BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4344/3/BAB II.pdfYang dimaksud dengan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4344/3/BAB II.pdfYang dimaksud dengan...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Tax (Pajak)
Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang
- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak memperoleh jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2016).
Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-
Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat
digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum
(Supramono dan Theresia, 2015).
Dari definisi pajak diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran
Negara demi memelihara kesejahteraan umum.
12
Pajak juga mempunyai fungsi , berikut ini adalah fungsi pajak
menurut Mardiasmo (2016). Ada dua fungsi pajak, yaitu :
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi mengatur (cregulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Fungsi pajak menurut Supramono dan Theresia Woro (2015).
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
a. Fungsi budgetair
Fungsi pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Negara
b. Fungsi mengatur (regulair)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan Negara di bidang sosial dan ekonomi
2. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)
Undang-undang perpajakan Indonesia menganut sistemself
assessment, yakni sistem pemungutan yang memberikan keleluasaan
penuh kepada wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Sehubungan dengan hal ini, fiskus hanya melakukan fungsi
pengawasan dan tidak terlibat langsung didalam proses perhitungan.
Penerapan sistemself assessment dalam undang-undang perpajakan
13
Indonesia seakan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Dalam hal ini,
perusahaan tentu saja ingin meminimalisir beban pajak. Oleh karena
itu, persoalan tax avoidance merupakan persoalan yang rumit dan unik.
Di satu sisi tax avoidance diperbolehkan, tapi di sisi yang lain tax
avoidance tidak diinginkan.
Tax avoidance adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan
secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan
dengan ketentuan perpajakan, di mana metode dan teknik yang
digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey
area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan
itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Pohan,
2016).
Tax avoidance (penghindaran pajak) berciri fraus legis yaitu
kawasan grey area yang posisinya berada di antara tax compliance dan
tax evasion. Beberapa pihak mencoba mendefinisikan tax avoidance.
Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co vs CTO di US)
merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa
melanggar hukum. Black’s Law Dictionary menjelaskan, tax
avoidance adalah upaya meminimalkan beban pajak dengan
memanfaatkan peluang penghindaran pajak (loopholes) dengan tidak
melanggar hukum pajak. (https://wikipedia.com).
14
Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan
sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut :
a. Wajib Pajak (WP) berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit
dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran
interpretasi hukum pajak.
b. WP berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di
declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh;
c. WP mengusahakan penundaan pembayaran pajak.
Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang perpajakan
karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari,
meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara
yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Ada 3 cara untuk
melakukan tax avoidance, yaitu : (Erly Suandy, 2016)
a. Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak
melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif
pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan
15
dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan undang-
undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis.
Saat ini sudah banyak cara dalam pengukuran tax avoidance.
Terdapat dua belas cara yang dapat digunakan dalam mengukur tax
avoidance yang umumnya digunakan (Hanlon dan Heitzman, 2010).
Tabel II.1
“Pengukuran Tax Avoidance”
Pengukuran Cara Perhitungan Keterangan
GAAP ETR
Total tax
expense per
dollar of
pre-tax
book
income
Current
ETR
Current tax
expense
per dollar
of pretax
book
income
Cash ETR
Cash taxes
paid per
dollar of
pre-tax
book
income
Long-run
cash ETR
Sum of cash
taxes paid
over n years
divided by
the sum of
pre-tax
earnings
overn years
16
ETR
Differential
Statutory ETR-GAAP ETR
The
difference
of between
the
statutory
ETR and
firm’s
GAAP ETR
DTAX
Error term from the following regression:
ETR differential x Pre-tax book income= a
+ b x Control + e
The
unexplained
portion of
the ETR
differential
Total BTD Pre-tax book income – ((U.S. CTE + Fgn
CTE)/U.S. STR) – (NOLt – NOLt-1))
The total
difference
between
book and
taxable
income
Temporary
BTD
Deferred tax expense/U.S.STR
The total
difference
between
book and
taxable
income
Abnormal
total BTD
Residual from BTD/TAit = βTAit + βmi +
eit
A measure
of
unexplained
total
book-tax
differences
Unrecogniz
ed
tax benefits
Disclosed amount post-FIN48
Tax liability
accured
for taxes not
yet paid
on
uncertain
positions
Tax shelter
activity
Indicator varible for firms accused of
engaging in a tax shelter
Firms
identified
via
firm
17
disclosure,
the
press, or
IRS
confidental
data
Marginal
tax
rate
Simulated marginal tax rate
Present
value of
taxes
on an
additional
dollar of
income
(Sumber : Hanlon dan Heitzman, 2010)
Dalam penelitian ini pengukuran tax avoidance menggunakan
Cash ETR yang dihitung dengan membandingkan pembayaran pajak
dengan laba sebelum pajak. Pembayaran pajak terdapat dalam Laporan
Arus Kas Konsolodasian sedangkan laba sebelum pajak terdapat dalam
Laporan Laba Rugi Komperenshif. Syaifullah (2017) menghitung :
3. Corporate Governance
Corporate Governance merupakan sebuah studi yang
mempelajari hubungan direktur, manajer, karyawan, pemegang saham,
pelanggan, kreditur dan pemasok terhadap perusahaan dan hubungan
antar sesamanya (Irawan, 2013). Seperti dikutip oleh Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Cadbury Committee
(2006) mengartikan corporate governance atau tata kelola perusahaan:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
18
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan
Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal,
Komisaris dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2011).
Penerapan corporate governance yang baik dan benar (GCG)
akan menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan
tujuan masyarakat serta menjauhkan perusahaan dari pengelolaan yang
buruk yang mengakibatkan perusahaan terkena masalah.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
(2006), setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip GCG
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.
prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran diperlukan untuk mencapai
19
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
a. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
1) Transparansi (Tranparency)
Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi
yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan
sangat tergantung pada kualitas informasi yang disampaikan
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk
menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan
dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama.
Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar,
kredibel dan tepat waktu akan memudahkan untuk menilai
kinerja dan resiko yang dihadapi perusahaan. Praktek yang
dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya
perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-
transaksi penting yang terkait dengan perusahaan, resiko-resiko
yang dihadapi serta rencana atau kebijakan perusahaan yang
akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk
menyampaikan kepada seluruh pihak struktur kepemilikan
perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang
mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di
20
perusahaan. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi
mengatasi masalah keagenan yang timbul antara pemegang
saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris. Oleh
karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan mendorong
seluruh organ perusahaan menyadari tanggung jawab,
wewenang dan hak kewajibannya. Praktek-praktek yang
diharapkan muncul dalam penerapan akuntabilitas diantaranya
pemberdayaan dewan komisaris, memberikan jaminan
perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang
saham minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di
jajaran direksi. Pengangkatan komisaris independen merupakan
bentuk implementasi prinsip akuntabilitas, dengan tujuan untuk
meningkatkan pengendalian oleh pemegang saham terhadap
kinerja perusahaan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang
jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban
perusahaan kepada pemegangsaham dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Hal tersebut untukmerealisasikan tujuan yang
hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan perusahaan. Responsibilitas juga berkaitan dengan
kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan
21
hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada
akan menghindarkan dari sanksi, baik sanksi hukum maupun
sanksi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan
mereka. Implementasi prinsip-prinsip good corporate
governance dalam pengelolaan perusahaan (corporate
governance) mencerminkan bahwa perusahaan tersebut telah
dikelola dengan baik dan transparan. Hal tersebut merupakan
modal dasar timbulnya kepercayaan publik sehingga
perusahaan yang telah go public saham perusahaannya akan
lebih diminati oleh para investor dan berdampak positif
terhadap peningkatan nilai perusahaan atau harga saham.
4) Independensi (Independency)
Prinsip ini menekankan bahwa untuk melancarkan
pelaksanaan GCG perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing pihak tidak mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-
hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham
minoritas dan para pemegang saham asing serta perlakuan yang
setara terhadap semua investor. Praktek kewajaran ini juga
mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta
penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini
22
penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham
khususnya pemegang saham minoritas dari praktek kecurangan
dan praktek-praktek insider trading.
b. Manfaat Good Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
menyebutkan bahwa terdapat empat manfaat dari corporate
governance, yaitu:
1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada stakeholders.
2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murah sehingga meningkatkan corporate value.
3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
saham di Indonesia
4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholder’s value dan dividen.
c. Mekanisme Good Corporate Governance
1) Proporsi Komisaris Independen
Komisaris independen sebagai pihak yang tidak
mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan
23
komisaris lain harus secara proaktif mengupayakan agar
dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan
nasehat kepada direksi untuk memastikan bahwa prinsip-
prinsip dan praktik Good Corporate Governance diterapkan
dengan baik, mematuhi hukum dan perundangan yang
berlaku serta menerapkan nilai-nilai yang ditetapkan
perusahaan dalam menjalankan operasinya (Komite Nasional
Kebijakan Governance 2006).
Komisaris dan direktur independen adalah seseorang
yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen
(pemegang saham minoritas) dan pihak yang ditunjuk tidak
dalam kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata
ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan,
pengalaman, dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk
sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan
(Agoes dan Ardana , 2014).
Komisaris independen komisaris Independen adalah
anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (KNKG , 2006).
24
Komisaris independen memiliki tanggung jawab
pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance). Hal itu
dia lakukan dengan cara mendorong anggota dewan
komisaris yang lain agar dapat melakukan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat kepada para direktur secara efektif dan
dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Paling tidak hal-hal yang dapat dilakukan seorang
komisaris independen adalah: (Ananto Hari, 2018)
a) Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis
yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal,
anggaran dan efektivitas strategi,
b) Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif
dan manajer-manajer profesional,
c) Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi,
sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja
secara baik,
d) Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan
perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang
diterapkan perusahaan dalam menjalanka operasinya,
e) Memastikan risiko dan potensi krisis selalu
diidentifikasikan dan dikelola secara baik,
25
f) Memastikan prinsip-prinsip dan praktik tata kelola
perusahaan yang baik(good corporate governance)
dipatuhi dan diterapkan secara baik.
Berkaitan dengan tata kelola perusahaan (corporate
governance), maka tugas komisaris independen adalah:
(Ananto Hari, 2018)
a) Menjamin transparansi dan keterbukaan laporan
keuangan perusahaan
b) Mengusahakan perlakuan yang adil terhadap pemegang
saham minoritas dan pemangku kepentingan
(stakeholders) yang lain
c) Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan
kepentingan secara wajar dan adil
d) Mengusahakan kepatuhan perusahaan pada perundangan
dan peraturan yang berlaku
e) Menjamin akuntabilitas organ perseroan (organ
perseroan)
Dewan komisaris independen sebagai pengawas di
dalam perusahaan bertugas untuk memastikan direksi
menjalankan kewajibannya menjaga profitabilitas
perusahaan (Puspita, 2014). Dewan komisaris independen
yang berasal dari luar perusahaan menuntut manajemen
26
bekerja lebih efektif dalam pengelolaan perusahaan oleh
direksi dan manajer. Perusahaan yang memiliki komposisi
anggota komisaris independen yang lebih besar dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan (Raharjo, 2014).
Kehadiran komisaris independen dapat meningkatkan
pengawasan kinerja direksi. Semakin banyak jumlah
komisaris independen maka pengawasan terhadap
manajemen akan semakin ketat (Erlina, 2017).
Pengukuran komisaris independen mengacu pada
penelitian Irawan (2013) perbandingan antara jumlah
komisaris independen dengan jumlah anggota dewan
komisaris lainnya yang memegang peranan dalam
pengawasan manajemen perusahaan. Proporsi komisaris
independen dapat dihitung dengan rumus:
2) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan
kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan,
institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan dana
perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi
tersebut memiliki wewenang untuk melakukan
pengawasan atas kinerja manajemen (Ngadiman dan
27
Puspitasari 2014). Dengan adanya kepemilikan
institusional di suatu perusahaan maka kepatuhan dan
kinerja manajemen akan meningkat. Semakin besar
kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar
kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan
tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya
akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk
mematuhi peraturan perpajakan. Investor institusional
memilki andil didalam keputusan maka secara otomatis
akan mendorong manajemen untuk mematuhi peraturan
yang dibuat pemerintah sehingga perusahaan patuh
terhadap pajak (Hanum dan Zulaikha 2013). Dengan
begitu, perusahaan akan menghindari perilaku tax
avoidance yang menyimpang dari ketetapan pajak yang
sesuai di negeri ini (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).
Kepemilikan institusional memiliki arti penting
dalam memonitor manajemen karena dengan adanya
kepemilikan oleh institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring
tersibut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk
pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional
sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka
yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat
28
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawsan yang lebih besar oleh pihak investor
institusiona sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajemen.
Kepemilikan institusional sebagai pengawas yang
berasal dari luar perusahaan memegang peranan yang
penting dalam memonitor manajemen. Karena dengan
adanya kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba
berdasarkan aturan yang berlaku, karena pada dasarnya
investor institusional lebih melihat seberapa jauh
manajemen taat kepada aturan dalam menghasilkan laba.
Pengukuran kepemilikan intitusional mengacu
pada penelitian (Irawan, 2013), kepemilikan institusional
dapat diukur dengan menggunakan jumlah saham yang
dimiliki pihak intstitusional dari seluruh jumlah saham
perusahaan yang beredar.
3) Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan perusahaan berdasarkan
proporsi saham yang dimiliki dikelompokkan menjadi
kepemilikan manajerial (manajerial ownership) dan
29
kepemilikan institusional (institutional ownership).
Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang
saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut
dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan
institusional adalah proporsi pemegang saham yang
dimiliki oleh pemilik institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan
lain kecuali anak perusahaan dan institusi lain yang
memiliki hubungan istimewa seperti perusahaan afiliasi
dan perusahaan asosiasi (Pujiati dan Widanar, 2009)
Manajer dalam menjalankan operasi perusahaan
seringkali bertindak bukan untuk memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham, akan tetapi justru
tergoda untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya
sendiri. Kondisi ini akan mengakibatkan munculnya
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan
manajerial (Aprianingsih, 2016).
Perhitungan kepemilikan manajerial adalah dengan
menggunakan persentase kepemilikan manajer,
komisaris, dan direktur terhadap total saham yang
beredar (Pujiati, 2015),. Kepemilikan manajerial
dihitung dengan rumus :
30
4) Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan ayng
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi (Agoes dan Ardana, 2014).
Dewan komisaris adalah bagian dari organ perusahaan
yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif
untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memsatikan bahwa perusahaan
melaksanakan Corporate Governance yang baik. Namun
demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam
mengambil keputusan operasional (KNKG, 2006)
Dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan perseroan melalui supervise, pemberian
panduan dan nasihat kepada direksi. Setiap anggota
dewan komisaris bertindak mandiri dalam memenuhi
tugas dan tanggung jawabnya kepada perseroan.Tidak
satupun komisaris mempunyai hubungan keluarga,
keuangan, manajemen dan/atau kepemilikan saham
dengan anggota dewan komisaris lainnya ataupun
31
dengan anggota direksi. Dewan komisaris bertanggung
jawab kepada pemegang saham.
Tugas utama dewan komisaris adalah komisaris
wajib melakukan pengawasan terhadap kebijakan direksi
dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat
keapada direksi. Fungsi pengawasan dapat dilakukan
oleh masing-masing anggota komisaris namun keputusan
pemberian nasihat dilakukan atas nama komisaris secara
kolektif . Fungsi pengawasan adalah proses yang
berkelanjutan, oleh karena itu komisaris wajib
berkomitmen tinggi untuk menyediakan waktu dan
melaksanakan seluruh tugas komisaris secara ber
tanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya
adalah : (Alfahrisy, 2012)
a) Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali
b) Pemberian nasihat, tanggapan dan/atau persetujuan
secara tepat waktu dan berdasarkan pertimbangan
yang memadai
c) Pemberdayaan komite-komite yang dimiliki
Komisaris. Contohnya Komite Audit, Komite
Nominasi dll.
d) Mendorong terlaksananya implementasi good
corporate governance.
32
5) Komite Audit
Dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan
yang baik Bapepam melalui Surat Edaran Bapepam
No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan imbauan
perusahaan publik untuk membentuk komite audit.
Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa komite
audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dengan
memberikan pendapat profesional yang independen
untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi
penyimpangan pengelolaan perusahaan. Pada umumnya
dewan komisaris membentuk komite-komite di
bawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan
peraturan perundangan yang berlaku untuk membantu
dewan komisaris dalam melaksanakan tanggung jawab
dan wewenangnya secara efektif (Prasetyanti, 2011).
Komite audit adalah sekelompok orang yang
dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk
melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota
dewan komisaris perusahaan klien yang
bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam
mempertahankan independensinya dari manajemen
(KNKG, 2006).
33
Komite audit memegang peranan yang cukup
penting dalam mewujudkan good corporate governance
(GCG) karena merupakan “mata” dan “telinga” dewan
komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mensyaratkan bahwa emiten
harus memiliki komite audit paling sedikit tiga orang.
Jumlah komite audit yang sedikit akan memberikan
peluang kepada manajemen dalam melakukan
minimalisasi laba untuk kepentingan pajak (Pohan,
2008). Komite audit merupakan salah satu unsur
kelembagaan dalam konsep Corporate Governance yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam
level penerapannya. Keberandaanya diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan,
serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and
balances, yang pada akhirnya ditunjukan untuk
memberikan perlindungan yang optimum kepda para
pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Tanggungjawab Komite Audit di Corporate
Governance adalah memberikan kepastian bahwa
perusahaan tunduk secara layak pada undang-undang
dan peraturan yang berlaku, melaksanakan urusannya
dengan pantas dan mempertahankan kontrol yang efektif
34
terhadap benturan kepentingan dan manipulasi terhadap
pegawainya. Dalam hal Corporate Governance peran
dan tanggungjawab Komite Audit harus termasuk juga :
(Armayani, 2016)
Mengawasi proses Corporate Governance.
a) Memastikan bahwa manajemen senior
membudayakan Corporate Governance.
b) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada Code of
Conduct.
c) Mengerti semua pokok persoalan yang mungkin
dapat mempengaruhi kinerja finansial atau
non finansial perusahaan.
d) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada tiap
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
e) Mengharuskan auditor internal melaporkan secara
tertulis hasil pemeriksaan Corporate
Governance dan temuan lainnya.
Perusahaan yang memiliki komite audit akan
lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam
menyajikan laporan keuangan karena komite audit
akan memonitor segala kegiatan yang berlangsung
dalam perusahaan. Sehingga dapat diketahui bahwa
komite audit yang ada pada perusahaan di Indonesia
35
telah menjalankan tugas dan wewenangnya dalam
melakukan pengawasan terhadap perusahaan sesuai
dengan prinsip corporate governance (Diantari dan
Agung, 2016).
Dalam penelitian ini komite audit dihitung
dengan menggunakan rasio berikut (Shabibah,
2017):
6) Kualitas Audit
Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus
tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
auditor. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor
dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau
standar pengauditan. Standar pengauditan mencakup
mutu professional, auditor independen, pertimbangan
(judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit
dan penyusunan laporan audit.
Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang
dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan
klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang
terjadi, dan melaporkannya dalam laporan keuangan
36
auditan. Kualitas audit sangat menentukan kredibilitas
laporan keuangan (Dewi dan Jati, 2014).
Kualitas audit diukur melalui proksi ukuran
KAPBig Four dan KAPnon-Big Four. Kualitas audit
diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy
(Annisa dan Kurniasih 2012).
7) Dewan Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan yang bertanggung
jawab penuh atas pengelolaan perusahaan dengan
senantiasa memperhatikan kepentingan dan tujuan
Perseroan dan unit usaha serta mempertimbangkan
kepentingan para pemegang saham dan
seluruh stakeholders. Direksi mewakili perusahaan baik
di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar, tunduk pada semua peraturan
yang berlaku terhadap Perusahaan Terbuka dan tetap
berpegang pada penerapan prinsip Good Corporate
Governance.
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia
menganut sistem dua badan (two board system) yaitu
Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai
37
wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan
fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan
dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan (fiduciary responsibility). Keduanya memiliki
tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha
perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu,
Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan
persepsi terhadap visi, misi, dan nilainilai perusahaan
(Erlina, 2017)
Menurut Pasal 1 dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan
direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan, sesuai ketentuan
anggaran dasar. Berdasarkan Peraturan OJK No.
33/POJK.04/2014 direksi emiten atau perusahaan publik
paling kurang terdiri dari dua orang anggota direksi.
Dimana satu diantara anggota direksi diangkat menjadi
direktur utama atau presiden direktur.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa direksi
merupakan organ perseroan yang berwenang dan
38
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan AD perseroan
(Pasal 1 angka (5) UU PT). Karena itu, Direksi memiliki
tugas:
a) Direksi wajib dengan iktikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan
perseroan dengan tetap memperhatikan
keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan aktivitas perseroan;
Mewakili perseroan, baik di luar pengadilan
(perjanjian, kesepakatan, dll.) maupun di dalam
pengadilan. Tidak ada pihak lain yang dapat
bertindak atas nama perseroan kecuali diberikan
kuasa oleh direksi yang berwenang;
b) Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, AD dan
keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas
perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-
peraturan perundang-undangan yang berlaku, AD,
keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh perseroan;
39
c) Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan
semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan
perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perseroan;
d) Direksi senantiasa memelihara dan mengurus
kekayaan perseroan secara amanah dan transparan,
jika diperlukan direksi membutuhkan persetujuan
komisaris atau RUPS dalam setiap pengambilan
keputusannya. Untuk itu, direksi mengembangkan
sistem pengendalian internal dan sistem manajemen
resiko secara terstruktural dan komprehensif;
e) Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan
kepentingan perseroan berbenturan dengan
kepentingan pribadi.
Pedoman umum good corporate governance
Indonesia menurut KNKG (2006) dewan direksi
dianggap akan menekan laju penghindaran pajak yang
disebabkan semakin baiknya pengawasan yang dilakukan
oleh dewan direksi maka kemungkinan terjadinya
penyelewengan yang dilakukan pihak manajemen pun
akan semakin kecil, karena dewan direksi mempunyai
wewenang untuk memberikan kebijakan-kebijakan yang
harus dijalankan oleh pihak manajemen sebagai
40
pengelola perusahaan, dan biasanya manajemen akan
melakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadi sebuah
kecurangan baik itu demi kepentingan perusahaan
ataupun semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi
seperti motivasi atas bonus dan reward yang diperoleh
dari hasil kinerja yang dianggap baik
Ukuran dewan direksi diukur dengan
menggunakan indikator jumlah anggota dewan direksi
dalam suatu perusahaan. Untuk memperkecil nilainya,
akan digunakan rumus logaritma natural pada Microsoft
Excel (Shabibah, 2017). Dewan direksi dapat dihitung
dengan cara berikut :
4. Corporate Social Responsibility Disclosure
Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban
ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder)
tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-
kewajiban. Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social
responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah
bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban
ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau
shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain
41
yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi
kewajiban-kewajiban di atas.
Corporate Governance merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder. Terdapat lima prinsip corporate
governance yang dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis. Prisnsip
Responsibility berkaitan erat dengan corporate social responsibility.
Perusahaan tersebut tidak hanya mementingakan kelangsungan
perusahaan pada kepentingan pemegang saham (shareholders) tetapi
dengan penerapan prinsip GCG yaitu responsibility, perusahaan juga
harus memperhatikan kepentingan stakeholders.
Corporate Social Responsibility adalah suatu satu bentuk
tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang
diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang disertai dengan
peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta
sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih luas (Nor Hadi, 2011). Secara sederhana
Corporate Social Responsibility merupakan suatu konsep serta
tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai rasa tanggung
jawab terhadap sosial serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berdiri. Perusahaan melakukan pengungkapan CSR untuk
mendapatkan legitimasi positif dari masyarakat guna mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dituntut untuk mampu
42
melakukan aktivitasnya sesuai dengan nilai dan batasan norma yang
berlaku di masyarakat (Pradipta dan Supriyadi, 2015). Perusahaan
dengan reputasi yang baik akan mempertahankan reputasinya dengan
melakukan tanggung jawab atas aktivitasnya dan tidak melakukan
praktik tax avoidance (Ratmono dan Sagala, 2015).
Di Indonesia Corporate Social Responsibility Disclosure /
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pada pasal 66 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa semua perseroan wajib untuk melaporkan
pelaksanaan tanggung jawab tersebut didalam Laporan Tahunan. Oleh
karena itu perusahaan dituntut untuk menerapkan CSR pada laporan
tahunan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR perusahaan
memang tidak akan mendapatkan profit dan keuntungan secara
langsung, yang diharapkan dari kegiatan ini adalah benefit berupa citra
perusahaan.
43
Pengukuran CSRD dihitung dengan Komponen Corporate
Social Responsibility menurut Edy Rismanda Sembiring (2005)
sebagai berikut :
Tabel II.2
Indikator Corporate Social Responsibility Disclosure
Indikator Keterangan
Lingkungan 1. Pengendalian polusi kegiatan operasi,
pengeluaran riset dan pengembangan
untuk mengurangi polusi.
2. Operasi perusahaan tidak
mengakibatkan polusi atau memenuhi
ketentuan hukum dan peraturan
polusi.
3. Pernyataan yang menunjukkan bahwa
polusi operasi telah atau akan
dikurangi.
4. Pencegahan atau perbaikan kerusakan
lingkungan akibat pengelolaan sumber
alam, misalnya reklamasi daratan atau
reboisasi.
5. Konservasi sumber alam, misalnya
mendaur ulang kaca, besi, minyak, air
dan kertas.
6. Penggunaan material daur ulang
7. Menerima penghargaan berkaitan
dengan program lingkungan yang
dibuat perusahaan.
8. Merancang fasilitas yang harmonis
dengan lingkungan.
9. Kontribusi dalam seni yang bertujuan
untuk memperindah lingkungan.
10. Kontribusi dalam pemugaran
bangunan sejarah.
11. Pengelolaan limbah.
12. Mempelajari dampak lingkungan
untuk memonitor dampak lingkungan
perusahaan.
13. Perlindungan lingkungan hidup.
44
Energi 1. Menggunakan energi secara lebih
efisien dalam kegiatan operasi.
2. Memanfaatkan barang bekas untuk
memproduksi energi.
3. Penghematan energi sebagai hasil
produk daur ulang.
4. Membahas upaya perusahaan dalam
mengurangi konsumsi energi.
5. Peningkatan efisiensi energi dan
produk.
6. Riset yang mengarah pada
peningkatan efisiensi energi dari
produk.
7. Mengungkapkan kebijakan energi
perusahaan.
Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
1. Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko
dalam lingkungan kerja.
2. Mempromosikan keselamatan tenaga
kerja dan kesehatan fisik atau mental.
3. Mengungkapkan statistik kecelakaan
kerja.
4. Mentaati peraturan standar kesehatan
dengan keselamatan kerja.
5. Menerima penghargaan berkaitan
dengan keselamatan kerja.
6. Menetapkan suatu komite
keselamatan kerja.
7. Melaksanakan riset untuk
meningkatkan keselamatan kerja.
8. Mengungkapkan pelayanan kesehatan
tenaga kerja.
Lain-lain Tentang
Tenaga Kerja
1. Perekrutan atau memanfaatkan tenaga
kerja wanita / orang cacat.
2. Mengungkapkan persentase/jumlah
tenaga kerja wanita / orang cacat
dalam tingkat managerial.
3. Mengungkapkan tujuan penggunaan
tenaga kerja wanita / orang cacat
dalam pekerjaan.
4. Program untuk kemajuan tenaga kerja
wanita/orang cacat.
5. Pelatihan tenaga kerja melalui
program tertentu di tempat kerja.
6. Memberikan bantuan keuangan pada
45
tenaga kerja dalam bidang pendidikan.
7. Mendirikan suatu pusat pelatihan
tenaga kerja.
8. Mengungkapkan bantuan atau
bimbingan untuk tenaga kerja yang
dalam proses mengundurkan diri atau
yang telah membuat kesalahan.
9. Mengungkapkan perencanaan
kepemilikan rumah karyawan.
10. Mengungkapkan fasilitas untuk
aktivitas rekreasi.
11. Pengungkapan persentase gaji untuk
pensiun.
12. Mengungkapkan kebijakan penggajian
dalam perusahaan.
13. Mengungkapkan jumlah tenaga kerja
dalam perusahaan.
14. Mengungkapkan tingkatan manajerial
yang ada.
15. Mengungkapkan disposisi staff
dimana staff ditempatkan.
16. Mengungkapkan jumlah staff, masa
kerja dan kelompok usia mereka.
17. Mengungkapkan statistik tenaga kerja,
misalnya penjualan per tenaga kerja.
18. Mengungkapkan kualifikasi tenaga
kerja yang direkrut.
19. Mengungkapkan rencana kepemilikan
saham oleh tenaga kerja.
20. Mengungkapkan rencana pembagian
keuntungan lain.
21. Mengungkapkan informasi hubungan
manajemen dengan tenaga kerja
dalam meningkatkan keputusan dan
motivasi kerja.
22. Mengungkapkan informasi stabilitas
pekerjaan tenaga kerja dan masa
depan perusahaan.
23. Membuat laporan tenaga kerja yang
terpisah.
24. Melaporkan hubungan perusahaan
dengan serikat buruh.
25. Melaporkan gangguan dan aksitenaga
kerja.
26. Mengungkapkan informasi bagaimana
aksi tenaga kerja dinegosiasikan.
46
27. Peningkatan kondisi kerja secara
umum.
28. Informasi reorganisasi perusahaan
yang mempengaruhi tenaga kerja.
29. Informasi dan statistik perputaran
tenaga kerja.
Produk 1. Pengungkapan informasi
pengembangan produk perusahaan,
termasuk pengemasan.
2. Gambaran pengeluaran riset dan
pengembangan produk.
3. Pengungkapan informasi proyek riset
perusahaan untuk memperbaiki
produk.
4. Pengungkapan bahwa produk
memenuhi standar keselamatan.
5. Membuat produk lebih aman untuk
konsumen.
6. Melaksanakan riset atas tingkat
keselamatan produk perusahaan.
7. Pengungkapan peningkatan
kebersihan/kesehatan dalam
pengolahan dan penyiapan produk.
8. Pengungkapan informasi atas
keselamatan produk perusahaan.
9. Pengungkapan informasi mutu produk
yang dicerminkan dalam penerimaan
penghargaan
10. Informasi yang dapat diverifikasi
bahwa mutu produk telah meningkat
(misalnya, ISO 9000).
Keterlibatan
Masyarakat
1. Sumbangan tunai, produk, pelayanan
untuk mendukung aktivitas
masyarakat, pendidikan, dan seni.
2. Tenaga kerja paruh waktu (part-time
employment) dari mahasiswa/pelajar.
3. Sebagai sponsor untuk proyek
kesehatan masyarakat.
4. Membantu riset media.
5. Sebagai sponsor untuk konferensi
pendidikan, seminar atau pameran
seni.
6. Membiayai program beasiswa.
7. Membuka fasilitas perusahaan untuk
47
masyarakat.
8. Mensponsori kampanye nasional.
9. Mendukung pengembangan industri
lokal.
Umum
1. Pengungkapan tujuan. Kebijakan
perusahaan secara umum berkaitan
dengan tanggung jawab sosial
perusahaan kepada masyarakat.
2. Informasi hubungan dengan tanggung
jawab sosial perusahaan selain yang
disebut di atas.
(Sumber : Sembiring, 2005)
Perhitungan indeks yaitu dengan cara membagi jumlah item
yang diungkapkan dengan jumlah item keseluruhan (Bhernadha,
Topowijono dan Azizah , 2017). Rumus perhitungan Corporate Social
Responsibility Disclosure sebagai berikut:
Keterangan :
CRSIj = Corporate Social Responsibility Disclosure
Index perusahaan j
Xij = Jumlah item yang diungkapkan
nj = Jumlah item untuk perusahaan, nj =78
48
B. Penelitian Terdahulu
Tabel II.3
“Penelitian Terdahulu”
No Nama
Peneliti Judul
Variabel
Penelitian Hasil
1 Maraya
dan Reni
(2016);
Pengaruh
Corporate
Governance
dan
Corporate
Social
Responsibilit
y Disclosure
Terhadap Tax
Avoidance
(Studi
Empiris
Peusahaan
Tambang dan
CPO)
Proporsi
Komisaris
Independen,
Kualitas Audit,
Kepemilikan
Institusional,
Kepemilikan
Manajerial,
Corporate
Social
Responsibility
Disclosure
Proporsi Komisaris
Independen dan
Kepemilikan
Manajerial tidak
berpengaruh
terhadap Tax
Avoidance.
Kualitas Audit dan
Kepemilikan
Institusional secara
signifikan
berpengaruh
negative terhadap
tax avoidance.
Corporate Social
Responsibility
Disclosure secara
signifikan
berpengaruh positif
terhadap tax
avoidance
2 Sandy dan
Niki
(2016);
Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap Tax
Avoidance:
Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Manufaktur
Kepemilikan
Institusional,
Proporsi
Komisaris
Independen,
Kualitas Audit,
Dan Komite
Audit.
Proporsi Komisaris
Independen,
Kualitas Audit,
Komite Audit
secara signifikan
berpengaruh
negatif terhadap
Tax Avoidance.
Kepemilikan
Institusional tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance
3 Saputra,
Dendes
dan Novia
Pengaruh
Corporate
Governance,
Komisaris
Independen,
Kualitas Audit,
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen,
49
(2015); Profitabilitas
dan Karakter
Eksekutif
Terhadap Tax
Avoidance
Pada
Perusahaan
yang
Terdaftar
diBEI
Dan Komite
Audit, Return
On Assets dan
Karakter
Eksekutif
Kualitas Audit dan
Komite Audit tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
Profitabilitas dan
Karakter Eksekutif
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
4 Mulyani,
Andika
dan
Endang
(2018)
Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap Tax
Avoidance
(Perusahaan
Pertambanga
n yang
Terdaftar di
BEI)
Kepemilikan
Institusional,
Komisaris
Independen,
Komite Audit
Dan Kualitas
Audit
Kepemilikan
Institusional dan
Komite Audit
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap Tax
Avoidance.
Komisaris
Independen
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
Kualitas Audit
tidak berpengaruh
positif tetapi
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
5 K.
Subiaga,
IP Edy, IN
Kusuma
(2016)
Pengaruh
Profitabilitas,
Kepemilikan
Keluarga,
Dan Good
Corporate
Governance
Terhadap
Penghindaran
Pajak (Studi
pada
Perusahaan
Manufaktur
di Bursa Efek
Indonesia)
Return On
Asset,
Kepemilikan
Keluarga,
Kepemilikan
Institusional dan
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen
Return On Asset ,
Kepemilikan
Institusional,
Dewan Komisaris
Independen
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance dan
Kepemilikan
Keluarga, Komite
Audit, Kualitas
Audit tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance
50
6
Waluyo
(2017)
The Effect Of
Good
Corporate
Governance
On Tax
Avoidance:
Empirical
Study Of The
Indonesian
Banking
Company
Audit
Committee,
Board of
Commissioners,
the Institutional
Ownership and
Audit Quality
Audit Committee
and Audit Quality
have positively
affected Tax
Avoidance, and
Proportion of
Board of
Commissioners
and the
Institutional
Ownership have
negatively affected
Tax Avoidance.
7 Nissa
(2017)
Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap Tax
Avoidance
Jumlah Dewan
Direksi,
Persentase
Jumlah Dewan
Komisaris
Independen,
Persentase
Jumlah Komite
Audit, Proporsi
Kepemilikan
Institusional,
dan Proporsi
Kepemilikan
Manajerial
Jumlah Dewan
Direksi, Proporsi
Kepemilikan
Manajerial,
Proporsi
Kepemilikan
Institusional,
Persentase Jumlah
Komite Audit tidak
berpengaruh
terhadap Tax
Avoidance dan
Persentase Jumlah
Dewan Komisaris
Independen
berpengaruh
signifikan terhadap
Tax Avoidance
8 Aprilian,
Eny dan
Achmad
(2018);
Pengaruh
Pengungkapa
n Corporate
Social
Responsibilit
y Terhadap
Tax
Avoidance
Dengan
Gender
Sebagai
Variabel
Moderasi
(Studi
Corporate
Social
Responsibility
(CSR) dengan
Gender Sebagai
Variabel
Moderasi
Corporate Social
Responsibility
(CSR) berpengaruh
negatif terhadap
tax avoidance dan
keberadaan
perempuan dalam
dewan komisaris
dan direksi
(gender) dapat
memperkuat
pengaruh
corporate social
responsibility
51
Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2016)
(CSR) dengan tax
avoidance
9 Dharma
dan
Naniek
(2017)
Pengaruh
Corporate
Social
Responsibilit
y dan Capital
Intensity
terhadap Tax
Avoidance
Corporate
Social
Responsibility
dan Capital
Intensity
corporate social
responsibility
(CSR) berpengaruh
negatif terhadap
tax avoidance dan
Capital Intensity
berpengaruh positif
terhadap Tax
Avoidance
10 A.Rahma
wati,
Endang
R.Rachma
(2015)
Pengaruh
Pengungkapa
n Corporate
Social
Responsibilit
y dan
Corporate
Governance
Terhadap Tax
Avoidance
(Studi Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar Di
BEI Periode
2012-2014)
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility,
Komisaris
Independen,
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional,
Kualitas Auditor
Eksternal, dan
Komite Audit
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility,
Dewan Komisaris
berpengaruf positif
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
Kepmilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional
berpengaruh
negatif signifikan
tehadap Tax
Avoidance. Komite
Audit berpengaruh
positif tidak
signifikan terhadap
Tax Avoidance,
dan Kualitas Audit
berpengaruh
negatif tidak
signifikan terhadap
Tax Avoidance.
(Sumber: Data diolah, 2018)
52
C. Pengembangan Hipotesis
1. Proporsi Komisaris Independen dan Tax Avoidance
Dewan komisaris independen sebagai pengawas di dalam
perusahaan bertugas untuk memastikan direksi menjalankan
kewajibannya menjaga profitabilitas perusahaan (Puspita, 2014).
Dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan
menuntut manajemen bekerja lebih efektif dalam pengelolaan
perusahaan oleh direksi dan manajer. Perusahaan yang memiliki
komposisi anggota komisaris independen yang lebih besar dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan (Raharjo, 2014). Kehadiran
komisaris independen dapat meningkatkan pengawasan kinerja
direksi. Semakin banyak jumlah komisaris independen maka
pengawasan terhadap manajemen akan semakin ketat (Erlina, 2017).
Manajemen kadang kala bersifat oportunistik dimana mereka
memiliki motif untuk memaksimalkan laba agar meningkatkan bonus
yang diterima dengan cara mengurangi biaya-biaya termasuk pajak
yang harus dibayarkan dengan cara melakukan tindakan tax
avoidance.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syeldila
dan Niki (2016) yang menyatakan proporsi dewan komisaris
independen yang merupakan proksi dari corporate governance
berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Ini berarti keberadaan
dewan komisaris independen efektif dalam usaha mencegah tindakan
53
tax avoidance. Serta hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Nissa
(2017) juga membuktikan bahwa dewan komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H1 : Proporsi komisaris independen berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance
2. Kepemilikan Institusional dan Tax Avoidance
Kepemilikan institusional sebagai pengawas yang berasal dari
luar perusahaan memegang peranan yang penting dalam memonitor
manajemen. Karena dengan adanya kepemilikan institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan
aturan yang berlaku, karena pada dasarnya investor institusional lebih
melihat seberapa jauh manajemen taat kepada aturan dalam
menghasilkan laba. Dengan demikian terdapat indikasi bahwa investor
institusional mempunyai andil dalam penetapan kebijakan yang terkait
dengan tindakan tax avoidance.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waluyo
(2017) yang menyatakan kepemilikan institusional berpengaruh
negatif terhadap tax avoidance. Ini berarti keberadaan institusional
mempunyai andil dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan
tindakan tax avoidance Serta hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
54
Rahmawati, Endang dan Rachma (2015) juga membuktikan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance
3. Ukuran Dewan Komisaris dan Tax Avoidance
Dewan komisaris sebagai bagian dari corporate governance ikut
menentukan bagaimana manajemen pajak perusahaan akan berjalan.
Corporate governance yang baik seharusnya terdiri dari dewan
komisaris yang berkualitas. Dewan komisaris yang baik harus
memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum perpajakan yang berlaku
sehingga mampu mengawasi manajemen. Perusahaan yang memiliki
lebih banyak dewan komisaris maka tingkat pengawasan terhadap
manajemen semakin ketat dibandingkan perusahaan dengan
perusahaan yang memiliki dewan komisaris yang lebih sedikit.
Manajemen kadang kala bersifat oportunistik dimana mereka
memiliki motif untuk memaksimalkan laba dengan cara melakukan
praktik tax avoidance.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waluyo
(2017) yang menyatakan ukuran dewan komisaris yang merupakan
proksi dari corporate governance berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance. Semakin banyaknya dewan komisaris maka akan semakin
55
rendah praktik tax avoidance. Serta hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan Putranti dan Setyawanta (2014) juga membuktikan bahwa
ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3 : Ukuran Dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance
4. Komite Audit dan Tax Avoidance
Komite audit merupakan salah satu bentuk nyata dari penerapan
tata kelola yang baik. Banyak para pihak, terutama dari pihak investor
menganggap bahwa dengan adanya komite audit menjadi nilai tambah
bagi sebuah perusahaan. Investor akan lebih merasa aman jika
berinvestasi pada perusahaan yang telah menerapkan good corporate
governance. Semakin tinggi keberadaan komite audit dalam suatu
perusahaan akan meningkatkan kualitas good corporate governance
(GCG) didalam perusahaan, sehingga akan mengurangi kemungkinan
terjadinya praktik tax avoidance. Hal ini menunjukkan bahwa komite
audit yang bertugas untuk melakukan pengawasan dalam penyusunan
laporan keuangan perusahaan dapat mencegah kecurangan pihak
manajemen. Perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih
bertanggung jawab dan terbuka dalam menyajikan laporan keuangan
karena komite audit akan memonitor segala kegiatan yang
berlangsung dalam perusahaan. Sehingga dapat diketahui bahwa
56
komite audit yang ada pada perusahaan di Indonesia telah
menjalankan tugas dan wewenangnya dalam melakukan pengawasan
terhadap perusahaan sesuai dengan prinsip corporate governance
(Diantari dan Agung, 2016).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waluyo
(2017) yang menyatakan komite audit yang merupakan proksi dari
corporate governance berpengaruh positif terhadap tax avoidance.
Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan akan mengurangi
kemungkinan terjadinya praktik tax avoidance. Serta hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan Mulyani. Andika dan Endang (2018) juga
membuktikan bahwa komite audit berpengaruh terhadap tax
avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H4 : Komite audit berpengaruh positif terhadap tax avoidance
5. Dewan Direksi dan Tax Avoidance
Direksi sebagai organ perusahaan yang bertanggung jawab
penuh atas pengelolaan perusahaan dengan senantiasa memperhatikan
kepentingan dan tujuan Perseroan dan unit usaha serta
mempertimbangkan kepentingan para pemegang saham dan
seluruh stakeholders. Direksi mewakili perusahaan baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar,
tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap Perusahaan
57
Terbuka dan tetap berpegang pada penerapan prinsip Good Corporate
Governance.
Pedoman umum good corporate governance Indonesia menurut
KNKG (2006) dewan direksi dianggap akan menekan laju
penghindaran pajak yang disebabkan semakin baiknya pengawasan
yang dilakukan oleh dewan direksi maka kemungkinan terjadinya
penyelewengan yang dilakukan pihak manajemen pun akan semakin
kecil, karena dewan direksi mempunyai wewenang untuk memberikan
kebijakan-kebijakan yang harus dijalankan oleh pihak manajemen
sebagai pengelola perusahaan, dan biasanya manajemen akan
melakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadi sebuah kecurangan
baik itu demi kepentingan perusahaan ataupun semata-mata hanya
untuk kepentingan pribadi seperti motivasi atas bonus dan reward
yang diperoleh dari hasil kinerja yang dianggap baik. Semakin tinggi
pengawasan dari dewan direksi maka akan semakin rendah kegiatan
tax avoidance yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwasono
dan Julio (2017) yang menyatakan dewan direksi yang merupakan
proksi dari corporate governance berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance, Semakin tinggi pengawasan dari dewan direksi maka akan
semakin rendah kegiatan tax avoidance yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan. Serta hasil penelitian terdahulu yang
58
dilakukan Putri dan Charir (2017) juga membuktikan bahwa dewan
direksi berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H5 : Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap tax avoidance
6. Corporate Social Responsibility Disclosure dan Tax Avoidance
Corporate Social Responsibility Disclosure adalah suatu satu
bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan
yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang disertai dengan
peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta
sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih luas (Nur Hadi, 2011).
Secara sederhana Corporate Social Responsibility Disclosure
merupakan suatu konsep serta tindakan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan sebagai rasa tanggung jawab terhadap sosial serta
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berdiri. Perusahaan
melakukan Corporate Social Responsibility Disclosure untuk
mendapatkan legitimasi positif dari masyarakat guna mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan (Ratmono dan Sagala, 2015). Secara
logika, corporate social responsibility disclosure membutuhkan biaya
yang tidak sedikit dan perusahaan akan menggunakan segala cara
termasuk agresif di dalam praktik tax avoidance dalam
memaksimalkan laba.
59
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarsih
dan Kusufi (2014) menyatakan corporate social responsibility
disclosure berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Perusahaan
mempunyai kewajiban ganda dalam menganggarkan dana untuk
kegiatan CSR dan membayar pajak maka hal ini yang menyebabkan
perusahaan semakin agresif dalam perpajakan. Semakin tinggi
pengungkapan corporate social responsibility maka semakin tinggi
tingkat pengindaran pajak (tax avoidance) dan semakin perusahaan
tidak melakukan pengungkapan corporate social responsibility maka
semakin rendah tingkat penghindaran pajaknya (tax avoidance). Serta
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Budhi dan Waluyo (2017)
juga membuktikan bahwa corporate social responsibility disclosure
berpengaruh positif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H6 : Corporate social responsibility disclosure berpengaruh positif
terhadap tax avoidance
7. Proporsi komisaris independen, kepemilikan institusional, ukuran
dewan komisaris, komite audit, dewan direksi, corporate social
responsibility disclosure dan tax avoidance
Penerapan corporate governance dalam menentukan kebijakan
perpajakan yang akan digunakan oleh perusahaan berkaitan dengan
pembayaran pajak penghasilan perusahaan. Dewan komisaris
60
independen yang berasal dari luar perusahaan menuntut manajemen
bekerja lebih efektif dalam pengelolaan perusahaan oleh direksi dan
manajer. Kepemilikan institusional dapat melaksanakan fungsi
monitoring untuk mendukung pengelolaan perusahaan yang baik dan
menjadikan laporan keuangan lebih obyektif. Dewan komisaris dalam
menjalankan pengawasan dapat mempengaruhi manajemen untuk
menyusun laporan keuangan yang berkualitas. Komite audit bertugas
melakukan kontrol dalam proses penyusunan laporan keuangan
perusahaan untuk menghindari kecurangan pihak manajemen.
Berjalannya fungsi komite audit secara efektif memungkinkan
pengendalian pada perusahaan dan laporan keuangan yang lebih baik.
Dewan direksi mempunyai wewenang untuk memberikan kebijakan-
kebijakan yang harus dijalankan oleh pihak manajemen sebagai
pengelola perusahaan. Baiknya pengawasan yang dilakukan oleh
dewan direksi makan kemungkinan terjadinya penyelewengan oleh
pihak manajemen pun akan semakin kecil. Serta corporate social
responsibility disclosure merupakan suatu konsep serta tindakan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai rasa tanggung jawab
terhadap sosial serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berdiri.
Perusahaan melakukan corporate social responsibility disclosure
untuk mendapatkan legitimasi positif dari masyarakat guna
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Sehingga
perusahaan mempunyai kewajiban ganda dalam menganggarkan dana
61
untuk kegiatan CSR dan membayar pajak maka hal ini yang
menyebabkan perusahaan semakin agresif dalam perpajakan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H7 : Proporsi komisaris independen, kepemilikan institusional,
ukuran dewan komisaris, komite audit, dewan direksi dan
corporate social responsibility disclosure secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
62
D. Kerangka Pemikiran
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Pengaruh secara parsial
: Pengaruh secara simultan
(Sumber: Data diolah, 2018)
Corporate Social
Responsibility
Disclosure
ProporsiKomisaris
Independen
Kepemilikan
Institusional
Ukuran Dewan
Komisaris
Komite Audit
Dewan Direksi
Tax Avoidance
(Cash ETR)
Corporate Governance
H2 (-)
H1 (-)
H3 (-)
H4 (+)
H5 (-)
H6 (+)
H7