Bab II Tinjauan Pustaka -...

13
8 Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab 2 ini akan diuraikan beberapa hal penting yang menjadi tinjauan pustaka dalam penyusunan tesis ini. Pertama, pengertian dari beberapa istilah yang digunakan dalam tesis ini. Kedua, tulisan dari beberapa sumber yang akan digunakan penulis sebagai referensi. Ketiga, pengamatan terhadap kebijakan penggunaan internet di beberapa institusi baik dalam maupun luar negeri. Beberapa pengertian digunakan untuk memudahkan pemahaman penulis sehingga diharapkan tidak menimbulkan kesalahan dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan. Tulisan dari berbagai sumber membantu penulis dalam mendapatkan dukungan informasi dan sebagai referensi yang terkait dengan tulisan yang dikaji. Sedangkan pengamatan terhadap kebijakan penggunaan internet di beberapa institusi lain digunakan sebagai tinjauan luar dan bahan perbandingan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap kebijakan yang dikaji. II. 1 Pengertian-pengertian Beberapa pengertian tentang istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini diacu dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dari pusatbahasa.diknas.go.id serta Wikipedia dari berbagai sumber. Istilah-istilah yang diuraikan pengertiannya di antaranya adalah kebijakan, internet, web, hukum, moral, nilai, dan etika. Sedangkan beberapa pengertian lainnya penulis ambil dari beberapa referensi lain. II. 1. 1 Kebijakan Istilah kebijakan umumnya digambarkan sebagai suatu rencana kegiatan yang sengaja dibuat untuk memandu suatu keputusan dan untuk mencapai outcome yang rasional. Kebijakan juga dapat digunakan untuk menyatakan hal yang benar- benar sudah dilaksanakan, meskipun hal tersebut tidak direncanakan.

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka -...

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

8  

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab 2 ini akan diuraikan beberapa hal penting yang menjadi tinjauan pustaka

dalam penyusunan tesis ini. Pertama, pengertian dari beberapa istilah yang

digunakan dalam tesis ini. Kedua, tulisan dari beberapa sumber yang akan

digunakan penulis sebagai referensi. Ketiga, pengamatan terhadap kebijakan

penggunaan internet di beberapa institusi baik dalam maupun luar negeri.

Beberapa pengertian digunakan untuk memudahkan pemahaman penulis sehingga

diharapkan tidak menimbulkan kesalahan dalam menginterpretasikan makna yang

terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan. Tulisan dari berbagai sumber

membantu penulis dalam mendapatkan dukungan informasi dan sebagai referensi

yang terkait dengan tulisan yang dikaji. Sedangkan pengamatan terhadap

kebijakan penggunaan internet di beberapa institusi lain digunakan sebagai

tinjauan luar dan bahan perbandingan sehingga dapat memberikan dukungan

terhadap kebijakan yang dikaji.

II. 1 Pengertian-pengertian 

Beberapa pengertian tentang istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini diacu

dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dari pusatbahasa.diknas.go.id serta

Wikipedia dari berbagai sumber. Istilah-istilah yang diuraikan pengertiannya di

antaranya adalah kebijakan, internet, web, hukum, moral, nilai, dan etika.

Sedangkan beberapa pengertian lainnya penulis ambil dari beberapa referensi lain.

II. 1. 1 Kebijakan

Istilah kebijakan umumnya digambarkan sebagai suatu rencana kegiatan yang

sengaja dibuat untuk memandu suatu keputusan dan untuk mencapai outcome

yang rasional. Kebijakan juga dapat digunakan untuk menyatakan hal yang benar-

benar sudah dilaksanakan, meskipun hal tersebut tidak direncanakan.

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

9  

Kebijakan atau studi kebijakan dapat mengacu pada proses pembuatan keputusan

organisasional yang penting, meliputi pengidentifikasian berbagai alternatif yang

berbeda seperti halnya program atau prioritas pembelanjaan, dan memilih di

antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan dapat

dipahami sebagai mekanisme politik, manajemen, keuangan, dan administratif

yang diarahkan untuk mencapai tujuan eksplisit. (Wikipedia, dari berbagai

sumber)

Adapun kebijakan yang dimaksud dalam tema tesis ini merupakan kebijakan yang

dikeluarkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam mengatur kegiatan

penggunaan internet di lingkungan ITB (Lampiran A).

II. 1. 2 Internet dan Web

Banyak orang percaya bahwa Web bersinonim dengan Internet, tetapi bukan itu

sebenarnya. Internet berfungsi sebagai mekanisme transportasi, sedangkan Web

merupakan sebuah aplikasi yang menggunakan fungsi transportasi tersebut.

Aplikasi lain juga berjalan di internet, seperti fasilitas e-mail yang banyak

digunakan saat ini.

Web adalah sistem dengan standar yang diterima secara universal untuk

menyimpan, mengambil, memformat, dan menampilkan informasi melalui

arsitektur client / server. Web menangani semua tipe informasi digital, meliputi

text, hypermedia, grafik, dan suara yang menggunakan antarmuka pengguna

grafis, sehingga sangat mudah digunakan. (Turban, 2006).

II. 1. 3 Hukum

(1) Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan

oleh penguasa atau pemerintah; (2) Undang-undang, peraturan, dan sebagainya

untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) Patokan (kaidah, ketentuan)

mengenai peristiwa (alam dan sebaginya) yang tertentu; (4) Keputusan

(pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis. [KBBI].

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

10  

Hukum merupakan suatu sistem aturan yang biasanya dipaksakan oleh suatu

institusi. Hukum muncul dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial dalam

sejumlah cara dan bertindak sebagai mediator sosial di antara hubungan orang-

orang. [Wikipedia]

II. 1. 4 Moral

Kata benda, yang merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima umum

mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti;

kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,

berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap

dalam perbuatan. [KBBI].

Moral merupakan pesan yang disampaikan atau pelajaran yang dapat di pelajari

dari suatu kisah atau kejadian. Moral bisa jadi ditujukan untuk para pendengar,

pembaca, atau penonton untuk ditentukan bagi dirinya sendiri, atau secara

eksplisit terkandung dalam suatu peribahasa. [Wikipedia].

II. 1. 5 Nilai

Nilai mengandung pengertian sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau

berguna bagi kemanusiaan atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai

dengan hakikatnya. [KBBI]. Nilai merupakan properti dari suatu obyek, meliputi

obyek fisik maupun obyek abstrak yang merepresentasikan tingkat penting obyek

tersebut. [Wikipedia].

II. 1. 6 Etika

Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral (akhlak). [KBBI]. Etika merupakan cabang utama dari filosofi yang

meliputi perilaku dalam kehidupan yang tepat dan baik. Etika memiliki makna

yang lebih luas daripada konsep umumnya yang meliputi analisis tentang benar

dan salah. Aspek mendasar dari etika adalah “hidup yang baik”, yang oleh banyak

filosof dianggap lebih penting dari pada perilaku moral. [Wikipedia].

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

11  

II. 1. 7 Perbedaan Etika dan Moral

Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan

tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam

hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang

merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk

perbuatan”. Sedangkan menurut Gering Supriadi, etika berkaitan dengan nilai-

nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta hukum-hukum

yang mengatur tingkah laku manusia (Nitaenviro, 2008).

Moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,

kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Sedangkan menurut

Dorothy Emmet (1979), kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan

peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu.

Etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang

perbuatan manusia yang ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Sedangkan

yang membedaannya adalah kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan

nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran

atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma

yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat, (Wizanies, 2009).

II. 2 Framework Kebijakan Teknologi Informasi 

Sebagai tinjauan pustaka, penulis menggunakan berbagai paper sebagai referensi.

Dikarenakan terlalu banyak kajian yang dibahas dalam tulisan-tulisan tersebut,

resume yang dilakukan diambil hanya pada beberapa bagian penting saja.

Dalam tulisannya yang berjudul “A Framework for IT Policy Development”,

Rodney J. Petersen memberikan paparan bahwa perguruan tinggi / universitas

sering kali terlibat dalam pengembangan kebijakan regulasi atau hukum

pemerintah baik pusat maupun daerah. Meskipun kadangkala kebijakan suatu

institusi dikeluarkan karena adanya kebutuhan internal. Salah satu kebijakan yang

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

12  

ditelaah dalam kasus ini adalah kebijakan terkait penggunaan teknologi informasi,

khususnya penggunaan internet.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.1, dalam mengeluarkan kebijakan

penggunaan layanan teknologi informasi perguruan tinggi / universitas perlu

mengadopsi suatu framework yang holistik (menyeluruh) yang

mempertimbangkan aspek hukum, nilai, etika, dan moral. Keempat aspek tersebut

diuraikan sebagai berikut:

II. 2. 1 Hukum

Suatu kewajiban dapat muncul karena tidak adanya kebijakan atau prosedur yang

terkait dengan suatu hal atau karena kegagalan untuk mematuhi kebijakan dan

bertahan pada standar yang diperlukan. Beberapa isu terkait dengan hukum seperti

pencegahan pelanggaran hak cipta, informasi perlindungan kesehatan, dan

perlindungan informasi keuangan seharusnya sudah diterapkan perguruan tinggi.

Meskipun tanpa menjadi kebutuhan untuk dilakukan oleh hukum atau regulasi

pemerintah.

II. 2. 2 Nilai

Perguruan tinggi / universitas mengadopsi suatu nilai yang penting bagi

akademik. Semua keputusan yang berpengaruh pada tata kelola dan operasi

institusional harus dikendalikan oleh nilai-nilai tersebut. Institusi perguruan tinggi

dicirikan dengan komitmennya terhadap berbagi ketatakelolaan, kebebasan

akademik, keamanan dan perlindungan anggota komunitas, serta penghargaan

terhadap privasi.

II. 2. 3 Etika

Etika dapat menjadi pemandu saat hukum menjadi bungkam terhadap suatu

permasalahan atau ketika pertimbangan lain diijinkan. Etika terutama sekali

bermanfaat pada bidang teknologi informasi karena hukum belum tentu mengikat

atau cukup matang dalam menanggapi semua hal. Keputusan etika biasanya bukan

untuk kepentingan individual melainkan berdasarkan apa yang terbaik bagi

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

13  

masyarakat. Kebijakan yang ditanamkan dalam prinsip-prinsip etika membantu

mahasiswa dan pegawai untuk menjadi warga negara yang baik.

II. 2. 4 Moral

Sejumlah perguruan tinggi dan universitas memiliki ikatan religius atau tradisi.

Oleh karena itu, beberapa keputusan yang terkait kebijakan institusional dapat

memiliki dimensi moral. Meskipun etika kadangkala digambarkan sebagai

“filosofi moral”, secara moral mengembangkan konsep untuk memasukkan

penilaian kebaikan atau keburukan dari aksi atau karakter manusia.

II. 3 Proses Pengembangan Kebijakan 

Selain dari pendapat Petersen di atas, juga terdapat The Association of College &

University Policy Administrators (ACUPA). ACUPA merupakan sebuah

perkumpulan informal dari para profesional yang membentuk suatu jaringan untuk

mendiskusikan permasalahan seputar kebijakan universitas atau perguruan tinggi.

Perkumpulan ini beranggotakan beberapa perguruan tinggi dari berbagai negara.

ACUPA telah mengembangkan suatu Policy Development Process with Best

Practices. Di mana dalam proses ini terdapat tiga tahap utama, yaitu tahap pra

pengembangan, tahap pengembangan, dan tahap perawatan. Berikut ini gambaran

proses pengembangan kebijakan menurut ACUPA:

 

Gambar II.1 Proses Pengembangan Kebijakan (Sumber: ACUPA)

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

14  

II. 3. 1 Tahap Pra Pengembangan

1. Sikap proaktif dalam mendefinisikan permasalahan

Biasanya lebih baik mengantisipasi dari pada harus dikejutkan oleh masalah.

Semakin banyak dalam mengidentifikasi masalah yang dapat mempengaruhi

institusi, semakin kecil waktu yang akan dihabiskan untuk hal-hal yang

bersifat darurat.

2. Pengidentifikasian pemilik setiap kebijakan

Suatu bagian perlu memiliki tanggung jawab akan isi dan keakuratan

informasi suatu kebijakan. Bagian yang berbeda dapat memiliki kebijakan

atau prosedur sendiri-sendiri, tetapi tiap bagian harus ditunjuk dengan

tanggung jawab menyeluruh untuk membuat dan merawat informasi tersebut.

3. Penentuan jalur kebijakan terbaik

Biasanya, menentukan pemilik dari kebijakan akan mendikte jalur

pengembangan dari suatu kebijakan-kebijakan institusional dalam arti luas

dapat dibentuk dengan banyak otorisasi berbeda yang meliputi bagian

legislatif, pengawas, petugas senior, fakultas, atau departemen. Dalam

menentukan level terbaik dapat menjadi bersifat lebih seni ketimbang bersifat

sains.

4. Penyusunan tim untuk pengembangan kebijakan

Kebijakan dan prosedur akan seringkali digunakan sejumlah besar kelompok /

bagian yang bervariasi. Untuk mengembangkan keakuratan dan kelengkapan

dokumen, pertimbangan para ahli dibutuhkan untuk mengembangkan

kebijakan informasi yang baik. Dalam hal ini, pertimbangan tersebut

melibatkan staf, fakultas dan pelajar dari sumber daya manusia, keuangan,

tata kelola, peng-audit, teknologi informasi dan lainnya.

II. 3. 2 Tahap Pengembangan

5. Penyetujuan definisi dan terminologi umum

Ini merupakan hal sederhana namun penting. Tidak setiap orang akan setuju

dengan kebijakan atau prosedur dari pimpinan. Hal ini bukanlah merupakan

hal mudah, tetapi akan menyajikan sebagian besar kejelasan selama proses

kebijakan berlangsung.

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

15  

6. Penggunaan sebuah format umum

Pengembangan kebijakan dalam format umum dapat mempercepat

pengembangan tersebut dan akan seringkali memacu pertanyaan untuk

dijawab yang biasanya tidak muncul. Format tersebut juga dapat membantu

mengubah kebijakan menjadi bentuk yang dapat dicerna.

7. Pemerolehan persetujuan dari pemilik dan para senior

Sepanjang proses seharusnya terdapat suatu tinjauan ulang dan persetujuan

secara berkala dari petugas yang pada akhirnya harus menyetujui kebijakan

baru. Sebelum proses berlangsung, harus terdapat kesepakatan dalam

keseluruhan tujuan dan dampaknya.

8. Perencanaan komunikasi, publisitas, dan pendidikan

Ketika suatu kebijakan disetujui, hasilnya dikomunikasikan kepada mereka

yang membutuhkan informasi. Hal ini dapat bertukar secara luas. Disarankan

untuk menentukan kelompok inti yang berminat dan opsi komunikasi praktis.

Meliputi informasi kebijakan baru atau yang telah direvisi dalam publikasi

yang ada. Beberapa isu mungkin memerlukan korespondensi khusus dan atau

usaha-usaha pelatihan.

9. Penginformasian secara online yang dapat diakses dari satu tempat

Memiliki informasi online merupakan cara paling efektif dalam menyediakan

informasi. Meletakkan seluruh informasi kebijakan dalam satu tempat

mungkin merupakan hal yang sulit. Kantor yang berbeda sering kali memiliki

kebijakan dan prosedur sendiri-sendiri. Koordinasi di antara bagian tersebut

merupakan hal penting untuk mendapatkan kemudahan akses bagi pengguna.

Membuat satu lokasi gabungan juga dapat meyakinkan komunitas bahwa

daftar kebijakan sudah lengkap. Pengaturan informasi dalam basis data dapat

dipertimbangkan untuk memfasilitasi kemampuan pencarian dan pengurutan.

10. Penyajian kemampuan dalam pencarian

Orang-orang menggunakan cara yang berbeda-beda dalam mencari informasi.

Seseorang akan mengingatnya sebagai kebijakan SDM sementara yang lain

mengingatnya menggunakan judul atau nomornya. Lainnya masih

menggunakan kata kunci atau nomor form yang berhubungan dengan

kebijakan. Alat bantu pencarian seharusnya menyediakan sebanyak mungkin

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

16  

pilihan. Ketika pengguna dapat melakukan pencarian full text dalam

keseluruhan kebijakan dan prosedur, akan dapat diketahui akses kebijakan

mana yang memiliki tingkat tertinggi.

II. 3. 3 Tahap Perawatan

11. Pengembangan rencana untuk perencanaan dan review aktif

Pemilik kebijakan bisa jadi tidak memiliki waktu atau cenderung menyimpan

arus informasi. Suatu metodologi atau proses pelatihan dibutuhkan untuk

memandu mereka. Pengembangan baru dalam perangkat lunak manajemen

dokumen dapat membantu masalah ini. Audit seringkali dapat

mengidentifikasi informasi yang perlu di-update.

12. Pendorongan pengguna untuk mendapatkan umpan balik

Orang-orang yang menggunakan kebijakan membantu kebijakan tersebut

tetap akurat. Pengguna juga seringkali yang pertama kali tahu bahwa suatu

kebijakan sudah tidak berlaku lagi. Kemudahan dalam mendapatkan umpan

balik tersebut membantu dalam merawat kebijakan.

13. Penyimpanan perubahan dan tanggal release terbaru sebagai “tanggal yang

efektif”

Anggota kelompok lain juga perlu mengetahui apa yang telah terjadi

belakangan ini. Suatu kebijakan juga perlu dicatat waktu perubahannya, apa

perubahannya, siapa yang melakukan perubahan tersebut, dan sebagainya.

14. Pengukuran dampak dengan monitor atau pengujian

Terdapat banyak faktor yang mendorong orang untuk menggunakan suatu

kebijakan seperti halnya pelatihan tepat dan menjadikannya mudah untuk

dibaca, ditemukan, dan dipahami. Meyakinkan bahwa suatu kebijakan

tersebut akurat dan up-to-date akan meningkatkan kepercayaan dan

penggunaan. Oleh karena itu, pertimbangan dalam menggunakan pengukuran

dapat dikembangkan untuk mengukur tingkat efektifitas dari suatu kebijakan,

misalnya dengan menghitung banyaknya hit pada website dan sebagainya.

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

17  

II. 4 Beberapa Studi Terkait 

II. 4. 1 Studi dari Stuart Nagel tentang Hal-hal yang Mendorong

Munculnya Kreatifitas dan Kebijakan

Stuart Nagel dalam papernya yang berjudul “Creativity and Policy Studies”

mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kebijakan publik dengan kreatifitas.

Terdapat dua hal mendasar dalam hubungan ini, yaitu bagaimana suatu kebijakan

dapat membantu menstimulasi kreatifitas serta bagaimana kreatifitas dapat

membantu meningkatkan kebijakan publik.

Kebijakan publik yang mendorong kreatifitas di antaranya adalah hal-hal yang

berhubungan dengan:

1. Kompetisi politik

2. Metode analisis kebijakan dan institusi yang lebih baik

3. Kompetisi bisnis

4. Pajak dan subsidi

5. Meningkatnya produktifitas

6. Masa kanak-kanak yang mendorong kreatifitas

7. Pengambilan resiko yang inovatif

8. Kepekaan terhadap biaya

9. Kombinasi dari pesimis dan optimis

10. Pencapaian tujuan yang lebih tinggi

Beberapa dari stimulan di atas merupakan bagian dari budaya, bukan hanya

bentuk dari kebijakan publik baik resmi maupun tidak resmi.

Sedangkan faktor-faktor yang mendorong peningkatan inovatif dalam kebijakan

publik meliputi:

1. Faktor pendorong, yang meliputi orang lain dan komitmen

2. Fasilitator, meliputi literatur, gaya kerja, dan pembuatan keputusan multi-

kriteria

3. Faktor penarik, seperti reward (penghargaan)

4. Konsultan sebagai sumber dari tujuan kebijakan dan alternatifnya

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

18  

5. Observasi statistik

6. Pengambilan keputusan

7. Analisis kepekaan atau eksperimen

8. Intuisi

II. 4. 2 Paper dari Busono Soerowirdjo, M. Akbar Marwan, dan M. Faisal

Adi S tentang Pemantauan Jaringan Komputer di Perguruan Tinggi 

Busono Soerowirdjo, M. Akbar Marwan, dan M. Faisal dalam tulisannya

“Pemonitoran Trafic pada Jaringan Komputer Universitas Gunadarma”

menjelaskan bahwa mereka telah melakukan observasi penggunaan internet

selama satu bulan. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang

bernama Agile Internet Advisor WAN. Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan

tersebut:

 

Gambar II.2 Grafik pemantauan jaringan komputer Universitas Gunadarma

(Sumber: Soerowirdjo, 2004)

Gambar di atas memperlihatkan grafik dari hasil pemonitoran jaringan komputer

di Universitas Gunadarma. Sisi Line merupakan traffic bandwidth dari internet

menuju jaringan komputer Universitas Gunadarma, sedangkan sisi Equipment

merupakan traffic bandwidth dari jaringan komputer Universitas Gunadarma

menuju internet.

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

19  

Tingginya traffic bandwidth menunjukkan padatnya pada sisi Line. Pemakaian

rata-rata berkisar antara 38,22 % - 98,63 % dengan throughput rata-rata sebesar

391 kbps – 1009 kbps. Sedangkan traffic bandwidth pada sisi Equipment bisa

dikatakan tidak terlalu padat. Pemakaian rata-rata berkisar antara 8,70 % - 23,67

% dengan throughput rata-rata sebesar 89 kbps – 242 kbps.

Hal lain yang ditunjukkan pada grafik tesebut adalah bahwa pada umumnya traffic

padat antara pukul 10:00 sampai pukul 17:00, yang berkisar antara 90 % - 99 %.

Traffic yang terpadat terjadi antara pukul 10:00 sampai pukul 12:00 dan antara

pukul 15:00 sampai pukul 17:00, yang mencapai 99 % dari kapasitas saluran

sebesar 1 MB.

II. 5 Pengamatan Kebijakan Penggunaan Internet di Beberapa Institusi 

Sebagai bahan perbandingan pada kajian penggunaan kebijakan terhadap

pengamatan teknologi informasi di ITB, penulis mengamati berbagai institusi

pengguna kebijakan ini baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun beberapa universitas yang menjadi obyek pengamatan penulis di

antaranya sebagai berikut:

1. Cornell University (New York, USA)

2. Curtin University of Technology (Perth, Western Australia)

3. University of Melbourne (Victoria, Australia)

4. University of Michigan (Michigan, USA)

5. North-West University (South Africa)

6. Nanyang Technological University (Singapore)

7. Northwest Christian University (Oregon, USA)

8. Furman University (South Carolina, USA)

9. University of Winnipeg (Manitoba, Canada)

10. Idaho State University (Idaho, USA)

11. Notre Dame University (New South Wales, Australia)

12. Australian Catholic University (Australia)

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/688/jbptitbpp-gdl-nurdinbaht-34390-3... · antaranya atas dasar dampak yang akan mereka dapatkan. Kebijakan

20  

13. Monash University (Australia, Malaysia, Eropa, Africa)

14. Massachusetts Institute of Technology (Massachusetts, USA)

15. Malaysia University of Science and Technology (Malaysia)

16. Universitas Indonesia (Indonesia)

17. Griffith University (New South Wales, Australia)

18. University of South Africa

19. University of Cape Town (South Africa)

20. European University Institute (Italia)

Pengamatan tersebut dilakukan dengan penelusuran portal beberapa perguruan

tinggi, yaitu universitas yang mem-publish-kan kebijakan penggunaan teknologi

informasinya melalui website-nya, baik melalui halaman web maupun berupa

dokumen yang dapat di-download. Adapun ringkasan dari pengamatan di tiap-tiap

perguruan tinggi di atas akan dipaparkan pada bab selanjutnya.

Penulis berharap keduapuluh perguruan tinggi yang dipilih di atas telah mewakili

lima benua di dunia, yang berarti dapat mewakili lima budaya, letak geografis,

maupun teknologi yang berbeda pula. Selain itu, perguruan tinggi tersebut terpilih

karena memiliki kebijakan penggunaan internet yang di-publish-kan melalui

website mereka.