prosedur, Pemerataan, Ketersediaan, Ketercukupan
Sarana dan Prasarana Olaraga.
Proses implementasi kebijakan pemerintah dimulai dari adanya suatu
kebijakan yang telah siap dilaksanakan. Outcomes yang dihasilkan melalui proses
implementasi terdiri atas hasil segera kebijakan (policyeffect) dan hasil akhir
(policy impact). Hasil segera dan dampak yang ditimbulkan suatu program sangat
berguna untuk menilai kinerja implementasi suatu program. Policyeffect
merupakan pengaruh jangka pendek yang dihasilkan dari pelaksanaan Kebijakan
Pemerintah Tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan se Kota
Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dengan perencanaan yang baik maka diharapkan implementasinya juga
akan baik dimana akan terwujudnya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) se-Kota Kupang. Dengan tersedianya
sarana dan prasarana olaraga pendidikan maka siswa semakin terfasilitasi dalam
berolaraga. Gambaran dalam Bagan alur berpikir penelitian adalah sebagai berikut
:
Gambar: 2.2: Skema Kerangka Pikir.
Kebijakan Pemerintah tentang olahraga pendidikan
Perkembangan Olahraga pendidikan
di kota Kupang
Pemerataan sarana dan prasarana olahraga
pendidikan
Ketercukupan sarana dan prasarana olahraga
pendidikan
Perundang-undangan tentang
sarana dan prasarana olahraga
pendidikanKetersediaan sarana dan prasarana olahraga
pendidikan
Prosedur sarana dan prasarana
olahraga pendidikan