BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Setiadi dkk. (2014) mengenai perhitungan harga pokok produksi
dalam penentuan harga jual pada CV. Minahasa Mantap Perkasa diperoleh hasil
bahwa pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok proses dengan
pendekatan full costing bertujuan untuk memenuhi persediaan digudang dengan
jumlah yang sama dari waktu ke waktu. Penentuan harga jual produk yang
dibebankan kepada konsumen dibuat berdasarkan biaya produksi per unit
ditambah persentase mark up, dimana peresentase yang diinginkan perusahaan
yaitu 30% dari biaya produksi per unit dengan tujuan mendapat keuntungan lebih
memadai dan menutup biaya produksi yang telah dikeluarkan.
Anita (2014) dengan penelitian analisis perhitungan harga pokok produksi
sebagai dasar penetapan harga jual produk furniture, terdapat hasil yang berbeda
dengan metode yang dilakukan perusahaan. Penetapan harga jual dengan metode
full costing lebih tinggi dibanding dengan metode perusahaan. Hal ini dikarenakan
metode full costing memasukkan semua biaya produksi baik yang bersifat tetap
maupun variabel.
Slat (2013) meneliti tentang analisis harga pokok produk dengan metode full
costing dan penentuan harga jual pada CV Anugerah Genteng Manado. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa tedapat kelemahan dalam perhitungan harga
pokok produk perusahaan dimana kalkulasi harga pokok produk yang dilakukan
perusahaan lebih tinggi dari harga pokok produk setelah dievaluasi. Hal ini
9
disebabkan karena perusahaan tidak membebankan biaya penyusutan gedung
pabrik, biaya penyusutan mesin dan peralatan, dan biaya asuransi dalam
perhitungan harga pokok produksi.
Sakti (2013) dalam penelitiannya mengenai penerapan analisis cost volume
profit dalam perencanaan laba (studi kasus pada UD Rejo Mulyo Surabaya), dapat
diketahui bahwa analisis CVP dapat digunakan untuk mengetahui atau membuat
peramalan laba produksi. Penganalisisan CVP tersebut dilakukan dengan
mengunakan metode analisis contribution margin, analisis BEP, analisis margin
of safety, dan analisis operating leverage. Dengan alat tersebut memberi hasil
bahwa produksi plastic es UD Rejo Mulyo terbukti sangat produktif dan
memberikan kontribusi laba yang cukup besar.
Verawati (2014) melakukan penelitian tentang penerapan metode CVP
sebagai alat bantu analisis perencanaan laba dalam mencapai target perusahaan
pada UKM Vinito Brownis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan periode
Mei-Oktober 2014 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan periode
November 2013-April 2014, atau diestimasikan penjualan kedepannya mampu
meningkat sebesar 34,37% atau sebesar Rp. 121.491.076 setara dengan menjual
lebih banyak 15.186 box periode selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan atas beberapa penelitian terdahulu, jika dibandingkan
dengan penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian ini
dengan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas adalah
menghitung harga pokok produksi dengan metode full costing serta analisis cost
volume profit. Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada objek penelitian yaitu
10
pada Industri Carang Mas Novita Batu dan periode penelitian yaitu periode
Desember 2015.
B. Landasan Teori
1. Definisi Biaya
Biaya menurut Horngren dkk. (2008: 31) sebagai sumber daya yang
dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu, dimana suatu biaya
biasanya diukur dalam jumlah uang yang harus dibayarkan dalam rangka
memperolrh barangay atau jasa. Mulyadi (2014: 8) mengartikan biaya dalam arti
luas adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang
telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sedangkan
dalam arti yang lebih sempit, biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber
ekonomi untuk memperoleh aktiva.
2. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya adalah proses pengelompokkan biaya atas keseluruhan
elemen-elemen biaya secara sistematis ke dalam golongan-golongan tertentu yang
lebih rinci untuk dapat memberikan informasi biaya yang lebih lengkap bagi pihak
manajemen dalam mengelola perusahaan. Biaya harus digolongkan sesuai dengan
manfaat yang diharapkan. Menurut Mulyadi (2014 :13), biaya dapat digolongkan
menurut :
a. Objek pengeluaran.
Pada penggolongan biaya ini, pengklasifikasian biaya didasarkan atas nama
objek pengeluaran. Contohnya, nama objek pengeluaran adalah bahan bakar,
11
maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya
bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran dalam
perusahaan kertas yaitu biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya
soda, biaya asuransi, biaya depresiasi mesin, biaya bunga, biaya zat warna.
b. Fungsi pokok dalam perusahaan.
Biaya menurut fungsi pokok dalam suatu perusahaan (manufaktur), terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Biaya Poduksi adalah biaya yang terjadi untuk mengelola bahan baku
menjadi produksi yang siap dijual di pasaran. Biaya produksi ini meliputi
biaya depresiasi dan equipment, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, biaya bahan penolong, dan lain-lain. Menurut objek
pengeluarannya, biaya produksi dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
b) Biaya Pemasaran adalah biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan
pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya
karyawan bagian pembungkusan, biaya bahan untuk membungkus, biaya
angkut dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, dan gaji karyawan
kegiatan pemasaran.
c) Biaya administrasi dan umum adalah biaya untuk mengkoordinasi-kan
kegiatan produksi dengan pemasaran produk. Contohnya yaitu gaji karyawan
bagian akuntansi, keuanagan, biaya gaji bagian personalia, dan lain-lain.
c. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.
Biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, di bagi menjadi
12
dua golongan yaitu:
a) Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang terjadi karena adanya
sesuatu yang dibiayai dan mudah untuk diidentifikasi. Biaya produksi
langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
b) Biaya tidak langsung (indirect cost) merupakan biaya yang terjadi tidak
hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dalam hubungannya
dengan produk disebut biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead
pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasi dengan produk tertentu.
d. Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas.
Biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume
aktivitas, terbagi empat yaitu:
a) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung.
b) Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan
biaya variabel.
c) Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan
tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi
tertentu.
d) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume
tertentu. Contohnya biaya gaji direktur produksi.
13
e. Jangka waktu manfaatnya
Biaya menurut jangka waktu manfaatnya, terbagi dua yaitu :
a) Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya yang mempunyai
manfaat lebih dari satu periode akuntansi yang dicatat sebagai biaya aktiva
dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara
didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi.
b) Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah biaya yang mempunyai
manfaat dalam periode akuntansi terjadinya penge-luaran. Contohnya biaya
iklan, biaya telepon, dan lain-lain.
3. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi pada dasarnya menunjukan harga pokok produk
(barang dan jasa) yang diproduksikan dalam suatu periode akuntani tertentu. Hal
ini berarti bahwa harga pokok produksi merupakan bagian dari harga pokok.
Harga pokok dari produk yang terjual dalam suatu periode akuntansi.
Horngren (2008: 45) menjelaskan harga pokok produksi adalah biaya barang
yang dibeli untuk diproses sampai selesai baik sebelum maupun selama periode
akuntansi berjalan. Carter (2009: 40) menyatakan harga pokok produksi terdiri
dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik. Menurut Mulyadi (2014: 18) Harga pokok produksi atau disebut
harga pokok adalah pengobanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang
yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk memperoleh penghasilan.
Informasi yang berkaitan dengan harga pokok produksi dapat digunakan sebagai
dasar penentuan harga jual.
14
4. Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi
Untuk mengetahui laba atau rugi secara periodik suatu perusahaan dihitung
dengan mengurangkan pendapatan yang diperoleh dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena hitu diperlukan
informasi dari harga pokok produksi.
Mulyadi (2014: 39) mengidentifikasi manfaat dari penentuan harga pokok
produksi berdasarkan pesanan, secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memproses produknya
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Maka biaya produksi
yang satu akan berbeda dengan biaya produksi pesanan lain, tergantung
spesifikasi yang dikehendaki oleh pemesan. Oleh karena itu, harga jual yang
dibebankan pada pemesan sangat ditentukan oleh besarnya biaya produksi
yang akan dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu.
2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan
Adakalanya harga jual produk yang dipesan oleh pemesan telah terbentuk di
pasar, sehingga keputusan yang perlu dilakukan oleh manajemen adalah
menerima atau menolak pesanan. Maka untuk pengambilan keputusan,
manajemen memerlukan informasi total harga pokok pesanan yang akan
memberikan dasar perlindungan bagi manajemen agar didalam menerima
perusahaan tidak mengalami kerugian. Tanpa informasi total harga pokok
pesanan, manajemen tidak memiliki jaminan apakah harga yang diminta oleh
pemesan dapat mendatangkan laba bagi perusahaan.
15
3. Memantau realisasi biaya produksi.
Informasi taksiran biaya produksi pesanan dapat dimanfaatkan untuk
menetapkan harga jual yang dibebankan kepada pemesan. Informasi taksiran
biaya juga bermanfaat untuk mempertimbangkan diterima tidaknya suatu
pesanan. Oleh sebab itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan
informasi biaya produksi tiap pesanan yang akan diterima untuk memantau
apakah proses produksi untuk memenuhi pesanan menghasilkan total biaya
pesanan sesuia dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
4. Menghitung laba atau rugi bruto tiap pesanan.
Guna mengetahui apakah pesanan tertentu mampu menghasilkan laba bruto
atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya
produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi pesanan. Informasi laba
atau rugi bruto tiap pesanan diperlukan untuk mengetahui kontribusi tiap
pesanan dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi.
5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban per periode,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi, yang menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga
pokok yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Berdasarkan catatan
biaya poduksitiap pesanan yang masih melekat pada produk jadi yang belum
di jual pada tanggal neraca serta dapat diketahui biaya produksinya. Biaya
yang melekat pada produk jadi pada tanggal neraca disajikan dalam harga
16
pokok persediaan produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk
yang pada tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam
neraca sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses.
5. Unsur Biaya Produksi
Kholmi dan Yuningsih (2009: 26) menyebutkan biaya produksi terdiri dari
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik.
a. Biaya bahan baku langsung
Bahan baku langsung merupakan bahan yang sebagian besar membentuk
produk setengah jadi (barang jadi) atau menjadi bagian wujud dari suatu
produk yang dapat ditelusuri ke produk tersebut. Biaya bahan ini dapat
langsung dibebankan ke produk, contohnya kayu (jati, kamper, dll)merupakan
bahan baku landsung dari meubel. Di dalam memperoleh bahan baku
perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli, tetapi biaya-
biaya yang berkaitan dengan perolehan bahan baku tersebut.
b. Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang mengubah bahan baku
langsung menjadi produk setengah jadi (barang jadi) atau menjadikan jasa
kepada pelanggan. Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang
dikeluarkan tenaga kerja untuk mengolahbahan baku menjadi produk. Tenaga
kerja dapat ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi,
pengamatan fisik dapat digunakan dalam mengukur kuantitas karyawan yang
17
digerakan dalam produksi suatu produk atau jasa (contohnya perusahaan
meubel).
c. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku
langsung dan biaya tenaga kerja langsung atau semua biaya produksi tak
langsung. Contohnya yaitu biaya bahan baku tidak langsung, upah tak
langsung, beban listrik dan air pabrik, beban telepon pabrik, beban sewa
gedung pabrik, beban reparasi dan pemeliharaan mesin dan kendaraan pabrik,
beban pajak bumi dan bangunan pabrik, beban asuransi pabrik, beban
penyusutan bangunan, mesin dan peralatan pabrik.
6. Metode Pemisahan Biaya
Biaya yang termasuk dalam biaya semivariabel perlu dipisahkan kedalam
biaya tetap dan biaya variabel. Metode yang dapat digunakan dalam memisahkan
biaya tetap dan biaya variabel ada 3 metode yaitu:
a. Metode tinggi rendah
Metode tinggi rendah adalah metode yang sederhana, hanya menggunakan
titik tertinggi dan terendah sebagai perhitungan pemisahan biaya semivariabel
menjadi biaya tetap dan biaya variabel (Masiyah & Yuningsih, 2009: 66).
Perbedaan biaya pada kedua periode tersebut dibagi dengan perubahan aktivitas
antara kedua periode ekstrem tersebut untuk memperkirakan biaya variabel per
unit aktivitas (Gaerrison, etal., 2006: 279).
Atau
18
Dan
Metode tinggi rendah sangat sederhana dan mudah dilakukan tetapi banyak
mengandung cacat karena hanya menggunakan dua titik saja. Umumnya, dua titik
tidak cukup untuk menghasilkan hasil yang akurat dalam analisis biaya. Periode
yang tidak biasanya rendah atau tinggi dapat mengakibatkan ketidakakuratan
hasilnya (Garrison, et al., 2006: 281).
b. Metode Scattergraph
Metode ini sangat sederhana, hanya menarik garis lurus dari data yang tersedia
untuk menentukan biaya tetap. Setelah biaya tetap diketahui dapat dihitung biaya
variabel yaitu selisih biaya total dengan biaya tetap. Metode ini merupakan
pembuktian atau penyempurnaan dari hasil perhitungan metode kuadrat terkecil.
Kekurangan metode ini, yaitu kurang akurat dalam perhitungan karena dengan
menarik garis lurus yang telah banyak mewakili dianggap dapat menentukan
besarnya biaya tetap. Hal ini seringkali adanya subjektivitas dalam penarikan garis
tersebut, sehingga menyebabkan tidak obyektif dalam menentukan besarnya biaya
variabel dan biaya tetap (Masiyah & Yuningsih, 2009: 66).
c. Metode Kuadrat Terkecil
Menurut Garrison, et al. (2013: 42) metode regresi kuadrat terkecil adalah
metode yang memisahkan biaya semivariabel menjadi komponen biaya tetap dan
biaya variabel dengan menggunakan seluruh data. Metode ini menganggap bahwa
19
hubungan antara biaya dan kegiatan berbentuk hubungan garis lurus dengan
persamaan regresi yaitu Y= a+bx.
Keterangan:
Y = Variabel tidak bebas ( total biaya semivariabel)
a = Garis intercept vertical (total biaya tetap)
b = Slope garis (tarif biaya variabel)
x = Variabel bebas (tingkat kejadian)
dalam persamaan tersebu, a menunjukkan unsur biaya tetap dalam Y, sedangkan b
menunjukkan unsur biaya variabel. Rumusan perhitungan a dan b tersebut ialah
sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
∑ (∑ )
∑ ∑
7. Metode Penentuan Biaya Produksi
Berdasarkan Mulyadi (2014: 18) metode penentuan kos produk adalah cara
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi. Dalam
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua
pendekatan diantaranya metode full costing dan metode variable costing. Metode
Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan
semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, terdiri dari biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku
variabel maupun tetap. Kos produksi berdasarkan metode full costing terdiri dari
unsur biaya produksi berikut:
20
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik tetap xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Kos produksi xx
Metode full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai
biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik
yang terjadi, baik tetap maupun variabel masih dianggap sebagai aktiva sebelum
persediaan tersebut terjual (Mulyadi, 2014: 122).
Sedangkan metode variable costing hanya memperhitungkan biaya produksi
variabel saja dalam penentuan kos produksi. Kos produksi berdasarkan metode
variable costing terdiri dari unsur biaya berikut:
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja variabel xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Kos produksi xx
Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan
sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga produk, sehingga dibebankan
sebagai biaya dalam periode terjadinya.
8. Perhitungan Harga Pokok Produksi
Perhitungan harga pokok produksi memang berisi tiga elemen biaya produk
yang terdiri dari bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
Namun jumlah dari ketiga elemen ini bukanlah harga pokok produksi. Alasannya
21
karena sejumlah biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang terjadi
selama periode tertentu berkaitan juga dengan barang-barang setengah jadi. biaya
yang berkaitan dengan barang setengah jadi ditunjukkan dengan adanya barang
dalam proses yang tampak dalam akhir perhitungan. Barang dalam proses awal
harus ditambahkan dalam biaya produksi selama periode itu dan barang dalam
proses akhir harus dikurangkan untuk menentukan harga pokok produksi
(Garisson, et al., 2006). Logika yang mendasari perhitungan harga pokok
produksi tersebut dan harga pokok penjualan dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Perhitungan bahan mentah yang digunakan
Persediaan bahan mentah awal xx
Pembelian bahan mentah xx
Persediaan bahan mentah akhir (xx)
Bahan mentah yang masuk produksi xx
Perhitungan total biaya produksi
Bahan mentah yang masuk produksi xx
Tenaga kerja langsung xx
Total biaya overhead pabrik (xx)
Total biaya produksi xx
Perhitungan harga pokok produksi
Persediaan barang dalam proses awal xx
Total biaya produksi xx
Persediaan barang dalam proses akhir (xx)
Harga pokok produksi xx
22
Perhitungan harga pokok penjualan
Persediaan barang jadi awal xx
Harga pokok produksi xx
Persediaan barang jadi akhir (xx)
Harga pokok penjualan xx
9. Analisis Cost Volume Profit
Jumlah produk yang dihasilkan perusahaan selama satu periode tertentu akan
memiliki hubungan langsung dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan.
Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut pada saat dipertemukan
dengan nilai penjualan produk yang dihasilkan perusahaan selama satu periode
akan mempengaruhi secara langsung besarnya yang diperoleh perusahaan.
Analisis untuk melihat hubungan di antara ketiga variabel itulah yang
disebutdengan analisis cost volume profit (Rudianto, 2013: 26).
Rudianto (2013: 27) mendefinisikan analisis biaya volume laba adalah metode
analisis untuk melihat hubungan antar besarnya biaya yang dikeluarkan
perusahaan dan besarnya volume penjualan serta laba yang diperoleh selama suatu
periode tertentu. Analisisi ini membantu manajer untuk melihat hubungan diantara
5 unsur yaitu:
a. Harga produk, yaitu harga yang ditetapkan selama suatu periode tertentu
secara konstan.
b. Volume atau tingkat aktivitas, yaitu banyaknya produk yang dihasilkan dan
direncanakan akan dijual selama suatu periode.
23
c. Biaya variabel per unit, yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara
langsung pada setiap unit barang yang diproduksi.
d. Total biaya tetap, yaitu keseluruhan biaya periodik selama suatu periode.
e. Bauran produk yang dijual, yaitu proporsi relative produk-produk perusahaan
yang dijual.
Analisis cost volume profit dapat membantu manajer dalam memahami
pengaruh dari unsur-unsur kunci tersebut pada laba, maka analisis cost volume
profit merupakan alat yang sangat penting dalam berbagai keputusan bisnis.
Keputusan tersebut mencakup jenis produk dan jasa yang ditawarkan, harga yang
dikenakan, strategi pemasaran yang dijalankan, dan struktur biaya yang digunakan
(Garrison, et al., 2013: 208).
Menurut Horngren, et al (2008: 69) menguji perilaku pendapatan total, biaya
total, dan laba operasi ketika terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual,
biaya variabel per unit, atau biaya tetap produk. Asumsi analisis cost volume
profit, yaitu:
a. Seluruh jenis biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap atau biaya
variabel. Apabila ada biaya campuran, maka biaya tersebut harus dipisahkan
menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
b. Fungsi biaya total berbentuk garis lurus. Asumsi ini hanya benar apabila
perusahaan berproduksi dalam kisaran relevan.
c. Fungsi pendekatan total juga berbentuk garis lurus. Garis ini menganggap
bahwa harga jual perunit adalah konstan untuk seluruh volume penjualan
yang mungkin.
24
d. Analisis terbatas pada satu jenis produk. Apabila perusahaan menjual lebih
dari satu jenis produk maka dianggap bahwa kombinasi penjualan adalah
konstan, seperti akan dijelaskan.
e. Jumlah persediaan awal sama dengan jumlah persediaan akhir. Asumsi ini
berarti bahwa seluruh kos di tahun tertentu untuk memperoleh atau
memproduksi barang dilaporkan sebagai biaya yang ditandingkan dengan
pendapatan laba atau rugi tahun tersebut.
Analisis cost volume profit memiliki manfaat yang sangat banyak bagi
manajemen suatu perusahaan. Manfaat dari penggunaan analisis ini adalah untuk
membuat kalkulasi perencanaan laba dan anggaran penjualan dari suatu
perusahaan menjadi akurat. Dengan menggunakan analisis cost volume profit akan
dapat diketahui berapa jumlah penjualan impas agar perusahaan tidak mengalami
kerugian maupun untung, untuk mengetahui berapa jumlah penjualan yang harus
dicapai untuk mencapai target laba tertentu. Analisis cost volume profit juga dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa besar penjualan yang dapat membuat
penurunan sebelum mengalami kerugian, serta dapat digunakan untuk
menentukan kombinasi penjualan dari setiap jenis ukuran yang diproduksi untuk
mencapai target laba yang telah ditetapkan.
10. Hubungan Analisis Cost Volume Profit dengan Perencanaa Laba
Menurut Mulyadi (2014), laba perusahaan dalam jangka pendek dipengaruhi
oleh pendapatan (hasil kali volume penjualan dengan harga jual), biaya variabel
dan biaya tetap. Analisis CVP merupakan teknik yang menggunakan informasi
akuntansi diferensial untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba.
25
Manajemen akan dihadapkan pada pemilihan alternatif apakah harga jual produk
dalam tahun anggaran yang akan dating perlu diturunkan untuk mengungguli
posisi pesaing dipasar. Jika harga jual produk perlu diturunkan, kemungkinan
yang akan terjadi adalah volume penjualan akan naik. Jika volume penjualan naik,
anggaran biaya dimasa yang akakn datang akan naik pula. Dengan mengetahui
dampak terhadap laba setiap alternatif tindakan yang dipertimbangkan sekarang,
manajemen akan memiliki dasar yang kuat untuk memilih, sehingga ia akan
mampu mengambil keputusan secara ekonomis rasional.
11. Analisis Multiproduk
Analisis CVP cukup mudah diterapkan dalam pengaturan produk tunggal.
Namun, kebanyakanperusahaan memproduksi dan menjual sejumlah produk atau
jasa. Meskipun kompleksitas konseptual dari analisis CVP lebih tinggi dalam
situasi multiproduk, pengoperasiannya tidak jauh berbeda. Analisis produk
mensyaratkan dibuatnya suatu asumsi sehubungan dengan penjualan yang
diharapkan. Pada bauran penjualan tertentu, masalah multiproduk dapat dialihkan
ke analisis produk tunggal. Namun, harus diingat bahwa hasilnya akan berubah
jika bauran penjualannya berubah. Jika bauran penjualan berubah pada
perusahaan multiproduk, maka titik impas juga akan berubah. Kenaikan penjualan
yang memiliki margin kontribusi tinggi umumnya akan memperkecil titik impas,
sedangkan kenaikan penjualan produk dengan margin kontribusi renddah akan
memperbesar titik impas (Hansen & Mowen, 2009: 14).
26
12. Analisis Cost Volume Profit Berdasarkan Aktivitas
Analisis CVP konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya perusahaan
dapat dikelompokkan dalam dua kategori: biaya yang berubah sejalan dengan
volume penjualan (biaya variabel) dan biaya yang tidak berubah (biaya tetap).
Selanjutnya biaya diasumsikan sebagai fungsi linier dari volume penjualan.
Namun saat ini banyak perusahaan sadar bahwa pembeda antara biaya tetap dan
biaya variabel ini terlalu menyederhanakan masalah. CVP dapat digunakan
dengan perhitungan biaya berdasarkan aktivitas, tetapi analisisnya harus
dimodifikasi. Akibatnya menurut ABC, suatu analisis sensitifitas digunakan.
Biaya tetap dipisahkan dari berbagai jenis biaya yang berubah-ubah dengan
penggerak biaya tertentu. Pada tahap ini cara yang paling mudah yaitu
pengelompokan biaya variabel sebagai tingkat unit, tingkat batch, dan tingkat
produk. Selanjutnya dampak keputusanterhadap batch dan produk dapat diuji
dalam kerangka kerja CVP (Hansen & Mowen, 2009: 32)
13. Resiko dan Ketidakpastian
Asumsi penting dari analisis CVP adalah harga dan biaya yang diketahui
dengan pasti, namun hal tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian adalah
bagian dari pengambilan keputusan dnan bagaiamana hal tersebut harus ditangani.
Secara formal, risiko berdeda dengan ketidakpastian. Distribusi probabilitas
variabel pada ketidakpastian tidak diketahui. Dari kedua istilah tersebut
menentukan bagaimana manajer menghadapi risiko dan ketidakpastian (Hansen &
Mowen, 2009: 27), diantaranya:
27
a. Pihak manajemen tentu harus menyadari sifat ketidakpastian harga, biaya dan
kuantitas di masa depan. Selanjutnya, para manajer bergerak dari
pertimbangan titik impas ke pertimbangan kisaran titik impas. Dengan kata
lain, karena sifat data yang tidak pasti, suatu perusahaan mungkin mencapai
titik impas yang lebih tinggi. Jadi, titik impas tidak diestimasi pada titik
tertentu. Selain itu, para manajer dapat menggunakan analisis sensitivitas atau
bagaimana-jika (what-if). Dalam hal ini, penggunaan suatu produk akan
membantu manajer dalam menentukan titik impas (atau target laba) kemudian
memeriksanya untuk melihat dampak harga dan biaya yang bervariasi
terhadap kuantitas yang dijual.
b. Konsep yang bermanfaat bagi manajemen adalah margin pengaman dan
pengungkit operasi. Kedua konsep ini dapat dipertimbangkan untuk
mengukur risiko. Setiap konsep menyaratkan pengetahuan mengenai biaya
tetap dan biaya variabel.
14. Dasar-Dasar Analisis Cost Volume Profit
a. Analisis Break Even Point
Rudianto (2013: 30) mengartikan titik impas sebagai volume penjualan yang
harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi tidak juga
memperoleh laba sama sekali. Titik impas dapat diketahui dengan membagi antara
total biaya tetap dengan rasio margin kontribusi. Jadi ketika titik impas tercapai,
perusahaan telah mampu menutup seluruh biaya tetap yang dibebankan selama
periode tersebut beserta biaya variabel yang harus dikeluarkan untuk volume
produk pada titik impas.
28
Menurut Garrison, et al. (2006: 325) titik impas adalah tingkat penjualan
dimana laba adalah nol. Jadi dapat dikatakan bahwa titik impas merupakan titik
dimana biaya dan pendapatan sama besarnya sehingga tidak terjadi laba maupun
rugi. Analisis terhadap titik impas ini digunakan untuk menentukan tingkat
penjualan dan bauran produk yang diperlukan agar semua biaya yang terjadi
dalam periode tersebut dapat tertutupi.
Titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation
method) dan metode margin kontribusi (contribution margin).
a) Metode Persamaan
Metode persamaan menggunakan data-data dari laporan laba rugi yang disusun
dengan format kontribusi. Format laba rugi dapat disajikan dengan persamaan
sebagai berikut (Garrison, et al., 2006: 334):
( )
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi
b) Metode margin Kontribusi
Metode margin kontribusi pada dasarnya hanyalah versi jalan pintas dari
metode persamaan yang telah disajikan. Pendekatan ini memusatkan pada ide
bahwa setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat
digunakan untuk menutupi biaya tetap. Untuk menentukan berapa unit yang harus
dijual untuk mencapai titik impas, total biaya tetap dibagi dengan margin
kontribusi per unit (Garrison, et al., 2006: 336).
29
b. Contribution Margin
Langkah awal dalam melihat hubungan antara cost volume profit suatu
perusahaan adalah memahami dan melihat besarnya margin kontribusi yang
diperoleh perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan. Pada setiap tingkat kegiatan,
perusahaan akan memiliki kemampuan menghasilkan margin kontribusi per unit
yang dapat diperoleh perusahaan akan menentukan kecepatan perusahaan tersebut
menutup biaya tetapnya dan kemampuannya dalam menghasilkan laba.
Hansen dan Mowen (2009: 7) berpendapat bahwa margin kontribusi adalah
pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel. Pada impas, margin
kontribusi sama dengan beban tetap. Menurut Garrison, et al., (2013: 209) margin
kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan penjualan dikurangi beban
variabel, yang merupakan jumlah yang tersedia untuk menutup beban tetap dan
kemudian untuk menyediakan laba pada periode tersebut. Margin kontribusi
dihitung dengan rumus:
Margin kontribusi = Penjualan – Biaya variabel
Semakin besarnya margin kontribusi yang diperoleh perusahaan dari setiap
unit produk yang dijual, semakin cepat perusahaan menutup biaya tetapnya dan
mencapai laba yang diinginkan. Semakin kecil margin kontribusi yang dihasilkan
dari setiap unit produk yang dihasilkan, semakin lama perusahaan menutup biaya
tetapnya dan mencapai laba yang diinginkan. Apabila perusahaan telah menjual
produknya sampai jumlah tertentu dimana seluruh biaya tetapnya dapat ditutupi,
30
maka pada volume penjualan selanjutnya perusahaan tinggal memperoleh laba
usaha (Rudianto, 2013:28).
Margin kontribusi yang disajikan dalam persentase penjualan mengacu pada
rasio margin kontribusi. Rasio margin kontribusi tersebut menunjukkan pengaruh
dari perubahan total penjualan terhadap margin kontribusi. Rasio ini dihitung
dengan rumus:
c. Analisis Margin Of Safety
Margin pengaman berdasarkan Hansen dan Mowen (2009: 28) merupakan unit
yang terjual atau diharapkan terjual atau pendapatan yang dihasilkan atau
diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas. Margin pengaman
dapat dipandang sebagai gambaran kasar dari risiko, karena kenyataannya
peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal tersebut
dapat menurunkan jumlah penjualan dibawah dari apa yang diharapkan.
Analisis margin of safety menggambarkan tentang seberapa besar penjualan
yang boleh turun dari jumlah penjualan tertentu dimana perusahaan belum
menderita rugi atau dalam keadaan Break Even. Dengan kata lain, margin of
safety merupakan batas keamanan bagi perusahaan dalam hal terjadi penurunan
penjualan, dimana berapapun penurunan penjualan yang terjadi sepanjang dalam
batas-batas tersebut perusahaan tidak akan menderita rugi. Kelebihan dari
penjualan yang dianggarkan (aktual) diatas titik impas volume penjualan dengan
artian semakin tinggi margin pengaman, maka semakin rendah resiko untuk tidak
balik modal (Garrison, et al., 2013: 225).
31
Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Batas keamanan = total penjualan yang dianggarkan – penjualan titik impas
d. Operating Leverage
Hansen dan Mowen (2009: 29) berpendapat bahwa pengungkit operasi
(operating leverage) merupakan penggunaan biaya tetap untuk menciptakan
perubahan persentase laba yang lebih tinggi ketika aktivitas penjualan berubah.
Semakin besar tingkat pengungkit operasi maka semakin banyak perubahan
aktivitas penjualan yang akan mempengaruhi laba. Leverage operasi dalam
Horngren dkk. (2008: 83) menggambarkan dampak perubahan biaya tetap
terhadap laba operasi ketika terjadi perubahan unit yang terjual, dan tentunya
marjin kontribusi. Organisasi yang memiliki porsi biaya tetap yang besar dalam
struktur biayanya akan mempunyai leverage operasi yang tinggi. Trade off risiko
pengembalian (risk-return trade-off) antar alternative struktur biaya dapat diukur
dengan leverage operasi.
Analisis operating leverage merupakan keadaan saat manajer memperoleh
laba yang tinggi hanya dengan menaikkan sedikit penjualan atau menambah
sedikit sumber daya perusahaan (aktiva) serta merupakan suatu ukuran tentang
seberapa sensitif laba bersih terhadap perubahan dalam penjualan (Garrison, et al.,
2013: 228). Persentase kecil peningkatan penjualan dapat menghasilkan
persentase yang lebih besar pada peningkatan laba, apabila operating leverage
tinggi. Rumus tingkat leverage operasi:
32
e. Analisis Target Laba
Managemen perusahaan tepatnya pada bidang keuangan dapat menggunakan
elemen analisis CVP dalam menyusun rencana kerja serta untuk melakukan
evaluasi lebih mendalam. Analisis target laba adalah salah satu penggunaan pokok
dalam analisis CVP. Dalam analisis target laba (target profit analusis), kita
mengestimasikan volume penjualan yang diperlukan untuk mencapai laba
tertentu. Analisis target laba dapat menggunakan metode persamaan atau metode
Rumus (Garrison, et al., 2013: 222).
a) Metode Persamaan
Kita dapat menggunakan persamaan laba dasar guna mengetahui volume
penjualan yang dibutuhkan untuk memperoleh target laba.
Atau
b) Metode Rumus
Metode rumus merupakan versi pintas dari metode persamaan, yaitu dapat
dihitung dengan rumus berikut:
15. Perencanaan Laba
Perencanaan laba menurut Carter (2009: 4) adalah pengembangan dari suatu
rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan. Laba sangat
penting dalam perencanaan karena tujuan utama dari suatu rencana adalah laba
33
yang memuaskan. Perencanaan laba yang baik sulit karena ada kekuatan-kekuatan
eksternal yang memengaruhi bisnis. Kekuatan-kekuatan ini mencakup perubahan
dalam teknologi, tindakan pesaing, ekonomi, demografi, selera serta preferensi
pelanggan, perilaku sosial, serta faktor-faktor politik.
Perencanaan jangka panjang didefinisikan sebagai proses yang kontinu untuk
membuat keputusan-keputusan sekarang secara sistematis dan dengan
pengetahuan terbaik yang memungkinkan mengenai dampak dimasa depan,
mengorganisasikan secara sistematis usaha-usaha yang diperlukan untuk
melaksanakan keputusan-keputusan tersebut dan mengukur hasil keputusan-
keputusan ini terhadap ekspektasi melalui umpan balik yang terorganisir dan
otomatis (Carter, 2009: 5).
Menurut Garrison, et al. (2013: 382) mengembangkan sasaran dan menyusun
anggaran untuk mencapai sassaran tersebut. Sebuah perencanaan laba dicapai
melalui penyusunan sejumlah anggaran yang bila disatukan menjadi anggaran
induk (master budget). Anggaran induk merupakan alat manajemen yang sangat
penting yang mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen di dalam suatu
perusahaan, mengalokasi sumber daya, dan mengkoordinasi aktivitas.
a. Bagian-bagian dari penyusunan anggaran induk
a) Anggaran penjualan, yang mencakup daftar pemikiran penerimaan kas.
b) Anggaran produksi (anggaran pembelian barang dagangan untuk perusahaan
dagang).
c) Anggaran bahan langsung yang mencakup daftar pengeluaran kas untuk
bahan mentah.
34
d) Anggaran tenaga kerja langsung
e) Anggaran overhead pabrik
f) Anggaran persediaan akhir barang jadi
g) Anggaran beban penjualan dan administrasi
h) Anggaran kas
i) Anggaran laporan laba rugi
j) Anggaran laporan posisi keuangan
b. Manfaat penganggaran bagi perusahaan
a. Anggaran merupakan alat komunikasi bagi rencana manajemen kepada
seluruh organisasi.
b. Anggaran memaksa manajer untuk memikirkan dan merencanakan masa
depan. Tanpa penyusunan anggaran, maka akan terlalu banyak manajer yang
haru menghabiskan waktunya untuk mengatasi berbagai masalah darurat.
c. Proses penganggran merupakan alat alokasi sumber daya pada berbagai
bagian dari organisasi agar dapata digunakan seefektif mungkin.
d. Anggaran mengkoordinasikan aktivitas seluruh aktivitas organisasi dengan
cara mengintegrasikan renacana dari berbagai bagian. Penganggaran ikut
memastikan agar setiap orang dalam organisasi menuju tujuan yang sama.
e. Anggaran menentukan tujuan dan sasaran yang dapat dijadikan acuan untuk
mengevaluasi kinerja selanjutnya.