BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Benih dapat diambil dari buah dengan membuka...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Benih dapat diambil dari buah dengan membuka...
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan umum jabon (Anthocephalus cadamba)
2.1.1 Taksonomi jabon (Anthocephalus cadamba)
Menurut Pratiwi (2003) nama botani jabon adalah Anthocephalus
cadamba Roxb. Miq.) atau sinonim dengan Anthocephalus indicus Rich
(Helingga 1950) dan Anthocephalus chinensis Lamk. (Madamba 1975). Jabon
tergolong suku Rubiaceae. Nama daerah jabon lainnya antara lain jabun, hanja,
kelampeyan, kelampaian (Jawa); galupai, galupai bengkal, harapean, johan,
kelempi, kiuna, selapaian, serebunaik (Sumatera); ilan, taloh, tawa telan, tuak,
tuneh, tuwak (Kalimantan); bance pute, pontua, suge manai, pekaung, toa
(Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (NTB); aparabire, masarambi
(Irian Jaya). Nama Jabon di daerah lain yaitu kadam, cadamba, common bur-
flower tree (Inggris), kadam (Perancis), bangkal, kaatoan bangkal (Brunei),
kelempayan (Peninsular), laran (Sabah), selimpoh (Serawak), labula (Papua New
Guinea), kaaton bangkal (Philippina), mau-lettan-she, maukadon, yeman (Burma),
thkoow (Kamboja), koo-somz, sako (Laos), krathum, krathum bok, takko
(Thailand), caay gaso, caftom, gao trawsng (Vietnam).
Berdasarkan taksonominya jabon digolongkan sebagai berikut (Mansur
dan Tuheteru 2010):
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Familia : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Anthocephalus
Spesies : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.
2.1.2 Sifat Botani
Menurut Martawidjaya et al. (2005) tinggi jabon di alam dapat mencapai
45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameternya dapat mencapai 160
cm. Batang silindris, bertajuk tinggi, dengan cabang mendatar, berbanir sampai
ketinggian 1,5 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur
dangkal. Tajuk pohon jabon meninggi, tidak lebat dan agak gepeng dengan system
percabangan melingkar yang mengambil ruang secara teratur, sehingga baik sekali
pada pelingkarannya, cabang-cabang primernya biasanya agak mendatar dan
gugur daun di dalam hutan musim (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).
Tanaman jabon sudah di kenal masyarakat sejak lama. Namun
popularitasnya semakin menanjak karena adanya serangan penyakit yang terjadi
pada tanaman sengon (Falcataria moluccana). Adanya kasus ini menyebabkan
petani mencari alternatif tanaman lain yang pertumbuhannya cepat dengan
kualitas kayu yang bagus dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Tanaman
jabon berasal dari daerah beriklim muson tropika. Tanaman ini lebih menyukai
tempat yang lembab, misalnya di tepi sungai dan rawa. Pohon jabon terbilang
bongsor karena tinggi tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100-160 cm
(Mansur dan Tuheteru 2010).
Daun jabon merupakan daun tunggal, bertangkai panjang 1,5 – 4 cm
dengan helaian daun agak besar (panjang 15 – 30 cm dan lebar 7 – 8 cm). Di awal
pertumbuhannya, yakni 2 – 3 bulan setelah tanam, pada tanah yang subur dan
cukup air daun jabon dapat berkembang hingga berukuran panjang 68 cm dan
lebar 38 cm. Permukaan daun jabon tidak berbulu atau kadang-kadang di sebelah
bawah pada tulang daun terdapat rambut halus yang mudah lepas dan bertulang
daun sekunder jelas (10 – 12 pasang). Secara fisiologi, daun tanaman jabon umur
12 hari mulai memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis, yakni melalui
perluasan daun secara penuh (full leaf expansion =FLE), 15% FLE daun yang
masih muda berwarna merah, 56% FLE daun berwarna hijau kemerahan, 100%
FLE berwarna hijau cerah dan pada daun tua berwarna hijau. Pada daun jabon
mengandung total klorofil 7, 92 mg/g berat kering daun (Mansur dan Tuheteru
2010).
Jabon memiliki daun yang saling berhadapan, tumpul, kira-kira duduk
hingga bertangkai. Bentuk daun bulat telur hingga lonjong dengan ukuran panjang
15 – 50 cm dan lebar 8 – 25 cm. Bagian pangkal berbentuk agak menyerupai
jantung, bagian ujung lancip (Sutisna et al. 1998). Pada pohon muda yang diberi
pupuk kadang-kadang sangat lebih besar ukurannya, dibagian pangkal agak
berbentuk jantung dan lancip di ujungnya. Penumpu antar tangkai berbentuk
segitiga sempit dan mudah rontok. Perkembangbiakan jabon dimungkinkan
dengan regenerasi alam dari biji, dengan semai yang ditumbuhkan di tempat
pembibitan, dengan tunggul dan stek batang. Diperlukan teknik-teknik khusus
untuk memperoleh biji jabon yang sangat kecil (Soerianegara dan Lemmens
1994).
Perbungaan jabon terdiri atas kepala-kepala bulat, menyendiri di ujung
tanpa daun gagang. Bunga agak duduk pada penyangga lokus, berkelamin dua,
aktinomorf, terbagi menjadi 5 bagian. Tabung kelopak berbentuk corong, mahkota
gamopetal, jumlah benang sari 5 yang menisip pada tabung mahkota, tangkai sari
pendek dan kepala sari melekat dipangkal (Soerianegara dan Lemmens 1994).
Pohon jabon mulai berbunga dan berbuah pada umur 5 – 7 tahun, terutama
tampak berbunga pada bulan Januari-Februari dengan bunga yang warnanya
kuning. Bunga menjadi buah dan masak antara bulan Juni-September (Team
Fakultas Kehutanan IPB 1975).
Jabon memiliki bakal buah inferior, beruang 2 dan terkadang beruang 4 di
bagian atas, tangkai putik terjulur, kepala putik berbentuk gelendong. Buah kecil,
banyak sekali, agak berdaging, bagian atas memuat 4 struktur yang berlubang atau
padat (Soerianegara dan Lemmens 1994). Panjang biji 0,5 mm, biji agak segitiga
atau berbentuk tidak teratur dan tidak bersayap (Sutisna et al. 1998). Satu buah
berisi 30-40 butir benih yang sangat halus. Benih dapat diambil dari buah dengan
membuka bagian yang lunak. Jumlah benih kering 26.800.000 butir per kilogram
atau 23.700 butir per liternya atau bisa dikatakan dalam 1 kilogram benih jabon
kering setera dengan 1.130 liter benih jabon kering. Daya berkecambah benih
segar rata-rata 25%, benih mulai berkecambah setelah 3 – 4 minggu (Team
Fakultas Kehutanan IPB 1975).
Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) jabon berbuah setahun sekali saat
musim berbunganya, yakni pada bulan Januari – Juni dan akan masak pada bulan
Maret – Juni dengan jumlah buah majemuk 33 buah per kg. Buah jabon berbentuk
bulat dengan ukuran 4,5 – 6 cm, memiliki ruang-ruang biji yang sangat banyak
layaknya buah majemuk seperti keluwih/nangka yang berukuran kecil dengan
bagian tengah padat dikelilingi oleh ruang-ruang biji. Setiap ruang biji tersebut
berisi banyak biji. Ukuran biji jabon kecil sekali. Jumlah biji kering per kg sekitar
26.182.000 biji dan per liternya sekitar 23.707.000. Ukurannya yang kecil tersebut
menyebabkan benih jabon mudah terbawa oleh angin dan air.
2.1.3 Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh Jabon
Anthocephalus terdiri atas dua jenis yaitu Anthocephalus cadamba atau
disebut juga Anthocephalus chinensis dan Anthocephalus macrophylla. Pohon
jabon tumbuh secara alami di India, Nepal dan Bangladesh ke arah timur melalui
Malaysia hingga Papua Nugini. Jenis ini telah ditanam sebagai pohon hias dan
pohon perkebunan dan telah berhasil diperkenalkan ke Afrika Selatan, Puerto
Rico, Suriname, Taiwan dan negara-negara lainnya dikawasan tropika dan
subtropika (Soerianegara dan Lemmens 1994). Sebaran tumbuh di Indonesia
sebagian besar di Jawa Barat dan Jawa Timur, seluruh Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi, NTB dan Irian Jaya. Jabon dapat tumbuh pada kondisi lahan marginal
dengan drainase yang cukup baik. Jenis ini tumbuh di hutan primer dan banyak
terdapat di hutan sekunder. Anakan berasal dari biji, banyak dijumpai di tanah-
tanah terbuka seperti tanah bekas traktor. Jenis ini menyukai tanah liat atau tanah
berpasir yang kering atau selalu basah, selain itu juga jenis ini tahan terhadap
kekeringan (Lembaga Biologi Nasional 1980).
Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) jabon dapat tumbuh mulai
dari dataran rendah pinggir laut sampai ke daerah pengunungan rendah dengan
ketinggian 0-1.000 m dpl, di Jawa pada umumnya jabon tumbuh di bawah 1.000
m dpl. Jabon dapat tumbuh pada tanah dengan drainase cukup baik, seperti pada
tanah-tanah yang periodik kering atau selalu basah yang secara tidak teratur
tergenang air dan mengering. Tumbuhan jabon yang masih muda, perakarannya
dapat tahan terhadap kekurangan zat asam (O2) selama 27 hari. Jabon pada
umumnya tumbuh di tanah aluvial rendah di pinggir sungai dan daerah peralihan
antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang digenangi air. Jabon juga
dapat tumbuh dengan baik di tanah liat, tanah lempung podsolik coklat, tanah tuft
halus atau tanah berbatu yang tidak sarang.
Ketinggian optimal yang menunjang produktivitas jabon adalah kurang
dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah
tanah lempung, podsolik cokelat, dan aluvial lembab yang biasanya terpenuhi di
daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa, dan tanah kering yang
kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon di temukan di daerah sekunder
dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-
punggung bukit (Mansur dan Tuheteru 2010).
Sistem perakaran jabon tidak banyak diketahui, pada tempat-tempat basah
diduga perakarannya dangkal dan banyak mempunyai akar permukaan. Daun-
daun yang lebar baik sekali untuk menguapkan air (transpirasi), oleh karena itu
jabon baik ditanam untuk mengeringkan tanah-tanah yang basah (Direktorat
Jenderal Kehutanan 1980).
2.1.4 Kegunaan
Jabon merupakan jenis tumbuhan lokal yang dapat direkomendasikan
untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena pemanfaatan
kayunya sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jabon merupakan jenis kayu yang
mempunyai berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet
V. Kayu jabon banyak digunakan untuk korek api, kayu lapis, peti pembungkus,
cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan kertas, kelompen dan kontruksi
darurat yang ringan. Kayunya mudah dibuat venir tanpa perlakuan pendahuluan
dengan sudut kupas 92º untuk tebal 1,5 mm. Perekatan venir kayu jabon dengan
urea-formaldehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standard
Indonesia, Jepang, dan Jerman (Martawijaya et al. 2005).
Jabon memiliki riap yang besar dengan daur pendek. Di Indonesia daur
maksimal jabon adalah 30 tahun yang menghasilkan riap kayu pertukangan rata-
rata 24 m³/ha/tahun. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) untuk
menghasilkan venir dan kayu lapis diperkirakan daur pada umur 20 tahun.
Sedangkan untuk keperluan pulp dan kertas hanya diperlukan daur 10 tahun.
Jika dikeringkan dengan baik, kayu jabon dapat digunakan untuk membuat
sampan atau perabot. Kayu jabon baik digunakan sebagai lapisan permukaan
maupun lapisan inti dalam industri kayu lapis dan sesuai untuk membuat papan
partikel, papan bersemen, dan papan kertas. Kegunaan kayu jabon yang terpenting
ialah untuk membuat kertas bermutu rendah hingga sedang. Jabon juga berfungsi
sebagai pohon peneduh yang digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan.
Papagan (kulit batang) yang sudah dikeringkan digunakan untuk mengurangi
demam dan sebagai tonik (Soerianegara dan Lemmens 1994). Daun tanaman
jabon dapat dijadikan sebagai obat kumur dan makanan ternak sedangkan
buahnya dapat dikonsumsi (Lembaga Biologi Nasional 1980).
Di India jabon dari mulai bunga, buah, daun, kulit, kayu, dan akarnya
ternyata sudah dimanfaatkan secara komersial. Daun jabon dapat digunakan
sebagai obat pelangsing dan obat kumur. Ekstrak daun jabon dipercaya
mengandung senyawa yang bersifat antimikroba. Selain itu daun jabon digunakan
juga sebagai alas makanan dan pakan ternak. Bunga dan buah jabon dimakan atau
dikonsumsi sebagai bahan obat-obatan. Bunga jabon dapat digunakan sebagai
sumber bahan parfum khas india yang disebut ‘attar’. Selain itu, pohon jabon juga
menjadi salah satu jenis yang bunganya dikembangkan untuk mendukung usaha
lebah madu. Getah kuning dari kulit akar dapat digunakan sebagai bahan celupan
pewarna kuning yang dapat dimanfaatkan dalam usaha kerajinan tangan. Kulit
kayu yang telah kering dapat dimanfaatkan untuk mengobati demam dan sebagai
obat kuat. Campuran bubuk kulit kayu jabon dengan kulit mangga (Mangifera
indica) dan tanaman meranti (Shorea robusta) dimanfaatkan untuk mengobati
penyakit kolera dan stroke, sedangkan seduhan kulit batangnya dipercaya dapat
menyembuhkan penyakit disentri (Mansur dan Tuheteru 2010).
Menurut Mulyana et al. (2010) beberapa keunggulan tanaman jabon dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun.
2. Pemanenan kayu jabon relatif singkat (5 – 6 tahun).
3. Batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang bagus.
4. Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat
tumbuh (self pruning).
5. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sengon.
6. Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh dilahan terbuka atau
kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah
berbatu.
7. Tanaman jabon relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit
bila dibandingkan dengan sengon.
2.1.5 Silvikultur
Bibit jabon dapat diperoleh dari permudaan alam maupun buatan
(Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Permudaan alam dijumpai di tempat-
tempat terbuka terutama di hutan bekas tebangan, jalan sarad atau bekas
perladangan. Sedangkan permudaan buatan dilakukan dengan menyemaikan biji.
Perbanyakan jabon dapat dilakukan dengan stump maupun stek pucuk dan relatif
mudah dilakukan. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 3 x 2 m dapat
digunakan untuk penanaman jabon (Martawidjaya et al. 2005).
2.1.5.1 Benih dan bibit
Pada umumnya jabon berbuah dalam bulan Juli-Agustus (Direktorat
Jenderal Kehutanan 1980). Cara untuk mengumpulkan biji jabon adalah buahnya
yang sudah masak diperam menggunakan saringan halus dan membiarkan daging
buah lunak dalam wadah yang berisi air selama 5-7 hari kemudian diremas
dengan kedua tangan sampai hancur, biji-biji yang baik akan berkumpul didasar
baskom kemudian dibuang bagian yang terapung, kemudian biji-biji dikumpulkan
dan disaring untuk menghilangkan airnya. Pengeringan dilakukan kering udara
selama 2 hari dan dibersihkan dengan saringan halus. Biji dimasukkan ke dalam
kaleng atau botol yang tertutup rapat. Penyimpanan benih dilakukan di tempat
yang sejuk agar daya kecambahnya dapat bertahan selama 1 tahun 25-35%
sedangkan biji yang disimpan selama 2,5 bulan mempunyai daya kecambah 70%.
Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) penyemaian benih
dilakukan dalam bak penaburan. Pada bagian bawah bak diberi lubang halus yang
cukup banyak agar air yang berlebihan dapat mengalir keluar dan untuk
memasukkan air waktu perendaman. Bak penaburan dapat dibuat dari papan dan
bagian bawahnya anyaman bambu. Bak kecambah diberi naungan atap yang dapat
dibuka agar bak kecambah mendapat sinar matahari langsung dan terlindungi dari
hujan deras. Penyiraman dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00-08.00 dan
sore hari antara pukul 16.00-18.00 dengan cara merendam bak kecambah ke
dalam bak air atau menggunakan semprotan halus. Bibit jabon dapat disapih
setelah berumur 1-1,5 bulan atau setelah tingginya mencapai 3-5 cm dan telah
berdaun empat lebar.
2.1.5.2 Penanaman
Sistem penanaman jabon ada beberapa macam yaitu tumpangsari,
cemplongan dan jalur yang pemilihannya ditentukan oleh ketersediaan biaya,
tenaga kerja, keadaan tanah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya
(Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Pada sistem penanaman tumpangsari,
dapat menanam tanaman pangan (palawija) yang berumur semusim diantara
tanaman pokok dan tanaman sela. Cara cemplongan tanaman pokok ditanam pada
lubang piringan di dalam larikan yang sudah disiapkan, pembersihan lapangan
hanya terbatas pada piringan tanaman masing-masing lubang tanam. Cara
cemplongan diterapkan pada lapangan yang ditumbuhi rumput-rumput dengan
tinggi rata-rata 50 cm. Penanaman dengan sistem jalur yaitu membuat tanaman
pada sistem jalur, pelaksanaannya sama seperti sistem cemplongan hanya saja
pada sistem jalur pembersihan lapangan dilakukan sepanjang larikan.
Bibit jabon yang siap ditanam di lapangan adalah bibit yang berumur 3
bulan (Pollard 1969). Waktu penanaman bibit jabon di lapangan yang baik
dilakukan pada permulaan musim hujan dan curah hujan sudah cukup banyak
sehingga tanah telah cukup lembab agar pertumbuhan bibit dapat lebih tahan pada
permulaannya. Jabon tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi, akan tetapi
untuk investasi sebaiknya dilakukan pada tanah yang subur dan drainase baik.
Jarak tanam 3 x 2 m atau 5 x 5 m tergantung tujuan penanaman, murni atau
tumpang sari. Lubang tanam 30 x 30 x 30 cm atau 40 x 40 x 40 cm tergantung
kondisi tanah (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).
2.1.5.3 Pemeliharaan
Menurut Direktorat Jenderal (1980) kegiatan pemeliharaan yang dapat
dilakukan adalah penyiangan dan penyulaman tujuannya untuk membebaskan
tanaman pokok dari tumbuhan semak belukar, rumput, penjalangan yang melilit,
dan tumbuhan pengganggu lain sehingga memberikan kesempatan kepada
tanaman pokok untuk tumbuh dengan baik dan dapat terbebaskan dari persaingan
terutama persaingan tajuk. Penyulaman adalah kegiatan mengganti bibit atau
tanaman yang telah mati dengan bibit atau tanaman yang berada di persemaian.
Kegiatan penyulaman dilakukan dalam musim hujan. Penyiangan dilakukan 3-4
kali dalam satu tahun dengan membersihkan secara jalur. Penjarangan dilakukan
jika tajuk telah bersentuhan secara rapat.
2.1.6 Hama dan Penyakit
Jenis hama pada tanaman jabon yang pernah ditemukan antara lain hama
yang menyerang bagian daun, cabang, dan menyerang bagian akar. Kajian ilmiah
yang pernah dilakukan oleh Pribadi (2010) dalam Haneda (2010) hama mayor
yang menyerang tanaman jabon antara lain Cosmoleptrus sumatranus,
Arthroschista hilaralis, Zeuzera sp., Coptotermes sp., dan Daphnis hypothous.
Hama minor yang menyerang jabon adalah Melanura pterolophia, Dysdercus
cingulatus, Hypomeces squamossus, Lawana sp., dan Cicadulina sp. Studi ini
dilakukan di 3 lokasi yang berbeda yaitu HTI PT RAPP sektor Baserah dan
Pelalawan, Hutan Rakyat (HR) di Pantai Cermin kabupaten Kampar, dan
persemaian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kouk, Riau.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Arthroschista hilaralis
memiliki rata-rata tingkat merusak pada lokasi HTI sektor Baserah sebesar
92,88%, sedangkan Daphnis hypothous pernah menyebabkan kerusakan hebat
pada kebun pangkas milik BPHPS Kouk.
Menurut Haneda (2010) penyakit yang sering menghinggapi jabon adalah
serangan nematoda. Penyakit dari keluarga filum atau cacing-cacingan ini
diketahui menyerang akar jabon dan menyebabkan tanaman yang terserang mati.
Istilah untuk penyakit yang memang sangat umum menyerang bermacam-macam
tanaman ini adalah puru akar (root-knot nematode). Pada tanaman jabon,
nematoda penyebab di identifikasi adalah Meloidogyne incognita. Serangan
menyebabkan daun menguning dan merapuhkan akar. Penyakit yang
kemungkinan menyerang jabon adalah damping off pada persemaian,
anthracnose, root rot, dan dieback. Penyakit damping off (lodoh) diketahui
sebagai penyakit yang memiliki serangan cukup berbahaya pada semai tanaman.
Gejala yang timbul dari penyakit lodoh adalah bibit menjadi layu, batang atau
leher akan tampak gosong dan busuk. Penyakit damping off disebabkan oleh
adanya serangan sejumlah cendawan seperti Phytium, Phytoptora, dan
Rhizoktonia spp.
Penyakit pada tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) belum ditemukan
laporan yang lengkap mengenai jenis penyakitnya. Akan tetapi ada beberapa
kasus serangan penyakit pada jabon tetapi bukan di Indonesia. Penyakit tersebut
menyerang tanaman jabon pada saat di persemaian atau nursery. Penyakit tersebut
diketahui berupa damping off yang berasal dari jamur Fusarium dan Phytium spp.
di Malaysia. Jenis penyakit lain yang pernah ditemukan di India adalah leaf blight
atau hawar daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. Beberapa serangan
penyakit pada persemaian jabon bisa dikendalikan dengan penanganan nursery,
karena belum ada ancaman yang serius dari penyakit-penyakit tersebut.
Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) hama yang menyerang
bibit jabon pada saat di persemaian antara lain semut (dari family Formicidae),
dan bekicot. Penyakit yang sering menyerang bibit jabon di persemaian adalah
dumping off yang disebabkan oleh cendawan Fusarium spp., Rhizoctonia spp.,
dan Phytium spp. Sedangkan hama yang menyerang jabon setelah di lapangan
adalah rayap batang dan ulat kukuk (di akar). Sumber penyakit yang berasal dari
cendawan Gloosperium anthocephali dapat menyebabkan daun tanaman jabon
gugur.
2.2 Pemupukan
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau
tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Di dalam
tanah unsur hara tersebut saling berinteraksi. Keragaman reaksi dan interaksi
unsur-unsur tersebut berpengaruh pada efisiensi pemberian pupuk. Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas pemupukan antara lain kondisi tanah, karakter
tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk, dosis pupuk serta
waktu dan cara penempatan pupuk. Cara pemupukan dapat dilakukan berbagai
cara, salah satu cara pemberian pupuk dengan cara dibenamkan di dalam tanah.
Cara tersebut lebih efektif dan efisien, karena dapat menghindari kehilangan hara
akibat tercuci atau menguap. Arti luas pemupukan adalah penambahan bahan-
bahan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah misalnya pemberian pasir
dalam tanah liat, penambahan bahan mineral pada tanah organik, pengapuran dan
sebagainya (Hardjowigeno 2007).
Pemupukan untuk tanaman kehutanan diperlukan untuk dua tujuan, yaitu
mempercepat waktu panen (untuk mencapai ukuran diameter tertentu) dan
meningkatkan produksi (m3) pada waktu panen yang telah ditentukan, misalnya 5,
7, atau 10 tahun. Pemupukan diberikan beberapa kali. Pemupukan pertama
dilakukan saat penanaman, yakni diberi pupuk kandang sebanyak 5 kg per lubang
tanam dan pupuk NPK dosis 50 gram per tanaman. Pemberian pupuk
diaplikasikan dengan cara membenamkannya di media tanam. Setiap 6 bulan,
tanaman juga perlu dipupuk dengan urea dosis 50 gram per tanaman, lalu pada
tahun ketiga dosis pupuk urea ditingkatkan menjadi 80 gram per tanaman (Mansur
dan Tuheteru 2010).
Pengertian klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi yaitu atas
dasar pembentukannya yaitu yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan, atas
dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk tunggal
dan pupuk majemuk, dan atas susunan kimiawi yang mempunyai hubungan
penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah. Pupuk alam diantaranya
terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan guano (Marsono dan Sigit
2002). Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik-pabrik yang
mengandung unsur hara tertentu, yang pada umumnya mengandung kadar unsur
hara tinggi (Soepardi 1983).
Dalam proses pertumbuhannya pohon memerlukan unsur hara. Unsur hara
yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak disebut unsur hara makro yaitu
Nitrogen (N), Fosfor (F), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur
(S). Unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit disebut hara mikro yaitu
Besi (Fe), Tembaga (Cu), Klorin (Cl), Mangan (Mn), Boron (B), Seng (Zn), dan
Molibdenum (Mo). Pemupukan dilakukan apabila terjadi defisiensi hara pada
pohon karena tumbuh pada tanah yang kritis, siklus nutrisi kurang baik, adanya
pencucian oleh air hujan, dan tidak adanya cendawan mikoriza atau rhizobium.
Waktu pemberian pupuk sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan pohon
seperti pupuk diberikan beberapa saat setelah penanaman, setelah penanaman
sampai penutupan kanopi dan menunjukkan tanda-tanda defisiensi, saat awal
penjarangan, dan 3-10 tahun sebelum rotasi tebang (Mansur et al. 2004).
Menurut Marsono (1992) cara yang paling umum untuk meningkatkan
produkivitas adalah melalui pemupukan yang dapat meningkatkan modal hara
tempat tumbuh dengan menambahkan sumber hara yang langsung tersedia.
Alasan perlunya pemupupukan di daerah tropis antara lain pertumbuhan pohon
sangat cepat sehingga kebutuhan nutrisi juga tinggi, rotasi pendek sehingga
pemupukan akan lebih ekonomis, meningkatkan proyek rehabilitasi dan
penghutanan kembali, penggunaan satu atau dua jenis saja untuk mempermudah
pengelolaan dan lebih seragam produk akhirnya, pada beberapa tapak
penambahan sedikit nutrisi dapat memperlihatkan perbaikan pertumbuhan yang
luar biasa (Mansur et al. 2004). Jenis yang berbeda mempunyai persyaratan hara
yang berbeda, dan konsekuensinya jenis dapat sangat berbeda kemampuannya
untuk merespon perlakuan pemupukan.
Produktivitas lahan hutan tanaman merupakan gatra penting yang harus
diperhatikan oleh para pengelola, karena hal ini terkait langsung dengan
kelestarian produksi dan kesehatan perusahaannya. Peningkatan produktivitas
lahan hutan tanaman perlu terus diusahakan. Berbagai teknologi sebenarnya telah
tersedia untuk membantu pengusaha hutan tanaman meningkatkan produktivitas
hutan tanamannya. Namun tampaknya para pengambil keputusan cenderung
bertahan pada konsepsi kuno, yang mengandalkan produksi kayu pada
kemampuan alami sumber daya lahan hutannya. Perbaikan loka melalui tindakan
pemupukan sudah merupakan kebutuhan di bidang pertanian, karena terbukti
mampu memperbaiki pertumbuhan dan produksi (Poerwowidodo 1991).
Menurut Novizan (2002) pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan
kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk yang
digunakan sedangkan persyaratan kualitatif paling tidak meliputi 4 hal yaitu:
1. Unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah
nutrisi yang ada.
2. Waktu dan tempat pemupukan harus tepat.
3. Unsur hara yang diberikan berada pada waktu yang tepat untuk dapat di
gunakan oleh tanaman.
4. Unsur hara yang diserap harus dapat digunakan tanaman untuk
meningkatkan produktivitasnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pemupukan antara lain kondisi
tanah, karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk,
dosis pupuk serta waktu dan cara penempatan pupuk. Pemberian pupuk dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah dengan membenamkan
di dalam tanah. Cara tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menghindari
kehilangan hara akibat pencucian atau penguapan (Agromedia 2007).
Menurut Hardjowigeno (2007) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor antara lain sinar matahari, suhu, udara, air, dan unsur-
unsur hara dalam tanah (N, P, K dan lain-lain). Satu-satunya cara yang dapat
dilakukan untuk memenuhi keterdiaan unsur hara tanah adalah pemupukan.
Melalui pemupukan tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal
(Agromedia 2007).
Unsur hara merupakan unsur mineral organik yang diperoleh dari tanah
melalui proses penyerapan oleh sistem perakaran untuk digunakan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Secara umum peranan unsur hara
menurut Kramer dan Kozlowsky (1960) dalam Pribadi (2002) adalah:
a. Sebagai komponen jaringan penyusun jaringan makanan
b. Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi
c. Sebagai alat pengatur tekanan osmosis
d. Sebagai komponen penyangga
e. Sebagai alat pengatur permeabilitas membran
Penanaman tanaman pertanian atau kehutanan dapat menyebabkan
hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi kalau diusahakan secara
terus-menerus. Untuk mempertahankan keadaan tanah agar tetap mampu
menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, penambahan unsur melalui
pupuk menjadi bahan pertimbangan. Di dalam mempelajari masalah kebutuhan
pupuk untuk tanaman dapat dicapai dengan berbagai pendekatan yaitu salah satu
faktor yang membatasi produksi tanaman adalah hara yang terdapat relatif kurang
di dalam tanah dan pupuk dapat digunakan untuk mendapatkan hara tanaman yang
seimbang dalam keperluan tumbuh tanaman sehingga dicapai produksi yang
optimal (Hakim et al.1986).
Secara umum pohon yang kekuangan nutrisi mempunyai tanda-tanda
diantaranya pertumbuhan tanaman stagnant dan vigornya rendah, terjadi
perubahan warna daun, terjadi perubahan anatomi, keguguran pucuk dan mata
tunas, serta keriting (Mansur et al. 2004).
Menurut Leiwakabessy et al. (2003) ketersediaan unsur hara bagi tanaman
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam
menyediakan unsur hara bagi tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh
tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan unsur
hara bagi tanaman adalah sumber ion hara (mineral primer, bahan organik, pupuk,
udara, rembesan/air irigasi) dan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan,
pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian maupun imobilitas dari unsur-
unsur (pH, redoks potensial, tekstur, KTK, kejenuhan, ion tersebut pada kompleks
jerapan). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh tanah antara lain
kadar oksigen dalam udara, tanah, kelembaban dan suhu tanah, zat beracun,
kesehatan tanaman, sifat genetik dan juga reaksi-reaksi antagonistik antar unsur.
2.2.1 Pupuk NPK
Murbandono (1993) menyatakan bahwa unsur hara yang diperlukan
tanaman dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan
tanaman. Ketiga golongan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak,
seperti Nitrogen (N), Fosfor (F), dan Potasium atau Kalium (K).
2. Unsur hara sedang (sekunder) yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil, seperti Sulfur/belerang (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).
3. Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,
seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), Khlor (Cl), boron (B), mangan
(Mg), dan molibdenum (MO).
Atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya pupuk tediri dari
pupuk tunggal dan mejemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu
jenis hara tanaman seperti N, P, dan K saja, sedangkan pupuk majemuk adalah
pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman, seperti gabungan
dari N dan P, N dan K, atau N dan P dan K (Sabiham et al, 1989). Pupuk NPK
(Nitrogen-Phosphate-Kalium) merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang
paling dikenal saat ini. Kadar NPK yang sering beredar adalah 15-15-15, 16-16-
16, dan 8-20-15. Tipe pupuk NPK tersebut juga sangat populer karena kadarnya
cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Marsono dan
Sigit 2002).
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau tiga unsur hara
primer. Jika unsur hara makro primer (N, P, K), unsur hara makro sekunder (Mg,
Ca, dan S), dan dilengkapi dengan unsur hara mikro, pupuk tersebut dikategorikan
sebagai pupuk majemuk lengkap. Menurut Novizan (2002) unsur hara makro
diperlukan tanaman dalam jumlah yang lebih besar. Unsur hara makro terdiri dari
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur
(S).
1. Nitrogen (N)
Menurut Lewakabessy et al. (2003) nitrogen diserap tanaman dalam
bentuk ion nitrat dan ion amonium. Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral
alami seperti unsur hara lainnya. Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang
karena terjadinya peguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman
pada saat panen. Fungsi nitrogen di dalam tanah antara lain:
a. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
b. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri
c. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
d. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun
Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya mengakibatkan pertumbuhan
lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun
tua cepat menguning dan mati (Dwidjoseputro 1984).
2. Fosfor (P)
Menurut Lewakabessy et al. (2003) fosfor sebagian besar berasal dari
pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik.
Walaupun sumber fosfor pada tanah mineral cukup banyak, tanaman masih dapat
mengalami kekurangan fosfor. Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh
banyak faktor yaitu pH tanah, aerasi, temperature, bahan organik, dan unsur hara
lain. Fungsi Fosfor di dalam tanah antara lain (Hardjowigeno 2007):
a. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman
b. Merangsang pembungaan dan pembuahan
c. Merangsang pertumbuhan akar
d. Merangsang pembentukan biji
e. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya antara lain pembentukan buah/dan
biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat),
dan perkembangan akar lambat.
3. Kalium (K)
Menurut Lewakabessy et al. (2003) persediaan kalium di dalam tanah
dapat berkurang karena tiga hal yaitu pencucian kalium oleh air, pengambilan
kalium oleh tanaman dan erosi tanah. Fungsi kalium antara lain:
a. Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim
dan mineral termasuk air.
b. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit.
Gejala tanaman yang kekurangan unsur K adalah batang dan daun menjadi
lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat,
ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.
Menurut Novizan (2002) kalium mempunyai peranan yang penting dalam
proses-proses fisiologis seperti: (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,
pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3)
mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-
asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) mengaktifkan berbagai
enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur
pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kalium disini tidak
terlibat sebagai komponen penyusun tetapi hanya sebagai bentuk anorganik saja
(Hakim et al. 1986).
Tanaman menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur hara lainnya
kecuali nitrogen. Kalium di dalam jaringan tanaman tetap berbentuk ion K+. Tidak
ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mudah bergerak
sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan.
Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses metabolisme seperti
fotosintesis dan respirasi. Peran kalium antara lain translokasi (pemindahan) gula
pada pembentukan pati dan protein, membantu proses membuka dan menutup
stomata (mulut daun), efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan),
memperluas pertumbuahan akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
serangan hama penyakit, memperkuat tubuh tanaman (Novizan 2002).
Menurut Leiwakabeesy (2003) pengaruh kekurangan kalium secara
keseluruhan baik terhadap pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan
akibat pengaruhnya terhadap proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat
berkurang bila kandungan kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah
besar. Hal ini akan menekan persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi
pertumbuhan tanaman. Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air
dalam tanaman adalah penting dalam mempertahankan turgor tanaman itu yang
sangat diperlukan agar proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme
lainnya dapat berkurang dengan baik.
2.2.2 Pemupukan lanjutan
Pemupukan lanjutan pada tanaman jabon merupakan pemupukan yang
bertujuan untuk mempercepat waktu panen dan meningkatkan produksi jabon.
Pemupukan lanjutan dilakukan pada awal dan akhir musim hujan sebanyak 100-
200 gram per tanaman sampai satu tahun sebelum pohon akan ditebang. Cara
pemupukan lanjutan adalah dengan membuat parit melingkar di bawah proyeksi
tajuk terluar sedalam 10 cm, kemudian pupuk ditabur di parit tersebut, setelah itu
ditutup kembali dengan tanah (Mansur dan Tuheteru 2010).
Menurut Mulyana et al. (2010) jenis pupuk yang digunakan dalam
budidaya jabon diantaranya adalah pupuk kandang, TSP, Urea, NPK, dan KCL.
Pemupukan dilakukan mulai dari satu bulan setelah bibit di tanam hingga tanaman
jabon berumur satu tahun. Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (06.30-
09.30) atau sore hari (16.00-18.30).
2.3 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan
Kegiatan pemupukan dalam budidaya tanaman kehutanan merupakan
kegiatan yang penting untuk dilakukan. Pemupukan bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman kehutanan yang akan dibudidayakan.
Menurut Poerwowidodo (1991) pemupukan merupakan suatu tindakan
menambahkan sejumlah anasir hara yang dibutuhkan tanaman ke dalam tubuh
tanah atau tanaman, karena keadaan anasir hara di tempat tumbuhnya tidak
mampu merangsang pertumbuhan tanaman dengan memadai. Jika keadaan
kesuburan tanah memuaskan, tindakan pemupukan tentu merupakan hal yang sia-
sia. Tindakan pemupukan tanah berarti meningkatkan kemampuan tanah
memasok hara untuk tanaman.
Mengingat teknologi pemupukan pada bidang kehutanan termasuk
teknologi mahal, keefesienannya harus tinggi. Takaran bahan pupuk, jenis pupuk,
bentuk pupuk, cara pemupukan, intensitas pemupukan, dan waktu pemupukan,
merupakan gatra pupuk yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan
keefesienannya. Tanggapan tanah terhadap pemupukan dan tanggapan
pertumbuhan tanaman akibat pemupukan, perlu ditelaah tuntas. Jika keadaan tidak
mendukung tercapainya keefesienan pemupukan, tujuan pemupukan tidak akan
tercapai. Toleransi tanaman hutan, khususnya pada tahapan semai terhadap
pemupukan juga perlu dikaji, sehingga pengaruh negatifnya dapat dicegah
(Poerwidodo 1991). Tabel 1 merupakan pengaruh pemupukan pada pertumbuhan
tanaman kehutanan yang pernah di teliti oleh mahasiswa Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Tabel 1 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan
Judul penelitian Peneliti Hasil penelitian
Pengaruh Pemupukan Bokasi
dan NPK Terhadap
Pertumbuhan Jabon
(Anthocephalus cadamba
Roxb. Miq.)
Ajeng
Pristyaningrum
(2009)
Pemberian pupuk NPK
berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tinggi
tanaman, pertumbuhan
diameter, jumlah ruas, dan
jumlah cabang. Dosis pupuk
NPK yang baik dan dapat
meningkatkan pertumbuhan
tanaman jabon adalah 100
gram per tanaman. Dosis
pupuk NPK 100 gram per
tanaman meningkatkan
pertumbuhan tinggi sebesar
23,59% terhadap kontrol,
peningkatan diameter
sebesar 18,7%, peningkatan
jumlah cabang sebesar 33%,
peningkatan jumlah ruas
sebesar 69,7%. Kombinasi
antara pupuk NPK (100
gram) dan Bokasi (1 kg)
meningkatkan pertumbuhan
diameter sebesar 19,36%.
Sedangkan pemberian
pupuk bokasi tidak
berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman
jabon.
Respon Pertumbuhan Tanaman
Jabon (Anthocephalus
cadamba Roxb. Miq) dengan
Perlakuan Pupuk Polimer
Terabuster dan Kompos Aktif
Teraremed
Luqman Noor
Hakim
Fadillah
(2010)
Pupuk polimer Terabuster
dengan kompos aktif
Teraremed merupakan
kombinasi yang terbaik
untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman jabon
di lapangan. Hal ini
dikarenakan peranan bahan
organik yang terkandung
dalam pupuk tersebut dapat
memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah.
Pengaruh Dosis Pupuk NPK
dan Kompos Terhadap
Pertumbuhan Bibit Salam
(Eugenia polyantha Wight)
Mutia
Handayani
(2009)
Pemberian pupuk NPK
memberikan pengaruh nyata
terhadap diameter, berat
kering pucuk, berat kering
akar, berat kering total,
kadar air pucuk, kadar air
akar dan vigor semai.
Pengaruh Pemberian Pupuk
NPK dan Kompos Pada Media
Tailing Tambang Emas
Terhadap Pertumbuhan Semai
Sengon Buto (Enterolobium
cylocarpum Griseb)
Tina Maretina
(2010)
Penambahan pupuk NPK 5
gram dan kompos 10 gram
menghasilkan pertumbuhan
tinggi terbaik.
Pengaruh Pemberian Pupuk
NPK dan Kompos terhadap
Pertumbuhan Semai Jabon
(Anthocephalus cadamba)
Pada Media Tanah Bekas
Tambang Emas (Tailing)
Dwita Noviani
(2010)
Dosis NPK 15 gram
memberikan pengaruh
terbaik pada pertumbuhan
semai jabon.