teori kriminologi dari segi sosiologi

25
TEORI KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI OLEH: Abdi Saputra Dwi Hikmawati Ferdi Saputra Indrayani Khoiriah Safitri Yuyun Sriwahyuni PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Transcript of teori kriminologi dari segi sosiologi

Page 1: teori kriminologi dari segi sosiologi

TEORI KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI

OLEH:

Abdi Saputra

Dwi Hikmawati

Ferdi Saputra

Indrayani

Khoiriah Safitri

Yuyun Sriwahyuni

PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANJURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Page 2: teori kriminologi dari segi sosiologi

1. Biografi Émile Durkheim

David Émile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu

pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa

pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial,

L'Année Sociologique pada 1896.

Durkheim dilahirkan di Épinal Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi

Prancis yang saleh, ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular

malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan

berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya

membentuk sosiologinya, banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan

seringkali masih berhubungan darah dengannya.

Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada

1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman

sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam

kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges, seorang

Page 3: teori kriminologi dari segi sosiologi

pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karya-

karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah

terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik

lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat

itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua

terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation syarat untuk posisi mengajar

dalam pengajaran umum dalam ilmu filsafat pada 1882.

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam

Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang

sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik dan sangat nasionalistik sebagai jalan

satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa.

Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu

situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat

sikapnya sebagai seorang aktivis.

Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan

akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di

Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru

yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di

Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan

studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi

moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik.

Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian Kerja

dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan

perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode Sosiologis”, sebuah

manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun

mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia

menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-

tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang

digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan

Page 4: teori kriminologi dari segi sosiologi

akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan contoh

tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.

Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di

Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis

adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini

memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar, kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh

mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan

pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia

secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan

sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk

Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.

Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim. Pandangan kiri

Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis, ia mengusahakan bentuk kehidupan Prancis

yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari

yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya. Sementara

Durkheim giat mendukung negarainya dalam perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada

semangat nasionalis yang sederhana (ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia

sasaran yang wajar dari golongan kanan Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi,

generasi mahasiswa yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari

mereka yang tewas ketika Prancis bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki

Durkheim sendiri tewas dalam perang. Sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh

Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga

akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan meninggal pada 1917.

2. Latar Belakang Teori Anomie

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan

integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan

dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan

masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama

terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang

Page 5: teori kriminologi dari segi sosiologi

pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan

mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan

keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh

bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian

bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme

metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang

diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak

terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan

yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu

yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya

daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti

bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan

perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat

tradisional dan masyarakat modern. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan

Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme

hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip

dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil

menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan

sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-

masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap

orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya.

Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup

kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks

menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan

dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya,

karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam

Page 6: teori kriminologi dari segi sosiologi

masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-

sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam

masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan

orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian,

dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit

ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang

berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi

dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas

mekanis hukum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku

menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang

dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan

kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat

restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas

normal dari suatu masyarakat yang kompleks.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja

menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak

pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial

yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie

muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang

diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di

antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih

tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut

Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok

mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal

tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah

menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak

terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara

Page 7: teori kriminologi dari segi sosiologi

tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi

masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang

normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah

mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis

yang klasik.

Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya,

non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama"

(1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua

karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk

pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat

'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim

Ada empat jenis bunuh diri akibat dari tipe anomik ini, antara lain:

- Pertama, anomi ekonomis akut (acute economic anomie) yakni kemerosotan secara

sporadis pada kemampuan lembaga-lembaga tradisional (seperti agama dan sistem-

sistem sosial pra-industrial) untuk meregulasikan dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhan sosial.

- Kedua, anomi ekonomis kronis (chronic economic anomie) adalah kemerosotan

regulasi moral yang berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama. Misalnya saja

Revolusi Industri yang menggerogoti aturan-aturan sosial tradisional. Tujuan-tujuan

untuk meraih kekayaan dan milik pribadi ternyata tidak cukup untuk menyediakan

perasaan bahagia. Saat itu angka bunuh diri lebih tinggi terjadi pada orang yang kaya

daripada orang-orang yang miskin.

- Ketiga, anomi domestik akut (acute domestic anomie) yang dapat dipahami sebagai

perubahan yang sedemikian mendadak pada tingkatan mikrososial yang berakibat

pada ketidakmampuan untuk melakukan adaptasi. Misalnya saja keadaan menjadi

janda (widowhood) merupakan contoh terbaik dari kondisi anomi semacam ini.

- Keempat adalah anomi domestik kronis (chronic domestic anomie) dapat dilihat pada

kasus pernikahan sebagai institusi atau lembaga yang mengatur keseimbangan antara

sarana dan kebutuhan seksual dan perilaku di antara kaum lelaki dan perempuan.

Page 8: teori kriminologi dari segi sosiologi

Seringkali yang terjadi adalah lembaga perkawinan secara tradisional sedemikian

mengekang kehidupan kalangan perempuan sehingga membatasi peluang-peluang

dan tujuan-tujuan hidup mereka

3. Teori Kejahatan dari Perspektif Sosiologi

A. Anomie: Emile Durkheim

Satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat pada bagian-

bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan

satu sama lain. Dengan kata lain, kita melihat kepada struktur dari suatu masyarakat guna

melihat bagaimana ia berfungsi. Jika msyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroperasi

secara lancar, susunan-susunan sosial berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai oleh

kepaduan. Namun jika bagian-bagian komponennya tertata dalam satu keadaan yang

membahayakan keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu disebut

dysfunctional (tidak berfungsi). Sebagai analogynya, jika kita melihat sebuah jam dengan

seluruh bagian-bagiannya sangat sinkron. Ia berfungsi dengan tepat. Ia menunjukkan

waktu dengan akurat. Namun jika satu pernya yang kecil itu rusak, keseluruhan

mekanisme tidak lagi berfungsi secara baik. Demikianlah perspektif structural

functionalist yang dikembangkan oleh Emile Durkheim sebelum akhir abad ke-19.

Menurutnya penjelasan tentang perbuatan manusia (dan terutama perbuatan salah

manusia) tidak terletak pada diri si individu, tetapi terletak pada kelompok dan organisasi

sosial. Dalam konteks inilah Durkheim memperkenalkan istilah anomie (hancurnya

keteraturan sosial sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai).

Durkheim meyakini bahwa jika sebuah masyarakat sederhana berkembang menuju

satu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan (intimacy) yang dibutuhkan

untuk melanjutkan satu set norma-norma umum ( a comman set of rules) akan merosot.

Kelompok-kelompok menjadi terpisa, dan dalam ketiadaan satu set aturan-aturan umum,

tindakan-tindakan dan harapan-harapan orang di satu sektor mungkin bertentangan

dengan tindakan dan harapan orang lain. Dengan tidak dapat diprediksinya perilaku,

Page 9: teori kriminologi dari segi sosiologi

sistem tersebut secara bertahap akan runtuh, dan masyarakat itu berada dalam kondisi

anomie.

Bunuh diri akibat anomi. Anomi atau normlessness adalah keadaan moral dimana

orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya. Nilai-

nilai yang biasa memotivasi dan mengarahkan perilakunya sudah tidak berpengaruh.

Adapun penyebab yang sering dijumpai yaitu musibah dalam bentuk apapun. Kehadiran

musibah menghantam cita-cita, tujuan dan norma hidupnya sehingga ia mengalami

kekosongan hidup. Hidup terasa tidak berharga. Pada kontek inilah, di Indonesia kasus

bunuh diri meningkat tajam sehingga orang rela bunuh diri dengan membakar diri,

gantung diri, minum racun dan sebagainya. Banyak orang kehilangan cita-cita, tujuan dan

norma dalam hidupnya.

Tidak sulit untuk mengerti mengapa dalam keadaan kejatuhan ekonomi tiba-tiba

menyebabkan angka bunuh diri meningkat, tapi mengapa orang juga jatuh dalam

keputusasaan seperti itu. Menurut Durkhiem faktor-faktor yang sama telah bekerja dalam

kedua situasi itu. Bukanlah jumlah uang yang ada yang menyebabkan hal itu, melainkan

sudden change (perubahan mendadak). Orang yang tiba-tiba mendapatka kekayaan lebih

banyak dari yang mereka pernah impikan memiliki kecenderungan meyakini bahwa tiada

satupun yang mustahil.

Durkheim mempercayai bahwa hasrat-hasrat manusia adalah tak terbatas, satu

“insatiable and bottomless abyss” (jurang yang tak pernah puas dan tak berdasar). Karena

alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia

sebagaimana ia mengatur makhluk lain seperti binatang-binatangg, menurut Durkheim

kita telah mengembangkan aturan-aturan sosial yang meletakkan suatu takaran yang

realistis diatas aspirasi-aspirasi kita. Aturan-aturan ini menyatu dengan kesadaran

individu dan membbuatnya menjadi merasa terpenuhi. Akan tetapi, dengan satu ledakan

kemakmuran yang tiba-tiba, harapan-harapan orang menjadi berubah. Manakala aturan-

aturan lama tidak lagi menentukan bagaimana ganjaran/penghargaan didistribusikan

kepada anggota-anggota masyarakat itu, maka di sana sudah tidak ada lagi pengekang

atau pengendali atas apa yang orang inginkan. Sekali lagi sitem itu menjadi runtuh.

Page 10: teori kriminologi dari segi sosiologi

B. Strain Theory: Robert K. Merton

Seperti halnya Durkheim, Robert Merton mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie.

Tetapi konsepsi Marton tentang Anomie agak berbeda dengan konsepsi anomie dari

Durkheim. Masalah sesunguhnya, menurut Marton, tidak diciptakan oleh sudden social

change (perubahan sosial yang cepat) tetapi oleh social structure (struktur sosial) yang

menawarkan tujuan-tujuan yang sama untuk semua anggotanya tanpa memberi sarana yang

merata untuk mencapainya. Kekurangpaduan antara apa yang diminta oleh budaya (yang

mendorong kesuksesan), dapat menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif

untuk membimbing tingkah laku. Marton meminjam istilah “anomie” dari Durkheim guna

menjelaskan keruntuhan sistem norma ini.

Menurut marton, di dalam masyarakat yang berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi

yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sangat sedikit angota kelas bawah

mencapainya. Teori anomie dari Marton menekankan pentingnya dua unsur penting di setiap

masyarakat, yaitu: cultural aspiration atau culture goals yang diyakini berharga untuk

diperjuangkan, dan institusionalised means atau accepted ways untuk mencapai tujuan itu.

Jika suatu masyarakat stabil, dua unsure ini akan terintegrasi, dengan kata lain sarana harus

ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan-tujuan yang berharga bagi mereka.

Berdasarkan perspektif di atas, struktur sosial merupakan akar dari masalah kejahatan

(karena itu kadang-kadang pendekatan ini disebut a structural explanation). Strain teori ini

berasumsi bahwa orang itu taat hukum, tetapi dibawah tekanan besar mereka akan melakukan

kejahatan; disparitas antara tujuan dan sarana inilah yang memberikan tekanan tadi.

Teori Merton menjelaskan kejahatan di Amerika Serikat, yaitu dengan terjadinya disparitas

yang luas dalam hal pendapatan di antara kelas-kelas masyarakat yang berbeda. Statistik

dengan jelas menunjukkan bahwa disparitas itu memang benar-benar ada. Keluarga-keluarga

Amerika yang tergolong termiskin kelima menerima kurang dari 5 persen dari seluruh

pendapatan di tahun 1985, sementara yang tergolong tertinggi kelima menerima 3,5 persen

dari seluruh pendapatan hampir sepuluh kali lipat. Income Amerika serikat pada tahun 1985

menunjukkan bahw median(angka tengah)dari income penduduk kulit putih adalah $24,700

sementara untuk penduduk black (kulit hitam), hispanik dan lain-lain adalah $17,700. Meski

Page 11: teori kriminologi dari segi sosiologi

demikian perlu diingat bahwa bukan hanya kekayaan atau income saja yang menentukan

posisi penduduk pada suatu tangga/jenjang social. Atribut lainnya dari kelas social adalah

pendidikan,prestis, kekuasaan atau bahkan bahasa.

Kesempatan untuk meningkat dalam jenjang sosial tadi memang ada, tetapi tidak tersebar

secara merata.seorang anak yang lahir dari sebuah keluarga miskin dan tidak berpendidikan,

misalnya hampir untuk memiliki peluang untuk meraih posisi bisnis atau professional

sebagaimana dimiliki anak yang lahir dari sebuah keluarga kaya dan berpendidikan.

Sekali lagi, semua orang dalam masyarakat memiliki tujuan-tujuan yang sama. Bisa

dibayangkan bahwa tujuan-tujuan itu dibentuk oleh miliyaran dollar iklan yang habiskan

setiap tahunnya untuk untuk menyebarkan pesan bahwa setiap orang dapat mengendarai

mobil sport yang mewah, berwisata ke Roma, Paris atau pulau Bali, memiliki rumah-rumah

indah di Gold Coast, dan sebagainya. Ringkasanya, dapat menikmati apapun yang mereka

inginkan.

Meski marton berpendapat bahwa kekurangan legitimate means bagi setiap orang untuk

mencapaikan tujuan-tujuan material dapat menciptakan masalah, dia juga berpendapat

tingginya angka penyimpangan tidak dapat semua mata dijelaskan atas dasar kekurangan

sarana-sarana tadi.

Amerika Serikat dalam pandangan Merton, merupakan suatu masyarakat yang “unusual”,

bukan semata-mata karena budaya telah menempatkan penekanan yang luar biasa pada

sukses secara ekonomi, tetapi juga karena tujuan itu juga universal sifatnya, ditawarkan

kepada setiap orang yang dapat mencapainya. Orang-orang miskin tidak diajarkan untuk

menerima saja apa yang tersedia bagi mereka diajarkan bahwa yang termiskin sekalipun

dapat mencapai posisi teratas.

Pertanyaannya, mengapa keinginkan untuk meningkatkan secara social tadi membawa

penyimpangan?masalhnya menurut Merton adalah struktur social yang membatasi akses

menuju tujuan melalui legitimate means. Anggota-anggota dari kelas bawah khususnya

terbebani sebab mereka memulai jauh dibelakang dalam lomba meraih sukses tersebut dan

mereka benar-benar haruslah orang yang sangat berbakat atau sangat beruntung untuk

mencapainya. Kesenjangan anatar apa yang diharapkan oleh budaya dan apa yang

dimungkinkan oleh struktur social menempatkan bagian terbesar populasi Amerika dalam

Page 12: teori kriminologi dari segi sosiologi

keadaan Strain/tekanan menimbulkan posisi menginginkan suatu tujuan yang tidak dapat

dicapai melalui sarana-sarana konvensional social. Menurut Merton.

Modes of Adaption

menurut Marton ada beberapa cara yang berbeda bagi anggota masyarakat untuk

memecahkan/mengatasi strain (ketegangan/tekkanan) yang dihasilkan dari

ketidakmampuan mencapai sukses. Untuk mengkonseptualisasi respon-respon yang bisa

terjadi tadi, Marton mengembangkan tipologi atau mode-mode adaptasi.

Marton menyadari bahwa kebanyakan orang, meskipun mereka memiliki sarana

yang terbatas tidak melakukan penyimpangan. Banyak orang tidak melakukan

penyimpangan, mereka menyesuaikan diri, melanjutkan mencapai tujuan budaya berupa

kesuksesan, dan percaya atas legitimasi sarana-sarana konvensional atau institutionalised

means dengan mana sukses akan dicapai. Ini merupakan mode adaptasi pertama yaitu

conformity

Marton menggambarkan empat metode adaptasi yang menyimpang. Kebanyakan

tingkah laku criminal, menurut Marton dapat dikatagorisasikan sebagai innovation,

karena adaptasi ini mencakup mereka yang tetap meyakini sukses yang dianggap

berharga namun beralih mengguanakn illegitimate means atau sarana-sarana yang tidak

sah jika mereka menemui dinding atau halangan terhadap sarana yang sah untuk

menemui sukses ekonomi tersebut.

Pada sisi yang berlawanan, orang-orang yang beradaptasi secara ritualism terlihat

menyesuaikan diri (conformity) dengan norma-norma yang mengatur institutionalized

means. Meski demikian, mereka meredakan ketegangan/tekanan mereka dengan

menurunkan skala aspirasi-aspirasi mereka sampai di titik yang mereka dapat capai

dengan mudah. Dibanding mengejar tujuan budaya tentang kesuksesan, mereka justru

berusaha menghindari resiko dan hidup dalam batas-batas rutinitas hidup sehari-hari.

Page 13: teori kriminologi dari segi sosiologi

Retreatism, pada sisi lain membuat respon yang lebih dramatis. Tertekan oleh

harapan-harapan sosial yang ditunjukkan oleh gaya hidup konvensional, mereka

melepaskan kesetiaan baik kepada cultural success goal maupun kepada legitimate

means. Mereka merupakan orang-orang yang “are in society but not it”. Mereka

melarikan diri dari syarat-syarat masyarakat dengan berbagai yang menyimpang,

misalnya alcoholism, drug addiction, psychosis, atau vagrancy

(penggelandangan/pengembara). Bunuh diri tentu saja merupakan penarikan diri paling

puncak.

Akhirnya, Marton menamai adaptasi terakhir dengan RebellionI yaitu adaptasi orang-

orang yang tidak hanya menolak tetapi juga berkeinginan untuk mengubah sistem yang

ada. Terasing dari tujuan yang berlaku dan ukuran-ukuran normatif, mereka mengajukan

penggantian dengan satu perangkat tujuan-tujuan dan sarana-sarana baru. Dalam

masyarakat AS contoh dari rebellion mungkin bisa disebut kalangan sosialis yang lebih

memilih sukses kelompok disbanding sukses individual dan dengan suatu norma yang

mengarahkan distribusi kekayaan secara merata dan sesuai kebutuhan dibandingkan

distribusi yang tidak merata dan sesuai dengan hasil dari kompetisi yang kejam.

Kritik terhadap Strain Theory

1. Terlalu berkonsentrasi pada kejahatan di tingkat bawah secara hirarki

ekonomi, teori ini melalaikan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan

menengah dan atas

2. Bagaimana mungkin suatu masyarakat yang sangat heterogen seperrti AS

memiliki tujuan-tujuan yang disepakati setiap orang

3. Banyak juga orang-orang di masyarakat lain di luar AS yang mempunyai

sarana terbatas dalam mencapai tujuan-tujuan material tetapi mempunyai

angka kejahatan yang rendah, contohnya dua negara berkembang dan industry

yaitu Jepang dan Swiss

Daftar Pusataka

Page 14: teori kriminologi dari segi sosiologi

4. Contoh kasus Anomie

Ilustrasi terbaik dari konsep Durkheim tentang anomie adalah dalam satu diskusi

tentang bunuh diri (suicide) yang terjadi di negara-negaranya, Perancis, dan bukan tentang

kejahatan. Ketika Durkheim menganalisa data statistik ia mendapati bahwa angka bunuh diri

meningkat selama perubahan ekonomi yang tiba-tiba (sudden economic change), perubahan

itu depresi hebat ataupun kemakmuran yang tidak terduga. Dalam periode perubahan yang

cepat itu orang tiba-tiba terhempas ke dalam satu cara/jalan hidup yang tidak dikenal

(unfamiliar) aturan-aturan (rules) yang pernah membimbing tingkah laku tidak lagi dipegang.

Hal tersebut pernah terjadi pada tahun 1920-an ketika kekayaan diperoleh banyak

orang ditahun-tahun penuh harapan itu. Menjelang akhir, melewati juli, Agustus dan

September 1929, pasar modal memuncak menuju puncak-puncak baru. Keuntungan-

keuntugan luar biasa didapat dari spekulasi di pasar modal. Namun tiba-tiba, pada tanggal 24

Oktober 1929, satu hari yang dicatat sebagai black Thursday, pasar modal bangkrut. Tiga

belas juta saham dijual. Dengan makin banyaknya saham dijual, maka nilainya menjadi

terjerembab. Di penghujung kejatuhan itu, satu depresi hebat melanda negeri. Bank-bank

gagal. Pegadaian-pegadaian tutup. Bisnis-bisnis bangkrut. Orang-orang kehilangan

pekerjaan. Gaya hidup berubah dalam semalam. Tiba-tiba norma yang mengatur kehidupan

tidak lagi relevan. Orang menjadi tidak tahu arah dan bingung.

di Perancis tumbuh anomi suicide yakni individu yang merasa tidak bisa mengikuti

perubahan sosial yang sedang berlangsung cenderung menyendiri dan merasa tidak berharga

yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri maka yang terjadi di Indonesia

karena memiliki watak yang berbeda (entah guilt culture atau shame culture?) seseorang

yang mengalami anomi, yang tak puas dengan situasi dan kondisi yang tidak menentu,

malahan cenderung menyakiti atau membunuh orang lain atau anomie homicide. Melalui

pemberitaan di media massa kita mengetahui hal yang sepele saja dapat menjadi alasan orang

untuk membunuh, hanya karena uang seratus rupiah saja bisa menjadi penyebab hilangnya

nyawa orang. Hanya karena tersinggung karena anggota kelompoknya dipalak oleh anggota

kelompok lain maka cukup alasan untuk menyerang kelompok lain. Karena jagoannya kalah

dalam pemilihan kepala daerah sudah lengkap alasan untuk kemudian bertindak murka.

Page 15: teori kriminologi dari segi sosiologi

Contoh:

Berbagai kejadian bunuh diri telah menjadi fenomena sosial yang sangat akrab dengan

kita. Bahkan, terdapat kecenderungan kasus-kasus bunuh diri mengalami peningkatan.

Sebagai contoh kasus di Kabupaten Blora. Hingga Oktober 2008, jumlah angka bunuh

diri meningkat enam kasus dibandingkan dengan 2007. Pada tahun 2007, terdapat 30

kasus, sedangkan pada 2008 menjadi 36 kasus. Motif bunuh diri terbanyak adalah

persoalan ekonomi, yang mencapai 40 persen, seperti dimuat dalam harian ini beberapa

waktu lalu. Motif lainnya adalah penyakit tak tersembuhkan, keluarga, dan sakit jiwa.

suporte dari jek mania dengan arek-arek malang. Yang secara berutal saling menyerang

sampai berjatuhan korban. Padahal masalahnya klub yang mereka belah kalah.

Kenakalan remaja, para remaja yang melakukan tawuran antar sekolah, misalnya ada

wanita yang menjadi rebutan, atau karena harga diri geng mereka di hina

Rakyat Indonesia saat ini sedang terjangkit gejala anomi sosial. Gejala itu ditandai

dengan sikap tanpa arah dan berpandangan sinis terhadap norma-norma yang berlaku.

Mereka cenderung bersikap brutal dan anarkistis. Aturan hukum formal dianggap angin

lalu. Ini terjadi karena adanya pembiaran terhadap tindakan-tindakan yang melawan

hukum. Misalnya bentrok antar kelompok

Page 16: teori kriminologi dari segi sosiologi

Daftar Pustaka

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2001. Kriminologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/27/11044764/fenomena.bunuh.diri.nekrofilia.atau.anomi

http://cityzennews.suaramerdeka.com