BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis Mengenai …eprints.umm.ac.id/61459/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis Mengenai …eprints.umm.ac.id/61459/3/BAB II.pdf ·...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis Mengenai Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan dari berbagai aspek. Nama kriminologi pertama kali
dikemukakan oleh P. Topinard, seorang ahli antropologi prancis.
Kriminologi terdiri dari dua kata yakni kata crime yang berarti kejahatan
dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi adalah ilmu
tentang kejahatan5. seperti halnya disiplin ilmu lainnya menghendaki
pembatasan atau definisi. Apabila dilihat dari kata tersebut, maka
kriminologi mempunyai arti sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan6.
Kriminologi tidak hanya mempelajari tentang kejahatan akan tetapi secara
luas mempelajari kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi masyarakat atas
kejahatan tersebut sebagai upaya pencegahan kejahatan7.
“Kriminologi yang merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologis teoritis atau
kriminologis murni). Kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang
sejenis, memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidiki sebab-
sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yang ada padanya”8.
5 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulva. 2001. Kriminologi, Rajawali Grafindo : Jakarta, hal.9
6 Tolib Effendi. 2017. Dasar-Dasar Kriminologi, Setara Press : Malang, Hal.26
7 Ibid
8 Topo Santoso dan Eva, 2012, Kriminologi, Rajawali Pers :Jakarta, Hal.9
12
Menurut Moeljatno, menyatakan bahwa “Kriminologi merupakan
ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang
orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu”9. Dengan
demikian, kriminologi merupakan salah satu cabang ilmu yang termasuk
dalam bidang ilmu hukum. Jika dibedakan lebih rinci kriminologi
merupakan salah satu bagian dari ilmu sosial, namun perlu dipahami jika
kriminologi tidak dapat dipisahkan dengan bidang ilmu hukum.
Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui
definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi kriminologi
murni yang mencakup:
1. Antroplogi kriminil
Dalam antropologi kriminil menjelaskan tentang ilmu pengetahuan
tentang manusia jahat (somatic). Ilmu pengetahuan ini memberikan
jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai
tanda-tanda seperti apa? Apakah ada hubungan antara suku bangsa
dengan kejahatan dan seterusnya.
2. Sosiologi kriminil
Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala yang ada
dimasyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oeh bidang ilmu ini adalah
sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
3. Psikologi Kriminil
9 Moeljatno, 1986, Kriminologi, Bina Aksara : Jakarta, Hal.6
13
Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil
Ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf
5. Penologi
Ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.10
Kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum,
pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi
olehnya dibagi menjadi tiga cabang ilmu utama11:
a. Sosiologi hukum, kejahatan itu adalah perbuatan hukum dilarang dan
diancam dengan suatu sanksi. Di sini memiliki sebab-sebab kejahatan
harus pula menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan
perkembangan hukum (khususnya hukum pidana)
b. Etiologi kejahatan, merupakan cabang ilmu kriminolgi yang mencari
sebab musabab dari kejahatan. Dalam ilmu kriminologi, etiologi
kejahatan merupakan kajian yang paling utama
c. Penologi, pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi
Sutherland memasukkan hak – hak yang berhubungan dengan usaha
pengendalian kejahatan baik represif maupun prevetif. Kejahatan
merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari
berbagai sisi yang berbeda.
10 Yesmil Anwar dan Adang. 2013, Kriminologi, PT Refika Aditama:Bandung, hal.30 11 Ibid, hal,11
14
Kriminologi tidak hanya diterjemahkan dari kata crimen dan logos
saja, terdapat banyak literatur yang memberikan definisi tentang
kriminologi. Sutherland dan Cressey berpendapat, bahwa : kriminologi
adalah keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan sebagai suatu
gejala sosial12. Kemudian selanjutnya Robert F. Meier dalam bukunya crime
and society mendefinisikan Criminology is the study of law making, law
breaking and responses to the law breaking13 Maka dari itu obyek studi
kriminologi melingkupi:
a) Kejahatan
Hal inilah yang membedakan kriminologi dengan hukum pidana,
dikarenakan jika objek kajian kriminologi merupakan kejahatan
sedangkan objek kajian Hukum Pidana adalah tindak pidana. Kejahatan
yang terus berkembang dan didefinisikan dalam berbagai sudut
pandang, dari hal inilah yang menjadikan salah satu factor
perkembangan kriminologi.
Dengan demikian yang perlu dijelaskan yakni kejahatan didefinisikan
secara luas dan bentuk kejahatan tidak sama menurut tempat dan waktu.
Dengan mempelajari kejahatan dan jenis jenis yang telah dikualifikasi
dengan baik, kriminologi diharapkan dapat mempelajari tingkat
kesadaran hukum masyarakat terhadap kejahatan yang dicantumkan
dalam undang-undang pidana.
12 Tolib Effendi, Op.cit, hal.29 13 Robert F. Meier .1989. Crime and Society, Allyn and Bacon, Massachusetts, hal. 28
15
b) Pelaku
Jika sebelumnya telah dijelaskan terkait dengan kejahatan maka obyek
selanjutnya adalah pelaku kejahatan. Pelaku adalah orang yang
melakukan kejahatan, sering juga disebut sebagai penjahat. Hermann
Mannheim mengemukakan tiga pendekatan yang dapat dilakukan
dalam mempelajari kejahatan dan pelaku kejahatan14:
a. Pendekatan deskriptif, dalam hal ini yang dimaksud pendekatan
deskriptif adalah salah satu pendekatan dengan cara melakukan
observasi dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan fakta
suatu kejahatan dan pelaku kejahatan. Hal yang termasuk dalam
berkaitan yakni tingkah laku criminal, bagaimana sebuah kejahatan
itu dilakukan, frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang
berbeda lalu ciri ciri khas seorang pelaku kejahatan hingga
perkembangan karis seorang pelaku kejahatan.
b. Pendekatan sebab akibat, hubungan sebab akibat dalam kriminologi
berbeda dengan sebab akibat dalam hukum pidana, maka dalam
kriminologi hubungan sebab akibat dicari setelah hubungan sebab
dan akibat dalam hukum pidana telah terbukti. Secara sederhananya
mengetahui mengapa pelaku melakukan kejahatan.
c. Pendekatan secara normatif, objek kajian kriminologi dalam hal ini
kejahatan dan pelaku kejahatan beberapa pakar membatasi pada
tataran formil dan normatif. Bianchi menyatakan, apabila kejahatan
14 Made Darma Weda. 1996. Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta,hal.1
16
itu merupakan konsep yuridis, berarti merupakan dorongan bagi
kriminologi untuk mempelajari norma-norma, maka dari itu
kriminologi bersifat normatif. Meskipun kriminologi adalah sesuatu
hal yang mempelajari yang bersifat normatif, tetapi kriminologi
sendiri bersifat faktual.
c) Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku
kejahatan, pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku
yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan, dalam hal ini bertujuan
untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat dari
perbuatan yang timbul yang dinilai merugikan atau membahayakan.
Ketiganya tidak dapat dipisahkan. Suatu perbuatan baru dapat
dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat15.
Salah satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat
pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana
masing-masing berhubungan satu sama lain16. Maka dari itu beberapa ahli
berpendapat tentang teori kriminologi untuk memberikan penjelasan yang
lebih detail tentang ilmu kejahatan sendiri, diantaranya :
1. Teori Ketegangan (Strain Theory)
Teori ini dikemukakan oleh sosiolog perancis yakni Emille Durkheim
dan Robert K. Merton. Durkheim menggunakan istilah anomi untuk
menyebut suatu kondisi yang mengalami regulasi, teori ini
15 Topo Santoso dan Eva Achyani Zulfa, Op.cit, hal.5
16 Ibid, hal.58
17
menggambarkan keadaan yang kacau tanpa peraturan. Dapat dikatakan
dengan anomi adalah suatu keadaan, dimana dalam suatu masyarakat,
tidak adanya kesempatan, adanya perbedaan struktur kesempatan untuk
mencapai sebuah tujuan (cita-cita). Kedua factor inilah yang
menyebabkan masyarakat menjadi frustasi; terjadinya konflik; adanya
ketidakpuasan yang tidak didasarkan kepada norma yang berlaku,
inilah yang disebut anomi17. Durkheim ingin menyampaikan secara
sederhana, bahwa factor penyebab kejahatan adalah kondisi
perekonomian seseorang saja, namun tidak terpaku pada factor
ekonomi saja, bagaimana masyarakat bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya jika kondisi perekonomian makro suatu negara juga tidak
mampu menjamn kebutuhan hidup warga negaranya.
Selanjutnya Robert Merton mengungkapkan bahwa perilaku
menyimpang dianggap sebagai suatu tingkah laku abnormal karena hal
itu berawal pada individu. Tingkah laku yang menyimpang ini
disebabkan karena adanya kesenjangan antara tujuan hidup yang ingin
dicapai dengan cara untuk menggapai tujuan tersebut. Maka dari itu
Robert menjelaskan jika perlu adanya 2 unsur yang ada dalam
masyarakat yakni tujuan yang harus diperjuangkan dan cara
mencapainya.
Berdasarkan penjelasan diatas, struktur sosial dalam hal ini merupakan
akar dari masalah kejahatan yang terjadi. Ketidaksesuaian antara fakta
17 Yesmil Anwar dan Adang,Op.Cit hal.88
18
dan angan-angan tersebut berakibat pada ketegangan (strain) dan
frustasi yang pada gilirannya akan menimbulkan respon psikofisis pada
individu dan berakhir dengan terjadinya kekerasan atau perlawanan18.
Strain Teori ini berasumsi bahwa orang itu taat hukum, tetapi dibawah
tekanan besar mereka akan melakukan kejahatan. Robert Merton
menyatakan bahwa munculnya perilaku kejahatan ini disebabkan
karena struktur kesempatan yang tidak merata, dari hal inilah
menimbulkan frustasi dalam masyarakat yang tidak dapat menggapai
tujuannya. Tekanan-tekanan dalam masyarakat yang terus menerus
berjalan dan berlanjut inilah yang menyebabkan kriminal terjadi.
2. Teori Differential Association
Teori ini diperkenalkan oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1934
dalam bukunya Principle of Criminology. Menurutnya perilaku
kriminal merupakan perilaku yang dipelajari didalam lingkungan
sosial, artinya semua tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai
cara. Namun tidak hanya dalam satu versi namun Sutherland
memperkenalkan dalam dua versi sehingga mengembangkan teorinya.
Sehingga dapat disimpulkan jika munculnya teori asosiasi diferensial
ini didasarkan karena setiap orang akan menerima dan mengakui pola
perilaku yang dapat dilakukan, kegagalan untuk mengikuti pola tingkah
laku dapat menimbulkan sesuatu yang bersifat tidak harmonis dan
18 Hadianto Djanggih dan Nurul Qamar, Penerapan Teori-teori Kriminologi dalam
Penanggulangan Kejahatan Siber, Pandecta, Volume 13, No 1, June 2018, hal.13
19
konflik budaya adalah prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.
Menurutnya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang ini
disebabkan oleh perbedaan pergaulan dan interaksi dengan orang yang
berbeda latar belakangnya.
3. Teori Kontrol Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Travis Hirschi yang menjelaskan jika
perilaku kriminal merupakan kegagalan kelompok-kelompok sosial
konvensional seperti keluarga, sekolah, kawan sebaya untuk
mengikatkan atau terikat dengan individu. Dalam teori ini merumuskan
jika manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki moral murni,
maka dari itu dianggap jika manusia memiliki kebebasan untuk
melakukan sesuatu hal. Namun dalam teori yang dikemukakan oleh
Travis ini sendiri menitikberatkan pada sekelompok orang yang taat
hukum sehingga tidak semua orang melanggar hukum.
Lalu berkembanglah teori ini hingga pada tahun 1951, Albert J. Reiss
Jr menggabungkan konsep kepribadian dan sosialisasi dengan hasil
penelitian sehingga menghasilkan teori kontrol sosial yang dibagi
menjadi dua yakni personal control yaitu kemampuan seseorang untuk
menahan diri agar dalam memenuhi kebutuhannya tidak menggunakan
cara yang melanggar norma dan social control dimana kemampuan
kelompok sosial untuk dapat melaksanakan norma-nroma atau
peraturan untuk menjadi lebih efektif.
4. Teori Labelling
20
Teori ini muncul pada tahun 1960 yang banyak dipengaruhi oleh aliran
Chicago. Teori ini mengukur mengapa terjadinya kejahatan namun
terdapat dua konsep dengan makna yang berbeda yakni pertama
menjelaskan mengapa dan bagaimana orang diberikan label dan
selanjutnya pengaruh dari label tersebut atas perilaku atau tindakan
yang telah dilakukan.
Menurut teori ini sebuah tindak kejahatan dapat terjadi karena aturan
lingkungan, sifat individualistic serta reaksi masyarakat terhadap
kejahatan. Proses pemberian label ini juga menyebabkan seseorang
melakukan kejahatan dikarenakan salah satu konsep tersebut dapat
membentuk karakter kriminal pada diri seseorang
5. Teori Kesempatan
Teori ini dikemukakan oleh Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin
yang menjelaskan jika sebuah kejahatan dan bentuk bentuk perilakunya
bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun
kesempatan penyimpangan norma.
6. Teori Disorganisasi sosial
Teori ini dikemukakan oleh Clifford R. Shaw dan Henry D yang
menjelaskan jika status yang dimiliki suatu masyarakat lebih tinggi
maka angka kejahatan cenderung rendah dan sebaliknya, faktor
ekonomi yang sangat mempengaruhi seseorang melakukan sebuah
tindak pidana.
21
B. Tinjauan Teoritis Mengenai Kejahatan
Kejahatan merupakan tanda yang diberikan kepada orang yang
melakukan perbuatan jahat, dengan demikiran pelaku disebut juga dengan
penjahat. Kejahatan bukanlah konsep baru dalam sejarah peradaban
manusia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri
tidak mendefinisikan secara jelas terkait kejahatan, namun KUHP telah
mengatur sejumlah delik kejahatan yang diatur dalam buku kedua. Dalam
hal ini tindak kejahatan bisa dilakukan baik wanita maupun pria dan tidak
memandang status sosial.
Dalam pandangan kriminologi (positivistis) di Indonesia, kejahatan
dipandang sebagai : pelaku yang telah diputus oleh pengadilan; perilaku
yang perlu deskriminalisasi; perbuatan yang mendapat reaksi sosial19.
Beberapa ahli kriminologi merumuskan kejahatan sebagai berikut :
a. Menurut W.A Bonger, kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang
secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian derita dan
kemudian, sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hukum (legal
definition) mengenai kejahatan 20.
b. Sutherland, kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena
merugikan, terhadapnya negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya
untuk mencegah dan memberantasnya21
19 Yesmil Anwar dan Adang, Op.cit, hlm 178
20 W.A. Bonger .2018. Pengantar Tentang Kriminologi, PT Pembangunan: Jakarta
21 Yesmil Anwar dan Adang, Loc.Cit.
22
c. Sue Titus Reid, kejahatan adalah suatu tindakan sengaja, dalam
pengertian ini seseorang tidak hanya dapat dihukum karena pikirannya,
melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak.
Dalam hal ini kegagalan dalam bertindak dapat juga dikatakan sebagai
kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam
kasus tententu, disamping itu pula harus ada niat jahat22.
Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan
antara kejahatan dan pelanggaran adalah perbedaan antara rechtsdelicten
(delik hukum) dan wetsdelicten (delik undang-undang). Pelanggaran
termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk
kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hal yang
terlarang. Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik
hukum), yaitu peristiwa- peristiwa yang berlawanan atau bertentangan
dengan asas-asas hukum yang, hidup dalam keyakinan manusia. dan
terlepas dari undang-undang.
Menurut Kartono bahwa : “secara yuridis formal, kejahatan adalah
bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan,
merupakan masyarakat, asocial sifatnya dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana”23. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan
adalah bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana.
22 Sue Titus Reid, Crime and Criminology, New York : Holt, Rinehart and Wiston, p.5 23 Roeslan Saleh. 1998. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. PT Aksara Baru :
Jakarta, hal.13
23
Selanjutnya, semua tingkah laku yang dilarang oleh undang-undang harus
dijauhi.
Namun secara sosiologis, kejahatan adalah segala bentuk ucapan,
perilaku dan tingkah laku yang secara umum dapat merugikan masyarakat
dikarenakan melanggar norma-norma susila yang tumbuh dimasyarakat.
Menurut objek hukum yang diserangnya, kejahatan dapat dibagi
dalam:
a) Kejahatan ekonomi, kejahatan ini lebih memfokuskan terhadap sistem
ekonomi dan pembangunan suatu masyarakat maupun dalam bidang
keuangan. Kejahatan yang dilakukan memiliki dampak luas dalam
perekonomian masyarakat.
b) Kejahatan politik dan pertahanan keamanan, kejahatan yang
menyerang organisasi yang timbul dari berfungsinya negara tersebut
serta mengancam sistem keamanan dan pertahanan suatu negara
c) Kejahatan kesusilaan, segala kejahatan yang berhubungan dengan
masalah kesusilaan.
d) Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda, kejahatan dalam bentuk
penyerangan terhadap nyawa orang lain yang mengakibatkan hilangnya
nyawa dan kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain.
C. Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Penipuan
Strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya,
yaitu : tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana, maupun
24
perbuatan yang dapat dipidana24. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana,
menurut Simons didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang diancam
dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum,
dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung
jawab25.
Dengan adanya tindak pidana juga merupakan bentuk tanggung
jawab negara untuk memberlakukan hukum pidana melalui alat
pelengkapnya seperti kepolisian, kejaksaan serta pengadilan. Namun dalam
memberlakukan hukum pidana sehingga seseorang dapat dinyatakan
bersalah perlu untuk memenuhi unsur unsur yang telah dirumuskan menjadi
tindak pidana. Jika salah satu unsur tindak pidana ini tidak terpenuhi maka
proses penuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak dapat
dilanjutkan atau batal demi hukum.
Pertanggungjawaban pidana dapat dilakukan jika seseorang telah
memenuhi semua unsur tindak pidana sebagaimana yang dirumusukan
didalam pasal undang-undang pidana. Jika dibagi menurut unsurnya, secara
umum tindak pidana terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur subyektif dan
unsur obyektif, yaitu:
b. Unsur Subyektif, unsur ini merupakan unsur yang ada dalam diri pelaku
sifatnya melekat. Banyaknya perbedaan pendapat para ahli terkait unsur
24 Rony Wiyanto. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju : Bandung, hal.160
25 Ibid
25
subyektif dalam tindak pidana yang berbeda maka dapat disimpulkan
yang meliputi unsur subyektif adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan bertanggung jawab (toerekeningswatbaarheit)
2. Kesalahan (schuld) yang meliputi Kesengajaan (dolus) dan Kealpaan
(culpa)
c. Unsur Obyektif, unsur ini merupakan unsur yang berasal dari luar diri
pelaku. Yang termasuk dalam unsur obyektif seperti, perbuatan /
tindakan, suatu akibat dan suatu keadaan.
Tindak pidana penipuan diatur dalam KUHP Buku II. Tindak pidana
penipuan merupakan kejahatan tentang harta benda dan dalam pokoknya
tindak pidana telah diatur dalam Pasal 378 KUHP. Penipuan juga mengatur
perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda dimana oleh pelaku
didapatkan dengan cara menipu maupun menggunakan tipu muslihat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu
berarti kecoh, daya acara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur dalam
artian melakukan kebohongan palsu dst, dengan maksud untuk mencari
sebuah keuntungan.
Dalam pengertian secara yuridis tindak pidana penipuan dapat
dilihat dari rumusan KUHP. Namun yang perlu diketahui adalah rumusan
KUHP bukanlah suatu definisi namun hanya menentukan unsur-unsur
sehingga seseorang dapat dikatakan melakukan penipuan jika telah
memenuhi unsur unsur tersebut. Penipuan yang diatur dalam pasal 378
KUHP adalah sebagai berikut :
26
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntukan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”
Seseorang yang melakukan penipuan adalah menerangkan sesuatu
seolah olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataan itu adalah tidak
sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan
orang yang menjadi sasaran agar diakui keinginannya, sedangkan
menggunakan nama palsu agar yang bersangkutan tidak diketahui
identitasnya26.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka tindak pidana penipuan
memiliki unsur yang dibagi menjadi dua yakni sebagai berikut:
a. Unsur Subyektif, dalam sebuah tindak pidana penipuan meliputi :
1. Dengan maksud
Dalam hal ini istilah “dengan maksud” menunjukkan adanya unsur
kesengajaan dalam tindak pidana penipuan. Kesengajaannya ini
berasal dari diri pelaku dan ketika seseorang melakukan penipuan
26 H. Dudung Mulyadi, S.H.,M.H, Unsur-Unsur Penipuan dalam Pasal 378 KUHP dikaitkan
dengan Jual Beli Tanah, Volume 5 No.2- September, hal.211
27
bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum.
2. Untuk menguntungkan diri sendiri
Menguntungkan memberikan arti menambah kekayaan dari yang
sudah ada baik menambah hartanya sendiri maupun orang lain.
3. Secara melawan hukum
Yang dimaksud dengan secara melawan hukum yakni perbuatannya
bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat. Dalam hal ini
pelaku melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang atau
melawan hukum materiil, sesuai dengan rumusan tindak pidana
penipuan.
b. Unsur Obyektif
1. Menggerakkan orang lain
Menggerakkan dalam konteks Pasal 378 KUHP ialah dengan
menggunakan tindakan-tindakan maupun perkataan-perkataan yang
bersifat menipu27.
Dalam KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan secara rinci terkait
istilah menggerakan (Bewegen). Objek yang dipengaruhi dalam hal
ini adalah kehendak orang lain sehingga perlu adanya mempengaruhi
atau menanamkan pengaruh terhadap orang lain.
2. Untuk menyerahkan suatu/benda
27 Dr.Tongat,SH.,M.Hum. 2015. Hukum Pidana Materiil, UMM Press : Malang, hal.62
28
Oleh karena unsur “kesengajaan”, maka ini berarti unsur
“penyerahan” haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya
upaya yang dilakukan oleh si penipu. Dengan demikian antara
perbuatan menyerahkan yang dilakukan oleh orang yang terkena tipu
dengan daya upaya yang dilakukan oleh penipu haruslah ada
hubungan kasual28. Pengertian benda dalam penipuan yaitu sebagai
benda yang berwujud dan bergerak.
3. Untuk memberi hutang dan menghapus piutang
Dalam hal ini perkataan hutang diartikan sebagai suatu perjanjian atau
perikatan. Memberikan hutang tidak dapat diartikan sebagai
memberikan pinjaman uang belaka, melainkan diberi pemahaman
sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat
timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau
membayar sejumlah uang tertentu. Sedangkan menghapuskan piutang
mempunyai pengertian yang lebih luas yakni menghapuskan segala
macam perikatan hukum yang sudah ada sehingga menghilangkan
kewajiban pelaku29.
4. Dengan menggunakan daya upaya seperti:
a. Memakai nama palsu
Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila seseorang
menyebutkan suatu nama yang bukan Namanya, dengan demikian
28 Ibid,hal.63 29 Adirwan Akbar, Skripsi : Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Penipuan, Universitas
Hasanuddin Makassar:2015, hal. 31
29
menerima barang yang harus dierahkan kepada orang yang
namanya disebutkan tadi30.
b. Martabat palsu
Dengan menggunakan martabat palsu menyebutkan dirinya dalam
keadaan yang tidak benar sehingga mencipatkan atau memiliki
hak-hak tertentu, sederhananya mengaku memiliki suatu jabatan
tertentu.
c. Dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan
Yang dimaksud dengan tipu muslihat lebih berwujud berupa
perbuatan yang sedemikian rupa hingga menyebabkan
kepercayaan sedangkan rangkaian kebohongan berupa ucapan
sehingga memberikan kesan jika yang diucapkan itu adalah benar
adanya.
Pada dasarnya tindak pidana penipuan itu adalah dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan nggunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan dalam
Pasal 378 KUHP.
Perkembangan teknologi yang terus maju mengakibatkan
perkembangan kejahatan juga terus bertambah, salah satunya adalah
penipuan menggunakan media elektronik ataupun yang sering disebut
penipuan online. Tindak pidana penipuan online ini merupakan salah satu
30 Dr.Tongat,SH.,M.Hum, Op.cit, hal. 63
30
penyalahgunaan teknologi informasi, dengan memberikan atau
memasukkan data yang tidak benar.
Bruce D. Mandelblit menjelaskan jika penipuan online atau penipuan
berbasis internet dengan merujuk pada jenis penipuan yang menggunakan
media internet seperti ruang chat, email, website untuk melakukan transaksi
penipuan dengan media lembaga-lembaga keuangan seperti bank atau
lembaga-lembaga lain yang memiliki hubungan tertentu. Dengan hal ini
pengertian Bruce tersebut berarti penipuan online adalah penipuan dengan
menggunakan layanan internet atau perangkat lunak akses internet untuk
menipu korban dengan tujuan mengambil keuntungan darinya31.
Regulasi yang mengatur tentang tindak pidana penipuan online yang
sekarang marak terjadi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang informasi dan transaksi elektronik. Pada pasal 28 ayat (1) berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik”
Penyebaran berita bohong dan penyesatan merupakan kesamaan
pengartian dengan penipuan. Secara umum penipuan memang telah diatur
dalam Pasal 378 KUHP, sehingga unsur yang ada dalam Pasal 28 ayat (1)
31 Maskun dan Wiwik Meilararti. 2017. Aspek Hukum Penipuan Berbasi InterneI, Keni Media :
Bandung, hal.44
31
memiliki beberapa kesamaan dengan tindak pidana penipuan konvensional
namun memiliki ciri khas yang berbeda yakni melalui media elektronik.
Pada dasarnya Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini memiliki tujuan untuk
memberikan perlindungan terhadap para pengguna internet dalam
bertransaksi melalui media elektronik. Meskipun terlihat sama pada Pasal
28 ayat (1) UU ITE ada perbedaan prinsip tentang unsur menguntungkan
diri sendiri, pada pasal ini tidak tercantum sehingga diuntungkan atau
tidaknya pelaku penipuan tidak menghapus unsur pidana akibat
perbuatannya dengan terbuktinya menimbulkan kerugian orang lain.
Perdagangan secara elektronik memang tidak menutup kemungkinan
dapat dilakukan lebih mudah dan cepat, sehingga hanya perlu modal
kepercayaan maka transaksi dapat dilakukan. Akibat adanya berita bohong
tersebut menimbulkan kerugian terhadap konsumen, kerugian yang
dimaksud adalah kerugian ekonomis yang dapat diperhitungkan secara
materiil.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE memiliki karakteristik unsur yang lebih
spesifik dibandingkan Pasal 378 KUHP jika dalam pemidanaan tindak
pidana penipuan online, sehingga pasal dalam UU ITE merupakan lex
specialis derogt legi generalis dari pasal dalam KUHP.
D. Tinjauan Teoritis mengenai Cyber Crime
Teknologi pada saat ini memegang peran penting baik dimasa
sekarang maupun masa yang akan datang. Kemajuan teknologi informasi
32
sekarang dan kemungkinannya dimana yang tidak lepas dari dorongan yang
dilakukan oleh perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi
komputer. Perkembangan ini juga meliputi internet, yakni digunakan
sebagai media yang mampu membawa perubahan total dalam kehidupan
masyarakat.
Meskipun perkembangan teknologi pada saat ini memberikan
dampak positif namun tidak menutup kemungkinan justru dengan
perkembangan ini digunakan sebagai celah para pelaku kejahatan untuk
melancarkan aksinya. Kejahatan yang dilakukan menggunakan jaringan
internet disebut dengan kejahatan telematika atau yang sering disebut
dengan cybercrime.
Sebelum memahami terkait cyber crime maka perlu mengerti jelas
tentang cyber space, yakni sebuah dunia yang berbasis komputer yang
sering disebut dengan internet. Kehadiran teknologi canggih komputer
dengan jaringan internet telah membawa dampak yang besar bagi manusia
tidak hanya dalam perusahaan atau pemerintahan namun telah menjangkau
hingga kehidupan pribadi. Seiring berkembangnya kemajuan teknologi
didalamnya juga membawa konsekuensi dimana semakin mudahnya para
pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya.
Penyalahgunaan yang terjadi pada cyber space inilah yang disebut
cybercrime atau kejahatan dunia maya adalah perbuatan yang menggunakan
media telekomunikasi sebagai perantaranya. Cyber crime disisi lain, bukan
hanya menggunakan kecanggihan teknologi komputer tetapi juga
33
melibatkan teknologi telekomunikasi didalam pengoperasiannya32. Namun
Batasan yang dapat dianggap menjadi kejahatan dunia maya atau cyber
crime masuk dalam cakupan yaitu33:
a. Pembajakan
b. Penipuan
c. Pencurian
d. Pornografi
e. Pelecehan
f. Pemfitnahan
g. Pemalsuan.
Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat. Kejahatan cyber
secara hukum bukanlah kejahatan sederhana karena tidak menggunakan
sarana konvesional tetapi menggunakan komputer dan internet34.
Menurut Indra Safitri mengemukakan, kejahatan dunia maya adalah
jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi
informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah
rekayasa teknologi. yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang
32 Ari Juliano Gema, Cyber crime : sebuah fenomena di dunia maya, diakses pada
www.interpol.go.id
33 Maskun, SH., LLM. 2012. Kejahatan siber cyber crime suatu pengantar, Kencana : Jakarta,
hlm.50 34 Dian Ekawati Ismail, Cyber Crime di Indonesia, Inovasi, Volume 6, Nomor 3, September 2009
34
tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses
oleh pelanggan internet35.
Kejahatan yang berhubungan erat dengan teknologi berbasis internet
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, antara lain36:
a. Unauthorized access to computer system and service
Kejahatan yang dilakukan kedalam suatu system jaringan komputer
secara tidak sah, maupun tanpa izin dari pemilik system jaringan
komputer. Pelaku kejahatan sering disebut dengan hacker melakukan
dengan tujuan sabotase atau pencurian informasi penting dan rahasia
b. Illegal contents
Kejahatan dengan memasukan data atau informasi ke internet tentang
sesuatu hal yang tidak benar dan dianggap melanggar hukum serta
mengganggu ketertiban umum seperti pemuatan berita bohong atau
fitnah yang merusak martabat pihak lain, hal hal yang berhubungan
dengan pornografi, rahasia negara.
c. Data forgery
Kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen penting yang
tersimpan melalui internet sehingga dapat memberikan keuntungan
kepada pelaku.
d. Cyber espionage
35 Indra Safitri, 1999, Tindak Pidana Di Dunia Cyber” dalam Insider, Legal Journal From Indonesian
Capital & Investmen Market
36 Maskun, SH.,LLM., Op.Cit,hlm.51
35
Kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet yang melakukan
kegiatan mata mata terhadap pihak lain dengan memasuki system
jaringan komputer pihak korban hal ini biasanya dilakukan karena
adanya saingan bisnis.
e. Cyber Sabotage and extortion
Kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan dan
penghancuran terhadap suatu data atau system jaringan komputer yang
tersambung dengan internet, hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan virus komputer sehingga program komputer tidak berjalan
dengan semestinya.
f. Offence against intellectual property
Kejahatan yang ditujukan terhadap hak kekayaan intelektual yang
dimiliki seorang di internet. Dapat berupa penyiaran suatu informasi di
internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain.
g. Infringements of privacy
Kejahatan yang ditujukan terhadap informasi seseorang yang
merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia, dapat berupa nomor
kartu kredit, nomor pin ATM dll.
Dengan demikian cyber crime merupakan kegiatan yang
memanfaatkan komputer sebagai sarana atau media yang didukung oleh
sistem telekomunikasi, baik menggunakan telepon atau wireless system
yang menggunakan antena khusus yang nirkabel. Dengan seiring
berjalannya waktu sehingga banyaknya tindak pidana yang berkembang
36
memaksa perkembangan hukum juga perlu berjalan beriringan. Untuk
melindungi para pengguna internet dari tindak pidana yang dilakukan maka
dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
transaksi elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2016. Menurut Undang-Undang.
Menurut Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet dan
Transaksi Elektronik, ancaman hukuman minimum terhadap perbuatan
cyber crime paling lama dipidana penjara 6 (enam) tahun dan atau denda
Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), sedangkan ancaman maksimal
paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak
Rp.12.000.000.000,- (dua belas milyar rupiah).
E. Tinjauan Teoritis mengenai Penanggulangan Kejahatan
Kebijakan penanggulangan kejahatan itu sendiri merupakan bagian
dari kebijakan penegakan hukum yang mana merupakan salah satu upaya
untuk melindungi dan memberikan keamanan kepada masyarakat. Politik
kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan
sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial37.
Bentuk upaya penanggulangan kejahatan dibagi menjadi 2 yakni
jalur penal yang mana lebih terfokus pada sifat represif yakni bentuk
pemberantasan setelah kejahatan terjadi, lalu selanjutnya jalur non penal
37 Barda Nawawi Arief. 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru). Kencana Prenada Media Group : Jakarta, hal. 2
37
yang lebih terfokus pada sifat preventif yakni bentuk pencegahan sebelum
kejahatan terjadi.
Menurut G.P Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief,
bahwa upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :
1. Penerapan hukum pidana
2. Pencegahan tanpa pidana
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media massa.38.
Berdasarkan penjelasan terkait upaya penanggulangan kejahatan
sebelumnya maka secara garis besar dibagi menjadi dua yakni jalur penal
dan jalur non penal.
a. Upaya penanggulangan kejahatan dengan upaya penal
Upaya penanggulangan melalui jalur penal dapat dikatakan sebagai
upaya yang dilakukan melalui jalur hukum pidana ataupun melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya ini lebih
menitikberatkan pada upaya penanggulangan yang bersifat represif yang
mana upaya ini dilakukan setelah adanya kejahatan terjadi dengan
penegakan hukum.
Beberapa hal yang harus dipenuhi agar hukum dapat berlaku secara
efektik menurut Soerjono Soekanto yakni :
38 Ibid, hal. 45
38
1. Hukum positif yang tertulis yang ada harus mempunyai taraf
sinkronisasi vertical dan horizontal yang jelas
2. Para penegak hukum harus mempunyai kepribadian yang baik dan
dapat memberikan teladan dalam kepatuhan hukum
3. Fasilitas yang mendukung proses penegak hukum harus memadai
4. Warga masyarakat harus dididik agar dapat mematuhi hukum.39
Kejahatan terjadi akibat banyaknya faktor yang sangat kompleks maka
dari itu dengan adanya upaya penanggulangan penal yang mana
dilakukans sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya hukum pidana maka sangat diperlukan guna melindungi
kepentingan masyarakat serta memberikan keamanan dan kesejahteraan
sosial.
b. Upaya penanggulangan kejahatan dengan upaya non-penal
Upaya penanggulangan melalui jalur non penal ini sendiri dapat
dikatakan sebagai upaya yang dilakukan dengan bentuk pencegahan.
Upaya ini lebih menitikberatkan pada upaya yang bersifat preventif yang
mana perlu adanya upaya pencegahan sebelum adanya kejahatan yang
terjadi. Dalam upaya non-penal ini akan lebih terfokus pada menangani
faktor penyebab sebuah kejahatan sehingga dapat langsung memahami
terkait dengan kondisi sosial masyarakat.
39 Barda Nawawi, 1994. Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara. Ananta : Semarang, hal. 117
39
Penanggulangan melalui upaya non- penal ini sendiri dapat ditelusuri
lebih dalam melalui berbagai sumber yang memiliki potensi, dapat
dilakukan melalui pemanfaatan kemajuan teknologi yakni media massa
dan dapat melakukan pemanfaatan dari aparat penegak hukum. Dalam
hal ini tidak hanya pihak kepolisian saja yang melakukan upaya non
penal namun masyarakat merupakan salah satu unsur yang paling
berpengaruh sebagai faktor penangkal kejahatan dengan membentuk dan
menjadikan masyarakat yang lebih berwawasan luas.
Kebijakan non penal disini akan dinilai lebih mampu melakukan
penanganan terhadap faktor penyebab terjadinya kejahatan yang
berpusat pada beberapa masalah sosial yang ada pada masyarakat karena
dirasa dapat langsung menyentuh ke akar permasalahan dari sebuah
kejahatan.