BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sediaan Apus Darah Tepi
Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai
berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosi, leukosit, dan trombosit dan
mencari adanya parasit seperti malaria, tripanosoma, microfilarian dan lain
sebagainya. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan
syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari
kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. pada keadaan tertentu
dapat pula digunakan darah EDTA. (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Sediaan apus darah yang baik harus memenuhi syarat yaitu lebar dan
panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca, ekornya tidak terbentuk seperti
bendera robek,secara granula penebalannya nampak berangsur-angsur menipis
dari kepala kearah ekor, tidak berlubang-lubang, tidak terputus-putus, tidak
terlalu tebal dan pewarnaan yang baik. (Imam Budiwiyono, 1995)
Jenis apusan darah:
1. Sediaan darah tipis
Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah
untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal,
morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.
5
6
2. Sediaan darah tebal
Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah
untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah
selnya lebih banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tidak sama
seperti dalam sediaan apus darah tipis.
Kriteria kualitas pewarnaan yang baik
1. Makroskopis
a. Sediaan darah kelihatan jernih dan transparan
b. Warna sel darah merupakan kombinasi warna-warna merah, ungu dan
biru
c. Bentuk ekor pada preparat tidak runcing
d. Preparat tidak terputus-putus
e. Preparatnya tidak berlubang-lubang
2. Mikroskopis
a. Lapisan darah harus cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit jelas
terpisah satu dengan lainnya
b. Leukosit tidak boleh menggerombol pada bagian terakhir dari apusan
darah
c. Hapusan tidak boleh mengandung endapan cat
d. Sel leukositnya tidak berlubang-lubang
e. Sel leukositnya terwarnai semua
7
B. Morfologi Sel Darahp
1. Sel darah merah (eritrosit).
Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan
lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus
dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan
fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh
darah terkecil). Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul
hemoglobin, sejenis pigmen pernapasan yang mengikat oksigen. Volume
hemoglobin mencapai sepertiga volume sel. (Ethel Sloane, 2003)
Eritrosit merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2
sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume
darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-
sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut
oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
.
1. Gambar eritrosit normal
8
Kelainan morfologi eritrosit:
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk
(shape) dan warna (staining characteristics).
a. Kelainan ukuran :
1. Mikrosit
Sel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal
seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat
pula terjadi pada anemia difisiensi besi.
2. Makrosit
Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8 µm.
sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik.
3. Anisositosis
Anisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologic
yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan
ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi.
Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada
bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi. (
Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996)
b. Kelainan bentuk
1. Ovalosit
Ovalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong.
2. Sperofit
Sperofit adalah eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih
9
kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal
3. Schitosit atau fragmentosit
Sel ini merupakan pecahan eritrosit.
4. Sel target
Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian
tengahnya, disebut juga sebagai sel sasaran.
5. Sel sabit atau sickle cell
Sel ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozigot
(SS). Sel sabit didapatkan dengan cara eritrosit di inkubasi terlebih
dahulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor
(Na2S2O3 atau Na2S2O5).
6. Krenasi
Sel seperti ini merupakan artefak, dapat dijumpai dalam
sediaan apus darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada suhu
200 C atau eritrosit yang berasal dari “washed packed cell”.
7. Sel Burr
Sel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yang
mempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit.
8. Akantosit
Sel ini desebabkan oleh metabolism fosfolipid dari
membrane eritrosit. Keadaan tepi eritrosit mempunyai tonjolan-
tonjolan berupa duri.
10
9. Tear drop cell
Eritrosit yang mempunyai bentuk seperti tetesan air.
10. Poiklositosis
Poiklositosis adalah istilah yang menunjukan bentuk
eritrosit yang bermacam-macam dalam sediaan apus darah tepi.
11. Rouleaux
Rouleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk
barisan sedangkan auto aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit
bergumpal. ( Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996)
c. Kelainan warna
1. Hipokrom
Eritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan
kadar hemoglobin dalam eritrosit
2. Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih
biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai
dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan apus darah
tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis. ( Arjatmo
Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996)
2. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah
putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel
darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh
11
dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi. Dibedakan
berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma.
Sel yang memiliki granula sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel
tanpa granula disebut agranulosit.
a. Granulosit
1) Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang
mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil
membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur
dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis
neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan
neutrofil bersegmen (matur, matang). neutrofil memiliki granula
kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya
memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan
benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai 12
µm. ( Ethel Sloane, 2003)
Sel netrofil paling banyak di jumpai pada sel darah putih.
Sel golongan ini mewarnai dirinya dengan pewarna netral atau
campuran pewarna asam dan basa serta tampak bewarna
ungu.(irianto,2004)
12
2. Gambar netrofil batang
3. Gambar netrofil segmen
2) Eosinofil
Eosinofil Sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan
netrofil. Bentuk inti umumnya mirip gagang telepon atau kaca
mata dengan ukuran yang kurang lebih seragam dan berwarna
merah jingga. Sel ini agak sukar ditemukan karena jumlahnya lebih
sedikit dari neutrofil. Banyaknya jumlah granula membuat sel ini
berwarna lebih gelap. Bentuk inti sel ini merupakan bentuk pada
fase eusinofil yang telah dewasa. Granula pada sel ini mengandung
13
protein yang mampu membunuh cacing seperti schistosoma.
(Irianto,2004)
4. Gambar eosinofil
3) Basofil
Sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil.
Namun sel ini agak sukar dicari karena jumlahnya dalam keadaan
normal sedikit, bahkan lebih sedikit dari eosinofil. Bentuk intinya
tidak menentu, bahkan sering tidak jelas karena tertutup granula.
Kadang juga terlihat berlobus atau berbentuk batang bengkok.
Granula sitoplasma berwarna biru kehitaman, ukurannya tidak
seragam dan tersebar menutupi inti.
5. Gambar basofil
14
b. Agranulosit
1) Limfosit
Ukuran sel ini beragam, ada yang seperti eritrosit dan ada
yang sebesar netrofil. Limfosit dengan garis tengah 6-8 mikrometer
dikenal sebagai limfosit kecil. Sitoplasma limfosit bersifat basa
lemah dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas.
Sitoplasma ini mengandung granul azurofilik. Inti selnya
kebanyakan bulat atau terkadang mirip ginjal. Kromatin inti amat
padat dan berwarna biru gelap. Sel ini juga relatif sedikit dan
berwarna biru langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa
sel terlihat granula azurofil yang jika pulasannya baik bewarna
ungu kemerahan.(Irianto,2004)
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama:
a. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan
tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi
b. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah
ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan
dan pematangan.Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar
membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing.
Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk
ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian
dari sistem pengawasan kekebalan. (Farieh, 2008)
15
6. Gambar limfosit
2) Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari
jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah
kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya
eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.
Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-
abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom
primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim
endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan
mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit
terdapat dalam darah, jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit
tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya.
Untuk imunoglobulin dan komplemen.(Efendi, 2003)
16
7. Gambar monosit
c. Kelainan morfologi leukosit
1) Kelainan sitoplasma
a) Granulasi toksik (infeksi akut, luka bakar dan intoksikasi)
b) Granulasi polimorfonuklear (leukemia dan sindrom
mielodisplasia)
c) Badan dohle (keracunan, luka bakar dan infeksi berat)
d) Batang aurer (leukemia myeloid akut)
e) Limpositik plasma biru (infeksi virus dan mononucleosis
infeksiosa)
f) Smudge sel (leukemia limfosit kronik)
g) Vakuolisasi (keracunan dan infeksi berat)
2) Kelainan inti sel
a) Hipersegmentasi (anmegaloblastik, infeksi, uremia dan
GGK)
b) Intipiknotik (sepsis dan leukemia)
c) Anomaly pelger huet (leukemia kronik mielodisplastik)
17
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih
kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari
mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit
berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami
pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu
sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu
menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang
sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah
pembekuan. (Junquiera,1997)
8. Gambar trombosit
C. Pewarnaan Sediaan Darah
Macam-macam pewarnaan pada sediaan apus darah menurut
Romanowsky ada empat macam pewarnaan yaitu pewarnaan wright’s stain,
pewarnaan Lieshman,pewarnaan may grunwald dan pewarnaan giemsa.(Imam
Budiwiyono, 1995)
18
Pewarnaan wright adalah pewarnana untuk sedian darah dengan
menggunakan reagen biru metilena dan eosin, yang menghasilkan warna akhir
sediaan darah merah muda dan sel darah merah berwarna kuning atau merah
muda. (Pudjaatmaka, A.Hadyana.2002)
Bagian sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarnaan pappenheim
pada film darah (pewarnaan May-Grunwald dan pewarna giemsa).struktur
nucleus lebih kurang bersifat basofil dibandingankan sitoplasma, dengan cara
tersebut granula dapat diperhatikan dengan baik (Martoprawiro.1986)
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru pada inti
leokosit.ketiga jenis zat warna ini dilarutkan dengan metal alcohol dan
gliserin.larutan Ini dikemas dalam botol coklat (100-500-1000cc) dan dikenal
sebagai giemsa stock yang ph 7.
Eosin yang dicampur dengan methilen biru akan menghasilkan pulasan
berupa sel darah berwarna merah muda, inti sel darah putih menjadi
lembayung tua, protoplasma parasit malaria menjadi biru dan butir kromatin
parasit menjadi merah.(Hadidjaja,1992)
Faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang
baik :
1) Kualitas dari stock giemsa yang digunakan standar mutu
a) Stock giemsa yang belum tercemar air.
b) Zat warna pada giemsa masih aktif.
19
2) Kualitas dari air pengencer giemsa
a) Air pengencer harus jernih
b) Derajat keasaman pengencer hendaknya berada 6,8 sampai 7,2
perubahan ph pada larutan berpengaruh pada pewarnaan sel-sel darah
3) Kualitas pembuatan sedian darah
Ketebalan sel darah yang akan diwarnai mempengaruhi hasil pewarnaan,
semakin berat fixaxi akan semakin sukar bagi larutan giemsa menerobos
plasma darah untuk mencapai sel darah merah untuk melakukan proses
hemolisa.
4) Kebersihan sedian darah
Zat warna yang mengendap dipermukaan pada akhir pewarnaan tertinggal
pada sel darah dan mengotorinya.oleh karena itu pada akhir pewarnaan
larutan giemsa harus dibilas dengan air yang mengalir.
5) Lakukan pewarnaan. (Depkes RI,1993)
Giemsa stock harus diencerkan lebih dulu sebelum dipakai mewarnai
sel darah.Elemen-elemen zat warna giemsa melarut selama 40-90 menit
dengan air atau aquadest atau air buffer.Setelah itu semua elemen zat warna
akan mengendap dan sebagian lagi balik ke permukaan membentuk lapisan
tipis seperti minyak sebab itu giemsa tidak boleh tercemar air. (Depkes
RI,1993)
20
D. Pedoman Pemakaian Giemsa
1. Giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquadest atau air buffer sesaat
akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.
2. Mengencerkan giemsa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebih
terpaksa harus dibuang.
3. Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, menggunakan pipet khusus
agar stock giemsa tidak dicemari.
4. Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus di
tutup rapat dan tidak boleh sering dibuka. Pisahkan giemsa dibotol tetes
atau botol kecil dari stock.
5. Pewarnaan giemsa adalah pewarnaan lambat, sehingga hasil baik bila
menggunakan giemsa encer.
6. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan
a) 1cc sama dengan 20 tetes
b) Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1 cc
c) Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer
yang harus dibuat sesuai dengan kebutuhan terutama bila melakukan
pewarnaan.
7. Takaran pewarnaan
Untuk melakukan pewarnaan individu pada kegiatan stock giemsa 1 tetes
tambah pengencer sepuluh tetes dengan lama pewarnaan 15 – 20 menit
(giemsa 10%) atau stock giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1 cc (20 tetes)
dengan lama pewarnaan 45 – 60 menit (giemsa 5%)
21
8. Gunakan air pengencer yang mempunyai PH 6,8 – 7,2. (Depkes,1993)
E. Konsentrasi Pengenceran Giemsa
1. Pembuatan larutan giemsa 5% (1:20), 1 bagian giemsa + 19 bagian
aquadest atau buffer. Lakukan pewarnaan dengan larutan giemsa 5%
selama 30-45 menit.
2. Pembuatan larutan giemsa 10% (1:10), 1 bagian giemsa + 9 bagian
aquadest atau buffer. Lakukan pewarnaan dengan larutan giemsa 10%
selama 20-25 menit.
3. Pembuatan larutan giemsa 20% ( 1:5), 1 bagian giemsa + 4 bagian
aquadest atau buffer. Lakukan pewarnaan dengan larutan giemsa 20%
selama 10-15 menit. (Depkes RI,2007)
F. Pengencer Giemsa
1. Larutan Penyangga buffer
Suatu larutan yang dapat menahan perubahan ph yang besar ketika
ion-ion hydrogen atau hidroksida ditambahkan atau ketika larutan itu
diencerkan disebut larutan penyangga atau larutan dapar. (Day And
Underwood, 2001:148)
Larutan buffer adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan PH pada penambahan asam atau basa (Tim Dosen
Kimia, 2003)
22
Larutan buffer didefinisikan sebagai campuran asam lemah dengan
basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya (Achmad,
1996:418)
PH yang rendah atau kurang dari 6,8 mengakibatkan sel darah
merah lebih banyak mengambil pewarna asam atau eosin, sehingga sel
darah merah menjadi lebih merah muda. Lekosit juga akan
memperlihatkan bagian-bagian inti yang kurang jelas. (Robert
R.Harr,2002)
Pembuatan larutan buffer dengan cara melarutkan Na2HPO4.2H2O
17,799 gram kedalam beker glass 500 ml dengan aquadest 250 ml
homogenkan, kemudian masukan kedalam labu ukur 1000 ml dengan
menambahkan aquadest sampai tanda batas dan homogenkan kembali
untuk mendapatkan larutan Na2HPO4 0,1 M kemudian Melarutkan
NaH2PO4.2H2O 15,601 gram kedalam beker glass 500 ml dengan aquadest
250 ml homogenkan, kemudian masukan kedalam labu ukur 1000 ml
dengan menambahkan aquadest sampai tanda batas dan homogenkan
kembali untuk mendapatkan larutan NaH2PO4 0,1 M. Membuat buffer PH
6,8 dengan cara menghomogenkan larutan Na2HPO4 0,1 M sebanyak
51,1ml dan NaH2PO4 0,1 M sebanyak 48,9 ml. (mulyono, 2006)
2. Aquadest
Aquadest adalah air dari hasil penyulingan(diuapkan dan disejukan
kembali) dan memiliki kandungan murni H2O,sedangkan air mineral tidak
murni H2O.air suling juga memiliki rumus kimia pada air umumnya yaitu
23
H2O yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hydrogen kovalen dan
atom oksigen tunggal.
Aquadest merupakan larutan yang bebas dari mikroba hidup,baik
itu pathogen dan non patogen yang biasanya digunakan untuk campuran
bahan dalam laboratorium atau melarutkan obat
G. Kerangka Teori
Keterangan :
Hasil pewarnaan sediaan apus darah dipengaruhi oleh faktor lama
pewarnaan, apusan darah, pewarna (jenis, kualitas, pengencer, dll), sumber
daya manusia (tingkat ketrampilan, pengecatan dll).
H. Kerangka Konsep
Lama pewarnaan
Apusan darah
Pengenceran
SDM
Hasil pewarnaansediaan apus
darah
Pengencer giemsamenggunakan
aquadest
Hasil pewarnaan morfologisel darah
Pengencer giemsamenggunakan buffer
24
Keterangan:
Pengencer giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan pada sediaan apus
darah. pengencer giemsa dilakukan menggunakan larutan buffer dan
aquadest. Pengenceran giemsa berpengaruh pada morfologi sel darah dan
dikatakan baik apabila memperlihatkan tidak adanya endapan cat giemsa. Sel
eritosit berwarna merah muda, tidak adanya kelainan warna hipokrom atau
polikrom lebih dari 10%, granula sel netrofil berwarna ungu, limfosit tanpa
granul spesifik berwarna biru langit, limfosit dengan sel terlihat granul
azurofil berwarna ungu kemerahan, kromatin inti limfosit padat dan berwarna
biru gelap, bagian tepi pada sel trombosit yang dinamakan hialomer berwarna
biru muda dan bagian tengah sel trombosit yang berbutir-butir atau
dinamakan granulomer berwarna ungu.