penelitian kriminologi

32
“CIU DAN KEMATIAN MASSAL DI SALATIGA, STUDI ATAS KORBAN MINUMAN KERAS OPLOSAN DI SALATIGA”. Laporan penelitian Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kriminologi Dosen Pengampu : M. Yusuf Khummaini, MH Disusun Oleh: MAZID RAHMAN (21107003) M. FUAD RIZA (21107005) HADAENA MU’ARIFAH (21107010) JURUSAN SYARI’AH

Transcript of penelitian kriminologi

Page 1: penelitian kriminologi

“CIU DAN KEMATIAN MASSAL DI SALATIGA, STUDI ATAS

KORBAN MINUMAN KERAS OPLOSAN DI SALATIGA”.

Laporan penelitian

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah KriminologiDosen Pengampu : M. Yusuf Khummaini, MH

Disusun Oleh:MAZID RAHMAN (21107003)M. FUAD RIZA (21107005)HADAENA MU’ARIFAH (21107010)

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2010

Page 2: penelitian kriminologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Manusia merupakan makhluk yang tidak mungkin bisa untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sendiri, mereka pasti memerlukan manusia lain untuk pemenuhan kebutuhan

tersebut, oleh karena itulah manusia melakukan interaksi, dari sinilah manusia berubah

menjadi makhluk social.

Untuk menjamin keteraturan interaksi itu manusia mengadakan sebuah kontrak social

yang dapat menjamin hak-hak serta kewajiban manusia dalam berinteraksi sehingga

kehidupan mereka akan lebih terjaga. Kontrak social paling kecil akan membentuk suatu

keluarga dan kontrak social paling besar akan membentuk apa yang dinamakan dengan

Negara.

Negara menurut J.J. Rosseau seperti yang dikutip oleh Ahmad Suhelmi(2007:253)

merupakan sebuah produk perjanjian social. Individu-individu dalam masyarakat sepakat

untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaan yang dimilikinya demi

sebuah kekuasaan bersama. Kekuasaan bersama ini yang kelak kemudian bernama Negara,

kedaulatan rakyat, kekuasaan Negara atau istilah-istilah lain yang identik denganya. Negara

berdaulat karena mandat dari rakyat. Negara diberi mandat oleh rakyat untuk mengayomi,

mengatur, dan menjaga keamanan diri maupun harta benda mereka. Dalam kontrak social

terbesar ini suatu golongan besar masyarakat memberikan janjinya untuk patuh dan tunduk

terhadap golongan kecil lainya(birokrat/penguasa) dengan konsekuensi penguasapun akan

memenuhi kewajibanya untuk mengayomi, melindungi dan menciptakan keamanan dan

kesejahteraan masyarakat.

Kebutuhan tiap manusia sendiri berbeda-beda dari suatu daerah dengan daerah lain,

hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa factor seperti letak geofrafis, social, budaya,

ekonomi, agama dan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang membuata Negara tidak

mungkin untuk mengontrol seluruh kebijakanya dari pusat. Oleh karena itu Negara dalam hal

ini membagi wilayah kekuasaannya dalam berbagai daerah teritorial baru dibawah kekuasaan

pusat, di Indonesia wilayah kekuasaan ini sering disebut juga sebagai propinsi. Dalam suatu

propinsi sendiri juga terdiri dari berbagai macam unsur masyarakat sehingga dibentuklah

wilayah kekuasaan dibawah propinsi yang disebut dengan kabupaten ataub kotamadya.

Dibawah kabupaten dan kotamadya sendiri masih ada wilayah kekuasaan berupa kecamatan

dan desa/kelurahan dibawahnya.

Page 3: penelitian kriminologi

Setiap daerah memiliki kebijakan otonomi daerahnya sendiri-sendiri, akan tetapi

semakin rendah wilayah kekuasaan maka semakin sedikit pula otonomi yang diperoleh.

Seperti otonomi yang diperoleh desa tentu akan lebih kecil dari otonomi dari kecamatan, hal

ini dapat difahami dikarenakan desa sendiri harus tunduk dari kebijakan hasil otonomi dari

kecamatan

Kotamadya memiliki tingakatan kekuasaan yang sama dengan kabupaten, akan tetapi

kotamadya memiliki keistimewaan yang berbeda dengan kabupaten, biasanya hal tersebut

dikarenakan kotamadya memiliki sejarah, kondisi ekonomi serta politik yang berbeda dengan

daerah lainya. Seperti halnya Salatiga, memiliki kelebihan daerah lain dari unsur sejarah,

kebudayaan, ekonomi serta kerukunan umat beragama yang lebih kaya dari daerah lain.

Religiusitas masyarakat salatiga sendiri dapat terlihat dari banyaknya masjid-masjid, gereja-

gereja, lembaga keagamaan, universitas Islam/non Islam, kegiatan keagamaan rutin serta

banyak hal lainya. Sedangkan dalam kerukunan umat beragama dapat dilihat dengan

besarnya toleransi umat beragama di Salatiga, tidak adanya bentrokan kepentingan umat

beragama, serta bangunan-bangunan masjid dan gereja yang berhadap-hadapan dan berdiri

kokoh tanpa adanya fanatisme beragama yang berlebihan. Dari hal-hal tersebut dapat dilihat

kedewasaan masyarakat Salatiga dalam bidang beragama.

Oleh karena itu tidak heran pula jika pemerintah Kota Salatiga memiliki slogan

HATTI BERIMAN selain mewakili kondisi masyarakat Salatiga tersebut, slogan tersebut

juga merupakan sebuah harapan dan motivasi yang besar bagi masyarakat Salatiga untuk

selalu meningkatkan tingkat religiusitas keagamaanya.

Akan tetapi, pada pertengahan tahun lalu terjadi peristiwa yang sangat mengejutkan di

kota ini, sebanyak 180 orang dinyatakan tewas oleh cius(minuman keras oplosan) jumlah

tersebut adalah jumlah yang diketahui belum jumlah lain yang masih belum terdata ataupun

korban yang masih dapat hidup. Hal ini tentu sangat kontradiktif dengan persepsi pemerintah

kota Salatiga dengan semboyan HATTI BERIMANnya. Terlebih pada akhirnya pemerintah

Salatiga seolah menutup-nutupi kenyataan ini dari pemberitaan luar. Hal ini menimbulkan

pertanyaan apakah kondisi keagamaan masyarakat Salatiga sudah mengalami pergeseran

sehingga slogan HATTI BERIMAN tersebut layak untuk digugat kenyataanya. Oleh karena

itulah peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “CIU DAN KEMATIAN MASSAL DI

SALATIGA, STUDI ATAS KORBAN MINUMAN KERAS OPLOSAN DI SALATIGA”.

1.2 Fokus Penelitian/Rumusan Masalah

Terkait dengan latar belakang masalah di atas, permasalahan utama yang akan dikaji

dalam penelitian ini dipertajam dalam pertanyaan sebagai berikut:

Page 4: penelitian kriminologi

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan korban meminum ciu/minuman keras

oplosan?

2. Diantara faktor-faktor yang ada manakah yang paling dominan?

3. Bagaimanakah reaksi masyarakat sekitar akan adanya korban ciu tersebut?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai beriktu:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan korban meminum

ciu/minuman keras oplosan

2. Untuk mengetahui factor paling dominan yang menyebabkan korban meminum

ciu.

3. Untuk mengetahui reaksi masyarakat sekitar akan adanya korban ciu tersebut

1.4 Kegunaan penelitian/signifikasi penelitian

Penelitian ini berguna untuk menemukan solusi alternative dalam

mengahadapi problem-problem social. Penelitian ini juga berguna untuk para peminat

studi keislaman, agar mereka mengetahui seberapa besar tantangan Agama Islam

dalam mengahadapi perubahan masyarakat yang terjadi secara terus menerus.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian dan pendekatan

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan

filosofis, interpretasi realitas dengan menghindari detail-detail persoalan lain yang bukan

merupakan fokus pembahasan.

1.7.2 Kehadiran peneliti

Penelitian ini bersifat observasi

1.7.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di dusun Banjaran RT 07 RW 07 Mangun Sari, Kecamatan

Kota Salatiga, Jawa Tengah.

1.7.4 Kebutuhan dan sumber data

Jenis data yang digunkan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer : data hasil observasi, dokumentasi dan wawancara

b. Data sekunder : data hasil telaah pustaka

1.7.5 Analisis data

Adapun analisis atas data dilakukan setelah proses pengumpulan data selesai, diawali

dengan proses reduksi/seleksi datauntuk mendapatkan informasi yang lebih terfokus pada

rumusan persoalan yang ingin dijawab oleh peneliti ini, kemudian disusul oleh proses

Page 5: penelitian kriminologi

diskripsi yakni menyusun data itu menjadi sebuah teks naratif. Pada saat penyusunan teks

naratif inilah dilakukan analisis data dan dibangun teori-teori yang siap untuk diuji kembali

kebenaranya dengan tetap berpegang teguh pada pendekatan filosofis, setelah proses

deskripsi selesai barulah dilakukan proses penyimpulan. mendapatkan hasil yang akurat

kemudian dibuatlah sebuah teks naratif kedua berupa laporan akhir penelitian.

1.7.7 Tahapan-Tahapan Penelitian

Penelitian ini melewati tahap-tahap sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

2. Pemilihan data yang sesuai dengan fokus pembahasan

3. Pemilihan data yang valid

4. Analisis awal

5. Penyusunan teks dan penarikan kesimpulan awal

6. Analisis kesimpulan adakah data yang kurang valid dimasukkan

7. Penyusunan teks dan laporan akhir penelitian

Page 6: penelitian kriminologi

BAB II

PAPARAN DATA

3.1 Monografi daerah kelurahan Mangunsari

3.1.1 Jumlah penduduk berdasarkan usia

Jumlah penduduk kelurahan Mangunsari adalah 16.423, dengan kelompok usia 0-4 tahun

sebanyak 1.417, 5-9 sebanyak 1.384, 10-14 sebanyak 1525, 15-19 sebanyak 1.784, 20-24

sebanyak 1.587, 25-29 sebanyak 2.327, 30-39 sebanyak 2.109, 40-49 sebanyak 1.804, 50-59

sebanyak 1.395, >60 sebanyak 1.053.

3.1.2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

Buruh tani sebanyak 97, Pengusaha sebanyak 209, Buruh Industri sebanyak 3.456, Buruh

Bangunan sebanyak 1.967, pedagang sebanyak 2.289, Pengangkutan sebanyak 719,

PNS/ABRI sebanyak 1.081, pensiunan sebanyak 936, lain-lain sebanyak 2.221.

3.1.3 Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan

Tamatan akademi/sarjana sebanyak 1.019, tamatan SLTA sebanyak 4.346, tamatan SLTP

sebanyak 3.352, tamatan SD sebanyak 3.046, tidak tamat SD sebanyak 567, belum tamat SD

sebanyak 2.023, tidak sekolah sebanyak 747.

3.1.4 Jumlah penduduk berdasarkan agama

Kelurahan Mangunsari yang terdiri dari 8 RW ini memiliki penduduk Islam sebanyak 11.371,

Kristen Katholik sebanyak 1.614, Kristen Protestan sebanyak 3.274, Budha sebanyak 20,

hindu sebanyak 4 orang.

3.1.5 Institusi pendidikan

Terdapat 7 SD Negeri, 1 SD Swasta, 1 Madrasah Ibtidaiyyah, 2 SMP, 3 SMA, 1 SMK, 1

sekolah Internasional, 2 SMEA, 1 Universitas, 1 Pondok Pesantren, dan 1 SJTKI.

3.1.6 Tempat Ibadah

Terdapat 17 Masjid dan 6 Gereja

3.2 Hasil wawancara

3.2.1 Boidata Suwito

Nama Lengkap : Suwito

Umur : 31 Tahun

Pekerjaan : Pengamen

Alamat : RT 07 RW 07 Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti

Salatiga

Pendidikan terakhir : SMA Kristen Salatiga

Page 7: penelitian kriminologi

Istri : Priyani

Anak : 2 Orang

3.2.2 Kondisi Masyarakat RT 07 RW 07

Menurut penuturan Bapak Nur Cahyo selaku ketua RT 07 RW 07

menyebutkan bahwa pada umumnya RT tersebut dalam keadaan aman dan

tentram tanpa adanya permasalahan yang berarti, terutama dalam kerukunan

umat beragama. Meskipun jumlah penduduk Islam disini hampir sebanding

dengan penduduk Kristen(Islam sebanyak 125 dan Kristen sebanyak 75

warga) ini terdapat kebiasaan yang unik, yaitu adanya perayaan tahun baru

Muharram yang dilaksanakan bersama-sama dengan umat Kristen. Di RT ini

terdapat 1 buah Gereja dan satu buah mushola yang terletak hampir

berdekatan. Setiap malam jumat terdapat kegiatan Tahlilan dan yasinan untuk

warga muslim, dan setiap minggu terdapat kegiatan agama bagi warga Kristen.

Dari segi perekonomian warga RT ini masuk dalam golongan

menengah ke bawah, rumah-rumah di desa ini sangat sederhana dengan

tingkat kepadatan yang tinggi, tingkat pendidikan warga di RT ini mayoritas

adalah SMA disusul SD lalu Sarjana. Ketika ditanya tentang hal-hal yang

berhubungan dengan Bapak Suwito Ketua RT enggan untuk menyampaikan

penjelasan dikarenakan termasuk hak privasi keluarganya, terjadinya maslah

minuman keras menurut Ketua RT tersebut juga merupakan urusan pribadi

Bapak Suwito. Beliau hanya menuturkan bahwa bapak Suwito kurang aktif

dalam kegiatan RT, saat ditanya tentang watak/karakter anggota keluarga

bapak Suwito Ketua RT tersebut juga tidak dapat memberikan jawaban

dikarenakan kurang mengenal mereka.

3.2.3 Hasil wawancara dengan Keluarga Bapak Suwito

Bapak Suwito tinggal dirumah mertuanya yang berada di RT 07 RW

07. Rumah keluarga tersebut tergolong sangat sederhana bahkan tidak

memenuhi standar rumah keluarga, dengan hanya berdinding bambu dan

sedikit tembok pada bagian depan rumah. Lantai rumah pada bagian ruang

tamu sudah diplester sedangkan pada bagian belakang masih berupa tanah.

Rumah kecil tersebut dihuni oleh empat orang. Namun walaupun demikian

keluarga bapak Suwito merupakan keluarga yang sangat ramah.

Menurut penuturan istri dari Bapak Suwito(Ibu Priyani) Bapak Suwito

telah memiliki kebiasaan buruk sejak masa SMA, hal ini sangat dipengaruhi

Page 8: penelitian kriminologi

oleh teman-teman SMA nya, Sejak kecil Bapak Suwito merupakan korban

perceraian dan hanya ikut dengan Bapak dan kakanya, walaupun berasal dari

keluarga yang baik-baik akan tetapi Bapak Suwito sejak remaja telah memiliki

kebiasaan-kebiasaan buruk sering mencuri, merokok sejak usia dini dan lain

lainya. Pihak keluarganya pun telah berusaha menasehatinnya tapi pengaruh

buruk teman-teman Bapak Suwito lebih kuat. Kondisi Bapak Suwito semakin

buruk ketika Ibunya meninggal, Bapak Suwito mulai memiliki kebiasaan

buruk untuk minum-minuman keras, hal ini sangat dipengaruhi oleh teman-

teman remajanya. Sejak memiliki hobi minuman keras ini bapak Suwito mulai

memikirkan untuk bekerja demi menyalurkan hobinya tersebut dan Bapak

Suwito memilih untuk menjadi pengamen, hal ini banyak didorong oleh

keinginan teman-temanya yang banyak berada di jalanan baik sebagai preman

maupun pengamen. Setelah menikah bapak Suwito tinggal di rumah Keluarga

istrinya, meskipun telah menikah kebiasaan-kebiasaan buruk bapak Suwito

tidak berubah bahkan semakin menjadi jadi, mabuk menjadi kegiatan rutin

dari bapak Suwito. Keluarga istri pun telah menasehati tapi tetap tidak

dihiraukan sehingga pada akhirnya terjadilah tragedi minuman oplosan

tersebut. Pada awalnya tidak ada ketakutan sama sekali dari keluarga akan

terjadinya kematian akibat minuman keras oplosan. Hal ini dikarenakan bapak

Suwito telah sering melakukanya dan tidak ada bahaya sama sekali. Bahkan

pada siang hari kejadian Bapak Suwito masih meminum miras oplosan dan

tidak terjadi apapun dan pada malam harinya Bapak Suwito membeli

minuman oplosan itu kembali dan terjadilah kejadian tersebut. Pada awalnya

Bapak Suwito hanya mengalami gangguan mata dan pendengaran akan tetapi

setelah tiga hari bapak Suwito mengalami kebutaan dan karena itulah dia dia

dibawa ke Rumah Sakit Paru dan meninggal disana. Setelah Bapak Suwito

meninggal keluarganya pun melaporkanya kepada kepolisian dan baru setelah

ada laporan tersebut polisi menindak lanjuti dengan menangkap Produsen

minuman keras oplosan tersebut. Setelah Bapak Suwito meninggal terdapat isu

adanya kompensasi sebesar Rp.3000.000,- dari pemerintah akan tetapi sampai

saat ini hal tersebut belum terwujud.

Menurut Ibu mertua bapak Suwito adalah orang yang keras kepala,

emosional dan tertutup, bahkan dia tidak dapat bergaul dengan masyarakat

Page 9: penelitian kriminologi

sekitar dan lebih memilih untuk bergaul bersama teman-teman jalananya.

Bapak Suwito dikenal tidak suka mengikuti kegiataan keagamaan di RT nya

dan lebih suka menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal yang

negative. Secara tingkat religiusitas Bapak Suwito tergolong sangat rendah,

dia sangat jarang melaksanakan sholat lima waktu terlebih puasa Ramadhan

dan ibadah-ibadah wajib lainya. Menurut penuturanya bapak Suwito sering

meminum-minuman keras terutama ketika dia mengalami masalah dalam hal

ekonomi.

3.2.4 Biodata Bapak Jerry

Nama : Paul Jerry Novianto

Umur : 30 tahun

Agama : Kristen

Pekerjaan : Pengamen

Alamat : Ngawen, RT 08/RW 06, Kelurahan Mangunsari, Kota Salatiga

Anak : 1

3.2.5 Kondisi RT 08/RW06

Bapak Jerry bertempat tinggal di RT 08/RW 06 , secara umum RT

tersebut berada dalam keadaan aman. Menurut salah satu tokoh masyarakat di

RT ini mayoritas penduduknya beragama Kristen. Akan tetapi walaupun

dalam keadaan aman RT ini banyak penduduk yang memiliki hobi meminum

minuman keras, dan para penduduk lain yang tidak minum minuman keraspun

merasa tidak terganggu karena menggangap hal tersebut bukan merupakan

suatu pelanggaran karena sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat RT

tersebut. Keadaan demikian tentu sangat menunjang pelaku minuman keras

tersebut, karena mereka tidak terusik dalam menyalurkan kegemaranya. Saat

ditanya tentang kondisi Bapak Jerry mereka juga menggangap bahwa itu

adalah resiko dari bapak Jerry sendiri dan bukan urusan mereka.

3.2.5 Hasil Wawancara dengan Keluarga Bapak Jerry

Paul Jerry Novianto, biasa dipanggil Jerry oleh lingkungan sekitar.

Dikenal sebagai sosok yang pendiam dan jarang bersosialisasi di masyarakat.

Kesehariaannya dia mengamen di perempatan-perempatan lampu merah yang

Page 10: penelitian kriminologi

ada di Salatiga. Dia mengamen sudah sejak SMA. Selain mengamen, dia

sering nongkrong di gereja, tapi tujuannya latihan musik bersama teman-

temannya, karena latar belakang keluarganya pecinta seni.

Meskipun demikian dalam hal ekonomi bapak Jerry masih tergolong

sebagai penduduk miskin, dan karena himpitan ekonomi tersebutlah dia

memutuskan untuk mengamen

Sebagai umat Kristiani, Jerry tidak begitu taat terhadap agama yang

dianutnya, beribadah di gerejapun jarang. Kalau di agama Islam dikenal ada

sebutan Islam KTP, Jerry termasuk yang demikian. Jerry memiliki seorang

istri bernama Asih dan seorang anak bernama Yogi. Terhadap keluarganya,

dia dikenal sebagai kepala keluarga dan ayah yang penyayang. Menurut

keluarganya Jerry semakin sering minum-minuman keras jika terjadi

permasalahan dalam keluarganya terutama dalam hal ekonomi.

Jerry mulai mengenal minum-minuman keras sejak SMA, dan menjadi

pecandu sampai akhir hayatnya. Disamping pengaruh lingkungan, ayahnya

sendiri juga sering minum-minuman keras. Kejadian tragis yang menimpa

Jerry hingga harus merenggut nyawanya, bermula ketika malam-malam dia

dan teman-temannya nongkrong sambil minum-minum di sekitar taman sari

tepatnya....sampai pagi. Kemudian pagi itu dia pulang ke rumah langsung

tidur, siangnya ketika bangun baru terasa pusing-pusing dan batuk, keluarga

membawanya ke rumah sakit Puri Asih Salatiga dan sempat dirawat sehari

hingga akhirnya dia meninggal dunia pada Minggu sore pukul 17.45.

Page 11: penelitian kriminologi

BAB III

ANALISIS

3.1 Tinjauan umum perkembangan ilmu Kriminologi

Tindakan kriminal merupakan suatu bentuk penyimpangan di dalam

masyarakat, oleh karena itu tindakan kriminal ini seharusnya menimbulkan

menimbulkan respon dari masyarakat. Menurut Bemmelen yang disebut tindakan

kriminal atau kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian,

ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan,

dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan pidana kepada

penjahat. Sedangkan menurut Paul Medikdo kejahatan adalah perbuatan pelanggaran

norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan

yang merugikan dan menjengkelkan, sehingga tak boleh dibiarkan.

Dari beberapa teori pengertian tindakan criminal tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa suatu kejahatan pasti menimbulkan kerugian di masyarakat, oleh

karena itu masyarakat meresponnya melalui lembaga Negara.

Akan tetapi hal ini tidak lagi berlaku demikian pada masyarakat-masyarakat

yang individualis dengan mobilitas yang tinggi. Kontrol social di masyarakat macam

ini sangat kurang sehingga walaupun beberapa jenis macam kejahatan itu merugikan

mereka, toh mereka merasa tidak dirugikan karena mereka merasa bahwa hal tersebut

bukanlah urusan mereka dan merupakan urusan pribadi pelaku kejahatan tersebut.

Masyarakat seperti ini banyak di jumpai di daerah-daerah kota yang sudah

terpengaruh dengan arus kapitalisasi yang kuat. Minuman keras, judi dan prositusi

misalnya masyarakat-masyarakat sekarang cenderung permisif akan tindakan criminal

yang diatur dalam hokum pidana bahkan juga pada hukum Agama.

Untuk memahami bentuk masyarakat dan tindakan criminal yang semakin

kompleks tersebutlah diperlukan ilmu-ilmu atau teori-teori kriminologi yang baru

yang dapat menjelaskan fenomena diatas.

Menurut Bonger terdapat beberapa macam ilmu kriminologi yang sesuai dengan

perkembangan manusia yaitu sebagai berikut:

• Antropologi Kriminil

Yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (Somatis).

• Sosiologi Kriminil

Page 12: penelitian kriminologi

Yaitu Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

• Psikologi Kriminil

Yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

• Psikopatologi dan Neuropatologi

Yaitu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.

• Penologi

ilmu tentang tumbuh berkembangnya hukuman.

Teori-teori sosiologi sendiri mengalami beberapa pembagian yaitu:

• Macro Theory (teori yang menjelaskan kejahatan dari struktur sosial dan dampaknya)

• Micro Theory (teori yang menjelaskan mengapa seseorang melakukan kejahatan)

• Bridging Theory (teori yang menjelaskan kejahatan dari keduanya)

Klasifikasi Teori- teori Kriminologi

Secara garis besar teori-teori kriminologi dikategorikan dalam 3 perspektif:

1. Kejahatan dari faktor biologis dan psychologis

2. Kejahatan dari faktor sosiologis

3. Kejahatan dari faktor lainnya

3.2 Minuman keras dan tindakan kriminal

Penggunaan minuman keras jelas-jelas telah di larang dalam hukum pidana terlebih

dalam hukum agama. Dalam hal ini hukum pidana memberi batasan kadar membahayakan

dari minuman keras tersebut oleh karena itu hanya beberapa produsen terntentu saja yang

sudah memenuhi standar kesehatan yang mampu memproduksi minuman tersebut. Dalam

buku III tentang pelanggran hukum pidana secara kurang tegas melarang minuman keras baik

dari segi pelaku ataupun produsen pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 536.

(1) (s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa berada dijalan umum dalam keadaan

mabuk, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima

rupiah.

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama atau yang

diterangkan dalam pasal 492, maka pidana denda dapat diganti dengan pidana

kurungan paling lama tiga hari.

(3) Bila terjadi pengulangan kedua dalam satu tahun setelah pemidanaan pertama

berakhir dan menjadi tetap, maka dikenakan pidana kurungan paling lama dua

Page 13: penelitian kriminologi

minggu.

(4) Pada pengulangan ketiga atau lebih dalam satu tahun, setelah pemidanaan yang

kemudian karena pengulangan kedua atau lebih menjadi tetap, dikenakan pidana

kurungan paling lama tiga bulan. (KUHP 45, 300, 492.)

Pasal 537.

(s.d. u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa menjual atau memberikan minuman

keras atau arak di luar kantin tentara kepada anggota Angkatan Bersenjata di bawah

pangkat letnan atau kepada istri, anak atau pelayannya, diancam dengan pidana kurungan

paling lama tiga minggu atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah.

(KUHP 300, 538.)

Pasal 538.

(s.d.u. dg. UU No. 18/prp/1960.) Penjual minuman keras atau wakilnya yang pada waktu

menjalankan pekerjaannya itu memberikan atau menjual minuman keras atau arak

kepada seorang anak di bawah umur enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan

paling lama tiga minggu atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah.

(KUHP 300, 537.)

Pasal 539.

(s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa menyediakan secara cuma-cuma

minuman keras atau arak atau menjanjikan sebagai hadiah pada waktu diadakan pesta

keramaian untuk umum atau pertunjukan rakyat atau pada waktu diselenggarakan pawai

untuk umum, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua belas hari atau pidana

denda paling tinggi tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

Oleh karena masih terdapat celah-celah dalam undang-undang ini yang dapat digunakan

para pelaku dan produsen dalam peredaran minuman keras maka hukum pidana ini dilengkapi

lagi dengan undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika dan UU No. 22 tahun

1997 tentang narkotika, dalam hal ini minuman keras oplosan jelas-jelas telah melanggar

ketentuan tersebut dan seharusnya pemerintah lebih tanggap dengan adanya peredaran

minuman keras ini.

Akan tetapi tindak kejahatan harus dilihat dari beberapa sisi bukan hanya sisi

ketersediaan minuman keras tersebut yang menarik pelaku untuk melakukan kejahatan tapi

juga sisi psikologis, social, pendidikan dan religiusitas seperti teori yang dituturkan diatas,

Page 14: penelitian kriminologi

dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan terdapat beberapa variasi penyebab pelaku

dan korban minuman keras melakukan tindakan kriminal tersebut. Hal tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Faktor ekonomi

Dari hasil wawancara yang ada memperlihatkan bahwa faktor ekonomi

menempati posisi yang penting dalam proses pelaku meminum-minuman keras.

Dengan tidak memiliki pekerjaan dan hanya menggantungkan hidup sebagai seorang

pengamen pelaku menjadi rentan untuk meminum minuman keras. Para pelaku

melakukanya terutama untuk menghilangkan problem-problem kehidupan yang

mereka alami terutama dalam masalah materi yang selalu menghimpit keluarga

mereka. Selain itu minuman keras oplosan dengan harga yang murah merupakan

pendorong mereka untuk memilih jenis minuman keras ini dibanding minuman keras

lainya, dan dengan adanya minuman keras oplosan ini mereka masih dapat

menyalurkan kegemaran mereka untuk meminum minuman keras yang memang

sudah mereka miliki sejak lama.

2. Faktor pergaulan

Dari proses wawancara tersebut dapat dilihat betapa besar pengaruh dari

pergaulan para pelaku dalam membawa pelaku untuk melakukan tindakan kriminal

berupa minum-minuman keras. Hal ini dapat difahami dikarenakan seorang teman

tentu dapat dengan mudah mempengaruhi teman yang lain, baik dalam masalah yang

positif terlebih yang negative. Seseorang dalam kelompok tertentu akan diakui

statusnya jika memiliki kebiasaan seperti kelompok tersebut misalnya dalam

kelompok peminum maka seseorang akan dianggap statusnya sebagai anggota

kelompok jika melakukan kebiasaan tersebut. Bahkan peminum yang memiliki

kekuatan lebih dengan tidak mudah mabuk akan memiliki kebanggaan tersendiri.

Selain itu seorang peminum yang ingin insaf dengan berhenti meminum-minuman

keras tersebut tentunya akan mendapat sanksi dari kelompok peminum tadi baik

berupa pengucilan ataupun hal lainya. Dalam suatu kelompok tersebut biasanya ada

sistem traktiran, anggota yang tidak mampu membeli minuman keras akan dibelikan

anggota lainya, selain itu ada juga sistem iuran dengan mengumpulkan uang dari para

anggota sepergaulan dan digunakan untuk mabuk bersama. Hal-hal seperti inilah yang

menyebabkan ikatan antara pergaulan mereka semakin kuat dan semakin kecil

kemungkinan untuk berhenti.

Page 15: penelitian kriminologi

Ikatan pergaulan mereka tidak hanya sebatas ikatan pertemanan saja akan

tetapi lebih dari itu, mereka memiliki ikatan psikologis dengan memiliki keinginan,

tujuan, dan cara-cara berfikir yang sama. Selain itu jika pelaku sudah memiliki ikatan

pergaulan dengan suatu kelompok maka dia cenderung untuk menutup diri pada

kelompok lain yang tidak sefaham seperti kelompok masyarakat, kelompok remaja

masjid dan lainya.

3. Faktor Lingkungan

Lingkungan sekitar para pelaku terutama pada kasus Bapak Suwito juga

mempengaruhi pelaku untuk melakukan tindakan minum-minuman keras tersebut

meski secara tidak langsung. Walaupun lingkungan para peminum tersebut tergolong

lingkungan yang baik dengan terjaminya keamanan dan kehidupan keagamaan yang

harmonis akan tetapi tindakan anggota masyarakat yang acuh tak acuh akan kondisi

para pelaku memberikan kesan permisif pada tindakan pelaku tersebut. Dalam suatu

masyarakat yang masih mempunyai kontrol sosial yang kuat jika terdapat anggota

yang melakukan tindakan kriminal maka masyarakat tersebut akan peduli dengan

memberikan sanksi yang tegas, tentunya keluarga dari pelaku dan pelaku sendiri akan

mengalami tekanan psikologis dari sanksi dari masyarakat tersebut. Akan tetapi

masyarakat yang ada pada para pelaku adalah masyarakat yang kontrol sosialnya

sudah mulai pudar sampai-sampai satu anggota masyarakat tidak mengetahui karakter

anggota masyarakat lain walaupun rumah mereka sangat berdekatan.

Hal ini dapat difahami melihat kondisi lingkungan pelaku yang tergolong

dalam masyarakat urban, menurut Durkhem jika sebuah masyarakat sederhana

berkembang menjadi suatu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan

(intimacy) yang dibutuhkan untuk melanjutkan satu set norma-norma umum (a

common set of rules) akan merosot. Kelompok-kelompok menjadi terpisah-pisah dan

dalam ketiadaan satu set aturan-aturan umum, tindakan-tindakan serta harapan-

harapan orang di satu sector mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan

orang lain. Dengan tidak dapat diperidiksinya perilaku, sistem tersebut secara

bertahap akan runtuh, dan masyarakat itu berada dalam kondisi anomie.

Sedangkan untuk kasus Bapak Jerry dapat dijelaskan dengan teori Natural

Urban Areas dari Robert Park dan Ernest Burgess yang meneliti tentang karakteristik

daerah tempat kediaman para penjahat untuk menjelaskan tingginya angka kejahatan,

kota menurut Burgess dibagi menjadi beberapa zona yaitu :

Page 16: penelitian kriminologi

Zona 1, berada tepat di pusat, disebut the loop (lingkaran/pusat) karena distrik

pusat bisnis di down town ini dipisahkan oleh suatu lingkaran sistem. Area ini dihuni

oleh kantor-kantor komersial, kantor-kantor hokum, pusat retail, dan beberapa pusat

rekreasi komersial.

Zona 2 adalah zona transisi. Orang-orang miskin kota, tidak berpendidikan

serta tidak beruntung hidup di zona ini, di rumah-rumah petak yang reot di dekat

pabrik-pabrik tua. Karena terdesak oleh distrik bisnis, membawa perpindahan

penghuni secara konstan, pola pola social di zona ini melemahkan ikatan-ikatan

keluarga yang mengikat bersama para penduduk dan mengakibatkan disorganisasi

social. Disorganisasi inilah yang menurut Burgess dan Park diyakini menjadi sumber

dari macam-macam patologi termasuk kejahatan.

Zona 3 dihuni oleh kelas pekerja yaitu orang-orang yang dengan pekerjaanya

berkemungkinan untuk menikmati kemudahan yang ditawarkan kota mereka.

4. Faktor keturunan/keluarga

Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa kedua pelaku berasal dari

keluarga yang bermasalah meskipun permasalahan mereka cenderung berbeda. Bapak

Suwito misalnya, sejak kecil dia merupakan korban dari broken home, kedua orang

tuanya bercerai. Ayah Suwito menetap di Mangunsari dan Ibunya menetap di Jakarta.

Perceraian dalam keluarganya tentunya memberikan dampak negative yang besar

kepada anak-anak. Hal ini dikarenakan seorang anak membutuhkan perhatian yang

lebih dari kedua orang tuanya dan anak korban perceraian akan kekurangan perhatian

sehingga mereka akan mencari tempat-tempat lain/pergaulan lain untuk mengalihkan

kehausan mereka aklan perhatian orang tua. Pada saat inilah seorang anak sangat

rentan untuk jatuh dalam pergaulan yang salah. Dampak seperti ini akan sangat

mempengaruhi psikologis pelaku sejak kecil sampai dewasa. Mereka cenderung

mencari pemuas lain untuk melampiaskan keinginan mereka yang tidak terpenuhi dan

pilihan mereka jatuh kepada minuman keras.

Psikolog John Bowlby mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi

(kasih sayang) sejak lahir dan konsekuensi jika tidak mendapat hal itu. Dia

mengajukan theory of attachment(teori kasih sayang) yang terdiri atas tujuh hal

penting yaitu :

a. Specifity (kasih sayang yang bersifat selektif)

b. Duration (kasih sayang yang berlangsung lama dan bertahan)

c. Engagement of emotion (melibatkan emosi)

Page 17: penelitian kriminologi

d. Ontogeny (rangkaian perkembangan, anak membentuk kasih sayang pada satu

figure utama)

e. Learning (kasih sayang hasil interaksi yang mendasar)

f. Organization (kasih sayang mengikuti suatu organisasi perkembangan)

g. Biological function (perilaku kasih sayang memiliki fungsi biologis yaitu

survival). Menurut Bowlby, orang yang sudah biasa menjadi penjahat

umumnya memiliki ketidak mampuan membentuk ikatan-ikatan kasih sayang.

Para kriminolog juga menguji pengaruh ketidakhadiran seorang ibu, baik

karena kematian, perceraian atau ditinggalkan. Studi terhadap 201 orang yang

dilakukan oleh Joan Mc Cord menyimpulkan bahwa variable kasih sayang

serta pengawasan ibu yang kurang cukup, konflik orang tua, kurangnya

percaya diri sang ibu, kekerasan ayah secara signifikan mempunyai hubungan

terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap orang atau harta

kekayaan(Santoso, 2002:54)

Sedangkan Jerry mendapatkan kebiasaan minum minuman keras selain dari

teman pergaulan juga didorong oleh faktor keturunan yang teramat kuat, hal ini dapat

terlihat dengan kondisi Bapak dari Jerry yang juga seorang peminum. Memang dalam

agama Kristen ada golongan-golongan tertentu yang memperbolehkan meminum

minuman keras, tapi kebolehan ini hanya pada waktu-waktu tertentu dan tidak boleh

melampaui batas.

Kondisi Orang tua Jerry yang juga merupakan pecandu minuman keras

tentunya memberikan semacam izin dari Jerry untuk juga meniru tindakanya tersebut

dan dari perilaku orang tuanya jugalah Jerry sejak kecil mendapatkan alasan

pembenar baginya. Dengan keadaan Jerry yang sejak kecil telah sering melihat

ayahnya meminum minuman keras Jerry kecil sudah terdidik untuk memahami bahwa

minum-minuman keras bukan merupakan suatu bentuk penyimpangan yang diancam

oleh hukum pidana dan Agama.

Menurut Dugdale, kriminalitas merupakan sifat bawaan yang diwariskan

melalui gen-gen. dalam bukunya Dugdale (dan penganut teori lain) menelusuri

riwayat atau sejarah keluarga melalui beberapa generasi. Dugdale sendiri mempelajari

kehidupan lebih dari seribu anggota satu keluarga yang disebutnya Jukes.

Ketertarikanya pada keluarga itu dimulai saat dia menemukan enam orang yang saling

berhubungan di suatu penjara di New York. Mengikuti satu cabang keluaraga itu,

keturunan dari Jukes, yang dia sebut sebagai mother Criminal, Dugdle mendapati

Page 18: penelitian kriminologi

diantara seribuan anggota keluarga itu 280 fakir miskin, 60 pencuri, 7 orang

pembunuh, 40 orang penjahat lain, 40 orang penderita penyakit kelaimin, dan 50

orang pelacur (Santoso, 2002:52).

Selain itu keluarga sendiri merupakan tempat pertama bagi seorang anak

untuk menimba ilmu, oleh karena itu jika kondisi keluarga sudah bermasalah maka

kemungkinan seorang anak untuk tumbuh secara normal pun kecil. Kriminalitas

dilihat dari factor genetis menurut Adopsi studies mengklasifikasikan beberapa

pembagian kemungkinan seseorang melakukan tindakan kriminal sebagai berikut :

- Orang tua angkat dan kandung tidak melakukan kejahatan, prosentasenya 13,5%

- Orang tua angkat kriminal, orang tua kandung tidak , 14,7%

- Orang tua angkat tidak, orang tua kandung kriminal, 20%

- Dua-duanya kriminal, 24,5%

5. Faktor Psikologis

Dari data hasil wawancara dapat dilihat bahwa para pelaku adalah seseorang

yang keras kepala dan cenderung penutup. Mereka cenderung menutup diri akan hal-

hal yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini dapat terlihat dengan

tindakan mereka yang cenderung menjauh dari kegiatan masyarakat yang berbau

positif seperti kerja bakti, kegiatan keagamaan rapat RT serta hal lainya.

Akan tetapi kondisi psikologis seperti ini tentunya dibangun dari factor lain

seperti pergaulan dan keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sigmund Freud

bahwa Kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu

conscience (hati nurai) yang baik, dia begitu menguasai sehingga menimbulkan

perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-

dorongan individu dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.

- Tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat

perkembangan masa kanak-kanak mereka,

- Tingkah laku dan motif bawah sadar adalah jalin menjalin, dan interaksi itu mesti

diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan.

- Kejahatan pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis.

6. Faktor Spritualitas

Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa kedua pelaku tersebut memiliki

tingkat spiritualitas yang rendah. Hal ini terlihat dengan keadaan pelaku yang jarang

mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, sering tidak sholat, bahkan melanggar

Page 19: penelitian kriminologi

hukum agama. Agama sendiri tentu akan mengharamkan adanya tindakan kriminal

dan inilah yang tidak difahami oleh kedua pelaku tersebut. Meskipun mereka tahu

bahwa tindakan mereka dilarang oleh agama tapi mereka mencari alasan pembenar

bagi tindakan mereka. Alasan-alasan pembenar inilah yang membuat tingkat

spiritualitas mereka semakin rendah.

7. Faktor penegakan hukum

Salah satu penyebab timbulnya korban minuman keras oplosan adalah

lemahnya penegakan hukum terutama dalam hal ini yang disoroti adalah pemerintah

Kota Salatiga, pemerintah dirasa kurang tanggap bahkan kurang jeli dalam melihat

kejahatan di Kota Salatiga. Entah mungkin ada unsur politis ataupun hal lainya,

seperti halnya tempat-tempat prostitusi di beberapa daerah yang seolah-oleh

mendapatkan legitimasi dari pemerintah begitu juga peredaran minuman keras di

Salatiga. Tanggapan pemerintah yang kurang responsive ini membuat pelaku merasa

aman dan tidak mendapatkan sanksi pidana jika melakukan pesta miras dengan alasan

polisi tidak akan tahu jika mereka melakukan pesta miras.

Kejahatan dalam hukum pidana memang pada umumnya berupa delik aduan,

akan tetapi walaupun begitu aparatur penegak hukum juga harus aktif dalam mencari

celah-celah dimana seseorang dapat melakukan pelanggaran hukum. Hal ini dapat

dilakukan dengan rajin mengadakan operasi-operasi kriminal. Bukan hanya operasi

lalu lintas saja yang digalakkan tapi juga operasi perjudian, pelacuran dan minuman

keras tersebut.

Page 20: penelitian kriminologi

BAB IV

PENUTUP

Tindakan kriminal berbentuk minum-minuman keras bukan lagi hal yang tabu pada

zaman sekarang ini. Dengan bertambahnya problem-problem kehidupan, seseorang

cenderung untuk mencari tempat pelarian dan salah satu pilihan mereka jatuh kepada

minuman keras. Mereka sendiri memiliki alasan-alasan pembenar bagi tindakan yang

mereka lakukan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh jawaban dari rumusan

masalah yang tertulis di bab I yaitu :

1. Ada beberapa factor yang menyebabkan seseorang meminum-minuman keras

yaitu factor ekonomi, pergaulan, lingkungan, keluarga/keturunan, psikologis,

spiritualitas dan penegakan hukum.

2. Diantara factor-faktor tersebut paling dominan adalah factor pergaulan pelaku.

Hal ini dapat dilihat dari kesamaan proses para pelaku mulai bergantung pada

minuman keras.

3. Reaksi masyarakat adalah cenderung mendiamkan sehingga memberikan kesan

permisif akan terjadinya fenomena minuman keras tersebut, bahkan satu

masyarakat yang didiami oleh Jerry menggangap minuman keras tersebut bukan

merupakan suatu penyimpangan dan mereka ikut melestarikan kebiasaan tersebut.

Oleh karena itu hal yang lebih membahayakan pada zaman sekarang ini yaitu

runtuhnya kontrol social yang diakibatkan karena individualisme masyarakat yang semakin

tinggi ditambah dengan pola hidup pragmatis, mereka cenderung tidak peduli atas apa yang

terjadi dengan anggota masyarakat lain bahkan mereka cenderung permisif atas tindakan

kriminal anggota masyarakatnya dengan catatan tidak mergikan diri mereka karena tindakan

kriminal tersebut merupakan urusan pribadi pelaku.

Sedangkan untuk pemerintah sendiri diharapkan untuk tidak setengah-setengah dalam

melakukan penegakan hukum. Hukum harus dibebaskan dari unsure apapun apalagi

terhadap unsure politis. Terutama hal ini ditujukan kepada kepolisian Salatiga yang

diahrapkan tidak hanya bertugas menjaga keamanan kota Salatiga saja akan tetapi juga ikut

dalam pemberdayaan manusia di Salatiga agar tidak hanya religius secara simbol saja akan

tetapi juga religius dalam realitanya.